Anda di halaman 1dari 13

Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

Journal Educational of Nursing (JEN)


Vol.2 No.1 – Januari – Juni 2019; hal. 26-38
p-ISSN : 2655-2418; e-ISSN : 2655-7630
journal homepage: https://ejournal.akperrspadjakarta.ac.id

Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko


Pneumonia Aspirasi Pada Pasien Stroke Yang Mengalami
Penurunan Kesadaran Dan Disfagia
Dyah Untari1, I made Kariasa2, Muhammad Adam3
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Abstrak
Pneumonia aspirasi pada pasien stroke dapat terjadi akibat dari bakteri gram
positif maupun gram negatif di rongga mulut yang menyebar ke saluran nafas pasien
akibat penurunan kemampuan mulut untuk melawan bakteri. Pemilihan bahan
perawatan mulut perlu mempertimbangkan segi efektifitas bahan, keamanan,
kenyamanan serta efesiensi biaya. Penelitian kuantitatif ini menggunakan metode
kuasi eksperimen dengan desain Pre dan Post test control group design. Penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari efektifitas perawatan mulut menggunakan madu
dengan risiko pneumonia aspirasi pada pasien stroke yang mengalami penurunan
kesadaran dan disfagia. Pada desain ini 46 responden dibagi menjadi 23 responden
kelompok intervensi dengan perawatan mulut menggunakan madu dan 23
responden menjadi kelompok control yang mendapatkan perawatan mulut dengan
chlorhexidine 0,2%. Perawatan mulut dilakukan dilakukan oleh perawat sebanyak
dua kali sehari pada pagi dan sore hari selama 30 menit dalam waktu 3 hari
berurutan. Hasil: terdapat hubungan signifikan perawatan mulut menggunakan madu
dengan risiko pneumonia aspirasi pada pasien stroke yang mengalami penurunan
kesadaran dan disfagia (p.0,000:α.0,05). Risiko pneumonia aspirasi lebih rendah
sebesar 2,522 dengan perawatan mulut menggunakan madu dibandingkan
menggunakan Clorhexidine 0,2%. Simpulan: Perawatan mulut menggunakan madu
efektif mencegah peningkatan risiko pneumonia aspirasi pada pasein stroke yang
mengalami penurunan kesadaran dan disfagia. Saran: Perawatan mulut dengan
madu dapat dijadikan bahan untuk perawatan mulut terutama dalam pemilihan agen
antiseptik karena terbukti pada penelitian ini madu dapat mempertahankan bahkan
menurunkan risiko pneumonia aspirasi pada pasien stroke dengan penurunan
kesadaran dan disfagia. Penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian
berikutnya.

Kata Kunci: Chlorhexidine 0,2%, Madu, Perawatan Mulut, Stroke

Abstract
Aspiration pneumonia in patients with stroke can occur as a result of the
gram-positive and gram-negative in the oral cavity that spreads to the respiratory
tract of patients due to decreased ability to fight bacteria mouth. Selection of
materials for oral care need to consider in terms of the material effectiveness, safety,
convenience and cost efficiency. This quantitative study using a quasi-experimental

1,2,3 E-mail : dyah.untari@akperrspadjakarta.ac.id

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 26


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

design with pre and post test control group design. This research aims to study the
effectiveness of oral care using honey to the risk of aspiration pneumonia in stroke
patients who suffered loss of consciousness and dysphagia. In this design 46
respondents 23 respondents were divided into intervention group with oral
treatments using honey and 23 respondents into a control group who received oral
treatment with 0.2% chlorhexidine. Performed oral care performed by a nurse twice a
day in the morning and evening for 30 minutes within 3 days sequentially. Results:
There are significant relationships in oral care using honey to the risk of aspiration
pneumonia in stroke patients who suffered loss of consciousness and dysphagia
(p.0,000: α.0,05). The risk of aspiration pneumonia was lower by 2,522 with oral
treatments using honey instead of using Clorhexidine 0.2%. Conclusion: Oral care
using honey to effectively prevent the increased risk of aspiration pneumonia in
pasein stroke decreased consciousness and dysphagia. Suggestion: Oral care with
honey can be used as material for oral care, especially in the choice of antiseptic
agent as proven in this study honey can maintain and even reduce the risk of
aspiration pneumonia in stroke patients with loss of consciousness and dysphagia.
This research can be a reference for subsequent research.

Keywords: Chlorhexidine 0.2%, Honey, Oral Care, Stroke

Pendahuluan disfagia stroke juga mengakibatkan


Peningkatan prevalensi stroke penurunan kesadaran.
masih menjadi tantangan besar bagi Penurunan kesadaran pada
dunia setiap tahunnya. Diprediksi pasein stroke dapat disebabkan
jumlah penderita stroke pada tahun karena adanya gangguan pada
2020 sebanyak 7,6 juta orang dan reticular activating system dan
dalam setiap empat menit seseorang aktivitas reflek pada korteks serebral
akan meninggal karena stroke (Hickey, 2014; Black & Hawks, 2014).
(Mozaffarian et al., 2016). Prevalensi Penurunan kesadaran menyebabkan
stroke di Indonesia sebanyak 12,1 per penurunan kemampuan untuk
1.000 penduduk dan angka tersebut mengontrol reflek menelan dan
bila dibandingkan jumlah penderita bernafas, serta menurunnya fungsi
stroke di tahun 2007 mengalami motorik spinter esofagus bagian
peningkatan sebanyak 8,3% bawah sehingga bersiiko mengalami
(Kemenkes, 2013). pneumonia (King & Prize, 2011).
Tingginya angka mortalitas, Pneumonia aspirasi merupakan
morbiditas tidak terlepas dari adanya inflamasi pada paru yang diakibatkan
komplikasi dan gejala penyerta yang oleh virus, jamur dan bakteri
ditimbulkan akibat stroke, salah (Oesteogard, Anderseen, 1993;
satunya disfagia. Disfagia adalah Bentley, 1984 dalam Kuyama, Sun,
gangguan proses menelan yang terjadi Yamamoto, 2009). Risiko pneumonia
akibat dari penyempitan oropharyngeal aspirasi terjadi karena penurunan daya
atau lumen eusofagus, maupun imun pada penderita stroke,
gangguan fungsi motorik orofaring penurunan kemampuan mulut untuk
atau esofagus (Lin et al dalam J am melawan bakteri dan matangnya
geriatr, 2002). Sebanyak 50% pasien biofilm (plak), perubahan flora
stroke dipastikan mengalami disfagia orofaringeal dari gram positif menjadi
(Martino et al, 2009; King & Prize, gram negatif dan terhirupnya cairan
2011; Kumar et al, 2014 ). Selain lambung yang bersifat asam (Solh et

