Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

“ASKEP KEGAWATAN MIASTENIA GRAVIS”

Disusun Oleh:
Anggi Try Hutami P07220219078

Inahanik Puspita Aisyahrani P07220219094

Said Ahmad Farid Rahman P07220219117

Dosen :
Ns. Arsyawina S.ST., M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Askep Kegawatan Miastenia Gravis” ini tepat pada
waktunya.
Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan, begitu juga halnya
dengan kami. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Kamipun menerima dengan lapang dada kritikan
maupun saran yang sifatnya membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki diri.
Walaupun dengan demikian, kami berharap dengan disusunya makalah ini dapat
memberikan sedikit gambaran mengenai “Askep Kegawatan Miastenia Gravis”. Terimakasih
Wassalamu'alaikum Wr.Wb

Samarinda, 30 Januari 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................. 2
1.3. Tujuan Masalah ..................................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Definisi .................................................................................................................................. 3
2.2 Etiologi ................................................................................................................................. 3
2.3 Patofisiologi .......................................................................................................................... 4
2.4 Manifestasi klinis .................................................................................................................. 5
2.5 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................................... 6
2.6 Komplikasi ............................................................................................................................ 7
2.7 Penatalaksanaan Medis ......................................................................................................... 7
2.8 Pengkajian Primary & Secondary Survey ........................................................................... 13
BAB III .................................................................................................................................... 42
PENUTUP................................................................................................................................ 42
3.1. Kesimpulan ......................................................................................................................... 42
3.2. Saran ................................................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 43

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Myasthenia gravis merupakan gangguan autoimun yang mempengaruhi
neuromuscular junction pada otot rangka, berupa berkurangnya transmisi impuls
listrik menuju neuromuscular junction akibat adanya formasi autoantibodi terhadap
protein spesifik pada membran post-sinapstik yang menyebabkan kelemahan otot.
Karakteristik berupa kelemahan otot saat beraktivitas dan kembali membaik setelah
istirahat (Suresh & Asuncion, 2021). Dua pertiga penderita myasthenia gravis
menunjukkan gejala kelemahan otot extraocular, yang berkembang hingga
melibatkan otot bulbar dan anggota gerak (Trouth, et al, 2012).
Penyakit ini cukup langka terjadi, dengan jumlah insiden 4,1 hingga 30 kasus
tiap satu juta orang pertahunnnya di Eropa (Dresser, Wlodarski, Rezania, & Slovien,
2021). Sedangkan, prevalensi myasthenia gravis di Amerika mencapai 20 kasus per
100.000 populasi penduduknya (Suresh & Asuncion, 2021). Penyakit ini cenderung
lebih sering terjadi pada perempuan daripada lakilaki (Melzer, 2016). Studi lain
menunjukkan, penderita myasthenia gravis pada perempuan mayoritas berusia
dibawah 40 tahun sedangkan laki-laki berusia diatas 50 tahun (Trouth, et al, 2012).
Perkembangan gejala yang dirasakan umumnya dimulai dari kelemahan otot
extraocular yang menyebabkan ptosis, diplopia dan terkadang pandangan kabur.
Selain itu, juga menyebabkan kelemahan otot bulbar sehingga akan menimbulkan
disfagia dan disatria. Kelemahan lainnya berupa kelemahan otot leher dan ektremitas
(Trouth, et al, 2012).
Berdasarkan gejala yang timbul, myasthenia gravis secara klinis
diklasifikasikan dalam 5 kelas oleh Myasthenia Gravis Foundation of America
(MGFA) yaitu Kelas I, adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat
menutup mata, dan kekuatan otot-otot lain normal. Kelas II, adanya kelemahan
ringan pada otot-otot lain selain otot okular, otot okular mengalami kelehaman dalam
berbagai derajat. Kelas III, adanya kelemahan tingkat sedang pada otot-otot lain
selain otot okular, otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat. Kelas
IV, adanya kelemahan dalam derajat yang berat pada otot-otot selain otot okular,
sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat. Kelas V,
pada kelas ini penderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik (Suresh &

1
2

Asuncion, 2021).
Myasthenia gravis dapat menyebabkan beberapa komplikasi termasuk crisis
myasthenia yang mengakibatkan acute repiratory paralysis sehingga membutuhkan
perawatan intensif. Selain itu, komplikasi lainnya berupa infeksi oportunistik akibat
lamanya masa rawatan. Oleh karena itu, penanganan cepat dan segera perlu diberikan
dalam memenuhi kebutuhan oksigen, yang mana pada kasus crisis myasthenia perlu
segera dilakukan intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik. Serta, diikuti dengan
manajemen penanganan myasthenia gravis yang sesuai, seperti perawatan
simptomatik, imunosuppresif, plasmapheresis ataupun timektomi. Penulisan studi
kasus ini bertujuan untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada myasthenia gravis
di intensive care unit.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep miastenia gravis?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan miastenia gravis?

1.3. Tujuan Masalah


1. Mengetahui pengertian miastenia gravis
2. Mengetahui etiologi miastenia gravis
3. Mengetahui patofisiologi miastenia gravis
4. Mengetahui tanda dan gejala miastenia gravis
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis
6. Mengetahui komplikasi miastenia gravis
7. Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis
8. Mengetahui konsep askep miastenia gravis
9. Mengetahui algoritma penanganan miastenia gravis
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Myastenia gravis merupakan penyakit dengan kelemahan otot yang parah


dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi
kelelahan otot-otot volunteer dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-
20 kali lebih lama dari normal), (Yudistira Erlan, 2014)

Myastenia gravis merupakan gangguan yang memengaruhi transmisi


neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesdaran
seseorang(Muttaqin Arif, 2012)

Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung- ujung saraf
motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah. Otot-otot pada
pergerakan berulang-ulang atau terus- menerus menjadi lelah dan ampuh. Miastenia
gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular, autoimun yang bisa menurunkan
jumlah dan aktifitas reseptor Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular
junction. Hipotesis yang dibuat oleh para sarjana untuk menerangkan peristiwa ini
ada beberapa buah. Asetilkolin yang diperlukan sebagai mediator kimiawi rangsang
dari saraf ke otot, kurang pembentukannya. Hipotesis lainnya mengatakan
pelepasan asetilkolin, terganggu. Yang banyak dianut ialah asetilkolin lekas terurai
oleh enzim kolinesterase. Pada permulaan penyakit, otot-otot yang lekas lelah ini
dapat pulih kembali sesudah istirahat. Otot-otot yang terserang biasanya otot-otot
kelopak mata, otot-otot penggerak mata, otot-otot untuk mengunyah dan menelan.
Otot-otot tubuh lainnya dapat pula dihinggapi penyakit ini.

