Anda di halaman 1dari 21

STUDENT PROJECT

Musculoskeletal Disordes (MSDs) DAN PENANGANANNYA PADA


PRAKTIK DOKTER GIGI

KELOMPOK SGD 5
Disusun oleh :
Ni Nyoman Rian Permata Sari 1702551019
I Putu Gede Surya Widarma 1702551020
I Gede Angling Reka Putra 1702551021
Annisa Ayu Rachmayani 1702551038
Ni Putu Diva Candra Dewi 1702551039
Made Lesya Vavata 1702551040
Ni Kadek Natalia 1702551042
Elon Liliana Orain 1702551047
Dethy Correia 1502405023

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
berkat dan rahmat yang Tuhan berikan, kami kelompok SGD 5 dapat
menyelesaikan tugas student project berupa literature review dengan judul
“Musculoskeletal Disordes (MSDs) dan Penanganannya pada Praktik Dokter
Gigi”.
Tugas student project ini membahas mengenai MSDs dan penangannya
pada praktik dokter gigi. Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada
pihak – pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas student
project ini.
Kami menyadari bahwa student project ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk
menyempurnakan makalah ini.

Denpasar 19 Februari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................5
2.1. Definisi Ergonomi.....................................................................................5
2.2. Hubungan Ergonomi dengan Profesi Dokter Gigi....................................6
2.3. Definisi Musculoskeletal Disorder............................................................7
2.4. Gangguan Muskuloskeletal Terkait Praktik Dokter Gigi..........................8
2.5. Penerapan Ergonomi dalam Praktik Dokter Gigi......................................9
BAB III SIMPULAN DAN SARAN..................................................................17
3.1. Simpulan..................................................................................................17
3.2. Saran........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................18

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal penting dalam
melaksanakan tugas, supaya para pekerja dapat melakukan pekerjaan dengan
aman, nyaman dan produktif (Lestari, T. & Trisyulianti, 2009). Salah satu
penyakit yang dapat muncul akibat pekerjaan adalah Musculoskeletal disorders
(MSDs). Menurut World Health Organization (WHO) MSDs merupakan
gangguan yang disebabkan ketika seseorang melakukan aktivitas atau pekerjaan
secara terus menerus sehingga mempengaruhi fungsi otot, tendon, ligamen, saraf,
sendi dan pembuluh darah. Gangguan ini dapat menimbulkan rasa sakit dan
mengurangi kemampuan tubuh untuk bergerak, sehingga menghambat seseorang
dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Cahyono, 2008).
Gangguan muskuloskeletal kerap kali terjadi pada praktisi kesehatan.
Praktisi kesehatan yang paling rentan terkena gangguan muskuloskeletal adalah
dokter gigi. Hal ini diakibatkan karena pasien yang dirawat di atas dental chair
menyebabkan dokter gigi harus duduk maupun berdiri membungkuk dalam waktu
yang relatif lama. Posisi tubuh yang janggal ini mengakibatkan dokter gigi sering
mengalami keluhan rasa sakit di area leher, bahu dan tulang punggung sehingga
dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal berupa nyeri punggung bagian
bawah (lower back pain) (Rucker dan Sunell, 2002; Hamman, 2001). Menurut
Ligh, walaupun bekerja dengan postur netral dapat mencegah atau mengurangi
gangguan muskuloskeletal, kebanyakan dokter gigi tidak menyadari pentingnya
manfaat sistem ergonomi dengan posisi yang baik saat merawat pasien (Ligh,
2002). Posisi tubuh yang baik dan benar tentunya memerlukan peralatan yang
baik pula, seperti kursi yang ergonomis dapat mendukung tulang punggung pada
posisi yang baik.

3
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis mengetahui bahwa dokter gigi
memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami gangguan muskuloskeletal. Oleh
karena itu, penting bagi mahasiswa ataupun dokter gigi untuk mengetahui
bagaimana penanganan gangguan muskuloskeletal pada praktik dokter gigi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas, yaitu bagaimana penanganan
musculoskeletal Disorder (MSDs) pada praktik dokter gigi ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan student project ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui penanganan musculoskeletal Disorder pada praktik
dokter gigi
2. Untuk mengetahui penerapan sistem ergonomi dalam praktik dokter gigi

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan student project ini, yaitu:
1. Manfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa kedokteran gigi yaitu,
dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
menambah pengetahuan mengenai musculoskeletal disordes (MSDs) dan
penanganannya pada praktik dokter gigi.
2. Manfaat bagi penulis yaitu, melatih kemampuan menulis dan melatih
kepekaan terhadap permasalahan seputar ilmu kedokteran gigi mengenai
ergonomi.

