MAKALAH
Disusun oleh :
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................... 3
1. Tujuan Umum ................................................................................ 3
2. Tujuan Khusus ............................................................................... 3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem atau susunan saraf merupakan salah satu bagian terkecil dari
organ dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang paling kompleks. Susunan
saraf manusia mempunyai arus informasi yang cepat dengan kecepatan
pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls saraf)
(Bahrudin, 2013).
Alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara skematis
menjadi tiga tahap. Suatu stimulus eksternal atau internal yang mengenai
organ-organ sensorik akan menginduksi pembentukan impuls yang berjalan ke
arah susunan saraf pusat (SSP) (impuls afferent), terjadi proses pengolahan
yang komplek pada SSP (proses pengolahan informasi) dan sebagai hasil
pengolahan, SSP membentuk impuls yang berjalan ke arah perifer (impuls
efferent) dan mempengaruhi respons motorik terhadap stimulus (Bahrudin,
2013).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin,
2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah
di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Tarwoto,
2013).
1
Faktor lain yang meningkatkan stoke adalah usia, jenis kelmain,
riwayat stroke, penyakit penyerta, menurut WHO jumlah penderita sroke
diseluruh dunia berjumlah 20,5 juta lebih dan angka ini akan semakin
bertambah, sedangkan di indonesia menepati urutan pertam di asia dan telah
tercatat menurut Depkes yaitu 11, 5 % yang mengalami stoke.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat memahmi sistem pendidikan kesehatan pada gangguan
persarafan Stroke Hemoragik
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi anatomi fisiologi sistem persarafan
b. Untuk mengidentifikasi gangguan sitem persarafan stroke
hemoragik
c. Untuk mengetahui pengertian sistem saraf, pengertian stroke,
pengertrian stroke hemoragik, dan mengetahui pencegahan pada
gangguan stroke.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Pengertian Stroke
1. Pengertian Stroke
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).
4
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Batticaca, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab
stroke hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi
arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun (Tarwoto, 2013).
Menurut Muttaqin (2008), ada beberapa faktor risiko stroke
hemoragik, yaitu:
a. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
yang menekan dinding arteri sampai pecah.
b. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
c. Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi).
d. Konsumsi alkohol.
e. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
f. Overdosis narkoba, seperti kokain.
2. Etiologi
Dilihat dari etiologi stroke dapat dibagi dalam golongan besar yaitu
stroke haemoragik (perdarahan) dan stroke non haemoragik infark
ishkemia.
5
1) Tekanan darah di kepala (perbedaan antara
tekanan arterial dan venosa pada daerah setinggi otak), tekanan
darah arteri yang penting dan menentukan rata -rata 70 mmHg, dan
dibawah tekananan ini akan terjadi pengurangan sirkulasi darah
yang serius
2) Resistensi cerebrovasculer: Resistensi aliran darah arteri melewati
otak dipengaruhi oleh :
a) Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan
resistensi terhadap aliran darah terjadi sejajar dengan
meningginya tekanan liquor cerebrospinalis, pada tekanan
diatas 500 mm air, terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan
sampai berat.
b) Keadaan darah dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai
oksigen di otak. Darah bertambah kental, peningkatan vikositas
darah, peningkatan hematokrit (misalnya pada
penyakit polisitemia) dapat melambatkan aliran darah. Pada
anemia berat suplai oksigen dapat pula menurun. Sirkulasi
dapat menurun lebih dari 50 % pada polycythemia, suatu
peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat
terjadi pada anemia berat.
c) Kelainan jantung, bila denyut jantung tidak teratur dan tidak
efisien (misalnya pada fibrilasi, blok jantung) maka curahnya
akan menurun dan mengakibatkan aliran darah di otak
mengurang (iskemia). Jantung yang sakit dapat pula
melepaskan embolus yang kemudian tersangkut dipembuluh
darah/arteri otak dan mengakibatkan iskemia.
d) Keadaan pembuluh darah cerebral, terutama arteriole : Pada
keadaan patologis, blok ganglion skeletal dapat mengalami
kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah otak.
