Disusun Oleh:
Anggi Try Hutami P07220219078
Dosen :
Ns. Arsyawina S.ST., M.Kes
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Askep Kegawatan Miastenia Gravis” ini tepat pada
waktunya.
Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan, begitu juga halnya
dengan kami. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Kamipun menerima dengan lapang dada kritikan
maupun saran yang sifatnya membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki diri.
Walaupun dengan demikian, kami berharap dengan disusunya makalah ini dapat
memberikan sedikit gambaran mengenai “Askep Kegawatan Miastenia Gravis”. Terimakasih
Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Asuncion, 2021).
Myasthenia gravis dapat menyebabkan beberapa komplikasi termasuk crisis
myasthenia yang mengakibatkan acute repiratory paralysis sehingga membutuhkan
perawatan intensif. Selain itu, komplikasi lainnya berupa infeksi oportunistik akibat
lamanya masa rawatan. Oleh karena itu, penanganan cepat dan segera perlu diberikan
dalam memenuhi kebutuhan oksigen, yang mana pada kasus crisis myasthenia perlu
segera dilakukan intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik. Serta, diikuti dengan
manajemen penanganan myasthenia gravis yang sesuai, seperti perawatan
simptomatik, imunosuppresif, plasmapheresis ataupun timektomi. Penulisan studi
kasus ini bertujuan untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada myasthenia gravis
di intensive care unit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung- ujung saraf
motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah. Otot-otot pada
pergerakan berulang-ulang atau terus- menerus menjadi lelah dan ampuh. Miastenia
gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular, autoimun yang bisa menurunkan
jumlah dan aktifitas reseptor Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular
junction. Hipotesis yang dibuat oleh para sarjana untuk menerangkan peristiwa ini
ada beberapa buah. Asetilkolin yang diperlukan sebagai mediator kimiawi rangsang
dari saraf ke otot, kurang pembentukannya. Hipotesis lainnya mengatakan
pelepasan asetilkolin, terganggu. Yang banyak dianut ialah asetilkolin lekas terurai
oleh enzim kolinesterase. Pada permulaan penyakit, otot-otot yang lekas lelah ini
dapat pulih kembali sesudah istirahat. Otot-otot yang terserang biasanya otot-otot
kelopak mata, otot-otot penggerak mata, otot-otot untuk mengunyah dan menelan.
Otot-otot tubuh lainnya dapat pula dihinggapi penyakit ini.
2.2 Etiologi
Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada
ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan
4
penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson,
partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf
postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan
2.3 Patofisiologi
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermeilin yang
berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini
mengirim keluar aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer.
Nervus yang bersangkutanbercabang berkali kali dan mampu merangsang 2000
serat otot rangka. Kombinasi saraf motorik dengan serabut otot yang dipersyarafi
disebut unit motorik. Walaupun masing masing neuron motorik mempersarafi
banyaj serabut otot, namun masing masingotot dipersarafi oleh neuron motorik
tunggal.
Dasar ketidaknormalan pada mastenia gravis adalah adanya kerusakan
pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau
hilangnya reseptor normal membrane postnaps sambungan neuromuscular.
Pada orang normal, jumlah sitelokiln yang dilepaskan sudah lebih dari
cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada myestenia gravis, konduksi
neuromukuler terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang, mungkin akibat
cedera autoimun. Antibodi terhadap protein reseptor asetilkolin ditemukan dalam
serum banyak penderita myestenia gravis. Pada klien myestenia gravis, secara
5
makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada atrofi, hal ini akibat otot yang
tidak dipakai. Secara mikroskopis, beberaakasusdapat ditemukan infiltrasi limfosit
dalam otot dan organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan
yang konsisten (Muttaqin Arif, 2012)
dan gejala:
a. Pengatupan kelopak mata yang lemah, ptosis, dan diplopia akibat kerusakan
ketika hari semakin siang, tetapi akan berkurang setelah pasien beristirahat
(pada stadium awal MG dapat terjadi keadaan mudah lelah pada otot-otot
tertentu tanpa ada gejala lain. Kemudian, keadaan ini bisa menjadi cukup
menurut kelompok otot yang terkena; keadaan ini menjadi semakin parah
pada saat haid dan sesudah mengalamistress emosi, terkena cahaya matahari
dalam waktu lama, serta pada saat menderita demam atau infeksi.
d. Tampilan wajah yang kosong serta tanpa ekspresi dan nada vocal hidung,
ekstraokuler.
ventilator mekanis.
