Anda di halaman 1dari 56

HALAMAN JUDUL

GAMBARAN RISIKO POSTUR KERJA DENGAN METODE REBA (RAPID


ENTIRE BODY ASSESMENT) PADA PEKERJA PT. TANGGUH KARYA
UNGGUL, HARIAN 5R, DAN TIM MANDOR SISWOYO PADA PROYEK
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2019

LAPORAN HASIL OBSERVASI


“Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban Pelaporan Program Kerja pada Magang
HSE Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Halu Oleo”

Oleh:
TIM 7 KP KPwBI

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
NAMA ANGGOTA KELOMPOK

ANDYKA JAYA AMAR J1 A1 17 016 (Lantai 4)

RAHMA YANI J1 A1 17 113 (Lantai 1)

TRY SAPUTRA HABIBIE J1 A1 17 142 (Lantai 2)

UNI ZULFIANI J1 A1 17 146 (Lantai 3)

FARAHDILLA RAHMA SURYANI R. J1 A1 17 206 (Gedung Utilitas)

FERA RAHAYU NINGSIH J1 A1 17 207 (Lantai 1)

WAHYU ISHAQ TRISNANDI J1 A1 17 283 (Gedung Penunjang)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang Maha Agung, Maha bijaksana atas
segala limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal dengan Judul “Gambaran Risiko Postur Kerja dengan Metode REBA
(Rapid Entire Body Assesment) pada Pekerja PT. Tangguh Karya Unggul, Harian 5R,
dan Tim Mandor Siswoyo pada Proyek Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi
Tenggara Tahun 2019”. Untuk memenuhi salah satu kewajiban pelaporan program
kerja dalam rangka magang HSE Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu
Oleo.

Teristimewa ucapan terimakasih yang tak terhingga kami persembahkan kepada


ketua konsentrasi K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo yang
telah memberikan kami rekomendasi untuk menerapkan ilmu kami, juga segenap
direksi PT. Nindya Karya (Persero) atas kemurahan hati untuk menerima kami. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dari
segala aspek, untuk itu kami mohon maaf aatas kesalahan yang kurang berkenan.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan laporan ini. Kami juga meminta maaf atas segala
kekurangan, semoga karya ini bisa bermanfaat. Aamiin

Kendari, 20 Desember 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Contents
Contents

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


NAMA ANGGOTA KELOMPOK ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3 Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian .................................... 3
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS .............................................................................. 7
2.1 Tinjauan Umum tentang Ergonomi ................................................................ 7
2.2 Tinjauan Umum tentang Postur Kerja .......................................................... 13
2.3 Tinjauan Umum tentang Rapid Entire Body Assessment (REBA)............... 17
2.4 Kerangka Teori ............................................................................................. 35
2.5 Kerangka Konsep ......................................................................................... 36
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 37
3.1 Hasil .............................................................................................................. 37
3.1.1 PT. Tangguh Karya Unggul ...................................................................... 37

3.1.2 TIM Harian 5 R .......................................................................................... 42

3.1.3 TIM Mandor Siswoyo ................................................................................ 46

3.2 Pembahasan .................................................................................................. 49


BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 48
4.1 Simpulan .......................................................................................................... 48
4.2 Saran.................................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 49

iv
BAB I

: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional yang telah dan akan dilaksanakan pada saat ini,

dilakukan melalui ilmu penerapan pengetahuan dan teknologi maju yang telah

mampu menghasilkan peluang kerja sehingga diharapkan dapat meningkatkan status

sosial ekonomi dan kualitas hidup keluarga dan masyarakat. Hal ini akan berhasil

apabila berbagai risiko yang akan mempengaruhi hidup para pekerja, keluarga dan

masyarakat dapat diantisipasi. Berbagai risiko tersebut adalah kemungkinan

terjadinya penyakit akibat kerja (PAK). Penyakit yang berhubungan dengan

pekerjaan dan kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian.

Antisipasi ini harus dilaksanakan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara

pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal dengan

pendekatan ergonomik (Effendi, 2007).

Musculoskeletal Disorders merupakan gangguan kesehatan terkait kerja yang

dilaporkan secara konsisten oleh Self-reported Work-related Illnes (SWI) di UK.

Hasil terbaru menunjukkan bahwa pada tahun 2009/2010 diperkirakan prevalensi

572.000 orang di Inggris menderita gangguan Muskuloskeletal disebabkan atau

diperburuk oleh pekerjaannya di masa lalu. Data ini setara dengan 1900 per 100.000

1
2

orang (1,9%) yang bekerja dalam 12 bulan terakhir di Inggris. Dari prevalensi

tersebut, 248.000 orang diperkirakan menderita gangguan trauma pada punggung,

230.000 orang mengalami gangguan pada tubuh bagian atas atau leher, dan 94.000

orang mengalami gangguan pada tubuh bagian bawah. Dari data tersebut sepertiganya

(188.000 orang) merupakan kejadian baru (UK Health and Safety Executive, 2011).

Menurut laporan di sejumlah negara seperti China, Jepang, Argentina, Inggris

dan Amerika pada tahun 2010 dan 2011, proses kerja yang tidak ergonomis

merupakan salah satu faktor penyebab dari sebagian besar kasus penyakit akibat kerja

(ILO, 2013). Salah satu penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh proses kerja yang

tidak ergonomis adalah keluhan muskuloskeletal (Tarwaka, 2004). Keluhan

muskuloskeletal yang yang berkaitan dengan pekerjaan adalah gangguan yang terjadi

pada struktur tubuh seperti: otot, sendi, tendon, ligamen, saraf, tulang dan sistem

peredaran darah lokal, yang trauma disebabkan atau diperparah oleh faktor pekerjaan

(OSHA, 2007). Keluhan muskuloskeletal merupakan salah satu penyakit akibat kerja

yang paling umum diderita oleh pekrja. Diseluruh negara Uni Eropa, Musculoskeletal

Disorders (MSDs) merupakan penyakit akibat kerja yang paling umum terjadi,

demikian juga Korea kasusnya mengalami peningkatan sebesar 3.868 dalam kurun

tahun 2010 hingga 2011 (Pramana, 2015).

Ergonomi secara umum membahas hubungan antara manusia pekerja dan

tugas-tugas dan pekerjaanya serta desain dari objek yang digunakan. Ergonomi

berusaha untuk menjamin bahwa pekerjaan dan setiap tugas dari pekerjaan tersebut
3

didesain agar sesuai dengan kemampuan dan kapasitas pekerja, untuk mewujudkan

efisiensi dan kesejahteraan kerja. Peran ergonomi dalam meningkatkan faktor

keselamatan dan kesehatan kerja antara lain: desain suatu sistem kerja untuk

mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain

stasiun kerja untuk alat peraga visual (Tarwaka, 2004).

Sikap kerja yang tidak alamiah sering diakibatkan oleh letak fasilitas yang

kurang sesuai dengan antropometri pekerja sehingga mempengaruhi kinerja pekerja

dalam melaksanakan pekerjaan. Postur kerja yang tidak alami misalnya postur kerja

yang selalu berdiri, jongkok, membungkuk, mengangkat, dan mengangkut dalam

waktu yang lama dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan nyeri pada salah satu

anggota tubuh. Kelelahan dini pada pekerja juga dapat menimbulkan penyakit akibat

kerja dan kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat bahkan kematian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana gambaran postur kerja yang di alami oleh pekerja mebel

dengan menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assesement) pada Pekerja

PT. Tangguh Karya Unggul, Harian 5R, dan Tim Mandor Siswoyo pada Proyek

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara.

