Pembimbing
Mengetahui,
Pimpinan Instansi/Industri
Menyetujui:
Mengetahui :
IDENTITAS SISWA
Siswa,
Novan Ramdan
NISN. 0017776770
IDENTITAS SISWA
Siswa,
IDENTITAS INSTANSI/PERUSAHAAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan yang telah dilaksanakan di Kertasari Food.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan di SMK Negeri 7 Bandung.
Kegiatan PKL dimaksud sebagai salah satu bekal dalam memasuki jenjang dunia usaha
atau dunia industri dan untuk memupuk sikap mental yeng lebih baik dalam melaksanakan
kewajiban sebagai penerus bangsa sehingga mampu dan siap bekerja.
Dalam penulisan laporan PKL ini pula memiliki manfaat bagi kami pribadi selaku seorang
siswi dan siswa yang sedang menjalani proses pembelajaran yaitu sebagai acuan atau referensi
untuk mengenal serta mempelajari materi apa yang telah diberikan dari sekolah sehingga siswa
dapat mengaplikasikannya saat melaksanakan PKL.
Sehubung dengan terlaksananya praktik kerja lapangan (PKL) ini tidak terlepas dari
bantuan dorongan dari semua pihak secara moral maupun material, oleh karena itu kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberikan kami kesehatan dan kelancaran dalam melaksanakan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Kertasari Food.
2. Keluarga tercinta yang mana telah mendo’akan dan mendukung baik dari segi moral
maupun dari segi motivasi dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL).
3. Ibu Ir. Deudeu Mulyati selaku kepala sekolah SMK Negeri 7 Bandung yang telah
memberikan dukungan dan motivasi.
4. Bapak Drs. Dedi Ibrahim, M.pd selaku Waka Hubin SMK Negeri 7 Bandung.
5. Ibu Rani Purnama Dewi, S.Pd pembimbing sekolah, yang telah memantau selama
melaksanakan PKL.
6. Ibu Nani, S.Si selaku wali kelas XII-K2 di sekolah yang selalu memberikan dukungan dan
motivasi.
7. Ibu Barkah Dwi Endah Yunitasari, S.T. selaku ketua kompetensi keahlian Kimia Industri di
SMK Negeri 7 Bandung.
8. Rekan satu kelas dan satu angkatan yang sudah saling membantu dan saling memberi
semangat dalam melaksanakan praktik kerja lapangan ( PKL).
9. Dan semua pihak yang telah membantu tersusunnya laporan ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membantu untuk penulisan
laporan berikutnya di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, semoga semua
bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi semua pihak
yang membaca laporan ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami perubahan serta
kemajuan sesuai dengan perkembangan zaman. Negara Indonesia butuh akan pengetahuan dan
teknologi untuk bisa menyertakan diri dengan kemajuan zaman. Bangsa Indonesia sebagai
negara berkembang tidak akan maju selama bangsa Indonesia tidak memperbaiki kualitas
sumber daya manusia dan tidak menunjang pendidikan yang layak. Pendidikan adalah salah satu
bentuk upaya untuk mengubah cara pemikiran bangsa Indonesia agar mengalami kemajuan yang
positif, pendidikan yang mapan dan cara pola pikir yang kritis, kreatif dan inovatif.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia ingin
mewujudkan masyarakat yang cerdas dan kreatif, maka bangsa Indonesia harus memiliki
pengetahuan yang luas agar dapat berpikir untuk berinovasi dan tidak bergantung kepada orang
lain. Maka dari zaman sekarang Indonesia mengembangkan Sekolah Menengah Kerjuruan
(SMK) yang tidak hanya siap bekerja tetapi dapat meningkatkan sumber daya manusia (SDM)
yang lebih baik.
