Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PATOFISIOLOGI
“ Myasthenia Gravis “

Dosen Pengampu :
Ns. Nia Khusniyati M., M.Kep

OLEH
KELOMPOK 11

1. Nadita Choirunnisa Gumanti (P032214401066)


2. Khumayroh (P032214401059

PRODI DIII KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMESNKES RIAU
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT


karena berkah rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
kami untuk membuat makalah ini dengan baik serta tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul “Myasthenia Gravis” ini bisa diselesaikan berkat
bantuan dari berbagai pihak sehingga memudahkan kami dalam menyelesaikan
tantangan dan hambatan dalam membuat makalah ini. Oleh karena itu, kami
sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Sebelumnya, kami sampaikan juga ucapan terima kasih kepada Dosen
Pengampu kami yaitu Ibu Ns. Nia Khusniyati M., M.Kep yang telah memberi
arahan kepada kami tentang hal – hal yang belum kami ketahui.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan – kekurangan mendasar
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap pembaca untuk memberikan
saran maupun kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Demikianlah dari kami, akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kepentingan kita bersama.

Pekanbaru, 14 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................2

DAFTAR ISI .............................................................................................................3

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................5

1.3 Tujuan .............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................6

2.1 Definisi Myasthenia Gravis (MG) .................................................................6

2.2 Etiologi Myasthenia Gravis (MG).................................................................6

2.3 Patofisiologi dari Myasthenia Gravis (MG) .................................................7

2.4 Patoflowdiagram dari Myasthenia gravis (MG) .........................................8

2.5 Manifesklinik dari Myasthenia gravis (MG) ...............................................9

2.6 Komplikasi dari Myasthenia gravis (MG) ...................................................9

2.7 Pemeriksaan diagnostik dari Myasthenia gravis (MG) ............................10

2.8 Penatalaksanaan medis dari Myasthenia gravis (MG) .............................10

BAB III PENUTUP ................................................................................................13

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................13

3.2 Saran ..............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Myasthenia gravis (MG) adalah sindrom autoimun yang disebabkan oleh
kegagalan transmisi neuromuskuler, yang dihasilkan dari pengikatan autoantibodi
pada protein yang terlibat dalam pensinyalan di sambungan neuromuskular
(NMJ). Protein ini termasuk AChR nikotinik atau, lebih jarang, tirosin kinase
spesifik otot (MuSK) yang terlibat dalam pengelompokan AChR. Banyak yang
diketahui tentang mekanisme yang mempertahankan toleransi diri dan
memodulasi sintesis anti-AChR Ab, pengelompokan AChR, dan fungsi AChR
serta yang menyebabkan kegagalan transmisi neuromuskular pada pengikatan
Ab. Wawasan ini telah mengarah pada pengembangan metode diagnostik yang
lebih baik dan desain perawatan imunosupresif atau imunomodulator spesifik.
Karakteristik klinis dari MG berupa kelemahan otot yang berfluktuasi dan
dapat melibatkan kelompok otot tertentu. Kelemahan mata dengan ptosis asimteris
dan diplopia binokular adalah presentasi awal yang paling khas, sementara
kelemahan orofaringeal atau ekstremitas dini lebih jarang dijumpai. Perjalanan
klinisnya bervariasi, dan sebagian besar pasien dengan kelemahan okular pada
awalnya akan mengalami kelemahan bulbar atau anggota gerak dalam waktu tiga
tahun sejak onset gejala awal. Myasthenia gravis memenuhi kriteria untuk suatu
kelainan autoimun yang diperantarai antibodi, yaitu : (a) antibodi dijumpai pada
area patologis, yaitu NMJ; (b) antibodi dari pasien MG atau antibodi anti reseptor
ACh (AChR) dari hewan percobaan menyebabkan gejala MG jika diinjeksikan ke
hewan; (c) Imunisasi hewan dengan AChR menyebabkan penyakit tersebut; (d)
terapi yang menghilangkan antibodi akan mengurangi keparahan gejala MG.
Pada sekitar dua pertiga pasien, keterlibatan otot okular ekstrinsik
muncul sebagai gejala awal, biasanya berkembang melibatkan otot bulbar
dan otot ekstremitas lainnya, menghasilkan miastenia gravis
umum. Meskipun penyebab kelainan ini tidak diketahui, peran sirkulasi
antibodi yang diarahkan melawan reseptor asetilkolin nikotinat dalam
patogenesisnya telah ditetapkan dengan baik.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Myasthenia gravis (MG)?
2. Bagaimana etiologi dari Myasthenia gravis (MG)?
3. Apa saja patofisiologi dari Myasthenia gravis (MG)?
4. Bagaimana patoflowdiagram dari Myasthenia gravis (MG)?
5. Bagaimana manifesklinik dari Myasthenia gravis (MG) ?
6. Apa saja komplikasi dari Myasthenia gravis (MG)?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Myasthenia gravis (MG)?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Myasthenia gravis (MG)?

