Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PENGANTAR IKM

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

1.     APRIWANZAHRI                NIM : 1613201001
2.     WAHYUNI USMAN            NIM : 1613201010

DOSEN PEMBIMBING : Malissa srinia putri,M.kes

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI RIAU
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya, dapat menyusun makalah berjudul “KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA (K3)” dengan baik dan lancar.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah “PENGANTAR IKM”. Materi ini
merupakan materi yang telah ditetapkan dalam kurikulum perkuliahan bagi mahasiswa
semester I STIKES TUANKU TAMBUSAI RIAU.

Penyusunan makalah ini juga berkaitan dengan materi-materi pengantar IKM yang lain dalam
semester I ini yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa terutama sebagai referensi penyusunan
Skripsi di akhir semester.

Tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu penulis membuka saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Demikian semoga bermanfaat.

Bangkinang, September 2016

penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG....................................................................... 3
B.     RUMUSAN MASALAH.................................................................... 5
C.    TUJUAN PENULISAN..................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

A.    Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja ....................................... 6


B.     Kesehatan dan keselamatan kerja di perkantoran................................. 7
C.     Kesehatan dan keselamatan kerja di industri textile........................... 14
D.    Kesehatan dan keselamatan kerja di perkebunan................................ 24
E.     Kesehatan dan keselamatan kerja di pertambangan............................ 27

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 37
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman sertanyaman merupakan hal
yang di inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan
organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial,mental dan fisik
dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan
pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja,
penurunan absensi dan peningkatan produktifitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat
atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat
meningkatkan angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja,
meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya.
Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan
ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah
maju. Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan
ekonomi. Dimana industrilisasi banyak memberikan dampak positif terhadap kesehatan,
seperti meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan
meningkatkan pelayanan, tetapi kegiatan industrilisasi juga memberikan dampak yang tidak
baik juga terhadap kesehatan di tempat kerja dan masyarakat pada umumnya.
Dengan makin meningkatnya perkembangan industri dan perubahan secara global
dibidang pembangunan secara umum di dunia, Indonesia juga melakukan perubahan-
perubahan dalam pembangunan baik dalam bidang tehnologi maupun industri. Dengan
adanya perubahan tersebut maka konsekuensinya terjadi perubahan pola penyakit / kasus-
kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja,
peralatan) , faktor fisik (panas , Bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja juga
merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan, stress, penyakit Jantung, tekanan
darah tinggi dan lain-lainnya. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja
atau diremehkan. Atau walaupun mengetahui pendekatan pemecahan masalahnya hanya dari
segi kuratif dan rehabilitatif saja tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan
pencegahan.
Promosi kesehatan ini dikembangkan dengan adanya Deklarasi Jakarta hasil dari
konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Jakarta bulan juli 1997. Dengan komitmen
yang tinggi Indonesia ikut berperan dalam melakukan kegiatan tersebut terutama melalui
program perilaku hidup bersih yang dilakukan di beberapa tatanan diantaranya adalah tatanan
tempat kerja.
Masih sangat sedikit sekali pekerja dari perusahaan mendapatkan pelayanan
kesehatan keselamatan kerja yang memuaskan, karena banyak para pimpinan perusahaan
kurang menghubungkan antara tempat kerja, kesehatan dan pembangunan. Padahal kita
ketahui bahwa pekerja yang sehat akan menjadikan pekerja yang produktif, yang mana sangat
penting untuk keberhasilan bisnis perusahaan dan pembangunan nasional. Untuk itu promosi
kesehatan di tempat kerja merupakan bagian yang sangat penting di tempat kerja.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1.      Bagaimana kesehatan keselamatan kerja di perkantoran ?
2.      Bagaimana kesehatan keselamatan kerja di industri textile ?
3.      Bagaimana kesehatan keselamatan kerja di perkebunan ?
4.      Bagaimana kesehatan keselamatan kerja di pertambangan ?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui kesehatan keselamatan kerja di perkantoran ?
2.      Untuk mengetahui kesehatan keselamatan kerja di industri textile ?
3.      Untuk mengetahui kesehatan keselamatan kerja di perkebunan ?
4.      Untuk mengetahui kesehatan keselamatan kerja di pertambangan ?
BAB II
PEMBAHASAN

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Di era globalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di


setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan
meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko
kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan
produktivitas dan efesiensi.

A.    Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja

Kesehatan kerja merupakan spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan/Kedokteran beserta 


prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setingi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial, dengan  
usaha-usaha   preventif   dan   kuratif   terhadap   penyakit- penyakit/gangguan-
gangguan kesehatan   yang   diakibatkan   oleh   faktor-faktor pekerjaan   dan   lingkungan  
kerja,   serta   terhadap   penyakit-penyakit   umum (Sumakmur, 1981).
Menurut   Dainur,   kesehatan   kerja   adalah   upaya   perusahaan   untuk
mempersiapkan, memelihara serta tindakan lainnya dalam rangka pengadaan serta
penggunaan tenaga kerja dengan kesehatan baik fisik, mental maupun sosial yang maksimal,
sehingga dapat berproduksi secara maksimal pula (Dainur,1992).
Sedangkan definisi lain menyatakan bahwa kesehatan kerja merupakan aplikasi
kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya) dan
menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dengan masyarakat di sekitar
perusahaan tersebut. Apabila didalam kesehatan masyarakat ciri   pokoknya   adalah   upaya 
preventif   (pencegahan   penyakit)   dan promotif (peningkatan kesehatan), maka dalam
kesehatan kerja, kedua hal tersebut menjadi ciri pokok (Notoatmojo, 1997)

