Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

RINGKASAN MATERI
PENCEGAHAN PENYAKIT DALAM BEKERJA

Disusun oleh:
1. Rizky Dwi Pangestuti
2. Rifqi Bibta Septiana
3. Silvia Novitasari
4. Sherly Putri Oktaviani
5. Shellvia Khansa Fadilla
6. Nurul Khotimah
Kelas: X AKL 3

SMKN 1 BOYOLANGU
TAHUN AJARAN
2020/2021
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul PENCEGAHAN PENYAKIT DALAM BEKERJA
tepat waktu. Makalah Kesehatan di Lingkungan Kerja disusun guna memenuhi tugas Bu
Titin Sukma Sari, S.Pd pada pelajaran Etika Profesi di SMKN 1 BOYOLANGU.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bu Titin Sukma Sari, S.Pd selaku
guru Etika Profesi. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait Pencegahan Penyakit dalam Bekerja. Kami juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 12 Februari 2021

Rizky, Bibta, Nurul, Silvia, Sherly, Khansa

2
DAFTAR ISI
Halaman judul......................................................................................................1
Kata pengantar....................................................................................................2
Daftar Isi...............................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAM
 A. Latar Belakang.....................................................................................4
 B. Rumusan Masalah................................................................................4
 C. Tujuan....................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
 Bahaya di Tempat Kerja............................................................................6
 Penanggulangan Penyakit akibat kerja....................................................11
 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.........................12
 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan...................................................14

BAB III PENUTUP


 Kesimpulan.................................................................................................20
 Saran............................................................................................................20

3
BAB 1 PENDAHULUAN
 Latar belakang
Pencegahan penyakit dalam kerja penting dilakukan sebagai upaya memberikan
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagaimana telah tercantum
dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003, pasal 86 tentang keselamatan dan
kesehatan kerja, bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja (ILO,2005).Pencegahan yang
dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan prinsip ergonomi, yaitu mencocokkan
pekerjaan untuk pekerja. Hal ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat
sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan atau
gangguan kesehatan yang lain (ILO, 2013).
WHO tahun 2003 melaporkan salah satu penyakit akibat kerja yang paling banyak
terjadi adalah Work-related Musculoskeletal Disorders(WMSDs) dan diperkirakan
sekitar 60% dari semua penyakit akibat kerja (Tana et al, 2009). Menurut Depkes RI
(2005), 40,5% pekerja di Indonesia mempunyai gangguan kesehatan yang
berhubungan dengan pekerjaannya dan diantaranya adalah WMSDs sebanyak 16%
(Saputraet al, 2012).

 Rumusan masalah
1. Apa saja bahaya di tempat kerja yang memiliki dampak langsung?
2. Apa saja bahaya di tempat kerja yang memiliki dampak jangka panjang?
3. Apa yang dimakhsud penyakit akibat kerja?
4. Apa saja lembaga pelayanan kesehatan kerja?
5. Bagaimana penerapan kesehatan dan keselamatan kerja?
6. Apa saja prinsip dasar P3K?
7. Bagaimana cara menyiapkan laporan kecelakaan di tempat kerja?
 Tujuan
1. Menjelaskan bahaya di tempat kerja yang memiliki dampak langsung.
2. Menjelaskan bahaya di tempat kerja yang memiliki dampak jangka panjang.
3. Mengidentifikasi bahaya listrik.
4. Mengidentifikasi bahaya kebakaran.
5. Menjelaskan penyakit akibat kerja.

4
6. Menjelaskan lembaga pelayanan kesehatan kerja.
7. Menjelaskan tersedianya personel pelayanan kesehatan kerja.
8. Menjelaskan komitmen dan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.
9. Mengidentifikasi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
10.Mengidentifikasi kegiatan pendukung.
11.Mengidentifikasi pengukuran dan evaluasi.
12.Menjelaskan prinsip dasar Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
13.Menjelaskan cara menyiapkan laporan kecelakaan di tempat kerja.