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 27


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

al, 2004; Munro & Grap, 2004; Tada & Khasiat madu sebagai bahan
Hanada, 2010). pengobatan alami dalam Islam
Insiden pneumonia aspirasi tertuang didalam Alquran. Disamping
karena disfagia akibat stroke sebanyak itu secara ekonomis madu sangat
19-45% dan terjadi dalam lima hari mudah didapat dan dipercaya sejak
pertama serangan stroke dan akan lama tentang manfaat dan khasiatnya
pulih dengan sendirinya pada hari ke serta aman untuk dikonsumsi.
10 (Perry & Love, 2001; Rasyid, 2015). Berdasarkan data dan uraian
Selain disfagia dan penurunan diatas maka menjadi tantangan bagi
kesadaran yang bisa mengakibatkan perawat untuk memberikan perawatan
pneumonia aspirasi, perawatan mulut mulut yang lebih baik, aman, dan
yang tidak baik juga menjadi penyebab nyaman terutama pada pasien stroke
timbulnya pneumonia aspirasi. yang mengalami penurunan
Perawatan mulut yang dilakukan oleh kesadaran dan disfagia. Sehingga
perawat dapat mencegah terjadinya peneliti tertarik melakukan penelitian
pneumonia dan gejala demam pada tentang efektifitas perawatan mulut
pasien (O’Rilley, 2002; Emma, 2014). menggunakan madu terhadap risiko
Cara menurunkan risiko pneumonia aspirasi.
terjadinya pneumonia Aspirasi salah
satunya adalah menjaga kebersihan Metode
mulut dan mencegah timbulnya karies Penelitian kuantitatif ini
gigi dengan melakukan tindakan menggunakan metode kuasi
perawatan mulut secara rutin eksperimen dengan desain Pre dan
(Solomita & Strachan 2007; Kozier et Post test control group design.
al, 2010). Perawatan mulut yang Penelitian ini bertujuan untuk
buruk dapat menjadi faktor pencetus membuktikan efektifitas perawatan
timbulnya penyakit infeksi lain. mulut menggunakan madu dengan
Pemeliharaan kesehatan mulut risiko pneumonia aspirasi pada pasien
tergantung pada tiga faktor yaitu stroke yang mengalami penurunan
kebersihan pada area gigi dan lidah, kesadaran dan disfagia. Penelitian ini
kelembaban jaringan dan sifat mikroba dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto
pada air liur (Sweney, 2005; RNAO, Puskesad pada bulan Oktober-
2008; Kozier et al, 2004). November 2016.
Perawatan mulut yang saat ini Pada desain ini 46 responden
dilakukan di rumah sakit dibagi menjadi 23 responden
menggunakan bahan dan media yang kelompok intervensi dengan
beragam, diantaranya clorhexidine perawatan mulut menggunakan madu
0,2%, NaCl 0,9%, betadine kumur, dan dan 23 responden menjadi kelompok
juga madu. Chlorhexidine merupakan kontrol yang mendapatkan
cairan yang berperan sebagai keperawatan mulut dengan
antibakterial spektrum luas dan efektif chlorhexidine 0,2%. Perawatan mulut
unuk mengontrol plak gigi, mengurangi dilakukan dilakukan oleh perawat
jumlah bakteri di mulut, serta sebanyak dua kali sehari pada pagi
mencegah radang gusi (Mc Brain, dan sore hari selama 30 menit dalam
2003; Rosen et al, 2002). waktu 3 hari berurutan.
Perawatan mulut menggunakan
madu dilakukan karena madu banyak Hasil Penelitian
manfaatnya dan tidak mempunyai efek 1. Gambaran Karakteristik
samping, serta memiliki rasa yang responden
manis (Moore, 2001; Cutting, 2007).

