DOSEN PENGAMPU:
Siti Rabbani Karimuna, S.KM., M.P.H
DISUSUN OLEH :
EPIDEMIOLOGI 2021
KELOMPOK 6
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Epidemiologi Kesehatan dan Keselamatan Kerja sesuai dengan jangka waktu yang
telah ditentukan. Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh Ibu Siti Rabbani Karimuna, S.KM., M.P.H.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini kami akui masih
banyak kekurangan karena kurangnya pengalaman yang kami miliki. Oleh kerena
itu, demi kesempurnaan makalah ini kami sangat mengharapkan perbaikan, kritik,
dan saran yang bersifat membangun.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
memenuhi harapan bagi berbagai pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii BAB I PENDAHULUAN
.......................................................................................1
A. Kesimpulan ................................................................................................ 29
B. Saran........................................................................................................... 29
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................30
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar
dapat mempertahankan kehidupanya. Untuk itu manusia dituntut agar berusaha
atau bekerja. Dalam bekerja hampir sebagian besar menghabiskan waktunya
ditempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan salah satu tempat yang
mempunyai risiko terhadap kesehatan orang-orang yang bekerja di lingkungan
tersebut. Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit pada
pekerjanya yang lebih dikenal dengan istilah Penyakit Akibat Kerja (PAK)
(Tunang, et al., 2022)
Salah satunya adalah bahaya ergonomi dengan gangguan sistem gerak
tubuh (Musculoskeletal Disorders) yang menjadi penyumbang tertinggi angka
morbiditas penyakit yang berhubungan dengan tempat kerja dan juga salah satu
gangguan rasa sakit yang sering dialami oleh seseorang yaitu low back pain
(pinggang “kecetit”). Low back pain (pinggang “kecetit”) atau nyeri punggung
bawah merupakan rasa nyeri pada bawah batas kosta dan di atas lipatan gluteal
inferior yang disertai dengan nyeri kaki atau tanpa nyeri kaki (Laksana, et al.,
2019).
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah gangguan dan atau terjadinya
kerusakan pada sistem otot dan rangka tubuh manusia yang diakibatkan oleh
ketidakseimbangan beban aktivitas terhadap kemampuan otot dan rangka yang
secara signifikan langsung maupun tidak langsung mengurangi produktifitas
bekerja. Muskuloskeletal akibat kerja disebabkan oleh postur tubuh yang
dipaksakan dan pengulangan gerakan yang berlebihan. Jika gerakan terjadi
terus-menerus dalam durasi yang lama, maka dapat mengakibatkan tegangan
pada otot menurunnya sirkulasi pada sendi, serta kompresi pada susunan saraf
dan juga pembuluh darah di sekitarnya yang berakhir pada munculnya keluhan
MSDs (Tunang, et al., 2022).
Menurut WHO, MSDs berada diurutan kedua terbanyak akibat kerja.
Musculoskeletal Disorders merupakan salah satu gangguan kesehatan yang
1
2
dapat diakibatkan dari alat yang digunakan selama bekerja. Angka prevalensi
kejadian Musculoskeletal Disorders di dunia menurut data dari Labour Force
Survey (LFS) menunjukkan bahwa MSDs pada pekerja sangat tinggi yaitu
sejumlah 1.144.000 kasus dengan distribusi kasus yang menyerang punggung
sebesar 493.000 kasus, anggota tubuh bagian atas atau leher 426.000 kasus, dan
anggota tubuh bagian bawah 224.000 kasus. Hasil penelitian abledu dkk pada
tahun 2017 di Amerika adalah terdapat sekitar enam juta kasus MSDs pertahun
atau rata-rata 300 – 400 kasus per- 100.000 orang pekerja (Cheisario, et al.,
2022).
Sedangkan di Indonesia yang mempunyai masyarakat pekerja meningkat
secara terus menerus, prevalensi penyakit musculoskeletal berdasarkan
diagnosa tenaga kesehatan 11,9 % dan berdasar diagnosis atau gejala sebesar
24,7%. Sebanyak 11 provinsi mempunyai prevalensi penyakit sendi di atas
persentase nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat,
Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, dan Papua (Cheisario, et al., 2022).