BAB II PEMBAHASAN
5
A. BAHAYA DI TEMPAT KERJA
1. Bahaya yang Mengakibatkan Dampak langsung
Bahaya di lingkungan kerja yaitu sesuatu yang berpotensi menimbulkan insiden
yang berakibat terhadap kesehatan orang yang bekerja. Pengenalan potensi
bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap tenaga kerja serta upaya pengendalian pencegahan penyakit akibat
kerja yang mungkin terjadi. Bahaya kerja bersumber dari berbagai faktor, antara
lain sebagai berikut:
a) Faktor Manusia
b) Faktor Material
c) Faktor Peralatan
d) Faktor Lingkungan
e) Faktor Proses
2. Bahaya yang Menyebabkan Dampak Jangka Panjang
Identifikasi potensi bahaya merupakan suatu proses aktivitas yang dilakukan
untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul
di tempat kerja.
a. Potensi bahaya golongan kimia Yaitu potensi bahaya yang berasal dari
bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi
bahaya ini dapat memengaruhi tubuh tenaga kerja melalui:
 Pernafasan (Inhalation)
 Mulut ke saluran percernaan (ingestion)
 Kulit ( Skin contact)
Pengaruh kimia terhadap tubuh tenaga kerja dari jenis bahan kimia,
antara lain:
 Korosi. Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan
kerusakan pada permukaan tempat di mana terjadi kontak.
 Iritasi kulit Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim.
Iritasi pada alat pernapasan menyebabkan sesak napas,
peradangan, dan bengkak.
 Kanker Bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti
menyebabkan kanker adalah karsinogen. Karsinogen adalah zat
yang menyebabkan penyakit kanker. Zat-zat karsinogen

6
menyebabkan kanker dengan mengubah DNA dalam sel-sel
tubuh sehingga menggnggu proses biologis
b. Potensi Bahaya Gangguan Fisik
Faktor bahaya golongan fisik yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja di dalam tempat kerja, antara lain:
 Kebisingan intensitas tinggi
Yaitu semua suara yang tidak diketahui yang bersumber dari
peralatan proses produksi dan/atau alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
 Intensitas penerangan yang kurang memadai
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan
seseorang tenaga kerja melihat pekerjaan dengan teliti, cepat, jelas,
serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.
 Getaran
Yaitu gerakan bolak balik cepat memantul ke atas dan ke bawah
atau ke belakang dan ke depan yang dirasakan melalui lantai atau
dinding.
 Iklim kerja
Yaitu suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara,
kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja.
 Radiasi
c. Potensi Bahaya golongan Fisik
Yaitu berupa debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang
berbeda, seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-
bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi. Bahaya
biologi dapat dibagi menjadi dua: infeksi dan non-infeksi. Pencegahan
bahaya kerja karena faktor biologi dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
 Menggunakan masker yang bermutu untuk pekerja yang berisiko
tertular lewat debu yang mengandung organisme patogen.
 Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi.
 Memberikan imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit
di tempat kerja.