4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 kata yaitu Ergos
artinya kerja, sedangkan Nomos yang artinya hukum atau ukuran (Nurmianto,
2005). Ergonomi adalah ilmu, seni serta penerapan teknologi yang dibuat untuk
meningkatkan atau menyeimbangi semua fasilitas kerja yang digunakan manusia
dalam beraktivitas ataupun istirahat dengan keterbatasan manusia baik fisik
maupun mental sehingga kualitas hidup setiap individu menjadi lebih baik
(Tarwaka, dkk. 2014).
Ada beberapa definisi ergonomi dari beberapa ahli yaitu salah satunya
seperti yang dikatakan Clark dan Corlett bahwa ergonomi yaitu ilmu yang
mempelajari kemampuan atau karakteristik dari manusia dalam hal rancangan
peralatan kerja, sistem kerja yang dilakukan, dan pekerjaan yang tujuannya untuk
meningkatkan kesejateraan pekerjaan serta untuk menghidari risiko cedera saat
bekerja. Sementara itu International Labora Organization (ILO) mengatakan
bahwa ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari dan mengukur pekerjaan.
Selain itu Wickens mendefinisikan bahwa ergonomi adalah ilmu mempelajari
beberapa faktor pada manusia untuk merencanakan/merancang mesin yang dapat
membantu keterbatasan manusia (Sarkar, Shigli. 2012).
Menurut International Ergonomics Associantion (IEA), Ergonomi
merupakan ilmu disiplin untuk mempelajari interaksi manusia dengan elemen
lainya dalam sistem dan profesi yang akan mengaplikasikan prinsip dari teori,
data, dan metode-metode untuk mendesain peralatan kerja supaya lebih
mengoptimalkan kesejahteraan manusia, dan sistem kinerjanya.
Ergonomi menggabungkan ilmu kesehatan dan ilmu teknik. Contohnya
dalam ilmu kesehatan yaitu mempelajari anatomi tubuh manusia, fisiologi,
biologi, psikologi dan antropologi kesehatan. Sedangkan dalam ilmu teknik yang
dipelajari yaitu mengenai teknik mesin, desain peralatan kerja, dan mekanik.
Disiplin yang dimaksud dalam ilmu kesehatan yaitu meberitahu bahwa setiap
manusia memiliki kemampuan atau kapasitas kerja yang terbatas. Dalam disiplin

5
ilmu teknik yaitu untuk merancang tugas atau pekerjaan, sistem kerja, dan
peralatan di tempat kerja (Kroemer, Grandjean. 2004).
Faktor risiko ergonomi bagi dokter gigi yaitu bekerja terlalu lama, pekerjaan
yang berulang-ulang, dan posisi duduk yang tidak baik (Leggat dkk, 2007). Risiko
cedera yang khususnya dialami oleh dokter gigi yaitu gangguan muskuloskeletal
(Szymanska, 2002). Mempelajari ilmu ergonomi bertujuan untuk dapat
memecahkan suatu permasalah dalam aspek kehidupan manusia pada saat bekerja
nanti (Wiradharma, 2012).

Gambar 1. Faktor Yang Mempengaruhi Ergonomi (Sarkar & Shigli, 2012)


2.2. Hubungan Ergonomi dengan Profesi Dokter Gigi
Saat melaksanakan tugas sehari-hari dokter gigi melakukan perawatan yang
memerlukan ketelitian di area perawatan yang kecil, yaitu daerah mulut, sehingga
sering ditemukan dokter gigi yang melakukan pekerjaannya dengan postur tubuh
yang salah dalam waktu yang cukup lama. Kebiasaan menerapkan postur tubuh
tidak ergonomi ini telah diterapkan sebelum dokter gigi mendapatkan gelar
dokternya, dimana dalam tahap pendidikan preklinik maupun klinik (Rafika,
2017).
Potensi bahaya dalam praktik kedokteran gigi dapat dilihat dari berbagai
aspek salah satunya adalah ergonomi. Ergonomi adalah suatu cara seseorang
berinteraksi dengan lingkungan kerja mereka, prinsip utama dalam ergonomi
adalah menyerasikan pekerjaan dengan pekerja atau “fitting the job to the
worker”. Keberhasilan penerapan ergonomi dapat meningkatkan produktivitas
kerja yang tinggi dan menghindari terjadinya penyakit serta meningkatkan
kepuasan dari hasil kerja, sedangkan aplikasi yang tidak berhasil dapat