B.     Kesehatan keselamatan kerja di perkantoran


Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak
terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat
kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat
tergantung jenis pekerjaannya.
Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura
dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome
(SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%,
kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23
mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan
pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan
yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan
dengan program perlindungan tenaga kerja.
a.      Hal – hal yang berhubungan dengan pelaksanana kesehatan dan keselamatan kerja
di perkantoran
Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan
pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua) hal yaitu
indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini :
         Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya
kebakaran serta kode pelaksanaannya.
         Jaringan elektrik dan komunikasi.
         Kualitas udara.
         Kualitas pencahayaan.
         Kebisingan.
         Display unit (tata ruang dan alat).
         Hygiene dan sanitasi.
         Psikososial.
         Pemeliharaan.
         penggunaan Komputer
b.      Permasalahan K3 perkantoran dan rekomendasi
a)      Konstruksi gedung :
         Disain arsitektur (aspek K3 diperhatikan mulai dari tahap perencanaan).
         Seleksi material, misalnya tidak menggunakan bahan yang membahayakan seperti asbes
dll.
         Seleksi dekorasi disesuaikan dengan asas tujuannya misalnya penggunaan warna yang
disesuaikan dengan kebutuhan.
         Tanda khusus dengan pewarnaan kontras/kode khusus untuk objek penting seperti
perlengkapan alat pemadam kebakaran, tangga, pintu darurat dll. (peta petunjuk pada setiap
ruangan/unit kerja/tempat yang strategis misalnya dekat lift dll, lampu darurat menuju exit
door).
b)      Kualitas Udara :
         Kontrol terhadap temperatur ruang dengan memasang termometer ruangan.
         Kontrol terhadap polusi
         Pemasangan “Exhaust Fan” (perlindungan terhadap kelembaban udara).
         Pemasangan stiker, poster “dilarang merokok”.
         Sistim ventilasi dan pengaturan suhu udara dalam ruang (lokasi udara masuk, ekstraksi
udara, filtrasi, pembersihan dan pemeliharaan secara berkala filter AC) minimal setahun
sekali, kontrol mikrobiologi serta distribusi udara untuk pencegahan penyakit “Legionairre
Diseases “.
         Kontrol terhadap linkungan (kontrol di dalam/diluar kantor).
         Misalnya untuk indoor: penumpukan barang-barang bekas yang menimbulkan debu, bau
dll.
         Outdoor: disain dan konstruksi tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan dan
keselamatan, dll.
         Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC mati.
         Pemasangan fan di dalam lift.

c)      Kualitas Pencahayaan (penting mengenali jenis cahaya)


         Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk
membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala diukur
dengan Luxs Meter)
         Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll.
         Menegembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi cahaya
(agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata).
         Perencanaan jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang.
         Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan memperhatikan warna yang
digunakan.
         Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga.
d)     Jaringan elektrik dan komunikasi (penting agar bahaya dapat dikenali)
  Internal
         Over voltage
         Hubungan pendek
         Induksi
          Arus berlebih
          Korosif kabel
         Kebocoran instalasi
          Campuran gas eksplosif
  Eksternal
         Faktor mekanik.
         Faktor fisik dan kimia.
         Angin dan pencahayaan (cuaca)
         Binatang pengerat bisa menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan pendek.
         Manusia yang lengah terhadap risiko dan SOP.
          Bencana alam atau buatan manusia.
c.       Rekomendasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran
         Penggunaan central stabilizer untuk menghindari over/under voltage.
         Penggunaan stop kontak yang sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebihan) hal ini untuk
menghindari terjadinya hubungan pendek dan kelebihan beban.
         Pengaturan tata letak jaringan instalasi listrik termasuk kabel yang sesuai dengan syarat
kesehatan dan keselamatan kerja.
         Perlindungan terhadap kabel dengan menggunakan pipa pelindung.

a)      Kontrol terhadap kebisingan


         Idealnya ruang rapat dilengkapi dengan dinding kedap suara.
         Di depan pintu ruang rapat diberi tanda “ harap tenang, ada rapat “.
         Dinding isolator khusus untuk ruang genset.
         Hak-hal lainnya sudah termasuk dalam perencanaan konstruksi gedung dan tata ruang.
b)      Display unit (tata ruang dan letak)
         Petunjuk disain interior supaya dapat bekerja fleksibel, fit, luas untuk perubahan posisi,
pemeliharaan dan adaptasi.
         Konsep disain dan dan letak furniture (1 orang/2 m?).
         Ratio ruang pekerja dan alat kerja mulai dari tahap perencanaan.
         Perhatikan adanya bahaya radiasi, daerah gelombang elektromagnetik.
         Ergonomik aspek antara manusia dengan lingkungan kerjanya.
         Tempat untuk istirahat dan shalat.
         Pantry dilengkapi dengan lemari dapur.
         Ruang tempat penampungan arsip sementara.
         Workshop station (bengkel kerja).
c)      Hygiene dan Sanitasi
  Ruang kerja
         Memelihara kebersihan ruang dan alat kerja serta alat penunjang kerja.
         Secara periodik peralatan/penunjang kerja perlu di up grade.
  Toilet/Kamar mandi
         Disediakan tempat cuci tangan dan sabun cair.
         Membuat petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan closet duduk, larangan berupa
gambar dll.
         Penyediaan bak sampah yang tertutup.
         Lantai kamar mandi diusahakan tidak licin.

