Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI K3 PENYAKIT AKIBAT KERJA

Dosen Pengampu : Pipid Ariwibowo, S.KM, M.KKK

Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Abimanyu Kurniawan (201603001)
2. Desti Maharani (201603010)
3. Eni Suwinawati (201603018)

SEMESTER 6
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah “EPIDEMIOLOGI K3 PENYAKIT AKIBAT
KERJA” dapat terselesaikan.
Makalah ini untuk menambah referensi tentang kesehatan dan keselamatan
kerja dengan sajian yang sederhana dan bahasa yang mudah untuk dipahami.
Dengan makalah ini kami berharap dapat memberikan pemahaman mengenai
langkah-langkah tanggap, khususnya mengenai kesehatan dan keselamatan kerja
kepada para mahasiswa kesehatan masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia
Madiun.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari campur tangan banyak pihak.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah
memberikan kami kesehatan sehingga dapat menyelesikan tugas ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu yang telah memberikan ilmu
dan pengalaman berharga juga waktunya untuk kami. Dan terima kasih juga
kepada teman-teman kelompok yang sudah bekerja keras sehingga dapat
mewujudkan makalah ini.
Kami menyadari bahwa tiada hasil karya manusia yang sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan demi
perbaikan hasil karya ini dimasa yang akan datang.

Madiun, 6 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i


KATA PENGANTAR .....................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Tujuan ........................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah ......................................................................................2
1.4 Manfaat ......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja...................................................................3
2.2 Faktor-faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja..........................................3
2.3 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja................................................................5
2.4 Identifikasi Potensi Bahaya........................................................................8
2.5 Pengendalian dan Pencegahan Potensi Bahaya..........................................9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................13
3.2 Saran ..........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di
Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Padahal kemajuan
perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan
peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya
harus bersifat manusiawi atau bermartabat. Keselamatan kerja telah menjadi
perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.  Faktor keselamatan kerja
menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada
gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan
kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum
terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-
alat pengaman walaupun sudah tersedia. Setiap orang membutuhkan pekerjaan
untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor
yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit
atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan
dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan
untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu penyakit akibat kerja?
1.2.2 Apa saja faktor-faktor penyakit akibat kerja?
1.2.3 Apa saja diagnosis penyakit akibat kerja?
1.2.4 Bagaimana cara mengidentifikasi potensi bahaya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui apa itu penyakit akibat kerja.
1.3.2 Mengetahui apa saja faktor-faktor penyakit akibat kerja.
1.3.3 Mengetahui apa saja diagnosis penyakit akibat kerja.
1.3.4 Mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi potensi bahaya.

1.4 Manfaat
1.4.1 Dapat mengetahui apa itu penyakit akibat kerja.
1.4.2 Dapat mengetahui apa saja faktor-faktor penyakit akibat kerja.
1.4.1 Dapat mengetahui apa saja diagnosis penyakit akibat kerja.
1.4.2 Dapat mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi potensi bahaya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja


Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun
1993, adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja.
Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi,
ataupun psikologi di tempat kerja.
World Health Organization (WHO) membedakan empat kategori Penyakit
Akibat Kerja :
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis kronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja


Faktor-faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) tergantung
pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun
cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5
golongan:
1. Bahaya Faktor Fisik
Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara
lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan
sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan
dari proses produksi atau produk samping yang tidak diinginkan.
2. Bahaya Faktor Biologi

3
Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti
pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam
perkantoran yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai penyakit
yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya
tabakosis pada pekerja yang mengerjakan tembakau, bagasosis pada
pekerja - pekerja yang menghirup debu-debu organic misalnya pada
pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit paru oleh jamur
sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu organik, misalnya pernah
dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru pada pekerja
gandum. Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah satu
contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur
kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah
atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti
pencuci. Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja
lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja
lainnya. Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit
menular, antara lain imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau suntikan,
mutlak dilakukan untuk pekerja-pekerja di Indonesia sebagai usaha
kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa imunisasi dengan vaksin cacar
terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan para tipus
perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi terhadap TBC dengan
BCG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan keluarganya yang
reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi terhadap difteri,
tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha
kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju
diberikan pula imunisasi dengan virus influenza.
3. Bahaya Faktor Kimia
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan
kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan
menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan
kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau

4
kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain:
inhalasi (menghirup), pencernaan (menelan), penyerapan ke dalam kulit
atau kontak invasif.
4. Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja (Fisiologis)
Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan
produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung
berhubungan dgn disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat
memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan
kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin
pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan
dan risiko.
Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus
diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi
kesehatan. Tempat – tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan
untuk pekerja-pekerja dan pekerjapekerja harus diberi kesempatan yang
cukup untuk menggunakannya.
5. Bahaya Faktor Psikososial: lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

2.3 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja


Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu
perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi
yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut
dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:
1. Menentukan diagnosis klinis.
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan
memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya
dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik
ditegakkan kemudian dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2. Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama bekerja.

5
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja
adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan
pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat
pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secara kronologis.
b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan.
c) Bahan yang diproduksi.
d) Materi (bahan baku) yang digunakan.
e) Jumlah pajanannya.
f) Pemakaian alat perlindungan diri (masker, sarung tangan, dll.).
g) Pola waktu terjadinya gejala.
h) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami
gejala serupa).
i) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
(MSDS, label, dan sebagainya).
3. Menentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan
penyakit tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung
pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang
diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah
yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan
diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang
mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan
sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi,
jumlah, lama, dan sebagainya).
4. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk
dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi

6
penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan
kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat
kerja.
5. Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat
pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya
penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga
risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih
sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6. Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit.
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit?
Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat menjadi
penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak
selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
7. Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh
pekerjaannya.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu
keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar
ilmiah. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan
merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan
hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini
perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu
pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila
tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien
tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan
pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah
ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya,

7
tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya
penyakit.

2.4 Identifikasi Potensi Bahaya


1. Golongan Fisik : Radiasi Tidak Mengion
Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari radiasi tidak
mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu (ultra violet).
Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang radio, televisi,
radar dan telepon. Gelombang mikro mempunyai frekuensi 30 kilo hertz –
300 giga hertz dan panjang gelombang 1 mm – 300 cm. Radiasi
gelombang mikro yang pendek < 1 cm yang diserap oleh permukaan kulit
dapat menyebabkan kulit seperti terbakar. Sedangkan gelombang mikro
yang lebih panjang (> 1 cm) dapat menembus jaringan yang lebih dalam.
Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik,
laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet.
Panjang felombang sinar ultra violet berkisar 1 – 40 nm. Radiasi ini dapat
berdampak pada kulit dan mata.
2. Golongan Kimiawi : Zat Karsinogen
Pada Pencernaan (menelan) bahan kimia seperti zat karsinogen
dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang terkontaminasi, makan
dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di lingkungan yang
terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat dihirup, karena
bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atau tenggorokan. Zat beracun
mengikuti rute yang sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju
perut.
3. Golongan Biologis : Bakteri Penyebab Infeksi (Staphylococcus).
Staphylococcus merupakan kelompok bakteri yang dapat
menyebabkan sejumlah penyakit sebagai akibat dari infeksi pada jaringan
tubuh Anda.
4. Golongan Fisiologis : Penetapan Tempat Kerja Dan Cara Kerja.

8
Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan
produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung
berhubungan dengan disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat
memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan
kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin
pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan
dan risiko.
Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus
diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi
kesehatan. Tempat – tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan
untuk pekerja-pekerja dan pekerja-pekerja harus diberi kesempatan yang
cukup untuk menggunakannya.
Ini berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan
dengan kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk
menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan
workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi
pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja yang
sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau
menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian
antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja
harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan
otot, kelelahan yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.
5. Golongan psikososial :
Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi indivisu yang
berkenaab dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan
objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas wajar
dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila
intensitasnya tinggi dan bersifat negative dapat menimbulkan kerugian dan
dapat mengganggu keadaan fisik psikis individu yang bersangkutan
(Gustiar, 2010: 9).