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan keluhan atau gangguan
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan hingga terasa
sangat sakit pada bagian muskuloskeletal yang meliputi bagian sendi, syaraf,
otot maupun tulang belakang akibat pekerjaannya yang tidak alamiah. Jika otot
mengalami gangguan, maka aktivitas sehari-hari seperti melakukan pekerjaan
dapat terganggu karena kekuatan otot merupakan salah satu bagian terpenting
dari organ tubuh manusia agar tubuh dapat bergerak. Timbulnya rasa sakit pada
otot ini dapat berakibat pada menurunnya produktivitas kerja seseorang.
Sedangkan kekuatan otot sendiri akan ditentukan oleh banyaknya serat-serat
yang berkerut secara aktif di dalam tubuh manusia dalam kurun waktu tertentu
(Tjahayuningtyas, 2019).
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi keluhan Musculosketal Disorders?
2. Apa yang yang dimaksut dengan Low Back Pain?
3. Bagaimana pencegahan kejadian Musculosketal Disorders dan Low Back
Pain?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui keluhan mengenai Musculosketal Disorders.
2. Untuk mengetahui apa itu Low Back Pain.
3. Untuk mengetahui pencegahan kejadian Musculosketal Disorders dan Low
Back Pain.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bagi banyak
pihak dan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan mengenai kejadian penyakit
akibat kerja (PAK) seperti Musculosketal Disorders dan Low Back Pain bagi
para pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
4
5
b. Tahap kedua: Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam
setelah bekerja. Tidak mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan
performance kerja.
c. Tahap ketiga: Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi
ketika bergerak secara repetitive. Tidur terganggu dan sulit untuk
melakukan pekerjaan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja
(Aspian,
2017).
Adapun Jenis-jenis keluhan Muskulosketal Disorders (MSDs) antara lain:
a. Sakit Leher
Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang
mengenai leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring
atau kaku leher. Pengguna komputer yang terkena sakit ini adalah
pengguna yang menggunakan gerakan berulang pada kepala seperti
menggambar dan mengarsip, serta pengguna dengan postur yang kaku;
b. Nyeri Punggung
Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala
nyeri punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun
spasme otot. Nyeri punggung juga dapat disebabkan oleh tegangan otot
dan postur yang buruk saat menggunakan computer.
c. Carpal Tunnel Syndrome
Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan
pergelangan tangan yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus.
Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas berulang yang menyebabkan
penekanan pada nervus medianus. Keadaan berulang ini antara lain
seperti mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang
penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa saja yang
menyebabkan penekanan pada nervus medianus.
d. De Quervains Tenosynovitis
Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang
lengan bawah, disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon
yang berasa di ibu jari pergelangan tangan. Aktivitas berulang seperti
6
kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun,
selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya
umur.
Pada saat umur mencapai 60 tahun, rerata kekuatan otot menurun
sampai 20%. Pada saat kekuatan otot mulai menurun maka risiko
terjadinya keluhan otot akan meningkat. Umur mempunyai hubungan
yang sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot leher dan
bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur
merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot.
2) Jenis Kelamin
Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli
tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal,
namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan
bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot.
Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita
memang lebih rendah daripada pria. Kekuatan otot wanita hanya
sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot
pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.
3) Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan
merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan
dengan para ahli. Namun demikian, beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat
hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin
lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula
tingkat keluhan otot yang dirasakan. Sebuah penelitian menemukan
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan
pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi
kesegaran tubuh seseorang Kebiasaan merokok akan dapat
menurunkan kapasitas paru- paru, sehingga kemampuan untuk
mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya tingkat
kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang
12
dan toleransi kelelahan. Alat ukur ergonomik yang dapat digunakan mulai
dari yang sederhana seperti checklist hingga sistem komputer, seperti uraian
berikut ini (Aspian, 2017).