  Kantin
         Memperhatikan personal hygiene bagi pramusaji (penggunaan tutup kepala, celemek,
sarung tangan dll).
         Penyediaan air mengalir dan sabun cair.
         Lantai tetap terpelihara.
         Penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang. Pengolahannya tidak
menggunakan minyak goreng secara berulang.
         Penyediaan bak sampah yang tertutup.
         Secara umum di setiap unit kerja dibuat poster yang berhubungan dengan pemeliharaan
kebersihan lingkungan kerja.

d)     Psikososial
         Petugas keamanan ditiap lantai.
         Reporting system (komunikasi) ke satuan pengamanan.
         Mencegah budaya kekerasan ditempat kerja yang disebabkan oleh:
  Budaya nrimo.
  Sistem pelaporan macet.
  Ketakutan melaporkan.
  Tidak tertarik/cuek dengan lingkungan sekitar.
Semua hal diatas dapat diatasi melalui pembinaan mental dan spiritual secara berkala minimal
sebulan sekali.
         Penegakan disiplin ditempat kerja.
         Olah raga di tempat kerja, sebelum memulai kerja.
         Menggalakkan olah raga setiap jumat.
e)      Pemeliharaan
         Melakukan walk through survey tiap bulan/triwulan atau semester, dengan
memperhitungkan risiko berdasarkan faktor-faktor konsekuensi, pajanan dan kemungkinan
terjadinya.
         Melakukan corrective action apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan.
         Pelatihan tanggap darurat secara periodik bagi pegawai.
         Pelatihan investigasi terhadap kemungkinan bahaya bom/kebakaran/demostrasi/ bencana
alam serta Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) bagi satuan pengaman.

d.      Aspek K3 perkantoran (tentang penggunaan komputer)


Pergunakan komputer secara sehat, benar dan nyaman. Hal-hal yang harus diperhatikan :
         Memanfaatkan kesepuluh jari.
         Istirahatkan mata dengan melihat kejauhan setiap 15-20 menit.
         Istirahat 5-10 menit tiap satu jam kerja.
         Lakukan peregangan.
         Sudut lampu 45 derajat.
         Hindari cahaya yang menyilaukan, cahaya datang harus dari belakang.
         Sudut pandang 15 derajat, jarak layar dengan mata 30 – 50 cm.
         Kursi ergonomis (adjusted chair).
         Jarak meja dengan paha 20 cm
         Senam waktu istirahat.
e.       Rekomendasi untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran
         Perlu membuat leaflet/poster yang berhubungan dengan penggunaan komputer disetiap
unit kerja.
         Mengusulkan pada Pusat Promosi Kesehatan untuk membuat poster/leaflet.
         Penggunaan komputer yang bebas radiasi (Liquor Crystal Display)

C.    Kesehatan keselamatan kerja di industry textile


Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam  penggunaannya, termasuk  
kegiatan   rancang   bangun  dan  perekayasaan industri. Dengan demikian,
industri merupakan   bagian   dari   proses   produksi. Bahan-bahan industri diambil secara
langsung maupun tidak langsung, kemudian diolah, sehingga menghasilkan   barang 
yang bernilai lebih bagi masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam industri itu disebut
dengan perindustrian. Dari definisi   tersebut, istilah   industri   sering   disebut   sebagai  
kegiatan   manufaktur (manufacturing).
Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1)      Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
2)      Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi,
dan radio.
3)      Industri   kimia,   misalnya:   sabun,   pasta   gigi,   sampho,   tinta,   plastik, obat-obatan,
dan pipa.
4)      Industri pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan
kemasan.
5)      Industri bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer

Tekstil adalah material fleksibel yang terbuat dari tenunan benang. Tekstil dibentuk dengan 
cara penyulaman, penjahitan, pengikatan, dan cara  pressing. Istilah tekstil dalam
pemakaiannya sehari-hari sering disamakan dengan istilah kain. Namun ada sedikit perbedaan
antara dua istilah ini, tekstil dapat digunakan untuk menyebut bahan apapun yang terbuat dari
tenunan benang, sedangkan kain merupakan hasil jadinya, yang sudah bisa digunakan.
a.       Proses Pembuatan
Sebelum   kapas   diproses   pada   mesin   blowing,   terlebih   dahulu   kapas dikeluarkan
dari gudang, kemudian kapas yang masih dalam keadaan terbungkus dan terikat, di bawa ke
Bill Store untuk dibuka dan dilepaskan ikatannya agar kapas kembali ke dalam bentuk semula
dan dibiarkan untuk diangin-anginkan selama ±24 jam. Kemudian kapas yang dibuat lap lalu
dikerjakan pada mesin carding, lap akan mengalami pembersihan, pemisahan, penarikan
dengan mesin pre drawing untuk dapat dibuat sliver, selanjutnya dikerjakan pada mesin yang
lebih rata seratnya, dengan jalan 8 sliver dijadikan sliver ditarik diantara rol-rol.
Selanjutnya dikerjakan pada mesin lap former untuk dibuat lap   yaitu 8 sliver dimasukkan
pada mesin ini. Dengan ditarik agar seratnya searah panjang dan pendek terpisah maka lap
dikerjakan pada mesin lap pendek akan terkumpul menjadi kotoran, sedang serat panjang
dibuat silver yang terdiri serat panjang saja. Serat silver yang dapat diproses kembali untuk
dijadikan benang carded dengan nomor 15 dan 35 atau sebagai campuran untuk membuat
benang-benang carded dengan No.30 S dan 40 S.
Sliver hasil combing selanjutnya dikerjakan pada mesin drawing (I dan II) untuk dibuat sliver
yang baik karena sliver hasil combing merupakan bahan baku untuk pembuatan benang halus
dan ini diproses pada mesin speed frame. Dengan sedikit ditarik dan dipilin akan
menghasilkan sliver dengan ukuran lebih kecil yang disebut roving. Roving ini hasil dari
mesin speed frame dibuat  benang tunggal selanjutnya dapat diperdagangkan baik dalam
bentuk cone (pada mesin cone winder) atau benang double mesin quick traverse, hant dan
lain-lain.