Untuk mewujudkan hal tersebut, di dalam salah satu program SMK diadakan kegiatan
Praktik Kerja Lapangan (PKL). Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu kegiatan
intrakurikuler yang dilaksanakan oleh siswa Sekolah Kejuruan, mencakup pengalaman kerja
dan tugas lain yang sesuai dengan program keahliannya masing-masing. Praktik Kerja
Lapangan (PKL) yang dilaksanakan pada semester IV dan V, tidak diartikan dengan
pengenalan medan dan pembentukan keterampilan terbatas sehingga secara sepenuhnya
siswa dapat berdiri sendiri
Praktik kerja lapangan (PKL) adalah kegiatan outsourcing yang dilaksanakan selama 2
(dua) kali selama 3 (tiga) bulan di 2 (dua) industri/instansi yang berbeda, program ini wajib
dilaksanakan oleh seluruh siswa SMK Negeri 7 Bandung dilaksanakan pada semester 4 (empat)
dan semester 5 (lima).
Berdasarkan klausul 7.5.1 dan POS 7.5.1b bahwa perlunya pengendalian proses
outsourcing dengan menerapkan persyaratan dan pengisian format pelaksanaan. Persyaratan
tersebut menyangkut persyaratan siswa, pendidik, kualifikasi instansi/industri, kompetensi yang
diberikan instansi/industri, dan kesesuaian kompetensi. Sehingga siswa yang melaksanakan
praktek kerja lapangan dapat dipastikan keberhasilannya.
jumlah produksi yang semula hanya 150 sampai 200 botol per hari, semakin lama semakin
meningkat jumlahnya, jangkauan dan pemasarannya pun semakin luas.
Pada Tahun 1949 tanah dan bangunan pabrik dibeli oleh Ibu Hana Witjahja dan mulai
saat itu secara bertahap pembangunan pabrik mulai berkembang. Pabrik yang sederhana diubah
menjadi bangunan yang permanen. Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga, dimana
pengelolaan diwariskan secara turun temurun. Saat ini pengelolaan perusahaan dipercayakan
kepada putranya yaitu Bapak Herman Witjahja. Semenjak perusahaan ini dikelola oleh beliau,
perusahaan mengalami kemajuan pesat. Jumlah produksi per hari semakin meningkat sekitar
1.000 sampai 1.500 botol.
Pada tahun 1993 perusahaan ini menambah produk baru yaitu sambal pedas dan saus
tomat. Hingga kini telah banyak produk yang diproduksi, dimana jumlah produksi dan
pemasarannya pun semakin luas.
Kertasari Food selalu memperhatikan setiap proses pembuatan produk mulai dari
pemilihan bahan baku, proses pembuatan, pengemasan, sampai tahap pengujian produk untuk
menghasilkan produk terbaik yang berkualitas.
Untuk menjaga mutu, perusahaan telah memeriksa produk secara berkala. Produk
Kertasari Food telah terdaftar di Departemen Kesehatan dengan Nomor Dep.Kes RI No. SP.
0039/10/01/88 dan telah menerima Sertifikat Halal dari MUI dengan nomor Sertifikat
MUI/JB100005.
MISI
1. Menjadi perusahaan yang menghasilkan saus, sambal, kecap dan produk makanan
berkualitas unggulan dan terus berinovasi untuk memberikan produk-produk makanan
terbaik pada konsumen
2. Menjadi perusahaan produk makanan yang memberi perhatian besar dan menjadi mitra
kerja terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggannya
3. Menjadi perusahaan yang memberkati seluruh karyawan, lingkungan sekitar, kota &
bangsanya
“ DIBERKATI UNTUK MEMBERKATI ”
Asisten Produksi
Produksi Pembelian
R&D
Divisi Tepung
Gudang Bahan
Baku
Quality Control Divisi Bumbu
Lab QC
Kepala Pabrik
Pengolahan
Limbah
Umum
Security
Bab II
Kegiatan Di Lini Industri
Di Pabrik Kecap, Saus Tomat & Sambal Kertasari Food pada bagian Pengujian Mutu
terdapat beberapa ruang lingkup pengujian, yaitu Uji Organoleptik, Uji Kekentalan (Viskositas),
Uji Kandungan Gula (Brix), Uji Kandungan Garam (Salt), Uji Derajat Keasaman (pH), dan Uji
Mikrobiologi Metode Angka Lempeng Total (ALT). Beberapa pengujian ini dilakukan untuk
menentukan apakah produk dapat dipasarkan atau tidak.