1.3 Tujuan
1) Menjelaskan pengertian Myasthenia gravis (MG).
2) Mengidentifikasikan etiologi dari Myasthenia gravis (MG) .
3) Menguraikan patofisiologi dari Myasthenia gravis (MG).
4) Mengemukakan patoflowdiagram dari Myasthenia gravis (MG).
5) Mengidentifikasikan manifesklinik dari Myasthenia gravis (MG).
6) Menguraikan komplikasi dari Myasthenia gravis (MG).
7) Mengidentifikasi pemeriksaan diagnostik dari Myasthenia gravis (MG).
8) Mengidentifikasikan penatalaksanaan medis dari Myasthenia gravis (MG).

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Myasthenia Gravis (MG)


Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan gejala
kelemahan yang berfluktuasi yang melibatkan satu atau beberapa otot skelet yang
disebabkan oleh antibodi terhadap reseptor asetilkolin nikotinik pada area post
synaptic pada neuromuscular junction (NMJ). (Fitri, 2011)

MG adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan


abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus
dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita beristirahat, maka
tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena
adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada NMJ. (Kamarudin &
Chairani, 2019)

2.2 Etiologi Myasthenia Gravis (MG)


Kebanyakan pasien dengan MG menunjukkan sampel darah termasuk
antibodi terhadap reseptor asetilkolin. Dengan demikian, diperkirakan bahwa MG
disebabkan oleh reaksi autoimun. Dipercayai bahwa kelenjar timus menyebabkan
atau mempertahankan produksi antibodi ini karena biasanya pada orang dewasa
yang sehat, ukuran kelenjar timus kecil, namun pada beberapa pasien MG,
ukurannya tidak normal atau bahkan memiliki tumor kelenjar timus (timoma) (10-
15%). (Septiadinata, 2021)
Tingkat kejadian MG memiliki distribusi bimodal pada wanita, dengan
puncak kejadian pada usia 30-50 tahun. Wanita lebih sering terkena sebelum usia
40 tahun, dengan rasio wanita:pria yaitu 3:1. Pada dekade kelima kehidupan,
Wanita dan pria sama-sama terpengaruh, sedangkan pria memiliki proporsi yang
lebih tinggi setelah usia 50 tahun, dengan rasio pria:wanita yaitu 3:2. Prevalensi
MG akan terus meningkat dengan semakin meningkatnya kemampuan diagnosis,
tatalaksana, dan peningkatan harapan hidup secara keseluruhan. Prevalensi MG
akan terus meningkat dengan semakin meningkatnya kemampuan diagnosis,
tatalaksana, dan peningkatan harapan hidup secara keseluruhan. Prevalensi MG

6
akan terus meningkat dengan semakin meningkatnya kemampuan diagnosis,
tatalaksana, dan peningkatan harapan hidup secara keseluruhan. prevalensi MG
semakin meningkat, yaitu 15-179 per 1.000.000 dengan sekitar 10%-nya adalah
usia anak-anak dan remaja. Risiko ini akan meningkat sekitar 4,5% bila dalam
keluarga, saudara kandung, atau orang tua memiliki riwayat menderita MG atau
penyakit autoimun lainnya. (Salsabila, Mutiara, & Hanriko, Miastenia Gravis:
Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penegakkan Diagnosis dan Tatalaksana,
2023)