1.3 Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1.3.1 Definisi Operasional


4

a. Postur kerja dalam penelitian ini adalah sikap atau posisi kerja (leher, batang

tubuh, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki) memiliki sudut

ekstrim dari posisi normal, yaitu sejajar dengan batang tubuh saat melakukan

aktivitas kerja.

Adapun postur kerja pada saat melakukan aktivitasnya yaitu pekerja mebel saat

membuat, mengecat, memoles, mengangkat, merapikan dan memasang laci

lemari/kursi/meja dan sebagainya dengan posisi kerja yang berbeda-beda yaitu

duduk dengan posis posisi punggung membungkuk, tangan mengarah keatas secara

terus menerus, kepala menunduk, posisi kerja menjongkok dengan menjadikan salah

satu kaki sebagai tumpuan, serta posisi kerja berdiri dengan posisi tangan lurus

kedepan.

Kriteria Objektif:

1. Ergonomis: Apabila pekerja mebel laut melakukan aktivias kerjanya berada

pada level risiko minimum dan kecil serta tindakan aman dan perbaikan

dalam beberapa waktu ke depan, berdasarkan Rapid Entire Body

Assesement (REBA) dengan skor 1-3

2. Tidak Ergonomis: Apabila pekerja mebel melakukan aktivitas kerjanya

berada pada level risiko sedang dan tinggi serta tindakan dalam waktu cepat

dan tindakan sekarang juga, berdasarkan Rapid Entire Body Assesment

(REBA) dengan skor 4-15


5

b. REBA (Rapid Entire Body Assesement) adalah salah satu metode yang digunakan

secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan,

dan kaki pekerja mebel saat melakukan pekerjaannya.

Kriteria objektif:

1. Risiko dapat diabaikan bila perhitungan REBA berada pada skor 1 dan

dianggap tidak perlu tindakan.

2. Risiko rendah bila perhitungan REBA berada pada skor 2-3 dan dianggap

mungkin perlu adanya tindakan.

3. Risiko sedang bila perhitungan REBA berada pada skor 4-7 dan dianggap

perlu adanya tindakan

4. Risiko tinggi bila perhitungan REBA berada pada skor 8-10 dan dianggap

perlu segera adanya tindakan. Resiko sangat tinggi bila perhitungan REBA

berada pada skor 11-15 dan dianggap perlu adanya tindakan saat ini juga.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan

Tujuan dari observasi ini adalah untuk melihat Gambaran Postur Kerja Perkerja

Mebel dengan menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assesement) pada

Pekerja PT. Tangguh Karya Unggul, Harian 5R, dan Tim Mandor Siswoyo pada

Proyek Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara Tahun 2019.


6

1.4.1 Manfaat

Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak, untuk perusahaan, perguruan tinggi, maupun bagi mahasiswa

sendiri.manfaat yang diharapkan adalah :

1. Bagi Perusahaan

a. Memberikan usulan bagi perusahaan terhadap pengaruh postur tubuh pekerja

dalam pekerjaannya yang berkaitan dengan efektivitas dalam bekerja.

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan terhadap proses

handling casting pekerja.

2. Bagi Mahasiswa

a. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang efektivitas dalam bekerja.

b. Dapat lebih mengerti metode REBA dan penerapannya untuk postur tubuh dalam

bekerja.

c. Meningkatkan kemampuan dalam memecahkan suatu masalah khususnya dalam

efektivitas dalam bekerja.


BAB II

: TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Umum tentang Ergonomi


2.1.1 Pengertian Ergonomi
Berdasarkan pengertian ergonomi menurut pusat kesehatan kerja departemen
kesehatan kerja RI, ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia
pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi
ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk
menurunkan stress yang akan dihadapi.
Menurut pusat kesehatan kerja departemen kesehatan RI, upaya ergonomi
antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar
tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai
dengan kebutuhan tubuh manusia.
Definisi lain menyebutkan bahwa ergonomi adalah sebuah ilmu untuk “fitting
the job to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan, sebagai ilmu
terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan
lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain
meningkatkan produktivitasnya.

Tujuan dalam penerapan ergonomi ini adalah:


a. Angka cedera dan kesakitan dalam melakukan pekerjaan tidak ada/ terkurangi.
b. Biaya terhadap penanganan kecelakaan atau kesakitan menjadi berkurang.

c. Kunjungan untuk berobat bisa berkurang.


d. Tingkat absentisme/ ketidak hadiran bisa berkurang.
e. Produktivitas/ kualitas dan keselamatan kerja meningkat.
f. Pekerja merasa nyaman dalam bekerja.

7
8

g. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental.


h. Meningkatkan kesejahteraan sosial.
i. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, antropologis
dan budaya dari setiap sistem kerja.
Ergonomi bisa dibagi menjadi beberapa bagian untuk lebih memudahkan
pemahamannya. Ruang lingkup ergonomi adalah:
a. ergonomi fisik : berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, anthropometri,
karakteristik fisiologi dan biomekanika yang berhubungan dengan aktifitas fisik.
b. ergonomi kognitif : berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di
dalamnya ; persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia
terhadap pemakaian elemen sistem.
c. ergonomi organisasi : berkaitan dengan optimasi sistem sosioleknik, termasuk
sturktur organisasi, kebijakan dan proses.
d. Ergonomi lingkungan : berkaitan dengan pencahayaan, temperatur, kebisingan,
dan getaran.
2.1.2 Ergonomi Fisik
Ergonomi fisik membahas mengenai antropometri, lingkungan fisik di
tempat kerja, dan biomekanik. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi fisik antara
lain: posisi tubuh (duduk, berdiri), posisi tubuh pada saat mengangkat, menjinjing
beban.
Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan- pertimbangan
errgonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil
diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
1. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain- lain).
2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan
sebagainya.
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi / meja komputer
dan lain-lain.
9

4. Perancangan lingkungan kerja fisik.


Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis
dalam memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh
akan diaplikasikan secara luas dalam hal : perancangan areal kerja, perancangan
peralatan kerja, perancangan produk konsumtif, perancangan lingkungan kerja fisik.
Data ini akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan
dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan atau
menggunakan produk tersebut.
Antropometri merupakan bagian dari ilmu ergonomi yang berhubungan
dengan dimensi tubuh manusia yang meliputi bentuk, ukuran dan kekuatan dan
penerapannya untuk kebutuhan perancangan fasilitas aktivitas manusia. Data
antropometri sangat diperlukan untuk perancangan peralatan dan lingkungan kerja.
Kenyamanan menggunakan alat bergantung pada kesesuaian ukuran alat dengan
ukuran manusia. Jika tidak sesuai, maka dalam jangka waktu tertentu akan
mengakibatkan stress tubuh antara lain dapat berupa lelah, nyeri, pusing.
Pertimbangan desain antropometri dan faktor manusia :
1. Setiap manusia mempunyai bentuk yang berbeda - beda, seperti : Tinggi-Pendek,
Kurus-Gemuk, Tua-Muda, Normal-Cacat.
2. Manusia mempunyai keterbatasan Fisik, Contoh : Letak tombol operasional /
kontrol panel yang tidak sesuai dengan bentuk tubuk menyebabkan terjadinya
sikap paksa / salah operasional.
Cara penggunaan antropometri dalam ergonomi fisik adalah dapat digunakan
untuk memperkirakan posisi tubuh yang baik dalam bekerja. Pengukuran dimensi
struktur tubuh (pengukuran dalam dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak
seperti berat, tinggi saat duduk/berdiri, ukuran kepala, tinggi, panjang lutut saat
berdiri/duduk, panjang lengan. Hal ini dapat dilakukan dengan tujuan mencegah
terjadinya fatigue/ kelelahan pada pekerja pada saat melakukan pekerjaannya.
Pedoman yang mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk perlu
pertimbangan sebagai berikut :
10

a. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama.


b. Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diatur turun dan naik.
c. Ketinggian landasan dan tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang
berlebihan.
d. Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pasa posisi rileks dari
bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun.
Kerja posisi berdiri lebih melelahkan dari pada posisi duduk dan energi yang
dikeluarkan lebih banyak 10% - 15% dibandingkan posisi duduk.
Ketinggian landasan kerja posisi berdiri sbb:
1. Pekerjaan dengan ketelitian, tinggi landasan adalah 5 - 10 cm di atas tinggi siku
berdiri.
2. Pekerjaan ringan, tinggi landasan adalah 10 - 15 cm di bawah tinggi siku berdiri.
3. Pekerjaan dengan penekanan, tinggi landasan adalah 15 - 40 cm di bawah tinggi
siku berdiri.
Posisi Duduk-Berdiri mempunyai keuntungan secara Biomekanis dimana
tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan
posisi duduk maupun berdiri terus menerus.
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan kepala, bahu,
tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang
punggung, jaringan otot dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO sbb:
1. Laki-laki dewasa 40 kg
2. Wanita dewasa 15-20 kg
3. Laki-laki (16-18 th) 15-20 kg
4. Wanita (16-18 th) 12-15 kg
Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetic dari
pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada dua prinsip :
a) Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
11

b) Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum berat badan.

2.1.3 Ergonomi Kognitif


Secara spesifik mebahas tentang hubungan display dan kontrol. Topik-topik
yang relevan dalam ergonomi kognitif antara lain ; beban kerja, pengambilan
keputusan, dan stres kerja.
a. Beban Kerja
Analisis beban kerja merupakan salah satu subbagian dalam melakukan
perancangan kerja. Beban kerja harus dianalisa agar sesuai dengan kemampuan dari
pekerja itu sendiri. Workload atau beban kerja merupakan usaha yang harus
dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi “permintaan” dari pekerjaan tersebut.
Sedangkan Kapasitas adalah kemampuan/kapasitas manusia. Kapasitas ini dapat
diukur dari kondisi fisik maupun mental seseorang.
Seperti halnya mesin,jika beban yang diterima melebihi kapasitasnya, maka
akan menurunkan usia pakai mesin tersebut, bahkan menjadi rusak. Begitu pula
manusia, jika ia diberikan beban kerja yang berlebihan, maka akan menurunkan
kualitas hidup dan kualitas kerja orang tersebut, dan juga dapat mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan kerja.
Secara umum, beban kerja fisik dapat dilihat dari 2 sisi, yakni sisi fisiologis
dan biomekanika. Sisi fisiologis melihat kapasitas kerja manusia dari sisi fisiologi
tubuh (faal tubuh), meliputi denyut jantung, pernapasan, dll. Sedangkan biomekanika
lebih melihat kepada aspek terkait proses mekanik yang terjadi pada tubuh, seperti
kekuatan otot, dan sebagainya.
Perhitungan beban kerja berdasarkan pemanfaatan waktu bisa dibedakan
antara pekerjaan berulang (repetitif) atau pekerjaan yang tidak berulang (non-
repetitif). Pekerjaan repetitif biasanya terjadi pada pekerjaan dengan siklus pekerjaan
yang pendek dan berulang pada waktu yang relatif sama. Contohnya adalah operator
mesin di pabrik-pabrik. Sedangkan pekerjaan non-repetitif mempunyai pola yang
relatif “tidak menentu”. Seperti pekerjaan administratif, tata usaha, sekretaris, dan
12

pegawai-pegawai kantor pada umumnya.

b. Pengambilan Keputusan
Merupakan suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang
membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang
tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final.
Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan.
Dihubungkan dengan ergonomi kognitif, pekerja akan berpikir terlebih dahulu untuk
melakukan suatu pekerjaan. Dalam mengambil suatu keputusan untuk menerima
pekerjaan atau beban kerja, pekerja akan menimbang untung dan ruginya, begitu
juga dengan perusahaan. Didalam memberi keputusan terhadap suatu pekerjaan,
akan melihat aspek lainnya.

2.1.4 Bahaya dan Resiko Ergonomi

Faktor resiko yang terpenting jika kita mengabaikan faktor ergonomi dalam
tempat kerja adalah kita akan mengalami MSDs (musculoskletal disorders). Hal ini
terjadi jika melakukan sesuatu pekerjaan dalam waktu yang lama. Adapun faktor-
faktor kumulatif yang akan menyebabkan MSDs:
a. Gerakan repetitif
Melakukan gerakan berulang. Bergantung pada berapa kali aktifitas itu
dilakukan, banyak otot yang terlibat, kecepatan dalam pergerakan atau perpindahan.
Gerakan ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan otot yang terakumulatif
dan akan semakin meningkat jika tidak ada gerakan untuk meregangkan.
b. Awkward Postur
Sikap tubuh sangat menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada
saat melakukan suatu aktivitas. Postur ini meliputi reaching, twisting, bending,
kneeling, squatting, working overhead dan menahan benda dengan posisi yang tetap.

c. Contact Stresses
13

Tekanan yang diakibatkan oleh interaksi antara bagian tubuh pekerja dengan
benda. Hal ini dapat menghambat kerja syaraf dan aliran darah.
d. Vibration
Getaran yang diterima oleh anggota tubuh akibat penggunaan mesin dan alat-
alat penunjang pekerjaan.
e. Durasi
Jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin
lama melakukan suatu pekerjaan, maka semakin besar resiko yang diterima, dan
semakin besar pula waktu yang dibutuhkan untuk proses pemulihan.
f. Kondisi lain
Kondisi selain yang diatas, yaitu:
1. Temperatur
2. Jam istirahat

2.2 Tinjauan Umum tentang Postur Kerja


Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektifan dari suatu
pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik dan
ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator tersebut akan
baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut tidak ergonomis maka operator
tersebut akan mudah kelelahan. Apabila operator mudah mengalami kelelahan maka
hasil pekerjaan yang dilakukan operator tersebut juga akan mengalami penurunan dan
tidak sesuai dengan yang diharapkan (Susihono, 2012).
14

Gambar 2.1Macam-Macam Gerak (Postur Kerja Reguler),

Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang
berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya
postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cidera
muscoluskeletal. Kenyamanan tercipta bila pekerja telah melakukan postur kerja yang
baik dan aman.