b.      Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja Pada Industri Tekstil


Setiap industri memiliki potensi akan terjadinya bahaya dan kecelakaan kerja.
Namun demikian peraturan telah meminta agar setiap industri mengantisipasi dan
meminimalkan bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan atau terancamnya keselamatan
seseorang baik yang ada dalam lingkungan industry itu sendiri ataupun bagi masyarakat di
sekitar industri. Hal-hal yang menjadi permasalahan yang berkaitan dengan potensi bahaya
kecelakaan kerja pada industri busana.
Gudang resiko bahaya pada Packing dan Bahaya kebakaran
         Pola/Potong, resiko bahaya adalah Jari tangan terpotong dan tersengat arus singat
         Jahit, resiko bahaya adalah Jari terkena jarum, tersengat arus singkat, kebakaran
         Pasang kancing, resiko bahaya adalah Jari tergencet mesin kancing, tersengat arus
singkat.
         Setrika, resiko bahaya adalah Tersengat arus singkat, kebakaran serta Tergores dan
bahaya jatuhan

c.       Keserasian Peralatan dan Sarana Kerja Dengan Tenaga Kerja


Keserasian peralatan dan sarana harus diperhatikan pihak perusahaan dan disesuaikan dengan
tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. Kesalahan atau
ketidakserasian antara peralatan dan sarana kerja dengan pegawai yang menggunakan.
Ketidak serasian antara peralatan dan sarana dengan tenaga kerja dapat menimbulkan
berbagai masalah yang akhirnya dapat mengancam keselamatan dan kesehatan kerja pegawai
atau tenaga kerja.
Permasalahan   mengenai   keserasian   peralatan   dan   sarana   kerja   dengan tenaga kerja
pada industri busana dapat dilihat :
Proses Produksi Faktor Ergonomi :
  Pemotongan Kain - Ukuran Meja Kerja
         Kursi duduk
         Sikap dan sistem kerja
         Cara dan sistem keja
  Mesin jahit, obras, bordir - Ukuran Meja Kerja
         Kursi duduk
          Sikap dan sistem kerja
         Cara dan sistem keja
  Seterika - Ukuran Meja Kerja
         Kursi duduk
         Sikap/ cara kerja
         Kesesuaian sikap/sistem kerja
  Packing - Kegiatan angkat junjung
         Sikap dan cara kerja
         Ruang gerak
Faktor penyebab
  Faktor Manusia
Permasalahan yang terjadi pada faktor manusia meliputi faktor manajerial, dan faktor tenaga
kerja. Permasalahannya dapat merupakan:

a.    Manajemen:
         Pemahaman yang kurang tentang hiperkes dan keselamaatan kerja
         Tidak melaksanakan teknik-teknik hiperkes dan keselamatan kerja
         Tidak menyediakan alat proteksi/pelindung diri

b.      Tenaga kerja:
         Tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan K3
         Tidak mengenakan alat proteksi yang telah disediakan
         Tidak memiliki naluri cara kerja sehat
         Tingkat pengetahuan terhadap perkembangan teknologi industri.

  Faktor Lingkungan Kerja


di Perusahaan Industri Tekstil antara lain:
         Penerangan yang kurang mengakibatkan kesalahan pewarnaan.
          Iklim kerja mengakibatkan lelah kerja para pekerja.
         Debu mengakibatkan gangguan pernafasan dan kerusakan mata.
         Uap mengakibatkan suhu panas.
         Formaldehyde mengakibatkan timbulnya limbah B3