2.2 Etiologi
Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada

neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada

ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan
4

penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson,

partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf

yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran

postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan

menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah

kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada MG tidak

diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau kelebihan

kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.

Sedangkan menurut Yudistira Erlan, (2014) penyakit ini diyakini karena:


a. Respon autoimun.
b. Pelepasan asetilkolin yang tidak efektif.
c. Respon serabut otot yang tidak adekuat terhadap asetilkolin.

2.3 Patofisiologi
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermeilin yang
berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini
mengirim keluar aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer.
Nervus yang bersangkutanbercabang berkali kali dan mampu merangsang 2000
serat otot rangka. Kombinasi saraf motorik dengan serabut otot yang dipersyarafi
disebut unit motorik. Walaupun masing masing neuron motorik mempersarafi
banyaj serabut otot, namun masing masingotot dipersarafi oleh neuron motorik
tunggal.
Dasar ketidaknormalan pada mastenia gravis adalah adanya kerusakan
pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau
hilangnya reseptor normal membrane postnaps sambungan neuromuscular.
Pada orang normal, jumlah sitelokiln yang dilepaskan sudah lebih dari
cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada myestenia gravis, konduksi
neuromukuler terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang, mungkin akibat
cedera autoimun. Antibodi terhadap protein reseptor asetilkolin ditemukan dalam
serum banyak penderita myestenia gravis. Pada klien myestenia gravis, secara
5

makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada atrofi, hal ini akibat otot yang
tidak dipakai. Secara mikroskopis, beberaakasusdapat ditemukan infiltrasi limfosit
dalam otot dan organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan
yang konsisten (Muttaqin Arif, 2012)

2.4 Manifestasi klinis


Miasthenia Gravis dapat terjadi secara berangsur atau mendadak. Tanda

dan gejala:

a. Pengatupan kelopak mata yang lemah, ptosis, dan diplopia akibat kerusakan

transmisi neuromuskuler pada nervus kranialis yang mempersarafi otot-

otot bola mata (mungkin menjadi satu-satunya gejala yang ada).

b. Kelemahan otot skeletal dan keluhan mudah lelah yangakan bertambah

ketika hari semakin siang, tetapi akan berkurang setelah pasien beristirahat

(pada stadium awal MG dapat terjadi keadaan mudah lelah pada otot-otot

tertentu tanpa ada gejala lain. Kemudian, keadaan ini bisa menjadi cukup

berat dan menyebabkan paralisis).

c. Kelemahan otot yang progresif dan kehilangan fungsi yang menyertai

menurut kelompok otot yang terkena; keadaan ini menjadi semakin parah

pada saat haid dan sesudah mengalamistress emosi, terkena cahaya matahari

dalam waktu lama, serta pada saat menderita demam atau infeksi.

d. Tampilan wajah yang kosong serta tanpa ekspresi dan nada vocal hidung,

yang semua terjadi sekunder karena kerusakan transmisi pada nervus

kranialis yang mempersarafi otot-otot wajah.

e. Regurgitasi cairan yang sering ke dalam hidung dan kesulitan mengunyah

serta menelan akibat terkenanya nervus kranialis

f. Kelopak mata yang jatuh akibat kelemahan otot-otot wajah dan


6

ekstraokuler.

g. Kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan volume tidal serta kapasitas

vital akibat kerusakan transmisi pada diafragma yang menimbulkan

kesulitan bernapas. Keadaan ini merupakan faktor predisposisi pneumonia

dan infeksi saluran napas lain pada pasien myasthenia gravis.

h. Kelemahan otot pernapasan (krisis miastenik) mungkin cukup berat

sehingga diperlukan penanganan kedaruratan jalan napas dan pemasangan

ventilator mekanis.

i. Kelemahan otot-otot leher dengan kepala yang miring ke belakang untuk

melihat (otot-otot leher terlalu lemah untuk menyangga kepala tanpa

gerakan menyentak). (Yudistira Erlan, 2014)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam
serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR- modulating antibodies,
antistriational antibodies). Tingginya kadar dari antibody dibawah ini
dapat mengindikasikan adanya MG.
b. Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG dapat
menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk
menggerakkan mata secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk
memeriksa kekuatan otot lengan dan tungkai, pasien diminta untuk
mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode.
Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
c. Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
d. Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim
acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi,
mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan
saraf tunggal. Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir aksi
7

dari enzim acetylcholinesterase.


e. Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot
dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah
menandakan adanya MG.(Yudistira Erlan, 2014)

2.6 Komplikasi
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi
bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini
dapat menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali
membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan selama krisis
berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi
makanan, dan pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk
riwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca
operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas
berlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.

2.7 Penatalaksanaan Medis


Myasthenia gravis merupakan gangguan neuromuskuler yang paling
dapat diatasi. Pemilihan metode terapi tergantung beberapa faktor seperti
umur, kesehatan secara umum, keparahan penyakit, dan derajat
perkembangan penyakit.
2.8.2. Farmakologi
2.7.2.1 Anticholinesterase seperti neostigmine (Prostigmin®) dan
pyridostigmine (Mestinon®) biasanya diresepkan. Obat ini
mencegah destruksi ACh dan meningkatkan akumulasi Ach
pada neuromuscular junctions, memperbaiki kemampuan
kontraksi otot. Efek samping termasuk liur berlebihan,
kontraksi otot involunter (fasciculation), nyeri abdomen, mual,
dan diare. Obat yang disebut kaolin dapat digunakan sebagai
anticholinesterase untuk mengurangi efek samping pada
gastrointestinal.
8

2.7.2.2 Corticosteroids (e.g., prednisone) menekan antibody yang


memblokir AChR pada neuromuscular junction dan dapat
digunakan bersamaan dengan anticholinesterase.
Kortikosteroid memperbaiki keadaan dalam beberapa minggu
dan jika pemulihan sudah stabil, dosis sebaiknya dikurangi
secara perlahan (tapering off) Dosis rendah dapat digunakan
tidak terbatas untuk mengatasi MG, namun, efek samping
seperti, ulkus gaster, osteoporosis, peningkatan berat badan,
gula darah meningkat, dan peningkatan resiko infeksi mungkin
muncul pada pemakaian jangka panjang
2.7.2.3 Immunosuppressants seperti azathioprine (Imuran®) dan
cyclophosphamide (Neosar®) dapat digunakan untuk
menangani MG umum jika pengobatan lain gagal
mengurangi gejala. Efek Samping dapat berat dan termasuk
penurunan sel darah putih, disfungsi liver, mual, muntah, dan rambut
gugur. Immunosuppressants tidak digunakan untuk menangani MG
congenital karena kondisi ini bukan terjadi disebabkan oleh
disfungsi sistem imun.
2.8.3. Pembedahan
2.7.2.1. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk
memodifikasi malfungsi pada sistem imun. Ini dapat
digunakan pada gejala yang memburuk (eksaserbasi) atau
persiapan operasi thymectomy. Biasanya, 2 hinga 3 liter
plasma dibuang dan digantipada setiap penangananm dimana
memerlukan beberapa jam. Kebanyak pasien menjalani
beberapa sesi selama metode plasmapheresis berjalan.
Plasmapheresis memperbaiki gejala MG dalam beberapa hari
dan perbaikan bertahan hingga 6-8 minggu. Resiko termasuk
tekanan darah rendah, pusing, penglihatan kabur, dan
pembentukan bekuan darah (thrombosis).
2.7.2.2. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar
thymus. Biasanya dilakukan pada pasien dengan tumor pada
9

