Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintahan merupakan harapan masyarakat yang agung, efektif,
efesien, transparan, jujur, dan bertanggung jawab. Good and clean
governance dapat terwujud secara maksimal apabila unsur negara dan
masyarakat madani (yang di dalamnya terdapat sector swasta) saling
terkait. Syarat atau ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan dengan baik
yaitu : bisa bergerak secara sinergis,tidak saling berbenturan atau
berlawanan dan mendapat dukungan dari rakyat,pembangunan
dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam hal biaya dan waktu. UUD
1945, Yang mengandung tata cara dasar yang mengatur kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan, memberi kesempatan yang paling besar bagi
kelancaran dan kelangsungan pembangunan bangsa Indonesia.
Penghormatan dan pengamalan UUD sesungguhnya merupakan syarat
mutlak bagi kekukuhan suatu bangsa.
Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi di tengah-tengah
krisis multidimensional serta ancaman yang nyata yang pasti akan terjadi,
yaitu dampak dari kejahatan ini. Maka tindak pidana korupsi dapat
dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara
sungguh-sungguh melalui keseimbangan langkah-langkah yang tegas dan
jelas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat
khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan
membawa bencana, tidak saja bagi kehidupan perekonomian nasional,
juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Hasil survey Transparency
International Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia masuk ranking 126
dari 180 negara yang disurvei. Hasil penilaian Badan Transparenci
International pada Tahun 2008 menunjukkan, bahwa peringkat Indonesia
mengalami kenaikan. Naiknya peringkat korupsi Indonesia tersebut,
karena tahun ini yang disurvei lebih banyak dari tahun sebelumnya, yaitu

1
180 negara, meskipun peringkat Indonesia naik namun fakta ini masih
merupakan hal yang memperihatinkan. Artinya, upaya memberantas
korupsi, walaupun perangkat hukum dan berbagai lembaga pengawas
sudah dibangun, tetapi belum berjalan efektif.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Reformasi Birokrasi?
2. Bagaimana Program Kementerian Kesehatan dalam Upaya
Pencegahan Korupsi?
3. Apa saja faktor sukses penting yang perlu diperhatikan dalam
Reformasi Birokrasi?
4. Apa saja Rumusan Strategi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi?
5. Bagaimana Tujuan Pengawasan dan Prinsip-Prinsip Dalam
Pelaksanaan Pengawasan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pemahaman reformasi birokrasi
2. Untuk mengetahui program kementerian kesehatan dalam upaya
pencegahan korupsi
3. Untuk mengetahui faktor sukses penting yang perlu diperhatikan
dalam reformasi birokrasi
4. Untuk mengetahui rumusan strategi nasional pencegahan dan
pemberantasan korupsi
5. Untuk mengatahui tujuan pengawasan dan prinsip-prinsip dalam
pelaksanaan pengawasan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemahaman Reformasi Birokrasi


1. Pengertian Reformasi Birokrasi
Reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu dan
komprehensif dengan tujuan merealisasikan tata pemerintahan
yang baik. Good Governance (tata pemerintahan yang baik) adalah
sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif dan efisien
dengan menjaga sinergi yang konstruktif di antara pemerintah,
sektor swasta dan masyarakat.
Birokrasi menurut pemahamannya sebagai berikut.
a. Birokrasi merupakan sistem penyelenggarakan
pemerintahan yang dijalankan pegawai negeri berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
b. Birokrasi adalah struktur organisasi yang digambarkan
dengan hirarki yang pejabatnya diangkat dan ditunjuk, garis
tanggung jawab dan kewenangannya diatur oleh peraturan
yang diketahui (termasuk sebelumnya), dan justifikasi
setiap keputusan membutuhkan referensi untuk mengetahui
kebijakan yang pengesahannya ditentukan oleh pemberi
mandat di luar struktur organisasi itu sendiri.
c. Birokrasi adalah organisasi yang memiliki jenjang diduduki
oleh pejabat yang ditunjuk/diangkat disertai aturan
kewenangan dan tanggung jawabnya dan setiap kebijakan
yang dibuat harus diketahui oleh pemberi mandat.
d. Birokrasi adalah suatu organisasi formal yang
diselenggarakan berdasarkan aturan, bagian, unsur yang
terdiri atas pakar yang terlatih. Wujud birokrasi berupa

3
organisasi formal yang besar, merupakan ciri nyata
masyarakat modern dan bertujuan menjalankan tugas
pemerintahan serta mencapai keterampilan dalam bidang
kehidupan.

Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan


kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efisiensi
dan akuntabilitas. Dengan demikian, reformasi birokrasi berarti :
a. Perubahan cara berpikir (pola pikir, pola sikap dan pola
tindak)
b. Perubahan penguasa menjadi pelayan
c. Mendahulukan peranan dari wewenang
d. Tidak berpikir hasil produksi tetapi hasil akhir
e. Perubahan manajemen kerja
f. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan
dan profesional, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN), melalui penataan kelembagaan, penataan sumber
daya manusia, akuntabilitas kinerja yang berkualitas efisien,
efektif dan kondusif serta pelayanan yang prima (konsisten
dan transparan).
2. Visi dan Misi Reformasi Birokrasi
a. Visi
Terwujudnya pemerintahan yang amanah atau terwujudnya
tata pemerintahan yang baik.
b. Misi
Mengembalikan cita dan citra birokrasi pemerintahan
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat serta dapat
menjadi suri teladan dan panutan masyarakat dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.

4
3. Tujuan Reformasi Birokrasi
Secara umum tujuan reformasi birokrasi adalah mewujudkan
pemerintahan yang baik, didukung oleh penyelenggara negara yang
profesional, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme dan
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai
pelayanan prima.
4. Sasaran Reformasi Birokrasi
a. Terwujudnya birokrasi profesional, netral dan sejahtera,
mampu menempatkan diri sebagai abdi negara dan
masyarakat guna mewujudkan pelayanan masyarakat yang
lebih baik.
b. Terwujudnya kelembagaan pemerintahan yang
proporsional, fleksibel, efektif, efisien di lingkungan
pemerintahan pusat dan daerah.
c. Terwujudnya ketatalaksanaan (pelayanan publik) yang lebih
cepat, tidak berbelit, mudah dan sesuai kebutuhan
masyarakat.

B. Program Kementerian Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Korupsi


Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi
Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK),
diimplementasikan ke dalam 6 strategi nasional yang telah dirumuskan,
yakni :
1. Melaksanakan upaya-upaya pencegahan
2. Melaksanakan langkah-langkah strategis di bidang penegakan
hukum
3. Melaksanakan upaya-upaya harmonisasi penyusunan peraturan
perundang-undangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor
terkait lainnya
4. Melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset
hasil Tipikor

5
5. Meningkatkan upaya pendidikan dan budaya antikorupsi
6. Meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan
pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun


2012 tentang Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi (PPK), Kementerian Kesehatan telah melaksanakan upaya
percepatan reformasi birokrasi melalui berbagai cara dan bentuk, antara
lain :
1. Disiplin kehadiran menggunakan sistem fingerprint, ditetapkan
masuk pukul 08.30 dan pulang kantor pukul 17.00 untuk mencegah
pegawai melakukan korupsi waktu.
2. Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja
Pegawai (SKP) dan dievaluasi setiap tahunnya agar setiap pegawai
mempunyai tugas pokok dan fungsi yang jelas, dapat diukur dan
dipertanggungjawabkan kinerjanya.
3. Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan
efektif, ramah dan santun, diwujudkan dalam pelayanan prima.
4. Penandatanganan pakta integritas bagi setiap pelatihan pejabat di
kementerian kesehatan. Hal ini untuk mewujudkan Wilayah Bebas
Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM).
5. Terlaksananya Strategi Komunikasi Pendidikan dan Budaya
Antikorupsi melalui sosialisasi dan kampanye antikorupsi di
lingkungan internal/seluruh Satuan Kerja Kementerian Kesehatan.
6. Sosialisasi tentang larangan melakukan gratifikasi, sesuai dengan
pasal 12b Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999, menyatakan “Setiap
gratifikasi kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan kewajiban atau tugasnya”.
7. Pemberlakuan Sistem Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara
Elektronik (LPSE).

