Oleh:
TIM 7 KP KPwBI
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang Maha Agung, Maha bijaksana atas
segala limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal dengan Judul “Gambaran Risiko Postur Kerja dengan Metode REBA
(Rapid Entire Body Assesment) pada Pekerja PT. Tangguh Karya Unggul, Harian 5R,
dan Tim Mandor Siswoyo pada Proyek Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi
Tenggara Tahun 2019”. Untuk memenuhi salah satu kewajiban pelaporan program
kerja dalam rangka magang HSE Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu
Oleo.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan laporan ini. Kami juga meminta maaf atas segala
kekurangan, semoga karya ini bisa bermanfaat. Aamiin
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Contents
Contents
iv
BAB I
: PENDAHULUAN
Pembangunan nasional yang telah dan akan dilaksanakan pada saat ini,
dilakukan melalui ilmu penerapan pengetahuan dan teknologi maju yang telah
sosial ekonomi dan kualitas hidup keluarga dan masyarakat. Hal ini akan berhasil
apabila berbagai risiko yang akan mempengaruhi hidup para pekerja, keluarga dan
pekerjaan dan kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian.
Antisipasi ini harus dilaksanakan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara
pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal dengan
diperburuk oleh pekerjaannya di masa lalu. Data ini setara dengan 1900 per 100.000
1
2
orang (1,9%) yang bekerja dalam 12 bulan terakhir di Inggris. Dari prevalensi
230.000 orang mengalami gangguan pada tubuh bagian atas atau leher, dan 94.000
orang mengalami gangguan pada tubuh bagian bawah. Dari data tersebut sepertiganya
(188.000 orang) merupakan kejadian baru (UK Health and Safety Executive, 2011).
dan Amerika pada tahun 2010 dan 2011, proses kerja yang tidak ergonomis
merupakan salah satu faktor penyebab dari sebagian besar kasus penyakit akibat kerja
(ILO, 2013). Salah satu penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh proses kerja yang
muskuloskeletal yang yang berkaitan dengan pekerjaan adalah gangguan yang terjadi
pada struktur tubuh seperti: otot, sendi, tendon, ligamen, saraf, tulang dan sistem
peredaran darah lokal, yang trauma disebabkan atau diperparah oleh faktor pekerjaan
(OSHA, 2007). Keluhan muskuloskeletal merupakan salah satu penyakit akibat kerja
yang paling umum diderita oleh pekrja. Diseluruh negara Uni Eropa, Musculoskeletal
Disorders (MSDs) merupakan penyakit akibat kerja yang paling umum terjadi,
demikian juga Korea kasusnya mengalami peningkatan sebesar 3.868 dalam kurun
tugas-tugas dan pekerjaanya serta desain dari objek yang digunakan. Ergonomi
berusaha untuk menjamin bahwa pekerjaan dan setiap tugas dari pekerjaan tersebut
3
didesain agar sesuai dengan kemampuan dan kapasitas pekerja, untuk mewujudkan
keselamatan dan kesehatan kerja antara lain: desain suatu sistem kerja untuk
mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain
Sikap kerja yang tidak alamiah sering diakibatkan oleh letak fasilitas yang
dalam melaksanakan pekerjaan. Postur kerja yang tidak alami misalnya postur kerja
waktu yang lama dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan nyeri pada salah satu
anggota tubuh. Kelelahan dini pada pekerja juga dapat menimbulkan penyakit akibat
ini adalah bagaimana gambaran postur kerja yang di alami oleh pekerja mebel
dengan menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assesement) pada Pekerja
PT. Tangguh Karya Unggul, Harian 5R, dan Tim Mandor Siswoyo pada Proyek
a. Postur kerja dalam penelitian ini adalah sikap atau posisi kerja (leher, batang
tubuh, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki) memiliki sudut
ekstrim dari posisi normal, yaitu sejajar dengan batang tubuh saat melakukan
aktivitas kerja.