6
b. Adapun faktor-faktor resiko yang menjadikan seseorang untuk mudah
terserang stroke diantaranya :
1) Umur
Lebih tua lebih mungkin untuk mengidap stroke.
2) Diabetes militus
Orang-orang yang diberi insulin, lebih banyak untuk mengidap
‘stroke’ dari pada mereka yang tidak mempergunakan insulin.
3) Faktor Keturunan
3. Patologi
Secara patologi suatu infark dapat dibagi dalam :
a. Trombosis serebri,
b. Emboli serebri
7
Gangguan aliran darah otak akan timbul perbedaan daerah jaringan
otak:
8
5. Prognosis
Depresi pasca stroke disebabkan karena dua hal. Pertama, peristiwa
stroke sendiri memiliki efek neuropsikologis langsung yang menghasilkan
gejala depresi. Kedua, adanya komponen reaktif yang berhubungan
dengan disabilitas.
9
pendidikan kesehatan tersebut meliputi pengertian stroke, tanda dan gejala
stroke, serta penyebab dan pencegahan stroke. Dengan demikian upaya
pencegahan stroke pada responden mengalami peningkatan, karena
pengetahuan mereka tentang stroke sudah lebih jelas, dan dari pengetahuan
itu, perilaku penderita pun menjadi lebih baik dalam melakukan pencegahan
stroke.
10
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi berbagai tindakan yang dimulai
setelah ada gejala dari stressor atau keadaan dimana seseorang mempunyai
penyakit tetapi belum menunjukkan gejala secara klinis (asimptomatik),
Early detection melalui skrining perlu dilakukan. Hasil skrining dapat
dilakukan intervensi farmakologis maupun nonfarmakologis pada tahap
awal kasus. Hal ini tentu saja akan memberikan hasil yang lebih
memuaskan daripada kita melakukan intervensi setelah penyakit tersebut
berada pada tahap lanjut (Yulinta, 2017).
Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal
lines of resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor
resisten sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan
yang tepat sesuai gejala. Tujuannya adalah untuk memperoleh kestabilan
sistem secara optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan sekunder
tidak berhasil dan rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar tidak dapat
mendukung sistem dan intervensi-intervensinya sehingga bisa
menyebabkan kematian (Yulinta, 2017).
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah
menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap
penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronik. Tindakan yang
dilakukan adalah (Dian Nastiti, 2012) :
1) Gaya hidup: Mengontrol faktor risiko stroke atau aterosklerosis,
seperti mengobati hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung
dengan obat dan diet, stop merokok dan minum beralkohol, turunkan
berat badan dan rajin berolah raga, serta menghindari stress.
2) Lingkungan: penggantian kerja jika diperlukan, family konseling
3) Biologi : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping
4) Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin, yang dapat
mengatasi krisis sosial dan emosional penderita stroke dengan cara
11
memahami kondisi baru bagi pasien pasca stroke yang bergantung
pada orang lain.
5) Menggunakan obat-obatan dalam pengelolaan dan pencegahan
stroke, seperti anti agregasi trombosit dan anti koagulan.
6) Pelayanan kesehatan : pendidikan pasien dan evaluasi penyebab
sekunder
3. Pencegahan Tersier
Pada pencegahan tersier ini dimana keadaan seseorang sudah
didiagnosa menderita suatu penyakit pada sistem saraf dan simptomatik
(clinically ill), serta telah ditangani dengan strategi-strategi pencegahan
sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke arah
stabilitas sistem klien secara optimal, dan timbulnya komplikasi dengan
melakukan antisipasi terhadap masalah-masalah yang dijumpai, serta
melakukan rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat
resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul kembali atau
regresi, sehingga dapat mempertahankan energi dan meningkatkan kualitas
hidup dari penderita. Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada
pencegahan primer (Yulinta, 2017).