6
menyebabkan menurunnya produktivitas kerja serta berbagai bahaya kesehatan
(Pane, 2014).
Faktor risiko ergonomi pada profesi dokter gigi adalah bekerja yang terlalu
lama, pekerjaan berulang-ulang, dan posisi duduk yang tidak baik. Risiko yang
sering terjadi pada dokter gigi yaitu berkembangnya gangguan muskuloskeletal
yang melibatkan saraf, tendon dan otot. Perilaku ini harus dikurangi dengan
mengubah perilaku dalam bekerja. Tujuan ilmu ergonomi dapat memberikan
peranan yang positif dalam mencapai tujuan dan sebagai suatu pemecahan
masalah yang praktis. Potensi bahaya pada praktik kedokteran gigi dapat dilihat
dari berbagai aspek, mulai penyakit-penyakit infeksi hingga potensi bahaya
seperti kecelakaan, radiasi, terkontaminasi bahan-bahan kimia yang berbahaya,
dan gangguan psikososial. Potensi berbahaya dapat dikarenakan suasana kerja
yang tidak ergonomi. Beberapa kasus yang tidak ergonomi seperti kesalahan
penempatan alat kedokteran gigi hingga kesalahan dalam memposisikan tubuh
saat bekerja di dental unit. Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya
produktivitas dan efektifitas dalam bekerja (Samad, 2012).
Dengan adanya ilmu ergonomi diharapkan dapat mengurangi angka cedera
dan kesakitan dalam melakukan pekerjaan, produktivitas dan keselamatan kerja
meningkat yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan fisik, mental dan
sosial pekerja (mayasari, 2016).
2.3. Definisi Musculoskeletal Disorder
Gangguan muskuloskeletal merupakan kumpulan gangguan atau cedera
pada sistem musculoskeletal yang menimbulkan rasa nyeri berkepanjangan
(Agusdianti,dkk. 2017). World Health Organization (WHO) mendefinisikan
musculoskeletal disolders (MSDs) adalah gangguan yang terjadi pada otot,
tendon, sendi, diskus inventebralis, saraf perifer, dan sistem vaskularisasi yang
dapat terjadi secara akut maupun berkembang menjadi kronis dalam kurun waktu
bertahap (Wijaya, dkk 2011).
Adapun faktor penyebab gangguan muskuloskeletal sangat sulit untuk
ditemukan, namun perlu diketahui bahwa suatu faktor resiko belum tentu menjadi
penyebab. Faktor resiko tersebut meliputi berbagai faktor diantaranya pekerjaan,
organisasi, dan lingkungan. Musculoskeletal disolders akibat pekerjaan banyak

7
ditemukan terutama pada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan fisik seperti
pengulangan gerakan secara terus menerus, mengeluarkan gerakan yang
berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan otot dan menimbulkan rasa nyeri,
tekanan mekanis yang disebakan oleh cedera akibat peralatan, sikap kerja yang
tidak ergonomis, getaran akibat penggunaan peralatan dengan frekuensi getar di
atas 5000 Hz, suhu udara yang tidak nyaman, dan tekanan yang disebabkan oleh
tekanan luar. Selain itu ada pula faktor resiko lainnya seperti usia, penyakit
tertentu, dan aktivtas lain diluar pekerjaan (Anorital dan Andayasari, 2012).
2.4. Gangguan Muskuloskeletal Terkait Praktik Dokter Gigi
Gangguan muskuloskeletal yang sering terjadi pada praktisi kesehatan. Hal
ini terjadi akibat posisi tubuh sewaktu bekerja kurang ergonomis dan terjadi dalam
waktu yang lama serta berulang-ulang. Di antara tenaga kesehatan yang rentan
dalam menghadapi adanya gangguan muskuloskeletal adalah dokter gigi. Secara
umum jenis pekerjaan dokter gigi ditandai dengan adanya posisi tubuh yang statis
dan kaku dalam melakukan perawatan terhadap pasien. Pasien yang dirawat di
atas kursi gigi menyebabkan seorang dokter gigi harus duduk atau berdiri
membungkuk dalam waktu lama. Posisi tubuh seperti ini menyebabkan dokter
gigi yang berpraktik sering mengalami rasa sakit atau rasa tidak nyaman di daerah
leher, bahu dan tulang punggung sehingga dapat mengakibatkan antara lain
gangguan muskuloskeletal yang berupa nyeri punggung bagian bawah (Adnyasari
& Anorital, 2011).
Salah satu faktor yang menyebabkan keluhan MSDs pada dokter gigi adalah
mereka lebih peduli dengan kenyamanan pasien saat perawatan daripada
kenyamanan mereka saat merawat pasien. Oleh sebab itu, sebagian gangguan
yang dialami terjadi karena tubuh saat bekerja secara tidak sadar sering pada
posisi yang salah dan tidak sesuai ketika merawat pasien. Terdapat faktor teknis
seperti penempatan dental unit, lampu kerja, dan peralatan lain yang digunakan
tidak tepat sehingga perlu memutar badan tanpa diikuti perputaran sumbu tubuh.
Faktor non teknis, dokter gigi sering melakukan postur pada tubuh yang janggal
saat bekerja. Misalnya, saat melakukan pencabutan gigi, leher yang membungkuk
dan menoleh, bagian pinggang yang terlalu berputar, adanya devisiasi pada sudut
normal pergelangan tangan, tekanan tangan yang berlebihan karena alat-alat,