d.      Dampak Penyakit yang timbul dari Bahaya Kecelakaan Kerja pada Industri Tekstil
Pemintalan Benang
Byssinosis adalah penyakit tergolong pneumoconiosis yang penyebabnya terutama debu
kapas kepada pekerja-pekerja dalam industri textil. Penyakit ini  berkaitan erat dengan
pekerjaan blowing dan carding. Tetapi terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan lainnya.
bahkan dari permulaan proses (pembuangan biji kapas) sampai kepada proses akhir  
(penenunan).Masa inkubasi rata-rata terpendek adalah 5 tahun bagi para pekerja pada
blowing dan carding. Bagi pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun (Suma’mur. 1993).
Penyakit Akibat Kerja dan Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan
1.      Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja ini mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan
pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang mudah diakui.
2.      Penyakit   yang   berhubungann   dengan   pekerjaan–work   related   disease 
Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan  
memegang   peranan   bersama   dengan   faktor   resiko   lainnya   dalam berkembangnya
penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.
3.      Penyakit yang mengenai populasi pekerja
Penyakit yang terjadi pada   populasi pekerja tanpa adanya agen  penyebab   di tempat kerja,
namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
4.      Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja
Berdasarkan SK Presiden No.22 tahun 1993, disebutkan berbagai macam penyakit yang
timbul karena hubungan kerja yaitu :
1)      Pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut,yang
silikonsnya merupakan factor utama penyebab cacat dan kematian
2)      Penyakit paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan oleh debu
logam keras.
3)      Penyakit paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan oleh debu
kapas vlas, henep, dan sisal (bissinosis).
4)      Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitivisasi dan zat  perangsang yang
dikenal yang berada dalam proses pekerjaan
5)      Aliveolitis alergika yang disebabkan oleh factor dari luar sebagai akibat dari penghirupan
debu organik.
6)      Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau  persenyawaannya yang beracun.
7)      Penyakit yang disebabkan kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8)      Penyakit yang disebabkan faktor atau persenyawaanya yang beracun
9)      Penyakit   yang   disebabkan   oleh   krom   atau   persenyawaannya   yang   beracun.
10)  Penyakit   yang   disebabkan   oleh:   mangan,   arsen,   raksa,   timbal, fluor,benzena,  
derivat   halogen,derivat   nitro,dan   amina   dari   benzena   atau homolognya yang beracun.

e.       Pencegahan dari bahaya dan dampak terhadap tenaga kerja industri tekstil pemintalan
benang
Upaya-upaya pencegahan dalam keselamatan kerja dengan menggunakan APD.
Menurut   OSHA   atau   Occupational   Safety   and   Health   Administration, pesonal
protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang 
digunakan  untuk  melindungi  pekerja   dari   luka   atau   penyakit   yang diakibatkan oleh
adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis,
radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
Dalam   hirarki   bahaya   (hazard)   control   atau   pengendalian   bahaya, penggunaan alat
pelindung diri merupakan metode pengendali  bahaya   paling akhir. Artinya, sebelum
memutuskan untuk menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui terlebih dahulu,
dengan melakukan upaya optimal agar bahaya atau hazard bisa dihilangkan atau paling tidak
dikurangi.
Adapun hirarki pengendalian bahaya di tempat kerja, termasuk di pabrik kimia adalah sebagai
berikut:
1.      Elimination, merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya.
2.       Reduction, mengupayakan agar tingkat bahaya bisa dikurangi.
3.      Engineering   control,   artinya   bahaya   diisolasi   agar   tidak   kontak   dengan pekerja.
4.      Administrative   control,   artinya   bahaya   dikendalikan   dengan   menerapkan instruksi
kerja atau penjadualan kerja untuk mengurangi paparan terhadap bahaya.
5.      Personal protective equipment, artinya pekerja dilindungi dari bahaya dengan
menggunakan alat pelindung diri.
  Jenis-jenis Alat Pelindung Diri.
Alat   pelindung   diri   diklasifikasikan   berdasarkan   target   organ   tubuh   yang berpotensi
terkena resiko dari bahaya.
1.      Mata
a.       Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder, proyektil,
gas, uap dan radiasi.
b.      APD: safety spectacles, safety glasses, goggle, faceshield, welding shield.
2.       Telinga
a.       Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.
b.      APD: ear plug, ear muff, canal caps.
3.      Kepala
a.       Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit benda
berputar.
b.      APD: helmet, bump caps.
4.      Pernapasan
a.        Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency).
b.      APD: respirator, breathing apparatus
5.      Tubuh
a.       Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.
b.      APD: ear plug, ear muff, canal caps.
6.      Tangan dan Lengan.
a.       Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat, sengatan listrik,
bahan kimia, infeksi kulit.
b.      APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts.
7.      Kaki
a.       Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan kimia
dan logam cair, aberasi
b.      APD: safety shoes, safety boots, legging, spat.
  Upaya-upaya untuk mencegah byssinosis adalah :
a.       Pemeliharaan rumah tangga yang baik di perusahaan tekstil sehingga debu kapas sangat
sedikit di udara.
b.       Pembersihan mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa udara.
c.       Membersihkan lantai dengan sapu tidak baik.
d.      Ventilasi umum dengan sistim hisap.
e.       Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan secara
berkala.
f.       Rotasi pekerja yang telah terpapar debu kapas ke tempat yang tidak berbahaya.