6
8. Layanan Publik Teknologi Informasi seperti seleksi pendaftaran
pegawai melalui online dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT).
9. Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan
didukung dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
03.01/Menkes/066/I/2010, tanggal 13 Januari 2010.
10. Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat
Keputusan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor
01.TPS.17.04.215.10.3445, tanggal 30 Juli 2010.
11. “Tanpa Korupsi”, “Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk
Sehat”, “Hari Gini Masih Terima Suap?”, dll.

C. Faktor Sukses Penting yang Perlu Diperhatikan Dalam Reformasi


Birokrasi
Agar reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik dan
menunjukkan cepatnya keberhasilan, faktor sukses penting yang perlu
diperhatikan dalam reformasi birokrasi adalah :
1. Faktor komitmen pimpinan; karena masih kentalnya budaya
paternalistik dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
2. Faktor kemauan diri sendiri; diperlukan kemauan dan keikhlasan
penyelenggara pemerintah (birokrasi) untuk mereformasi diri
sendiri.
3. Kesepahaman; ada persamaan persepsi terhadap pelaksanaan
reformasi birokrasi terutama dari birokrat sendiri, sehingga tidak
terjadi perbedaan pendapat yang menghambat reformasi.
4. Konsisten; reformasi birokrasi harus dilaksanakan berkelanjutan
dan konsisten, sehingga perlu ketaatan perencanaan dan
pelaksanaan

7
D. Rumusan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Visi dan Misi Stranas PPK harus bisa diturunkan ke dalam level
implementasi. Untuk itulah dibutuhkan strategi. Kini, enam strategi
nasional telah dirumuskan, perbaikan pada setiap strategi diyakini akan
berpengaruh terhadap membaiknya stranas PPK tersebut. Yaitu sebagai
berikut :
1. Strategi Pencegahan
Berbagai upaya pencegahan sebenarnya telah dilakukan,
antara lain dengan meningkatkan mutu layanan perizinan, seperti
yang dicontohkan beberapa daerah melalui pembentukan one stop
service (layanan satu atap). Namun, dalam implementasinya,
persepsi masyarakat masih mencerminkan adanya kelemahan,
terutama menyangkut regulasi perizinan di daerah yang
meninggalkan sekian celah bagi korupsi. Hal lain yang memiliki
banyak pekerjaan rumah adalah terkait dengan proses pengadaan
barang dan jasa yang kerap dinilai menjadi ranah basah bagi
terjadinya praktik korupsi. Berbagai upaya terobosan harus
dilakukan untuk meminimalisasi ruang-ruang terjadinya korupsi
pada bidang-bidang tersebut.
2. Strategi penegakan hukum
Upaya penegakan hukum juga tidak terlepas dari perbaikan
peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih. Penegakan
hukum perlu didukung oleh kerangka regulasi yang memadai demi
menjamin proses penegakkan hukum bisa memenuhi rasa keadilan
masyarakat, tidak larinya tersangka koruptor, hingga
terselamatkannya aset negara yang dikorupsinya. Pengawasan
terhadap lembaga, aparatur, maupun unsur-unsur profesi yang
terkait penegakan hukum, juga perlu diperkuat masyarakat, baik
selaku pelapor, maupun saksi. Saksi inilah harus didukung oleh
perlindungan hukum keterjaminan mereka atas perlindungan yang
sepatutnya diterima. Melihat kondisi seperti itu, langkah-langkah