8
terkadanng punggung terlalu membungkuk ke arah pasien dalam waktu yang lama
dan menyebabkan kelelahan otot. Saat perawatan berlangsung dokter gigi
mengangkat siku atau lengan yang telalu tinggi dan menyebabkan otot yang
tegang. Akibatnya dapat memicu sindrom pada musculoskeletal, seperti rasa sakit
pada leher, punggung, bahu, pergelangan tangan, dan tangan (Putriwijaya, 2016).
2.5. Penerapan Ergonomi dalam Praktik Dokter Gigi
Ergonomi dapat diterapkan pada lingkungan kerja, yaitu dengan membuat
tempat kerja (workstation) sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan aktivitas yang
dilakukan pekerja. Selain itu dengan membuat atau menggunakan alat kerja yang
sesuai dengan ukuran tubuh pekerja itu, serta sesuai dengan gerakan yang
dilakukannya dan memberikan rasa nyaman saat menggunakannya.
Ketidakserasian antara ukuran tubuh manusia dengan tempat kerja akan
mempengaruhi sikap tubuh saat berkerja. Hal ini dapat menyebabkan berbagai
gangguan muskuloskeletal, mulai dari nyeri sampai cedera otot dan memperbesar
risiko untuk terjadi kecelakaan (Martin, 2004, & Occupational Health Clinics for
Ontario Workers, 2007).
Pekerjaan dokter gigi mempunyai karaketeristik tertentu, dimana
dibutuhkan kerja yang presisi, dengan bekerja di area terbatas dan sempit, serta
membutuhkan waku lama dan kadang kadang obyek kerjanya agak gelap (rongga
mulut) dan memerlukan peralatan khusus dan tertentu (Martin, 2004, &
Occupational Health Clinics for Ontario Workers, 2007). Terdapat beberapa
komponen yang perlu diperhatikan pada penerapan ergonomi di dalam praktik
dokter gigi, diantaranya :
1. Sikap Kerja
Dokter gigi dalam berpraktik sebaiknya selalu memperhatikan postur
tubuhnya atau posisi tubuhnya agar selalu ergonomis dan juga sebaiknya
tidak melakukan posisi tubuh yang statis terlalu lama seperti duduk,
berdiri saat memeriksa pasien. Usahakan untuk selalu seimbang dalam
melakukan hal hal tersebut (Martin, 2004, & Occupational Health Clinics
for Ontario Workers, 2007).
2. Kursi Dokter
Dalam melakukan perawatan tertentu kursi dokter gigi akan bergerak
hampir setiap menit karena dokter akan secara terus menerus