Adapun postur kerja pada saat melakukan aktivitasnya yaitu pekerja mebel saat
duduk dengan posis posisi punggung membungkuk, tangan mengarah keatas secara
terus menerus, kepala menunduk, posisi kerja menjongkok dengan menjadikan salah
satu kaki sebagai tumpuan, serta posisi kerja berdiri dengan posisi tangan lurus
kedepan.
Kriteria Objektif:
pada level risiko minimum dan kecil serta tindakan aman dan perbaikan
berada pada level risiko sedang dan tinggi serta tindakan dalam waktu cepat
b. REBA (Rapid Entire Body Assesement) adalah salah satu metode yang digunakan
secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan,
Kriteria objektif:
1. Risiko dapat diabaikan bila perhitungan REBA berada pada skor 1 dan
2. Risiko rendah bila perhitungan REBA berada pada skor 2-3 dan dianggap
3. Risiko sedang bila perhitungan REBA berada pada skor 4-7 dan dianggap
4. Risiko tinggi bila perhitungan REBA berada pada skor 8-10 dan dianggap
perlu segera adanya tindakan. Resiko sangat tinggi bila perhitungan REBA
berada pada skor 11-15 dan dianggap perlu adanya tindakan saat ini juga.
1.4.1 Tujuan
Tujuan dari observasi ini adalah untuk melihat Gambaran Postur Kerja Perkerja
Mebel dengan menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assesement) pada
Pekerja PT. Tangguh Karya Unggul, Harian 5R, dan Tim Mandor Siswoyo pada
1.4.1 Manfaat
bagi semua pihak, untuk perusahaan, perguruan tinggi, maupun bagi mahasiswa
1. Bagi Perusahaan
2. Bagi Mahasiswa
b. Dapat lebih mengerti metode REBA dan penerapannya untuk postur tubuh dalam
bekerja.
: TINJAUAN TEORITIS
7
8
b. Pengambilan Keputusan
Merupakan suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang
membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang
tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final.
Keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan.
Dihubungkan dengan ergonomi kognitif, pekerja akan berpikir terlebih dahulu untuk
melakukan suatu pekerjaan. Dalam mengambil suatu keputusan untuk menerima
pekerjaan atau beban kerja, pekerja akan menimbang untung dan ruginya, begitu
juga dengan perusahaan. Didalam memberi keputusan terhadap suatu pekerjaan,
akan melihat aspek lainnya.
Faktor resiko yang terpenting jika kita mengabaikan faktor ergonomi dalam
tempat kerja adalah kita akan mengalami MSDs (musculoskletal disorders). Hal ini
terjadi jika melakukan sesuatu pekerjaan dalam waktu yang lama. Adapun faktor-
faktor kumulatif yang akan menyebabkan MSDs:
a. Gerakan repetitif
Melakukan gerakan berulang. Bergantung pada berapa kali aktifitas itu
dilakukan, banyak otot yang terlibat, kecepatan dalam pergerakan atau perpindahan.
Gerakan ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan otot yang terakumulatif
dan akan semakin meningkat jika tidak ada gerakan untuk meregangkan.
b. Awkward Postur
Sikap tubuh sangat menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada
saat melakukan suatu aktivitas. Postur ini meliputi reaching, twisting, bending,
kneeling, squatting, working overhead dan menahan benda dengan posisi yang tetap.
c. Contact Stresses
13
Tekanan yang diakibatkan oleh interaksi antara bagian tubuh pekerja dengan
benda. Hal ini dapat menghambat kerja syaraf dan aliran darah.
d. Vibration
Getaran yang diterima oleh anggota tubuh akibat penggunaan mesin dan alat-
alat penunjang pekerjaan.
e. Durasi
Jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan suatu pekerjaan. Semakin
lama melakukan suatu pekerjaan, maka semakin besar resiko yang diterima, dan
semakin besar pula waktu yang dibutuhkan untuk proses pemulihan.
f. Kondisi lain
Kondisi selain yang diatas, yaitu:
1. Temperatur
2. Jam istirahat
Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang
berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya
postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cidera
muscoluskeletal. Kenyamanan tercipta bila pekerja telah melakukan postur kerja yang
baik dan aman.