a. Checklist
Checklist merupakan alat ukur ergonomik yang paling sederhana
dan mudah, oleh karena itu pada umumnya menjadi pilihan pertama
untuk melakukan pengukuran yang masih bersifat umum. Checklist
terdiri dari daftar pertanyaan yang diarahkan untuk mengidentifikasi
sumber keluhan penyakit. Untuk mengetahui sumber keluhan otot, pada
umumnya daftar pertanyaan yang diajukan dikelompokkan menjadi dua,
yaitu pertanyuan yang bersifat umum dan khusus. Pertanyaan umum
biasanya mengarah pada pengumpulan data tentang tingkat beban kerja,
tingkat kesulitan pekerjaan, kondisi lingkungan kerja, waktu dan sikap
kerja. Sedangkan pertanyaan khusus diarahkan untuk memperoleh data
yang lebih spesifik seperti berat beban, jarak angkat, jenis pekerjaan dan
frekuensi kerja Checklist merupakan alat ukur ergonomik yang sangat
mudah untuk digunakan, tetapi hasilnya kurang teliti. Oleh karena itu
checklist lebih cocok untuk studi pendahuluan dan identifikasi masalah.
b. Model Biomekanik
Model biomekanik menerapkan konsep mekanika teknik pada
fungsi tubuh untuk mengetahui reaksi otot yang terjadi akibat tekanan
beban kerja. Atas dasar teori keseimbangan pada sendi, dapat di analisis
besarnya peregangan otot akibat beban dan sikap kerja yang ada dan
selanjutnya dapat di evaluasi apakah peregangan yang terjadi melampaui
kekuatan maksimal otot untuk kontraksi.
Beberapa faktor penting yang harus dicermati apabila pengukuran
dilakukan dengan model biomekanik adalah sebagai berikut:
1) Sifat dasar mekanik (statik atau dinamik);
2) Dimensi model (dua atau tiga dimensi),
3) Ketepatan dalam mengambil asumsi, dan
4) Input yang diperlukan cukup kompleks.
15
b. Rekayasa manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai
berikut.
1) Pendidikan dan pelatihan: Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja
menjadi lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga
diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam
melakukan upaya- upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat
kerja.
2) Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang: Pengaturan
waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti disesuaikan
dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan,
sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber
bahaya.
3) Pengawasan yang intensif: Melalui pengawasan yang intensif dapat
dilakukan pencegahan secara lebih dini terhadap kumungkinan
terjadinya risiko sakit akibat kerja.
8. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders
a. Faktor Pekerjaan
Faktor risiko pekerjaan adalah karakteristik pekerjaan yang dapat
meningkatkan risiko cedera pada sistem otot rangka. Faktor risiko
ergonomic adalah sifat/karakteristik pekerja atau lingkungan kerja yang
dapat meningkatkan kemungkinan pekerja menderita gejala MSDs. Ada
beberapa faktor yang terbukti berkontribusi menyebabkan MSDs yaitu
pekerjaan yang dilakukan dengan postur tubuh saat bekerja, beban,
gerakan repetitive/frekuensi, durasi, dan genggaman (Aspian, 2017).
1) Postur Kerja
Postur tubuh adalah posisi relatif dari bagian tubuh tertentu.
Postur didefinisikan sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh dengan
memperhatikan satu sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur
dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Posisi
tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal
saat
19
b. Faktor Individu
1) Umur
Umur berhubungan dengan keluhan pada otot. Pada umumnya
keluhan musculoskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu
antara
25-65 tahun. Keluhan pertama biasa dirasakan pada usia 35 tahun
dan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Jadi
semakin tua umurnya semakin besar risiko terjadinya gangguan
MSDs.
2) Masa Kerja
Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang
terkait dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu
perusahaan dan masa kerja dalam suatu unit produksi. Masa kerja
merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang pekerja
untuk meningkatkan risiko terjadinya musculoskeletal disorders,
terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja
yang tinggi.
3) Jenis Kelamin
Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah
dibanding pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari
kekuatan otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi
dibandingkan otot wanita. Perbandingan keluhan otot antara pria dan
wanita adalah 1:3.
4) Kebiasaan merokok
Setiap rokok/cerutu mengandung lebih dari 4.000 jenis bahan
kimia, dimana 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni dan 40
dari bahan tersebut dapat menyebabkan kanker. Zat berbahaya
didalam rokok diantaranya adalah nikotin Efek nikotin menyebabkan
perangsangan terhadap hormon kathekolamin (adrenalin) yang
bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan
kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin meninggi,
berakibat timbulnya hipertensi.
