Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

IDENTIFIKASI RESIKO K3 DI PUSKESMAS

Dosen Pengampuh :
1. Dr. solha Elfrida, S.Pd, M.Kes

2. Junita, S.Pd., STr,Kep, M.Kes

3. Ns. Reta Renylda, S.Kep, M.Kep

DISUSUN OLEH:
1. Maulidya Nabila Putri
2. Oktavia Dewi Putri
3. Nadiatul Rahma
4. Citra Riswinda
5. Nurul Syafiyatul H.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

JURUSAN DIV KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya kepada kita semua diberikan karunia-Nya sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

mendukung dalam menyelesaikan tugas mandiri ini. Kami juga mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan

makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang

bersifat membangun sangat saya harapkan demi untuk perbaikan dalam

penyelesaian tugas lainnya. Semoga tugas yang saya susun ini bermanfaat untuk

kita semua.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................

1.Pengertian K3 …………………………………...........................................

2.Tujuan K3 ………………………………………………………………….

A. Identifikasi Faktor Bahaya di Puskesmas.............................................

B. Upaya Pengendalian.............................................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang

dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya

penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi

menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau

bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan

sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada

Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup

atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki

tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber

bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan

sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan

tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan

kerusakan dan Kerugian.

Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi

bahaya di tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan

dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat

dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka

pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi

bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara

lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada

peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor

lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik

produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya

yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut

tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional

pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota

atau kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan dan

penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan

terkoordinasi. Puskesmas merupakan tempat kerja serta berkumpulnya orang-

orang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga

puskesmas merupakan tempat kerja yang mempunyai resiko kesehatan maupun

penyakit akibat kecelakaan kerja. Oleh karena itu petugas puskesmas tersebut

mempunyai resiko tinggi karena sering kontak dengan agent penyakit menular,

dengan darah dan cairan tubuhmaupun tertusuk jarum suntik bekas yang mungkin

dapat berperan sebagai transmisi beberapa penyakit seperti hepatitis B, HIV AIDS

dan juga potensial sebagai media penularan penyakit yang lain.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3)


Adalah meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tertinggi
semua pekerja baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial di semja
jenis pekerjaan, mencegah terjadinya gangguan kesehatan yang di
akibatkan oleh pekerjaan, melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari
risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan,
menempatkan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai
dengan kondisi fisiologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan
kesesuaian antara pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara
pekerjaan dengan pekerja dan setiap krang dengan tugasnya. Sedangkan
menurut OSHA kesehatan dan keselamatan kerja adalah aplikasi ilmu
dalam mempelajari risiko keselamatan manusia dan properti baik dalam
industri maupun bukan. Kesehatan keselamatan kerja merupakan
multidisiplin ilmu yang terdiri atas fisika, kimia, biologi dan ilmu prilaku
dengan aplikasi pada manufaktur, transportasi, penanganan material
bahaya.
Dalam dunia kerja sendiri K3 adalah upaya hntuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja ( PAK ), pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi,
2. Tujuan K3
Tujuan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja (k3) antara
lain, menciptakan lingkungan kerja yang selamat dengan melakukan
penilaian secara kualitatif dan kuantitatif dan menciptakan kondisi yang
sehat bagi karyawan, keluarga dan masyarakat sekitarnya melalui upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dan untuk promosi kesehatan
di tempat kerja menurut WHO adalah berbagai kebijakan dan aktifitas di
tempat kerja yang dirancang untuk membantu pekerja dan perusahaan di
semua level untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan dengan
melibatkan partisipasi pekerja, manajemen dan stakeholder lainnya. Upaya
promotif K3 dilakukan agar peningkatan kesehatan (health promotion) dan
perlindungan khusus. Peningkatan kesehatan di tempat kerja dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan dengan berbagai metode dan media yang
intraktif. Misalnya diklat manajemen risiko, diklat tanggap darurat
bencana, penyuluhan gizi kerja, penyuluhan tuberkulosis di tempat kerja
dan berbagai kegiatan lainnya sesuai skala prioritas perusahaan.
Sedangkan perlindungan khusus (spesific protection) adalah upaya
promosi K3 dalam mencapai tujuan tertentu. Perlindungan khusus ini
misalnya pemberian vaksin bagi pekerja yang akan bertugas ke daerah
dengan endemik penyakit tertentu, pengendalian lingkungan kerja secara
teknis, administrasi dan pemakaian alat pelindung diri, penyesuaian antara
manusia dengan lingkungan kerja. Dan tujuan K3 juga merupakan
mencegah, megurangi, bahkan menihilkan resiko penyakit dan kecelakaan
akibat kerja (KAK) serta meningkatkan derajat kesehatan para pekerja
sehingga produktivitas kerja meningkat. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, upaya kesehatan
kerja ditunjukkan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas
dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan sehingga sudah seharusnya pihak
pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. K3 termasuk sebagai
salah satu standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi RS,
disamping standar pelayanan lain.
Tujuan K3RS ( Keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit)
a) Berdasarkan Permenkes nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit, beberapa tujuan dalam pelaksanaan K3RS
dapat dirangkum
b) Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit bertujuan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan.
c) Manajemen risiko K3RS bertujuan untuk meminimalkan risiko
keselamatan dan kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan
efek buruk terhadap keselamatan dan kesehatan SDM Rumah Sakit,
pasien, pendamping pasien, dan pengunjung.
d) Pengaturan K3RS bertujuan untuk terselenggaranya keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien dan
berkesinambungan.
e) Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek
keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk
melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari pajanan dan
limbah BahanBerbahaya dan Beracun (B3).
f) Pencegahan dan pengendalian kebakaran bertujuan untuk memastikan
SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, dan aset
Rumah Sakit aman dari bahaya api, asap, dan bahaya lain.
g) Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang
aman dengan memastikan kehandalan sistem utilitas dan meminimalisasi
risiko yang mungkin terjadi.
h) Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi SDM Rumah Sakit,
pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit
dari potensi bahaya peralatan medis baik saat digunakan maupun saat tidak
digunakan.
i) Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana bertujuan untuk
meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat kondisi darurat dan
bencana yang dapat menimbulkan kerugian fisik, material, dan jiwa,
mengganggu operasional, serta menyebabkan kerusakan lingkungan, atau
mengancam finansial dan citra Rumah Sakit.
j) Unit Pelayanan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk
menurunkan kejadian dan prevalensi penyakit pada SDM Rumah Sakit
dari penyakit menular, penyakit tidak menular, penyakit akibat kerja, dan
kecelakaan akibat kerja.
A. Identifikasi Faktor Bahaya di Puskesmas
Puskesmas ataupun Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang

menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai

tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Puskesmas ataupun

Rumah sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk

mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai

fasilitas dan peralatan kesehatannya. Rumah sakit sebagai tempat kerja yang

unik dan kompleks tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian

kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit

maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya.

Potensi bahaya di sarana pelayanan kesehatan, selain penyakit-penyakit

infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan

kondisi di tempat pelayanan tersebut, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,

kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber

cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi,

gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut

jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para

pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan puskesmas.


Sarana pelayanan kesehatan ini mempunyai karakteristik khusus yang

dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali

menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat

atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang

kerja yang terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area

operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat

menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan menambah stres kecemasan,

kelelahan, frustasi dan kadang-kadang bahkan kemarahan. Pada akhirnya,

paparan atas darah acapkali terjadi tanpa sepengetahuan orang tersebut,

biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan pada akhir prosedur

yang memperpanjang durasi paparan. Pada kenyataannya, jari jemari acap kali

menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan risiko infeksi terhadap

patogen yang ditularkan lewat darah. Kondisi gawat darurat dapat terjadi

setiap waktu dan mengganggu kegiatan rutin. Mencegah luka dan paparan

(agen yang menyebabkan infeksi) pada kondisi ini sesungguhnya suatu yang

menantang (Advanced Precaution for Today’s OR). Dari berbagai potensi

bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan

bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu manajemen resiko di temapt

pelayanan kesehatan perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3

rumah sakit lebih efektif, efesien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen

resiko di rumah sakit baik bagi pengelola maupun karyawan rumah sakit.

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) (Adverse Event)