Menurut (Nugraha, 2013) yang dikutip dari Tayyari (1997), postur kerja yang
baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja yang meliputi:
1. Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan.
2. Extension adalah gerakan merentangkan (stretching) dimana terjadi
peningkatan sudut antara dua tulang.
3. Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah (the
median plane) tubuh.
4. Adduction adalah pergerakan ke arah sumbu tengah tubuh (the median plane).
5. Rotation adalah gerakan perputaran bagian atas lengan atau kaki depan.
15
Menurut (Merulla, 2010) yang dikutip dari Grieve dan Pheasant (1982), postur
adalah orientasi rata-rata dari anggota tubuh. Postur tubuh ditentukan oleh ukuran
tubuh dan ukuran peralatan atau benda lainnya yang digunakan pada saat bekerja.
Pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat
bekerja dengan nyaman dan tahan lama. Keseimbangan tubuh sangat dipengeruhi
oleh luas dasar penyangga atau lantai dan tinggi dari titik gaya berat. Untuk
mempertahankan postur tubuh tertentu, seseorang harus melakukan usaha melawan
gaya yang berasal dari luar tubuh yaitu dengan mengkontraksikan otot. Gaya tersebut
berupa gaya gravitasi bumi dan gaya dari obyek yang diangkat. Untuk mencapai
keadaan yang seimbang, dalam hal ini akan terjadi interaksi antara gaya beban dan
gaya yang berasal dari otot.
Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu yang
lama akan mengakibatkan stres pada bagian tubuh tertentu, yang disebut dengan
postural stress. Sikap kerja alamiah atau postur normal yaitu sikap atau postur dalam
proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh sehingga tidak terjadi pergeseran atau
penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang
sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan musculoskeletal
disorders serta sistem tubuh yang lain.
Menurut (Merulla, 2010) yang dikutip dari Baird dan Bridger (1995), postur
normal pada saat bekerja, yaitu:
Sikap atau postur normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah
berada dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah, tidak miring ataupun
mengalami fleksi atau ekstensi.
2. Pada Leher
Sikap atau posisi normal leher lurus dan tidak miring/memutar ke samping
kiri atau kanan. Posisi miring pada leher tidak melebihi 20° sehingga tidak terjadi
penekanan pada discus tulang cervical.
3. Pada Bahu
Sikap atau posisi normal pada bahu adalah tidak dalam keadaan mengangkat
dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan
lurus dan proporsional.
4. Pada Punggung
Sikap atau postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah
kiposis dan untuk bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke
kanan. Postur tubuh membungkuk tidak boleh lebih dari 20°.
Sikap kerja berdiri merupakan sikap siaga baik sikap fisik maupun mental,
sehingga aktivitas kerja dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti namun berbagai masalah
bekerja dengan sikap kerja berdiri dapat menyebabkan kelelahan, nyeri dan terjadi
fraktur pada otot tulang belakang (Santoso, 2013).
Sikap kerja duduk berdiri merupakan kombinasi kedua sikap kerja untuk
mengurangi kelelahan otot karena sikap paksa dalam satu posisi kerja. Posisi duduk
berdiri merupakan posisi yang lebih baik dibandingkan posisi duduk atau posisi
berdiri saja. Penerapan sikap kerja duduk-berdiri memberikan keuntungan di sektor
industri dimana tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30 % lebih rendah
dibandingkan dengan posisi duduk maupun berdiri saja terus-menerus (Tarwaka,
2010).
REBA atau Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett
dan Dr. Lynn Mc Atamney yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham
(University of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic). REBA adalah
sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan
secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan
pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja.
18
a. Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu
pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.
b. Mengidentifikasi faktor – faktor risiko dalam pekerjaan (kombinasi efek dari otot
dan usaha, postur tubuh dalam pekerjaan, genggaman atau grip, peralatan kerja,
pekerjaan statis atau berulang – ulang).