9
menyesuaikan posisi untuk meningkatkan akses visual dan
mengakomodasi pergerakan pasien. Maka dari itu penyangga dasar dari
kursi harus dapat menerima tekanan yang berulangkali. kursi harus
terdapat lima kaki, namun dasar dari kursi tidak boleh selebar kursi kantor,
harus dipastikan agar tidak mengganggu kaki, kontrol kaki, atau kursi
pasien (Sanders, 1997). Dudukan kursi harus cukup lebar untuk
memungkinkan adanya pergeseran dan perpindahan. Ujung depan dari
dudukan kursi harus menyempit untuk mempermudah pergerakan kaki dan
mencegah terjadinya penghambatan sirkulasi dan menekan saraf ke kaki.
Tinggi kursi harus dapat disesuaikan. Ketika telapak kaki berada datar di
lantai, sudut antara tulang belakang dan paha harus berkisar antara 90
hingga 110 derajat. Ketika memilih kursi duduk, dokter gigi harus
memastikan kursi memenuhi kriteria dan dapat membuat pekerja dalam
posisi alami tubuh (Martin, 2004, & Occupational Health Clinics for
Ontario Workers, 2007).

Gambar 2. (Berbagai macam desain kursi) (Occupational Health


Clinics for Ontario Workers, 2007)

3. Kursi Pasien
Kursi pasien merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan. Ketika
mendudukkan pasien, hasil optimal akan didapat ketika rongga mulut mereka
diposisikan setara dengan posisi jantung dokter pada saat duduk. Apabila
terletak lebih tinggi maka akan menyulitkan penanganan dan meningkatkan
kemungkinan kelelahan bahu. Disisi lain , apabila terletak terlalu rendah akan
menyebabkan postur kerja yang tidak alami termasuk deklinasi berlebihan,

10
pelekukan tubuh ke arah depan dan/atau samping, dan ketidakmampuan
dokter untuk melakukan pergerakan secara bebas. Selain itu, kursi yang tepat
akan meningkatkan kenyamanan pasien saat dilakukan pemeriksaan.
Sandaran tempat duduk pasien sebaiknya dapat diatur disesuaikan dengan
kebutuhan. Tungkai kaki pasien hendaknya lurus, sehingga pasien merasa
lebih nyaman dan rileks. Ketinggian kursi pasien dapat diatur oleh dokter gigi
dengan menggunakan kaki (Martin, 2004, & Occupational Health Clinics for
Ontario Workers, 2007).
4. Tempat Alat
Peralatan kedokteran gigi harus diletakkan ditempat yang
memungkinkan dokter untuk mempertahankan postur kerja yang alami.
Dalam hal ini seharusnya dokter tidak akan memerlukan pergerakan yang
sulit serta tempat yang jauh sehingga mengurangi deviasi postur selama
bekerja. Alat-alat yang sering dipakai harus diletakkan dalam jarak yang
“nyaman” (22-26 inch untuk kebanyakan orang) dan ketinggiannya tidak
diatas bahu atau dibawah pinggang. Alat-alat yang sering digunakan harus
diletakkan sedimikian rupa sehingga berada dalam jangkauan normal
horizontal reach yang merupakan lengkungan yang terbentuk ketika
menggerakan lengan bawah kesamping ketika lengan atas dipertahankan
posisinya. Alat-alat yang jarang dipakai diletakkan dalan jangkauan
maximal horizontal reach yang terbentuk ketika lengan direntangkan
secara maksimal. Disamping itu tempat alat-alat praktik gigi haruslah
mudah dipindahkan, stabil dan dapat diatur tinggi rendahnya. Ini semua
diperhatikan untuk kenyamanan pemakainya (Martin, 2004, &
Occupational Health Clinics for Ontario Workers, 2007).

11
Gambar 3. Tempat Bekerja Tangan yang dianjurkan (Esslab, 2010)

5. Penempatan Lampu Bekerja


Penempatan lampu bekerja saat dokter gigi melakukan aktivitas
merupakan faktor penting yang memengaruhi postur tubuh selama proses
bekerja. Tujuan dari penempatan pencahayaan yang tepat adalah untuk
menghasilkan pencahayaan yang rata, tanpa adanya bayangan. Tidak
hanya meningkatkan penglihatan namun juga dapat mengurangi postur
kerja yang tidak nyaman. Untuk peneranan yang optimal, garis cahaya
harus sedekat mungkin kepada garis pandang. Semakin besar deviasi
antara garis cahaya dan garis pandang, maka akan menghasilkan bayangan
yang semakin tinggi. Disamping itu, Cahaya tidak boleh mengenai tubuh
atau terhalang oleh bagian tubuh. Suhu ruangan tempat praktik dokter gigi
harus nyaman dan tidak boleh terasa panas, karena akan mengganggu
aktivitas dokter gigi saat bekerja. Suhu yang diakibatkan oleh lampu
penernangan perlu diperhatikan, sehingga perlu memilih lampu yang tidak
menimbulkan panas tinggi saat dipergunakan. Lampu penerangan untuk
bekerja harus dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat pindahkan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. (Martin,
2004, & Occupational Health Clinics for Ontario Workers, 2007)