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 28


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

Tabel 1 Karakteristik Umur, LLA dan Nilai GCS Responden di RSPAD Gatot Soebroto Puskesad
Oktober-November 2016 (n=46)
Variabel Mean ± SD Min-Max 95% CI
Umur 54,39 ± 6,202 43-65 52,55-56,23
LLA 104 ± 22,070 65-146 97,45-110,55
GCS 12.41 ± 1.668 9-14 11.92-12,91
Karaktersitik jenis kelamin besar (63%) stroke hemoragik.
menunjukkan sebagian besar (60,9%) Riwayat merokok responden sebagian
responden laki-laki. Jenis stroke yang besar (52,2%) bukan perokok (tabel
diderita oleh responden sebagian 2).
Tabel 2 Karakteristik Jenis Kelamin, Jenis Stroke, Riwayat Merokok pada Responden di RSPAD Gatot
Soebroto Puskesad, Oktober-November 2016 (n=46)
Variabel Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis kelamin
Laki-Laki 28 60,9
Perempuan 18 39,1
Jenis Stroke
Stroke Hemoragik 29 63
Stroke Non Hemoragik 17 37
Riwayat merokok
Perokok 22 47,8
Bukan Perokok 24 52,2
2. Gambaran Risiko Pneumonia Setelah dilakukan intervensi
Aspirasi/ Bedside Oral Exam diketahui bahwa rerata risiko
(BOE) pneumonia aspirasi (BOE) pada
Risiko pneumonia aspirasi pada kelompok kontrol yaitu 14,74 dengan
penderita stroke Sebelum dilakukan standar deviasi 3,093. Sedangkan
intervensi diketahui rerata (BOE) pada rerata BOE pada kelompok intervensi
kelompok kontrol yaitu 11,57 dengan yaitu 12,22 dengan standar deviasi
standar deviasi 2,085. Sedangkan 2,540.
rerata BOE pada kelompok intervensi 3. Hubungan perawatan mulut
yang dilakukan peprawatan mulut menggunakan madu dengan
dengan madu yaitu 11,22 dengan risiko pneumonia aspirasi
standar deviasi 1,622.
Tabel 3 Analisis Perbedaan Rerata Bedside Oral Exam (BOA) Berdasarkan Pengukuran Sebelum dan
Setelah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan kelompok intervensi di RSPAD Gatot Subroto Pukesad
Oktober–November 2016 (n=23)
Nilai BOE Mean SD SE P value
Kontrol
Sebelum 11,57 2,085 0,435
0,000*
Setelah 14,74 3,093 0,645
Intervensi
Sebelum 11,22 1,622 0,338
0,102
Setelah 12,22 2,540 0,530
*Bermakna pada α 0,05
Hasil penelitian menunjukkan dengan standar deviasi 2,085.
bahwa rerata nilai Bedside Oral Exam Sedangkan pada pengukuran setelah
(BOE) pada kelompok kontrol sebelum intervensi didapat rerata BOE yaitu
dilakukan intervensi yaitu 11,57 14,74 dengan SD 3,093. Hasil uji

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 29


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

statistik didapatkan nilai p=0,000, intervensi yaitu 11,22 dengan standar


sehingga disimpulkan bahwa terdapat deviasi 1,622. Sedangkan pada
perbedaan yang signifikan antara pengukuran setelah intervensi didapat
risiko pneumonia aspirasi (BOE) rerata BOE yaitu 12,22 dengan
sebelum dan setelah dilakukan standar deviasi 2,540. Hasil uji
perawatan mulut dengan Clorhexidine statistik dapat disimpulkan tidak ada
0,2% (P.0.000,α 0.05). perbedaan yang signifikan antara
Sedangkan pada kelompok risiko pnemonia aspirasi (BOE)
intervensi yang dilakukan perawatan sebelum dengan setelah dilakukan
mulut dengan madu, terlihat bahwa perawatan mulut dengan madu (P.
rerata nilai BOE sebelum dilakukan 0,102, α 0,05)
Tabel 4 Analisis Perbedaan Rerata Bedside oral Exam (BOA) Antara Kelompok Kontrol dengan
Kelompok Intervensi Setelah dilakukan Intervensi di RSPAD Gatot Subroto Pukesad Oktober–
November 2016(n=46)
BOE setelah intervensi N Mean SD SE T P value
Kontrol 23 14,74 3,093 0,645 4,836
intervensi 23 11,22 1,622 0,338 -4,383 0,000*

*Bermakna pada α 0,05


Perbedaan nilai BOE pada Variabel independen perawatan mulut
pengukuran kedua atau setelah memiliki nilai koefisien B sebesar (-
dilakukan intervensi perawatan mulut 2,522).
pada kelompok kontrol dengan Model persamaan garis
kelompok intervensi. Rerata nilai BOE tersebut dapat diinterpretasikan
pada kelompok kontrol setelah sebagai berikut ini: Pada pasien stroke
dilakukan intervensi yaitu 14,74 yang mengalami penurunan
dengan standar deviasi 3,093. Pada kesadaran dan disfagia yang
kelompok intervensi rerata BOE mendapatkan perawatan mulut
setelah dilakukan intervensi yaitu dengan madu akan memiliki risiko
11,22 dengan standar deviasi pneumonia aspirasi nilai (BOE) lebih
1,622. rendah sebesar 2,522 dibandingkan
Hasil uji statistik dapat yang mendapatkan perawatan mulut
menunjukkan perbedaan efektifitas dengan Clorhexidine 0,2%.
perawatan mulut menggunakan madu
dengan chlorhexidine 0,2% terhadap Pembahasan
resiko pneumonia aspirasi (BOE) Hasil penelitian ini menemukan
pada pasien stroke dengan bahwa seluruh responden yang terlibat
penurunan kesadaran dan disfagia (P. dalam penelitian ini mengalami stroke
0,000 ; α 0,05) dengan disertai penurunan kesadaran
Hasil akhir pemodelan dan disfagia. Hasil ini tentu lebih besar
multivariate diketahui bawha tidak ada jika dibandingkan dengan hasil
variabel perancu yang bisa penelitian Sopena et al, (2014), yang
dimasukkan ke dalam pemodelan. menemukan hanya 30% pasien stroke
Sehingga didapatikan nilai R2 sebesar mengalami penurunan kesadaran.
0.172 yang bermakna 17,2% model Sehingga kedua penelitian tersebut
regresi yang diperoleh dapat mendukung teori yang menyebutkan
menjelaskan variabel skor Bedside bahwa stroke dapat menyebabkan
Oral Exam (BOE), sedangkan sisanya kelumpuhan, penurunan kesadaran,
dipengaruhi oleh faktor yang lain.