19
c. Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun yang tidak stabil.
d. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan
prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan.
e. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari
analisa yang telah dilakukan.
2) Memilih postur untuk penilaian Menentukan postur mana yang akan digunakan
untuk menganalisis pengamatan. (hasriyanti, 2016).
20
Analisa REBA dilakukan dengan membagi postur tubuh kedalam dua kategori,
kategori A dan B. Kategori A terdiri dari tubuh, leher dan kaki, sedangkan kategori B
terdiri dari lengan atas dan bawah serta pergelangan untuk gerakan ke kiri dan kanan.
Masing-masing kategori memiliki skala penilaian postur tubuh lengkap dengan
catatan tambahan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam desain
perbaikan. Setelah penilaian postur tubuh, yang dilakukan kemudian adalah
pemberian nilai pada beban atau tenaga yang digunakan serta faktor terkait dengan
kopling. Nilai untuk masing-masing postur tubuh dapat diperoleh dari tabel penilaian
yang telah ada. Total nilai pada kategori A merupakan nilai yang diperoleh dari
penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel A dengan nilai beban atau
tenaga. Sedang total nilai pada kategori B merupakan nilai yang diperoleh dari
penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel B dengan nilai kopling untuk
kedua tangan (Sinaga, 2010).
Nilai REBA diperoleh dengan melihat nilai dari kategori A dan B pada tabel C
untuk memperoleh nilai C yang kemudian dijumlahkan dengan nilai aktivitas.
Sedangkan tingkatan risiko dari pekerjaan diperoleh dari tabel keputusan REBA
(Hignett & McAtamney dalam Sinaga 2010).
21
a. Group A
1. Leher (Neck), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar 2.3.
24
Pergerakan leher digolongkan kedalam skor REBA seperti yang tertera pada
table 2.1
3. Kaki (Legs), dengan ketentuan gerakan dapat dilihat pada gambar 2.5
Pergerakan kaki digolongkan ke dalam skor REBA seperti tertulis pada tabel 2.3.
Salah satu kaki menahan berat tubuh, misalnya 2 +2 jika lutut bengkok
berdiri dengan satu kaki atau sikap kerja yang >60o
tidak stabil
4. Beban (Load/Force)
Pada metode REBA, berat dari beban juga digolongkan ke dalam skor REBA
berdasarkan ukuran berat dari beban tersebut. Secara lebih detail skor REBA untuk
beban dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah ini:
>10 kg 2
b. Group B
1. Lengan Atas (Upper Arms), dengan ketentuan pergerakan dapat dilihat pada
gambar 2.6.
27
Pergerakan lengan atas digolongkan ke dalam skor REBA seperti yang tercantum
pada tabel 2.5.
20o ke belakang tubuh atau 20o ke depan tubuh 1 +1 jika lengan berputar
atau bengkok +1 jika
>20o ke belakang tubuh, 20o-45o ke depan tubuh 2
bahu naik -1 jika
45o-90o ke depan tubuh 3 bersandar atau berat
lengan ditahan
>90o ke depan tubuh 4
2. Lengan Bawah (Lower Arms), dengan ketentuan pergerakan dapat dilihat pada
gambar 2.7.
28
Pergerakan Skor
Pergerakan pergelangan tangan digolongkan ke dalam skor REBA seperti tertera pada
tabel 2.7
29
4. Genggaman (Coupling)
5. Aktivitas (Activity)
30
Sikap kerja +1 Satu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis/diam, seperti
statis memegang selama lebih dari 1 menit
Tidak stabil +1 Aktivitas yang mengakibatkan secara cepat terjadi perubahan yang
besar pada sikap kerja atau mengakibatkan ketidakstabilan pada sikap
kerja
Skor dari pengukuran sikap kerja, beban dan aktivitas yang sudah diperoleh
akan dikombinasikan menggunakan tabel 2.9 sampai tabel 2.10. Hasil akhir dari
perhitungan ini akan menghasilkan skor REBA (REBA score) yang memiliki nilai
antara 1 dan 15 yang kemudian akan dikonversikan ke dalam tingkatan tindakan
(action level) sesuai dengan Tabel 2.12 dimana akan dihubungkan dengan usulan
tindakan.