7
d. Faktor bahaya Golongan Psikologis
Yaitu berupa kondisi psikologis tenaga kerja yang mudah stres, tidak
merasa nyaman, kerap mengeluarkan emosi negatif, dan sebagainya yang
tidak mendukung perkembangan kariernya serta kemajuan perusahaan.
Masalah-masalah psikologis itu disebabkan banyak faktor, seperti kondisi
keluarga, kurangnya perhatian tempat kerja terhadap karier dan
kebutuhan ekonominya, relasi yang kurang baik dengan rekan kerja, dan
sebagainya.
e. Faktor Bahaya Golongan Fisiologi
Yaitu potensi bahaya yang timbul karena penerapan ergonomi yang tidak
sesuai dengan pekerjaan serta peralatan kerja. Ergonomi adalah pemilihan
peralatan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan posisi tubuh
pekerja. Ruang lingkup ergonomi, mekputi:
 Ergonomi fisik: berkaitan dengan anatomi tubuh manusia,
antropometri, karakteristik fisiologis dan biomekanika yang
berhubungan dengan aktivitas fisik.
 Ergonomi kognitif, yang berkaitan dengan proses mental manusia,
termasuk di dalamnya persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat
dari interaksi manusia terhadap pemakaian elemen sistem
 Ergonomi organisasi, yang berkaitan dengan komunikasi di dalam
lingkungan pekerjaan, perancangan waktu kerja, organisasi di
perusahaan, yang membuat pekerja merasa nyaman dalam bekerja.
 Ergonomi lingkungan, yang berkaitan dengan pencahayaan, udara
ruangan, desain ruang kerja, kebisingan, getaran
f. Faktor bahaya golongan psikososial
Yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan kurangnya perhatian terhadap
kondisi psikologis tenaga kerja. Penempatan tenaga kerja yang tidak
sesuai bakat, minat, kepribadian, motivasi, pendidikan, serta sistem
seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai merupakan contoh
sebab masalah psikososial.
3. Bahaya Listrik
a. Pengendalian bahaya listrik dari sentuhan langsung:
 Mengisolasi bagian yang aktif.
 Menutup dengan penghalang.
 Membuat rentangan.
b. Pengendalian bahaya listrik dari sentuh tidak langsung:
8
 Memasang grounding
 Menggunakan peralatan listrik yang menggunakan kabel tiga
kawat.
c. Penanggulangan kecelakaan listrik yang harus dilakukan
 Peralatan listrik menggunakan kabel tiga kawat.
 Semua peralatan elektronik harus dilindungi dari kerusakan fisik.
 Daya pada travo tidak boleh terlalu besar dan melebihi kapasitas.
 Peralatan elektronik harus mendapatkan perlindungan khusus.
 Batang berlistrik pada kotak sekring harus diberi penutup.

4. Bahaya Kebakaran
Kebakaran merupakan kejadian yang dapat menimbulkan kerugian yang sangat
besar pada peralatan, proses produksi, dan pencemaran lingkungan kerja.
a. Kegiatan yang dilakukan dalam mengendalikan setiap bentuk energi:
 Melakukan identifikasi semua sumber energi yang ada di
perusahaan, berupa bahan baku, cara kerja, lingkungan yang dapat
menimbulkan kebakaran.
 Melakukan penilaian dan pengendalian risiko bahaya kebakaran
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau standar teknis
yang berlaku.
b. Kegiatan yang dilakukan dalam menyediakan sarana deteksi, alarm,
pemadam kebakaran, dan sarana evakuasi:
 Menganalisis ruangan/tempat kerja untuk menentukan jenis
detektor, alarm.
 Merencanakan perencanaan dan pemasangan peralatan.
 Membuat prosedur pemakaian peralatan dan sarana pemadam
kebakaran.
c. Kegiatan yang dilakukan dalam mengendalikan penyebaran asap, panas,
dan gas:
 Memisahkan bahan baku, peralatan, proses kerja yang dapat
menimbulkan potensi percikan api, pemanasan, atau peledakan.
 Membuat pembatas atau penutup pada ruangan yang menyimpan
bahan yang berpotensi bahaya kebakaran.
9
 Memasang sarana untuk mendeteksi adanya kebocoran gas yang
mudah terbakar.
 Membuat pengatur ventilasi agar penyebaran asap dan gas dapat
dikendalikan.
d. Kegiatan yang dilakukan dalam pembentukan unit penganggulangan
kebakaran:
 Menghitung jumlah karyawan di tempat kerja.
 Membuat unit penanggulangan kebakaran sesuai dengan tingkat
risiko bahaya kebakaran.
 Melakukan pelatihan sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam
upaya penanggulangan kebakaran.
 Petugas harus meiliki lisensi
e. Kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan latihan dan gladi
penanggulangan kebakaran secara berkala:
 Menyusun jadwal latihan dan gladi bersih.
 Melakukan koordinasi dengan pihak yang dapat membantu
pelaksanaan pelatihan.
 Melaksanakan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran.
 Melakukan evaluasi dan perbaikan.
f. Kegiatan yang dilakukan dalam penyusun rencana keadaan darurat
kebakaran:
 Membentuk tim penyusun.
 Melakukan identifikasi, analisis, penilaian dan pengendalian risiko
bahaya kebakaran.
 Melakukan identifikasi sumber daya manusia.
 Melakukan identifikasi tata ruang di tempat kerja.
 Menyusun prosedur keadaan darurat kebakaran.
 Melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada petugas dan semua
pekerja.