  Penanggulangan lain :
1.      Perlu lebih ditingkatkan lagi kualitas kerja dalam mengupayakan kesehatan dan
keselamatan kerja yang sudah ada.
2.      Penataan ruangan harus lebih diperhatikan menjadi lebih baik, supaya para karyawan
lebih  leluasa dalam melakukan pekerjaannya.  Bengkel kerja utama industri jika
memungkinkan dipindahkan ke tempat yang khusus disediakan untuk kegiatan industri,
setidaknya diusahakan pembagian tempat pengolahan khusus yang bersekat dan masing-
masing disendirikan sehingga ruang gerak menjadi luas.
3.      Untuk menghindari sakit akibat kerja pekerja perlu melakukan olahraga yang teratur, dan
setidaknya banyak bergerak dari pekerjaan yang biasa dilakukan, contoh apabila biasanya
duduk sesekali berdiri dan berjalan agar gerakan dan posisi kerja para karyawan menjadi
lebih bervariasi dan tidak monotonis.
4.      Sebaiknya untuk pembuangan atau penimbunan sementara limbah disediakan lahan
kosong tersendiri, atau setidaknya menempatkannya dalam karung, bak, atau lubang khusus
sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan dan dari segi tata ruang pun menjadi lebih luas
dan enak untuk dipandang.
5.      Perusahaan  (dalam hal ini industri kecil) yang belum mendapat tempat di organisasi  
Pukesmas   maka   hendaknya   dimasukkan   secara   struktural   kedalam organisasi tersebut.
Sehingga industri ini akan lebih terayomi dalam hal pelayanan kesehatannya yang paripurna
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), yang dalam hal ini ditekankan pada ruang
lingkup kedokteran industrinya. Misalnya petugas kesehatan mengunjungi tempat-tempat
industri secara rutin guna menilai kesehatan kerja di perusahaan-perusahaan rumah tangga.
D.    Kesehatan keselamatan kerja di perkebunan
Penerapan safety di perkebunan kelapa sawit tidak mudah di terapkan karena tenaga kerja
terutama pekerja lapangan memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga sulit untuk
menerapkan budaya safety atau keselamatan kerja yang aman apalagi pekerja lapangan selalu
berhubungan dengan alat-alat kerja yang tajam seperti parang, cangkul, dodos dan bahan-
bahan kimia baik pestisida serta pupuk. Berikut tahapan yang harus di lakukan berdasarkan
pengalaman saya untuk membentuk budaya keselamatan kerja yang baik dan sistem safety
yang berkelanjutan :
1.      Safety Talk
Sebagian besar staff perkebunan kelapa sawit telah berpendidikan sarjana sehingga sebagai
orang yang bertanggung jawab terhadap terhadap keselamatan para pekerja harus mampu
melakukan sosialisasi tentang cara aman bekerja. Di saat apel pagi atau muster morning
merupakan saat yang tepat untuk menyelipkan pesan-pesan penting tentang keselamatan kerja
setidaknya 5-10 menit. Sebagai contoh seorang asisten menjelaskan pentingnya pemakaian
masker untuk tim penyemprotan bagi kesehatan pekerja kemudian esok hari dijelaskan lagi
penggunaan avron, penjelasan safety harus bertahap.
2.      Monitoring penggunaan alat- alat keselamatan kerja
Jika proses safety talk telah berjalan dan dipahami oleh para pekerja maka akan dilanjutkan
dengan monitoring penggunaan alat-alat safety oleh para supervisi/mandor lapangan, setiap
supervisi harus mempunyai buku monitoring safety karyawan dimana buku tersebut
mencantumkan nama pekerja dan alat-alat safety, sebagai contoh untuk pemanen ditulis nama
pemanen dan juga alat-alat safety yang mesti di bawa dan dipakai seperti sarung dodos,
helm,sarung tangan, kacamata dan sepatu setiap item yang tuls dicek oleh supervisi apakah
telah dibawa atau tidak.

3.      Sosialisasi dan Penerapan MSDS ( Material Safety Data Sheet)


Sosialisasi MSDS ini sangat penting apalagi dalam penggunaan bahan-bahan beracun/kimia
seperti pestisida dan pupuk. Lembaran MSDS terdiri dari panduan bahan aktif, bahaya dan
gejala, peralatan perlindungan dan tindakan menghindari kecelakaan dan P3K/firsd aid. Cara
sosialiasasi MSDS ini di lakukan dengan cara melaminating lembaran MSDS yang akan di
berikan kepada staff lapangan dan supervisi. Untuk tahap awal para asisten
lapangan/supervisi membacakan dan sosialisasi MSDS ini dilakukan saat karyawan akan
bekerja, selanjutnya setelah paham dan mengerti karyawan secara bergantian disuruh
menjelaskan kembali MSDS tersebut setelah sosialisasi dalam beberapa bulan maka akan
dilakukan pertanyaan acak kepada karyawan dan sekaligus memperpraktekkan : Sebagai
contoh staff lapangan bertanya ' Ujang jika racun terkena mata apa yang mesti di lakukan ?'
jika siujang paham MSDS maka akan menjawab secara spontan 'Segera dibilas dengan air
bersih secara mengalir selama 15 menit sambil membuka kelopak mata' setelah itu si ujang
akan mensimulasikan di depan karyawan yang lain. Pada MSDS telah ada tindakan P3K jika
racun terkena mata,kulit, terhirup dan tertelan sehingga tindakan dasar P3k telah diketahui
oleh karyawan