8
perbaikan dengan strategi yang mampu menjawab permasalahan
sangat dibutuhkan agar optimalisasi penegakan hukum dapat
dilakukan.
3. Strategi Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan merupakan faktor
pendukung yang tidak terpisahkan dari strategi maupun rencana
aksi PPK. Untuk itu, hadirnya perangkat peraturan anti korupsi
yang memadai, perlu dipastikan. Caranya adalah dengan
mengevaluasi, merevisi, atau melengkapi peraturan-peraturan yang
sudah ada. Peraturan yang dimaksud itu bukan semata yang terkait
tipikor, melainkan juga yang semangatnya adalah antikorupsi
dan/atau meminimalisasi peluang bagi terjadinya tipikor.
Sebagai konsistensi PPK, Pemerintah Indonesia telah
meratifikasi UNCAC 2003 melalui UU 7/2006. Itikad ini
mengandung arti, ketentuan-ketentuan dalam UNCAC harus dapat
diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia.
Beberapa ketentuan di dalamnya merupakan hal baru di Indonesia,
sehingga perlu diatur atau diakomodasi lebih-lanjut dalam
peraturan perundang-undangan terkait pemberantasan korupsi. Hal
ini diperlukan agar kriminalisasi perbuatan tindak pidana tertentu
kelak menjadi dasar hukum yang memadai dalam rangka
penegakan hukum. Hal-hal baru tersebut misalnya tentang
penyuapan pejabat publik asing dan pejabat organisasi
internasional publik, memperdagangkan pengaruh, memperkaya
secara tidak sah, atau korupsi di sektor swasta.
4. Strategi Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil
Tipikor
Khusus mengenai penyelamatan aset, baik di dalam
maupun luar negeri, diperlukan mekanisme pencegahan
pemindahan aset (transfer of assets) dan pengembaliannya dengan
memperhatikan ketentuan UNCAC. Dari awal proses hukumnya,

9
pemanfaatan intelijensi keuangan juga dirasa sangat penting
sehingga aset di dalam dan luar negeri dapat dirampas jika perlu.
Khususnya proses pengembalian aset hasil korupsi yang berada di
luar negeri dengan karakteristik hukum yang berbeda
mensyaratkan primanya pengetahuan teknis dan kapasitas aparat
penegak hukum yang didukung kerjasama penuh dari seluruh
lembaga terkait di dalam penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
dan proses pengadilan. Untuk pengembalian aset di dalam negeri,
kedisiplinan eksekusi putusan pengadilan perlu dijaga agar seluruh
ganti rugi dapat dipenuhi oleh terpidana tipikor.
5. Strategi Pendidikan dan Budaya Antikorupsi
Dalam budaya organisasi modern, sistem nilai tertentu yang
bersifat universal harus ditegakkan dalam organisasi, baik di
lingkungan pemerintahan maupun swasta. Salah satu kanal
utamanya adalah melalui pendidikan dan internalisasi budaya anti
korupsi di lingkungan Pemerintah, swasta, masyarakat, maupun
pemangku kepentingan lainnya. Jejaring pendidikan antikorupsi
dan perguruan tinggi atau pusat kajian antikorupsi juga perlu
dikembangkan seiring dengan perkuatan sanksi sosial. Gerakan
sosial anti korupsi perlu diintegrasikan dengan nilai-nilai anti
korupsi dalam sistem budaya lokal. Dengan demikian, selain
tercipta pemahaman terhadap perilaku-perilaku koruptif,
pembangunan karakter bangsa yang berintegritas dan anti korupsi
diharapkan juga akan memperkuat gerakan anti korupsi beserta
sanksi sosialnya.
6. Strategi Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan
Korupsi
Dengan telah meratifikasi UNCAC, Pemerintah Indonesia
terikat dalam melaksanakan ketentuan sekaligus melaporkan
capaian-capaiannya. Artinya, Indonesia sebagai Negara Peserta
negara yang telah menandatangani dan meratifikasi UNCAC—

10
wajib menyediakan dan memublikasikan informasi mengenai
apapun program yang telah, tengah, dan akan dilaksanakan, berikut
rencana dan praktiknya secara periodik dalam upaya
pemberantasan korupsi.
Mekanisme pelaporannya dapat dilakukan secara
berjenjang dengan perkuatan sistem pelaporan internal para pihak
terkait selaku pelaksana ketentuan UNCAC—dilaporkan dalam
Konferensi Negara-Negara Peserta (Conference of the States
Parties, CoSP). Selain itu, informasi mengenai upaya-upaya PPK
secara luas juga diperlukan oleh masyarakat luas yang kian hari
perhatiannya kian tinggi terhadap PPK. Saat ini, belum banyak
informasi yang dipublikasikan dan digunakan untuk mendukung
partisipasi masyarakat dalam PPK. Agar kelancaran proses
internalisasi dan pengaliran laporannya tetap berjalan, perlu
dipastikan dengan menunjuk penanggung jawab (Pj) bidang
pelaporan. Pj tersebut berkewajiban untuk: 1. memastikan para
pihak secara rutin melaporkan kegiatan terkait pelaksanaan
ketentuan UNCAC, 2. mengonsolidasikannya ke dalam laporan
pelaksanaan PPK dan ketentuan UNCAC, serta 3.
memublikasikannya ke berbagai media, termasuk webportal PPK,
guna mempermudah pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan
dan pengukuran kinerja PPK nasional.