2. Rotor no 1 untuk penguuran dengan angka viskositas 3 dPas sampai 150 dPas
3. Rotor no 2 untuk pengukuran dengan angka viskositas 100 dPas sampai 4000 dPas
Pengujian kekentalan (Viskositas) dilakukan dengan cara memasukkan spin spindle atau
rotor ke dalam sampel sambal di dalam toples sebanyak 350 gram, kemudian alat viscometer
dinyalakan dan dilakukan pembacaan pada display, setelah itu hasil pembacaan ditulis pada form
yang telah disediakan.
Dengan kemampuannya alat ini mampu mengukur tingkat kekentalan dari produk dengan
akurat dan spesifik sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Produk Saus dan Sambal
3.1.1. Sambal Pedas atau Sambal Cabai
Saus secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu produk yang merupakan hancuran
dari beberapa bahan pangan yang tergolong sayuran, seperti tomat dan cabai (Fardiaz, 1992).
Standar Nasional Indonesia (SNI 01- 2976-2006) mendefinisikan saus cabai sebagai saus yang
diperoleh dari pengolahan bahan utama cabai (Capsium sp.) yang telah matang dan bermutu baik
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan digunakan sebagai penyedap makanan.
Bahan-bahan yang dapat digunakan antara lain garam, gula, bawang putih, dan pengental.
Berikut ini mengenai syarat mutu saus sambal menurut Standart Nasional Indonesia
(SNI).
Tabel 3.1. Syarat Mutu Saus Sambal.
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Bau - Normal
Rasa - Normal
Jumlah padatan terlarut % b/b Min. 20
Mikroskopis - Cabe positip
pH - Maks. 4
Bahan tambahan
makanan Sesuai peraturan di bidang makanan
Pewarna yang berlaku
Pengawet
Pemanis Buatan
Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 5,0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 / 250,0 *
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
Cemaran mikroba
4
Angka lempeng Koloni/g Maks 1 x 10
total APM/g <3
Bakteri koliform Koloni/g Maks 50
Kapang
*untuk yang dikemas dalam kaleng
Sumber : SNI, 2006
Proses pembuatan saus cabai meliputi pencucian, pemotongan tangkai dan pembuangan
biji cabai, pengukusan pada suhu 100oC selama satu menit, penggilingan, penambahan garam,
bahan pengawet, gula, asam cuka, penyedap, maizena, dan air, dilanjutkan dengan proses
pengadukan, pemasakan dengan api kecil sampai mendidih dan mengental, pemasukan dalam
botol steril, exhausting, dan penutupan botol serta pendinginan (Setiadi, 1987).
Berikut ini mengenai syarat mutu saus tomat menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).
Tabel 3.2. Syarat Mutu Saus Tomat
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Bau - Normal
Rasa - Normal khas tomat
Warna Normal
Jumlah padatan terlarut Brix, 20 °C Min. 30
Keasaman, dihitung
% b/b Min. 0,8
sebagai asam asetat
Bahan tambahan makanan Sesuai dengan
Pengawet SNI 01-0222-1995 dan peraturan
Pewarna tambahan dibidang makanan yang berlaku
Cemaran logam
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 50,0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 * / 250,0 **
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
Cemaran mikroba
2
Angka lempeng total Koloni/g Maks 2 x 10
Kapang dan khamir Koloni/g Maks. 50
*dikemas di dalam botol
**dikemas di dalam kaleng
Sumber : SNI, 2004
3.2.2. Viskositas
Saus merupakan produk olahan yang mempunyai tekstur halus dan kekentalannya
memungkinkan produk tersebut untuk dapat dialirkan. Untuk mendapatkan saus dengan
kekentalan yang baik dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengisi. Bahan pengisi yang
biasa digunakan antara lain tepung jagung, tepung tapioka, dan tepung ubi jalar.