2.6 Komplikasi
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi
bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini
dapat menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali
membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan selama krisis
berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi
makanan, dan pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk
riwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca
operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas
berlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.
MYASTHENIA GRAVIS
Myasthenia Gravis
(MG) adalah
Pasien dengan diagnosa MG penyakit autoimun
kronis dari transmisi
neuromuskular yang
menghasilkan
Tanda dan gejala: kelemahan otot ekstrem dan mudah kelemahan otot.
mengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah ak
tivitas dan berkurang setelah istirahat.
Pengkajian primary
Lakukan intubasi
(Pemasangan ETT)
Pengkajian Sekunder
B1(breathing): dispnea,
Test Laboratorium (Tes darah)
resiko terjadi aspirasi dan Elektrodiagnostik
Wartenberg
gagal pernafasan akut, Computed Tomography
kelemahan otot diafragma. Uji Tensilon Scan (CT Scan) atau
B2(bleeding) : hipotensi / Uji Prostigmin
Magnetic Resonance
hipertensi .takikardi/ Uji Kinin
Imaging (MRI)
bradikardi Tes Pita Suara
Pulmory Function Test (Test
Fungsi Paru-Paru)
11
B3(brain): kelemahan
otot ekstraokular yang
menyebabkan palsi
okular, jatuhnya mata
atau dipoblia
B4(bladder):menurunka
n fungsi kandung kemih,
B5(bowel): kesulitan
mengunyah-menelan,
disfagia, dan peristaltik
usus turun,
hipersalivasi,
hipersekresi.
B6(bone): gangguan
aktifitas / mobilitas fisik,
kelemahan otot yang
berlebih.
Negatif
dd.krisis
Negatif kolinergik Negatif
Positif
Positif Positif
Lakukan MRI
Intubasi di ICU
Hiperkapnia
Resiko Baik Resiko buruk
Observasi hemodinamik
Tidak Ya
Lakukan Stabil
timektomi
Bi PAP di ICU
Pertimbangkan
Berikan Stabil pemberian
PLEX/Ig IV
immunosupres
Tidak Ya
Medikasi
13
d. Pemeriksaan Fisik :
1) B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal
pernafasan akut,kelemahan otot diafragma.
2) B2(bleeding): hipotensi /hipertensi .takikardi/bradikardi
3) B3(brain): kelemahan otot ekstraokular yangmenyebabkan
palsiokular,jatuhnya mata atau dipoblia
4) B4(bladder):menurunkan fungsi kandung kemih,
retensiurine, hilangnya sensasi saat berkemih
5) B5(bowel): kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan
peristaltikusus turun, hipersalivasi,hipersekresi
6) B6(bone): gangguan aktifitas / mobilitas fisik, kelemahan
otot yang berlebih.
2.8.3. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif ( D.0001)
b. Pola nafas tidak efektif ( D.0005)
c. Risiko aspirasi (D.0006)
d. Risiko cedera ( D.0136)
e. Keletihan ( D.0057)
f. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
g. Gangguan citra tubuh ( D.0083 )
h. Gangguan menelan ( D .0063 )
15
2.8.4. Intervensi keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif 1. Status pernapasan: kepatenan jalan 1. Manajemen Jalan Napas
Definisi: Ketidak mampuan membersihkan napas. • Monitor pola napas (frekuensi,
sekresi atau obstruksi dari saluran napas • Frekuensi pernafasan (5) tidak ada kedalaman, usaha napas)
untuk mempertahankan bersihan jalan deviasi dari kisaran normal. • Monitor bunyi napas tambahan (mis.
nafas. • Irama pernafasan (5) tidak ada deviasi gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
Batasan Karakteristik: dari kisaran normal. kering)
1. Batuk yang tidak efektif • Kedalaman inspirasi(5) tidak ada deviasi • Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Dispnea dari kisaran normal. • Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Gelisah • Kemampuan untuk mengeluarkan secret dengan head tilt dan chin lift (jaw thrust)
4. Kesulitan verbalisasi (5) tidak ada deviasi dari kisaran normal. jika curiga trauma servikal
5. Mata terbuka lebar • Suara nafas tambahan (5) tidak ada. • Posisikan semi fowler atau fowler
6. Ortopnea • Pernafasan cuping hidung (5) tidakada. • Berikan minum hangat
7. Penurunan bunyi nafas • Penggunaan otot bantu nafas (5)tidak • Lakukan fisioterapi dada
8. Perubahan frekuensi nafas ada. • Lakukan penghisapan lender kurang
9. Perubahan pola nafas • Batuk (5) tidak ada. dari15 detik
10. Sianosis • Lakukan hiperoksigenasi
11. Sputum dalam jumlah yang • sebelum penghisapan endotrakeal
berlebih • Keluarkan sumbatan benda padat
12. Suara napas tambahan
13. Tidak ada batuk
16
dengan forsep Mcgill
Faktor yang berhubungan
• Berikan oksigen
Lingkungan Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
1. Perokok jika tidak kontraindikasi
2. Perokok pasif Ajarkan teknik batuk efektif
3. Terpajan asap n. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
Obstruksi jalan nafas ekspektoran, mukolitik
1. Adanya jalan napas buatan 2. Latihan Batuk Efektif
2. Benda asing dalam jalan napas a. Identifikasi kemampuan batuk
3. Eksudat dalam alveoli b. Monitor adanya retensi sputum
4. Hyperplasia pada dinding c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
bronkus napas
5. Mucus berlebih d. Monitor input dan output cairan (mis.
6. Penyakit paru obstruktif kronis jumlah dan karakteristik)
7. Sekresi yang tertahan e. Atur posisi semi fowler atau fowler
8. Spasme jalan napas f. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
Fisiologi pasien
1. Asma g. Buang secret pada tempat sputum
2. Disfungsi neuromuscular h. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
17
i. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
3. Infeksi
selama 4 detik ditahan selama 2 detik
4. Jalan napas alergik
kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan)selama 8 detik
Anjurkan mengulangi tarik napasdalam
hingga 3 kali
10. Perlambatan pengosongan lambung. 7. Sianosis (. ...... ) 5. Lakukan penghisapan lendir kurang
2. Stroke. Kolaborasi
3. Cedera medula sipinalis. 1. Kolaborasi pemberian
4. Guillain barre syndrome. bronkodilator, ekspektoran,
5. Penyakit Parkinson. mukolitik, Jika perlu
6. Keracunan obat dan alkohol.
7. Pembesaran uterus. Pencegahan Aspirasi (I.01018)
8. Miestenia gravis. Definisi
9. Fistula trakeoesofagus.
Mengidentifikasi dan mengurangi resiko
10. Strikura esofagus.
masuknya partikel makanan atau cairan ke
11. Sklrerosis multiple.
23
Subkategori : Keamanan dan Proteksi Keparahan dari cedera yang diamati atau Sebuah aktivitas untuk meminimalkan
Definisi dilaporkan risiko, mendeteksi terjadinya penyakit, dan
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan Ekspektasi cedera di populasi atau masyarakat yang
fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi Menurun memiliki Risiko dari lingkungan
sepenuhnya sehat atau dalam kondisibaik Kriteria Hasil Tindakan
Faktor Risiko Skor : Menurun 1, Cukup Menurun 2, Observasi
Eksternal Sedang 3, Cukup Meningkat 4, Meningkat 5 1. Identifikasi adanya risiko
1. Terpapar patogen 1. Toleransi aktivitas (. ...... ) lingkungan yang dapat merusak
2. Terpapar zat kimia toksik 2. Nafsu makan (. ...... ) atau membahayakan kesehatan
3. Terpapar agen nosokomial 3. Toleransi makanan (. ...... ) 2. Identifikasi pihak-pihak yang dapat
4. Ketidakamanan transportasi Skor : Meningkat 1, Cukup Meningkat 2, membantu masyarakat untuk
Internal Sedang 3, Cukup Menurun 4, Menurun 5 perlindungan dari bahaya
1. Ketidaknormalan profil darah 1. Kejadian cedera (. ...... ) lingkungan
2. Perubahan orientasi afektif 2. Luka/lecet (. ...... ) 3. Monitor insiden cedera terkait
3. Perubahan sensasi 3. Ketegangan otot (. ...... ) bahaya dari lingkungan
4. Disfungsi autoimun 4. Fraktur (. ...... ) Terapeutik
5. Disfungsi biokimia 5. Perdarahan (....... ) 1. Analisis tingkat risiko terkait
6. Hipoksia jaringan 6. Ekspresi wajah kesakitan (. ...... ) dengan lingkungan (mis.
7. Agitasi (. ...... ) perumahan, air, makanan, radiasi
8. Iritabilitas (. ...... )
26
Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental Kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak Mengidentifikasi dan mengelola
yang tidak pulih dengan istirahat. pulih dengan istirahat penggunaan energi untuk mengatasi atau
Ekspektasi mencegah kelelahan dan mengoptimalkan
1. Gangguan tidur
Menurun proses pemulihan
2. Gaya hidup monoton Kriteria Hasil Tindakan
3. Kondisi fisiologis (mis. penyakit Skor : Menurun 1, Cukup Menurun 2,
Sedang 3, Cukup Meningkat 4, Meningkat 5 Observasi
kronis, penyakit terminal, anemia.
1. Verbalisasi kepulihan energi (. ...... ) 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
malnutrisi, kehamilan) ‘ 2. Tenaga (. ...... ) yang mengakibatkan kelelahan
4. Program perawatan/pengobatan 3. Kemampuan melakukan aktivitas 2. Monitor kelelahan fisik dan
rutin (. ...... ) emosional
jangka panjang
4. Motivasi (. ...... ) 3. Monitor pola dan jam tidur
5. Peristiwa hidup negatif Skor : Meningkat 1, Cukup Meningkat 2, 4. Monitor lokasi dan
6. Stres—berlebihan Sedang 3, Cukup Menurun 4, Menurun 5 ketidaknyamanan selama
1. Verbalisasi lelah (. ...... ) melakukan aktivitas
7. Depresi
2. Lesu (. ...... ) Terapeutik
Gejala dan Tanda mayor 3. Gangguan konsentrasi (. ...... ) 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
Subjektif 4. Sakit kepala (. ...... ) rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
5. Sakit tenggorokan (. ...... ) kunjungan)
28
Objektif
29
1. Anemia
2. Kanker
3. Hipotiroidisme/Hipertirodisme
4. AIDS
5. Depresi
6. Menopause
(mis. amputasi, trauma, luka bakar, menurun diri kepada orang lain maupun
kelompok
3. Hubungan sosial membaik
obesitas, jerawat)
Harga diri
2. Perubahan fungsi tubuh (mis. 1. Penilaian diri positif meningkat
Perasaan malu menurun
proses penyaakit, kehamilan,
kelumpuhan)
5. Transisi perkembangan
6. Gangguan psikososial
radiasi)
Subjektif
1. Mengungkapkan kekacauan/kehilangan
bagian tubuh
Objektif
1. Kehilangan bagian tubuh
2. Fungsi/struktur tubuhberubah/hilang
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
3. Mengungkapkan kekhawatiran
hidup
Objektif
1. Menyembunyikan/menunjukan
1. Mastektomi
2. Amputasi
3. Jerawat
5. Obesitas
7. Gangguan psikiatrik
7 D.0063 Gangguan Menelan. Status Menelan (L.06052) Pemberian Makanan Enteral (I.03126)
Definisi Definisi
Definisi :
34
Fungsi menelan abnormal akibat defisit Jalan makanan dari mulut sampai abdomen Menyiapkan dan memberikan nutrisi
struktur atau fungsi oral, faring atau adekuat melalui selang gastrointestinal
esofagus. Ekspektasi Tindakan
Membaik Observasi
Penyebab
Kriteria Hasil 1. Periksa posisi nasogastric tube
1. Gangguan serebrovaskular Skor : Menurun 1, Cukup Menurun 2, (NGT) dengan memeriksa residu
Sedang 3, Cukup Meningkat 4, Meningkat 5 lambung atau mengauskultasi
2. Gangguan saraf kranialis
1. Mempertahankan makanan di mulut hembusan udara
3. Paralisis serebral (........) 2. Monitor tetesan makanan pada
12. Defek trakea 4. Refluks lambung ( ....... ) 1. Gunakan teknik bersih dalam
5. Gelisah (. ...... ) pemberian makanan via selang
13. Refluk gastroesofagus
6. Regurgitasi (. ...... ) 2. Berikan tanda pada selang untuk
14. Obstruksi mekanis
Skor : Memburuk 1, Cukup Memburuk 2, mempertahankan lokasi yang tepat
15. prematuritas Sedang 3, Cukup Membaik 4, Membaik 5 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-45
1. Produksi saliva (. ...... ) derajat selama pemberian makanan
Gejala dan Tanda Mayor.
2. Penerimaan makanan (. ...... ) 4. Ukur residu sebelum pemberian
Subjektif 3. Kualitas suara (. ...... ) makan
Faring prosedur
Kolaborasi
1. Menolak makan
1. Kolaborasi pemeriksaan sinar-x
untuk konfirmasi posisi selang, jika
Esofagus
perlu
1. Menegeluh bangun dimalam hari 2. Kolaborasi pemilihan jenis dan
jumlah makanan enteral
2. Nyeri epigastrik
Objektif
Oral
2. Refluks nasal
rongga mulut
37
mulut
6. Sulit mengunyah
12. Mengiler
Faring
1. Muntah
3. Menelan berulang-ulang
38
Esofagus
1. Hematemesis
2. Gelisah
3. Regurgitasi
4. Odinofagia
5. Bruksisme
1. Stroke
2. Distrofi muskuler
3. Poliomielitis
4. Cerebral palsy
5. Penyakit Prkinson
7. Myastenia gravis
39
9. Neoplasma otak
IX, XI
12. Esofagitis
40
PENELITIAN JURNAL
No. Judul Latar Belakang Tujuan Hasil Kesimpulan
1. Studi Kasus : Status Myasthenia gravis (MG) merupakan penyakit Penelitian ini bertujuan Karakteristik pasien Edukasi yang tepat mengenai
Pernafasan Pada Pasien autoimun kronis yang dimediasi oleh antibodi untuk mengetahui dalam studi ini adalahpasien aktivitas serta observasi status
Myasthenia Gravis di Ruang terhadap acetylcholin receptor (AChR) pada gambaran karakteristik MG dengan pernafasan secara berkala
Azalea RSUP Dr. Hasan membran postsynaptic dari tautan otot saraf. dan menganalisis status riwayat gagal nafas, jenis dibutuhkan pasien MG agar
Sadikin Bandung Hilangnya situs AchR mengakibatkan pernafasan pasien MG. kelamin perempuan, dapat mengontrol dan mencegah
kelemahan pada otot rangka yang berhubungan dengan klasifikasi klinisMG terjadinya gagal nafas yangdapat
(Vol. 4 No. 1 Hal 272-284, dengan pernafasan serta pergerakan IIb dan IIIb. HasilKedua menyebabkankematian.
2020) ekstrimitas. Sebanyak 15 % – pasien mengalamikeluhan
20 % pasien dengan MG setidaknyamengalami kesulitan
satu kali myasthenic crisis. Myasthenic crisis bernafass namun saat
merupakan keadaan darurat medis yang terjadi diobservasi pasien kedua
akibat kelemahan otot-otot pernafasan mengalami dua kaligagal
sehingga pasien mengalami penurunan status nafas karena
pernafasan. Kemudian di ruang Azalea RSUP melakukan aktivitas
Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tanggal 21 – seperti berbicara lama,
26 November 2019 terdapat pasien MG dengan mengedan, dan tertawa
riwayat gagal nafas dengan frekuensi nafas berlebih yang
>25x/ Menit dan pernah dirawat intensive mengakibatkan kelemahan
sebelumnya dengan nilai saturasi oksigen < pada otot-ototpernafasan
90%. sehinggaterjadi
peningkatan
frekuensi pernafasan dan
penurunan saturasi
oksigen.
2. Gambaran Kualitas Hidup Di Indonesia sendiri belum ditemukan data Penelitian ini bertujuan Hasil penelitian Kesimpulan penelitian iniadalah
Pasien Miastenia Gravis di yang akurat terkait angka kejadian MG. untuk menunjukkan respondenpaling secara umum kualitas hidup
RSUP Dr. M. Djamil Padang Populasi MG terbilang kecil apabila mengetahu banyak berusia 20-49 tahun pasien MG adalah baik, terdapat
dibandingkan dengan jumlah seluruhpenduduk igambaran kualitas hidup (76,3%), kecenderungan penurunan
(Vol. 8 No. 1 Hal 43-49, di Indonesia. Meskipun pada pasien miastenia berjenis kelamin skor akhir kualitas hidup seiring
2019) jumlahnya yang sedikit namun pasien tetap gravis di RSUP Dr. M. perempuan (84,2%), MGFA dengan lamanya
merasakan berbagai dampak fisik Djamil Padang. kelas II (63,2%),
41
maupun psikososial yang ditimbulkan oleh dan lama menderita rata- rata mederita dan
proses penyakit. Studi pendahuluan yang 56,87 bulan dengan median meningkatnya kelas
dilakukan pada bulan Oktober – November 45 bulan. MGFA
2017 di Poliklinik SarafRumah Sakit Umum Kualitas hidup 89,5% baik,
Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil Padang, rata-rata skor 63,7.
didapatkan 62 pasienMGdari periode Mei 2015
– Mei 2017. Alasan dilakukan penelitian ini
dikarenakan belum pernah dilakukanpenelitian
serupa mengenai kualitas hidup pasien MGdi
RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
3. Miastenia Gravis Okular Jurnal ini merupakan jenis laporan kasus (case Penelitian ini bertujuan Seorang anak perempuan Tantangan utama pada kasus
Juvenil: laporan Kasus report) di bagian Anak RSUD Dr.H. Abdoel untuk merangkum berusia 3 tahun, pasien rawat anak dalam membuat
(Juvenile Ocular Myasthenia Moeloek Lampung pada bulan April 2021. riwayat umum, inap di BangsalAnak, diagnosis
gravis: A Case Report) Subjek kasus mencakup satu orang pasien temuan pemeriksaanfisik, RSUD Abdoel Moeloek miastenia gravis okular juvenil
berusia 3 tahun dengan miastenia gravis okular tes konfirmasi, dan Lampung, dengan ialah memastikan gejala dan
(Vol. 1 No. 1 Hal 39-52, juvenil yang di rawat inap di Bangsal Anak pengobatan pasien keluhan penurunan tanda yang muncul pada pasien
2021) Ruang Alamanda. pasien dengan miastenia kelopak mata kiri atas sejak merupakan jenis okular murni
gravis okular remaja. tiga bulan yang lalu. Pada atau adanya konversi gejala ke
pemeriksaan fisik. Pada generalisata dengan hanya
pemeriksaan fisik, terdapat adanya gejala ptosis saja dan
ptosis pada palpebra superior menyingkirkan adanya gejala
kiri. kelemahan umum lainnya.
Dilakukan pemeriksaan Ketepatan waktu pengobatan ke
prostigmin pada hari ke-2 fasilitas kesehatan atau rujukan
perawatan pada pasiendengan pasien miastenia gravis akan
hasil tes positif.Pasien menentukan derajat,
didiagnosis secaraklinis menghindari perburukan gejala,
dengan "MiasteniaGravis adanya gejala sequele serta
Okular Juvenil". prognosis dari pasien.
Penatalaksanaan pasien pasien Pengobatan
selama pada pasien dengan
pengobatan adalah miastenia gravis juvenil, perlu
injeksi metilprednisolon 10 dilakukan evaluasi untuk
mg/12 jam danneostigmin menghindari kondisi krisis
secara oral 2,5 mg/8 jam. miastenia ataupun terhadap
kasus yang sulit diatasi dengan
pengobatan awal sebagai kasus
refrakter.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Diagnosis myasthenia gravis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
neurologis, tes kuantitatif dan pemeriksaan penunjang.
2. Perkembangan menjadi suatu generalized MG terjadi pada 85% kasus dalam tiga
tahun pertama.
3. Pada pasien dengan gejala terbatas pada otot ocular pemakaian inhibitor
asetilkolinesterase dan kortikosteroid dosis rendah bermanfaat untuk meredakan
gejala
3.2. Saran
Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit dan
kekambuhan yang mungkin terjadi, pilihan terapi dan efek samping dari pengobatan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Listia, M., Kalay, M., Kurnia, D., Pahria, T., Harun, H., Herliani, Y. K., & Fitriana, E.
(2020). Studi Kasus: Status Pernafasan Pada Pasien Myasthenia Gravis di Ruang
Azalea RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Perawat Indonesia, 4(1), 272.
https://doi.org/10.32584/jpi.v4i1.458
Muhammad, F., Syafrita, Y., & Susanti, L. (2019). Gambaran Kualitas Hidup Pasien
Miastenia Gravis Di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
8(1), 43. https://doi.org/10.25077/jka.v8i1.969
Nurfaizah, F. Z. (2021). Miastenia Gravis Okular Juvenil: Laporan Kasus. Jurnal Ilmu
Medis Indonesia, 1(1), 39–52. https://doi.org/10.35912/jimi.v1i1.592
43