E. Tujuan Pengawasan dan Prinsip-Prinsip Dalam Pelaksanaan Pengawasan


Pengawasan sebagai komponen dalam proses manajemen memiliki
peran penting dalam proses pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan.
Proses ini dilaksanakan ketika suatu program sedang dilaksanakan sampai
dengan kegiatan tersebut selesai dilaksanakan. Istilah pengawasan ini
didalamnya mengandung beberapa aktifitas, diantaranya adalah inspeksi,
control dan evaluasi. Berdasarkan dari paparan tersebut, maka sebenarnya

11
ketika membahas tentang pengawasan, maka secara otomatis aktifitas
control juga dilakukan. Oleh karena itu dalam pembahasan ini hanya akan
dibahas pada masalah pengawasan sebagai fungsi manajemen.
Pengawasan pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dalam usaha
mengendalikan, menilai dan mengembangkan kegiatan organisasi agar
sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan dari paparan tersebut diatas tentunya dapat
disimpulkan bahwa pengawasan mengandung komponen; suatu aktifitas
yang dilakukan dengan melihat-mengecek-menilai-mengoreksi-
mencocokkan kegiatan yang dilaksanakan dengan perencanaan yang sudah
ditetapkan dan melakukan perbaikan apabila pekerjaan yang dilakukan
tidak sesuai dengan rencana. Dengan demikian yang menjadi obyek dari
kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat
dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran
dan korupsi, untuk kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan.
1. Tujuan Pengawasan
Pada dasarnya tujuan pengawasan secara tidak langsung
dapat dicermati dari batasan pengertian pengawasan tersebut, yakni
suatu upaya melakukan perbaikan-perbaikan terhadap pelaksanaan
pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
guna mencapai tujuan yang diinginkan. Namun secara rinci tentang
tujuan dari kegiatan pengawasan dalam sebuah manajemen adalah
agar :
a. Pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan, prosedur dan
perintah yang telah ditetapkan
b. Hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang ditetapkan
c. Sarana yang ada dapat didayagunakan secara efektif dan
efisien
d. Diketahui kelemahan dan kesulitan organisasi untuk dicari
jalan perbaikannya.

12
Berdasarkan maksud tujuan dari dilaksanakannya
pengawasan tersebut diharapkan dapat mencapai target tentang
adanya kepastian terhadap kualitas dan kuantitas pekerjaan,
meminimalisir pemborosan bahan, tenaga, biaya dan pikiran
sehingga dapat diketahui perkembangan dari tiap-tiap taraf dan
langkah-langkah kegiatan serta dapat diketahui pula ada atau
tidaknya perubahan dan perlu atau tidaknya perbaikan, penyesuaian
rencana, bimbingan, pengarahan dan system yang diterapkan.
2. Prinsip Pengawasan
Prinsip pengawasan dalam sebuah organisasi terhadap suatu
pekerjaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan sebenarnya
adalah dalam rangka untuk melakukan perbaikan-perbaikan demi
tercapainya suatu tujuan. Masalah yang dihadapi dalam
melaksanakan pengawasan dalam suatu organisasi adalah
bagaimana mengubah pola pikir yang bersifat otokratif dan
korektif menjadi konstruktif dan kreatif. Suatu sikap yang
menciptakan situasi dan relasi dimana para pekerja merasa aman
dan merasa diterima sebagai subyek yang dapat berkembang
sendiri. Prinsip yang harus mendasari dalam memberikan
pengawasan antara lain adalah;
a. Prinsip organisasional, artinya pengawasan harus
dilaksanakan dalam kerangka struktur organisasi yang
melingkupinya.
b. Prinsip perbaikan, artinya pengawasan berusaha
mengetahui kelemahan atau kekurangan dan kemudian
dicarikan jalan pemecahanya.
c. Prinsip komunikasi, artinya pengawasan dilakukan untuk
membina system kerjasama antara atasan dan bawahan,
membangun hubungan baik dalam proses pelaksanaan
pengelolaan organisasi.