Lebih lanjut menurut Muchtadi (1989), pada konsentrasi rendah, pati mampu
memberikan tekstur, mengentalkan, memadatkan, serta memperpanjang umur simpan beberapa
jenis makanan
Viskositas atau kekentalan merupakan salah satu parameter penting dalam produk saus
dan sambal karena viskositas sangat terkait dengan penampakan saus dan sambal yang
dihasilkan, kemudahan dalam pengemasan, dan kemudahan dalam mengalirkan saus dan sambal
saat dituang. Saus yang memiliki viskositas yang sangat tinggi (sangat kental) akan menyulitkan
konsumen saat menuang saus dan menyebabkan industri membutuhkan daya pompa yang lebih
besar untuk mengalirkan saus ke dalam mesin pengemas karena semakin kental suatu fluida
maka diperlukan gaya yang semakin besar agar fluida tersebut dapat mengalir (Toledo, 1980).
Saus yang terlalu encer juga tidak dikehendaki oleh konsumen. Oleh karena itu, saus dengan
kekentalan yang tepat merupakan salah satu parameter penting dalam penerimaan produk.
Viskositas saus disebabkan oleh adanya peranan pati yang terkandung dalam tepung.
Menurut Gaman dan Sherrington (1981), jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan
menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai menggelembung. Ini terjadi saat temperatur
meningkat dari 60oC samapi 85oC. Granula-granula dapat menggelembung hingga volumenya
lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi
kental.
Menurut Winarno (1992), terjadinya peningkatan viskositas ini disebabkan air yang
dulunya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah
berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi. Saat suhu kira-kira
85oC, granula pati pecah dan isinya terdispersi merata ke seluruh air di sekelilingnya.
Saat pendinginan, jika perbandingan pati dan air cukup besar, molekul pati membentuk
jaringan dengan molekul air terkurung di dalamnya sehingga terbentuk gel. Keseluruhan proses
ini dinamakan gelatinisasi. Gelatinisasi pati ini sangat penting dalam proses pengolahan produk
pangan yang menginginkan terjadinya proses pengentalan (Gaman dan Sherrington, 1981).
3.2.3. Refractometer
Gula (sukrosa) memiliki peranan penting dalam teknologi pangan, karena fungsinya yang
beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk cita rasa,
bahan pengisi, pelarut, dan sebagai pembawa trace element (Nicol, 1982). Fungsi utama sukrosa
sebagai pemanis memegang peranan penting, karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu
makanan, yaitu dengan menutupi cita rasa yang tidak menyenangkan.
Sama halnya dengan gula, garam juga memiliki peranan penting sebagai pemberi rasa
asin, pengawet dan pembentuk cita rasa.
Pengukuran brix adalah salah satu aplikasi paling umum dalam industri makanan.
Singkatnya, pengukuran brix adalah penentuan kandungan gula (sukrosa) murni dalam air (1
derajat brix = 1g sukrosa dalam 100g larutan).
Refractometer adalah sebuah alat yang biasa digunakan untuk mengukur brix dan salt
dalam suatu larutan. Pengukuran dilakukan dengan meneteskan sampel pada kaca sensor
kemudian angka brix dan salt dapat segera dibaca.
Refractometer disebut sebagai pengukur indeks pembiasan pada cairan yang dapat
digunakan untuk mengukur kadar gula dan garam. Prinsip alat ini adalah memanfaatkan indeks
bias cahaya, karena memanfaatkan cahaya maka alat ini harus dipakai ditempat yang
mendapatkan banyak cahaya.
Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan hitungan cawan (Total Plate Counts)
berdasarkan pertumbuhan dapat dilihat langsung tanpa mikroskop (Fardiaz, 1992). Menurut
Jutono (1980), tidak semua jumlah bakteri dapat dihitung. Ada beberapa syarat perhitungan yang
harus dipenuhi, yaitu :
1. Jumlah koloni tiap petri dish antara 30-300 koloni, jika memang tidak ada yang memenuhi
syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 300
2. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petri dish, koloni tersebut
dikenal sebagai spreader.
3. Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang bertururt-turut antara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil
dari 2 hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai jumlah mikroba dari
hasil pengenceran sebelumnya.
4. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata. Dalam perhitungan
jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran. Pada pengenceran dengan
menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga kelompok sel
dapat terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah
mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan
lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah.
5. Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada cawan tersebut
dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300
sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1992).
Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah
pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah mikrobia, dimana suatu saat
didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung. Inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam karena
jumlah mikrobia maksimal yang dapat dihitung, optimal setelah masa tersebut yaitu akhir
inkubasi. Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat
dilihat langsung oleh mata (Waluyo, 2004).
Larutan pengencer/ larutan fisiologis adalah larutan yang digunakan untuk mengencerkan
contoh pada analisis mikrobiologi. Pengenceran dilakukan untuk memperoleh contoh dengan
jumlah mikroba terbaik untuk dapat dihitung yaitu antara 30 sampai 300 sel mikroba per ml.
Pengenceran biasanya dilakukan 1:10, 1:100, 1:1000, dan seterusnya. Pengenceran adalah
melarutkan atau melepasan mikroba dari substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah
penanganannya. Tujuan pengenceran yaitu untuk mengurangi kepadatan kepadatan bakteri yang
ditanam (Fais, 2009). Pengenceran merupakan proses yang dilakukan untuk menurunkan atau
memperkecil konsentrasi larutan dengan menambah zat pelarut ke dalam larutan sehingga
volume larutan menjadi berubah (Nurohaianah et al, 2007).
Seperti halnya media, larutan yang digunakan untuk mengencerkan contoh biasanya
mangandung buffer untuk menjaga keseimbangan ion dari mikroba. Buffer yang digunakan
untuk pembuatan media dan larutan pengencer adalah fosfat. Pengunaan fosfat dikarenakan satu-
satunya komponen anorganik yang mengandung sifat buffer pada kisaran pH normal, yaitu
merupakan pH yang dapat mempertahankan keseimbangan fisiologi dari mikroba. Selain dari itu
fosfat tidak mempunyai unsur racun bagi mikroba. Garam fosfat yang sering digunakan sebagai
buffer adalah kalium monohidrogen fosfat atau kalium hidrogen fosfat. Sebagai larutan
pengencer, selain larutan yang mengandung buffer fosfat, dapat juga digunakan larutan garam
fisiologi (0,85%) atau larutan reagen seperti larutan NaCl. Larutan pengencer ditempatkan dalam
tabung reaksi adalah 9 ml setiap tabung nya.
3.2.5.3. Bakteri
Bakteri adalah salah satu jenis makhluk renik yang tidak memiliki membran sel serta
tidak dapat dilihat kasat mata karena ukurannya yang sangat kecil. Beberapa kelompok bakteri
dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya dapat
memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri. Struktur sel bakteri relatif
sederhana: tanpa nukleus/inti sel, kerangka sel, dan organel-organel lain seperti Mitokondria dan
Kloroplas.
5. Salmonella
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat
yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne. Secara sederhana, Salmonella ialah
kelompok bakteri yang menyebabkan tifus dan juga menyebabkan makanan menjadi beracun.
Biasanya bakteri ini dapat ditemukan di tanah, air, makanan mentah, dan beberapa kotoran
hewan.