9
2.5 Pengendalian dan Pencegahan Potensi Bahaya
1. Pengendalian dan pencegahan efek daripada radiasi sinar tidak mengion
adalah:
a) Sumber radiasi tertutup.
b) Berupaya menghindari atau berada pada jarak yang sejauh mungkin
dari sumber-sumber radiasi tersebut.
c) Berupaya agar tidak terus menerus kontak dengan benda yang dapat
menghasilkan radiasi sinar tersebut.
d) Memakai alat pelindung diri.
e) Secara rutin dilakukan pemantauan.
2. Pengendalian dan pencegahan efek daripada kimiawi :
a) Kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan
negatif (sifat beracun). Semua bahan kimia harus dianggap sebagai
sumber potensi bahaya sampai dampak bahan kimia tersebut
sepenuhnya diketahui.
b) Wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini dapat membantu untuk
menentukan bagaimana mereka bisa kontak atau masuk ke dalam tubuh
dan bagaimana paparan dapat dikendalikan.
c) Bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia
misalnya dengan memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada
sumber polutan, menggunakan rotasi pekerjaan untuk mempersingkat
pajanan pekerja terhadap bahaya.
d) Jenis Alat Pelindung Diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi
pekerja, seperti respirator dan sarung tangan.
e) Bagaimana mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia yang
sesuai melalui Lembar Data Keselamatan (LDK) dan label dan
bagaimana menginterpretasikan LDK dan label tersebut.
3. Pengendalian dan pencegahan efek golongan biologis:
a) sering mencuci tangan, yakni sebelum dan sesudah menyentuh kulit
yang rusak atau mengalami luka.

10
b) menjaga luka tetap tertutup dengan menggunakan perban steril, agar
luka tetap kering dan cepat sembuh.
c) mengganti tampon sesering mungkin agar Anda terhindar dari infeksi
bakteri yang membahayakan ini.
d) hindarkan barang-barang pribadi Anda agar tidak bercampur dengan
orang lain, seperti seprai, pisau cukur, handuk, dan pakaian; dan cucilah
pakaian serta selimut dalam air yang panas, agar bakteri ini mati dan
tidak lagi membahayakan.
e) Jika pengobatan dan pencegahan yang dilakukan tidak membuahkan
hasil, segera pergi ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang
tepat.
4. Pengendalian dan pencegahan efek golongan fisiologis:
a) Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran,
kursi / bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.
b) Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada
posisi netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
c) Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan memberikan
istirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini dapat mengurangi
risiko kram berulang dan tingkat kecelakaan dan kesalahan.
5. Pengendalian dan pencegahan efek golongan psikologis:
a) Terapi perilaku kognitif (CBT) merupakan metode yang paling efektif
dalam menangani gangguan kecemasan umum. Melalui terapi ini,
penderita akan mengenali dan memahami dampak masalah, perasaan,
dan perilakunya terhadap satu sama lain. Teknik-teknik khusus untuk
mengatasi kecemasan juga akan diajarkan dalam CBT, misalnya teknik
merelaksasikan otot yang tegang dengan cepat saat berada dalam situasi
pemicu kecemasan.
b) Berolahraga dengan teratur.
c) Melakukan teknik relaksasi, seperti yoga.
d) Menghindari kafein, merokok, dan konsumsi minuman keras.

11
12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993,
adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja.
Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi,
ataupun psikologi di tempat kerja.
2. Faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja meliputi: bahaya faktor fisik,
bahaya faktor biologi, bahaya faktor kimia, bahaya faktor ergonomi dan
pengaturan kerja (fisiologis), bahaya faktor psikososial.
3. Diagnosis penyakit akibat kerja meliputi: menentukan diagnosis klinis,
menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama bekerja,
menentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan
penyakit tersebut, menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup
besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut, menentukan apakah
ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi, mencari adanya
kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit, membuat
keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjanya.

3.2 Saran
1. Tenaga Kerja harus selalu berhati-hati terhadap penyakit yang diakibatkan
oleh pekerjaan.
2. sebaiknya tenaga kerja harusnya membaca dan memahami standar
operasional prosedur sebelum bekerja.
3. sebaiknya tenaga kerja melakukan medical chek up rutin untuk mengurangi
dampak dari penyakit akibat kerja.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unila.ac.id/6650/15/BAB%20II.pdf (diakses tanggal 6 April 2019


pukul 4.57 WIB)

https://www.alodokter.com/gangguan-kecemasan-umum (diakses tanggal 6 April


2019 pukul 5.13 WIB)

https://www.alodokter.com/kenali-bahaya-bakteri-staphylococcus-aureus (diakses
tanggal 6 April 2019 pukul 5.40 WIB)

ILO. 2013. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sarana Untuk Produktivitas.


Jakarta: ILO.

14

Anda mungkin juga menyukai