1. Perhitungan Group A
31
Punggung
Tabel A
1 2 3 4 5
Kaki
1 1 2 2 3 4
Leher = 1 2 2 3 4 5 6
3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
Kaki
1 1 3 4 5 6
Leher = 2 2 2 4 5 6 7
3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
Kaki
1 1 4 5 6 7
Leher = 3 2 2 5 6 7 8
3 3 6 7 8 9
4 4 7 8 9 9
Sumber: Hignett, 2000
Tabel A pada REBA menggabungkan skor dari leher (Neck) Punggung (trunk),
kaki (legs) dan beban (load/force), yang dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut :
2. Perhitungan Group B
Tabel 2.11. Tabel B - Combined Upper Arm. Lower Arm and Wrist Score
Lengan Atas
Tabel B
1 2 3 4 5 6
Pergelangan
Lengan
1 1 1 3 4 6 7
Bawah
2 2 2 4 5 7 8
=1
3 2 3 5 5 8 8
Pergelangan
Lengan
1 1 2 4 5 7 8
Bawah
2 2 3 5 6 8 9
=2
3 3 4 6 7 8 9
Sumber: Hignett, 2000
Tabel B pada REBA menggabungkan skor lengan atas (upper arm), lengan
bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist), yang dapat juga diperhitungkan
dengan persamaan sebagai berikut :
3. Perhitungan Group C
Skor A
Tabel C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 4 6 7 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
Skor B
7 4 5 6 7 8 9 9 9 11 11 12 12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Sumber: Hignett, 2000
Lebih lanjut skor REBA dipetakan ke dalam level tindakan (action level)
seperti tertulis pada Tabel 2.12. yang dapat juga dihitung dengan menggunakan
persamaan:
Dari tabel risiko di atas dapat diketahui dengan nilai REBA yang didapatkan
dari hasil perhitungan sebelumnya dapat diketahui level risiko yang terjadi dan perlu
atau tidaknya tindakan yang dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja yang
mungkin dilakukan antara lain berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan
prinsip – prinsip ergonomi.
35
Gerakan
Repetitif
RULA
Awkwars
Postur REBA
OWAS
Contact
Stresses
BAHAYA
RISIKO
ERGONOMI
Vibration
Durasi
Kondisi Lain:
Temperatur
Dan Jam
Kerja
Sangat Rendah
Rendah
Tinggi
Sangat Tinggi
3.1 Hasil
3.1.1 PT. Tangguh Karya Unggul
>60ᵒ
Skor Posisi
2 (+1) = 3 > 20º + Badan membungkuk (poin 1)
37
38
Skor Posisi
1 Tertopang dilantai dengan baik
Posisi Kaki yang dapat Mengubah Skor
Skor Posisi
+1 Ditekuk 30º - 60º
SCORE A = 7
Group B : Penilaian Anggota Tubuh Bagian Atas (Lengan, Lengan Bawah, dan
Pergelangan Tangan)
1) Skoring pada Lengan
Skor Posisi
2 Ekstensi 0º - 20º
39
Tabel B
Lengan Bawah
1 2
Lengan
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
Skor Posisi
Pegangan tidak optimum untuk dapat
+1
diterima bagian tubuh lainnya
SCORE B =2 + 1 = 3
40
Final Score C
Tabel C
skor Skor B
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Kesimpulan :
Final Score C = 7
Artinya, Tingkat risiko postur kerja pada pekerja PT. Tangguh Karya
Unggul adalah kategori sedang, diperlukan tingkatan aksi dengan poin 2 yakni
diperlukan tindakan untuk perbaikan postur kerja ke arah yang lebih
ergonomis.