2. Kelembaban Relatif
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembaban relatif (relative humidity, RH) yang
cukup tinggi, kira-kira 85%. Kelembaban relatif dapat didefinisikan sebagai kandungan air yang
terdapat di udara. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan
kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan. Sebagai
contoh, bakteri Escherichia coli akan mengalami penurunan daya tahan dan elastisitas dinding
selnya saat RH lingkungan kurang dari 84%.
Bakteri Gram positif cenderung hidup pada kelembaban udara yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bakteri Gram negatif terkait dengan perubahan struktur membran selnya
yang mengandung lipid bilayer.
3. Cahaya
Cahaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Secara
umum, bakteri dan mikroorganisme lainnya dapat hidup dengan baik pada paparan cahaya
normal.
4. Radiasi
Radiasi pada kekuatan tertentu dapat menyebabkan kelainan dan bahkan dapat bersifat
letal bagi makhluk hidup, terutama bakteri. Terdapat kelompok bakteri tertentu yang mampu
bertahan dari paparan radiasi yang sangat tinggi, yaitu kelompok Deinococcaceae. Pada
umumnya, paparan energi radiasi dapat menyebabkan mutasi gen dan putusnya
rantai DNA. Apabila terjadi pada intensitas yang tinggi, bakteri dapat mengalami
kematian. Deinococcus radiodurans memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap mekanisme
perusakan materi genetik tersebut melalui sistem adaptasi dan adanya proses perbaikan rantai
DNA yang sangat efisien.
9) Matikan alat viskotester dengan menekan tombol “ OFF” dan naikkan spindle
keatas
10) Cata hasil pembacaan pada form yang telah disediakan.
11) Bersih dan keringkan kembali bagian spindle sebelum melakukan pengujian
kekentalan untuk sampel selanjutnya.
c. Tissue
3. Prosedur Kerja
1) Siapkan alat Refractometer Brix dan Salt
2) Lakukan proses kalibrasi Refractometer dengan cara :
a. Membuka penutup kaca prisma
b. Diatas kaca prisma diteteskan 1 atau 2 tetes aquadest
c. Penutup kaca prisma lalu ditutup dengan perlahan dan pastikan aquadest
memenuhi permukaan kaca prisma
d. Refractometer diarahkan pada cahaya terang, kemudian dilihat pembacaan skala
melalui lubang teropong
e. Jika skala kabur, lubang teropong diputar hingga pembacaan skala tampak jelas
f. Pastikan garis batas biru tepat pada skala 0
g. Jika garis batas biru tidak tepat pada skala 0, skrup pengatur skala diputar hingga
garis batas biru tepat pada skala 0
h. Setelah kalibrasi selesai, kaca prisma dibersihkan menggunakan tissue.
3) Setelah melakukan proses kalibrasi, lakukan pemeriksaan kadar gula dan garam pada
sampel dengan cara :
4) Oleskan sampel yang akan di uji di bagian kaca prisma Refractometer Brix untuk
pemeriksaan kadar gula dan Refractometer Salt untuk pemeriksaan kadar garam
5) Penutup kaca prisma lalu ditutup dengan perlahan dan pastikan sampel memenuhi
permukaan kaca prisma
6) Refractometer diarahkan pada cahaya terang, kemudian dilihat pembacaan skala
melalui lubang teropong
7) Jika skala kabur, lubang teropong diputar hingga pembacaan skala tampak jelas
8) Untuk pemeriksaan garam jika tidak terbaca, lakukan pengenceran sampel dengan
cara:
a. Timbang 1 gram sampel ke dalam gelas kimia
b. Buffer pH 4
c. Buffer pH 7
d. Sampel
e. Kertas saring
3. Prosedur Kerja
1) Persiapan Alat
a. Cek alat yang telah dicuci dan dikeringkan menggunakan kassa yang telah diberi
alkohol 70%.
b. Alat yang telah di cek dibungkus menggunakan kertas perkamen atau alumunium foil.
c. Alat yang telah dibungkus disterilisasi menggunakan oven pada suhu 180°C selama
±2 jam.
d. Alat yang telah steril dimasukan kedalam keranjang lalu dibungkus menggunakan
plastik lalu ikat.
e. Masukkan ke dalam lemari UV atau Ruang steril.