thymus (thymoma) dan pasien yang lebih muda dari umur 55


tahun dengan MG menyeluruh. Manfaat thymectomy
berkembang secara perlahan dan kebanyakan perbaikan
terjadi selama bertahun-tahun setelah prosedur ini dilakukan.
Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan
fungsi pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta
mengeluarkan sirkulasi antibody.
10

MYASTHENIA GRAVIS

Myasthenia Gravis
(MG) adalah
Pasien dengan diagnosa MG penyakit autoimun
kronis dari transmisi
neuromuskular yang
menghasilkan
Tanda dan gejala: kelemahan otot ekstrem dan mudah kelemahan otot.
mengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah ak
tivitas dan berkurang setelah istirahat.

Pengkajian primary

Airway dan Breathing


Circulation

Kaji kepatenan jalan Pergerakan Evaluasi denyut nadi


nafas dinding dada distal, kekuatan dan irama
Buka jalan nafas Simetris atau tidak
Takikardia - stress
dengan jaw thrust Pola pernafasan
pernafasan – shock
atau head til chin lift Penggunaan otot
Adakah obstruksi bantu pernafasan Amati warna kulit, suhu
jalan nafas (cairan Adanya suara dan kondisi
atau darah) nafas tambahan
Kaji gurgling dan
stridor

Lakukan suction (5-10 Pemberian Oksigen Monitor saturasi


detik)

Lakukan intubasi
(Pemasangan ETT)

Pengkajian Sekunder

B1(breathing): dispnea,
Test Laboratorium (Tes darah)
resiko terjadi aspirasi dan Elektrodiagnostik
Wartenberg
gagal pernafasan akut, Computed Tomography
kelemahan otot diafragma. Uji Tensilon Scan (CT Scan) atau
B2(bleeding) : hipotensi / Uji Prostigmin
Magnetic Resonance
hipertensi .takikardi/ Uji Kinin
Imaging (MRI)
bradikardi Tes Pita Suara
Pulmory Function Test (Test
Fungsi Paru-Paru)
11

B3(brain): kelemahan
otot ekstraokular yang
menyebabkan palsi
okular, jatuhnya mata
atau dipoblia
B4(bladder):menurunka
n fungsi kandung kemih,

B5(bowel): kesulitan
mengunyah-menelan,
disfagia, dan peristaltik
usus turun,
hipersalivasi,
hipersekresi.

B6(bone): gangguan
aktifitas / mobilitas fisik,
kelemahan otot yang
berlebih.

Test wartenberg Tes Pita Suara, Uji Tensilon, Elektrodiagnostik,


Uji Prostigmin, Uji Kinin, Pulmory Function Test
Tes Laboratorium,
(Test Fungsi Paru-Paru)

Negatif
dd.krisis
Negatif kolinergik Negatif
Positif

Positif Positif
Lakukan MRI

pada otak Berikan


antikolinesterase Disfungsi
Tidak ada Disfungsi
bulbaryang parah
bulbar yang parah
12

Evaluasi untuk Gangguan Aspirasi


Berikan
antikolinesterase timektomi
pernapasan

Jika tidak membaik Evaluasi risiko pembedahan, Tidak Ya Tidak Ya


FVC

Intubasi di ICU
Hiperkapnia
Resiko Baik Resiko buruk
Observasi hemodinamik

Tidak Ya
Lakukan Stabil
timektomi
Bi PAP di ICU

Evaluasi status Tidak Ya


Observasi hemodinamik

Pertimbangkan
Berikan Stabil pemberian
PLEX/Ig IV
immunosupres

Tidak Ya
Medikasi
13

2.8 Pengkajian Primary & Secondary Survey


2.8.1. Primary survey
2.8.1.1. Airway
Terdapat sumbatan pada jalan nafas biasanya terdapat sekresi
mucus
2.8.1.2. Breathing
Apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk
efektif, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu
napas, Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan
akut dan peningkatan frekuensi pernafasan sering didapatkan
pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
dan stridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret
pada jalan napas dan penurunan kemampuan otot-otot
pernapasan
2.8.1.3. Circulation
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume output urine,ini berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
Pemeriksaan lainnya berhubungan dengan Menurunkan fungsi
kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
2.8.1.4. Dissability
Biasanya pada kondisi awal kesadaran klien masih baik.
2.8.2. Secondary survey
a. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis
kelamin,dan status.
b. Keluhan utama : kelemahan otot
c. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada
riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah
aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat
sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin
mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada
pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
14

