Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENERAPAN LINGKUNGAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (LK3)


DI INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM)

Disusun Oleh:
1.ARI SAPUTRA NIM:1517265
2.FATONI SURYAWINATA NIM:1517306
3.ELISA NIM:1517295
4.NURIAH SARI DEWI NIM:1517410
5.REVIANA MELSINTA NIM:1517
6.RYANTO OKU NATODISO NIM:1517445

ANALISIS KIMIA
POLITEKNIK AKADEMI KIMIA ANALISIS (AKA) BOGOR
2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT , atas segala limpahan
rahmat ,hidayah dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Penerapan Lingkungan Kesehatan dan
Keselamatan (LK3) di Industri Kecil Menengah (IKM) Suratin Bamboo dengan
baik.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Lingkungan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Akademi Kimia Analisis Bogor.Terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah mendukung penulis dalam menyusun makalah ini
1. Bapak Cheppy Asnadi, M.Si selaku dosen mata kuliah Lingkungan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
2.Bapak Drs.H. Kosasi selaku pemilik industri Suratin Bamboo di Jln. Raya
Assogiri Tanah Baru Rt. 05 RW. 02 No. 63 Kelurahan Tanah Baru Kecamatan
Bogor Utara
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jah dari
sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan
sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.

Bogor, November 2014

Penulis
DAFTAR ISI KATA

PENGANTAR................................................................
DAFTAR ISI..................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................
1.3 Tujuan..................................................................................
1.4 Metode Penulisan.................................................................
1.5 Waktu dan Tempat...............................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................


2.1 Definisi Lingkungan K3......................................................
2.2 Tujuan dan Sasaran Lingkungan K3...................................
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi....................................
2.4 Aspek Penyebab Kecelakaan Kerja dan Dampaknya.........
2.4.1 Aspek penyebab Kecelakaan Kerja.................................
2.4.2 Dampak Kecelakaan Kerja...............................................
2.5 Pengendalian Dampak Kecelakaan Kerja............................

BAB III PEMBAHASAN..............................................


3.1 Profil Industri.......................................................................
3.2 Proses Produksi....................................................................
3.3 Penerapan Lingkungan K3 di Industri Suratin
Bamboo......................................................................................

BAB IV PENUTUP.......................................................
4.1 Kesimpulan...........................................................................
4.2 Saran....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Selalu ada resiko kegagalan (risk of failures) pada setiap aktifitas pekerjaan. Dan saat
kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek
kerugian (loss). Karena itu sebisa mungkin dan sedini mungkin, potensi kecelakaan kerja harus
dicegah atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah keselamatan kerja di
dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha,
tidak bisa secara parsial dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan marginal dalam perusahaan.

Lingkungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah program menciptakan lingkungan


sehat, aman, sejahtera dan produktif melalui upaya peningkatan kesehatan dan keselamatan
tenaga kerja serta penyerasian lingkungan di dalam dan disekitar perusahaan. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
serta dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada
akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Visi Pembangunan Kesehatan di Indonesia adalah Indonesia Sehat 2010 dimana


penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (Depkes RI, 2002).
Kesehatan kerja dapat tercapai secara optimal jika tiga komponen berupa kapasitas kerja, beban
kerja, dan lingkungan kerja dapat berinteraksi baik dan serasi (Sumamur P.K, 1996).
Kecelakaan ditempat kerja merupakan penyebab utama penderita perorangan dan penurunan
produktivitas.

Menurut ILO (2003), setiap hari rata-rata 6000 orang meninggal akibat sakit dan
kecelakaan kerja atau 2,2 juta orang pertahun sebanyak 300.000 orang pertahun, diantaranya
meninggal akibat sakit atau kecelakaan kerja. Kelelahan kerja merupakan masalah yang sangat
penting perlu ditanggulangi secara baik. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya penurunan
kekuatan otot, rasa lelah yang merupakan gejala subjektif dan penurunan kesiagaan (Grandjean,
1985). Oleh karena itu, semakin banyak tuntutan dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang
beraneka ragam bentruk maupun jenis kecelakaannya.

Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut,maka


disusunlah UU No. 14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya
mengalami perubahan menjadi UU No. 12 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 86
UU No. 13 tahun 2003, dinyatakan bahwa tiap pekerja memiliki hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan serta perlakuan yang
sesuai dengan harkat, martabat dan nilai-nilai agama. Adanya aturan atau undang-undang
tersebut mengatur syarat-syarat keselamatan kerja mulai dari perencanaan, pengangkatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, penggunaan, pemeliharaan, penyimpanan bahan baku,
hingga aparat produksi yang dapat mengandung dan menimbulkan bahaya kerja.
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Seberapa penting Lingkungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (LK3) perlu diterapkan di
Industri Kecil Menengah (IKM) ?
2. Apa saja aspek penyebab kecelakaan kerja dan dampaknya?
3. Bagaimana cara pengendalian dampak kecelakaan kerja yang dilakukan oleh Industri Kecil
Menengah tersebut agar sesuai dengan peraturan yang berlaku?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Memberikan informasi mengenai pentingnya menerapkan Lingkungan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Industri Kecil Menengah.
2. Memberikan informasi mengenai aspek penyebab kecelakaan kerja,dampak serta cara
pengendaiannya

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini menggunakan metode observasi yaitu dengan melakukan
pengamatan langsung ke CV. Suratin dan melakukan wawancara serta study pustaka dengan
mengumpulkan beberepa literatur mengenai lingkungan kesehatan dan keselamatan kerja dari
beberapa sumber.

1.5 Waktu dan Tempa

CV. Suratin terletak di jalan Pangeran Sogiri Tanah Baru, Bogor Utara. Observasi
dilakukan sebanyak satu kali yaitu pada hari minggu tanggal 2 November 2014 pukul 13.00-
14.00 WIB.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi LK3


Menurut Alex S Nitisemito (2000:183) Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas
yang diembankan.

Sedangkan pengertian kesehatan dan keselamatan kerja menurut Mangkunegara


(2002,p.163) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya,
hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja


menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang
diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman
baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik
atau tempat kerja tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa lingkungan kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu
program yang menciptakan lingkungan sehat, aman, sejahtera dan produktif melalui upaya
peningkatan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja serta penyerasian lingkungan di dalam dan
disekitar perusahaan.

2.2 Tujuan dan Sasaran Lingkungan K3


Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga.
Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau
perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau
kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja
yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur
penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat.(Silalahi, 1995) Keselamatan
dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat
dilakukan atau tidak.

Menurut Mangkunegara bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebagai berikut :
A. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik,
sosial, dan psikologis.
B. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
C.Agar semua hasil produksi dipelihara keamananny
D.Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
E.Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
F.Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
G. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja Sedangkan sasaran yang
ingin dicapai antara lain:
a. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
b. Terwujudnya produktifitas kerja dan meningkatnya kesejahteraan pekerja

2.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh


Dalam penerapan Lingkungan K3 di perusahaan atau industri tentunya tidak lepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapannya, antara lain:

Beban kerja
Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya.Beban tersebut dapat berupa beban
fisik, mental dan sosial.Beban fisik dapat ditemukan pada pekerja berat seperti pekerja bongkar
muat barang di pelabuhan, memikul dan sebagainya.

Beban mental akan dirasakan oleh seorang pengusaha yang memiliki beban mental
berupa tanggung jawab.Sedangkan petugas sosial akan menghadapi beban sosial yang cukup
tinggi.Setiap orang akan memiliki kemampuan yang berbeda dalam melakukan kerja dan
mempunyai kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja, diantara mereka
mungkin lebih cocok dengan beban fisik, mental maupun sosial.

Oleh sebab itu penempatan seorang tenaga kerja pada pekerjaan yang tepat akan
meningkatkan kesehatan kerjanya. Kesehatan kerja mampu mengurangi beban kerja dengan
memodifikasi cara kerja atau perencanaan mesin serta alat kerja.Contohnya adalah beban kerja
akibat memikul atau menjinjing suatu barang dapat dikurangi dengan penggunaan kereta dorong
dan sebagainya.

Beban tambahan dari lingkungan


Beban tambahan terhadap beban kerja dapat terjadi dari lingkungan/situasi tempat kerja yang
dapat berakibat beban tambahan pada jasmani dan rohani tenaga kerja.Terdapat 5 faktor
penyebab akibat kerja tambahan dari lingkungan kerja, yaitu
~Biologis Yaitu disebabkan oleh organisme mikro (bakteri, jamur dan kapang) serta debu
tanaman yang biasanya penyebab alergi
~ Kimia Yaitu pengaruh bahan kimia yang berupa gas, uap maupun debu beracun.
~ Fisika Yaitu gangguan fisik seperti kebisingan, getaran, radiasi partikel ion atau non-ion dari
pengaruh suhu yang terlalu tinggi dan bau.
~ Ergonomi/Fisiologi Yaitu pengaruh posisi tubuh dalam bekerja atau desain peralatan yang
tidak sesuai dengan keadaan tubuh misalnya sikap duduk yang salah, monoton dan lain
sebagainya .
~ Psikologis Yaitu gangguan yang dapat mempengaruhi mental seorang pekerja yang disebabkan
oleh monoton dalam melakukan kegiatan kerja, hubungan kerja yang kuraang baik, upah tidak
mencukupi, pekerjaannya tidak sesuai dengan kemampuan/keterampilannya, bekerja ditempat
terpencil dan lain-lain.

Kapasitas kerja
~Kapasitas kerja menurut kesesuaian antara kemampuan dan pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga kerja.Kemampuan tenaga kerja setiaporang berbeda satu dengan yang lain dan sangat
tergantung pada keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia, ukuran
tubuh dan motivasi.
~Keterampilan kerja yang tinggi akan meningkatkan efisiensi kerja seseorang sehingga akan
meningkatkan kesehatan kerja
~ Kesehatan jasmani dan rohani merupakan penunjang produktifitas seseorang dalam
kerjanya.Kesegaran jasmani dan rohani selain menunjukkan kesehatan fisik dan mental juga
menunjukkan gambaran keserasian dan kesesuaian seseorang dalam pekerjaannya.
~ Keadaan gizi yang seimbang merupakan faktor penentu derajat produktifitas kerja.
~ Jenis kelamin pekerja sangat menentukan kemampuan fisik dan kekuatan otot seorang pekerja.
~Usia seorang pekerja menentukan tingkat kemampuan kerja karena usia yang meningkat akan
menimbulkan perubaha-perubahan pada alat-alat tubuh, hormonal,kardio-vaskuler dan lain-lain.
~Ukuran tubuh ,statis atau dinamis harus digunakan sebagai pedoman pembuatan ukuran-ukuran
mesin dan peralatan kerja sehingga tercapai efisiensi dan produktifitas kerja semaksimal
mungkin.
~Motivasi adalah dorongan dari dalam diri pekerja untuk dapat melakukan kerja dalam rangka
pemenuhan tanggung jawabnya.

2.4 Aspek Penyebab Kecelakaan Kerja dan Dampaknya

2.4.1 Aspek Penyebab Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja (occupational accident) adalah sebuah kejadian atau peristiwa yang
berasal dari, atau terjadi dalam, rangkaian pekerjaan yang berakibat cedera fatal (fatal
occupational injury) dan cedera tidak fatal (non occup: ational injury).

Menurut Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang
biasa atau wajar dilalui. Seringkali, kecelakaan kerja dipahami sebagai kejadian yang mendadak,
terjadi diluar kendali seseorang dan tidak diharapkan/tidak disengaja.

Teori Domino Heinrich (1931) dalam Suardi (2005) menyebutkan bahwa pada setiap
kecelakaan yang menimbulkan cedera terdapat lima faktor yang secara berurutan digambarkan
sebagai lima domino yang berdiri sejajar, yaitu : kebiasaan, kesalahan seseorang, perbuatan dan
kondisi tak aman (hazard), kecelakaan serta cedera. Heinrinch mengemukakan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan, kuncinya adalah dengan memutuskan rangkaian sebab-akibat. Misalnya,
dengan membuang hazard satu domino diantaranya.
Frank E. Bird Peterson (1967) dalam Suardi (2005) memodifikasi teori Domino Heinrich
dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu
kecelakaan yaitu : manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak dan kerugian. Birds
mengemukakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan mulai
memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap satu kecelakaan berat disertai
oleh 10 kejadian kecelakaan ringan, 30 kejadian kecelakaan yang menimbulkan kerusakan harta
benda dan 600 kejadian-kejadian hampir celaka.

Biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaan kerja dengan membandingkan


biaya langsung dan biaya tak langsung adalah 1 : 5 50, dan digambarkan sebagai fenomena
gunung es. Menurut Bennett dalamSantoso (2004) terdapat empat faktor bergerak dalam satu
kesatuan berantai yang dapat menyebabkan kecelakaan, yaitu : lingkungan, peralatan, bahaya
dan manusia.

Ada beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan
pegawai diantaranya yaitu :

Keadaan Tempat Lingkungan Kerja


a) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan
keamanannya.
b) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

Pengaturan Udara
a) Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik.
b) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya

Pengaturan Penerangan
a) Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b) Ruang kerja yang kurang cahaya.

Pemakaian Peralatan Kerja


a) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b) Penggunaan mesin dan alat elektronik tanpa pengaman yang baik.

Kondisi Fisik dan Mental Pegawai


a) Kerusakan alat indera dan stamina pegawai yang tidak stabil.
b) Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara berpikir dan
kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap pegawai yang ceroboh dan
kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa
resiko bahaya.
2.4.2 Dampak kecelakaan kerja

1.Terhadap Karyawan
Kecelakaan dapat mengakibatkan kesakitan atau cidera bahkan dapat mengakibatkan cacat
yang permanen atau cacat tetap.
Karyawan akan kehilangan waktu kerja karena ia harus menjalani perawatan baik oleh
perawatan / paramedis perusahaan ataupun oleh dokter rumah sakit.
Karyawan akan berkurang pemasukkannya akibat kehilangan waktu kerja untuk menjalani
perawatan.

2.Terhadap Keluarga Karyawan


Kesedihan, keluarga karyawan pasti akan mengalami kesedihan jika ada salah satu anggota
keluarganya yang mengalami kecelakaan.
Jika penghasilan karyawan berkurang sudah tentu pemasukan untuk keluarganya juga akan
terhambat sehingga tidak dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya.
Jika Kecelakaan yang dialami oleh karyawan mengakibatkan cacat atau bahkan kematian maka
masa depan anggota keluarganya pun tidak menentu / tidak sempurna karena tidak ada lagi
kepala keluarga yang akan membiayai atau mencukupi kebutuhannya.

3. Terhadap Perusahaan
Perusahaan akan kehilangan tenaga kerja yang sudah terlatih dan sudah mempunyai
keterampilan.
Kehilangan uang untuk biaya kecelakaan baik biaya langsung ataupun biaya tidak langsung.
Besarnya biaya tidak langsung akan lebih besar dari pada biaya langsung.
Mengganti / memperbaiki peralatan yang rusak akibat kecelakaan.
Menurunnya mutu produksi / jasa, yang bisa berakibat berkurangnya kepercayaan

4.Terhadap Pemerintah
Hilangnya atau berkurangnya tenaga ahli atau berpengalaman
Akan terjadi konflik sosial dan kerusakan lingkungan hidup.

2.6 Cara Pengendalian Dampak Kecelakaan Kerja

1. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :


UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non
kesehatan
UU No. 23 tahun 1997 tentang bahan berbahaya dan beracun UU No. 01 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
Peraturan Pemerintah tahun 1996 Peraturan/persyaratan pembuangan limbah
2. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara
lain :
Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas
umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing
instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian
alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan
pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan
pencegahannya.

3. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain :


Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat
kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain

4. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)


Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal
(Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis
pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik
terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya.

Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi
penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini
diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan
tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan
pekerja yang meliputi:

Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja
(petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui
apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan
ditugaskan kepadanya. Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
Anamnese umum
Anamnese pekerjaan
Penyakit yang pernah diderita
Alrergi
Imunisasi yang pernah didapat
Pemeriksaan badan
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu:
Tuberkulin test
Psikotest
Pemeriksaan Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu
berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko
kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini
meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila
diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi
dalam pekerjaan.

Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala,
yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja Kesehatan,
dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat
pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif.

Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau
masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar
tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

Untuk mengendalikan dampak yang dapat disebabkan oleh kecelakaan kerja dalam suatu proses
produksi dapat dicegah dengan beberapa cara berikut yaitu :
Eliminasi yaitu memodifikasi proses, metode atau materi untuk mengurangi dampak LK3
Substitusi yaitu mengganti materi (bahan baku) atau proses dengan yang tidak atau kurang memberikan
dampak negative
Pemisahan yaitu menyingkirkan atau memisahkan dampak LK3 yang mungkin terjadi dengan cara
memberi perlindungan, menyimpan di suatu tempat pada ruang atau waktu yang terpisah
Administrasi yaitu menyesuaikan waktu dan kondisi dengan proses administrasi, misalnya dengan
membutkan standard operation atau work instruction
Pelatihan yaitu memberi pelatihan yang memadai untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
guna mengurangi resiko terkena dampak LK3
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu menyediakan alat pelindung diri yang sesuai dan memadai
bagi seluruh karyawan guna menghindari keparahan dari dampak Lk3 yang mungkin terjadi. Alat
pelindung diri ini digunakan sebagai upaya terakhir pengendalian dampak LK3.
BAB III PEMBAHASAN

3.2 Profil Industri

CV. Suratin adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang Furniture dengan bahan baku
bambu. Pemiliknya bernama Drs.H. Kosasi. Perusahaan ini dimulai pada tahun 1990 dengan
berawal dari industri rumahan, modal awal yang digunakan sebesar Rp.200.000,00. Bapak
Kosasi memulai usahanya karena terinspirasi oleh produk furniture buatan Tasik Malaya, Jawa
Barat, sehingga beliau mempelajari cara pembuatannya secara otodidak.

Peluang membuka usaha ini sangat besar, karena produk yang dihasilkan memiliki nilai
seni yang tinggi walaupun bahan baku yang digunakan murah serta pesaingnya sedikit dan nilai
jualnya tinggi. Produk yang dihasilkan awalnya berupa kipas hiasan dan tempat majalah.

Tenaga kerjanya pun awalnya hanya 2 orang. Sejalan dengan perkembangan usahanya
beliau menambah jenis produk yang dihasilkan, seperti :meja, kursi, tempat tidur, gazebo, dan
berbagai jenis handy craft selain itu, beliau juga menambah jumlah pekerja dan memperluas
daerah pemasaran. Bapak Kosasi mendaftarkan perusahaannya ke Departemen Perindustrian
(517/72/PK/DISPERINDAGKOP) dengan nama Suratin yang berasal dari nama ketiga anaknya
yaitu : Susi, Rody Dan Tina. Tahun 2003 perusahaan tersebut resmi menjadi CV. Suratin .

Semakin lama usaha beliau semakin berkembang dan daerah pemasarannya pun tidak
hanya di dalam negeri saja tapi juga keluar negeri seperti: Austria, Belanda dan Australia. Oleh
karena itu, beliau memindahkan tempat usahanya dari home industry menjadi sebuah CV dengan
tujuan untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup besar. Selain itu aspek lingkungan pun
tidak lupa diperhatikan oleh beliau dan kesejahteraan pekerjanya juga diperhatikan walaupun
hingga saat ini beliau masih belum mampu menyediakan asuransi kecelakaan bagi para
pekerjanya.

3.3 Proses Produksi


1.Pengeringan
Ruang pengeringan dan penyimpanan bahan baku Bambu yang digunakan untuk
pembuatan furniture umumnya dipotong setelah berumur 13 bulan dengan pertimbangan bahwa
bambu tersebut telah memiliki umur dan ketebalan batang yang cukup untuk diolah menjadi
produk furniture.

Pada daerah tropis, tanaman bambu biasanya kurang tahan lama karena mengandung
kanji yang disukai oleh rayap dan menjadi tempat tumbuh yang baik cendawan akibat suhu dan
kelembapan tinggi srhingga diperlukan proses pengeringan dan pengawetan bambu agar menjadi
lebih keras dan mampu bertahan hingga lebih dari 10 tahun. Bambu yang telah dipotong cukup
disandarkan dalam keadaan berdiri agak tegak tempat yang cukup teduh dan dibiarkan sampai
kadar airnya berkurang.
Untuk menghindari kelembapan tanah yang naik ke batang, sebaiknya batang bambu
dilindungi dengan menggunakan batu pada bagian bawah batang yang telah dipotong. Proses
pengeringan dilakukan selama 4 7 hari, apabila hujan, proses pengeringan lebih lama.

2.Pengawetan / Perendaman
Ruang perendaman Pengawetan bambu dilakukan selama 2 4 minggu dengan cara
direndam ke dalam kolam yang menggenang dengan ditambahkan obat anti rayap yang
mengandung Natrium boraks dan asam boraks agar kualitas bambu tahan lama.

3. Pengeringan dengan oven


Setelah dilakukan perendaman,selanjutnya bambu dikeringkan dengan menggunakan
oven agar lebih efektif dan efisien karena waktu pengeringan menjadi lebih cepat.

4. Proses pembuatan furniture Ruang pembuatan/ perakitan


Dalam menjalankan proses produksi, para pekerja furniture bambu melakukan teknik
yang sama, yaitu pembuatan rangka mebel, pengikatan dengan rotan tali, penyusutan iratan pada
alas kursi dan meja serta iratan pada sandaran kursi yang sudah diukir.Pada tahapan akhir
dilakukan proses finishing dengan cara mengamplas, bamboo vernis atau melamin serta proses
pengeringan.

5. Finishing Ruang finishing


Proses finishing dilakukan apabila seluruh proses perakitan sudah selesai dilakukan dan
telah mendapat pengecekan dari pekerja. Proses finishing yang dilakukan meliputi kegiatan :
Mengampelas seluruh ruas bambu agar halus. Cara mengamplas tidak boleh terlalu keras
karena akan merusak warna bambu yang sudah alami.
Bambu vernis atau melamin pada seluruh lapisan bambu menggunakan kuas, dengan maksud
untuk mempercantik furnuture serta memberikan lapisan pada kulit bambu agar kuat dan tahan
lama.
Setelah proses finishing dilakukan, furniture bambu tidak boleh terkena sinar matahari secara
langsung karena akan memudahkan terjadinya pecah pecah pada lapisan yang telah
divernis/melamin, furniture cukup ditata di tempat penyimpanan atau di ruang pamer sehingga
dapat terkena hembusan angin secara langsung. Vernis/melamin tersebut akan kering dalam
waktu 2-3 jam.

6. Packaging
Contoh produk furniture Produk yang telah jadi, akan dikemas menggunakan kardus.
Packaging dilakukan hanya untuk barang-barang yang akan di ekspor dan dikirim ke luar kota.

7. Ekspedisi
Semua barang yang akan dikirim akan diatur masalah administrasinya seperti surat jalan,
tanda bukti, dan faktur penjualan.

8. Pengiriman Barang
(produk) yang telah dikemas, dikirim sampai ke tempat konsumen.
Penerapan Lingkungan K3 di Industri Suratin
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan lingkungan K3
di industri Suratin, diantaranya :

1. Sumber Daya Manusia (SDM)


Manajemen tenaga kerja di industri Suratin sudah lumayan baik.Hal ini terbukti dengan
sistem penempatan kerja sesuai keterampilan yang dimiliki,selain itu sudah ada sistem
pembagian kerja yang jelas, misalnya pekerja yang bertugas dalam proses finishing maka ia
hanya mengerjakan pekerjaan itu saja.

Kemudian,di industri tersebut belum diadakan pelatihan kerja secara formal tetapi sistem
pelatihan pada industri tersebut adalah para karyawan yang sudah cukup lama bekerja di industry
tersebut akan memberikan pelatihan kepada pekerja baru. Tenaga kerja yang dipekerjakan di
industri tersebut sebagian besar adalah tetangga dari Bapak Kosasi sendiri,semuanya adalah pria
kecuali satu orang wanita yang ditempatkan di kantor yakni sebagai sekretaris.

Hubungan kerja antara pemilik industri dengan para pekerjanya terlihat sangat erat.
Bapak Kosasi juga menyediakan tempat tinggal untuk para karyawannya. Dilihat dari proses
produksinya, penggunaan APD sangat minim sekali. Dari situ dapat dikatakan bahwa para
karyawan kurang menyadari potensi yang timbul dari pekerjaan yang mereka lakukan sehingga
pemikiran yang salah itu membuat potensi kecelakaan kerja semakin besar. Sebagai contoh, pada
saat perendaman bambu dimana perendaman itu menggunakan bahan kimia berbahaya dan
berbau menyengat tetapi para pekerja enggan untuk menggunakan alat pelindung diri berupa
sarung tangan dan masker.

Pengendalian yang dapat dilakukan dalam kondisi tersebut adalah dengan memberikan
penyuluhan atau lebih diterapkannya lagi penggunaan APD pada pekerja diantaranya:

Pada saat penurunan bahan baku bambu dari truk sebaiknya para pekerja mengunakan safety
helmet, sarung tangan, alas kaki dan juga baju lengan panjang agar mengurangi potensi bahaya
yang mungkin terjadi.
Pada saat perendaman bambu menggunakan bahan kimia sebaiknya pekerja menggunakan
masker dan sarung tangan mengingat bau menyengat yang ditimbulkan oleh air rendaman.
Pada saat proses produksi yang lain, pekerja juga harus menggunakan APD seperti masker,
sarung tangan, baju lengan panjang dan juga alas kaki.
Contoh APD yang digunakan :

2. Mesin
Pada industri Suratin ini hanya menggunakan dua mesin yakni mesin oven dan mesin
pemotongan bambu. Sementara peralatan lainnya masih menggunakan alat tradisional seperti
gergaji, parang, dan lain-lain.Setelah bambu direndam selama 2-4 minggu kemudian bambu
diangkat dan kemudian dikeringkan dengan menggunakan mesin oven.Mesin oven yang
digunakan hanya ada satu untuk pengeringan semua bahan baku, jadi pengeringan membutuhkan
waktu yang cukup lama dan dapat dikatakan kurang efektif.
Mesin pemotongan ditempatkan diruang penyimpanan bahan baku bercampur dengan
tumpukan bambu yang sudah dikeringkan.Mesin pemotongan bambu yang diletakkan diruangan
ini ada dua. Mesin dalam usaha ini merupakan faktor penunjang kelancaran proses.Mesin/alat
juga memerlukan aksesoris khusus dalam menunjang kerjanya agar mampu beroperasi secara
aman secara aman tanpa mengurangi fungsi aslinya dan dalam pengoperasiannya juga diperlukan
penanganan yang khusus agar dalam bekerja tercipta kondisi aman dan lancar dalam
menggunakan alat.

Perawatan dan pemeliharaan mesin yang baik berpengaruh pada aspek keselamatan kerja
karena mesin yang baik akan meminimalisasi potensi kecelakaan kerja.

3. Pengolahan limbah
Tempat pembakaran limbah Pada industri ini limbah yang dihasilkan berasal dari air
rendaman bambu dan sisa-sisa bambu dan rotan pada proses produksi. Perendaman bambu
menggunakan bahan kimia dengan tujuan agar bambu menjadi lebih awet dan tidak dimakan
rayap,tetapi limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik dan langsung di buang ke sungai
yang ada di sekitar industri.Mereka beranggapan bahwa bahan kimia yang digunakan tidak
berbahaya sehingga bisa langsung dibuang kesungai dan tidak akan mencemari lingkungan.

Limbah lain yang dihasilkan yakni dari sisa proses produksi berupa serutan bambu dan
rotan.Limbah ini langsung dibuang ke sebuah lubang besar tempat penampungan limbah.Setelah
selesai produksi kemudian bahan sisa tersebut dikumpulkan dan kemudian dibakar di lubang
tadi.Hasil pembakaran tersebut dimanfaatkan sebagai pupuk yang dijual dan bernilai ekonomis.

4. P3K APAR
sederhana Meskipun potensi bahaya yang ditimbulkan tidak terlalu berat tetapi
pengadaan kotak P3k dan alat pemadam kebakaran sangat diperlukan untuk meminimalisasi
terjadinya kecelakaan kerja dan penanganan akibat kecelakaan kerja.Namun pada kenyataannya
pada industri tersebut belum ada kotak P3K dan juga alat pemadam kebakaran di ruangan
produksi maupun ruangan lainnya.

5. Penerapan 5R
Penerapan 5R di industri ini dapat dilihat dari beberapa aspek misalnya penyimpanan
bahan baku dan tata ruang.
Penyimpanan bahan Tempat penyimpanan bahan baku Bahan baku berupa bambu yang sudah
dikeringkan disimpan disuatu ruangan berdasarkan ukuran bambu dan disusun berdiri menyandar
didinding ruangan.Selain itu ,ruangan juga tidak diberi ventilasi yang cukup sehingga terkesan
lembab dan sirkulasi udaranya kurang bagus.
Tata ruang Penataan ruang pada industri Suratin ini terkesan berantakan dan tidak
teratur.Penempatan ruang yang salah menyebabkan proses produksi menjadi tidak efektif.Jarak
ruang penyimpanan bahan baku dengan proses produksi yang lumayan jauh menyebabkan
kendala pada proses produksi.
Kebersihan Jika ditinjau dari segi kebersihan sebuah industri furniture ,industri ini dapat
dikatakan sudah cukup bersih karena setiap selesai produksi ruangan dan sisa-sisa bambu/ rotan
langsung dibersihkan dan dibakar.
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
~Penataan ruang produksi yang kurang efektif dan efisien
~Penerapan 5R yang kurang kondusif
~Kondisi ruang produksi kurang bersih
~Pengolahan limbah produksi yang cukup baik namun masih perlu dikembangkan lagi~Tidak
terdapat kotak P3K dan APAR
~Adanya peringatan atau sanksi yang tegas dari pemilik industri Kurangnya kesadaran para
pekerja dalam hal penggunaan alat pelindung diri

4.2 Saran
~Pengadaan kotak P3K dan isinya serta APAR (alat pemadam kebakaran) di ruang produksi
~ Mulai menggunakan alat pelindung diri yang sesuai,contohnya masker, safety helmet, sarung
tangan, alas kaki, dan sebagainya.
~Menerapkan sistem 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin).
~Memperbaiki tata ruang produksi agar lebih memudahkan dalam melakukan kegiatan produksi
~Meningkatkan sistem pengolahan limbah (mengelola limbah sebelum dibuang ke sungai) agar
tidak mencemari lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

http://arisetiabudiblog.wordpress.com/2013/06/20/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3-definisi-
indikator-penyebab-dan-tujuan-penerapan-keselatan-dan-kesehatan-kerja.

http://intanghina.wordpress.com/2008/04/28/pengaruh-budaya-perusahaan-dan-lingkungan-
kerja-terhadap-kinerja-karyawan

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html

http://k3-smk.blogspot.com/2013/12/faktor-faktor-penyebab-terjadinya.html

http://rizalwirtawiguna.blogspot.com/2013/09/faktor-penyebab-kecelakaan-kerja.html

http://fresh-lookout.blogspot.com/2014/06/faktor-faktor-penyebab-kecelakaan-kerja.html

http://pmdlk.blogspot.com/2013/03/kerugian-akibat-kecelakaan-kerja.html

http://safetykarunia.blogspot.com/2013/04/dampak-kecelakaan-merugikan-semua-pihak.html

http://gurdani.wordpress.com/2008/08/13/pengendalian-kecelakaan-kerja

/ http://indohse.web.id/more-about-joomla/36-manajemen-k3/103-hirarki-pengendalian-bahaya-
untuk-pencegahan-kecelakaan-dan-penyakit-akibat-kerja

https://arisetiabudiblog.wordpress.com/2013/06/20/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3-definisi-
indikator-penyebab-dan-tujuan-penerapan-keselatan-dan-kesehatan-kerja

Anda mungkin juga menyukai