Pengertian:
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (commision) atau karena tidak bertindak
(ommision), dan bukan karena ”underlying disease” atau kondisi pasien
(KKP-RS). KTD yang tidak dapat dicegah (unpreventable adverse event): -
suatu KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan
yang mutakhir (KKP-RS). Masalah KTD bisa terjadi dikarenakan (AHRQ
Publication No.04-RG005, Agency for Healthcare Research and Quality
December 2003):
1. Masalah komunikasi. Penyebab yang paling umum terjadi medical errors.
Kegagalan komunikasi: verbal/tertulis, miskomunikasi antar staf, antar
shif, informasi tidak didokumentasikan dengan baik / hilang, masalah-
masalah komunikasi: tim layanan kesehatan di 1 lokasi, antar berbagai
lokasi, antar tim layanan dengan pekerja non klinis, dan antar staf dengan
pasien.
2. Masalah SDM. Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses,
dokumentasi suboptimal dan labeling spesimen yang buruk, kesalahan
berbasis pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan yang adekuat, untuk
setiap pasien pada saat diperlukan. Hal-hal yang berhubungan dengan
pasien. Idenifikasi pasien yang tidak tepat, asesmen pasien yang tidak
lengkap, kegagalan memperoleh consent, pendidikan pasien yang tidak
adekuat
3. Pola SDM / alur kerja. Para dokter, perawat,, dan staf lain sibuk karena
SDM tidak memadai, pengawasan / Supervisi yang tidak adekuat.
Kegagalan-kegagalan teknis. Kegagalan alat / perlengkapan: pompa infus,
monitor. Komplikasi / kegagalan implants atau grafts. Instruksi tidak
adekuat, peralatan dirancang secara buruk bisa sebabkan pasien cidera.
Kegagalan alat tidak teridentifikasi secara tepat sebagai dasar cideranya
pasien, dan diasumsikan staf yang buat salah. RCA yang lengkap, sering
tampilkan kegagalan teknis, yang mula-mula tidak tampak, terjadi pada
suatu KTD
4. Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat. Pedoman cara pelayanan
dapat merupakan faktor penentu terjadinya banyak medical errors.
Kegagalan dalam proses layanan dapat ditelusuri sebabnya pada buruknya
dokumentasi, bahkan tidak ada pencatatan, atau SOP klinis yang adekuat
Perencanaan Proaktif Untuk Mengurangi Faktor Resiko Yang Berhubungan
Dengan High-Alert Medications

Tipe obat Faktor Resiko Umum Rencana Proaktif


Insulin        Tidak ada system cek dosis        Menetapkan sistem pengecekan
       botol-botol insulin dan heparin yang mana satu perawat membuat
dicampur dan dijaga dalam preparat dosis dan perawat  lainnya
kedekatan tertutup satu sama lainnya melakukan review terhadapnya.
pada unit keperawatan.        Menyimpan insulin dan heparin
        untuk unit-unit dalam order.(dapat tidak berdekatan.
dibingungkan dengan O, mudah       Melakukan ejaan untuk setiap unit
overdosis 10x lipat). lebih baik daripada menyingkatnya
       Angka kesalahan terjadi ke dalam       Menetapkan sebuah sistem
cairan infus pengecekan yang independen untuk
angka pompa infuse dan pengaturan
konsentrasi.
Opiates dan         Faktor resiko umum         Membatasi ketersediaan opium
       Narkotik parenteral disimpan dan narkotik dalam stok dasar.
narkotik
sebagai stok dasar di area       Mengajarkan para staff tentang
keperawatan. kemungkinan pencampuran
       Hydromorphine dibingungkan hydromorphone dan morphine.
dengan morphine        Menyediakan Protocol peralatan
       Patient-controled analgesia (PCA) PCA untuk dua kali cek obat,
mengacaukan konsentrasi. pengaturan pompa, dan dosis.
Penyuntikan        Menyimpan concentrated potassium       Memindahakan potassium
potassium chloride/phosphate di luar farmasi. chloride/phosphate dari stok dasar.
chloride/phosphat        Mencampur tanpa persiapan dari       Memindahakan preparasi obat dan
e concentrate potassium chloride/phosphate gunakan pra campuran komersial
       Reguests for unusual dari IV.
concentrations        Menetapkan standard an batasi
konsentrasi obat.
Sodium chlorine       menyimpan sodium chloride       Membatasi jalan masuk sodium
solutions di atas solution di atas 0.9 % di atas nursing chloride solutions di atas 0.9%:
0.9% unit. pindahkan solutions ini dari nursing
       Tersedianya banyak unit.
konsentrasi/formula        Membuat satandar dan batasan
       Tidak ada sistem pengecekan dua obat dan konsentrasi.
kali.        Menyediakan protokol peralatan
untuk double-check angka pompa
obat, konsentrasi, dan garis
tambahan.

Berikut ini adalah faktor bahaya biologis yang mungkin timbul:

1. Virus
Dilingkungan puskesmas mungkin akan banyak sekali ditemukan virus.

Seperti virus Hepatitis yang merupakan bahaya potensial bagi petugas

kesehatan dan mereka yang bekerja di lingkungan rumah sakit. Virus

Hepatitis B merupakan salah satu faktor resiko gangguan kesehatan yang

ditularkan dengan kontak melalui cairan tubuh. Sedangkan untuk virus

Hepatitis C merupakan jenis pathogen yang tinggi resiko penularannya

pada kelompok pekerja rumah sakit. Risiko penularan Hepatitis C ini

tergantung pada frekuensi terkena darah dan produk darah dan termasuk

dengan cara tertusuk jarum suntik. (Kepmenkes RI, 2007)

2. Bioaerosol

Salah satu faktor biologis yang mengganggu kesehatan dapat masuk

kedalam tubuh melalui inhalasi bioaerosol. Bioaerosol adalah disperse

jasad renik atau bahan lain dari bagian jasad renik di udara. Sumber

bioaerosol adalah kapang, jamur, protozoa dan virus. Sumbersumber

tersebut menimbulkan bahanbahan alergen, pathogen dan toksin

dilingkungan.

3. Bakteri dan Patogen lainnya

Petugas kesehatan dan pekerja lain di puskesmas mempunyai resiko

terinfeksi beberapa jenis bakteri dan pathogen lainnya. Salah satunya

adalah Mycobacterium tuberculosis. Beberapa patogen penyebab infeksi

saluran nafas yang banyak terdapat di puskesmas dan laboratorium dapat

dilihat dari tabel berikut.

Tabel
Patogen penyebab infeksi saluran nafas pada pekerja di puskesmas
(Kepmenkes RI, 2007)
Nama umum Organisme penyebab
Q fever Coxiella burnetti
Psittacosis Chlamidya psittacia
Histoplasmosis Histoplasma capsulatum
Blastomycosis Blastomyces dermatitidis
Coccidioidomycosis Coccidioides immitis
Anthrax Bacillus anthracis
Demam hemoragic dengan sindrom Fransicella tularensis
renal

Selain virus, jamur, bakteri dan parasit faktor biologis penyebab penyakit

akibat kerja yang lain berasal dari binatang pengganggu seperti serangga, tikus,

dan binatang pengganggu lainnya. Untuk binatang pengganggu jenis serangga

memang memerlukan pengawasan lebih dari binatang yang lain karena sifat-

sifatnya lebih banyak mendatangkan penyakit. Diantara jenis serangga

yang bisa menyebabkan infeksi bila menggigit manusia karena bibit penyakit

yang dibawa serangga masuk ke tubuh manusia, contohnya adalah nyamuk aedes

aegypti pembawa virus DHF. Jenis serangga lain yang hidup ditempattempat

kotor seperti kecoa, sangat berbahaya bila merayap dialatalat dapur seperti

piring, cangkir dan lainlain karena alat dapur tersebut bisa terkontaminasi

oleh bibit penyakit.

Kemudian serangga yang suka hinggap pada kotoran yang mengandung

bibit penyakit, lalu terbang dan hinggap pada makanan yang menyebabkan

makanan tersebut terkontaminasi bibit penyakit. Contohnya lalat. Untuk itu

pengendalian terhadap serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya

perlu dilakukan untuk mengurangi populasinya sehingga keberadaannya tidak

menjadi vektor penularan penyakit.


Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS meliputi: (Kepmenkes,
2007)

No Bahaya Lokasi Pekerjaan yang paling


Potensial beresiko
1 Fisik: gedung genset Karyawan yang bekerja
Bising dilokasi tersebut

Getaran Ruang mesinmesin dan Perawat, cleaning service


peralatan yang dll.
menghasilkan getaran
(ruang gigi dll)
Debu Genset, bengkel kerja, Petugas sanitasi, teknisi gigi,
laboratorium gigi, gudang petugas IPS dan
rekam medis, incenerator. rekam medis.
2 Kimia: Semua area Petugas kebersihan, perawat
disinfektan

Cytotoxics Farmasi, tempat Pekerja farmasi, perawat,


pembuangan limbah, petugas pengumpul sampah.
bangsal
Formaldehyde Laboratorium, gudang Petugas laboratorium dan
farmasi. farmasi.

Methyl: Ruang pemeriksaan gigi. Petugas/dokter gigi, dokter


Methacrylate, Hg bedah, perawat..
(amalgam)
Solvents Laboratorium, bengkel Teknisi, petugas
kerja, semua area laboratorium, petugas
pembersih.
Cytomegalovirus Ruang kebidana , ruang Perawat, dokter yang bekerja
anak. dibagian ibu dan anak.

Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat.

Tuberculosis Bangsal, laboratorium, Perawat, petugas


ruang isolasi. laboratorium, fisioterapis.
Ergonomik: Area pasien dan tempat Petugas yang menangani
Pekerjaan yang penyimpanan barang pasien dan barang.
dilakukan secara (gudang).
manual
Postur yang Semua area Semua Karyawan
salah dalam
melakukan
Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, petugas
berulang pembersih, fisioterapis, sopir,
operator computer, yang
berhubungan dengan pekerjaan
juru tulis.
5 Psikososial: Semua area Semua karyawan
Sering kontak
dengan pasien,

A. Upaya pengendalian

Upaya pengendalian untuk virus, bakteri, jamur dan parasit dapat

dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Upaya pengendalian dengan Eliminasi

Eliminasi merupakan pengendalian resiko faktor bahaya yang

harus diterapkan pertama kali. Eliminasi dilakukan dengan cara

meniadakan atau menghilangkan objek yang menyebabkan kecelakaan

atau penyakit akibat kerja. Tetapi kita tahu bahwa objek utama yang

menyebabkan penyakit akibat kerja adalah pasien itu sendiri, jadi sangat

tidak mungkin kalau kita menghilangkan pasien sebagai penyebab utama.

Jadi dalam hal ini eliminasi tidak dapat dilaksanakan.

2. Upaya pengendalian dengan Subtitusi

Jika eliminasi tidak berhasil untuk mengendalikan faktor resiko maka

subtitusi merupakan langkah yang harus diambil selanjutnya. Subtitusi

dilakukan dengan cara mengganti bahanbahan dan peralatan yang

berbahaya dengan bahanbahan dan peralatan yang kurang berbahaya.

3. Upaya pengendalian dengan Rekayasa Teknik

Rekayasa Teknik untuk pengendalian faktor bahaya biologis dapat

dilakukan dengan cara memisahkan alatalat bekas perawatan pasien,

seperti jarum suntik, perban kedalam wadah tersendiri. Hal ini


dimaksudkan untuk memudahkan dalam proses pembuangan dan

pengolahannya, selain itu juga untuk menghindarkan menyebarnya virus

dari pasien.

4. Upaya Pengendalian Administratif

Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu

sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar

potensi bahaya. Di Instalasi Rawat Inap I bangsal penyakit dalam, upaya

untuk pengendalian secara administratif sudah dilakukan misalnya dengan

perputaran jadwal kerja bagi petugas kesehatan yang dibagi dalam

tiga shift kerja. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pajanan bahaya

kepada tenaga kerja.

5. Upaya pengendalian dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem

pengendalian resiko. Untuk pengendalian faktor bahaya biologis dapat

menggunakan Alat Pelindung Diri berupa masker, sarung tangan, penutup

kepala, yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Pemakaian APD

tersebut dapat mengurangi resiko paparan penularan penyakit kepada

petugas kesehatan.

Sedangkan untuk pengendalian dan pemberantasan serangga, tikus

dan binatang pengganggu lainnya di bangsal penyakit dalam Instalasi

Rawat Inap sudah dilakukan sebagaimana mestinya. Misalnya dengan

menjaga kebersihan lingkungan. Hal tersebut dilakukan dengan cara

menyapu dan mengepel lantai setiap hari, membuang dan mengolah


sampah sesuai dengan syarat kesehatan, menutup celah atau lubang yang

berpotensi sebagai tempat tinggal serangga dan tikus. Hal ini dilakukan

untuk mengurangi keberadaan serangga, tikus dan binatang

pengganggu lainnya di lingkungan puskesmas.


BAB III

PENUTUP

Kesehatan Kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat

didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan

kerja yang merupakan terjemahan dari occupational health, cenderung diartikan

sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalahmasalah kesehatan secara

menyeluruh bagi masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usahausaha

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, penyesuaian faktor manusia

terhadap pekerjaannya dan sebagainya. Upaya kesehatan kerja adalah

penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap

pegawai dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri

maupun masyarakat disekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang

optimal. (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23) (7). Tujuan utama program

kesehatan kerja adalah mendapatkan pegawai yang sehat dan produktif dengan

pokok kegiatan yang bersifat preventif dan promotif disamping kuratif dan

rehabilitatif.
DAFTAR PUSTAKA

Depnaker RI, 1970. Undangundang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan


Kerja. Jakarta : Depnaker.
Depnaker RI, 1970. Undangundang No. 2 Tahun 1970 Tentang Pembentukan
PK3. Jakarta : Depnaker.
Kepmenkes RI, 2007. Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit. Jakarta :
Menkes. Kepmenkes RI, 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Jakarta: Menkes
Permenaker RI, 1987. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan. Jakarta: Menkes.
Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko
Gunung Agung. Suma’mur, 1996. Keselamatan dan Pencegahan
Kecelakaan Kerja. Jakarta : CV. Haji Masagung.

Anda mungkin juga menyukai