Mengimplementasikan pencegahan di praktek sehari-hari
dibutuhkan-data riwayat penyakit pasien, data pemeriksaan fisik, prioritas
dalam merancang tindakan, meluangkan waktu untuk edukasi dan
konseling pasien serta menggunakan sebuah sistem kartu/ rekam medis
yang berorientasi pencegahan (prevention-oriented charting system),
sehingga kita perlu berfikir secara sistematis (Yulinta, 2017).
Pencegahan tersier dilakukan kepada pasien yang telah menderita
stroke dan mengalami kelumpuhan pada tubuhnya agar tidak bertambah
berat dan dapat mengalihkan fungsi anggota badan yang lumpuh pada
anggota badan yang masih normal, serta mengurangi ketergantungan pada
orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan
12
dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi yang bertujuan untuk menjaga
atau meningkatkan kemampuan fisik, ekonomi dan kemampuan untuk
bekerja seoptimal mungkin, yaitu dengan cara (Dian Nastiti, 2012) :
1) Gaya hidup : reduksi stres, exercise sedang, dan berhenti merokok.
2) Lingkungan : menjaga keamana dan keselamatan (tinggal di rumah
lantai pertama, menggunakan wheel-chair) dan dukungan penuh
keluarga.
3) Biologi : keptuhan berobat, terapi fisik dan bicara.
4) Pelayanan kesehatan : emergency medical techmic dan asuransi.
13
a) Anamnesis
Data diri
1. Nama
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Agama
5. Pekerjaan
6. Alamat
7. No. CM
Data data medis Rumah sakit
1. Diagnosis medis
2. Catatan klinis
3. Medika mentosa
4. Hasil lab
5. Foto rontgen
b) Pemeriksaan Subjektif
1) Keluhan utama pasien
Adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien mengenai
penyakit tersebut, meliputi :
Lokasi keluhan
Onset
Penyebab
Faktor-faktor yang memperberat atau memperingan
Irritabilitas dan derajat
2) Riwayat penyakit sekarang
Adalah proses perjalanan penyakit dari awal hingga saat
ini, proses pengobatan yang telah dilakukan.
3) Riwayat penyakit dahulu
14
Adalah riwayat penyakit pasien sebelumnya yang membuat
resiko mengidap penyakit sekarang yang diderita.
4) Riwayat keluarga
Adalah riwayat keluarga pasien mengidap penyakit serupa
dengan pasien.
5) Status sosial
Status sosial adalah interaksi sosial pasien dengan
lingkungannya, meliputi :
Lingkunga kerja
Lingkungan tempat tinggal
Aktivitas rekreasi di waktu senggang
Aktivitas sosial
c) Pemeriksaan objektif
1) Pemeriksaan vital sign
Pemeriksaan ini berfungsi sebagai acuan tanda-tanda
penting dalam tubuh.
Tekanan darah
Denyut nadi
Pernafasan
Temperatur
Tinggi badan
Berat badan
2) Inspeksi
Adalah pemeriksaan meneliti pasien dengan indera
penglihatan, bisa disaat pasien statis maupun dinamis.
3) Palpasi
Adalah pemeriksaan pasien dengan cara meraba atau
menyetuh pasien dengan indra peraba, meliputi :
Pitting Oedema
15
Spasme
Suhu lokal
4) Pemeriksaan gerak dasar
Adalah pemeriksaan gerak pasien, dapat dengan cara aktif,
pasif dan isometric. Dilihat pula tingkat derajat full ROM
dan nyeri yang dirasakan saat digerakan.
5) Pemeriksaan mmt
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan
otot dengan tujuan membantu menegakan diagnosa.
Nilai Keterangan
6) Pemeriksaan LGS
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui derajat
gerak dengan tujuan membantu evaluasi terapi. Dan salah
satu alat ukurnya adalah goneometer.
16
7) Pemeriksaan nyeri
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui persepsi
nyeri yang dirasakan pasien. Salah satu alat ukurnya adalah
VAS (Visual Analoque Scale).