2.3 Patofisiologi dari Myasthenia Gravis (MG)


Pada miastenia gravis, mekanisme terjadinya disfungsi antara kerja sistem
saraf dengan otot diadasarkan pada 2 hal yakni:
1.
Pada sebagian besar kasus MG, autoantibodi yang dihasilkan tubuh
menghambat kerja reseptor asetilkolin nikotinik (nAchR), yaitu reseptor
asetilkolin yang berada di “motor end plate” yang nantianya akan
merangsang kontraksi otot itu sendiri. Autoantibodi ini bervariasi, beberapa
autoantibodi merusak kemampuan asetilkolin untuk berikatan dengan
reseptornya, sedangkan autoantibodi yang lainnya merusak reseptornya
melalui proses fagosistosis, sehingga asetilkolin tidak dapat berikatan
dengan reseptornya. 13
2. Pada sebagian kecil kasus MG, autoantibodi yang dihasilkan tubuh
menghambat kerja protein Muscle Specific Kinase (MuSK), yaitu
merupakan reseptor tirasin kinase uang dibutuhkan dalam proses
pembentukan Neuromuscular Junction.

7
2.4 Patoflowdiagram dari Myasthenia gravis (MG)

8
2.5 Manifesklinik dari Myasthenia gravis (MG)
Tanda klinis dari MG adalah berupa kelemahan otot yang fluktuatif,
artinya secara progresif semakin melemah pada periode aktivitas dan dapat
membaik pada periode istirahat. Gejala ocular khususnya memberat disaat
membaca, menonton televisi, atau menyetir, khususnya saat terik matahari.
Diplopia dan jatuhnya kelopak mata dirasakan berkurang jika pasien
menggunakan kacamata gelap. Kelemahan otot ekstraokular atau yang lebih
dikenal dengan Ptosis terjadi pada lebih dari 50% kasus MG. Biasanya kelemahan
otot ekstraokular ini merupakan tanda awal terjadinya MG. Gejala klinis ini
timbul dalam rentang waktu yang bervariasi dari minggu hingga bulan.
Kelemahan tersebut bisa berlangsung selama dua tahun pertama hingga
akhirnya melibatkan otot orofaringeal dan anggota tubuh lainnya. Kelemahan
maksimum terjadi selama tahun pertama pada 66% pasien. Perbaikan, bahkan
remisi, bisa terjadi pada fase awal tetapi jarang permanen atau tahan lama. Gejala
biasanya berfluktuasi untuk waktu yang relative singkat dan kemudian menjadi
lebih parah (stadium aktif). Stadium aktif ini akan masuk pada stadium inaktif
dimana gejala fluktuatif umumnya diasumsikan sebagai kelelahan, kekambuhan
dari penyakit sebelumnya, atau identifikasi faktor lainnya. Setelah 15-20 tahun,
kelemahan yang tidak diobati akan menetap dan yang paling parah adalah
terjadinya atrofi pada otot. ( Cornelis & Sengkey, 2021, p. 2)

2.6 Komplikasi dari Myasthenia gravis (MG)


Komplikasi myasthenia gravis yang paling berbahaya adalah myasthenic
crisis. Kondisi ini terjadi ketika otot tenggorokan dan diafragma terlalu lemah
untuk mendukung proses pernapasan. Akibatnya, penderitanya akan mengalami
sesak napas akibat kelumpuhan otot-otot pernapasan.

Myasthenic crisis bisa dipicu oleh stres, infeksi saluran pernapasan, atau
komplikasi dari prosedur operasi. Pada myasthenic crisis yang parah, penderita
dapat berhenti bernapas. Pada kondisi ini, penderita membutuhkan alat bantu napas
(ventilator) untuk membantu bernapas sampai otot-otot pernapasan bisa kembali
bergerak.

9
Selain henti napas, penderita myasthenia gravis juga berisiko tinggi terkena
penyakit autoimun lain, seperti tirotoksikosis, lupus, dan rheumatoid arthritis.
(Pittara, 2021)

2.7 Pemeriksaan diagnostik dari Myasthenia gravis (MG)


Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik pada miastenia gravis biasanya berupa “Muscle
Fatigabililty Tests” antara lain:
Pasien disuruh melihat ke atas dan ke samping minimal selama 30 detik,
untuk melihat adanya Ptosis (dropping eyelid) dan Diplopia.