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 30


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

gangguan menelan (Black & Hawks, oleh Juthani & Metha, (2013) juga
2014; Rasyid, 2015). mempunyai kesimpulan yang sama
Hasil penelitian ini menunjukkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
bahwa secara kuantitatif penurunan peneliti yang menyatakan bahwa tidak
kesadaran yang dialami responden ada hubungan yang signifikan antara
memiliki rerata nilai GCS 12,41, penurunan BMI dengan risiko
dimana GCS terendah yaitu 9 dan pneumonia.
tertinggi 14. Penilaian kesadaran ini Berdasarkan karakteristik
didasarkan pada respon motorik, responden rerata umur pasien stroke
respon mata dan respon verbal yang berpartisipasi dalam penelitian ini
(Vickey, 2014; Lewis, 2013). adalah 54,39 tahun dengan standar
Tidak adanya responden yang deviasi 6, 202. Usia termuda yaitu 43
memiliki GCS dibawah 9 terjadi karena tahun dan usia tertua 65 tahun. Hasil
responden penelitian ini berada di unit analisis karakteristik umur responden
stroke, sedangkan jika pasien memiliki pada pasien stroke adalah tidak
GCS dibawah 9 maka akan dilakukan terdapat hubungan yang signifikan
perawatan di Ruang ICU bahkan antara umur terhadap risiko
mungkin dilakukan intubasi. Secara pneumonia aspirasi.
kualitatif jenis penurunan kesadaran Hasil karakteristik umur pada
yang dialami responden dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang
penelitian ini yaitu apatis, samnolen kurang lebih sama dengan penelitian
dan soporous. yang dilakukan oleh Pendergast
Pada pasien yang mengalami (2012) yakni dari 45 responden
penurunan kesadaran baik ringan didapatkan rerata usia 49 tahun.
maupun berat, umumnya memiliki Penelitian lain juga dilakukan oleh
kesulitan dalam mempertahankan Lynn & Lauren, (2016) yang
asupan gizi yang seimbang (King dan menyatakan bahwa dari 265
Prize, 2011). Berdasarkan hasil responden didapatkan rerata usia 48
penelitian didapatkan rerata LLA tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
responden adalah 104% dengan Jackson, 2004 juga mendapatkan
standar deviasi 6,202 dimana LLA karakteristik pasien yang berisiko
tertinggi 146% dan terendah 65%. pneumonia aspirasi adalah dengan
Secara umum LLA sebagian besar rata-rata umur responden 54,1.
responden berada pada rentang Berdasarkan patofisiologinya
normal, hal ini terjadi karena pasien stroke terbagi menjadi stroke iskemik
merupakan pasien yang baru dirawat dan stroke hemoragik. Hasil penelitian
dimana belum terjadi perubahan status ini menunjukkan bahwa sebagian
gizinya. Pemenuhan kebutuhan nutrisi besar (73%) responden mengalami
pasien dilakukan dengan pemasangan stroke hemoragik, dan hanya
NGT dengan diit cair. Sehingga dalam sebanyak (37%) responden yang
3 hari perawatan belum terlihat mengalami stroke non hemoragik/
penurunan status gizi yang signifikan. iskemia. Data ini berbeda dengan hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan penelitian Watanabe, (2013) yang
bahwa secara statistik terbukti bahwa mendapatkan data sebagian besar
tidak terdapat hubungan status gizi (72,7%) pasien stroke teridentifikasi
(LLA) dengan risiko pneumonia menderita stroke Infark atau stroke
aspirasi pada pasien storke yang iskemi.
mengalami penuraunan kesadaran Hasil penelitian ini menunjukkan
dan disfagia. Hasil penelitian ini sama bahwa responden yang mengalami
dengan hasil penelitian yang dilakukan stroke hemoragie memiliki rerata nilai

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 31


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

risiko pneumonia aspirasi yaitu 13,17 Gambaran Risiko Pneumonia


dengan standar deviasi 3,140, Aspirasi/Bedside Oral Exam (BOE)
sedangkan pada pasien stroke non Risiko pneumonia aspirasi yang
hemoragie diketahui rerata BOE yaitu teridentifikasi pada pengkajian awal
14 dengan standar deviasi 2,979. terhadap kelompok kontrol yaitu
Sehingga dapat disimpulkan bahwa diketahui rerata nilai BOE 11,57
tidak teradapt hubungan jenis stroke dengan standar deviasi 2,085.
dengan risiko pneumonia aspirasi. Sedangkan pada kelompok intervensi
Hasil penelitian ini sama dengan hasil diketahui bahwa rerata nilai BOE
penelitian yang dipublikasikan sebelum dilakukan intervensi yaitu
Watanabe (2013) yang menyimpulkan 11,22 dengan standar deviasi 1,622.
bahwa tidak terdapat hubungan yang Data dari hasil screening awal dengan
signifikan antara jenis stroke dengan instrument bedside oral exam (BOE)
risiko terjadinya pneumonia aspirasi. pada kedua kelompok dalam
Karaktersitik selanjutnya yang penelitian ini menunjukkan bahwa
diteliti dalam penelitian ini yaitu riwayat pasien stroke yang mengalami
merokok. Goldston et al, (2006) dan penurunan kesadaran dan disfagia
Misbach, (2012) menyebutkan bahwa juga 100% memiliki risiko pneumonia
salah satu faktor resiko terjadinya aspirasi.
stroke yang dapat dimodifikasi adalah Hal ini karena pasien stroke
riwayat merokok. Hasil penelitian ini yang mengalami penurunan
menunjukkan bahwa sebagian besar kesadaran juga mengalami penurunan
52,2% responden tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol reflek
riwayat merokok sedangkan menelan dan bernafas, serta
responden yang mempunyai riwayat menurunnya fungsi motorik spinter
merokok hanya sebanyak 47,8%. Data esofagus bagian bawah sehingga
pada hasil penelitian ini sama dengan sangat berisiko menyebabkan
penelitian yang dilakukan oleh Yu et terjadinya pneumonia (King & Prize,
al, (2016), yang menyebutkan bahwa 2011). Mekanisme utama terjadinya
penderita stroke yang memiliki riwayat pneumonia aspirasi yaitu akibat
merokok hanya sebanyak 31%. kolonisasi mikroorganisme pathogen di
Hasil penelitian ini menunjukkan oropharingeal dengan cairan di
bahwa pada pasien stroke yang oropharingeal yang berkembang ketika
mempunyai riwayat merokok ternyata terjadi gangguan pada fungsi mekanis
memiliki rerata nilai BOE yaitu 13,55 dan gangguan pada kekebalan tubuh
dengan standar deviasi 3,019, atau jika jumlah bakteri yang tinggi
sedangkan pada pasien dengan masuk ke dalam tubuh.
riwayat tidak merokok terlihat rerata Pada kondisi seseorang yang
BOE 13,42 dengan standar deviasi mengalami penyakit kronis diserta
3,189. Sehingga secara statistik penurunan kesadaran dan gangguan
disimpulkan bahwa tidak terdapat menelan (disfagia) menyebabkan
hubungan riwayat merokok dengan peningkatan kadar protease yang bisa
risiko oneumonia aspirasi. Hasil ini merusak fibronektin yang secara
tentu berbeda dengan hasil penelitian normal berfungsi sebagai
Purket et al (2012) yang dilakukan di retikuloendotelia yang dapat
Amerika bahwa merokok memberikan menghapus sel epitel organisme.
kontribusi sebesar 2,4% dari seluruh Selain itu adhesi protease tersebut ke
pneumonia dan merupakan faktor permukaan mulut bisa menyebabkan
independen risiko terjadinya bakteri yang menempel pada
pneumonia. permukaan gigi secara bertahap