Pengendalian rekaya teknis/perancangan dengan mmengubah stasiun
kerja dengan ketinggian yang lebih ergonomi sehingga menghindarkan cedera
pada kontur tulang belakang. Disarankan untuk perbaikan stasiun kerja
dengan kriteria sebagia berikut:
a. Ketinggian minimal stasiun kerja berdiri kami sarankan sebagai berikut:
41
a) Jenis pekerjaan dengan tingkat ketelitian tinggi memerlukan penopangan siku agar
meminimalisir penggunaan energi berlebih pada otot statis saat bekerja pada
kondisi ketelitian tinggi.
b) Jenis pekerjaan ringan yang tidak memerlukan ketelitian khusus dan pembebanan
yang ekstra disarankan agar tetap posisinya pada sumbu normal (0) agar postur
kerja tetap stabil dan nyaman juga menghindari pembebanan berlebih pada organ
lainnya.
c) Jenis pekerjaan dengan membutuhkan pembebanan/penekanan, termasuk
pemotongan yang mememerlukan sudut pemotongan dan penekanan, disarankan
agar mendesain stasiun kerja dibawah sumbu normal (0) sekitar 10 inch (±25 cm),
hal ini bertujuan agar terhindar dari potensi kram akibat kontraksi otot statis pada
saat bekerja apabila ketinggian tidak diperhatikan, selain kram, gejala ringan yang
mungkin muncul ialah pegal dan nyeri pada sendi pergelangan tangan atau bahu.
42
>60ᵒ
Skor Posisi
1 (+1) = 2 0º-20º + Badan membungkuk (poin 1)
Skor Posisi
Tabel A
Leher
1 2 3
Badan
Kaki Kaki Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
SCORE A = 6
Group B : Penilaian Anggota Tubuh Bagian Atas (Lengan, Lengan Bawah, dan
Pergelangan Tangan)
Skor Posisi
2 Ekstensi 0º - 20º
Tabel B
Lengan Bawah
1 2
Lengan
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
SCORE B = 2 + 0 = 2
Final Score C
Tabel C
skor Skor B
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
45
Kesimpulan :
Final Score C = 6
Artinya, Tingkat risiko postur kerja pada pekerja Harian 5 R adalah kategori
sedang, diperlukan tingkatan aksi dengan poin 2 yakni diperlukan tindakan untuk
perbaikan postur kerja ke arah yang lebih ergonomis.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara menambah panjang gagang alat
kerja, sehingga tubuh bisa mengikuti postur kerja yang ergonomi apabila alat yang
digunakan juga mendukung. Sebisa mungkin agar tubuh tidak menjadi budak alat
kerja, kita bisa mengubah/merancang alat kerja tersebut menjadi lebih efisien
sehingga kesehatan bisa dioptimalkan.
Gambaran risiko kesalahan postur hampir sama pada penelitian Prasetio et al.,
(2015) yang meneliti petugas kebersihan RSUD Kab. Sleman, postur yang salah pada
petugas kebersihan dalam mengepel, menyapu posisi badan terlalu membungkuk dan
terkadang bahkan jongkok dan mengangkat limbah medis dari dalam ruangan
perawatan pasien ke luar ruangan dengan posisi badan yang mengikuti menyesuaikan
barang yang akan diangkat. Pekerjaan yang berulang yaitu pada saat petugas
kebersihan mengepel dan menyapu. Risiko ergonomik memang tidak akan dirasakan
dalam jangka waktu dekat setelah melakukan pekerjaannya tetapi akan dirasakan oleh
petugas kebersihan dalam jangka waktu yang panjang bahkan bisa dirasakan setelah
petugas kebersihan tersebut sudah tidak bekerja lagi.