d. Pemeriksaan Fisik :
1) B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal
pernafasan akut,kelemahan otot diafragma.
2) B2(bleeding): hipotensi /hipertensi .takikardi/bradikardi
3) B3(brain): kelemahan otot ekstraokular yangmenyebabkan
palsiokular,jatuhnya mata atau dipoblia
4) B4(bladder):menurunkan fungsi kandung kemih,
retensiurine, hilangnya sensasi saat berkemih
5) B5(bowel): kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan
peristaltikusus turun, hipersalivasi,hipersekresi
6) B6(bone): gangguan aktifitas / mobilitas fisik, kelemahan
otot yang berlebih.
2.8.3. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif ( D.0001)
b. Pola nafas tidak efektif ( D.0005)
c. Risiko aspirasi (D.0006)
d. Risiko cedera ( D.0136)
e. Keletihan ( D.0057)
f. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
g. Gangguan citra tubuh ( D.0083 )
h. Gangguan menelan ( D .0063 )
15
2.8.4. Intervensi keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif 1. Status pernapasan: kepatenan jalan 1. Manajemen Jalan Napas
Definisi: Ketidak mampuan membersihkan napas. • Monitor pola napas (frekuensi,
sekresi atau obstruksi dari saluran napas • Frekuensi pernafasan (5) tidak ada kedalaman, usaha napas)
untuk mempertahankan bersihan jalan deviasi dari kisaran normal. • Monitor bunyi napas tambahan (mis.
nafas. • Irama pernafasan (5) tidak ada deviasi gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
Batasan Karakteristik: dari kisaran normal. kering)
1. Batuk yang tidak efektif • Kedalaman inspirasi(5) tidak ada deviasi • Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Dispnea dari kisaran normal. • Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Gelisah • Kemampuan untuk mengeluarkan secret dengan head tilt dan chin lift (jaw thrust)
4. Kesulitan verbalisasi (5) tidak ada deviasi dari kisaran normal. jika curiga trauma servikal
5. Mata terbuka lebar • Suara nafas tambahan (5) tidak ada. • Posisikan semi fowler atau fowler
6. Ortopnea • Pernafasan cuping hidung (5) tidakada. • Berikan minum hangat
7. Penurunan bunyi nafas • Penggunaan otot bantu nafas (5)tidak • Lakukan fisioterapi dada
8. Perubahan frekuensi nafas ada. • Lakukan penghisapan lender kurang
9. Perubahan pola nafas • Batuk (5) tidak ada. dari15 detik
10. Sianosis • Lakukan hiperoksigenasi
11. Sputum dalam jumlah yang • sebelum penghisapan endotrakeal
berlebih • Keluarkan sumbatan benda padat
12. Suara napas tambahan
13. Tidak ada batuk
16
dengan forsep Mcgill
Faktor yang berhubungan
• Berikan oksigen
Lingkungan Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
1. Perokok jika tidak kontraindikasi
2. Perokok pasif Ajarkan teknik batuk efektif
3. Terpajan asap n. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
Obstruksi jalan nafas ekspektoran, mukolitik
1. Adanya jalan napas buatan 2. Latihan Batuk Efektif
2. Benda asing dalam jalan napas a. Identifikasi kemampuan batuk
3. Eksudat dalam alveoli b. Monitor adanya retensi sputum
4. Hyperplasia pada dinding c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
bronkus napas
5. Mucus berlebih d. Monitor input dan output cairan (mis.
6. Penyakit paru obstruktif kronis jumlah dan karakteristik)
7. Sekresi yang tertahan e. Atur posisi semi fowler atau fowler
8. Spasme jalan napas f. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
Fisiologi pasien
1. Asma g. Buang secret pada tempat sputum
2. Disfungsi neuromuscular h. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
17
i. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
3. Infeksi
selama 4 detik ditahan selama 2 detik
4. Jalan napas alergik
kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan)selama 8 detik
Anjurkan mengulangi tarik napasdalam
hingga 3 kali

k. Anjurkan batuk dengan kuat langsung


setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
l. pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
3. Terapi Oksigen
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor aliran oksigen secara periodic
dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
d. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis
oksimetri, analisa gas darah)
e. Monitor kemampuan melepaskan
18
oksigensaat makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala
toksikasioksigen dan atelektasis
h. Monitor tingkat kecemasan akibat
terapioksigen
i. Monitor integritas mukosa hidung
akibatpemasangan oksigen
Bersihkan secret pada mulut, hidung
dan
trakea, jika perlu
k. Pertahankan kepatenan jalan napas
l. Siapkan danaturperalatan
pemberianoksigen
m. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
n. Tetap berikanoksigen saat
pasienditransportasi
o. Gunakan perangkat oksigen yang
sesuaidengan tingkat mobilitas pasien
p. Ajarkan pasien dan keluarga
19

caramenggunakan oksigen di rumah


q. Kolaborasi penentuan dosis oksigen

Kolaborasi penggunaan oksigen


saataktivitas dan atau tidur
2 Pola nafas tidak efektif 2. Respirasi : Manajemen jalan nafas
Penyebab Setelah dilakukan tindakankeperawatan 1. Observasi
1) Hambatan Depresi pusat pernapasan Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
...x... jam, maka pola nafas tidak efektif usaha nafas)
2) upaya napas menigkat dengankriteria hasil : Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
3) Deformitas dinding dada
• Penggunaan otot bantu nafas Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi)
4) Deformitas tulang dada
menurun 2. Terapeutik
5) Gangguan neuromuscular
• Dispnea menurun
6) Gangguan neurologis • Posisikan semi fowler
• Pemanjangan fase ekspirasi
7) Penurunan energy • Berikan minuman hangat
menurun
8) Obesitas • Berikan oksigen
9) Posisi tubuh yang menghambat • Frekuensi nafas membaik 3. Edukasi
ekspansi paru • Kedalaman nafas membaik • Anjurkan asupan cairan 200
10) Sindrom hipoventilasi ml/hari,jika tidak kontraindikasi
11) Kerusakan inervasi diafragma • Ajarkan teknik batuk efektif
12) Cedera pada medulla spinalis 4. Kolaborasi
13) Efek agen farmakologis • Kolaborasi
14) Kecemasan pemberian bronkodilator,
Gejala dan tanda mayor ekspektoran, mukolitik, jika
Subjektif perlu
Dyspnea Pemantauan respirasi
1. Observasi
20

Objektif • Monitor frekuensi, irama,


1) Penggunaan otot bantu kedalaman, dan upaya nafas
pernafasan
2) Fase ekspirasi memanjang • Monitor pola nafas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
3) Pola nafas abnormal kussmaul,cheyne-stokes, ataksisk)
Gejala dan tanda minor • Monitor saturasi oksigen
Sujektif • Auskultasi bunyi nafas
Ortopnea • Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Objektif • Monitor nilai AGD
1) Pernafasan pursed lips
• Monitor hasil x-ray thoraks
2) Pernapasan cuping hidung
3) Diameter thoraks anterior 2. Terapeutik
posterior meningkat Atur interval pemantauan respirasi sesuai
4) Ventilasi semenit menurun kondisi pasien
5) Kapasitas vital menurun
6) Tekanan ekspirasi menurun • Dokumentasikan hasil pemantauan
7) Tekanan inspirasi menurun 3. Edukasi
8) Ekskursi dada berubah • Jelaskan tujuan dan
prosedurpemantauan
Kondisi klinis terkait Informasikan hasil pemantauan, jikaperlu
1) Depresi system saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thoraks
4) Gullian bare syndrome
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravis
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Intoksikasi alcohol
21