4.      Pembuatan nearmiss Dalam safety


kita mengenal piramida safety, jika dalam 10000 kejadian hampir celaka jika tidak
diantisipasi dengan baik menimbulkan 600 kecelakaan kecil dan akan menyebabkan 1 fatality
atau kematian tentunya kita akan menghindari korban salah satu upaya menghindari hal
tersebut dengan pembuatan "sistem nearmiss". Istilah nearmiss hampir sama dengan hampir
celaka penerapan nearmiss di perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara sebagai
contoh jika kita menemui mobil karyawan dengan kondisi ban gundul maka akan dibuat
laporan dalam form nearmiss dimana sopir harus bertanda tangan dan diberi tempo segera
mengganti ban selama belum ada pergantian ban maka mobil tidak boleh beroperasi. Setiap
asisten lapangan diwajibkan membuat form nearmiss sebanyak 5 -10 dengan solusinya setiap
bulannya. Dengan dibuatnya nearmiss setiap bulan diharapkan hal-hal yang hampir celaka
dapat diantisipasi sebelumnya.
5.      Rapat safety bulanan
Dalam satu kebun/estate atau PT dibentuk tim P2K3l yang terdiri pimpinan tinggi
kebun,manager,asisten dan mandor2 di perkebunan yang di bagi menjadi beberapa seksi yaitu
seksi kendaraan, panen, perawatan dan lingkungan dalam setiap bulan mengadakan rapat
evaluasi tentang pelaksanaan safety dan lingkungan serta program dan perbaikan yang akan
dilakukan.
6.      Reward dan Punishment (penghargaan dan hukuman/sangsi)
 Jika sosialisasi telah berjalan dengan baik maka akan diterapkan sistem denda dan
penghargaan sebagai contoh jika karyawan tidak memakai helm maka akan di denda
sebanyak Rp 50000 di setorkan kepada pengurus serikat pekerja dan dalam bentuk
penghargaan sebagai contoh akan diberikan reward secara kejutan jika karyawan ditemui
berkendara dengan surat lengkap dan dengan motor yang standar maka akan diberi hadiah
uang atau barang. Penerapan safety di perkebunan kelapa sawit bukanlah hal yang mudah
dikarenakan perkebunan kelapa sawit merupakan industri padat karya dengan
memperkerjakan sebagaian besar tenaga dengan pendidikan yang masih rendah sehingga
pelaksanaan safety pada awalnya sangat menjengkelkan dan melelahkan bagi para pekerja.
Bisa dibayangkan tidak terbiasa memakai helm standar disuruh wajib memakai helm standar
tentu muncul berbagai resistensi dari para pekerja. Jika telah terbentuk budaya keselamatan
kerja yang baik maka akan di dapat pertanyaan dari karyawan seperti ini " pak sarung tangan
semprot saya robek tolong pak secepatnya di ganti" atau " pak avron semprot saya sudah lama
sekarang udah tipis cepatlah pak diganti dengan yang baru".

E.     Kesehatan keselamatan kerja di pertambangan


a.       Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau
kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari
teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan
dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut
menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan
memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja :
1.      Faktor Personil
         Kelemahan Pengetahuan dan Skill
         Kurang Motivasi
         Problem Fisik
2.      Faktor Pekerjaan
         Standar kerja tidak cukup Memadai
         Pemeliharaan tidak memadai
         Pemakaian alat tidak benar
Penyebab Langsung kecelakaan kerja
1.      Tindakan Tidak Aman
         Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
         Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
         Posisi kerja yang salah
         Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
2.      Kondisi Tidak Aman
         Tidak cukup pengaman alat
         Tidak cukup tanda peringatan bahaya
         Kebisingan/debu/gas di atas NAB
         Housekeeping tidak baik
Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian Berdasarkan
Prosentasenya:
1.      Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
2.      Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
3.      Diluar kemampuan manusia (2%)

b.      Kecelakaan Kerja Tambang


  Yang dimaksud kecelakaan tambang yaitu :
         Kecelakaan Benar Terjadi
         Membuat Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT
         Akibat Kegiatan Pertambangan
         Pada Jam Kerja Tambang
         Pada Wilayah Pertambangan
  Penggolongan Kecelakaan tambang
1.      Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula  lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu.
2.      Cidera Berat (Kecelakaan Berat)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu. Berdasarkan cedera
korban, yaitu :
         Retak Tengkorak kepala, tulang     punggung pinggul, lengan bawah/atas,   paha/kaki
         Pendarahan di dalam atau pingsan kurang oksigen
         Luka berat, terkoyak
         Persendian lepas

  Berdasarkan penelitian heinrich:


Perbuatan membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal dari:
a.       Alat pelindung diri (12%)
b.      Posisi kerja (30%)
c.       Perbuatan seseorang (14%)
d.      Perkakas (equipment) (20%)
e.       Alat-alat berat (8%)
f.       Tata cara kerja (11%)
g.       Ketertiban kerja (1%)
Sumberlainnya diluar kemampuan dan kendali manusia.

c.        Tindakan Setelah Kecelakaan Kerja


  Manajemen K3
  Pengorganisasian dan Kebijakan K3
  Membangun Target dan Sasaran
  Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan
  SOP
Prosedur kerja standar adalah cara melaksanakan pekerjaan yang ditentukan, untuk
memperoleh hasil yang sama secara paling aman, rasional dan efisien, walaupun dilakukan
siapapun, kapanpun, di manapun. Setiap pekerjaan Harus memiliki SOP agar pekerjaan dapat
dilakukan secara benar, efisien dan aman
         Rekrut Karyawan & Kontrol Pembelian
         Inspeksi dan Pengujian K3
         Komunikasi K3
         Pembinaan
         Investigasi Kecelakaan
         Pengelolaan Kesehatan Kerja
         Prosedur Gawat Darurat
         Pelaksanaan Gernas K3
Manajemen K3 memiliki target dan sasaran berupa tercapainya suatu kinerja K3 yang optimal
dan terwujudnya  “ZERO ACCIDENT” dalam kegiatan Proses Produksi .