B. PENANGGULANGAN PENYAKIT AKIBAT

10
1. Penyakir Akibat Kerja
Penyakit Akibat Kerja (PAK) menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993 adalah
penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Dengan kata lain,
penyakit akibat kerja adalah gangguan kesehatan baik jasmani ataupun rohani
yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang
berhubungan dengan pekerjaan. (WHO) membedakan empat kategori penyakit
akibat kerja:
a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
pneumoconiosis.
b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
karsinoma bronkogenik.
c. Penyakit dan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-
faktor penyebab lainnya, misalnya bronkitis kronis.
d. Penyakit yang diperparah oleh pekerjaan, misalnya asma.
2. Lembaga Pelayanan Kesehatan Kerja
Sebagai penunjang penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan penyakit
akibat kerja, diperlukan syarat pelayanan kesehatan kerja yang mengacu pada
standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain:
a. Memiliki personel kesehatan kerja
b. Memiliki sarana dan prasarana pelayanan kesehatan kerja.
c. Pelayanan kesehatan kerja yang ada di perusahaan mendapat pengesahan
dari instansi di bidang ketenagakerjaan sesuai wilayah kewenangannya.
d. Pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh pihak di luar
perusahaan wajib dilengkapi dengan Nota Kesepahaman (Memory of
Understanding/MoU) penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja antara
pengusaha dan kepala unit pelayanan kesehatan yang bersangkutan dan
dilaporkan ke instansi ketenagakerjaan sesuai wilayah kewenangan.
3. Personel Pelayanan Kesehatan Kerja
a. Syarat dokter sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja:
 Ditunjuk oleh pimpinan perusahaan atau kepala unit instansi yang
bersangkutan dan dilaporkan ke instansi ketenagakerjaan sesuai
wilayah kewenangannya.
 Telah mendapat surat keputusan penunjukan sebagai dokter
pemeriksa kesehatan tenaga kerja dari Direktur Jenderal
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
11
b. Syarat tenaga pelaksana pelayanan kesehatan kerja:
 Memiliki sertifikat pelatihan hiperkes dan keselamatan kerja (atau
sertifikat lainnya) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
 Mematuhi etika profesi dokter dan tenaga kesehatan lainnya sesuai
kode etik profesi dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
c. Syarat dokter perusahaan:
 Memiliki Surat Tanda Registrasi dokter atau sejenisnya sesuai
peraturan perundangan yang berlaku
 Memiliki surat izin praktik dokter yang masih berlaku dari instansi
yang berwenang.
C. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman.
1. Komitmen dan Kebijakan
Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja sehingga sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja dapat diterapkan dan dikembangkan.
Komitmen harus selalu ditinjau ulang secara berkala yang melibatkan semua
pekerjaan dan orang lain yang berada di tempat kerja. Kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil
tenaga kerja. Wujud komitmen kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah:
1) Penempatan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi
strategis dalam penentuan keputusan.
2) perusahaan. Penyediaan anggaran, sarana, dan tenaga kerja yang
berkualitas di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
3) Penetapan Personel yang bertanggung jawab dengan kewenangan dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan
kerja.
4) Perencanaan dan penilaian kinerja serta tindak lanjut pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja

12
2. Penerapan Keselamatan dan kesehatan kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja mengacu pada kondisi fisiologis dan
psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja perusahaan.
Beberapa hal yang dilakukan perusahaan dalam penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja, meliputi:
a. Jaminan sumber daya manusia, sarana, dan dana
Dalam penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
yang efektif dibutuhkan:
 Penyediaan sumber daya (personel, sarana, dan dana) yang
memadai sesuai
 Melakukan identifikasi kompetensi kerja yang diperlukan pada
setiap tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan
setiap pelatihan yang dibutuhkan.
 Membuat ketentuan untuk mengomunikasikan informasi
keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif.
 Membuat peraturan untuk melaksanakan konsultasi dan
keterlibatan tenaga kerja secara aktif.
b. Perusahaan dapat mengintegrasikan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja ke dalam sistem manajemen perusahaan. yang ada.
c. Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja akan efektif apabila semua
pihak. dalam perusahaan didorong untuk berperan serta dalam penerapan
dan pengembangan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja,
serta memiliki budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
d. Konsultasi, motivasi, dan kesadaran
e. Pelatihan
3. Kegiatan Pendukung
a. Perusahaan harus mempunyai prosedur yang menjamin bahwa informasi
keselamatan dan kesehatan kerja terbaru dikomunikasikan ke semua
pihak dalam perusahaan. Prosedur pelaporan harus ditetapkan untuk
menjamin bahwa sistem manajemen keselamatan dan kesehatan: kerja
dipantau untuk meningkatkan kinerja.
b. Pendokumentasian merupakan unsur utama. pada sistem manajemen.
Untuk itu, harus dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
pendokumentasian sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
diintegrasikan dengan sistem manajemen perusahaan.
c. Pencatatan dan Manajemen Informasi
13
d. Perancangan dan rekayasa
e. Pengendalian administrasi, prosedur, dan intruksi kerja dibuat dengan
mempertimbangkan aspek kesehatan dan keselamatan kerja pada setiap
tahapan
f. Penggandaan barang dan jasa melalui kontrak harus ditinjau ulang
4. Pengukuran dan evaluasi kerja
Perusahaan harus memiliki sistem untuk mengukur, memantau, dan
mengevaluasi kinerja sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan
hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan hal itu harus dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Menetapkan dan memelihara prosedur inspeksi, pengujian, dan
pemantauan yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran keselamatan dan
kesehatan kerja. Frekuensi inspeksi dan pengujian disesuaikan dengan
objeknya.
b. Melakukan audit sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
secara berkala untuk mengetahui keefektifan penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Mendokumentasikan semua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan,
audit, dan tinjauan ulang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja.
1) Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2) Audit sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
3) Tindakan Perbaikan dan Pencegahan

D. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN


P3K di tempat kerja adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara cepat dan
tepat kepada pekerja yang berada di tempat kerja, yang mengalami cedera di tempat
kerja. P3K dilakukan dengan makhsud memberikan perawatan darurat pada korban
sebelum pertolongan yang lebih lengkap diberikanoleh dokter atau petugas kesehatan
lainya.

1. Prinsip P3K
Pada dasarnya, P3K harus dilakukan secara sistematis, yaitu sebagai berikut:

14
a. Bahaya (danger). Pastikan lokasi benar-benar aman sebelum menolong
korban. Sikap terburu-buru dalam kondisi lokasi yang tidak aman bisa
menimbulkan korban dan kerugian yang lebih besar.

b. Respon (response). Pastikan kesadaran korban dengan memanggil namanya.


Jika tidak ada respon coba tepuk pundak perlahan namun tegas. Berikan
rangsangan nyeri.
c. Tekanan pada dada (compression). Setelah korban tidak memberi respons,
lakukan kompresi pada dada yang dikenal dengan (RJP) dan (CPR)
d. Jalan napas (Airway). Setelah melakukan 30 kompresi, buka jalan napas
korban dengan metode Head-tilt chin-lift.
e. Bernafas (breathing. Setelah jalan nafas terbuka, lanjutkan pemberian dua
kali nafas bantuan dari mulut ke mulut.
2. Tujuan P3K
Adapun tujuan dari P3K adalah:
 Memberikan perawatan darurat pada korban.
 Menyelamatkan nyawa korban
 Mempertahankan daya tahan korban.
 Meringankan penderitaan korban
 Mencegah penyakit menjadi tambah parah.
 Mencarikan pertolongan lebih lanjut.
3. Langkah-langkah melakukan P3K
a. Jangan panik
Berlakulah cekatan tetapi tetap tenang. Apabila kecelakaan bersifat massal,
pertolongan diutamakan diberikan kepada korban yang menderita luka yang
paling parah tapi masih mungkin untuk ditolong.
b. Jauhkan korban dari kecelakaan berikutnya
Menjauhkan korban dari sumber kecelakaan dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan ulang yang akan memperberat kondisi korban.
Keuntungan lainnya adalah penolong dapat memberikan pertolongan dengan
tenang dan dapat lebih mengonsentrasikan perhatiannya pada kondisi korban

c. Perhatikan pernapasan dan denyut jantung korban Jika pernapasan penderita


berhenti, segera kerjakan pernapasan bantuan.