8) Pemeriksaan ADL
Pemeriksaan keseimbangan adalah suatu cara pemeriksaan
untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau
pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang
tumpu (base of support). Tujuan pemeriksaan
keseimbangan :
(a) Mengidentifikasi masalah pasien / menegakkan
diagnosa fisioterapi
(b) Mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pasien
dari waktu ke waktu
(c) Sebagi alat ukur untuk menentukan biaya
atau efesiensi terapi.
(d) Sensitivitas atau responsivitas dari alat ukur
(e) Validitas dan reliabilitas alat ukur
(f) Ceiling effect dan floor effect dari alat ukur.
b. Penetapan Diagnosa
Saat ini penanganan fisioterapi lebih menekankan kepada
pasien. Salah satu metode yang popular untuk mengkategorikan
problem pasien dengan gangguan neurologi adalaha klasifikasi dari
WHO. Klasifikasi ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an dipakai
secara luas di dunia sebagai kesamaan istilah yang dipakai dalam dunia
klinis, pengumpulan data dan penelitian.
1) Impairtment
Merupakan hilangnya atau tidak normalnya aspek psikologis,
fisiologis, struktur anatomis ataupun fungsi. Contohnya adalah
17
kelemahan, gangguan sensasi, penurunan
fungsi propioceptif, gangguan koordinasi, dan gangguan
penglihatan.
2) Activity limitation
Merupakan kesulitan pasien melangsungkan suatu aktivitas
dengan cara atau dengan dikategorikan dalam batas normal.
Biasanya dalam membicarakan activity limitation ini focus ada
dalam hal fungsi atau aktivitas fungsional. Contoh adalah
ketidakmampuan dalam berjalan, perawatan diri sebagainya.
3) Participation restriction
Merupakan problem yang lebih kompleks yang melibatkan
lingkungan pasien, baik lingkungan fisik, non fisik. Biasanya
fisioterapi tidak sampai sejauh ini dalam menegakkan
problematika/diagnose fisioterapi.
Pada pembuatan kasus neurologi, sesuai dengan keterangan-
keterangan diatas, maka yang dituliskan sebagai list of
problem adalah gangguan fungsional pasien sedangkan
gangguan impairment menjadi faktor yang menyebabkan.
Berdasarkan seluruh permasalahan yang ada, maka selanjutnya
dibuatlah prioritas masalah yang dimaksudkan untuk mengarahkan
dan memprioritaskan rencana dan interverensi fisioterapi.
2. Pelaksanaan Pemeriksaan
Pemilihan teknologi interverensi yang digunakan hendaknya
didasari oleh informasi tentang efektivitas dari terapi tersebut. Yang bisa
didapat dari teori yang valid. Terbukti efektif dalam clinical trial, atau
terbukti efektif dalam penelitian. Dalam pemberiannya harus disertai
dengan teknik dan ketrampilan dari fisioterapinya setinggi mungkin.
18
a. Infra Red
Radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih panjang
dari cahaya tampak tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio.
Panjang gelombang 700 nm dan 1 mm. IR meningkatkan sirkulasi
mikro. Bergetarnya molekul air dan pengaruh inframerah akan
menghasilkan panas yang menyebabkan pembuluh kapiler membesar,
dan meningkatkan temperature kulit memperbaiki sirkulasi darah dan
dapat mengurangi nyeri yang dirasakan.
b. Exercise
Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat
dalam menjaga sifat fisiologis dari jaringan otot dan sendi. Jenis
latihan ini dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya
komplikasi akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan
sendi, dan lain-lain.
Pemberian passive excercise dapat diberikan dalam berbagai
posisi seperti tidur terlentang tisur miring, tidur tengkurap, duduk
berdiri, atau posisi denga alat latihan yang digunakan. Latihan dalam
gerakan pasif tidak akan berdampak terhadap proses pembelajaran
motorik,akan tetapi sangat bermanfaat sebagi tindakan akal sebelum
aplikasi metode untuk latihan pembelajaran mototrik.