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 32


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

menyatu dan membentuk plak gigi dilakukan perawatan mulut dengan


(Berry & Davidson, 2006). chlorhexidine terbukti secara statistic
Selain itu secara fisiologis di menunjukkan perbedaan yang
rongga mulut terdapat flora normal signifikan. Dimana terlihat rerata nilai
yang mampu menghambat BOE sebelum dilakukan perawatan
pertumbuhan mikroorganisme dan mulut menggunakan chlorhexidine
bakteri pathogen di rongga mulut. yaitu 11,57 dengan standar deviasi
Namun saat kondisi imunitas menurun 2,085. Sedangkan pada pengukuran
bisa menyebabkan flora normal akan setelah intervensi didapat rerata BOE
berubah menjadi patogen dan dapat meningkat menjadi yaitu 14,74 dengan
mengakibatkan timbulnya infeksi SD 3,093. Peningkatan nilai BOE
pneumonia (Pendergast, 2012). menunjukkan semakin meningkatnya
Ketidakmampuan pasien risiko pneumonia aspirasi pada pasien
mengeluarkan secret dari orofaring yang mendapatkan perawatan mulut
dengan baik akibat disfagia dan dengan chlorhexidine.
penurunan kesadaran bisa Chlorhexidine selama ini
menyebabkan sekret orofaring banyak digunakan sebagai obat kumur
tersebut masuk kedalam paru yang berfungsi mengatasi infeksi pada
(aspirasi). Aspirasi dapat terjadi lebih mulut dan radang gusi, sebagai obat
berat pada individu dengan derajat kumur pada pasien yang akan
kesadaran yang terganggu. Sekresi dilakukan pembedahan gigi karena
orofaring mengandung bakteri dengan mengandung antibiotik dan sebagai
konsentrasi tinggi sebesar 108-10/ml, media untuk merendam gigi tiruan
sehingga jika terjadi aspirasi dari (EMC, 2015). Namun dijelaskan
sebagian kecil sekret saja atau bahwa penggunaan chlorhexidine
sebanyak 0,001-1,1ml, maka bisa dalam waktu lama bisa menyebabkan
memberikan titer inokulum bakteri perubahan warna pada bagian
yang tinggi dan dapat mengakibatkan pangkal lidah, perubahan warna pada
timbulnya pneumonia (Perhimpunan gigi, serta menimbulkan perasaan
Dokter Paru Indonesia, 2003). terbakar pada lidah (RNAO, 2008;
Efektifitas perawatan mulut EMC, 2015).
menggunakan Clorhexidine 0,2% Meskipun efek perubahan
Pada penelitian ini diketahui warna pada gigi dapat diatasi dengan
sebanyak 23 pasien stroke dilakukan penyikatan gigi dengan menggunakan
perawatan mulut dengan pasta gigi, dan rasa terbakar pada
menggunakan chlorhexidine 0,2% lidah akan berkurang bila sering
yang selama ini umum digunakan di digunakan (RNAO, 2008; EMC, 2015).
RS. Clorhexidine digunakan karena Namun ketidaknyamanan tersebut
dianggap toksisitasnya rendah, bisa terungkapkan oleh pasien yang sadar.
digunakan untuk menyikat permukaan Pada kondisi pasien stroke yang
gigi dan mukosa mulut dan dapat mengalami penurunan kesadaran
mengurangi kelangsungan hidup tentu upaya pencegahan atau
bakteri dimulut serta dapat pengatasan efek samping ini sulit
menghambat pertumbuhan plak dan dilakukan. Justru perasaan
mencegah radang gusi (Mc Brain, ketidaknyamanan dan terbakar pada
2003; Rosen et al 2002; Nayak et al, lidah berisiko menyababkan pasien
2010). merasa nyeri yang dapat menstimulus
Hasil penelitian menunjukkan persarafan parasimpatis dan
bahwa rerata risiko pneumonia berdampak pada peningaktan tekanan
aspirasi sebelum dan setelah intra kranial.

