PATOFISIOLOGI
“ Myasthenia Gravis “
Dosen Pengampu :
Ns. Nia Khusniyati M., M.Kep
OLEH
KELOMPOK 11
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1) Menjelaskan pengertian Myasthenia gravis (MG).
2) Mengidentifikasikan etiologi dari Myasthenia gravis (MG) .
3) Menguraikan patofisiologi dari Myasthenia gravis (MG).
4) Mengemukakan patoflowdiagram dari Myasthenia gravis (MG).
5) Mengidentifikasikan manifesklinik dari Myasthenia gravis (MG).
6) Menguraikan komplikasi dari Myasthenia gravis (MG).
7) Mengidentifikasi pemeriksaan diagnostik dari Myasthenia gravis (MG).
8) Mengidentifikasikan penatalaksanaan medis dari Myasthenia gravis (MG).
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
akan terus meningkat dengan semakin meningkatnya kemampuan diagnosis,
tatalaksana, dan peningkatan harapan hidup secara keseluruhan. prevalensi MG
semakin meningkat, yaitu 15-179 per 1.000.000 dengan sekitar 10%-nya adalah
usia anak-anak dan remaja. Risiko ini akan meningkat sekitar 4,5% bila dalam
keluarga, saudara kandung, atau orang tua memiliki riwayat menderita MG atau
penyakit autoimun lainnya. (Salsabila, Mutiara, & Hanriko, Miastenia Gravis:
Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penegakkan Diagnosis dan Tatalaksana,
2023)
7
2.4 Patoflowdiagram dari Myasthenia gravis (MG)
8
2.5 Manifesklinik dari Myasthenia gravis (MG)
Tanda klinis dari MG adalah berupa kelemahan otot yang fluktuatif,
artinya secara progresif semakin melemah pada periode aktivitas dan dapat
membaik pada periode istirahat. Gejala ocular khususnya memberat disaat
membaca, menonton televisi, atau menyetir, khususnya saat terik matahari.
Diplopia dan jatuhnya kelopak mata dirasakan berkurang jika pasien
menggunakan kacamata gelap. Kelemahan otot ekstraokular atau yang lebih
dikenal dengan Ptosis terjadi pada lebih dari 50% kasus MG. Biasanya kelemahan
otot ekstraokular ini merupakan tanda awal terjadinya MG. Gejala klinis ini
timbul dalam rentang waktu yang bervariasi dari minggu hingga bulan.
Kelemahan tersebut bisa berlangsung selama dua tahun pertama hingga
akhirnya melibatkan otot orofaringeal dan anggota tubuh lainnya. Kelemahan
maksimum terjadi selama tahun pertama pada 66% pasien. Perbaikan, bahkan
remisi, bisa terjadi pada fase awal tetapi jarang permanen atau tahan lama. Gejala
biasanya berfluktuasi untuk waktu yang relative singkat dan kemudian menjadi
lebih parah (stadium aktif). Stadium aktif ini akan masuk pada stadium inaktif
dimana gejala fluktuatif umumnya diasumsikan sebagai kelelahan, kekambuhan
dari penyakit sebelumnya, atau identifikasi faktor lainnya. Setelah 15-20 tahun,
kelemahan yang tidak diobati akan menetap dan yang paling parah adalah
terjadinya atrofi pada otot. ( Cornelis & Sengkey, 2021, p. 2)
Myasthenic crisis bisa dipicu oleh stres, infeksi saluran pernapasan, atau
komplikasi dari prosedur operasi. Pada myasthenic crisis yang parah, penderita
dapat berhenti bernapas. Pada kondisi ini, penderita membutuhkan alat bantu napas
(ventilator) untuk membantu bernapas sampai otot-otot pernapasan bisa kembali
bergerak.
9
Selain henti napas, penderita myasthenia gravis juga berisiko tinggi terkena
penyakit autoimun lain, seperti tirotoksikosis, lupus, dan rheumatoid arthritis.
(Pittara, 2021)
4. Pasien dalam posisi berdiri, disuruh melakukan deep knee bend minimal
10x untuk menilai otot-otot anggota gerak bawah.
1. Terapi Fisik
Walaupun dikatakan bahwa tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan
MG, tetapi program rehabilitasi yang digabungkan dengan metode terapi
lainnnya dapat bermanfaat bagi pasien MG. Gejala utama MG adalah berupa
kelemahan, oleh karena itu terapi fisik merupakan program rehabilitasi yang
sangat baik untuk mempertahankan kekuatan otot. Latihan berguna untuk
memperlambat progresifitas penyakit neuromuscular. 26
Manual Muscle Testitng (MMT) bisa digunakan untuk evaluasi diagnosis
dan terapi pada pasien MG dengan menggunakan bantuan Hand-Held
Dynamometer (HHD). Alat tersebut cukup dapat membantu terapis
memberikan hasil yang objektif dan kuantitatif dalam diagnosis, efektivitas
27
terapi, dan peresepan latihan. Jenis latihan dan perangkat latihan yang bisa
digunakan sebagai terapi fisik untuk pasien MG :
a. Berjalan
Mulai dari tempat dengan permukaan rata, tempat yang nyaman, kontrol
lingkungan (hindari suhu terlalu panas dan tempat yang ramai).