Indikasi rasa tebal , kelemahan dan penurunan kekuatan otot,
gangguan fungsi motoris, keterbatasan gerak. Kontraindikasi tidak
19
dianjurkan pasien dengan tekanan darah tinggi, bila pasien
merasakan fatique yang sangat berat hentikan latihan.
3. Pasca Pemeriksaan
Re-assessment yang dilakukan selama terapi berlangsung adalah
untuk mengamati apakah terapi yang kita berikan sesuai yang kita tuju dan
bagaimanakah respon dari pasien. Jangan mempertahankan interverensi
yang nyata-nyata tidak efektif. Evaluasi terhadap hasil perlu dilakukan
pada beberapa titik, misalnya setelah terapi berakhir, setelah satu paket
terapi selesai, evaluasi ketercapaian tujuan, evaluasi dari kelambatan pada
kemajuan pasien lain-lain.
Kesimpulan yang didapat dari evaluasi ini untuk mengetahui
apakah dalam menentukan problem list dan contributing factor tidak tepat,
apakah terlalu tidak efektif, apakah memang tidak mungkin melakukan
perubahan terhadap impairment dan merubah fokus atau tujuan terapi
kearah kompensasi dan lain-lain. Atau pasien sudah puas terhadap
kemajuan aktivitas fungsionalnya walaupun impairmentnya masih tetap
ada.
Pentingnya evaluasi fisioterapi seharusnya juga dipertimbangkan
sebagai bahan masukan dari team rehabilitasi/medis di rumah sakit untuk
menentukan seseorang pasien sudah/belum diperbolehkan meninggalkan
rumah sakit (discharge planning) dan dalam menentukan tindakan
fisioterapi berikutnya (follow up), terutama bagi pasien dengan impairment
dan activity limitation yang kronik.
4. Laboratorium
Tes darah seperti sedimantation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang
20
dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah
juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke
yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih
lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal, dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
21
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sistem saraf merupakan suatu struktur yang terdiri dari komponen-
komponen sel saraf (neuron). Sistem saraf bersama-sama dengan sistem
hormon, berfungsi untuk memelihara fungsi tubuh. Pada umumnya sistem
saraf berfungsi untuk mengatur, misalnya kontraksi otot, perubahan alat-alat
tubuh bagian dalam yang berlangsung dengan cepat, dengan kecepatan sekresi
beberapa kelenjar endokrin. Salah satu penyakit gangguan pada sistem
persarafan adalah stroke. Dimana stroke dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
stroke hemoragik dan non hemoragik. Pencegahan yang dapat dilakukan oleh
pasien stroke yaitu berupa pencegahan primer,sekunder dan tersier. Peran
perawat sebagai edukator dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan
kesehatan tentang upaya pencegahan stroke , sehingga pengetahuan pasien
yang mengalami stroke meningkat dan perilaku penderita pun menjadi lebih
baik dalam melakukan pencegahan stroke.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
sistem persarafan terutama stroke dapat berupa persiapan pemeriksaan
(assessment dan penetapat diagnosa), pelaksanaan pemeriksaan (infra red dan
exercise), pasca pemeriksaan, laboratorium.
B. Saran
Saran ini ditujukan agar masyarakat, keluarga atau pasien dapat
memahami penyakit stroke sehingga dapat melakukan hidup sehat disekitar
lingkungan dan diharapkan juga dapat menambah keluasan ilmu terapan
bidang keperawatan dalam memberikan intervensi terhadap pencegahan
penyakit dan menjelaskan penyakit stroke.
22
DAFTAR PUSTAKA
Nastiti, Dian. (2012). Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke pada Pasien
Stroke Rawat Inap di Rumah Sakit Krakatau Medika. FKM UI. Diakses
dari http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kesmas/article/view/962 pada
tanggal 18 September 2020
23