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 33


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

Clorhexidine 0,2 dilakukan keperawatan mulut dengan


dikontraindikasikan pada pasien yang madu diketahui rerata BOE yaitu 11,22
mengalami reaksi sensistivitas. Pada dengan standar deviasi 1,622,
penelitian ini tidak ada ditemukan sedangkan rerata BOE setelah
responden yang menunjukkan reaksi dilakukan perawatan mulut dengan
sensitivitas akibat penggunaan madu yaitu 12,22 dengan standar
chlorhexidine. Penggunaan deviasi 2,540. Sehingga dapat
Clorhexidine 0,2% pada responden disimpulkan bahwa tidak ada
dilakukan dengan pengenceran perbedaan yang signifikan antara
terlebih dahulu sesuai dengan risiko pnemonia aspirasi (BOE)
rekomendasi EMC (2015) Clorhexidine sebelum dengan setelah dilakukan
0,2% dicampur dengan air putih perawatan mulut dengan madu.
dengan suhu kamar 10 ml-15 ml. Tidak terdapatnya perbedaan
Secara mikrobial, chlorhexidine nilai BOE risiko pneumonia aspirasi
dianggap sangat efektif membunuh sebelum dan setelah perawatan mulut
bakteri seperti yang dijelaskan dari menggunakan madu pada penelitian
hasil penelitian Jaya (2000) terhadap ini dikarenakan tidak ada peningkatan
10 responden yang sehat diminta skor BOE yang signifikan pada
berkumur menggunakan clorhexidine responden. Artinya kelembaban
0,2%, terbukti bahwa chlorhexidine mukosa bibir pasien bisa
0,2% efektif membunuh kuman dipertahankan lembab. Sehingga
Streptococcus di air liur. Sebagai obat sebagian besar responden justru
kumur, chlorhexidine 0,2% efektif menunjukkan nilai BOE risiko
terhadap mikroorganisme gram positif pneumonia aspirasi yang stabil bahkan
maupun negatif. Namun dampak terjadi penruunan skor meskipun tidak
negatifnya terkadang flora normal besar penurunnya.
dalam mulut pun akan rusak akibat Selain itu perawatan mulut
pemakaian chloerhexidine dalam dengan madu hanya dilakukan selama
jangka waktu lama. tiga hari hal ini dilakukan karena
Efektifitas perawatan mulut berdasarkan teori yang mengatakan
menggunakan madu terhadap risiko bahwa pneumonia aspirasi yang
pneumonia aspirasi berasal dari pneumonia aspirasi terjadi
Pada penelitian ini ada pada 72 jam perawatan dirumah sakit.
sebanyak 23 responden dilakukan Hasil yang diperoleh selama tiga hari
perawatan menggunakan madu. didapatkan hasil analisis statistik yang
Sesuai dengan tujuan perawatan menyatakan bahwa tidak ada
mulut yaitu untuk menjaga perbedaan yang signifikan antara nilai
kelembaban jaringan sekitar mulut BOE sebelum dan setelah dilakukan
(Swenney, 2005; RNAO, 2008; intervensi hal ini terjadi dikarenakan
Mosby, 2009; Kozier et al., 2004). skor BOE sebelum dan setelah
Madu ternyata efektif cenderung tetap bahkan menurun.
memepertahankan kelembaban Sehingga bisa disimpulkan bahwa
mukosa bibir pasien dan mengurangi perawatan mulut dengan madu
keluhan kekeringan dan pecah-pecah mampu mencegah peningkatan risiko
pada mukosa membrane bibir pneumonia aspirasi pada pasien
responden. stroke dengan penurunan kesadaran
Hal ini terlihat dari hasil dan disfagia.
penelitian ini yang menunjukkan Hasil penelitian ini didukung
bahwa risiko pneumonia aspirasi hasil penelitian yang dilakukan
berdasarkan nilai BOE sebelum Motallebnejad (2008), yang

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 34


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

mengatakan bahwa madu efektif gigi. Hasil penelitian ini menunjukkan


menurunkan kejadian mukositis pada bahwa responden yang menggunakan
pasien yang mengalami radiasi di perawatan mulut dengan madu
daerah kepala dan leher yang sedang memperlihatkan kondisi membrane
menjalani pengobatan radioterapi mukosa bibir, gusi dan lidah lebih dari
selama 6 minggu. Penelitiannya dan lembab, sehingga kulit tidak
dilakukan pada 40 pasien yang terlihat kering dan pecah-pecah seperti
mengalami mukosistis yang sebelum dilakukan perawatan mulut.
dimasukkan ke dalam kelompok Hasil penelitian ini menunjukkan
intervensi dengan perlakukan bahwa responden yang mendapatkan
memberikan madu untuk area yang perawatan mulut dengan madu
terkena mukositis dan kelompok menunjukkan warna gusi merah muda,
kontrol yang diberikan cairan salin dan warna gigi lebih cerah dibanding
didapati hasil pada kelompok sebelum dilakukan perawatan dengan
intervensi angka kejadian mukositis madu. Hasil ini didukung hasil
secara signifikan berkurang. penelitian yang dilakukan oleh Al Dani,
Risiko pneumonia aspirasi lebih Shahba dan Mostafa (2014)
rendah sebesar 2,522 dengan membahas tentang manfaat berkumur
Perawatan mulut menggunakan dengan madu untuk mencegah
madu dibandingkan menggunakan gingivitis dan plak gigi pada pasien
Clorhexidine 0,2%. yang sedang mendapatkan perawatan
Persamaan model yang orthodontik.
dihasilkan dari penelitian ini yaitu Penelitian pendukung lainnya
memperkirakan besarnya nilai BOE yang dilakukan Nayak, et al (2010),
dengan menggunakan variabel penelitian ini adalah dengan
perawatan mulut. Model persamaan membandingkan antara madu,
garis tersebut dapat diinterpretasikan clorhexidine gluconate, dan xylitol
sebagai berikut ini: Pada pasien stroke dalam menurunkan plak dan kalkulus.
yang mengalami penurunan Masing-masing kelompok dilakukan
kesadaran dan disfagia yang penelitian dengan mengukur indek
mendapatkan perawatan mulut plak, didapatkan hasil bahwa madu
dengan madu akan memiliki risiko dan clorhexidine kumur dapat
pneumonia aspirasi nilai (BOE) lebih mengurangi pembentukan plak secara
rendah sebesar 2,522 dibandingkan signifikan dibandingkan xylitol.
yang mendapatkan perawatan mulut Penelitian yang dilakukan oleh
dengan Clorhexidine 0,2%. Hasil Hidayah, (2011) yang melakukan
penelitian ini menyimpulkan bahwa penelitian tentang manfaat madu untuk
perawatan mulut menggunakan madu menurunkan mukositis akibat
efektif untuk menurunkan risiko kemoterapi pada pasien anak
pneumonia aspirasi pada pasien mendapatkan hasil bahwa terdapat
stroke yang mengalami penurunan penurunan yang signifikan pada rerata
kesadaran. skor mukositis setelah dilakukan
Ahuja & Ahuja (2010), juga intervensi selama 7 hari.
menyimpulkan bahwa madu dapat
mengobati infeksi di mulut karena Kesimpulan
mengandung anti bakteri sehingga Pada pasien stroke yang
madu dapat menyembuhkan luka pada mengalami penurunan kesadaran dan
mulut, penyakit peridontial, stomatitis disfagia yang mendapatkan perawatan
pada pasien radioterapi, mengatasi mulut dengan madu akan memiliki
bau mulut, dan mencegah karies pada risiko pneumonia aspirasi nilai (BOE)