Menurut (Nugraha, 2013) yang dikutip dari Tayyari (1997), postur kerja yang
baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja yang meliputi:

1. Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan.
2. Extension adalah gerakan merentangkan (stretching) dimana terjadi
peningkatan sudut antara dua tulang.
3. Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah (the
median plane) tubuh.
4. Adduction adalah pergerakan ke arah sumbu tengah tubuh (the median plane).
5. Rotation adalah gerakan perputaran bagian atas lengan atau kaki depan.
15

6. Pronation adalah perputaran bagian tengah (menuju kedalam) dari anggota


tubuh.
7. Supination adalah perputaran ke arah samping (menuju keluar) dari anggota
tubuh.

Menurut (Merulla, 2010) yang dikutip dari Grieve dan Pheasant (1982), postur
adalah orientasi rata-rata dari anggota tubuh. Postur tubuh ditentukan oleh ukuran
tubuh dan ukuran peralatan atau benda lainnya yang digunakan pada saat bekerja.
Pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat
bekerja dengan nyaman dan tahan lama. Keseimbangan tubuh sangat dipengeruhi
oleh luas dasar penyangga atau lantai dan tinggi dari titik gaya berat. Untuk
mempertahankan postur tubuh tertentu, seseorang harus melakukan usaha melawan
gaya yang berasal dari luar tubuh yaitu dengan mengkontraksikan otot. Gaya tersebut
berupa gaya gravitasi bumi dan gaya dari obyek yang diangkat. Untuk mencapai
keadaan yang seimbang, dalam hal ini akan terjadi interaksi antara gaya beban dan
gaya yang berasal dari otot.

Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu yang
lama akan mengakibatkan stres pada bagian tubuh tertentu, yang disebut dengan
postural stress. Sikap kerja alamiah atau postur normal yaitu sikap atau postur dalam
proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh sehingga tidak terjadi pergeseran atau
penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang
sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan musculoskeletal
disorders serta sistem tubuh yang lain.

Menurut (Merulla, 2010) yang dikutip dari Baird dan Bridger (1995), postur
normal pada saat bekerja, yaitu:

1. Pada Tangan dan Pergelangan Tangan


16

Sikap atau postur normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah
berada dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah, tidak miring ataupun
mengalami fleksi atau ekstensi.

2. Pada Leher

Sikap atau posisi normal leher lurus dan tidak miring/memutar ke samping
kiri atau kanan. Posisi miring pada leher tidak melebihi 20° sehingga tidak terjadi
penekanan pada discus tulang cervical.

3. Pada Bahu

Sikap atau posisi normal pada bahu adalah tidak dalam keadaan mengangkat
dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan
lurus dan proporsional.

4. Pada Punggung

Sikap atau postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah
kiposis dan untuk bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke
kanan. Postur tubuh membungkuk tidak boleh lebih dari 20°.

Sedangkan, menurut (Merulla, 2010) yang dikutip dari Humantech (1995),


sikap kerja tidak alamiah atau postur janggal adalah deviasi atau pergeseran dari
gerakan tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan
aktifitas dari postur atau posisi normal secara berulang-ulang dalam waktu yang
relatif lama. Gerakan dan postur janggal ini adalah suatu faktor risiko untuk
terjadinya gangguan, penyakit dan cidera pada sistem muskuloskeletal.

Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam postur kerja :


1) Sikap Kerja Duduk
17

Menjalankan pekerjaan dengan sikap kerja duduk menimbulkan masalah


muskuloskeletal terutama masalah punggung karena terdapat tekanan pada tulang
belakang (Salvendy, 2012). Menurut Nurmianto (2004), keuntungan bekerja dengan
sikap kerja duduk adalah mengurangi beban statis pada kaki dan berkurangnya
pemakaian energi.

2) Sikap Kerja Berdiri

Sikap kerja berdiri merupakan sikap siaga baik sikap fisik maupun mental,
sehingga aktivitas kerja dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti namun berbagai masalah
bekerja dengan sikap kerja berdiri dapat menyebabkan kelelahan, nyeri dan terjadi
fraktur pada otot tulang belakang (Santoso, 2013).

3) Sikap Kerja duduk berdiri

Sikap kerja duduk berdiri merupakan kombinasi kedua sikap kerja untuk
mengurangi kelelahan otot karena sikap paksa dalam satu posisi kerja. Posisi duduk
berdiri merupakan posisi yang lebih baik dibandingkan posisi duduk atau posisi
berdiri saja. Penerapan sikap kerja duduk-berdiri memberikan keuntungan di sektor
industri dimana tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30 % lebih rendah
dibandingkan dengan posisi duduk maupun berdiri saja terus-menerus (Tarwaka,
2010).

2.3 Tinjauan Umum tentang Rapid Entire Body Assessment (REBA)


2.3.1 Sejarah Dan Perkembangan Rapid Entire Body Assessment (REBA)

REBA atau Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett
dan Dr. Lynn Mc Atamney yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham
(University of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic). REBA adalah
sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan
secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan
pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja.
18

REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan


melakukan perbaikan sesegera mungkin. REBA dikembangkan tanpa membutuhkan
piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan
pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA
dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu pekerja. Pengembangan
REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data postur
pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan
sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda
yang diangkat, penentuan coupling, dan penentuan aktivitas pekerja. Tahap keempat
adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya
nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang
perlu dilakukan untuk perbaikan kerja.

2.3.2 Pengertian REBA (Rapid Entire Body Assessment)

REBA (Highnett and McAtamney,2000) dikembangkan untuk mengkaji postur


bekerja yang ditemukan pada industri pelayanan kesehatan dan industry pelayanan
lainnya. Data yang dikumpulkan termasuk postur badan, kekuatan yang digunakan,
tipe dari pergerakan, gerakan berulang, dan gerakan berangkai. Skor akhir REBA
diberikan untuk memberi sebuah indikasi pada tingkat risiko mana dan pada bagian
mana yang harus dilakukan tindakan penaggulangan. Metode REBA digunakan untuk
menilai postur pekerjaan berisiko yang berhubungan dengan musculoskeletal
disorders/work related musculoskeletal disorders (WRMSDs).

Kelebihan REBA antara lain:

a. Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu
pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.
b. Mengidentifikasi faktor – faktor risiko dalam pekerjaan (kombinasi efek dari otot
dan usaha, postur tubuh dalam pekerjaan, genggaman atau grip, peralatan kerja,
pekerjaan statis atau berulang – ulang).
19

c. Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun yang tidak stabil.
d. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan
prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan.
e. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari
analisa yang telah dilakukan.

Sedangkan kekurangan dan kelemahan metode REBA adalah:

a. Hanya menilai aspek postur dari pekerja.


b. Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama yang
berkaitan dengan faktor psikososial.
c. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan vibrasi
temperatur dan jarak pandang.

REBA bukan merupakan desain spesifik untuk memenuhi standar khusus.