22
dengan serangan akut dengan rentang yang mengalami adalah usia 35-55
tahun. (Simanjuntak, Silitonga and Aryani, 2020).
LBP di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang nyata. LBP
merupakan penyakit nomor dua pada manusia setelah influenza. Data untuk
jumlah penderita LBP di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun
diperkirakan penderita LBP di Indonesia bervariasi antara 7,6% sampai 37%
dari jumlah penduduk yang ada di Indonesia. Berdasarkan data kesehatan di
Provinsi Pulau Jawa, menunjukkan bahwa tingkat keluhan nyeri punggung
bawah tertinggi dengan rata-rata 58,33% di provinsi jawa timur. Di jawa
tengah menjadi tingkat nyeri punggung bawah kedua dengan rata-rata 40%.
Sedangkan di jawa barat menjadi tingkat nyeri punggung bawah ketiga
dengan rata-rata 16%. Prevalensi nyeri punggung bawah adalah 8,4% pada
tahun 2014. Tercatat terjadi peningkatan Disability-Adjusted Life Years
(DALY) dari 20,6 juta pada tahun 1990 menjadi 30,9 juta pada tahun 2010
(Pratama, Asnifatima and Ginanjar, 2019).
2. Etiologi Low Back Pain
Menurut Harsono (2000), penyebab yang paling sering terjadi yang
dapat mengakibatkan Low Back Pain (LBP) adalah kekakuan dan spasme
otot punggung oleh karena aktivitas tubuh yang kurang baik serta tegangnya
postur tubuh. Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu
dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut,
ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot, osteoartritis tulang
belakang, stenosis tulang belakang, masalah diskus intervertebralis,
ketidaksamaan panjang tungkai) (Agustin et al., 2023).
Pasien biasanya mengeluh nyeri pungung akut maupun nyeri
punggung kronis dan kelemahan.Peninggian tungkai dalam keadaan lurus
yang mengakibatkan nyeri menunjukkan iritasi serabut saraf. Pemeriksaan
fisik dapat menemukan adanya spasme otot paravertebralis (peningkatan
tonus otot tulang postural belakang yang berlebihan) disertai hilangnya
lengkungan lordotik lumbal yang normal dan mungkin ada deformitas
tulang belakang. Bila pasien diperiksa dalam keadaan telungkup, otot
paraspinal akan relaksasi
25
terhalang dan menimbulkan kelelahan, rasa kebas dan nyeri (Prastuti, Sintia
and Ningsih, 2020).
Posisi duduk yang lama dengan postur yang tidak nyaman dapat
menyebabkan gangguan muskuloskeletal sehingga mengubah posisi duduk
secara teratur ketika duduk yang lama disarankan untuk dapat mengurangi
risiko nyeri punggung bawah, rasa tidak nyaman pada daerah lumbar,
kelelahan otot punggung dan kelelahan mental fisik akibat kerja (Prastuti,
Sintia and Ningsih, 2020).
Nyeri punggung tersebut dapat terjadi pada berbagai situasi kerja,
tetapi risikonya lebih besar apabila duduk lama dalam posisi statis karena
akan menyebabkan kontraksi otot yang terus menerus serta penyempitan
pembuluh darah. Pada penyempitan pembuluh darah aliran darah terhambat
dan terjadi iskemia, jaringan kekurangan oksigen dan nutrisi, sedangkan
kontraksi otot yang lama akan menyebabkan penumpukan asam laktat;
kedua hal tersebut menyebabkan nyeri (Dinata, 2021).
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya Nyeri Punggung
Bawah antara lain umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), massa
kerja, dan kebiasaan merokok. Penyebab yang paling sering terjadi pada
Nyeri Punggung Bawah adalah duduk terlalu lama, sikap duduk yang salah,
postur tubuh yang tidak ideal, aktivitas yang berlebihan, serta trauma.
Pekerjaan yang berisiko menimbulkan LBP antara lain pekerjaan yang
memiliki jam kerja panjang dan mengharuskan karyawannya untuk duduk
dalam waktu yang lama pada posisi duduk tertentu (Dinata, 2021).
