OLEH:
KELOMPOK 2
1. Ni Made Mita Lestari (203213206)
2. Dewa Ayu Putu Seri Yunita Dewi (203213208)
3. Ida Ayu kade Intan Cahyani (203213211)
4. Putu Diah Lestari (203213227)
5. Ni Made Udiyani Lestari (203213234)
6. I Putu Agus Artawan (203213235)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga laporan ini
dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah “Keperawatan
Medikal Bedah III” dengan judul “Makalah Diagnostik dan Terapi Myasthenia Gravis”. Tidak
lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan penulis, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2
A. Definisi Myasthenia Gravis.................................................................................................2
B. Etiologi Mysthenia Gravis...................................................................................................2
C. Tanda Dan Gejala................................................................................................................2
D. Klasifikasi Mysthenia Gravis...............................................................................................3
E. Diagnosis Mysthenia Gravis................................................................................................4
F. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................4
G. Penatalaksanaan Mysthenia Gravis......................................................................................5
H. Komplikasi...........................................................................................................................7
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................8
A. Kesimpulan..........................................................................................................................8
B. Saran....................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-
otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali
lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang.
Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah
komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan,
bicaracadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih
sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki
lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65%
orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan
sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma
adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki
antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang
berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang
ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.
Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot
tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu
dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu,
kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan
rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa
berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi
sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang,
otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Defisini dari Myasthenia Gravis?
2. Apa Etiologi dari Mysthenia Gravis?
3. Apa saja Tanda dan Gejala Mysthenia Gravis?
4. Apa saja Klasifikasi Mysthenia Gravis?
5. Apa saja Diagnosis Mysthenia Gravis?
6. Apa saja Pemeriksaan Penunjang Mysthenia Gravis?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Mysthenia Gravis?
8. Apa saja Komplikasi Mysthenia Gravis?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang
Myasthenia Gravis
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2. Wajah tanpa ekspresi
3. Kelemahan secara umum, khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan, tangan dan atau
tungkai. Kelemahan meningkat pada saat pergerakan.
4. Kesulitan dalam menyangkut lengan diatas kepala atau meluruskan jari.
5. Kesulitan mengunyah
6. Kelemahan, nada tinggi, suara lembut
7. Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata
8. Kelumpuhan okular
9. Diplopia
10. Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit; namun berjalan dengan jari kaki
11. Kekuatan makin menurun sesuai dengan perkembangan
12. Inkontinensia stress
13. Kelemahan pada sphincter anal
14. Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot aksesori.
3
3. Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan sederhana
menjadi:
a. Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular
b. Golongan II A = Myasthenia Gravis umum ringan Golongan II B = Myasthenia
Gravis umum berat
c. Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot
pernafasan
d. Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti ada beberapa cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Anti-Asetilkolin Reseptor Antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia
gravis, dimana terdapat hasil yang positif pada 74% pasien, 80% dari penderita
miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni
4
menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien
thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR
antibody.
b. Antistriated Muscle (Anti-SM) Antibody
Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini
menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam
usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40
tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.
c. Anti-Muscle-Specific Kinase (Musk) Antibodies
Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab
negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-
MuSK Ab.
d. Antistriational Antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya
antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung
penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan
ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan
miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu
kecurigaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia
gravis.
2. Imaging
a. Chest x-ray (foto roentgen thorak), dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan
lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada
bagian anterior mediastinum.
b. Chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis,
terutama pada penderita dengan usia tua.
c. MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI
dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.
3. Pendekatan Elektrodiagnostika
a. Repetitive Nerve Stimulation (RNS), pada penderita miastenia gravis terdapat
penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak terdapat adanya
suatu potensial aksi.
b. Single-fiber Electromyography (SFEMG), menggunakan jarum single-fiber, yang
memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. SFEMG dapat
mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih
serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah
potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam).
SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa
peningkatan jitter dan fiber density yang normal.
5
a. Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan menjaga
kondisi untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasien-pasien miastenia gravis ini
terjadi pada saat mereka dalam kondisi yang lelah dan tegang.
b. Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan. Karena hal ini
dapat memperburuk kelemahan otot yang diderita oleh individu.
c. Istirahat yang cukup
d. Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan kacamata khusus yang
dilengkapi dengan pengait kelopak mata.
2. Terapi Farmakologi
a. Piridostigmin bromide
Dosis yang dianjurkan 1 mg/kg setiap 4-6 jam. Terapi ini termasuk lini pertama.