15
d. Perhatikan tanda-tanda shock
Korban ditelentangkan dengan bagian kepala lebih rendah dari letak anggota
tubuh yang lain. Apabila korban muntah dalam keadaan setengah sadar,
baringkan telungkup dengan letak kepala lebih rendah dari bagian tubuh
yang lainnya.
e. Jangan terburu-buru memindahkan korban
f. Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan
Setelah dilakukan pertolongan pertama pada korban, evakuasi korban ke
sentral pengobatan, Puskesmas, atau rumah sakit.
4. Tindakan Resusitasi
Menurut Tjokronegoro (1998), resusitasi adalah tindakan memulihkan kembali
kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi
jantung dan paru, yang berorientasi pada otak. Resusitasi merupakan usaha yang
dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung yang berlanjut
menjadi kematian biologis.
a. Teknik resusitasi membuka jalan napas (airway), meliputi:
1) Tentukan derajat kesadaran dan kesulitan napas.
2) Buka jalan napas dengan cara membentangkan bagian tubuh (extend).
3) Gerakan mendorong rahang ke bawah dan ke depan.
4) Membersihkan benda asing.
b. Teknik resusitasi ventilasi napas buatan (breathing), meliputi:
1) Dekatkan pipi penolong pada hidung dan mulut penderita. Jika tidak
ada napas, lakukan bantuan napas buatan.
2) Evaluasi pemberian napas buatan dengan cara mengamati gerakan
naik-turun dada.
3) Perhatikan bahwa dada harus mengembang naik dan turun sebagai
tanda keluarnya udara (ekspirasi) pasif.
c. Teknik mempertahankan sirkulasi darah dengan cara pemijatan dada
(circulation) . Kompresi dada memberikan bantuan sirkulasi disertai bantuan
napas secara ritmik dan terkoordinasi. Setelah siuman, penderita diletakkan
dalam posisi mantap. Jika penderita tetap tidak bernapas dan tidak ada
denyut nadi di leher, lakukan gabungan cara b dan c.
5. Fasilitas P3K di tempat kerja