13
d. Prinsip pencegahan, artinya bahwa pengawasan dilakukan
untuk menghindari adanya kesalahan dalam mengelola
komponen-komponen organisasi.
e. Prinsip pengendalian, artinya pengawasan dilakukan agar
semua proses manajemen berada pada rel yang telah
digariskan sebelumnya.
f. Obyektifitas, yakni pengawasan dilakukan berdasarkan data
nyata di lapangan tamnpa menggunakan penilaian dan
tafsiran subyektif dari pengawas.
g. Prinsip kontinuitas, artinya dilakukan secara terus menerus,
baik selama berlangsungnyab proses maupun setelah
pelaksanaan kerja.

F. Penilaian Satuan Kerja Berpredikat WBK dan WBBM


Pemerintah   telah   menerbitkan Peraturan   Presiden   Nomor  
81   Tahun   2010   tentang   Grand   Design Reformasi   Birokrasi   yang  
mengatur   tentang   pelaksanaan   program reformasi  birokrasi. 
Peraturan  tersebut  menargetkan  tercapainya  tiga sasaran  hasil  utama  
yaitu  peningkatan  kapasitas  dan  akuntabilitas organisasi,  pemerintah 
yang  bersih  dan  bebas  KKN,  serta  peningkatan pelayanan  publik.
Dalam  rangka  mengakselerasi  pencapaian  sasaran hasil tersebut, maka
berdasarkan Peraturan Menteri PAN dan RB No. 52 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari
Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan
Instansi Pemerintah, Badan POM  membangun  unit kerja/satuan kerja
sebagai pilot project yang memperoleh predikat Menuju WBK/Menuju
WBBM yang dapat menjadi percontohan penerapan pada unit kerja/satuan
kerja lainnya.
Predikat Menuju WBK adalah predikat yang  diberikan  kepada 
suatu  unit  kerja  yang  memenuhi  sebagian besar manajemen perubahan,
penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen     SDM,     penguatan    

14
pengawasan,     dan     penguatan  akuntabilitas kinerja,
sedangkan Predikat Menuju WBBM adalah predikat   yang   diberikan  
kepada   suatu   unit   kerja/satuan kerja yang sebelumnya telah mendapat
predikat Menuju WBK dan memenuhi    sebagian    besar    manajemen   
perubahan,    penataan tatalaksana,     penataan     sistem     manajemen    
SDM,     penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan
penguatan kualitas pelayanan publik.
Pemilihan unit   kerja/satuan kerja   yang   diusulkan mendapat
predikat Menuju WBK/Menuju WBBM memperhatikan  beberapa  syarat 
yang  telah ditetapkan, diantaranya:
1. Setingkat eselon I sampai dengan eselon III;
2. Dianggap sebagai unit yang penting/strategis dalam  melakukan 
pelayanan  publik;
3. Mengelola  sumber  daya  yang cukup besar; serta
4. Memiliki tingkat keberhasilan reformasi birokrasi yang cukup
tinggi di unit kerja/satuan kerja tersebut.
Proses pemilihan unit kerja/satuan kerja dilakukan  oleh Tim Kerja
Pembangunan Zona Integritas di lingkungan Badan POM yang telah
dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM No.
HK.04.1.6.09.15.4280 Tahun 2015 untuk melakukan identifikasi  
terhadap   unit   kerja/satuan kerja   yang   berpotensi   sebagai   unit  
kerja/satuan kerja berpredikat   Menuju   WBK/Menuju WBBM   oleh  
Kepala Badan POM.   Setelah melakukan  identifikasi,  Tim Kerja
Pembangunan Zona Integritas  mengusulkan  unit  kerja/satuan kerja
kepada  Kepala Badan POM  untuk  ditetapkan  sebagai  calon  unit 
kerja/satuan kerja berpredikat Zona Integritas Menuju WBK/Menuju
WBBM. Selanjutnya Tim Penilai Internal melakukan penilaian mandiri
terhadap unit kerja/satuan kerja yang diusulkan untuk mendapat predikat
Menuju WBK/Menuju WBBM. Apabila  hasil  penilaian  mandiri 
mendapat  predikat Menuju WBK/Menuju WBBM  maka  unit
kerja/satuan kerja  tersebut  diusulkan  ke  Kementerian  PAN dan RB