12
Gambar 4. Penempatan Lampu di atas Kepala yang Optimal (UBC,2008)

Permasalahan muskuloskeletal dapat ditangani atau diringankan secara


efektif menggunakan pendekatan yang beragam, termasuk :
a. Postural Awerness Techniques
1. Menjaga lengkungan tulang belakang dengan cara :
- Miringkan sudut kursi sedikit ke depan lima hingga 15 derajat
untuk meningkatkan lengkungan punggung bawah.
- Duduk dekat dengan pasien dan jika memungkinkan posisikan
lutut di bawah kursi pasien. Ini dapat difasilitasi dengan
memiringkan kursi dan menggunakan kursi pasien yang memiliki
punggung atas dan sandaran kepala yang tipis.
- Pertimbangkan untuk menggunakan kursi operator bergaya pelana
yang memungkinkan lengkungan punggung bawah alami dengan
meningkatkan sudut pinggul sekitar 130 derajat.
- Sesuaikan kursi sehingga pinggul sedikit lebih tinggi dari berlutut
dan mendistribusikan berat badan secara merata dengan
meletakkan kaki dengan kuat di lantai.

13
- Gunakan sandaran lumbar kursi sebaik mungkin dengan
menyesuaikan sandaran lumbar ke depan agar bersentuhan dengan
punggung.
- Stabilkan lengkungan punggung bawah dengan mengontraksikan
transverse abdominal muscles.
- Putar ke depan dari pinggul Anda, bukan pinggang Anda (Valachi
& Valachi, 2003)
2. Menggunakan Magnification : pemilihan, penyesuaian, dan penggunaan
magnification system yang tepat berhubungan dengan penurunan
kemungkinan neck dan low back pain, karena memungkinkan operator
dapat menjaga postur tubuh yang sehat (Bosch, 2011).
3. Menyesuaikan kursi operator dengan tepat
- Menyesuaikan terlebih dahulu kursi operator baru kemudian kursi
pasien
- Posisikan dengan tepat bokong di bagian belakang kursi
- Letakkan kaki rata di lantai dan atur ketinggian kursi hingga
paha sedikit miring ke bawah sementara kaki tetap rata di lantai.
- Gerakkan sandaran ke atas atau ke bawah hingga sandaran
lumbar terletak dalam lengkungan lumbar alami punggung bawah.
Kemudian miringkan sandaram lumbar ke depan untuk
memungkinkan terjadi kontak dengan punggung bawah.
- Miringkan kursi ke arah depan sekitar 5-15 derajat.
- Lakukan penyesuaian sandaran tangan untuk mengurangi
kelelahan dan ketegangan leher dan bahu, dan membuat siku
berada pada posisi netral (Valachi &Valachi, 2003).

14
Gambar 5. (Posisi Duduk Netral Dokter Gigi ) (Shaik, 2015)
b. Positioning Strategies
1. Menghindari posisi statis
2. Lakukan perubahan posisi dari duduk ke berdiri
3. Pindahkan posisi kaki secara berkala
4. Posisikan pasien di ketinggian yang tepat
5. Hindari melakukan twisting
c. Periodic Break and Strecthing
1. chair side directional strecthing: peregangan yang dilakukan
berlawanan arah dari posisi yang tidak ergonomis, hal ini dapat
mencegah ketidakseimbangan otot yang dapat mengakibatkan rasa
sakit dan musculoskeletal disorder. Directional Strecthing dapat
dilakukan di dalam atau di luar operasi dan dapat digabungkan
kedalam rutinitas sehari-hari yang dapat membantu menyeimbangkan
kesehatan musculoskeletal. Directional Strecthing melibatkan
rotation, dan side bending yang umumnya dilakukan berlawanan arah
terhadap gerakan yang biasa dilakukan oleh operator.