2) Persiapan Sampel
a. Bersihkan bagian luar plastik sampel sambal yang telah di karantina selama 2 hari
menggunakan lap bersih beralkohol.
b. Masukan ± 20 gram sampel sambal kedalam plastik klip berdasarkan no.batch-nya.
c. Timbang 2 gram sampel kedalam gelas kimia yang telah dibungkus plastik.
3) Persiapan Bahan
A. Larutan Fisiollogis ( Natrium Chlorida 0,85% )
a. Timbang Natrium chloride kedalam kertas timbang.
b. Masukan kedalam labu Erlenmeyer 500 mL ber-stirrer yang telah disterilkan.
c. Larutkan menggunakan aquadest.
Perhitungan :
Volume larutanNaCl 0,85% = Ʃsampel x 9 x 3
Ket:
9 : volume larutanNaCl 0.85% per tabung
3 : Ʃ pengenceran
4) Pembuatan Kontrol
A. Kontrol Larutan Fisiollogis (Natrium Chlorida 0,85% )
a. Siapkan satu buah cawan petri dan diberi label control NaCl 0.85%
5) Pengerjaan Sampel
a. Ditambahkan 18 mL larutan NaCl 0,85 % steril ke dalam wadah steril yang berisi
sampel, dihomogenkan dengan vortex mix selama 1 menit sampai dengan 2 menit.
Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1.
b. Dipindahkan 1 ml suspensi pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke dalam
larutan 9 ml NaCl 0,85 % steril untuk mendapatkan pengenceran 10-2.
c. Dibuat pengenceran 10-3 dan 10-4 dengan cara yang sama seperti pada poin b.
d. Selanjutnya dimasukkan sebanyak 1 ml suspensi dari setiap pengenceran ke
dalam cawan petri secara duplo.
e. Ditambahkan 15 mL media Plate Count Agar (PCA) steril yang sudah
didinginkan hingga temperatur 45 °C ± 1 °C pada masing-masing cawan yang
sudah berisi suspensi. Supaya larutan sampel dan media PCA tercampur
Perhitungan TPC :
Tabel 3.4. Standar Viskositas, Brix, Salt, pH dan Mikrobiologi Saus dan Sambal
Standar Saus dan Sambal
Kode
No Viskositas Brix Salt Mikrobiologi metode
Produk pH
(dPas) (%) (%) ALT (cfu/g)
BAB IV
DATA PENGAMATAN
Dari hasil pengujian yang sudah di lakukan di dapatkan data pengamatan sebagai berikut :
Lolos dengan
7 15-07-19 IDL 01 13-07-19 Sesuai 95 17 11 4,14 1,0 x 102
catatan
Lolos dengan
8 16-07-19 IDL 01 15-07-19 Sesuai 80 18 12 4,15 1,0 x 10²
catatan
9 18-07-19 IDL 01 17-07-19 Sesuai 75 19 15 4,06 - Tidak Lolos
Lolos dengan
10 22-07-19 IDL 01 20-07-19 Sesuai 80 18 13 4,05 1,0 x 102
catatan
-07-19
Catatan :
- Untuk produk dengan hasil Viskositas kurang atau melebihi standar (diberi warna merah pada hasil), kemudian sambal
dinyatakan tidak lolos dan tidak dilanjutkan ke tahap pemeriksaan selanjutnya (Tahap II) yaitu pemeriksaan Angka
Lempeng Total (ALT)
- Untuk produk dengan hasil Brix, Salt dan pH kurang atau melebihi standar (diberi warna biru pada hasil), kemudian sambal
dinyatakan lolos dengan catatan (Selanjutnya dilihat dari hasil uji organoleptik, jika lolos/tidak ada penyimpangan makan
produk diloloskan)
BAB V
Pembahasan
5.1 Uji Tahap I
Penguian Tahap Pertama ini Meliputi Pengujian Kekentalan (Viskositas), Kandungan
Gula (Brix), Kandungan Garam (Salt), Derajat Keasaman (pH), Uji Kematangan, Dan Uji
Organoleptik.