Meskipun demikian, ini telah digunakan di inggris untuk pengkajian yang
berhubungan dengan Manual Handling Operation Regulation (HSE, 1998). REBA
ini juga digunakan secara luas di dunia internasional termasuk dalam Ergonomi
Program Standar (OSHA, 200).

a. Prosedur Penilaian REBA


1) Mengamati Tugas (Observasi pekerjaan)

Mengamati tugas untuk merumuskan sebuah penilaian tempat kerja ergonomi


yang umum, termasuk akibat dari tata letak dan lingkungan pekerjaan, penggunaan
peralatan-peralatan perilaku pekerja dengan menghitungkan risiko. Jika
memungkinkan rekam data menggunakan kamera atau video.

2) Memilih postur untuk penilaian Menentukan postur mana yang akan digunakan
untuk menganalisis pengamatan. (hasriyanti, 2016).
20

Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan faktor


coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian
postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai
lima belas, yang mana skor yang tertinggi menandakan level yang mengakibatkan
risiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor
terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. Selain
itu metode ini juga dipengaruhi faktor genggaman, beban eksternal yang ditopang
oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan skoring general
pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan risiko yang
diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney, 2000).

Analisa REBA dilakukan dengan membagi postur tubuh kedalam dua kategori,
kategori A dan B. Kategori A terdiri dari tubuh, leher dan kaki, sedangkan kategori B
terdiri dari lengan atas dan bawah serta pergelangan untuk gerakan ke kiri dan kanan.
Masing-masing kategori memiliki skala penilaian postur tubuh lengkap dengan
catatan tambahan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam desain
perbaikan. Setelah penilaian postur tubuh, yang dilakukan kemudian adalah
pemberian nilai pada beban atau tenaga yang digunakan serta faktor terkait dengan
kopling. Nilai untuk masing-masing postur tubuh dapat diperoleh dari tabel penilaian
yang telah ada. Total nilai pada kategori A merupakan nilai yang diperoleh dari
penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel A dengan nilai beban atau
tenaga. Sedang total nilai pada kategori B merupakan nilai yang diperoleh dari
penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel B dengan nilai kopling untuk
kedua tangan (Sinaga, 2010).

Nilai REBA diperoleh dengan melihat nilai dari kategori A dan B pada tabel C
untuk memperoleh nilai C yang kemudian dijumlahkan dengan nilai aktivitas.
Sedangkan tingkatan risiko dari pekerjaan diperoleh dari tabel keputusan REBA
(Hignett & McAtamney dalam Sinaga 2010).
21

Langkah-langkah yang diperlukan dalam menerapkan metode REBA ini antara


lain:

a) Mengambil data gambar posisi tubuh ketika bekerja di tempat kerja.


b) Menentukan bagian-bagian tubuh yang akan diamati, antara lain Punggung,
pergelangan tangan, leher, kaki, lengan atas, dan lengan bawah.
c) Penentuan nilai untuk masing-masing postur tubuh dan penentuan activity
score.
d) Penjumlahan nilai dari masing-masing kategori untuk memperoleh nilai
REBA.
e) Penentuan level risiko dan pengambilan keputusan untuk perbaikan.
f) Implementasi dan evaluasi desain metode, fasilitas, dan lingkungan kerja.
g) Penilaian ulang dengan menggunakan metode REBA untuk desain baru yang
diimplementasikan.
h) Evaluasi perbandingan nilai REBA untuk kondisi sebelum dan setelah
implementasi desain perbaikan.

Beberapa keuntungan yang didapat dari metode REBA yang di diantaranya:

1) Metode ini dapat menganalisa pekerjaan berdasarkan posisi tubuh dengan


cepat.
2) Menganalisa faktor-faktor resiko yang ada dalam melakukan pekerjaan.
3) Metode ini cukup peka untuk menganalisa pekerjaan dan beban kerja
berdasarkan posisi tubuh ketika bekerja
4) Teknik penilaian membagi tubuh kedalam bagian-bagian tertentu yang
kemudian diberi kode-kode secara individual berdasarkan bidang-bidang
geraknya untuk kemudian diberikan nilai.
5) Membuat desain metode, fasilitas dan lingkungan kerja.

2.3.3 Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA)


22

Metode REBA merupakan metode pengamatan, dimana peneliti atau pengguna


metode ini harus mengamati/melihat aktivitas yang dilakukan, dan kemudian
dianalisa lebih lanjut menggunakan metode REBA. Metode REBA telah mengikuti
karakteristik, yang telah dikembangkan untuk memberikan jawaban untuk keperluan
mendapatkan peralatan yang bisa digunakan untuk mengukur pada aspek
pembebanan fisik para pekerja. Analisa dapat dibuat sebelum atau setelah sebuah
interferensi untuk mendemonstrasikan risiko yang telah dihentikan dari sebuah cedera
yang timbul. Hal ini memberikan sebuah kecepatan pada penilaian sistematis dari
risiko sikap tubuh dari seluruh tubuh yang bisa pekerja dapatkan dari pekerjaannya
(Wisanggeni, 2010).

Pelaksanaan pengukuran menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA)


melalui 6 langkah sebagai berikut:

a. Pengamatan terhadap aktivitas


b. Pemilihan sikap kerja yang akan diukur
c. Pemberian skor pada sikap kerja
d. Pengolahan skor
e. Penyusunan skor REBA
f. Penentuan level
23

Gambar 2.2. Proses Pengerjaan Metode REBA

(Laboratorium Sistem Kerja dan Ergonomi, 2016)

Dalam mempermudah penilaiannya maka pengukuran menggunakan REBA


dibagi atas 2 segmen grup, yaitu :
a. Group A, terdiri atas leher (neck), punggung (trunk), kaki (legs) dan beban
(force/load).
b. Group B, terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm),
pergelangan tangan (wrist), aktivitas (activity) dan genggaman (coupling).

Metode REBA memberikan standar skor yang digunakan untuk mengukur


sikap kerja, beban dan aktivitas termasuk skor perubahan jika terjadi modifikasi pada
sikap kerja, beban dan aktivitas tersebut.

a. Group A
1. Leher (Neck), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar 2.3.
24

Gambar 2.3. Pergerakan Leher

Pergerakan leher digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada
table 2.1

Tabel 2.1 Skor Bagian Leher (Neck)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0o-20o ke depan tubuh 1 +1 jika leher berputar


atau bengkok
>20o kedepan maupun ke belakang 2
tubuh

Sumber: Hignett, 2000

2. Punggung/Punggung (Trunk), dengan ketentuan gerakan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Pergerakan Punggung


25

Pergerakan Punggung digolongkan ke dalam skor REBA seperti yang tertera


pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Skor Bagian Punggung (Trunk)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 0o 1 +1 jika Punggung


berputar atau menekuk
0o-20o ke depan tubuh maupun ke belakang 2
tubuh

20o-60o ke depan tubuh >20o ke belakang tubuh 3

>60o ke depan tubuh 4

Sumber: Hignett, 2000

3. Kaki (Legs), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar 2.5

Gambar 2.5. Pergerakan Kaki

Pergerakan kaki digolongkan ke dalam skor REBA seperti tertulis pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Skor Bagian Kaki (Legs)

Posisi Skor Skor Perubahan


26

Kedua kaki menahan berat tubuh, misalnya 1 +1 jika lutut bengkok


berjalan atau duduk antara 30o dan 60o

Salah satu kaki menahan berat tubuh, misalnya 2 +2 jika lutut bengkok
berdiri dengan satu kaki atau sikap kerja yang >60o
tidak stabil