2. Pasien (dalam posisi tidur telentang) disuruh melakukan fleksi leher


selama 60 detik untuk menilai otot leher. Pasien juga disuruh melakukan
ekstensi leher dalam posisi berdiri.

3. Pada posisi berdiri, pasien disuruh merentangkan lengannya lurus ke


samping kurang lebih 90 derajat selama 60 detik, untuk menilai otot-otot
anggota gerak atas.

4. Pasien dalam posisi berdiri, disuruh melakukan deep knee bend minimal
10x untuk menilai otot-otot anggota gerak bawah.

5. Pasien disuruh berjalan dengan jari-jari kakinya dan tumitnya, masing-


masing sebanyak 30 langkah untuk menilai otot-otot anggota gerak bawah.
2.8 Penatalaksanaan medis dari Myasthenia gravis (MG)
Penatalaksanaan Farmakologis:
a. Medikamentosa
Obat seperti aminiglikosida yang bisa memperburuk myasthenia gravis
harus dihindari. Pemberian inhibitor asetilkolinesterase seperti neostigmine dan
pyridostigmine dapat memperbaiki kekuatan otot dengan menghambat kerja
asetilkolinesterase yang memecah asetilkolin. Dosis biasa neostigmine
b. Plasmaphoresis
Plasmaphoresis adalah suatu metode pemisahan plasma yang
mengandung autoantibodi dengan sel darah merah. Sel darah merah yang telah
dipisahkan, dikembalikan lagi ke dalam tubuh. Teknik ini cukup membantu
mengurangi gejala kelemahan yang ada pada pasien MG, hanya saja teknik ini
memiliki efek samping berupa hipotensi. Plasmaphoresis memperbaiki gejala
10
myasthenia gravis dalam 1-3 hari dan bertahan 6-8 minggu. 24,25

c. Intravenous ImmunoGlobulin (IVIG)


Pemberian IVIG ini merupakan salah satu bentuk modifikasi terapi
untuk menghambat kerja autoantibodi pada MG dengan dosis 2 g / kg dibagi 5
hari perawatan dengan premedikasi diphenhydramine HCl (59 mg sekali), 30
menit sebelum pemberian IVIG. Berbeda dengan plasmaphoresis dimana sel
darah dipisahkan dengan plasma diluar tubuh dan sel darah dikembalikan lagi
ke dalam tubuh, pemberian IVIG ini langsung memberikan immunoglobin
tertentu ke dalam sirkulasi darah untuk berikatan langsung dengan autoantibodi
yang beredar dalam darah, sehingga autoantibodi tidak mengganggu proses di
Neuromuskular Junction. 24,25

Penatalaksanaan Non Farmakologis


Program rehabilitasi pada kasus MG juga harus mengikuti prinsip-
prinsip energi konservasi. Adapun program rehabilitasi untuk MG meliputi:

1. Terapi Fisik
Walaupun dikatakan bahwa tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan
MG, tetapi program rehabilitasi yang digabungkan dengan metode terapi
lainnnya dapat bermanfaat bagi pasien MG. Gejala utama MG adalah berupa
kelemahan, oleh karena itu terapi fisik merupakan program rehabilitasi yang
sangat baik untuk mempertahankan kekuatan otot. Latihan berguna untuk
memperlambat progresifitas penyakit neuromuscular. 26
Manual Muscle Testitng (MMT) bisa digunakan untuk evaluasi diagnosis
dan terapi pada pasien MG dengan menggunakan bantuan Hand-Held
Dynamometer (HHD). Alat tersebut cukup dapat membantu terapis
memberikan hasil yang objektif dan kuantitatif dalam diagnosis, efektivitas
27
terapi, dan peresepan latihan. Jenis latihan dan perangkat latihan yang bisa
digunakan sebagai terapi fisik untuk pasien MG :
a. Berjalan
Mulai dari tempat dengan permukaan rata, tempat yang nyaman, kontrol
lingkungan (hindari suhu terlalu panas dan tempat yang ramai).
11
b. Sepeda statis
Latihan sepeda statis juga bisa dilakukan
c. Latihan beban
Latihan beban digunakan dengan mekanisme yang aman dan beban yang
ringan. Dilakukan repetisi 10-12 kali dan tidak boleh lebih dari 3 set tiap
latihan. Dilarang melakukan latihan tahanan berlebihan yang bisa
mencetuskan kelelahan.
d. Treadmill
Hati-hati karena bisa meningkatkan masalah pada pasien yang melakukan
latihan ini berlebihan dan menyebabkan kelelahan
e. Berenang
Berenang pada tempat dimana pasien bisa menyentuh bagian dasarnya dan
tidak boleh sendiri. Tidak boleh berenang pada air dengan suhu yang
ekstrim.
f. Latihan pernapasan
Pemberian latihan pernapasan 3x seminggu dengan metode deep breathing
selama 10 menit kemudian istirahat 10 menit dan lanjut 10 menit
pernapasan diafragma akan menyebabkan perbaikan kekuatan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelainan autoimun yang bersifat kronis
disebabkan oleh adanya autoantibodi yang beredar dalam tubuh yang bekerja
spesifik dan antagonis terhadap resseptor asetilkolin pada Neuromuscular
Junction. Miastenia gravis biasanya sulit terdiagnosa karena karakteristik MG
itu sendiri yaitu dimana gejalanya bersifat fluktuatif. Gejala khas dari MG ini
biasanya didahului oleh kelemahan otot ekstraokuler dan kelemahan otot ini
dapat mengenai tiap-tiap otot di dalam tubuh. Yang harus diperhatikan adalah
apabila kelemahan otot tersebut mengenai otot-otot pernafasan atau
menimbulkan keadaan-keadaan yang dapat mengancam nyawa seperti choking
/ aspirasi akibat gangguan menelan yang disebut Miasthenic Crisis.
Penanganan farmakologis meliputi pemberian Inhibitor Asetilkolinesterase
dan Immunosupresan. Penanganan non farmakologis- dapat berupa
Plasmapharesis, Pemberian IntravenousImmunoGlobulin (IVIG) dan
penanganan Rehabilitasi Medik. Penanganan rehabilitasi medik ini berupa
terapi fisik, okupasi terapi, terapi wicara, pemberian ortotik prostetik,
pendekatan psikologi dan sosial medik.

3.2 Saran
Berdasarkan materi tentang Myasthenia gravis (MG) yang bisa kami
uraikan dalam makalah ini, tentunya memiliki banyak kekurangan dan kelemahan
karena terbatasnya pengetahuan dan referensi yang kami punya. Sehubungan
dengan kekurangan makalah ini saya harapkan kepada pembaca memberikan
saran dan kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik di
masa yang akan datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Cornelis, E., & Sengkey, L. S. (2021, September). Rehabilitasi Medik Pada Miastenia
Gravis. Jurnal Medik dan Rehabilitasi.
Salsabila, K., Mutiara, H., & Hanriko, R. (2022, April). 115Miastenia Gravis: Etiologi,
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penegakkan Diagnosis dan Tatalaksana.
Medula, p. 116.
Fitri, F. I. (2011). Myasthenia Gravis. p. 16.
Kamarudin, S., & Chairani, L. (2019, September). Miastenia Gravis. Syifa’ MEDIKA, p.
64.
Pittara, d. (2021, April 5). Myasthenia Gravis. alodokter.
Salsabila, K., Mutiara, H., & Hanriko, R. (2022, April). revalensi MG semakin
meningkat, yaitu 15-179 per 1.000.000 dengan sekitar 10%-nya adalah usia anak-
anak dan remaja. Risiko ini akan meningkat sekitar 4,5% bila dalam keluarga,
saudara kandung, atau orang tua memiliki riwayat mende. Medula, p. 116.
Salsabila, K., Mutiara, H., & Hanriko, R. (2023, April). Miastenia Gravis: Etiologi,
Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Penegakkan Diagnosis dan Tatalaksana.
Medula, p. 116.
Septiadinata, K. A. (2021). Konsep Teori Myasthenia Gravis. p. 8.

14

Anda mungkin juga menyukai