16
Fasilitas P3K di tempat kerja adalah semua peralatan, perlengkapan, dan bahan
yang digunakan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja. Fasilitas P3K meliputi:
a. Ruang P3K
Ruang P3K harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
 Dekat dengan kamar mandi, mudah dijangkau dari area kerja, dekat
jalan keluar, dan dekat tempat parkir.
 Luasnya cukup menampung satu tempat tidur pasien, petugas P3K,
dan penempatan fasilitas P3K lainnya.
 Bersih dan terang, ventilasi baik, memiliki pintu dan jalan yang cukup
lebar untuk memindahkan korban.
 Diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat.
b. Kotak P3K
Kotak P3K dan penempatannya harus memenuhi syarat sebagai berikut.
 Terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa serta berwarna dasar
putih dengan lambang P3K berwarna hijau.
 Kotak P3K diletakkan di tempat yang mudah dilihat dan dijangkau.
 Jika tempat kerja di gedung bertingkat, masingmasing unit kerja harus
menyediakan kotak P3K sesuai kebutuhan pekerja.
 Alat evakuasi dan alat transportasi untuk memindahkan korban ke
tempat yang aman.
 Fasilitas tambahan
6. Menyiapkan Laporan Kecelakaan di Tempat Kerja
a) Temukan fakta dengan melakukan pengamatan di lokasi
Setelah area tempat kejadian aman, yang harus dilakukan adalah
mengumpulkan semua fakta yang terkait dengan kecelakaan melalui
pengamatan di lokasi kerja, meliputi:
 Mengamati seluruh tahap kerja untuk setiap operasi beberapa kali
untuk dapat mengerti bagaimana pekerjaan dilakukan.
 Mengidentifikasi bahaya yang mungkin timbul secara langsung atau
dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan secara bertahap (kronologis).
 Mendokumentasikan semua fakta yang terkait dengan kecelakaan.
b) Kumpulkan data dari para saksi melalui wawancara dengan karyawan
17
Hal penting yang perlu diingat dalam wawancara karyawan adalah:
 Berbicara dengan sedikitnya tiga pekerja pada setiap daerah kerja
sehingga lebih banyak informasi bisa didapat, dan juga agar tidak ada
pekerja yang disalahkan oleh perusahaan karena berbicara kepada
inspektor.
 Berbicara dengan supervisor dan karyawan untuk mengetahui masalah
yang ada dan apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
 Berbicara dengan bagian perawatan dan teknisi pabrik yang biasanya
mengetahui proses dan peralatan dengan baik serta mengerti masalah
yang terjadi.
 Berbicara dengan staf bagian kesehatan yang biasanya mengetahui
jenis luka atau penyakit yang biasanya diderita oleh karyawan.
 Berbicara dengan dewan kesehatan dan keselamatan kerja atau
koordinator kesehatan dan keselamatan kerja.
c) Tentukan urutan kejadian melalui survei tertulis
Survei tertulis di tempat kerja biasanya dapat dilakukan sebagai berikut:
 Survei terhadap karyawan untuk mempelajari jenis penyakit yang
biasa diderita, siapa saja yang sakit, dan pelatihan serta peralatan
pelindung yang diperoleh oleh karyawan.
 Survei terhadap peralatan pabrik untuk mempelajari jenis mesin yang
digunakan, perawatan peralatan, dan sistem perlindungan yang
dipasang atau tidak dipasang pada peralatan tersebut.
 Survei terhadap lingkungan kerja untuk mengetahui berapa karyawan
yang bekerja di tempat itu, mempelajari proses kerja dan peralatan
yang digunakan, serta potensi bahaya yang ada di lingkungan tersebut.
 Berdasarkan fakta yang ada, deskripsikan urutan kejadian, yang
meliputi: kejadian yang menyebabkan kecelakaan, kejadian pada saat
kecelakaan, dan kejadian sesaat setelah kecelakaan.
d) Analisis kecelakaan melalui inspeksi dokumen di tempat kerja
Laporan harus mencakup analisis tentang penyebab kecelakaan: langsung,
tidak langsung, atau faktor lain. Sebagai bagian dari inspeksi tempat kerja,
perusahaan harus diminta untuk memperhatikan dokumen yang berhubungan
dengan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat tersebut. Dokumen
tersebut antara lain:
 Catatan terhadap luka dan penyakit pekerja di seluruh pabrik dan tiap
bagian dari bagian SDM dan klinik kesehatan.
18
 Catatan penyelidikan kecelakaan, kebakaran, ledakan, atau kebocoran
bahan kimia.
 Notulen dari rapat dewan kesehatan dan keselamatan kerja.
 Catatan dari inspeksi yang dilakukan oleh auditor pemerintah.
 Catatan dari inspeksi yang dilakukan oleh auditor dari perusahaan
asuransi.

BAB III
PENUTUP
19
A. KESIMPULAN
Banyak jenis penyakit yang dapat ditimbulkan karena hazard atau bahaya yang
ada dilingkungan untuk meminimalisir bahaya dan penyakit dilingkungan kerja di
adakan program pengadaan APD (alat pelindung diri) berdasarkan jenis-jenis penyakit
yang berpotensi menimbilkan kesakitan para pekerja. Contohnya earplug, kacamata,
helmet dan sepatu. sehingga dapat meningkatkan peroduktivitas para pekerja dan
pekerja dapat merasa nyaman ketika bekerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah
menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan
pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat
kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
B. SARAN
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit
dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola
secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
setiap perusahaan dan iundustri yang memiliki tenaga kerja hendaknya
mengadakan program APD untuk menjamin keselamatan pekerja. Selain itu dengan
adanya APD para pekerja akan lebih nyaman sehingga produktivitasnya meningkat.

20

Anda mungkin juga menyukai