11
b. Sepeda statis
Latihan sepeda statis juga bisa dilakukan
c. Latihan beban
Latihan beban digunakan dengan mekanisme yang aman dan beban yang
ringan. Dilakukan repetisi 10-12 kali dan tidak boleh lebih dari 3 set tiap
latihan. Dilarang melakukan latihan tahanan berlebihan yang bisa
mencetuskan kelelahan.
d. Treadmill
Hati-hati karena bisa meningkatkan masalah pada pasien yang melakukan
latihan ini berlebihan dan menyebabkan kelelahan
e. Berenang
Berenang pada tempat dimana pasien bisa menyentuh bagian dasarnya dan
tidak boleh sendiri. Tidak boleh berenang pada air dengan suhu yang
ekstrim.
f. Latihan pernapasan
Pemberian latihan pernapasan 3x seminggu dengan metode deep breathing
selama 10 menit kemudian istirahat 10 menit dan lanjut 10 menit
pernapasan diafragma akan menyebabkan perbaikan kekuatan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelainan autoimun yang bersifat kronis
disebabkan oleh adanya autoantibodi yang beredar dalam tubuh yang bekerja
spesifik dan antagonis terhadap resseptor asetilkolin pada Neuromuscular
Junction. Miastenia gravis biasanya sulit terdiagnosa karena karakteristik MG
itu sendiri yaitu dimana gejalanya bersifat fluktuatif. Gejala khas dari MG ini
biasanya didahului oleh kelemahan otot ekstraokuler dan kelemahan otot ini
dapat mengenai tiap-tiap otot di dalam tubuh. Yang harus diperhatikan adalah
apabila kelemahan otot tersebut mengenai otot-otot pernafasan atau
menimbulkan keadaan-keadaan yang dapat mengancam nyawa seperti choking
/ aspirasi akibat gangguan menelan yang disebut Miasthenic Crisis.
Penanganan farmakologis meliputi pemberian Inhibitor Asetilkolinesterase
dan Immunosupresan. Penanganan non farmakologis- dapat berupa
Plasmapharesis, Pemberian IntravenousImmunoGlobulin (IVIG) dan
penanganan Rehabilitasi Medik. Penanganan rehabilitasi medik ini berupa
terapi fisik, okupasi terapi, terapi wicara, pemberian ortotik prostetik,
pendekatan psikologi dan sosial medik.
3.2 Saran
Berdasarkan materi tentang Myasthenia gravis (MG) yang bisa kami
uraikan dalam makalah ini, tentunya memiliki banyak kekurangan dan kelemahan
karena terbatasnya pengetahuan dan referensi yang kami punya. Sehubungan
dengan kekurangan makalah ini saya harapkan kepada pembaca memberikan
saran dan kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik di
masa yang akan datang.
13
DAFTAR PUSTAKA
Cornelis, E., & Sengkey, L. S. (2021, September). Rehabilitasi Medik Pada Miastenia
Gravis. Jurnal Medik dan Rehabilitasi.
Salsabila, K., Mutiara, H., & Hanriko, R. (2022, April). 115Miastenia Gravis: Etiologi,
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penegakkan Diagnosis dan Tatalaksana.
Medula, p. 116.
Fitri, F. I. (2011). Myasthenia Gravis. p. 16.
Kamarudin, S., & Chairani, L. (2019, September). Miastenia Gravis. Syifa’ MEDIKA, p.
64.
Pittara, d. (2021, April 5). Myasthenia Gravis. alodokter.
Salsabila, K., Mutiara, H., & Hanriko, R. (2022, April). revalensi MG semakin
meningkat, yaitu 15-179 per 1.000.000 dengan sekitar 10%-nya adalah usia anak-
anak dan remaja. Risiko ini akan meningkat sekitar 4,5% bila dalam keluarga,
saudara kandung, atau orang tua memiliki riwayat mende. Medula, p. 116.
Salsabila, K., Mutiara, H., & Hanriko, R. (2023, April). Miastenia Gravis: Etiologi,
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penegakkan Diagnosis dan Tatalaksana.
Medula, p. 116.
Septiadinata, K. A. (2021). Konsep Teori Myasthenia Gravis. p. 8.
14