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 35


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

lebih rendah sebesar 2,522 [5] El-Solh A. (2001). Association


dibandingkan yang mendapatkan between pneumonia and oral
perawatan mulut dengan Clorhexidine care in nursing home residents.
0,2% Lung 2011;189(3):173-80.
Saran [6] Emma Riley. (2014). Oral Health
Perawatan mulut dengan madu and Pneumonia: A Case Study
dapat dijadikan bahan masukan untuk Analysis. Dental Nursing
menyusun standar operasioal 2014.Vol.10.No 1
prosedur (SOP) perawatan mulut [7] Elizabeth & Corwin. (2007).
terutama dalam pemilihan agen Buku Saku Patofisiologi. Edisi
antiseptik karena terbukti pada Ketiga: Penerbit Buku
penelitian ini madu dapat Kedokteran. 399-401.
mempertahankan bahkan menurunkan [8] EMC. (2015) Care Chlorhexidine
risiko pneumonia aspirasi pada pasien Digluconate 0.2% w/v Antiseptic
stroke dengan penurunan kesadaran Mouthwash. on eMC 14-Apr-
dan disfagia. Penelitian ini dapat 2015.
menjadi rujukan untuk penelitian [9] Fitch, JA., Munro, CL. (1999).
berikutnya. Glass CA, Pellegrini JM. Oral
care in the adult intensive care
Daftar Pustaka unit. Am J Crit Care
[1] Cooper, R., Molan, P., & 1999;8(5):314—8.
Harding, K. (2002). The [10] Fleming, C., Balaguera, HU.,
Sensitivity to Honey of Gram- Craven, DE. (2001). Risk factors
positive Cocci of Clinical for nosocomial pneumonia. Med
Significance Isolated from Clin North Am
Wounds. Journal Of Applied 2001;85(6):1545—63.
Microbiology, 93(5), 857-863. [11] Mary Jo Grap, et al (2011).
doi:10.1046/j.1365- Early, single chlorhexidine
2672.2002.01761.x application reduces ventilator-
[2] Departemen Kesehatan RI. associated pneumonia in trauma
(2013). Profil kesehatan patients.Journal Heart and Lung:
Indonesia 2013. Jakarta: Depkes 2011 16.54-63. doi: 12.2011/A
RI. 1332-89786854.
[3] Dodd, MJ., Dibble, SL., [12] Jusuf Misbach. (2011). Stroke
Miaskowski, C., MacPhail, L., Aspek Diagnostik, Patofisiologi,
Greenspan, D., Paul SM, et al. Manajemen. Badan Penerbit FK
(2000) Randomized clinical trial UI: Jakarta.
of the effectiveness of 3 [13] Joyce M Black & Jane Hokanson
commonly used mouthwashes to Hawks. (2014). Keperawatan
treat chemotherapy-induced Medikal Bedah 3ed. Elsevier:
mucositis. Oral Surgical Oral Singapura.
Med Oral Pathol [14] Joanne V. Hickey. (2014). The
2000;90(1):39—47 Neurogical Practice of
[4] Gichki, A. S., Khwajakhail, A. A., Neurogical and Neurosurgical
& Ahmed, K. (2012). Original Nursing.7et. Lippincont Williams
article healing effects of natural & Wilkis : Philadelpia.
honey on oral minor apthous [15] Jones, D. J., Munro, C. L., & Jo,
ulcers among dental patient in M. (2011). Natural history of
quetta. Oncol Nurs. 32(3), 412– dental plaque accumulation in
416. mechanically ventilated adults: A