Sumber: Hignett, 2000

4. Beban (Load/Force)

Pada metode REBA, berat dari beban juga digolongkan ke dalam skor REBA
berdasarkan ukuran berat dari beban tersebut. Secara lebih detail skor REBA untuk
beban dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah ini:

Tabel 2.4. Skor Beban (Load/Force)

Beban Skor Skor Perubahan

<5 kg 0 +1 jika terjadi tambahan beban


terjadi secara mendadak atau cepat
5-10 kg 1

>10 kg 2

Sumber: Hignett, 2000

b. Group B
1. Lengan Atas (Upper Arms), dengan ketentuan pergerakan dapat dilihat pada
gambar 2.6.
27

Gambar 2.6. Pergerakan Lengan Atas

Pergerakan lengan atas digolongkan ke dalam skor REBA seperti yang tercantum
pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Skor Bagian Lengan Atas (Upper Arms)

Posisi Skor Skor Perubahan

20o ke belakang tubuh atau 20o ke depan tubuh 1 +1 jika lengan berputar
atau bengkok +1 jika
>20o ke belakang tubuh, 20o-45o ke depan tubuh 2
bahu naik -1 jika
45o-90o ke depan tubuh 3 bersandar atau berat
lengan ditahan
>90o ke depan tubuh 4

Sumber: Hignett, 2000

2. Lengan Bawah (Lower Arms), dengan ketentuan pergerakan dapat dilihat pada
gambar 2.7.
28

Gambar 2.7. Pergerakan Lengan Bawah

Pergerakan lengan bawah digolongkan ke dalam skor REBA seperti tertera


pada tabel 2.6.

Tabel 2.6. Skor Bagian Lengan Bawah (Lower Arms)

Pergerakan Skor

60o-100o ke depan tubuh 1

<60o atau >100o ke depan tubuh 2

Sumber: Hignett, 2000

3. Pergelangan Tangan (Wrists), dengan ketentuan pergerakan dapat dilihat pada


gambar 2.8

Gambar 2.8. Pergerakan Pergelangan Tangan

Pergerakan pergelangan tangan digolongkan ke dalam skor REBA seperti tertera pada
tabel 2.7
29

Tabel 2.7. Skor Bagian Pergelangan Tangan (Wrists)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0o-15o kebelakang atau kedepan 1 +1 jika pergelangan


tangan menyamping
>15o kebelakang atau kedepam 2
atau berputar

Sumber: Hignett, 2000

4. Genggaman (Coupling)

Sikap kerja saat menggenggam (coupling) dikelompokkan ke dalam 4 kategori


berdasarkan skor REBA seperti yang terlihat di Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Skor Genggaman (Coupling)

Genggaman Skor Deskripsi

Good 0 Memegang dengan baik dan menggunakan setengah tenaga


untuk menggengam

Fair 1 Pegangan tangan masih dapat diterima meskipun tidak


ideal

Poor 2 Pegangan tangan tidak dapat diterima meskipun masih


memungkinkan

Unacceptable 3 Buruk sekali, genggaman tidak aman, tidak ada pegangan.


Menggenggam tidak dapat diterima jika menggunakan
bagian tubuh yang lain

Sumber: Hignett, 2000

5. Aktivitas (Activity)
30

Aktivitas berdasarkan REBA digolongkan ke dalam 3 jenis yaitu sikap kerja


statis, perulangan dan tidak stabil seperti tertera pada tabel 2.9.

Tabel 2.9. Skor Aktivitas (Activity)

Aktivitas Skor Deskripsi

Sikap kerja +1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis/diam, seperti
statis memegang selama lebih dari 1 menit

Perulangan +1 Mengulangi sebagian kecil aktivitas,seperti mengulang lebih dari 4 kali


dalam 1menit (dalam hal ini berjalan tidak termasuk)

Tidak stabil +1 Aktivitas yang mengakibatkan secara cepat terjadi perubahan yang
besar pada sikap kerja atau mengakibatkan ketidakstabilan pada sikap
kerja

Sumber: Hignett, 2000

c. Perhitungan Rapid Entire Body Assessment (REBA)

Skor dari pengukuran sikap kerja, beban dan aktivitas yang sudah diperoleh
akan dikombinasikan menggunakan tabel 2.9 sampai tabel 2.10. Hasil akhir dari
perhitungan ini akan menghasilkan skor REBA (REBA score) yang memiliki nilai
antara 1 dan 15 yang kemudian akan dikonversikan ke dalam tingkatan tindakan
(action level) sesuai dengan Tabel 2.12 dimana akan dihubungkan dengan usulan
tindakan.

1. Perhitungan Group A
31

Tabel 2.10. Tabel A - Combined Neck, Trunk and Legs Score

Punggung
Tabel A
1 2 3 4 5
Kaki
1 1 2 2 3 4
Leher = 1 2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Kaki
1 1 3 4 5 6
Leher = 2 2 2 4 5 6 7
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Kaki
1 1 4 5 6 7
Leher = 3 2 2 5 6 7 8
3 3 6 7 8 9
4 4 7 8 9 9
Sumber: Hignett, 2000

Tabel A pada REBA menggabungkan skor dari leher (Neck) Punggung (trunk),
kaki (legs) dan beban (load/force), yang dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut :

Skor tabel A = Neck + Trunk + Legs – 2

Skor beban (load/force) ditambahkan pada skor table A untuk menghasilkan


skor A sebagai berikut:
32

Skor A = Skor tabel A + Load/Force

Sehingga : Skor A = Neck + Trunk+ Legs + Load/Force – 2

2. Perhitungan Group B

Tabel 2.11. Tabel B - Combined Upper Arm. Lower Arm and Wrist Score

Lengan Atas
Tabel B
1 2 3 4 5 6
Pergelangan
Lengan
1 1 1 3 4 6 7
Bawah
2 2 2 4 5 7 8
=1
3 2 3 5 5 8 8
Pergelangan
Lengan
1 1 2 4 5 7 8
Bawah
2 2 3 5 6 8 9
=2
3 3 4 6 7 8 9
Sumber: Hignett, 2000

Tabel B pada REBA menggabungkan skor lengan atas (upper arm), lengan
bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist), yang dapat juga diperhitungkan
dengan persamaan sebagai berikut :

Skor tabel B = Upper arm + Lower arm + Wrist - 2

Skor genggaman (coupling) ditambahkan pada skor table B untuk


menghasilkan skor B sebagai berikut :

Skor B = Skor tabel B + Coupling

Sehingga : Skor B = Upper arm + Lower arm + Wrist + Coupling – 2


33

3. Perhitungan Group C

Tabel 2.12. Tabel C - Combination of Score A and Score B

Skor A
Tabel C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 1 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 4 6 7 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
Skor B
7 4 5 6 7 8 9 9 9 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Sumber: Hignett, 2000

Skor A dan skor B digabungkan dengan menggunakan tabel C, yang dapat


dihitung dengan menggunakan persamaan :

Skor C = INT (Neck + Trunk + Legs + Load/Forc + Upper

arm+ Lower arm + Wrist + Coupling) 12)


34

4. Perhitungan REBA Action Level

Lebih lanjut skor REBA dipetakan ke dalam level tindakan (action level)
seperti tertulis pada Tabel 2.12. yang dapat juga dihitung dengan menggunakan
persamaan:

REBA Action Level = INT (REBA Score/4 +1 )

REBA Action Level = INT (INT ((Neck + Trunk + Legs + Load/Force+


Upper arm + Lower arm + Wrist + Coupling) 1 2)
+Activity Score)/4+1)

Tabel 2.13. REBA Action Level

Action Skor Tindakan


Level Resiko
Level Reba Perbaikan
Dapat
0 1 Tidak Perlu
diabaikan
1 2-3 Rendah Mungkin Perlu
2 4-7 Sedang Perlu
3 8 -10 Tinggi Perlu segera
4 11-15 Sangat Tinggi Perlu saat ini juga
Sumber: Hignett, 2000

Dari tabel risiko di atas dapat diketahui dengan nilai REBA yang didapatkan
dari hasil perhitungan sebelumnya dapat diketahui level risiko yang terjadi dan perlu
atau tidaknya tindakan yang dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja yang
mungkin dilakukan antara lain berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan
prinsip – prinsip ergonomi.
35

2.4 Kerangka Teori

Gerakan
Repetitif
RULA

Awkwars
Postur REBA

OWAS
Contact
Stresses
BAHAYA
RISIKO
ERGONOMI
Vibration

Durasi

Kondisi Lain:
Temperatur
Dan Jam
Kerja

Gambar 2. 9. Kerangka Teori

Sumber: Humantech, 1995; Bridger,1995; Oborne,1995;


NIOSH, 1997; Nolan dan Saladin, 2004;Tarwaka, 2004; Wita
Handayani, 2011 ; Kuswana 2014.
36

2.5 Kerangka Konsep

Sangat Rendah

Rendah

Postur Keja REBA Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

Gambar 2. 10. Kerangka Konsep


BAB III
: HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 PT. Tangguh Karya Unggul

>60ᵒ

Group A: Penilaian Anggota Tubuh Bagian Badan, Leher dan Kaki


1) Skoring pada Badan (trunk)
Skor Posisi
4 Badan membungkuk (> 60º)

2) Skoring untuk Leher

Skor Posisi
2 (+1) = 3 > 20º + Badan membungkuk (poin 1)

37
38

3) Skoring pada Kaki

Skor Posisi
1 Tertopang dilantai dengan baik
Posisi Kaki yang dapat Mengubah Skor

Skor Posisi
+1 Ditekuk 30º - 60º

Total Score Kaki = 2


Tabel A
Leher
1 2 3
Badan
Kaki Kaki Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Skoring untuk Beban atau Force


Skor Posisi
0 < 5 Kg

SCORE A = 7

Group B : Penilaian Anggota Tubuh Bagian Atas (Lengan, Lengan Bawah, dan
Pergelangan Tangan)
1) Skoring pada Lengan

Skor Posisi
2 Ekstensi 0º - 20º
39

2) Skor pada Lengan Bawah

Skor Kisaran Sudut


2 Fleksi <60º atau > 100º

3) Skor pada Pergelangan Tangan

Skor Kisaran Sudut


1
Fleksi 0º - 15º

Tabel B
Lengan Bawah
1 2
Lengan
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8

Skoring untuk Jenis Pegangan

Skor Posisi
Pegangan tidak optimum untuk dapat
+1
diterima bagian tubuh lainnya

SCORE B =2 + 1 = 3
40

Final Score C
Tabel C
skor Skor B
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Kesimpulan :

Final Score C = 7
Artinya, Tingkat risiko postur kerja pada pekerja PT. Tangguh Karya
Unggul adalah kategori sedang, diperlukan tingkatan aksi dengan poin 2 yakni
diperlukan tindakan untuk perbaikan postur kerja ke arah yang lebih
ergonomis.
Pengendalian rekaya teknis/perancangan dengan mmengubah stasiun
kerja dengan ketinggian yang lebih ergonomi sehingga menghindarkan cedera
pada kontur tulang belakang. Disarankan untuk perbaikan stasiun kerja
dengan kriteria sebagia berikut:
a. Ketinggian minimal stasiun kerja berdiri kami sarankan sebagai berikut:
41

a) Jenis pekerjaan dengan tingkat ketelitian tinggi memerlukan penopangan siku agar
meminimalisir penggunaan energi berlebih pada otot statis saat bekerja pada
kondisi ketelitian tinggi.
b) Jenis pekerjaan ringan yang tidak memerlukan ketelitian khusus dan pembebanan
yang ekstra disarankan agar tetap posisinya pada sumbu normal (0) agar postur
kerja tetap stabil dan nyaman juga menghindari pembebanan berlebih pada organ
lainnya.
c) Jenis pekerjaan dengan membutuhkan pembebanan/penekanan, termasuk
pemotongan yang mememerlukan sudut pemotongan dan penekanan, disarankan
agar mendesain stasiun kerja dibawah sumbu normal (0) sekitar 10 inch (±25 cm),
hal ini bertujuan agar terhindar dari potensi kram akibat kontraksi otot statis pada
saat bekerja apabila ketinggian tidak diperhatikan, selain kram, gejala ringan yang
mungkin muncul ialah pegal dan nyeri pada sendi pergelangan tangan atau bahu.
42

3.1.2 TIM Harian 5 R

>60ᵒ

Group A: Penilaian Anggota Tubuh Bagian Badan, Leher dan Kaki


1) Skoring pada Badan (trunk)
Skor Posisi
4 Badan membungkuk (> 60º)

2) Skoring untuk Leher

Skor Posisi
1 (+1) = 2 0º-20º + Badan membungkuk (poin 1)

3) Skoring pada Kaki

Skor Posisi

1 (+1) = 2 Tertopang dilantai dengan baik +


Ditekuk 30º - 60º
43

Tabel A
Leher
1 2 3
Badan
Kaki Kaki Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Skoring untuk Beban atau Force


Skor Posisi
0 < 5 Kg

SCORE A = 6

Group B : Penilaian Anggota Tubuh Bagian Atas (Lengan, Lengan Bawah, dan
Pergelangan Tangan)

1) Skoring pada Lengan

Skor Posisi
2 Ekstensi 0º - 20º

2) Skor pada Lengan Bawah

Skor Kisaran Sudut


2
Fleksi <60º atau > 100º

3) Skor pada Pergelangan Tangan

Skor Kisaran Sudut


1 Fleksi 0º - 15º
44

Tabel B
Lengan Bawah
1 2
Lengan
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8

Skoring untuk Jenis Pegangan


Skor Posisi
+0 Pegangan bagus

SCORE B = 2 + 0 = 2

Final Score C
Tabel C
skor Skor B
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
45