Lamanya seseorang berkerja dengan baik dalam waktu sehari pada
umumnya 6-10 jam. Dengan memperpanjang waktu kerja lebih dari
kemampuan lama kerja tersebut biasanya tidak disertai efisensi, efektivitas
dan produktivitas kerja yang optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan
kualitas dan hasil kerja serta berkerja dengan waktu yang berkepanjangan
timbul kecenderungan untuk terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan
penyakit, kecelakaan serta ketidakpuasan (Prastuti, Sintia and Ningsih,
2020).
27
harus tetap ditempat tidur dengan matras yang padat dan tidak membal
selama
2 sampai 3 hari. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal
lebih besar yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal.
Bagian kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit
menekuk lututnya atau berbaring miring dengan lutu dan panggul ditekuk
dan tungkai dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala. Posisi tengkurap
dihindari karena akan memperberat lordosis. Kadang-kadang pasien
perlu dirawat untuk penanganan “konservatif aktif” dan fisioterapi. Traksi
pelvic intermiten dengan 7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi
memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.
Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Terapi
bisa meliputi pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra merah,
kompres lembab dan panas (Agustin et al., 2023).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan gangguan pada otot,
saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis.
Sedangkan Low Back Pain (LBP) merupakan salah satu bentuk MSDs yang
melibatkan rasa nyeri pada daerah punggung bagian bawah, khususnya di
daerah diskus invertebralis lumbal bawah L4-L5 dan L5-S. MSDs, termasuk
LBP, memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan individu dan
masyarakat secara keseluruhan.
Musculoskeletal Disorders mencakup berbagai kondisi yang dapat
berkembang baik secara bertahap maupun tiba-tiba, dengan gejala yang
bervariasi seperti ketegangan otot, inflamasi, degenerasi, dan rasa nyeri.
Sedangkan Low Back Pain sendiri mencakup rasa sakit atau nyeri yang
terlokalisasi pada bagian bawah tulang belakang, sering kali menjalar hingga
ke tumit kaki.
B. Saran
Saran dari kami, diperlukan langkah-langkah pencegahan yang konkret.
Pertama, perlu ditekankan pentingnya ergonomi dalam lingkungan kerja,
dengan menggunakan peralatan dan perabot yang mendukung postur tubuh
yang baik. Pelatihan kesadaran postur juga sebaiknya diimplementasikan agar
individu dapat secara aktif memperhatikan dan memperbaiki postur tubuhnya
selama bekerja. Manajemen stres juga perlu menjadi fokus, mengingat stres
dapat memperburuk kondisi MSDs. Selain itu, rutin melakukan aktivitas fisik,
peregangan, dan latihan yang memperkuat otot dapat membantu mengurangi
risiko terjadinya low back pain. Keberhasilan pencegahan ini tidak hanya
bergantung pada individu, tetapi juga membutuhkan dukungan dari organisasi
untuk menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesehatan
muskuloskeletal.
29
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, N. et al. (2023) ‘Pencegahan Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) di
Poskesdes Desa Bandung Kabupaten Mojokerto’, Jurnal Masyarakat
Madani Indonesia, 2(1), pp. 13–17. Available at:
https://doi.org/10.59025/js.v2i1.55.
Aspian, P., 2017. Ergonomi dan Faal kerja. Kendari: Universitas Halu Oleo.
Dinata, A.A.H. (2021) ‘Hubungan Lama Duduk dengan Kejadian Nyeri Punggung
Bawah’, Jurnal Medika Hutama, 3(1), pp. 1718–1722. Available at:
http://jurnalmedikahutama.com.
Fahrezi, A. Al (2022) ‘Hubungan posisi duduk dengan kejadian low back pain ada
pandemi covid-19’, Jurnal Medika Hutama, 3(2), pp. 1846–1850.
Hutasuhut, R.O., Lintong, F. and Rumampuk, J.F. (2021) ‘Hubungan Lama Duduk
Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah’, Jurnal e-Biomedik, 9(2),
pp. 160–165. Available at: https://doi.org/10.35790/ebm.v9i2.31808.
Prastuti, B., Sintia, I. and Ningsih, K.W. (2020) ‘Hubungan Lama Kerja dan Posisi
Duduk Terhadap Kejadian Low Back Pain Pada Penjahit di Kota
Pekanbaru’, Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan,
30
31