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 36


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

descriptive correlational study. Literature and Guidelines for


Intensive & Critical Care Practice. Aust Crit Care.
Nursing, 27(6), 299–304. 2003;16(3):101–10’
http://doi.org/10.1016/j.iccn.2011 [26] Palmer, JB., Drennan, JC.,
.08.005 Baba, M. (2006). Evaluation and
[16] Kumar, S., Doughty, C., Doros, Treatment of Swallowing
G., Selim, M., Lahoti, S., Impairments. Am Fam Physician.
Gokhale, S., & Schlaug, G. 2006; 61(8): 2453-62.
(2014). Recovery of Swallowing [27] Pikus, L., Levine, MS., Yang,
after Dysphagic Stroke: An YX., Rubesin, SE., Katzka DA,
Analysis of Prognostic Factors. Laufer I, et al. (2003).
Journal of Stroke and Videofluoroscopic studies of
Cerebrovascular Diseases, swallowing dysfunction and the
23(1), 56–62.. relative risk of pneumonia.
[17] Kozier at al, (2004), American Journal of
Fundamental of Nursing. Roentgenology 2003;180:1613–
Consepts, Process and 6.
ed
Practice.7 . Pearson Education. [28] Perry & CP love, (2001).
New Jersey.. Screening for dysphagia and
[18] Lewis. (2007). Medical surgical aspiration in acute stroke: a
th system review. Dysphagia J.
nursing. 7 edition. St. Louis
Missouri: Mosby Year Book. Inc 2001;16:7–18.
[19] Lind CD. (2003). Dysphagia: [29] Prendergast V (2012) Safety and
evaluation and treatment. Efficacy of Oral Care for
Gastroenterol Clin North Am. Intubated Neuroscience
2003 Jun;32(2):553-75 Intensive Care Unit Patients.
[20] Sabri, L., & Hastono S.P.,. Lund University, Faculty of
(2014). Statistik Kesehatan. Medicine Doctoral Dessertation
Rajawali Pers. Jakarta. Series, Sweden
[21] Marik PE. (2001). Aspiration [30] Prendergast, V., Kleiman, C., &
pneumonitis and aspiration King, M. (2013). The Bedside
pneumonia. N Engl J Med. 2001 Oral Exam and the Barrow Oral
Mar 1;344(9):665-71. Care Protocol: Translating
[22] Munro, CL., Grap, MJ. (2004). Evidence-Based Oral Care Into
Oral health and care in the Practice. Intensive & Critical
intensive care unit: state of the Care Nursing, 29(5), 282–290.
science. Am J Crit Care http://doi.org/10.1016/j.iccn.2013
2004;13:25—33. .04.001.
[23] Mangundjaja, S (2000). [31] RNAO. (2008). Oral Health:
Pengaruh Obat Kumur Nursing Assesment and
Clorhexidine 0,2 % Terhadap Interventions Nursing Best
Populasi Kuman Streptococcus practice Guidelines. New York.
Mutan di dalam Air Liur. Bagian [32] Suratno, A. (2004). Khasiat &
Biologi Mulut FKG UI: Jakarta Manfaat Madu Herbal. Agro
[24] Nele., Cecile., Monique., Media Pustaka: Jakarta.
Gheldof. (1996). Honey is A [33] Solomita M, Strachan P.
Source of Natural antioxidants. Aspiration Syndrom: Pneumonia
State University of Ghent, 1996. and Pneumonitis Preventive
[25] O’Reilly, M. (2003). Oral Care of Measures Are Still The Best
the Critically Ill: A review of the Strategy. The Journal of

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 37


Dyah Untari, dkk | Efektivitas Perawatan Mulut Menggunakan Madu Terhadap Risiko Pneumonia Aspirasi

Respiratory Disease. 28.9 (Sep States of America: Jhon willey &


2007): 370. Sons. Inc.
[34] Sweeney P. (2005). Oral Care [40] Thole, K., Chalmers, J., Ettinger,
in Advanced Diseas: Oral R. L., & Warren, J. (2010). Lowa
hygiene. New York: Oxford intermediate care facilities: An
University Press. evaluation of care
[35] Scannapieco FA, Bush RB, Paju providers’attitudes toward oral
S. (2003). Associations Between hygiene care. Special Care In
Periodontal Disease and Risk for Dentistry, 30(3), 99-105.
Nosocomial Bacterial doi:10.1111/j.1754-
Pneumonia and Chronic 4505.2010.00131.x
Obstructive Pulmonary Disease. [41] Thorne S., Kazanjian A. &
A systematic review. Ann MacEntee M. (2001). Oral Health
Periodontol 2003;8:54—69. in Long Term Care: The
[36] Stonecypher, K. (2010). Implications of Organizational
Ventilator-associated Culture. Journal of Aging Studies
pneumonia: the importance of 15(3), 271–283.
oral care in intubated adults. [42] Terpenning, MS., Taylor, GW.,
Critical Care Nursing Quarterly, Lopatin, DE., Kinder, KC.,
33(4), 339-347 9p. Dominguez, L., Loesche WJ.
doi:10.1097/CNQ.0b013e3181f6 (2001). Aspiration Pneumonia:
49a6. Dental and Oral Risk Factors in
[37] Tada A. & Hanada N. (2010). an Older Veteran Population.
Opportunistic respiratory Journal Amer Geriatric Soc.
pathogens in the oral cavity of 2001; 49(5):557–63.
the elderly. FEMS Immunology [43] Thomson, W.M., Ayers, K.M. S.,
and Medical Microbiology. 60(1), & Broughton, J.R. (2003). Child
1–17. oral health inequalities in New
[38] Terezakis, E., Needleman, I., Zealand: A background paper to
Kumar, N., Moles, D., Agudo, E. the public health advisory
(2011). The impact of committee. National Health
hospitalization on oral health: a Committee (May, 2003), 30-94.
systematic review. Journal Clin [44] Ueda K, Yamada Y, Toyosato A,
Periodontol 2011;38:628—36. et al. ( 2011) Effects of
[39] Thomey, M & Alligood, M. Functional Training of Dysphagia
(2010). Nursing Theory: to Prevent Pneumonia for
Utilization and Aplication. United Patients on Tube feeding.
Gerontology. 2004;21:108–111.

Journal Educational of Nursing (JEN) Vol.2 No. 1 (2019) 38

Anda mungkin juga menyukai