Uji Kekentalan (Viskositas)
Pada Uji Kekentalan, Praktikan menguji kekentalan menggunakan Viscometer. Setiap
sampel saus memiliki kekentalan yang berbeda-beda. Uji dilakukan saat sampel sudah
dingin. Jika viskositas diuji saat sampel masih panas/hangat maka akan didapat viskositas
yang lebih rendah.
Uji Kandungan Gula (Brix) dan Kandungan Garam (Salt)
Uji ini berguna untuk memeriksa kandungan gula dan kandungan garam pada saus,
adapun alat yang digunakan yaitu Refractometer Brix, Refractometer Salt. Pada
Refractometer Brix terdapat 2 jenis, yaitu Refractometer Brix N1 dan N2. Pada
Refractometer N1 terdapat angka 0 sampai 30 untuk mengukur kadar gula yang tidak
terlalu tinggi, sedangkan pada Refractometer N2 terdapat angka 30 sampai 80 untuk
mengukur kadar gula yang lebih tinggi.
Derajat Keasaman (pH)
Sebelum menggunakan pH meter untuk menguji derajat keasaman sampel, pH meter
harus dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan Larutan Buffer 4 atau Buffer 7. Untuk
mengecek derajat keasaman sampel, Batang pH Meter dicelupkan lalu digerakan secara
memutar agar keasaman yang terbaca di digit pH meter menunjukan angka yang konstan.
Uji Organoleptik
Pengujian ini dilakukan setiap hari setelah sampel saus dan sambal selesai diproduksi.
Penilaian Uji Organoleptik ini meliputi aroma, penampilan, rasa, dan warna sesuai
standar mutu Kertasari Food.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dengan dilaksanakannya program Praktik Kerja Lapangan ini, siswa dapat
mengintegrasikan antara teori dan praktikum yang diajarkan di sekolah, media untuk
menemukan titik kesesuaian kompetensi antara SMK dengan instansi/industri,
Meningkatkan kemampuan siswa pada bidang Knowledge, Attitude, dan Skill, sesuai
dengan tuntutan Instansi/Industri, Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian
profesional dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan
lapangan kerja, Memantapkan siswa dalam pengembangan dan penerapan pelajaran dari
sekolah di industri tempat PKL.
6.2 Saran
Pada akhir dari bagian karya tulis ini, kami akan menyampaikan saran-saran, baik
untuk pihak sekolah maupun bagi pihak industri/instansi tentang pelaksanaan Praktik
Kerja Lapangan.
Untuk Industi/Instansi
1. Diharapkan agar kerjasama antara sekolah dan industri/instansi lebih ditingkatkan
dengan banyak memberi peluang kepada siswa/i SMK untuk Praktik Kerja
Lapangan.
2. Untuk para karyawan lebih ditingkatkan lagi motivasi dan kedisiplinannya dalam
bekerja.
3. Hubungan karyawan dengan siswa/i PKL diharapkan selalu terjaga
keharmonisannya agar dapat tercipta suasana kerjasama yang baik.
Untuk Sekolah
1. Pemantauan terhadap siswa/i yag sedang prakerin maupun yang baru akan
melaksanakan PKL agar lebih ditingkatkan lagi untuk meyakinkan pihak industri
terhadap program PKL ini.
2. Dalam pembekalan materi fisik maupun mental agar lebih ditingkatkan terutama
untuk pembinaan mental siswa/i.
3. Dan juga guru-guru selalu memberikan motivasi,bimbingan, dan keringanan pada
siswa/i yang sedang PKL.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
ALAT
LAMPIRAN B
HASIL PENGAMATAN