Kesimpulan :
Final Score C = 6
Artinya, Tingkat risiko postur kerja pada pekerja Harian 5 R adalah kategori
sedang, diperlukan tingkatan aksi dengan poin 2 yakni diperlukan tindakan untuk
perbaikan postur kerja ke arah yang lebih ergonomis.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara menambah panjang gagang alat
kerja, sehingga tubuh bisa mengikuti postur kerja yang ergonomi apabila alat yang
digunakan juga mendukung. Sebisa mungkin agar tubuh tidak menjadi budak alat
kerja, kita bisa mengubah/merancang alat kerja tersebut menjadi lebih efisien
sehingga kesehatan bisa dioptimalkan.
Gambaran risiko kesalahan postur hampir sama pada penelitian Prasetio et al.,
(2015) yang meneliti petugas kebersihan RSUD Kab. Sleman, postur yang salah pada
petugas kebersihan dalam mengepel, menyapu posisi badan terlalu membungkuk dan
terkadang bahkan jongkok dan mengangkat limbah medis dari dalam ruangan
perawatan pasien ke luar ruangan dengan posisi badan yang mengikuti menyesuaikan
barang yang akan diangkat. Pekerjaan yang berulang yaitu pada saat petugas
kebersihan mengepel dan menyapu. Risiko ergonomik memang tidak akan dirasakan
dalam jangka waktu dekat setelah melakukan pekerjaannya tetapi akan dirasakan oleh
petugas kebersihan dalam jangka waktu yang panjang bahkan bisa dirasakan setelah
petugas kebersihan tersebut sudah tidak bekerja lagi.
Mengutuip wawancara pada penelitian tersebut mengenai dampak yang
diterima, “saya sudah setahun lebih bekerja di sini dan saya belum pernah sakit
parah, palingan sakit batuk pilek biasa kok mas tapi kadang bagian punggung, leher,
jari, pinggang dan kaki apabila di buat tegak terkadang sakit tapi itu jarang mas”
(Reponden 1). Dapat disimpulkan bahwa memang postur tubuh berpengaruh baik
jangka panjang maupun jangka pendek, oleh karena itu diperlukan perhatian serius
agar tidak acuh pada postur badan saat bekerja.
46

3.1.3 TIM Mandor Siswoyo

>60ᵒ

Group A: Penilaian Anggota Tubuh Bagian Badan, Leher dan Kaki


1) Skoring pada Badan (trunk)
Skor Posisi
4 Badan membungkuk (> 60º)

2) Skoring untuk Leher

Skor Posisi
1 0º-20º

3) Skoring pada Kaki

Skor Posisi

1 (+1) = 2 Tertopang dilantai dengan baik +


Ditekuk 30º - 60º
47

Tabel A
Leher
1 2 3
Badan
Kaki Kaki Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Skoring untuk Beban atau Force


Skor Posisi
0 < 5 Kg
SCORE A = 5

Group B : Penilaian Anggota Tubuh Bagian Atas (Lengan, Lengan Bawah, dan
Pergelangan Tangan)
1) Skoring pada Lengan

Skor Posisi
3 Fleksi 46º - 90º

2) Skor pada Lengan Bawah

Skor Kisaran Sudut


1 Fleksi 60º - 100º

3) Skor pada Pergelangan Tangan

Skor Kisaran Sudut


Fleksi 0º - 15º + pergelangan tangan
1 (+1) = 2
deviasi radial
48

Tabel B
Lengan Bawah
1 2
Lengan
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8

Skoring untuk Jenis Pegangan

Skor Posisi
+0 Pegangan bagus

SCORE B = 4 + 0 = 4

Final Score C
Tabel C
skor Skor B
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
49

Kesimpulan :

Final Score C = 5
Artinya, Tingkat risiko postur kerja pada pekerja Mandor Siswoyo
adalah kategori sedang, diperlukan tingkatan aksi dengan poin 2 yakni
diperlukan tindakan untuk perbaikan postur kerja ke arah yang lebih
ergonomis. Pengendalian:

Perbaikan manual handling pada pekerja sehingga tidak memberikan


pembebanan berlebih pada organ tubuh, menghindarkan dari kemungkinan cedera,
meminimalisir kerja otot statis, dan meminimalisir risiko cedera lain akibat tertimpa
bahan kerja.

3.2 Pembahasan
Dari hasil observasi ditemukan kisaran risiko sebagai berikut:

1. PT. Tangguh Karya Unggul =7

2. Tim Harian 5 R =6

3. Tim Mandor Siswoyo =5


50

REBA Action Level

Action Skor Tindakan


Level Resiko
Level Reba Perbaikan
Dapat
0 1 Tidak Perlu
diabaikan
1 2-3 Rendah Mungkin Perlu
2 4-7 Sedang Perlu
3 8 -10 Tinggi Perlu segera
4 11-15 Sangat Tinggi Perlu saat ini juga
Sumber: Hignett, 2000

Dapat dilihat bahwa semua hasil pengukuran menunjukan kategori risiko


sedang dengan tingkat aksi kategori 2 (rentang 4-7), sehingga memerlukan tindakan
segera agar postur kerja dapat lebih ergonomis dan menjauhkan pekerja dari bahaya
sistem musculoscletal. Adapun pengendaliannya seperti pemaparan pada bagan hasil
diatas, diperlukan tindakan perbaikan agar pekerja tetap sehat dan selamat.
BAB IV
: PENUTUP

4.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diperoleh dari observasi yakni ditemukan kisaran
risiko sebagai berikut:
1. PT. Tangguh Karya Unggul =7
2. Tim Harian 5 R =6
3. Tim Mandor Siswoyo =5
Dapat dilihat bahwa semua hasil pengukuran menunjukan kategori risiko
sedang dengan tingkat aksi kategori 2, sehingga memerlukan tindakan segera
agar postur kerja dapat lebih ergonomis dan menjauhkan pekerja dari bahaya
sistem musculoscletal.

4.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan yakni:
1. Bagi Peneliti
Diperlukan jangka waktu yang lebih banyak agar lebih leluasa dalam
mengobservasi dan menemukan potensi bahaya musculoscletal pada pekerja
menggunakan metode REBA.
2. Bagi Perusahaan
Disarankan untuk menerapkan program rutin pencegahan
muscloscletal disorders pada pekerja, hal ini sebagai bentuk meningkatkan
derajat kesehatan pekerja menjadi lebih baik untuk kehidupan dan
kesejahteraan pekerja.

48
DAFTAR PUSTAKA

Astari, Asnidar. 2017. Gambaran Postur Kerja Petani Rumput Laut Dengan Metode
REBA Di Pulau Kanalo Dua Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai
(Skripsi). Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan. Jurusan Kesehatan Masyarakat.
Effendi, F. (2007). Ergonomi Pada Pekerja Sektor Informal. Cermin Dunia
Kedokteran No. 154.
Health and Safety Executive United Kingdom (HSE UK). (2011). Understanding
ergonomic at works: Reduce accidents and ill health and increase productivity
by fitting the task to the worker.
ILO. (2013). The Prevention of Occopational Diseases.. http://www.ilo.org/
global/about-the-ilo/newsroom/news/WCMS_211627/lang--en/index.html
OSHA. (2007). Ergonomic: Prevention of Musculoskeletal Disorders in the
Workplace. https://www.osha.gov/SLTC/ergonomics/
Pramana, I G P I. (2015). Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal
Pada Pengrajin Patung Kayu Gianyar Tahun 2015. Jurnal. Denpasar: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Prasetio, D. B., Hasanbasri, M., Hastaryo, J. (2015). RISK OF ERGONOMIC
HAZARD CLEANING SERVICE, 10(1), 10–16.
Tarwaka. dkk. (2004). Ergonomi untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan
Produktifitas. Surakarta: UNIBA Press.

49

Anda mungkin juga menyukai