d.      Sistem manajemen k3 di pertambangan


Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh
perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya
di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun
longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan
suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang
aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai
berikut :
  Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api.
Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada
lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal

  Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam
tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan
oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
  Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami
suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin,
tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara
(beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive
limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini
mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan
dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko
bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap
pengambilan risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta
mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen
risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya
meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam
operasional.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat
kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan
diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses
pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :
1.      Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi
menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak
diinginkan’).
2.      Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa
yang tidak diinginkan.
3.      Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau
mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
4.      Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan
memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya untuk
mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk
dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational
Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi.
Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk
menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau
pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat
deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang
bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan
pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.

Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai
berikut :
1.      Menimalkan kerugian yang lebih besar
2.      Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
3.      Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan

Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama dalam
bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini
harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah
tersebut. Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
1.      Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
1.      Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
2.      Karakteristik gas
3.      Sumber pemicu kebakaran/ledakan
4.      Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
         Pengukuran konsentrasi gas
         Pengontrolan sistem ventilasi tambang
         Pengaliran gas (gas drainage)
         Penggunaan alat ukur gas
         Penyiraman air (sprinkling water)
         Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
         Teknik pencegahan ledakan tambang
  Penyiraman air (water sprinkling)
  Penaburan debu batu (rock dusting)
  Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
  Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:
a.       Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
b.      Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
c.       Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
d.      Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
         Pemisahan rute (jalur) ventilasi
         Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.

Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika sistem ventilasi
tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1.      kesehatan kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat
(perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya) dan menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah
masyarakat pekerja dengan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut.
2.      Beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan pelaksanaan
K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua) hal yaitu indoor dan
outdoor, seperti dibawah ini :
         Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya
kebakaran serta kode pelaksanaannya.
         Jaringan elektrik dan komunikasi.
         Kualitas udara.
         Kualitas pencahayaan.
         Kebisingan.
         Display unit (tata ruang dan alat).
         Hygiene dan sanitasi.
         Psikososial.
         Pemeliharaan.
         Penggunaan Komputer.

3.      Penyakit   yang   akan   timbul   adalah   Byssinosis   (penyakit  


tergolong pneumoconiosis) yang berasal dari limbah debu kapas kepada pekerja-pekerja
dalam industri tekstil. Pencengahan dengan menggunakan APD (alat pelindung diri) seperti:
memakai safety glasses, ear plung, ear muff, respirator dan lain-lain. Pencegahan yang lain
dapat di lakukan dengan pemeliharaan rumah tangga yang baik di  perusahaan tekstil
sehingga debu kapas sangat sedikit di udara,pembersihan   mesin   carding   sebaiknya  
dengan   pompa   hampa   udara, membersihkan lantai dengan sapu tidak baik, ventilasi
umum dengan sistim hisap, pemeriksaan   kesehatan   pekerja   sebelum   bekerja   dan  
pemeriksaan   kesehatan secara berkala, rotasi pekerja yang telah terpapar debu kapas ke
tempat yang tidak berbahaya.
4.      Berikut tahapan yang harus di lakukan berdasarkan pengalaman saya untuk membentuk
budaya keselamatan kerja yang baik dan sistem safety yang berkelanjutan : Safety Talk,
monitoring penggunaan alat- alat keselamatan kerja, sosialisasi dan Penerapan MSDS
( Material Safety Data Sheet), pembuatan nearmiss dalam safety, rapat safety bulanan, reward
dan Punishment (penghargaan dan hukuman/sangsi)

5.      Kecelakaan kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau tidak
dikehendaki yang benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja tambang atau orang yang
diizinkan di tambang oleh KTT sebagai akibat kegiatan pertambangan pada jam kerja
tambang dan pada wilayah pertambangan.Peran K3 sebagai suatu sistem program yang dibuat
bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat
menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan
antisipatif bila terjadi hal demikian.Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses
interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya
seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem, dll.
Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan
menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan
mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi tersebut
diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk mengelola K3 dengan menerapkan suatu
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
DAFTAR PUSTAKA

Silalahi, Bennett N.B. [Dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen Keselamatan Dan

Kesehatan Kerja.[S.L]:Pustaka Binaman Pressindo.

Suma'mur .1991. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja: Jakarta

Nanang Fattah. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : Rosdakarya.

Notoatmodjo Prof.Dr. Soekidjo.2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni.Jakarta:Rineka

Cipta.

Ferdinan Siahaan .,2005 Hubungan Sikap Pekerja Terhadap Penerapan Program K3 dengan

Komitmen Pekerja, USU Respositori.

Notoatmodjo S, 2004 Pengantar Pendidikan Kesehatan dan IlmuPrilaku Kesehatan. Andi

Offset, Yogyakarta

Kerja.PT. Pustaka Binaman Pressindo ,Jakarta.

http://usfinitengky.blogspot.com/2010/kesehatan-kerja-higiene-
Diposkan oleh catatan chemistry di 01.15 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
http://www.kompasiana.com/www.prudential.com/penerapan-keselamatan-kerja-di-
perkebunan-kelapa-sawit_552bced36ea83460208b45a9

Anda mungkin juga menyukai