15
2. Treating Trigger points: terkadang, operator dapat mengalami rasa
sakit yang tidak dapat disembuhkan dengan peregangan namun
semakin memperparah. Rasa sakit ini keungkinan disebabkan oleh
kontraksi yang berkelanjutan di dalam serabut otot yang padat yang
dikenal sebagai trigger point yang terasa seperti a small hard knot.
Sangat penting untuk operator segera melepaskan trigger point
secepatnya. Beberapa orang dapat membantu menangani trigger
points yaitu, terapis fisik, terapis saraf dan otot, terapis pijat, dokter
terlatih, atau dokter gigi yang dapat menangani hal ini dengan terapi
menggunakan bola tenis atau bola kecil lainnya yang diletakkan
diantara punggung bawah dan dinding atau lantai.
d. Strengthening Exercises
1. Latihan aerobik. Faktor utama terjadinya musculoskeletal disorder
adalah menurunnya aliran nutrisi dan oksigen ke otot. Dengan
melakukan aerobik aliran darah ke seluruh jaringan meningkat dan
dapat meningkatkan kemampuan jaringan untuk menggunakan
oksigen.
2. Manajemen Stres. Adanya stres dapat menyebabkan kontraksi dan
sakit pada otot, terutama di otot trapezius. Operator dapat melakukan
berbagai macam teknik untuk meredakan stres seperti teknik
bernafas, relaksasi, pijat, latihan aerbik, meditasi atau yoga.
(Westgaard, 1999).
e. Edukasi
Untuk melindungi kesehatan diri sendiri, dokter gigi harus mencari tau
dan menerima edukasi mengenai kesehatan musculoskeletal, pencegahan
cedera dan ergonomi kedokteran gigi. Idealnya, pendidikan ini dimulai sejak
sekolah kedokteran gigi dan berlanjut sepanjang kehidupan sebagai seorang
yang profesional dalam kedokteran gigi (Valaci dan Valaci, 2003).

16
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1. Simpulan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah salah satu penyakit yang dapat
timbul akibat pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus yang dapat
mempengaruhi fungsi otot, tendon, ligamen, saraf, sendi, dan pembuluh darah.
Profesi dokter gigi merupakan profesi yang sangat rentan terkena MSDs karena
profesi ini mengharuskan untuk melakukan pekerjaan secara berulang, terlalu
lama, dan posisi duduk yang tidak ergonomis (statis dan kaku) pada saat
menangani pasien. Sebenarnya ada beberapa langkah preventif untuk menghindari
MSDs yaitu dengan cara mempertimbangkan beberapa aspek dalam ergonomi,
seperti sikap kerja, kursi dokter, kursi pasien, tempat alat, dan penempatan lampu
bekerja. Namun kebanyakan dokter gigi tidak menyadari pentingnya hal ini,
dengan alasan lebih memprioritaskan kenyamanan pasien dan secara tidak
langsung dokter gigi tidak mementingkan kenyamanan dirinya sendiri, padahal
seharusnya dokter gigi menerapkan ergonomi guna membantu dokter gigi dalam
mengurangi risiko cidera, meningkatkan produktivitas kerja, dan meningkatkan
kualitas hidup. Sehingga menurut pemaparan tersebut, seorang dokter gigi harus
melakukan upaya-upaya pencegahan agar terhindar dari MSDs dengan
menggunakan ilmu ergonomi yang sesuai.

3.2. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan, yakni:
1. Bagi penulis, diperlukan peningkatan kemampuan sintesis untuk
merangkum informasi tanpa mengurangi substansinya.
2. Diperlukan adanya penelusuran literatur yang lebih banyak lagi untuk
menambah pengetahuan tentang Musculoskeletal Disordes (MSDs) dan
penanganannya pada praktik dokter gigi sehingga dapat dokter gigi
dapat menerapkan ilmu ergonomi agar terhindar dari MSDs.

DAFTAR PUSTAKA

17
Adnyasari & Anorital, 2012, ‘Gangguan muskuloskeletal pada Praktik Dokter
Gigi dan Upaya Pencegahannya’, media litbang kesehatan, vol.22, no.6, hh.
71-72.
Agusdianti LN, Sudirman PL, Muliarta M., 2017. Edukasi ergonomi menurunkan
keluhan musculoskeletal dan memperbaiki konsistensi postur tubuh pada
mahasiswa PSPDG Universitas Udayana. ‘
Bosch J. 2011. Ergonomic challenges occupational injuries threaten to derail a
career beforeit starts. RDH. 31: 52-54
Cahyono, J.S.B., 2008. Gaya Hidup & Penyakit Modern. Kanisius.
Edy S, Samad R., 2012. Aplikasi postur yang ergonomi dokter gigi selama
perawatanklinis di kota Makasar. Dentika Dent J, 17(1): 1.
Esslab, 2010. Best Practices for Workstation Organization. Available online:
www.esslab.com/Vistalab/ergonomics5.htm
Hamann, C., 2001. Prevalence of Carpal Tunnel Syndrome and Median
Mononeuropathy Among Dentist: J Am Dent Assoc, 132:163-70.