15
untuk dilakukan review. Apabila hasil review unit kerja/satuan kerja
tersebut memenuhi syarat Menuju WBK/Menuju WBBM, maka
Kementerian  PAN dan RB  akan  memberikan  rekomendasi  kepada 
Badan POM agar unit kerja/satuan kerja tersebut ditetapkan sebagai unit
kerja/satuan kerja berpredikat Menuju WBK/Menuju WBBM. Apabila  
hasil   review   menyatakan   bahwa   nilai   unit   kerja/satuan kerja   tidak
memenuhi  nilai  minimal  WBK/WBBM,  maka  Kementerian  PAN dan
RB merekomendasikan kepada Badan POM agar unit kerja/satuan kerja
tersebut dibina kembali.
Unit kerja/satuan kerja yang diusulkan memenuhi syarat oleh
Kementerian PAN dan RB, akan ditetapkan sebagai unit kerja/satuan kerja
berpredikat Menuju WBK dalam Keputusan Kepala Badan POM,
sedangkan penetapan unit kerja/satuan kerja berpredikat Menuju WBBM
dituangkan dalam Keputusan Menteri PAN dan RB.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Good and Clean Governance/ Pemerintahan yang bersih adalah
pemerintahan yang efektif, efesien, transparan, jujur, dan
bertnggung jawab. Good and Clean Governance dalam Islam dalam
system pemerintahan islam, Imam (Khalifah) harus mempunyai kawajiban
menyejahetrakan rakyatnya dengan segala cara yang di atur oleh syariat,
salah satunya adalah dengan memberikan subsidi atau pemberian yang
meringankan beban hidup rakyat, subsidi secara umum terbagi dua
macam.
Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan
kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efisiensi, dan
akuntabilitas. Dengan demikian, reformasi birokrasi berarti: mewujudkan
pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan profesional, bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Program kementerian kesehatan dalam upaya pencegahan
korupsi Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi
Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK),
diimplementasikan ke dalam 6 (enam) strategi nasional yang telah
dirumuskan, yakni:
1. Melaksanakan upaya upaya pencegahan;
2. Melaksanakan langkah langkah strategis dibidang penegakan
hukum;
3. Melaksanakan upaya upaya harmonisasi penyusunan peraturan
perundangundangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor
terkait lainnya;
4. Melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset
hasil Tipikor;
5. Meningkatkan upaya pendidikan dan bidaya antikorupsi;

17
6. Meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan
pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi.

B. Saran
1. Diharapkan kepada Pemerintah untuk memperhatinkan
pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
2. Untuk Peningkatan pelayanan, pemerintah  harus memberikan
pelayanan yang merata di berbagai aspek.
3. Masyarakat bukan hanya sebagai pihak yang dilayani tetapi juga
pengawas pelayanan maka pemerintah haruslah memperbaiki
system pelayanan hal ini di karenakan takutnya ketidak
percayaan masyarakat kepada pemerintah yang menjalankan
pelayanan.
4. Diharapkan juga kepada masyarakat agar lebih berpartisipatif
dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-prinsip good
governance, pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta
pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.
5. Mengupayakan penataan perundang-undangan, dengan
menyelesaikan rancangan undang-undang yang telah ada, Agar
reformasi birokrasi guna mencegah buruknya birokrasi dapat
berjalan dengan baik dengan adanya legalitas secara hukum
dalam pelaksanaannya.

18

Anda mungkin juga menyukai