3 Risiko Aspirasi. Tingkat Aspirasi (L.01006) Manajemen Jalan Napas (I.01011)


Definisi Definisi
penyebab Kondisi masuknya partikel cair atau padat Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan
kedalam paru-paru jalan napas
Resiko mengalami masuknya sekresi
Ekspektasi Tindakan
gastrointestonal, sekresi orofaring, benda
Menurun Observasi
cair atau padat ke dalam saluran
Kriteria Hasil 1. Monitor pola napas (frekuensi,
trakeobronkhial akibat disfungsi mekanisme
Skor : Menurun 1, Cukup Menurun 2, kedalaman, usaha napas)
protektif saluran napas.
Sedang 3, Cukup Meningkat 4, Meningkat 5 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
FAKTOR RISIKO : 1. Tingkat kesadaran (. ...... ) gurgiling, mengi, wheezing, ronkhi
1. Penurunan tingkat kesadaran.
2. Kemampuan menelan (. ...... ) kering)
2. Penurunan refleks muntah dan / atau
3. Kebersihan mulut (. ...... ) 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
batuk.
Skor : Meningkat 1, Cukup Meningkat 2, aroma)
3. Ganggunan menelan.
Sedang 3, Cukup Menurun 4, Menurun 5 Terapeutik
4. Disfagia.
5. Kerusakan mobilitas fisik. 1. Dispnea (........) 1. Pertahanan kepatenan jalan napas
6. Peningkatan residu lambung. 2. Kelemeahan otot (........ ) dengan head-tift dan chin-lift (jaw-
7. Peningkatan tekanan intragastrik. 3. Akumulasi sekret (........) thrust jika curiga trauma servikal)
8. Penurunan motilitas gastrointestinal. 4. Wheezing (. ...... ) 2. Posisikan Semi-Fowler atau Fowler
9. Sfingter esofagus bawah inkompeten. 5. Batuk (. ...... ) 3. Berikan minuman hangat
6. Penggunaan otot aksesoris (. ...... ) 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
22

10. Perlambatan pengosongan lambung. 7. Sianosis (. ...... ) 5. Lakukan penghisapan lendir kurang

11. Terpasang selang nasogastrik. 8. Gelisah (. ...... ) dari 15 detik


12. Terpasang trakeostomi atau Skor : Memburuk 1, Cukup Memburuk 2, 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
endotracheal tube. Sedang 3, Cukup Membaik 4, Membaik 5 penghisapan endotrakeal
13. Trauma / pembedahan leher, mulut, dan 1. Frekuensi napas (. ...... ) 7. Keluarkan sumbatan benda padat
/ atau wajah. dengan proses McGill
14. Efek agen farmakologis. 8. Berikan Oksigen, Jika perlu
15. Ketidakmatangan koordinasi menghisap, Edukasi
menelan dan bernafas.
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, Jika tidak komtraindikasi
Kondisi Klinis Terkait :
1. Cedera Kepala. Ajarkan teknik batuk efektif

2. Stroke. Kolaborasi
3. Cedera medula sipinalis. 1. Kolaborasi pemberian
4. Guillain barre syndrome. bronkodilator, ekspektoran,
5. Penyakit Parkinson. mukolitik, Jika perlu
6. Keracunan obat dan alkohol.
7. Pembesaran uterus. Pencegahan Aspirasi (I.01018)
8. Miestenia gravis. Definisi
9. Fistula trakeoesofagus.
Mengidentifikasi dan mengurangi resiko
10. Strikura esofagus.
masuknya partikel makanan atau cairan ke
11. Sklrerosis multiple.
23

12. Labiopalatoskizis. dalam paru-paru

13. Atresia esofagus. Tindakan


14. Laringomalasia. Observasi
15. Prematureritas. 1. Monitor tingkat kesadaran batuk
muntah dan kemampuan menelan
2. Monitor status pernapasan
3. Monitor bunyi napas, terutama setelah
makan atau minum
4. Periksa residu gaster sebelum memberi
asupan oral
5. Periksa kepatenan selang nasogastrik
sebelum pemberian asupan oral
Terapeutik
1. Posisikan semi Fowler (30-45 derajat)
30 menit sebelum memberikan asupan
oral
2. Pertahankan posisi semi Fowler (30-40
derajat) pada pasien tidak sadar
3. Pertahankan kepatenan jalan napas
24

(mis. teknik head tilt chin lift, jaw


thrust, in line)
4. Pertahankan pengembangan balon
endotracheal tube (ETT)
5. Lakukan penghisapan jalan napas, jika
produksi sekret meningkat
6. Sediakan suction di ruangan
7. Hindari memberi makanan melalui
selang gastrointestinal, jika residu
banyak
8. Berikan makanan dengan ukuran kecil
atau lunak
9. Berikan obat oral dalam bentuk cair
Terapeutik
1. Anjurkan makan secara perlahan
2. Ajarkan strategi mencegah aspirasi
3. Ajarkan teknik mengunyah atau
menelan, jika perlu
4 D.0136. Risiko Cedera Tingkat Cedera (L.14136) Pencegahan Risiko Lingkungan (I.14545)
Kategori : Lingkungan Definisi Definisi
25

Subkategori : Keamanan dan Proteksi Keparahan dari cedera yang diamati atau Sebuah aktivitas untuk meminimalkan
Definisi dilaporkan risiko, mendeteksi terjadinya penyakit, dan
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan Ekspektasi cedera di populasi atau masyarakat yang
fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi Menurun memiliki Risiko dari lingkungan
sepenuhnya sehat atau dalam kondisibaik Kriteria Hasil Tindakan
Faktor Risiko Skor : Menurun 1, Cukup Menurun 2, Observasi
Eksternal Sedang 3, Cukup Meningkat 4, Meningkat 5 1. Identifikasi adanya risiko
1. Terpapar patogen 1. Toleransi aktivitas (. ...... ) lingkungan yang dapat merusak
2. Terpapar zat kimia toksik 2. Nafsu makan (. ...... ) atau membahayakan kesehatan
3. Terpapar agen nosokomial 3. Toleransi makanan (. ...... ) 2. Identifikasi pihak-pihak yang dapat
4. Ketidakamanan transportasi Skor : Meningkat 1, Cukup Meningkat 2, membantu masyarakat untuk
Internal Sedang 3, Cukup Menurun 4, Menurun 5 perlindungan dari bahaya
1. Ketidaknormalan profil darah 1. Kejadian cedera (. ...... ) lingkungan
2. Perubahan orientasi afektif 2. Luka/lecet (. ...... ) 3. Monitor insiden cedera terkait
3. Perubahan sensasi 3. Ketegangan otot (. ...... ) bahaya dari lingkungan
4. Disfungsi autoimun 4. Fraktur (. ...... ) Terapeutik
5. Disfungsi biokimia 5. Perdarahan (....... ) 1. Analisis tingkat risiko terkait
6. Hipoksia jaringan 6. Ekspresi wajah kesakitan (. ...... ) dengan lingkungan (mis.
7. Agitasi (. ...... ) perumahan, air, makanan, radiasi
8. Iritabilitas (. ...... )
26

7. Kegagalan mekanisme pertahanan 9. Gangguan mobilitas (. ...... ) dan kekerasan)


tubuh 10. Gangguan kognitif (........) 2. Bekerjasama dengan pihak-pihak
8. Malnutrisi Skor : Memburuk 1, Cukup Memburuk 2, terkait untuk meningkatkan
9. Perubahan fungsi psikomotor Sedang 3, Cukup Membaik 4, Membaik 5 keamanan lingkungan
10. Perubahan fungsi kognitif 1. Tekanan darah (. ...... ) 3. Lakukan advokasi bersama
2. Frekuensi napas (. ...... ) masyarakat untuk desainlingkungan
Kondisi Klinis Terkait 3. Frekuensi nadi (. ...... ) yang aman dan sistem
1. Kejang 4. Denyut jantung apikal (. ...... ) pengamanannya
2. Sinkop 5. Denyut jantung radialis (. ...... ) 4. Fasilitasi anggota masyarakat untuk
3. Vertigo 6. Pola istirahat/tidur (. ...... ) melakukan modifikasi lingkungan
4. Gangguan penglihatan yang aman
5. Gangguan pendengaran Edukasi
6. Penyakit Parkinson 1. Informasikan pada populasi yang
7. Hipotensi berisiko terkait bahaya yang
8. Kelainan nervus vestibularis mungkin diperoleh dari lingkungan
9. Retardasi mental sekitar
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan petugas
kesehatan terkait, jika perlu
5 D.0057 Keletihan. Tingkat Keletihan (L.05046) Manajemen Energi (I.05178)
27

Definisi : Definisi Definisi

Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental Kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak Mengidentifikasi dan mengelola
yang tidak pulih dengan istirahat. pulih dengan istirahat penggunaan energi untuk mengatasi atau
Ekspektasi mencegah kelelahan dan mengoptimalkan
1. Gangguan tidur
Menurun proses pemulihan
2. Gaya hidup monoton Kriteria Hasil Tindakan
3. Kondisi fisiologis (mis. penyakit Skor : Menurun 1, Cukup Menurun 2,
Sedang 3, Cukup Meningkat 4, Meningkat 5 Observasi
kronis, penyakit terminal, anemia.
1. Verbalisasi kepulihan energi (. ...... ) 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
malnutrisi, kehamilan) ‘ 2. Tenaga (. ...... ) yang mengakibatkan kelelahan
4. Program perawatan/pengobatan 3. Kemampuan melakukan aktivitas 2. Monitor kelelahan fisik dan
rutin (. ...... ) emosional
jangka panjang
4. Motivasi (. ...... ) 3. Monitor pola dan jam tidur
5. Peristiwa hidup negatif Skor : Meningkat 1, Cukup Meningkat 2, 4. Monitor lokasi dan
6. Stres—berlebihan Sedang 3, Cukup Menurun 4, Menurun 5 ketidaknyamanan selama
1. Verbalisasi lelah (. ...... ) melakukan aktivitas
7. Depresi
2. Lesu (. ...... ) Terapeutik
Gejala dan Tanda mayor 3. Gangguan konsentrasi (. ...... ) 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
Subjektif 4. Sakit kepala (. ...... ) rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
5. Sakit tenggorokan (. ...... ) kunjungan)
28

6. Mengi (. ...... ) 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif


1. Merasa energi tidak putih
7. Sianosis (. ...... ) dan atau aktif
walaupun telah tidur 8. Gelisah (. ...... ) 3. Berikan aktivitas distraksi yang
9. Frekuensi napas (. ...... ) menenangkan
2. Merasa kurang tidur
10. Perasaan bersalah (. ...... ) 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
3. Mengeluh lelah
Skor : Memburuk 1, Cukup Memburuk 2, jika tidak dapat berpindah atau

Objektif Sedang 3, Cukup Membaik 4, Membaik 5 berjalan


1. Selera makan (. ...... ) Edukasi
1. Tidak mampu mempertahankan
2. Pola napas (. ...... ) 1. Anjurkan tirah baring
aktivitas rutin 3. Libido (. ...... ) 2. Anjurkan melakukan aktivitas

2. Tampak lesu 4. Pola istirahat (. ...... ) secara bertahap


3. Anjurkan menghubungi perawatjika
Gejala dan Tanda Minor tanda dan gejala kelelahan tidak
Subjektif berkurang
1. Merasa bersalah akibat tidak 4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
mampu menjalankan tanggung
Kolaborasi
jawab Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara

2. libido menurun meningkatkan asupan makanan

Objektif
29

1. Kebutuhan istirahat meningkat

Kondisi Klinis Terkait

1. Anemia

2. Kanker

3. Hipotiroidisme/Hipertirodisme

4. AIDS

5. Depresi

6. Menopause

6 D.0083 Gangguan Citra Tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan


Promosi citra tubuh
selama…x…jam gangguan citra tubuh 1. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
Definisi : 2. Diskusikan perubahan tubuh
pasien teratasi dengan kriteria hasil :
danfungsinya
Perubahan presepsi tentang penampilan,
Citra tubuh 3. Diskusikan perbedaan penampilan fisik
struktur dan fungsi fisik individu terhadap harga diri
1. Verbalisasi perasaan negatif tentang 4. Jelaskan kepada keluarga tentang
Penyebab perubahan tubuh menurun perawatan dan perubahan citra tubuh
5. Latih peningkatan penampilan diri
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh 2. Fokus pada penampilan masa lalu 6. Latih pengungkapan kemampuan
30

(mis. amputasi, trauma, luka bakar, menurun diri kepada orang lain maupun
kelompok
3. Hubungan sosial membaik
obesitas, jerawat)
Harga diri
2. Perubahan fungsi tubuh (mis. 1. Penilaian diri positif meningkat
Perasaan malu menurun
proses penyaakit, kehamilan,

kelumpuhan)

3. Perubahan fungsi kognitif

4. Ketidaksesuain budaya, keyakinan

atau sistem nilai

5. Transisi perkembangan

6. Gangguan psikososial

7. Efek tindakan/pengobatan (mis.

pembedahan, kemoterapi, terapi

radiasi)

Gejala dan Tanda Mayor


31

Subjektif

1. Mengungkapkan kekacauan/kehilangan

bagian tubuh

Objektif
1. Kehilangan bagian tubuh
2. Fungsi/struktur tubuhberubah/hilang
Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Tidak mau mengungkapkan


kecacatan/kehilangan bagian tubuh
2. Mengungkapkan perasaan negatif
32

tentang perubahan tubuh

3. Mengungkapkan kekhawatiran

pada penolakan/reaksi orang lain

4. Mengungkapkan perubahan gaya

hidup

Objektif

1. Menyembunyikan/menunjukan

bagian tubuh secara berlebihan

2. Menghindari melihat dan/atau

menyentuh bagian tubuh

3. Fokus berlebihan perubahan tubuh

4. Respon nonverbal pada perubahan

dan presepsi tubuh

5. Fokus pada penampilan dan


33

kekuatan masa lalu

6. Hubungan sosial berubah

Kondisi Klinis Terkait

1. Mastektomi

2. Amputasi

3. Jerawat

4. Parut atau luka bakar yang terlihat

5. Obesitas

6. Hiperpigmentasi pada kehamilan

7. Gangguan psikiatrik

8. Program terapi neoplasma

9. Alopecia chemically induced

7 D.0063 Gangguan Menelan. Status Menelan (L.06052) Pemberian Makanan Enteral (I.03126)
Definisi Definisi
Definisi :
34

Fungsi menelan abnormal akibat defisit Jalan makanan dari mulut sampai abdomen Menyiapkan dan memberikan nutrisi

struktur atau fungsi oral, faring atau adekuat melalui selang gastrointestinal
esofagus. Ekspektasi Tindakan
Membaik Observasi
Penyebab
Kriteria Hasil 1. Periksa posisi nasogastric tube
1. Gangguan serebrovaskular Skor : Menurun 1, Cukup Menurun 2, (NGT) dengan memeriksa residu
Sedang 3, Cukup Meningkat 4, Meningkat 5 lambung atau mengauskultasi
2. Gangguan saraf kranialis
1. Mempertahankan makanan di mulut hembusan udara
3. Paralisis serebral (........) 2. Monitor tetesan makanan pada

4. Akalasia 2. Reflek menelan (. ...... ) pompa setiap jam


3. Kemampuan mengosongkan mulut 3. Monitor rasa penuh, mual, dan
5. Abnormalitas laring
(........) muntah
6. Abnormalitas orofaring 4. Kemampuan mengunyah (........) 4. Monitor residu lambung tiap 4-6 jam
7. Anomali jalan napas atas 5. Usaha menelan (. ...... ) selama 24 jam pertama, kemudian
6. Pembentukan bolus (. ...... ) tiap 8 jam selama pemberian
8. Defek anatomik kongenital
Skor : Meningkat 1, Cukup Meningkat 2, makanan via Enteral, Jika perlu
9. Defek laring Sedang 3, Cukup Menurun 4, Menurun 5 5. Monitor pola buang air besar setiap 4-

10. Defek nasal 1. Frekuensi tersedak (........) 8 jam, Jika perlu


2. Batuk (. ...... ) Terapiutik
11. Defek rongga nasofaring
3. Muntah (. ...... )
35

12. Defek trakea 4. Refluks lambung ( ....... ) 1. Gunakan teknik bersih dalam
5. Gelisah (. ...... ) pemberian makanan via selang
13. Refluk gastroesofagus
6. Regurgitasi (. ...... ) 2. Berikan tanda pada selang untuk
14. Obstruksi mekanis
Skor : Memburuk 1, Cukup Memburuk 2, mempertahankan lokasi yang tepat
15. prematuritas Sedang 3, Cukup Membaik 4, Membaik 5 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-45
1. Produksi saliva (. ...... ) derajat selama pemberian makanan
Gejala dan Tanda Mayor.
2. Penerimaan makanan (. ...... ) 4. Ukur residu sebelum pemberian
Subjektif 3. Kualitas suara (. ...... ) makan

1. Mengeleuh sulit menelan 5. Peluk dan bicara dengan bayi selama


diberikan makan untuk menstimulasi

Objektif aktivitas makanan


6. Irigasi selang dengan 30 ml air setiap
1. Batuk sebelum menelan
4-6 jam selama pemberian makan
dan setelah pemberian makan
2. Batuk setelah makan atau minum
intermiten
3. Tersedak
7. Hindari pemberian makanan lewat
4. Makanan tertinggal di rongga selang 1 jam sebelum prosedur atau
pemindahan pasien
mulut
8. Hindari pemberian makanan jika
residu lebih dari 150 cc atau lebih
36

Gejala dan Tanda Minor dari 110%-120% dari jumlah


makanan tiap jam
Subjektif
Edukasi
Oral 1. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah

Faring prosedur
Kolaborasi
1. Menolak makan
1. Kolaborasi pemeriksaan sinar-x
untuk konfirmasi posisi selang, jika
Esofagus
perlu
1. Menegeluh bangun dimalam hari 2. Kolaborasi pemilihan jenis dan
jumlah makanan enteral
2. Nyeri epigastrik