Kroemer, K.H.E & Grandjean, E., 2004. Fitting the Task to the Human, 5th
edition
Leggat PA, Kedjarune U, Smith DR., 2007. Occupational health problems in
modern dentistry: a review. Industrial Health, 45: 611-5.
Lestari, T. and Trisyulianti, E., 2009. Hubungan Keselamatan dan Kesehatan (K3)
dengan Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus: Bagian Pengolahan
PTPN VIII Gunung Mas, Bogor). Jurnal Manajemen, 1(1).
Ligh, R.Q., (2002). Cummulative Trauma Injury – Carpal Tunnel Syndrome. J
Calif Dent Assoc (online). Available from
http://www.cda.org/member/pubs/journal/carp al.html.
Mayasari, D., 2016. Ergonomi Sebagai Upaya Pencegahan Musculoskeletal
Disorders Pada Pekerja. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Lampung, 1(2), pp.369-379.
Martin, M.M., Ahearn, D., Gotcher, J., Smith, S.W., Verhagen, C.M. and Michigan
Ismail, A., 2004. An introduction to ergonomics: Risk factors, MSDs,
approaches and interventions. American Dental Association, pp.1-26.
Nurmianto, Eko. 2005. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya
Jakarta.

18
Occupational Health Clinics for Ontario Workers, 2007. Ergonomics and Dental
Work. Tersedia di:
https://www.ohcow.on.ca/edit/files/workbooks/ERGONOMICS%20AND
%20DENTAL%20WORK.pdf
Pane, A., 2014. Evaluasi Berdasarkan Ergonomi Saat Melakukan Pencabutan
Gigi oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah Mulut FKG USU.
Putriwijaya, dkk., Dent. J.(Majalah Kedokteran Gigi) 2016 December; 49(4):
201–205.
Rafika, M., 2017. Hubungan Penerapan Postur Tubuh yang Ergonomi dengan
Tingkat Kejadian Muculoskeletal Disorders Pada Mahasiswa Program
Profesi di Fakultas edokteran Gigi Universitas Andalas (Doctoral
dissertation, Universitas Andalas).
Rucker, L.M., dan Sunell, S., (2002) Ergonomic Risk Factors Asscosiated with
Clinical Dentistry: J Calif Den Assoc, 30:139-48. 4.
Sarkar PA, Shigli A., 2012. Ergonomics in General Dental Practice. Department
of Pedodontist and Preventive Dentistry. Modern Dental College and
Research Ceter, Indore. People’s Journal of Scientific Research. Vol 5(1).
Shaik, A.R., 2015. Dental ergonomics: Basic steps to enhance work
efficiency. Archives of Medicine and Health Sciences, 3(1), p.138.
Szymanska J., 2002. Disorders of the musculoskeletal sistem among dentist
from the aspect of ergonomics and prophylaxis. Ann Agric Environ Med,
9: 168-70.
Tarwaka., Solichul BA., Lilik S., 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan Kerja Serta
Pencegahan Kecelakaan di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press
University of British Columbia. 2008. Dental Clinical Ergonomics: study module.
Available Online: www.dentistry.ubc.ca/ergo/
Valachi, B. and Valachi, K., 2003. Preventing musculoskeletal disorders in clinical
dentistry: strategies to address the mechanisms leading to musculoskeletal
disorders. The Journal of the American Dental Association, 134(12),
pp.1604-1612.
Westgaard, R.H., 1999. Effects of physical and mental stressors on muscle
pain. Scandinavian Journal of Work, Environment & Health, pp.19-24.
Wiradharma N., 2012. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi
meningkatkan kinerja praktikan di jurusan Kedokteran Gigi Universitas

19
Mahasaraswati Denpasar. TESIS. Denpasar: Program Megister Program
Studi Ergonomi- Fisiologi Kerja Program Pasca Sarjana, 7-8.
Wijaya AT, Darwita RR, Bahar A., 2011. The Relation between Risk Factors and
Musculoskeletal Impairment in Dental Students: a Preliminary Study.
Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai