Anda di halaman 1dari 22

HEALTH JUNGLE SCHOOL SEBAGAI SARANA

PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN SUKU ANAK DALAM


DI DESA SUNGAI TERAP
PROVINSI JAMBI

Oleh

OKTAVIA DEWI PUTRI


NIM.PO71201200024
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES
JAMBI JAMBI 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Naskah Produk Inovatif : Health Jungle School Sebagai Sarana


Peningkatan Derajat Kesehatan Suku Anak Dalam

Nama : Oktavia Dewi Putri

NIM : PO71201200024

Program Studi : Sarjana Terapan Keperawatan

Nama Institusi : Poltekkes Kemenkes Jambi

Dosen Pembimbing : Vivianti Dewi, S.Pd, M.Kes

NIP 19700718 199402 2001

Jambi, 14 Agustus 2022

Dosen Pembimbing Mahasiswa

Vivianti Dewi, S.Pd, M.Kes Oktavia Dewi Putri


NIP. 19700718 199402 2001 NIM.PO71201200024

Wakil Direktur III Kemahasiswaan

Nurmisih, S.Pd, M.Kes


NIP. 19610930 198203 2001
SURAT PERNYATAAN

Saya bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Oktavia Dewi Putri

Tempat, Tanggal, Lahir : Jangga Baru, 31 Oktober 2003

NIM : PO71201200024

Program Studi : Sarjana Terapan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes : Jambi

Nomor Peserta :

Dengan ini menyatakan bahwa saya akan menerima keputusan panitia yang berlaku mutlak
dan tidak dapat diganggu gugat.

Surat pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jambi, 14 Agustus 2022

Mengetahui, Yang Menyatakan


Direktur Poltekkes Kemenkes Jambi

Rusmimpong, SP.D, M.Kes Oktavia Dewi Putri


NIP.196703011998031002 NIM.PO71201200024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan penuh rasa hikmat penulis mengucapkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Health Jungle School Sebagai Sarana
Peningkatan Derajat Kesehatan Suku Anak Dalam (SAD).

Adapun tujuan dari penulisan naskah produk inovatif ini adalah untuk memenuhi
persyaratan pemilihan mahasiswa berprestasi Poltekkes Kemenkes Tingkat Nasional.
Selain itu, karya tulis ilmiah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang SAD
serta kondisinya.

Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada ibu dan bapak dosen yang
telah membimbing, serta mendukung baik dari segi moral maupun fikiran sehingga naskah
produk inovatif ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman seperjuangan dan semua pihak yang
telah membantu penulis dalam pembuatan naskah produk inovatif ini.

Penulis menyadari, naskah produk inovatif yang saya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa saya nantikan
demi kesempurnaan dimasa mendatang.

Jambi, 12 Agustus 2022


Penulis

Oktavia Dewi Putri


NIM.PO71201200024
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iv
RINGKASAN..............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................2

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Definisi Luka ...................................................................................................


B. Penyebab Luka.................................................................................................
C. Faktor Yang Menghambat Penyembuhan Luka ................................................
D. Proses Penyembuhan Luka ...............................................................................
E. Tanda Infeksi ...................................................................................................

BAB III DESKRIPSI PRODUK

A. Spesifikasi………………………………………………………… ...................
B. Rancangan………………………………………..............................................
C. Implementasi……………………………………………………………. ..........

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pembahasan…………………………………….. .............................................
B. Manfaat………………………………………………………………………….
C. Keunggulan………………………………………………………………………

BAB V KESIMPULAN

A. Simpulan…………………………………………………………………………
B. Rekomendasi………………………………………………………………….. .

DAFTAR PUSTAKA
RINGKASAN
Masalah kesehatan Suku Anak Dalam (SAD) sangat kompleks, terutama masalah
hidup bersih dan sehat, seperti kebiasaan buang air besar dan kecil menggunakan jamban,
personal hygiene yang buruk, tidak menggosok gigi, mandi dan cuci tangan tanpa
menggunakan sabun, tidak menggunakan alas kaki, dan lingkungan permukiman yang
kotor serta bau, Dan banyak ditemukannya beberapa penyakit pada SAD, seperti gatal-
gatal, gizi buruk, luka yang tidak kunjung sembuh, diare, muntaber dan lainya masih
menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan saat survey pada lokasi
Komunitas Adat Terpencil yang berlokasi Sungai Terap, Kabupaten Sarolangun, Jambi,
masalah yang paling umum adalah luka pada telapak kaki yang terinfeksi karena tidak
menggunakan alas kaki saat melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, permasalahan lain
yang masih sering muncul adalah kurangnya penerapan hidup bersih dan sehat di kalangan
masyarakat SAD sehingga banyak dijumpai gatal-gatal dan beberapa penyakit
yangdisebabkan oleh kurangnya penerapan hidup bersih dan sehat di kalangan Komunitas
Adat Terpencil SAD.

Kita tahu bahwa hampir semua masyarakat SAD mempertahankan hidupnya


dengan berburu, meramu, menangkap ikan, dan memakan buah-buahan yang ada di
hutan.Cara mereka mempertahankan hidup ini mengakibatkan sangat rentan terjadinya
kecelakaan kerja, seperti luka akibat terkena pecahan kaca, kayu atau benda tajam lainya
karena SAD yang umumnya tidak menggunakan alas kaki dalam aktivitas sehari-hari.
Selain itu, jarak akses kesehatan di Masyarakat Adat Terpencil di Sungai Terap, dan cara
mereka mengobati luka secara tradisional yang tidak higienis berpotensi menyebabkan
terjadinya infeksi. Berdasarkan beberapa kondisi tersebut penulis mencoba membentuk
program Health Jungle School (HJS) ini guna untuk mengedukasi masyarakat dan
pemuda/pemudi SAD agar dapat diberikan pendidikan yang berkesinambungan. Dimana
pendidikan kesehatan ini akan hidup berdampingan dan menjaga etnosains masyarakat
SAD Sungai Terap.

Dalam survey yang telah dilakukan lakukan dengan mengunjungi lokasi Komunitas
Adat Terpencil di Desa Sungai Terap yang akan menjadi lokasi yang saya pilih untuk
menjalankan program HJS untuk tahun depan. Berdasarkan pengamatan saya, lokasi
Komunitas Adat Terpencil terletak sangat jauh dari fasilitas kesehatan dan pendidikan, dan
belum tersentuh oleh fasilitas umum seperti listrik dan tidak ada jaringan untuk melakukan
panggilan dan akses internet di lokasi tersebut.Mereka juga tidak menggunakan alas kaki
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, tidak mandi dan tidak menggosok gigi. Empat dari
dua belas orang SAD yang mengikuti program pengobatan gratis yang dilaksanakan oleh
Puskesmas Durian Luncuk mengeluhkan luka di telapak kaki yang tidak kunjung sembuh
karena ketidaktahuan mereka tentang cara mengobati luka sederhana dan kurangnya
pengobatan. kebersihan pribadi yang mengakibatkan luka mereka menjadi terinfeksi.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku Anak Dalam (SAD) merupakan salah suku dari Komunitas Adat Terpencil
(KAT) adalah salah satu kelompok minoritas yang hidup di hutan dataran rendah
Provinsi Jambi. SAD biasa disebut juga dengan Orang Rimba atau Orang Kubu.
Menurut Van Dongen dalam (Yanto, 2019), istilah kubu ini adalah sebutan yang
dilekatkan oleh masyarakat Melayu untuk menyebut orang-orang primitif yang taraf
kemampuannya masih sangat rendah, kotor, bau, bodoh, dan tak beragama yang ditemui
di daerah perbatasan pedalaman Jambi. Sedangkan penyebutan Orang Rimba
merupakan kata yang mereka gunakan untuk menyebut diri mereka sendiri (Ridwan and
Lesmana, 2018).
Istilah Orang Kubu ini tidak disukai oleh SAD, karena istilah itu tidak disesuaikan
dengan pendapat mereka dan dianggap sebagai penghinaan bagi komunitas mereka yang
umumnya hidup dan tersebar di kawasan hutan Provinsi Jambi. SAD tidak menyebut
dirinya kubu, tapi menyebut dirinya sebagai Orang Rimba atau SAD. Penamaan SAD
sendiri dimulai setelah kemerdekaan, sebagai suatu bentuk penghormatan Pemerintah
terhadap kelompok minoritas yang umumnya hidup di pedalaman hutan Jambi, akhirnya
penamaan Orang Kubu diganti menjadi Suku Anak Dalam (Yanto, 2019).
SAD memiliki pola hidup yang bergantung dengan sumber daya hutan, sehingga
semua aktivitas hidup mereka akan sangat ditentukan oleh hutan. Oleh karena pola
hidup demikian SAD mengambil posisi yang berkebalikan dengan masyarakat pada
umumnya. Jika masyarakat umumnya tinggal menetap, beragama dan bersekolah, SAD
mengambil posisi sebaliknya, mereka hidup berpindah-pindah (nomaden), terutama
ketika ada kematian. Terkait agama, sebagian besar SAD menganut kepercayaan
terhadap dewa-dewa. Semua budaya dari luar dianggap tabu untuk kehidupan mereka
dan dianggap dapat membawa penyakit yang akan menghancurkan hidup mereka.
Kehidupan yang seperti ini menyebabkan SAD menjadi komunitas yang sangat
tertutup dengan dunia luar. Akan tetapi, ketika hutan yang menjadi rumah SAD dibuka
untuk hutan tanaman industri, perkebunan sawit, dan transmigrasi, menyebabkan SAD
kehilangan sumber hidupnya sehingga untuk dapat terus melanjutkan hidup, maka
mereka harus keluar dari hutan dan beradaptasi dengan dunia luar. Pemerintahpun ikut
membantu dan memfasilitasi SAD agar terlepas dari kehidupan yang tertinggal dan
dapat berbaur dengan masyarakat lainnya dengan mengadakan program-program
pemberdayaan.
SAD digolongkan oleh Departemen Sosial sebagai masyarakat terasing melalui
kebijakan Pembinaaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Terasing atau yang disingkat
dengan PKSMT (Bakhtiar et al., 2020). Program PKSMT bertujuan untuk membina
atau memberdayakan masyarakat SAD dalam segala aspek kehidupan agar dapat
berperan aktif dalam pembangunan, tanpa harus melihat kondisi sosial budaya dan
lingkungan.Kemudian pada tahun 2000 penamaan masyarakat terasing tidak lagi
dipakai oleh Pemerintah. Kebijakan PKSMT tersebut diganti dengan kebijakan
pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil atau yang disingkat dengan KAT.
Provinsi Jambi merupakan daerah yang memiliki populasi Suku Anak Dalam
(SAD) cukup banyak. Komunitas Adat Terpencil ini hidup kawsan hutan terutama
dalam kawasan cagar alam dan taman nasional. Komunitas Adat terpencil Suku Anak
Dalam mendiami delapan wilayah daerah tingkat dua, yakni kabupaten Muaro Jambi,
Batang Hari, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur. Menurut pendataan
yang dilakukan terhadap Komunitas Adat Terpencil (KAT) pada tahun 2011 di provinsi
Jambi terbapat sebanyak 6.773 KK atau 28.886 jiwa. Sebanyak 3.489 KK atau 14.947
jiwa belum pernah memperoleh pembinaan dan yang pernah memperoleh pembinaan
masih belum menunjukan hasil yang diharapkan.
Permasalahan kesehatan suku anak dalam sangat kompleks terutama masalah
hidup bersih dan sehat, seperti kebiasaan mereka untuk melakukan BAB dan BAK
menggunakan jamban, kebersihan diri yang kurang, tidak menggosok gigi, tidak
menggunakan alas kaki, mandi, dan cuci tangan tidak dengan sabun serta lingkungan
pemukiman yang ditemukan beberapa penyakit ( Kekurangan gizi, muntaber, malaria,
dan penyakit kulit ) masih menjadi PR yang harus diselesaikan.
Pelayanan kesehatan bagi SAD yang selama ini Pemerintah lakukan adalah agar
SAD memahami pola hidup sehat, ancaman bahaya penyakit, pentingnya penyembuhan
menggunakan obat, dan memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang ada. Namun
karena kehidupan SAD yang jauh dari fasilitas kesehatan dan sarana transportasi yang
terbatas membuat komunitas SAD sulit menjangkau fasilitas kesehatan yang ada karena
belum ditemukan dokter, bidan, perawat, maupun puskesmas di area Komunitas Adat
Terpencil. Hal itulah yang menjadi dasar awal terbentuknya sebuah program yang di
beri nama “HJS” (Health Jungle School) yang mana program ini dibentuk guna
mengajarkan kepada SAD mengenai cara penangan awal terhadap luka dan penyakit.
Berdasarkan hasil observasi langsung pada saat melakukan survei lokasi
Komunitas Adat Terpencil yang ada di Sungai Terap, Kabupaten Sarolangun, Provinsi
Jambi, permasalahan yang paling sering terjadi adalah luka pada area telapak kaki yang
menjadi infeksi akibat tidak menggunakan alas kaki dan tidak di lakukan perawatan
luka yang tepat serta higiene, selain itu permasalahan lain yang masih sering munvul
adalah kurangnya penerapan hidup bersih dan sehat di kalangan masyarakat SAD
sehingga banyak sekali ditemukan penyakit gatal-gatal pada balita dan orang dewasa,
dan juga diare, stuntig serta lumpuh layu akibat gizi yang tidak seimbang.
Kita tahu bahwasanya hampir seluruh SAD mempertahankan hidup mereka
dengan cara berburu, meramu, menangkap ikan, dan memakan buah-buahan yang ada di
dalam hutan. Cara mereka mempertahankan hidup ini sangat rentan menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja seperti luka akibat terkena pecahan kaca, kayu atau benda-
benda tajam lainya karena SAD jarang menggunakan alas kaki dalam aktivitas sehari-
hari. Selain itu jauhnya akses Kesehatan di wilayah Komunitas Adat Terpencil SAD
yang ada di Sungai Terap, serta cara mereka merawat luka secara tradisional yang tidak
hygiene berpotensi menyebabkan terjadinya infeksi. Sehigga penulis tertarik mendidik
masyarakat dan remaja SAD untuk diberikan pendidikan secara berkesinambungan.
Dimana pendidikan kesehatan ini akan berdampingan dan tetap mempertahankan
Etnosains (Kearifan Lokal) masyarakat SAD Sungai Terap, diharapkan hasil
pemberdayaan masyarakat yang penulis lakukan akan menjadikan masyarakat SAD
paham tentang kesehatan dasar terutama cara perawatan luka secara sederhana dan tetap
melestarikan kearifan lokal, sehingga derajat kesehatan SAD akan meningkat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis mengambil rumusan
masalah yaitu bagaimana cara memaksimalkan perawatan luka dan PHBS bagi SAD?

C. Tujuan
Untuk meningkatkan gambaran pengetahuan, dan menjadikan SAD tahu bagaimana
cara merawat luka secara sederhana dan hygiene serta SAD mampu menerapkan pola
Hidup Bersih dan Sehat kepada SAD sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan
mereka sehari-hari.

D. Manfaat
Dengan mengajarkan caraperawatan luka serta penerapan PHBS yang tepat kepada
SAD diharapkan permasalahan-permasalahan kesehatan yang berhubungan dengan
kebersihan Komunitas Adat Terpencil dapat berkurang dan SAD dapat memahami cara
penangan awal terhadap luka guna mencegah terjadinya infeksi.
BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Konsep Dasar Luka


1. Definisi Luka

Luka adalah rusaknya kestuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat


substansi jaringan yang rusak atau hilang (Gitarja,2008). Merriam webster online
dictionary menyebut luka sebagai injury pada tubuh (akibat cedera, kecelakaan &
tindakan pembedahan) yang mengakibatkan laserasi, robekan pada membran kulit dan
biasanya merusak jaringan di bawahnya. Sedangkan Jackson, crystal & Kaczkowski
mendefinisikan luka sebagai kerusakan komunitas sel, oleh sebab apapun yang
menyebabkan konektivitasnya menjadi terpisah.
2. Penyebab Luka
a. Mekanik, contohnya trauma benda tumpul, benda tajam, senjata api dan bahan
peledak.
b. Fisik, contohnya karena paparan suhu, panas, dingin, dan aliran listrik
c. Kimia, contohnya paparan zat asam dan basa, urine
d. Vaskukar, contohnya kelainan vena, arteri, diabetic
e. Alergi

3. Faktor yang menghambat penyembuhan luka


a. Lingkungan luka yang kering
Memungkinkan sel-sel epithelial mengering dan mati, mengganggu migrasi
sel epithelial melewati permukaan luka.
b. Defisiensi nutrisi vitamin C, Protein, dan Zinc
Menghambat pembentukan serabut kolagen dan perkembangan kapilaria,
mengurangi suplai asam amino untuk perbaikan jaringan, dan mengganggu
epitalisasi
c. Gangguan sirkulasi
Mengurangi suplai nutrisi pada area luka, dan menghambat respon inflamasi
dan pengangkatan debris pada area luka.
d. Stress (nyeri, kurang tidur)
Melepaskan katekolamin yang menyebabkan vasokontriksi
e. Antiseptik H2O2, Providone, Iodine.
Toksik pada sel darah merah, sel darah putih dan fibrolast, dan toksik pada
sel darah putih
f. Benda asing
Menghambat penutupan luka dan meningkatkan respon inflamasi
g. Infeksi
Meningkatkan respon inflamasi dan meningkatkan kerusakan jaringan
h. Akumulasi cairan
Akumulasi pada area luka, menghambat jaringan mendekat
i. Gesekan Mekanik
Merusak/ memusnahkan jaringan granulasi
j. Radiasi
Menghambat aktivitas fibrilastik dan pembentukan kapilaria, dan bisa
menyebabkan nekrosis jaringan
k. Penyakit Diabetes Melitus
Menghambat sintesa kolagen, mengganggu sirkulasi dan pertumbuhan
kapilaria, hipergikemis mengganggu fagositosis, dan hambatan terhadap sekresi
insulin akan mengakibatkan peningkatan gula dara, sehingga nutrisi tidak dapat
masuk ke dalam sel
l. Anemia
Mengurangi suplai oksigen

4. Proses Penyembuhan Luka


Westaby (1985) dalam buku carvile (2012) membagi proses penyembuhan luka
menjadi tiga tahap, yaitu inflamasi, rekonstruksi/proliferasi, dan maturasi.
 Inflamasi
Fase ini dimulai dari pertama kali terjadi trauma ketika pembuluh kapiler
berkontraksi dan trombosit memfasilitasi hemostatis. Respon pertahanan
melawan bakteri patogen yang berasal dari polymorphonuclear leukoytes
(polmorphs)dan makrofag. Polimorphs melindungi luka dari invasi bakteri saat
makrofag membersihkan debris dari luka. Fase ini berlangsung mulai hari ke;0
s/d hari ke-3.
 Rekonstruksi/proliferasi
Fase ini di bagi menjadi fase destruktif dan proliferasi/fibrolastik.Polimorphs
bersama makrofag membunuh bakteri patogen dengan cara fagositik, memakan
bakteri yang mati dan debris agar luka menjadi bersih. Makrofag juga diperlukan
dalam penyembuhan luka untuk menstimulasi sel fibrolastik untuk
kolagen.Angiogenesis terjadi untuk membuat jaringan vasekuler baru.Migrasi
sel-sel epitel di atas dasar luka yang membuat jaringan vasekuler baru.Migrasi
sel-sel epitel di atas dasar luka yang bergranulasi.Kontraksi luka terjadi selama
fase rekontruksi.Fase ini berlansung mulai hari ke-3 s/d ke-21 s/d 3 bulan.
 Maturasi
Merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya untuk meningkatkan
kekuatan daya regang luka. Selama fase maturasi, secara perlahan-lahan kolagen
menempatkan diri pada daerah yang lebih terorganisir dan menambah kekuatan
daya regang luka. Fase ini berlangsung mulai hari ke-21 s/d 3 tahun

5. Tanda infeksi
Ada beberapa sistem klasifikasi dan definisi yang digunakan untuk
mengkategorikan dampak bakteri terhadap luka dan pasien.Beberapa praktisi
menggunakan konsep luka dikatakan mengalami infeksi bila terdapat lebih dari 10
mikroorganisme per gram dikatakan mengalami infeksi bila terdapat lebih dari 10
mikroorganisme per gram jaringan (AWMA, 2011). Kejadian infeksi dapat
diidentifikasi dengan adanya tanda-tanda infeksi secara klinis, diantara : peningkatan
suhu tubuh, peningkatan jumlah leukosit, proses inflamasi yang memanjang, cairan
eksudat yang purulent, bau yang tidak sedap, serta hasil kultur yang menggambarkan
jumlah bakteri mengalami replikasi lebih dari 10 pergrm jaringan. Kontinum infeksi
pada luka antara lain kolonisasi, kritikal kolonisasi dan terakhir akan terjadi infeksi
BAB III

DESKRIPSI PRODUK

A. Spesifikasi

Spesifikasi dari “HJS” Health Jungle School adalah sebuah program inovasi yang
penulis rancang guna memberikan pembelajaran secara rinci terhadap cara Perawatan luka
serta Penerapan Hidup Bersih Dan Sehat bagi SAD, dengan berbentuk sistem belajar
mengajar rutin yang dilakukan setiapi satu bulan sekali, dengan melakukan kerja sama
berama KKI WARSI dan Puskesmas Durian Luncuk serta melibatkan para relawan yang
berasal dari mahasiswa Poltekkes Kemenkes Jambi, yang mana para relawan tersebut telah
terstruktur dengan 22 orang sebagai struktural inti dan 100 orang sebagai relawan.

B. Rancangan

Berikut contoh rancangan dari “HJS”

HJS memiliki 100 orang relawan dan 22 struktural inti, yang setiap satu bulan
sekali anggota dari HJS berjumlah 10 orang akan turun langsung bersama pihak
Puskesmas Durian Luncuk dan akan melakukan pemberian pengobatan gratis pada SAD
juga melakukan pendidikan melalui pembelajaran di tempat yang telah di sediakan oleh
pemerintah. HJS ini sendiri berbentu system Pelatihan yang mana tujuan awal dan
utamanya adalah melatih skil mereka yaitu cara merawat luka dan menerapkan PHBS
dalam kehdiupan sehari-hari nya, sehingga HJS ini bukan hanya untuk memberikan
pembelajaran saja, namun bertujuan utama untuk melatih skil mereka sehingga mereka
memang benar-benar bisa mempraktikanya.

Perjalan dari Kota Jambi menuju ke lokasi KAT SAD Sungai Terap sendiri
berkisar 6 s/d 7 jam, sehingga nantinya transportasi yang digunakan menuju lokasi
kemungkinan adalah menggunakan sepeda motor karena melihat dan meninbang medan
perjalanan yang cukup sulit untuk di tempuh. Pembelajaran di HJS ini nanti adalah setiap
setelah pemaparan mengenai materi baik dengan penampilan video, menggunakan leaflet
dan lainya akan langsung melakukan praktik satu persatu agar mereka per individu
memang benar-benar dapat mengerti tentang apa yang di ajarkan.
Untuk program PHBS sendiri akan lebih di tekankan kepada anak-anak usia dini,
sementara perawatan luka menitik beratkan kepada SAD yang telah dewasa karena
biasanya yang sering infeksi KAT SAD yang berusia dewasa akibat terkena pecahan kaca
maupun benda tajam karena saat beraktivitas atau bekerja tidak menggunakan alas kaki.

Untuk penampilan vidio pembelajaran sendiri adalah dengan menggunakan dua


buah tv atau laptop yang di berikan oleh pemeritah, diharapkan dengan penampilan vidio
akan membuat SAD lebih cepat dalam memahami pembelajaran tersebut.
Alur Skema Health Jungle School

SUKU ANAK DALAM


(SAD)

KURANG PHBS PRIMITIF NO MADDEN

HJS

PENDIDIKAN DAN KEPERCAYAAN APLIKASIKAN


PELATIHAN DENGAN ORANG DALAM KEHIDUPAN

BERTAMBAH BERTAMBAH
WAWASAN SKILL

TERCIPTA DERAJAT KESEHATAN


YANG OPTIMAL
C. Implementasi

“HJS” (Health Jungle School) ini nantinya akan menjadi sekolah bagi SAD yang
ada di danau Terap, yang mana“HJS” ini nanti akan mengajarkan mengenai bagaimana
cara merawat luka yang benar agar tidak terjadi infeksi, serta PHBS, dan segala hal yang
berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan lainya secara rutin, yaitu dengan
mengadakan pertemuan langsung di daerah Komunitas Adat Terpencil yang ada di
Sungai Terap, Kabupaten Sarolangun, Jambi setiap satu kali dalam satu bulan. Namun
demikian program HJS ini lebih menekankan bagaimana cara perawatan luka dan PHBS
pada SAD yang masih menjadi permasalahan utama di komunitas adat terpencil (SAD)
karena cara mereka merawat luka secara tradisional yang tidak hygienedapat berpotensi
menyebabkan terjadinya infeksi, dimana pendidikan ini akan berdampingan dan tetap
menerapkan Etnosains ( mempertahankan kearifan lokal) masyarakat setempat dengan
menggunakan media-media pendukung seperti leaflet, lembar balik, alat tulis, pemutaran
video mengenai hal-hal terkait misal video cara perawatan luka dengan memanfaatkan
fasilitas yang di berikan oleh pemerintah yaitu Genset dan Televisi sehingga dapat
mempermudah SAD dalam memahami pembelajaran.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Pada survei yang telah saya lakukan dengan mendatangi langsung lokasi
Komunitas AdatTerpencil yang ada di Desa Sungai Terap yang mana nantinya lokasi
tersebut merupakan lokasi yang saya pilih untuk menjalankan program HJS selama satu
tahun ke depan. Saya melihat dan mengamati secara langsung bagaimana kehidupan
mereka yang ada disana. Berdasarkan pengamatan saya Lokasi Komunitas Adat Terpencil
tersebut terletak sangat jauh dari fasilitas kesehatan dan juga pendidikan, serta belum
terjamah oleh fsilitas umum seperti listrik dan belum ada jaringan untuk melakukan
aktivitas menelpon serta akses internet di lokasi tersebut. Selain itu saya juga mengamati
bahwasanya tenda tempat mereka tinggal sangatlah tidak layak, kotor, dan bau.Mereka
juga tidak menggunakan alas kaki dalam melakukan aktivitas sehari-hari, tidak mandi dan
tidak menggosok gigi. Empat dari dua belas orang SAD yang mengikuti program
pengobatan gratis yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Durian Luncuk, mereka
mengeluhkan luka pada telapak kaki mereka yang tidak kunjung sembuh karena ketidak
tahuan mereka akan cara pengobatan luka sederhana serta kurangnya kebersihan diri yang
mengakibatkan luka mereka menjadi infeksi, namun penulis mengalami kesulitan dalam
mendokumentasikan kegiatan yang penulis lakukan selama berada di kawasan KAT sungai
Terap tersebut karena para laki-laki SAD melarang untuk mengabadikan atau memotret
bila ada para istri atau yang mereka sebut ibok karena SAD perempuan tidak mengenakan
pakaian atasan sama sekali.

Penulis merasa yakin bahwa yang saat ini hal utama yang SAD butuhkan adalah
pendidikan mengenai kesehatan dasar, karena sejatinya sebagus apapun obat yang
pemerintah berikan untuk mengobati penyakit-penyakit yang sering di jumpai pada SAD
tidak akan memberikan hasil yang optimal jika tidak dari diri mereka tidak menjaga
kebersihan diri serta tidak mengerti cara merawat luka sederhana dan menjaga kebersihan.
Berdasarkan pengamatan, penyakit yang banyak di derita oleh SAD adalah berasal dari
kurangnyamenjaga kebersihan dan safety diri SAD, sehingga penulis optimis dengan
diciptakannya HJS sebagai saranapendidikan kesehatan yang dilakukan secara
berkesinambungan setiap satu bulan satu kali dapat meningkatkan derajat kesehatan di
KAT SAD Sungai Terap, dengan harapan mereka dapat melakukan secara mandiri cara
perawatan luka sederhana dan penerapan hidup bersih dan sehat di kehidupan mereka
sehari-hari.

Program ini di bentuk guna untuk mengedukasi masyarakat dan pemuda SAD agar
diberikan pendidikan yang berkesinambungan mengenai cara merawat luka agar tidak
terjadi infeksi secara sederhana dengan menggunakan bahan-bahan alami yang ada di
hutan dan PHBS. Dimana pendidikan kesehatan ini akan hidup berdampingan dan menjaga
etnosains masyarakat SAD Sungai Terap, sehingga tidak menghilangkan kelestarian
budaya Masyarakat SAD setempat.
B. Manfaat

Manfaat dari HJS ini sendiri nantinya adalah dengan pendidikan kesehatan yang di
berikan yaitu adalah, dapat menambah wawasan dari KAT SAD Sungai Terap tentang
kesehatan, menjadikan SAD paham, perduli dan bahkan dapat mengaplikasikanya dalam
kehidupan sehari-hari, dan nantinya akan dapat mengurangi angka penyakit yang
disebabkan oleh kurangnya kebersihan diri dan kesalahan dalam merawat luka. Selain itu
HJS juga dapat menjadikan KAT SAD untuk berani dan mau berbaur dengan orang-orang
baru, karna nantinya setiap bulan para relawan akan bergantian untuk memberikan
pendidikan kepada SAD di Sungai Terap tersebut.

Program-program dengan gerakan untuk SAD selama ini memang sudah banyak
dilakukan oleh Pemerintah maupun pemuda yang perduli akan KAT SAD, namun program
yang penulis rancang memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari program lainnya.
Selama ini penulis mengamati bahwa program yang sering dilakukan oleh para relawan
hanya mengajarkan SAD bagaimana cara membaca, menulis, dan berhitung
(CALITUNG)secara sepintas, serta memberikan pengobatan-pengobatan gratis kepada
KAT SADmelalui Puskesmas, padahal hal utama yang harus dilakukan agar tercipta
derajat kesehatan yang mumpuni adalah dengan mengoptimalkan Penerapan Hidup Bersih
Dan Sehat serta serta cara-cara penanganan awal apabila terjadi kecelakaan kerja seperti
luka. Tidak hanya itu saja di HJS ini nantinya dengan 100 orang relawan dan 22 struktural
inti yakin bahwa program ini nantinya akan membawa dampak positif dan luas.

Namun penulis melihat bahwasanya penyakit-penyakit yang sering muncul di KAT


SAD ini cukup kompleks dan yang menjadi penyebab utamanya adalah oleh kurangnya
penerapan hidup bersih dan sehat serta kurangnya pemahaman mengenaicara penanganan
awal apabila terjadi luka dan perawatannya sehingga luka tidak kunjung sembuh. Sehingga
dengan di bentuknya HJS ini nantinya dengan tujuan mengajarkan secara
berkesinambungan kepada SAD mengenai cara melakukan perawatan luka dan juga PHBS
dalam kehidupan sehari-hari nantinya KAT SAD yang ada di sungai Terap akan dapat
memahami, dan dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga
tercipta derajat kesehatan yang optimal di KAT SAD Sungai Terap.

C. Keunggulan

Keunggulan HJS di banding program-program lainya adalah, jika program lain


hanya mendidik secara sepintas saja, HJS ini nantinya akan mengajarkan secara terperinci
sehingga nantinya setelah dilakukan pembelajaran mengenai PHBS maupun Perawatan
luka, KAT SAD Sungai Terap memang dapat benar-benar mengaplikasikanya dalam
kehidupan mereka sehari-hari. HJS ini nantinya tidak hanya berfokus kepada PHBS DAN
Perawatan luka, namun akan mengikuti isyu yang paling sering muncul disana dan juga
akan diselingi dengan pengobatan-pengobatan gratis bersama Puskemas Durian Luncuk,
dan juga pemeriksaan-pemeriksaan kesehatan sederhana seperti gula darah, kolesterol,
asam urat dan lain-lain, HJS juga nantinya akan menerima segala bentuk kerja sama baik
dalam bidang sosial maupun pendidikan yang memiliki dampak positif dan bermanfaat
bagi SAD Sungai Terap. Selain itu keunggulan dari program ini adalah kami bekerja sama
secara langsung bersama pihak KKI WARSI yang memang berwewenang dalam hal ini,
serta kami juga bekerja sama dengan pihak Puskesmas Durian Luncuk dan para relawan
yang memang berlatar belakang orang-orang kesehatan yang mana artinya para
pendidikmemang mengerti apa yang mereka ajarkan kepada SAD. Selain itu HJS juga
bekerja sama dengan pihak Puskesmas Durian Luncuk dalam pemberian pengobatan gratis
kepada KAT SAD yang ada disana, sehingga dengan HJS ini tidak hanya mengajarkan
bagaimana cara mencegah tapi juga memberikan solusi dalam pengobatan dan
perawatanya.
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

HJS (Health Jungle School) adalah sebuah sekolah yang diperuntukan bagi SAD
dengan tujuan utama memberikan pendidikan kepada Komunitas Adat Terpencil Suku
Anak Dalam tentang pendidikan kesehatan dasar sederhana seperti cara merawat luka,
penerapan hidup bersih dan sehat melalui pembelajaran dengan harapan pemberdayaan
masyarakat melalui HJS ini dapat meningkatkan derajat kesehatan SAD tanpa
menyampingkan etnosains ( Kearifan LOKAL ) masyarakat SAD.

Adapun saran dan harapan dari penulis adalah, semoga ketika program ini nantinya
sudah terlaksana, pihak-pihak terkait seperti KKI WARSI, Puskesmas Durian Luncuk,
maupun Poltekkes Kemenkes Jambi dapat selalu membimbing serta menjadi tempat bagi
HJS untuk bernaung. Sehingga nantinya HJS akan dapat berjalan dengan baik sebagiamana
yang telah di rancang dan harapkan. Penulis juga mengharapkan agar relawan dan juga
struktural inti dari HJS ini dapat selalu kompak dan bekerja sama ke depanya.
DAFTAR PUSTAKA

Anggreini, Y. S. and Situmorang, P. (2022) ‘Efektivitas Online Peer Assisted Learning


(OPAL) Dengan Pendekatan Model Attention Relevance Confidence Satisfaction (ARCS)
Terhadap Pencapaian Kompetensi Perawatan Luka Mahasiswa Keperawatan’, Malahayati
Nursing Journal, 4(3), pp. 653–662. doi: 10.33024/mnj.v4i3.6047.
Ardiyani, V. M., Sutriningsih, A. and Supriyadi, S. (2020) ‘Gambaran Tanda Infeksi
Lokal Luka Post Sirkumsisi Pada Usia Dewasa Di Klinik Ratanca Malang’, Care : Jurnal
Ilmiah Ilmu Kesehatan, 8(3), p. 361. doi: 10.33366/jc.v8i3.1939.
Bakhtiar, R. et al. (2020) ‘Kebijakan Pemerintah Provinsi Jambi Kabupaten Merangin
Tentang Suku Anak Dalam’, UNES Law Review, 2(4), pp. 383–391. doi:
10.31933/unesrev.v2i4.128.
Gitarja,Sri,(2021).Pelatihan Perawatan Luka Modul 2021, Jawa Barat:Yayasan Wocare
Indonesia

Izhar, M. D. and Putri, F. E. (2020) ‘Studi Evaluatif Implementasi Perilaku Sehat Pada
Suku Anak Dalam Desa Sialang Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin Jambi’,
Jurnal Kesmas Jambi, 4(1). doi: 10.22437/jkmj.v4i1.8987.
Lomban, A., Kalangi, S. J. R. and Pasiak, T. F. (2021) ‘Manfaat Olesan Madu Pada
Penyembuhan Luka Kulit’, Jurnal e-Biomedik, 8(2), pp. 202–208. doi:
10.35790/ebm.v8i2.31902.
Ridwan, M. and Lesmana, O. (2018) ‘Model Pemberdayaan Suku Anak Dalam Bidang
Kesehatan’, Jurnal Kesmas Jambi, 2(2).
Ridwan, M. and Lesmana, O. (2020) ‘Konsep Rumah Tangga BerPHBS Pemukiman
Rombong Ganta Pada Suku Anak Dalam Di Kabupaten Merangin’, Jurnal Kesmas Jambi,
4(1). doi: 10.22437/jkmj.v4i1.8986.
Sihotang, H. M. and Yulianti, H. (2018) ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses
Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea’, Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 6(2), p.
175. doi: 10.33366/cr.v6i2.926.
Yanto, F. (2019) ‘Sejarah Pembinaan terhadap Suku Anak Dalam di Kabupaten Batanghari
Provinsi Jambi (1970-2014)’, Jurnal Ilmiah Dikdaya, 9(2), p. 244. doi:
10.33087/dikdaya.v9i2.146.

Anda mungkin juga menyukai