Objektif
Oral

1. Bolus masuk terlalu cepat

2. Refluks nasal

3. Tidak mampu membersihkan

rongga mulut
37

4. Makanan jatug dari mulut

5. Makanan terdorong keluar dari

mulut

6. Sulit mengunyah

7. Muntah sebelum menelan

8. Bolus terbentuk lama

9. Waktu makan lama

10. Porsi makan tidak habis

11. Fase oral abnormal

12. Mengiler

Faring

1. Muntah

2. Posisi kepala kurang elevasi

3. Menelan berulang-ulang
38

Esofagus

1. Hematemesis

2. Gelisah

3. Regurgitasi

4. Odinofagia

5. Bruksisme

Kondis Klinis Terakait

1. Stroke

2. Distrofi muskuler

3. Poliomielitis

4. Cerebral palsy

5. Penyakit Prkinson

6. Guillain Barre Syndrome

7. Myastenia gravis
39

8. Amyotropic lateral sclerosis

9. Neoplasma otak

10. Paralisis pita suara

11. Kerusakan saraf kranialis V, VII,

IX, XI

12. Esofagitis
40

PENELITIAN JURNAL
No. Judul Latar Belakang Tujuan Hasil Kesimpulan
1. Studi Kasus : Status Myasthenia gravis (MG) merupakan penyakit Penelitian ini bertujuan Karakteristik pasien Edukasi yang tepat mengenai
Pernafasan Pada Pasien autoimun kronis yang dimediasi oleh antibodi untuk mengetahui dalam studi ini adalahpasien aktivitas serta observasi status
Myasthenia Gravis di Ruang terhadap acetylcholin receptor (AChR) pada gambaran karakteristik MG dengan pernafasan secara berkala
Azalea RSUP Dr. Hasan membran postsynaptic dari tautan otot saraf. dan menganalisis status riwayat gagal nafas, jenis dibutuhkan pasien MG agar
Sadikin Bandung Hilangnya situs AchR mengakibatkan pernafasan pasien MG. kelamin perempuan, dapat mengontrol dan mencegah
kelemahan pada otot rangka yang berhubungan dengan klasifikasi klinisMG terjadinya gagal nafas yangdapat
(Vol. 4 No. 1 Hal 272-284, dengan pernafasan serta pergerakan IIb dan IIIb. HasilKedua menyebabkankematian.
2020) ekstrimitas. Sebanyak 15 % – pasien mengalamikeluhan
20 % pasien dengan MG setidaknyamengalami kesulitan
satu kali myasthenic crisis. Myasthenic crisis bernafass namun saat
merupakan keadaan darurat medis yang terjadi diobservasi pasien kedua
akibat kelemahan otot-otot pernafasan mengalami dua kaligagal
sehingga pasien mengalami penurunan status nafas karena
pernafasan. Kemudian di ruang Azalea RSUP melakukan aktivitas
Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tanggal 21 – seperti berbicara lama,
26 November 2019 terdapat pasien MG dengan mengedan, dan tertawa
riwayat gagal nafas dengan frekuensi nafas berlebih yang
>25x/ Menit dan pernah dirawat intensive mengakibatkan kelemahan
sebelumnya dengan nilai saturasi oksigen < pada otot-ototpernafasan
90%. sehinggaterjadi
peningkatan
frekuensi pernafasan dan
penurunan saturasi
oksigen.
2. Gambaran Kualitas Hidup Di Indonesia sendiri belum ditemukan data Penelitian ini bertujuan Hasil penelitian Kesimpulan penelitian iniadalah
Pasien Miastenia Gravis di yang akurat terkait angka kejadian MG. untuk menunjukkan respondenpaling secara umum kualitas hidup
RSUP Dr. M. Djamil Padang Populasi MG terbilang kecil apabila mengetahu banyak berusia 20-49 tahun pasien MG adalah baik, terdapat
dibandingkan dengan jumlah seluruhpenduduk igambaran kualitas hidup (76,3%), kecenderungan penurunan
(Vol. 8 No. 1 Hal 43-49, di Indonesia. Meskipun pada pasien miastenia berjenis kelamin skor akhir kualitas hidup seiring
2019) jumlahnya yang sedikit namun pasien tetap gravis di RSUP Dr. M. perempuan (84,2%), MGFA dengan lamanya
merasakan berbagai dampak fisik Djamil Padang. kelas II (63,2%),
41

maupun psikososial yang ditimbulkan oleh dan lama menderita rata- rata mederita dan
proses penyakit. Studi pendahuluan yang 56,87 bulan dengan median meningkatnya kelas
dilakukan pada bulan Oktober – November 45 bulan. MGFA
2017 di Poliklinik SarafRumah Sakit Umum Kualitas hidup 89,5% baik,
Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil Padang, rata-rata skor 63,7.
didapatkan 62 pasienMGdari periode Mei 2015
– Mei 2017. Alasan dilakukan penelitian ini
dikarenakan belum pernah dilakukanpenelitian
serupa mengenai kualitas hidup pasien MGdi
RSUP Dr. M. Djamil
Padang.

3. Miastenia Gravis Okular Jurnal ini merupakan jenis laporan kasus (case Penelitian ini bertujuan Seorang anak perempuan Tantangan utama pada kasus
Juvenil: laporan Kasus report) di bagian Anak RSUD Dr.H. Abdoel untuk merangkum berusia 3 tahun, pasien rawat anak dalam membuat
(Juvenile Ocular Myasthenia Moeloek Lampung pada bulan April 2021. riwayat umum, inap di BangsalAnak, diagnosis
gravis: A Case Report) Subjek kasus mencakup satu orang pasien temuan pemeriksaanfisik, RSUD Abdoel Moeloek miastenia gravis okular juvenil
berusia 3 tahun dengan miastenia gravis okular tes konfirmasi, dan Lampung, dengan ialah memastikan gejala dan
(Vol. 1 No. 1 Hal 39-52, juvenil yang di rawat inap di Bangsal Anak pengobatan pasien keluhan penurunan tanda yang muncul pada pasien
2021) Ruang Alamanda. pasien dengan miastenia kelopak mata kiri atas sejak merupakan jenis okular murni
gravis okular remaja. tiga bulan yang lalu. Pada atau adanya konversi gejala ke
pemeriksaan fisik. Pada generalisata dengan hanya
pemeriksaan fisik, terdapat adanya gejala ptosis saja dan
ptosis pada palpebra superior menyingkirkan adanya gejala
kiri. kelemahan umum lainnya.
Dilakukan pemeriksaan Ketepatan waktu pengobatan ke
prostigmin pada hari ke-2 fasilitas kesehatan atau rujukan
perawatan pada pasiendengan pasien miastenia gravis akan
hasil tes positif.Pasien menentukan derajat,
didiagnosis secaraklinis menghindari perburukan gejala,
dengan "MiasteniaGravis adanya gejala sequele serta
Okular Juvenil". prognosis dari pasien.
Penatalaksanaan pasien pasien Pengobatan
selama pada pasien dengan
pengobatan adalah miastenia gravis juvenil, perlu
injeksi metilprednisolon 10 dilakukan evaluasi untuk
mg/12 jam danneostigmin menghindari kondisi krisis
secara oral 2,5 mg/8 jam. miastenia ataupun terhadap
kasus yang sulit diatasi dengan
pengobatan awal sebagai kasus
refrakter.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Diagnosis myasthenia gravis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
neurologis, tes kuantitatif dan pemeriksaan penunjang.
2. Perkembangan menjadi suatu generalized MG terjadi pada 85% kasus dalam tiga
tahun pertama.
3. Pada pasien dengan gejala terbatas pada otot ocular pemakaian inhibitor
asetilkolinesterase dan kortikosteroid dosis rendah bermanfaat untuk meredakan
gejala
3.2. Saran
Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit dan
kekambuhan yang mungkin terjadi, pilihan terapi dan efek samping dari pengobatan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Listia, M., Kalay, M., Kurnia, D., Pahria, T., Harun, H., Herliani, Y. K., & Fitriana, E.
(2020). Studi Kasus: Status Pernafasan Pada Pasien Myasthenia Gravis di Ruang
Azalea RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Perawat Indonesia, 4(1), 272.
https://doi.org/10.32584/jpi.v4i1.458
Muhammad, F., Syafrita, Y., & Susanti, L. (2019). Gambaran Kualitas Hidup Pasien
Miastenia Gravis Di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
8(1), 43. https://doi.org/10.25077/jka.v8i1.969
Nurfaizah, F. Z. (2021). Miastenia Gravis Okular Juvenil: Laporan Kasus. Jurnal Ilmu
Medis Indonesia, 1(1), 39–52. https://doi.org/10.35912/jimi.v1i1.592

Muttaqin Arif, 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Yudistira Erlan, 2014. Laporan Pendahuluan Myestenia Gravis.
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl MedahBrunner
dan Suddarth Ed. . EGC : Jakarta
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl MedahBrunner
dan Suddarth Ed. 8. EGC : Jakarta
Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat Ed. 2. EGC : Jakarta

43

Anda mungkin juga menyukai