Efeknya cepat dalam 15–30 menit. Efek samping muskarinik meliputi kram, diare,
salivasi, lakrimasi, dan bradikardia.
b. Kortikosteroid
Dimulai dari dosis 20 mg 4 kali sehari ditingkatkan 10 mg tiap 3-5 hari. Indikasi
terapi ini pada kasus berat yang tidak responsif dengan piridostigmin. Remisi atau
perbaikan terjadi pada 65–75% pasien. Efek samping yang dapat timbul, yaitu
dispepsia, ulkus gaster, hipertensi, intoleransi glukosa, katarak, retensi air, dan
peningkatan berat badan.
c. Timektomi
Diindikasikan pada miastenia gravis generalisata, usia pubertas hingga 60 tahun.
Sangat menguntungkan bagi pasien yang memiliki timoma, banyak yang remisi
setelah pembedahan. Komplikasi tindakan harus dipahami dengan baik.
d. Azathioprine
Dosis awal 50 mg per hari, dosis terapeutik 2–3 mg/kg/hari. Terapi ini diberikan
bila terdapat kontraindikasi pemberian kortikosteroid, tidak efektif atau toleransinya
buruk. Efek samping adalah demam, mual, nyeri abdominal, leukopenia,
hepatotoksisitas, peningkatan risiko keganasan bila di gunakan jangka panjang, dan
teratogenik. Efek perbaikan klinis sangat lama, yaitu 2–6 bulan.
e. Plasmaferesis
Dosis plasmaferesis, yaitu 55 ml/kg/hari selama 5 hari. Biasanya perbaikan terjadi
setelah pemberian ke-3 dan menetap hingga 2–4 minggu. Terapi ini diindikasikan
untuk pre-timektomi, krisis miastenik, kelemahan yang cepat, dan progresivitas
gejala.
f. Siklosporin
Dosis siklosporin 3–5 mg/kg/hari diberikan 2 kali sehari. Onset terapi lebih cepat
dibandingkan azathioprine. Terapi ini lebih dipilih bila pasien refrakter dengan terapi
lain. Efek samping yang dapat timbul yaitu disfungsi renal, hipertensi, nyeri kepala,
hirsutisme, ensefalopati, dan kejang.
g. Imunoglobulin Intravena
Dosis yang dianjurkan yaitu 400 mg/kg/hari selama 5 hari atau 1 gram/kg/hari
selama 2 hari. Terapi ini dipilih bila plasmaferesis tidak dapat dikerjakan. Terapi ini
memberikan perbaikan klinis cepat, biasanya ditoleransi baik dan tanpa komplikasi.
6
Kerugian terapi ini dibandingkan plasmaferesis, yaitu perbaikan klinis lebih lambat,
nyeri kepala.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien miastenia gravis antara lain:
1. Bisa timbul krisis miastenik atau krisis cholinergic akibat terapi yang tidak diawasi
2. Pneumonia
3. Bullous death
4. Disfagia
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah penyakit yang menyerang hubungan antara sistem saraf (nervus)
dan sistem otot (muskulus). Penyakit miastenis gravis ditandai dengan kelemahan dan
kelelahan pada beberapa atau seluruh otot, di mana kelemahan tersebut diperburuk dengan
aktivitas terus menerus atau aktivitas yang dilakukan berulang-ulang. Miastenia gravis adalah
penyakit autoimun yang menyerang neuromuskular juction ditandai oleh suatu kelemahan
otot dan cepat lelah akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AchR) sehingga
jumlah AchR di neuromuskular juction berkurang. Pada umur 20-30 tahun Miastenia gravis
lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 60 tahun lebih banyak pada pria
(perbandingan ratio wanita dan pria adalah 3:2). Diagnosis Miastenia gravis dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang khas, tes antikolinesterase, EMG,
serologi untuk antibodi AchR dan CTScan atau MRI toraks untuk melihat adanya timoma.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat bersifat membangun bagi pembaca pada
umumnya. Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
dan penulis mengharapkan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
8
DAFTAR
PUSTAKA
Amalia, Rizki Nur. 2016. Gagal Nafas Pada Penderita Miastenia Gravis. Surabaya: FK Unair
Harkitasari, S. 2015. Diagnosis dan Terapi Miastenia Gravis Pada Anak. Bali: FK Universitas
Udayana
Rosyid, F. N. 2010. Health Sciene Myasthenia Gravis, And Management. Surabaya:
University Muhammadiyah Surabaya.
Ngoerah, I. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University Press: Surabaya