Mengutuip wawancara pada penelitian tersebut mengenai dampak yang
diterima, “saya sudah setahun lebih bekerja di sini dan saya belum pernah sakit
parah, palingan sakit batuk pilek biasa kok mas tapi kadang bagian punggung, leher,
jari, pinggang dan kaki apabila di buat tegak terkadang sakit tapi itu jarang mas”
(Reponden 1). Dapat disimpulkan bahwa memang postur tubuh berpengaruh baik
jangka panjang maupun jangka pendek, oleh karena itu diperlukan perhatian serius
agar tidak acuh pada postur badan saat bekerja.
46
>60ᵒ
Skor Posisi
1 0º-20º
Skor Posisi
Tabel A
Leher
1 2 3
Badan
Kaki Kaki Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Group B : Penilaian Anggota Tubuh Bagian Atas (Lengan, Lengan Bawah, dan
Pergelangan Tangan)
1) Skoring pada Lengan
Skor Posisi
3 Fleksi 46º - 90º
Tabel B
Lengan Bawah
1 2
Lengan
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
Skor Posisi
+0 Pegangan bagus
SCORE B = 4 + 0 = 4
Final Score C
Tabel C
skor Skor B
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
49
Kesimpulan :
Final Score C = 5
Artinya, Tingkat risiko postur kerja pada pekerja Mandor Siswoyo
adalah kategori sedang, diperlukan tingkatan aksi dengan poin 2 yakni
diperlukan tindakan untuk perbaikan postur kerja ke arah yang lebih
ergonomis. Pengendalian:
3.2 Pembahasan
Dari hasil observasi ditemukan kisaran risiko sebagai berikut:
2. Tim Harian 5 R =6
4.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diperoleh dari observasi yakni ditemukan kisaran
risiko sebagai berikut:
1. PT. Tangguh Karya Unggul =7
2. Tim Harian 5 R =6
3. Tim Mandor Siswoyo =5
Dapat dilihat bahwa semua hasil pengukuran menunjukan kategori risiko
sedang dengan tingkat aksi kategori 2, sehingga memerlukan tindakan segera
agar postur kerja dapat lebih ergonomis dan menjauhkan pekerja dari bahaya
sistem musculoscletal.
4.2 Saran
Saran yang dapat kami sampaikan yakni:
1. Bagi Peneliti
Diperlukan jangka waktu yang lebih banyak agar lebih leluasa dalam
mengobservasi dan menemukan potensi bahaya musculoscletal pada pekerja
menggunakan metode REBA.
2. Bagi Perusahaan
Disarankan untuk menerapkan program rutin pencegahan
muscloscletal disorders pada pekerja, hal ini sebagai bentuk meningkatkan
derajat kesehatan pekerja menjadi lebih baik untuk kehidupan dan
kesejahteraan pekerja.
48
DAFTAR PUSTAKA
Astari, Asnidar. 2017. Gambaran Postur Kerja Petani Rumput Laut Dengan Metode
REBA Di Pulau Kanalo Dua Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai
(Skripsi). Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan. Jurusan Kesehatan Masyarakat.
Effendi, F. (2007). Ergonomi Pada Pekerja Sektor Informal. Cermin Dunia
Kedokteran No. 154.
Health and Safety Executive United Kingdom (HSE UK). (2011). Understanding
ergonomic at works: Reduce accidents and ill health and increase productivity
by fitting the task to the worker.
ILO. (2013). The Prevention of Occopational Diseases.. http://www.ilo.org/
global/about-the-ilo/newsroom/news/WCMS_211627/lang--en/index.html
OSHA. (2007). Ergonomic: Prevention of Musculoskeletal Disorders in the
Workplace. https://www.osha.gov/SLTC/ergonomics/
Pramana, I G P I. (2015). Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal
Pada Pengrajin Patung Kayu Gianyar Tahun 2015. Jurnal. Denpasar: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Prasetio, D. B., Hasanbasri, M., Hastaryo, J. (2015). RISK OF ERGONOMIC
HAZARD CLEANING SERVICE, 10(1), 10–16.
Tarwaka. dkk. (2004). Ergonomi untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan
Produktifitas. Surakarta: UNIBA Press.
49