Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH KESEHATAN WISATA

“RISIKO AKTIFITAS WISATA BERDASARKAN TEMPAT TUJUAN”

Dosen Pengampu:

Yulianty Sanggelorang S.K.M, M.P.H

Dr. Oksfriani Jufri Sumampouw S.Pi, M.Kes

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Angelina Gloria Umboh 19111101002

Mutiara L.M Rondonuwu 19111101029

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok Mata kuliah Kesehatan Wisata dengan judul: “RISIKO AKTIFITAS WISATA
BERDASARKAN TEMPAT TUJUAN”

Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada enci Yulianty Sanggelorang S.K.M,
M.P.H , atas tugas dan bimbingan yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Dan kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang telah memberikan saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin tetapi kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena terbatasnya kemampuan dan
pemahaman yang dimiliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan
kritik yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Manado, Agustus 2021

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................5

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................6

1.3 Tujuan..........................................................................................................................6

1.4 Manfaat........................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................7

2.1 RISIKO KESEHATAN PADA WISATAWAN BERDASARAKAN FAKTOR


REGIONAL..........................................................................................................................7

2.1.1. Pengertian Wisatawan..........................................................................................7

2.1.2. Pengertian Daerah Tujuan Wisata........................................................................8

2.1.3. Komponen Daerah Tujuan Wisata.......................................................................9

2.1.4. Bahaya Potensial Berdasarkan Kategori Tempat Wisata...................................10

2.1.5. Aktivitas dan Perjalanan Wisata........................................................................12

2.1.6. Aspek Kesehatan Masyarakat Di Daerah Tujuan Wisata..................................13

2.1.7. Masalah dan Risiko Kesehatan Saat Berwisata.................................................13

2.1.8. Risiko Terkait Wisata.........................................................................................15

2.1.9. Potensi Masalah Kesehatan Saat Berwisata.......................................................16

2.1.10. Penyakit Infeksi Terkait Wisata.........................................................................17

2.1.11. Pencegahan Resiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja Saat Berwisata............17

2.1.12. Pengaruh Sektor Pariwisata di Era Pandemi Covid-19......................................18

2.2 PENYAKIT INFEKSI BARU (EMERGING AND REEMERGING


INFECTIOUS DISEASES) YANG MUNCUL DAN MENGANCAM AKTIVITAS
WISATA..............................................................................................................................21

3
2.2.1 Pengertian Penyakit Infeksi Baru (Emerging And Reemerging Infectious
Diseases)...........................................................................................................................21

2.2.2 Jenis – Jenis Emerging infectious disease (EIDs)..............................................22

2.2.3 Jenis-Jenis Re-emerging infectious Disease......................................................27

2.2.4 Pencegahan Penyakit Infeksi Baru (Emerging And Reemerging Infectious


Diseases)...........................................................................................................................33

BAB III PENUTUP................................................................................................................35

3.1. Kesimpulan................................................................................................................35

3.2. Saran..........................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................37

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era modernisasi saat ini, masyarakat umum baik dari kalangan anak-anak,
orang tua dan terutama muda mudi lokal maupun domestik lebih banyak
menghabiskan waktu luang dengan menjelajahi tempat menarik bernuansa alam yang
menghibur atau disebut juga dengan tempat pariwisata. Pariwisata sendiri merupakan
berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah.
Seseorang yang biasa melakukan perjalanan ke tempat pariwisata tersebut disebut
dengan wisatawan. Menurut IUOTO (International Union of Travel Organization),
wisatawan adalah orang yang melakukan kunjungan selama lebih dari 24 jam pada
suatu tempat dengan tujuan untuk bersenang-senang, olahraga, agama, berlibur,
kesehatan, belajar, dan berdagang. Pada zaman ini, motivasi wisatawan melakukan
perjalanan sudah banyak yang mengalami perubahan yaitu untuk berlibur dan
berkreasi. Memang, berekreasi atau berlibur memiliki berbagai macam manfaat bagi
manusia.
Setiap tahunnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia
mengalami peningkatan. Data BPS Indonesia menunjukkan bahwa dalam lima tahun
terakhir terjadi peningkatan jumlah wisatawan mancanegara. Pada tahun 2015, jumlah
wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sekitar 10,4 juta orang, meningkat
sejumlah sekitar 8 juta wisatawan dari tahun 2010.² Tren ini juga terjadi di Bali
sebagai salah satu tujuan wisata favorit dunia. Sekitar 40% wisatawan mancanegara
yang ke Indonesia pada 2015 menjadikan Bali sebagai daerah tujuan utama mereka,
tren peningkatan jumlah wisatawan juga diikuti oleh peningkatan morbiditas dan
mortalitas terkait dengan perjalanan dan aktivitas wisata.
Mengingat banyaknya wisatawan yang berantusias melakukan perjalanan wisata,
tidak heran jika resiko gangguan kesehatan atau keselamatan juga akan meningkat
pula. Meskipun secara ekonomi peningkatan jumlah wisatawan mancanegara
memiliki dampak positif, akan tetapi tren ini akan juga diikuti peningkatan risiko
kesehatan yang terkait. Tempat tujuan wisata merupakan sumber potensial penularan

5
penyakit. Berkaitan dengan kesehatan pada daerah tujuan wisata, agen penyakit dapat
saja terdiri dari agen kimia, fisik, biologi, ergonomi yang memerlukan pengukuran,
pengamatan dan pencegahan dengan cara berbeda. Tempat tujuan wisata dapat
menjadi daerah transit penularan yang potensial untuk beberapa penyakit menular.
Penerbangan terutama untuk jarak jauh tentu saja akan memberikan efek pada
kesehatan dan kenyamanannya, terutama pada penumpang yang telah mempunyai
keluhan kesehatan atau mengidap penyakit sebelumnya dan mereka termasuk dalam
kelompok yang lebih rentan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa itu Risiko kesehatan pada wisatawan berdasarakan faktor regional ?
1.2.2. Apa itu Penyakit infeksi baru (emerging and reemerging infectious diseases)
yang muncul dan mengancam aktivitas wisata?

1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui dan memahami risiko kesehatan pada wisatawan berdasarakan
faktor regional.
1.2.3. Mengetahui dan memahami Penyakit infeksi baru (emerging and reemerging
infectious diseases) yang muncul dan mengancam aktivitas wisata.

1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini yaitu untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang Risiko Aktifitas Wisata Berdasarkan Tempat Tujuan, yang didalamnya terkait
risiko kesehatan pada wisatawan berdasarakan faktor regional, dan penyakit infeksi
baru (emerging and reemerging infectious diseases) yang muncul dan mengancam
aktivitas wisata.
1.1.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 RISIKO KESEHATAN PADA WISATAWAN BERDASARAKAN FAKTOR


REGIONAL
2.1.1. Pengertian Wisatawan
Secara etimologi, arti kata “wisatawan” yang berasal dari kata “wisata”, maka
sebenarnya tidaklah tepat sebagai pengganti kata “tourist” dalam bahasa Inggris. Kata
itu berasal dari kata Sansekerta: “wisata” yang berarti “perjalanan” yang sama atau
dapat disamakan dengan kata “travel” dalam bahasa Inggris, maka “wisatawan” sama
artinya dengan kata traveler, dalam pengertian yang umum diterima oleh masyarakat
Indonesia sesungguhnya bukanlah demikian, kata wisatawan selalu diasosiasikan
dengan kata “tourist” (bahasa Inggris). Namun kalau kita perhatikan kata “tourist” itu
sendiri, sebenarnya kata itu barasal dari kata “tour” (yang berarti perjalanan yang
dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain) dan orang yang melakukan perjalanan
“tour” ini dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah “tourist”.
Istilah wisatawan harus diartikan sebagai seseorang, tanpa membedakan ras,
kelamin, bahasa, dan agama, yang memasuki wilayah suatu negara yang mengadakan
perjanjian yang lain daripada negara di mana orang itu biasanya tinggal dan berada di
situ tidak kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari 6 bulan, di dalam jangka waktu 12
bulan berturut-turut, untuk tujuan non imigrasi yang legal, seperti: perjalanan wisata,
rekreasi, olah raga, kesehatan, alasan keluarga, studi, ibadah keagamaan, atau urusan
usaha (business) (Yoeti, 1983:123-124).
Dalam rangka pengembangan dan pembinaan kepariwisataan di Indonesia,
pemerintah telah pula merumuskan batasan tentang wisatawan, seperti yang
dituangkan dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1969 yang memberikan definisi
sebagai berikut: "Wisatawan (tourist) adalah setiap orang yang bepergian dari tempat
tinggalnya. untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanannya dan
kunjungannya itu"
Berdasarkan batasan-batasan tersebut, maka kita dapat memberi ciri tentang
seseorang itu dapat disebut sebagai wisatawan: (1) Perjalanan itu dilakukan lebih dari
24 jam; (2) Perjalanan itu dilakukannya untuk sementara waktu; (3) Orang yang

7
melakukannya tidak mencari nafkah di tempat atau negara yang dikunjungi. Dapat
dikatakan bila tidak memenuhi syarat tersebut di atas, orang tersebut belum dapat
dikatakan sebagai seorang wisatawan. Satu saja syarat tidak dipenuhi, maka dua
syarat yang lainnya menjadi gugur.

2.1.2. Pengertian Daerah Tujuan Wisata


Daerah Tujuan Wisata (DTW) merupakan tempat di mana segala kegiatan
pariwisata bisa dilakukan dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi wisata untuk
wisatawan. Wisatawan dalam melakukan aktivitas perjalanannya itu dirangsang atau
ditimbulkan oleh adanya “sesuatu yang menarik”, yang lazim disebut daya tarik
wisata (tourism attraction, tourist attraction), yang dimiliki tempat kunjungan tersebut,
baik untuk kepentingan bisnisnya maupun sebagai tempat pesiar, misalnya iklim
tropis yang hangat, iklim ekonomi yang kondusif buat investasi, maupun kegiatan
lainnya.
Dalam mendukung keberadaan daerah tujuan wisata perlu ada unsur pokok
yang harus mendapat perhatian guna wisatawan bisa tenang, aman, dan nyaman
berkunjung. Semua ini sangat penting dalam meningkatkan pelayanan bagi wisatawan
sehingga wisatawan bisa lebih lama tinggal di daerah yang dikunjungi. Adapun unsur
pokok tersebut antara lain: (1) Objek dan daya tarik wisata; Prasarana wisata; Sarana
wisata; (3) Tata laksana/infrastruktur; (4) Masyarakat/lingkungan.
Daerah tujuan wisata juga menempati bagian ruang wilayah yang sangat luas,
mencakup dari satu wilayah administrasi pemerintahan, memiliki sejumlah daya tarik
wisata yang menarik, mampu menawarkan beragam kegiatan pariwisata yang unik,
memiliki akses yang tinggi dengan daerah tujuan wisata lainnya sehingga membentuk
jaringan daerah tujuan wisata. Daerah tujuan wisata yang ideal memang harus
memiliki daya tarik wisata, mempunyai cukup fasilitas, menawarkan acara/atraksi,
menyediakan sesuatu yang dapat dibeli. Suatu daerah tujuan wisata hendaknya
memenuhi beberapa syarat, yaitu ketersediaan (a) sesuatu yang dapat dilihat
(something to see); (b) sesuatu yang dapat dilakukan (something to do); dan (c)
sesuatu yang dapat dibeli (something to buy) (Yoeti, 1988:206). Dengan
perkembangan spektrum pariwisata yang makin luas, maka syarat tersebut masih
perlu ditambah, yakni: (d) sesuatu yang dinikmati, yakni hal hal yang memenuhi

8
selera dan cita rasa wisatawan dalam arti luas; (e) sesuatu yang berkesan, sehingga
mampu menahan wisatawan lebih lama atau merangsang kunjungan ulang.

2.1.3. Komponen Daerah Tujuan Wisata


Wisatawan yang melakukan perjalanan ke Daerah Tujuan Wisata (DTW)
memerlukan berbagai kebutuhan dan pelayanan mulai dari keberangkatan sampai
kembali lagi ke tempat tinggalnya. Aktivitas pariwisata sangat terkait dengan
kehidupan kita sehari-hari. Sama seperti yang kita lakukan setiap hari, wisatawan juga
butuh makan dan minum, tempat menginap, serta alat transportasi yang membawanya
pergi dari suatu tempat ke tempat lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan
tersebut, Daerah Tujuan Wisata harus didukung empat komponen utama atau yang
dikenal dengan istilah "4A" yaitu: a) Atraksi (attraction), b) Fasilitas (amenities), c)
Pendukung (access), dan d) pelayanan (ancillary services) (Cooper, et al. 1993).
a) Atraksi (atraction).
Atraksi merupakan komponen yang signifikan dalam menarik wisatawan. Ada
banyak alasan mengapa orang berwisata ke suatu daerah. Beberapa yang paling
umum adalah untuk melihat keseharian penduduk setempat, menikmati keindahan
alam, menyaksikan budaya yang unik, atau mempelajari sejarah daerah tersebut.
Intinya, wisatawan datang untuk menikmati hal-hal yang tidak dapat mereka
temukan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Atraksi disebut juga objek dan
daya tarik wisata yang diminati oleh wisatawan. Suatu daerah atau tempat hanya
dapat menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada yang
dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata.
b) Fasilitas (Amenities).
Secara umum pengertian amenities adalah segala macam prasarana dan sarana
yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata. Sarana
dan prasarana yang dimaksud seperti: penginapan (accommodation), rumah
makan (restaurant); transportasi dan agen perjalanan.
c) Aksesibilitas (Access)
Jalan masuk atau pintu masuk utama ke daerah tujuan wisata merupakan access
penting dalam kegiatan pariwisata. Airport, pelabuhan, terminal, dan segala
macam jasa transportasi lainnya menjadi access penting dalam pariwisata. Di sisi

9
lain access ini diidentikkan dengan transferabilitas yaitu kemudahan untuk
bergerak dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Tanpa adanya kemudahan
transferabilitas tidak akan ada pariwisata.
d) Pelayanan tambahan (ancillary service)
Pelayanan tambahan (ancillary service) atau sering disebut juga pelengkap yang
harus disediakan oleh pemerintah daerah dari suatu daerah tujuan wisata, baik
untuk wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata. Pelayanan yang disediakan
termasuk: pemasaran, pembangunan fisik (jalan raya, rel kereta, air minum, listrik,
telepon, dan lain-lain) serta mengkoordinir segala macam aktivitas dan dengan
peraturan perundang-undangan baik di objek wisata maupun di jalan raya.

Dari keempat komponen di atas merupakan sebagai daya tawar untuk menarik
minat wisatawan untuk melakukan suatu kunjungan ke suatu daerah tujuan wisata. Di
daerah tujuan wisata terjadi pula interaksi antara para wisatawan dengan penduduk
asli (lokal) dan lingkungan asli penduduk tinggal. Hal inilah yang memungkinkan
menimbulkan terjadinya dampak sebagai akibat adanya pengembangan pariwisata itu.
Dampak yang timbul itu bisa positif ataupun negatif. Tergantung dari sudut pandang
masing-masing.
Daerah tujuan wisata merupakan bagian dari sistem pariwisata (tourism system)
yang paling riskan terhadap adanya suatu perubahan itu dan mungkin di sini terjadi
pengikisan, baik yang bersifat fisik, budaya, maupun sosial masyarakat. Untuk itu,
mungkin tidak salah kalau diawali dengan kata kehati-hatian dalam menyambut
perubahan yang begitu besar dan cepat itu. Tidak jarang masyarakat ada yang mabuk
dan lupa karena memegang uang yang banyak, tetapi lupa dengan apa yang hilang
pada dirinya. Di sinilah peranan pemerintah sebagai pengendali sosial masyarakat
sangat diperlukan, seperti membuat peraturan larangan dalam batas batas tertentu.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia telah memiliki program
yang disebut sapta pesona. Minimal enam dari tujuh unsur tersebut penting kita
terapkan untuk memberikan pelayanan yang baik serta menjaga keindahan dan
kelestarian alam dan budaya di daerah tujuan wisata, yaitu: Aman; Tertib; Bersih;
Indah; Ramah dan Kenangan.

10
2.1.4. Bahaya Potensial Berdasarkan Kategori Tempat Wisata
Dari 197 kawasan wisata di Bali, sebagian besar termasuk dalam kategori
Pantai (29.9%) pura (14.2%) dan air terjun (12,7%). Selanjutnya akan dibahas bahaya
potensial berdasarkan kategori tempat wisata secara berurutan mulai dari kategori
yang paling banyak.
1. Pantai
Pantai merupakan kategori kawasan wisata dengan jumlah terbanyak
Ditemukan hampir sekitar 60 pantai yang telah diketahui oleh pengunjung. Ada
sejumlah bahaya yang dapat ditemui yang dapat mengganggu kesehatan dan
keselamatan pengunjung dan pengelola.
Terkait dengan hazard mekanik, banyak risiko terkait kurang amannya akses
masuk menuju pantai. Seperti ditemukan di Pantai Serangan, Pantai Bias Tugel, dan
Pantai Madewi jalan masih berupa batu kapur atau bebatuan yang tidak rata dan
curam di Pantai Berawa tidak ada l tangga turun di Pantai Kayu Putih tidak ada pintu
masuk utama, tetapi harus melalui belakang restoran serta di Pelabuhan Buleleng
jalan paving banyak yang rusak dan berlubang Akses masuk yang masih banyak pasir
juga sering dijumpai misalnya di Pantai Kerobokan Pantai Batu Klotok di mana pasir
di areal masuk sering berbahaya bagi pengendara motor. Tangga yang licin dan
berbatu juga ditemukan di Pantai Soka.

2. Pura atau Tempat Ibadah


Terdapat 28 kawasan wisata kategori pura, termasuk juga dalam kategori ini
adalah tempat suci atau ibadah umat beragama lainnya. Hazard mekanik yang dapat
muncul di kawasan wisata pura atau tempat suci adalah terkait akses masuk. Dampak
buruk utamanya adalah terjatuh terpeleset atau tersandung, terutama risikonya lebih
tinggi pada kelompok balita, lansia, dan penyandang disabilitas. Beberapa bahaya
diakses masuk di antaranya jangkauan tangga terlalu tinggi, terjal dan licin jalan
masuk dari areal parkir mobil ke pura berupa tanjakan yang berkelok-kelok dan licin
ketika musim hujan akses pintu masuk sangat kecil yang berbentuk gut serta akses
masuk dan keluar jadi satu sehingga agak padat. Secara umum risiko keramaian pada
saat upacara adat di semua pura akan terjadi karena jumlah pengunjung yang datang
untuk bersembah yang meningkat.

3. Air Terjun
11
Bahaya mekanik yang dapat dijumpai di kawasan wisata air terjun utamanya
adalah terkait akses masuk, tempat ditemukan kondisi akses jalan masuk atau tangga
yang terlalu sempit, licin, berbatu, naik turun, dan curam. Beberapa kawasan
menawarkan aktivitas dalam air, yakni aktivitas speed bout yang digunakan untuk
aktivitas olahraga air (water sport).

4. Danau
Di kawasan wisata danau ditemukan potensi beberapa bahaya mekanik, fisik,
biologi, kimia, ergonomi, dan psikologi. Terkait hazard mekanik, adanya pengunjung
yang membeludak dan banyaknya pedagang me nimbulkan risiko keramaian yang
dapat memengaruhi keamanan dan akses masuk. Selanjutnya, kurangnya batas
keamanan di pinggir danau merupakan kondisi yang berbahaya, terutama untuk balita,
anak-anak, lansia, dan kelompok berkebutuhan khusus.
Selanjutnya bahaya fisik dapat terjadi pada danau yang menyediakan aktivitas
olahraga air seperti perahu boat yang menimbulkan kebisingan bagi pengunjung dan
pengelola. Tersedianya ak tivitas dalam air pinggir air atau memancing dapat berisiko
tenggelam Pengaruh cuaca dingin juga dapat mengganggu kesehatan pengunjung dan
pengelola.
Terkait hazard biologi dan kimia, adanya rawa di sekitar danau berpotensi
menimbulkan infeksi bakteri yang merupakan agen biologi. Potensi ba haya akibat
minuman beralkohol ditemukan karena adanya warung yang menjual minuman
beralkohol atau pengunjung yang membawa sendiri. Lebih lanjut, banyaknya
penemuan puntung rokok dan terdapatnya pe ngunjung serta nelayan yang merokok,
mengindikasikan bahaya dari me rokok di kawasan wisata danau.
Bahaya ergonomi ditemukan karena rasa tidak nyaman yang dapat mun cul
akibat kurang baiknya batas keamanan di pinggir danau. Selain itu, kurang intesifnya
pengawasan menyebabkan pengunjung waswas akan kemungkinan tenggelam dan
kekerasan

2.1.5. Aktivitas dan Perjalanan Wisata


Kegiatan perjalanan wisata dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu wisata
domestik wisata inbound, dan wisata outbound. Aktivitas wisata domestik mencakup
wilayah yang masih berada pada satu negara. Sebagai contoh, perjalanan wisata yang

12
dilakukan dari Maluku ke Bali, atau sebaliknya. Sebagai negara kepulauan, dengan
karakteristik penyakit yang berbeda-beda antar satu wilayah di Indonesia, wisata
domestik juga dapat menjadi faktor resiko penyebaran beberapa penyakit khususnya
malaria, dengue, tuberkulosis dan sejenisnya.
Wisata inbound, terkait dengan aktivitas wisatawan mancanegara yang datang ke
Indonesia. Wisata jenis ini memiliki karakteristik khusus terkait dengan risiko
kesehatan yang mungkin dialami oleh wisatawan yang akan melakukan aktivitas di
Indonesia. Tidak hanya itu, wisatawan mancanegara juga bisa membawa penyakit dan
luar negeri untuk kemudian disebarkan pada penduduk lokal di Indonesia.
Wisata outbound, merupakan jenis wisata yang dilakukan oleh orang Indonesia
ke luar negeri. Hampir sama dengan inbound tour, wisatawan Indonesia memiliki
kerentanan tersendiri terdapat berbagai bahaya dan risiko kesehatan yang mungkin
ada di tempat yang akan dikunjung. Demikian juga risiko wisatawan Indonesia untuk
menularkan penyakit yang dibawa dari Indonesia ke tempat tujuan nantinya.

2.1.6. Aspek Kesehatan Masyarakat Di Daerah Tujuan Wisata


Beberapa isu penting yang perlu mendapatkan perhatian, kalau melihat konsep
ini, adalah perlunya melakukan identifikasi potensi bahaya dan analisis risiko
kesehatan wisata, baik yang terkait perjalanan wisata maupun aktivitas terkait paket
wisata yang ditawarkan. Hal ini dapat dijadikan dasar dalam melakukan pendekatan
preventif dan promotif untuk eliminasi atau mengurangi risiko sebelum dan saat
wisata. Mengingat kebanyakan risiko tersebut bisa diprediksi, maka upaya
pencegahan yang efektif dan efisien menjadi sebuah tantangan baru.
Wisatawan merupakan kelompok populasi yang penting secara epidemiologi,
karena memiliki mobilitas yang tinggi, cepat berpindah dari satu destinasi wisata ke
destinasi lainnya (WHO, 2008). Mereka memiliki potensi terpapar penyakit dan
kejadian yang tidak diinginkan di luar tempat asal, sehingga terkadang kasus ringan
jarang dilaporkan dan jarang mencari pengobatan. Melihat karakteristik ini, terdapat
kemungkinan terjadinya impor penyakit ke tempat asal dan demikian juga sebaliknya,
kemungkinan ekspor penyakit ke tempat tujuan juga ada. Hal ini akan meningkatkan
risiko perubahan daerah non endemis menjadi endemis terhadap suatu penyakit. Hal
ini menunjukkan bahwa epidemiologi penyakit-penyakit terkait wisata merupakan

13
salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh praktisi kedokteran dan
kesehatan masyarakat di daerah tujuan wisata.

2.1.7. Masalah dan Risiko Kesehatan Saat Berwisata


Wisatawan adalah salah satu populasi yang berisiko untuk terpapar penyakit di
daerah wisata atau kecelakaan akibat aktivitas wisata yang dilakukan karena mereka
memiliki mobilitas yang tinggi dan berpindah-pindah dan satu destinasi ke destinasi
lainnya. Dari karakteristik tersebut, ada kemungkinan penularan penyakit ke tempat
asal dan sebaliknya. Selain dapat meningkatkan angka morbiditas bahkan mortalitas,
penularan penyakit tentu akan meningkatkan risiko perubahan daerah non endems
menjadi endems. Namun, sayangnya seringkali masalah kesehatan yang ringan jarang
dilaporkan,
Wisatawan memiliki pola interaksi yang dinamis dengan mikroba dan tempat-
tempat umum. Wisatawan dapat berhubungan dengan perilaku kesehatan yang
berisiko menularkan patogen melalui darah atau cairan tubuh yang lainnya.
Wisatawan juga cenderung berkaitan dengan aktivitas seksual yang dapat berisiko,
terlibat dalam aktivitas wisata yang ektrim, bersepeda, mendaki gunung dan
mengalami cedera akibat aktivitas tersebut adapun contoh masalah kesehatan dan
penyakit yang dapat dialami oleh wisatawan saat berwisata di daerah tujuan wisata
adalah:
a) Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
Kejadian wabah SARS di tahun 2003 menunjukkan adanya hubungan perjalanan
antar ruang dan wilayah dan aktivitas dinamis dan wisatawan terhadap penyebaran
penyakit ini.
b) Demam Berdarah Dengue Endems di daerah Asia Tenggara.
Wisatawan mudah mengalami DBD terutama karena tidak menggunakan salep
anti nyamuk atau kelambu saat tidur, terutama jika mereka menginap pada hotel
kelas non bintang dengan kondisi kamar yang seadanya.
c) Influensa
d) Zoonosis dan Vektor penyakit
e) Virus Ebola
f) Rabies

14
Secara ekonomi, jumlah wisatawan yang meningkat akan memberikan kontribusi
dalam pendapatan suatu daerah. Meskipun demikian, peningkatan tersebut juga
dibarengi dengan peningkatan risiko kesehatan yang terkait. Adapun risiko masalah
kesehatan yang akan dihadapi oleh wisatawan menurut berbagai Penelitian adalah
bahwa dan setiap 100.000 wisatawan yang berkunjung ke negara berkembang :

 50.000 akan mengalami masalah kesehatan


 8.000 akan memerlukan penanganan dokter
 5.000 akan memerlukan istirahat di tempat tidur
 tidak akan tidak mampu beraktivitas rutin
 300 akan memerlukan perawatan rumah sakit
 50 akan memerlukan evakuasi udara

Data ini menunjukkan bahwa separuh wisatawan mancanegara yang datang ke


negara berkembang akan mengalami masalah kesehatan yang terkait wisata. Dalam
penelitian yang menggunakan data GeoSentinel pada wisatawan yang kembali ke
daerah asal dan mencari pengobatan, dapat diketahui permasalahan kesehatan yang
umum terjadi pada wisatawan.

Masalah kesehatan lainnya adalah risiko tertular penyakit menular seksual


termasuk HIV akibat aktivitas seksual yang tidak aman. Sebuah penelitian di
Denmark pada wisatawan bermalam di wisma besar di Copenhagen menunjukkan
bahwa hanya 1/5 dari mereka membawa kondom dan hanya setengah wisatawan pria
yang menggunakan kondom saat behubungan seksual.

2.1.8. Risiko Terkait Wisata


Faktor kunci yang menentukan risiko wisatawan adalah: model transport,
tujuan, lama dan musim wisata, tujuan wisata, standard akomodasi dan kebersihan
makanan, perilaku wisatawan dan kesehatan dasar wisatawan.
Daerah tujuan dengan akomodasi, kebersihan sanitasi, layanan kesehatan, dan
kualitas air yang dan memenuhi standard tinggi relatif kecil memberikan risiko
terhadap kesehatan wisatawan, kecuali wisatawan mempunyai penyakit yang telah
ada sebelumnya. Epidemiologi penyakit infeksi di negara tujuan penting diketahui
oleh wisatawan. Adanya wabah di negara tujuan juga hendaknya diketahui oleh
wisatawan dan dokter kedokteran wisata. Adanya bencana alam, wabah penyakit baru
sering tidak dapat diprediksi sebelumnya.

15
Model transportasi, lama kunjungan, dan perilaku wisatawan menentukan
kemungkinan terpapar infeksi dan ini mempengaruhi keputusan tentang kebutuhan
pencegahan, misalnya vaksinasi tertentu atau pengobatan anti-malaria. Lama
kunjungan juga memungkinkan terpapar dengan perubahan suhu dan kelembaban atau
polusi atmosfer yang berkepanjangan.
Tujuan kunjungan juga merupakan hal penting terkait risiko kesehatan.
Perjalanan bisnis ke kota, dimana wisatawan menghabiskan waktunya di dalam hotel
atau pusat pertemuan dengan standard akomodasi tinggi, atau perjalanan wisata yang
diorganisasi dengan baik memiliki risiko lebih kecil dari pada berwisata ke daerah
terpencil, baik untuk tujun bekerja maupun kesenangan. Perilaku juga berperan besar,
misalnya pergi keluar pada malam hari di daerah endemik malaria tanpa persiapan
pencegahan akan menyebabkan terkena infeksi malaria. Gigitan serangga, hewan
pengerat atau hewan lainnya, agen infeksius makanan dan air terkontaminasi,
kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan, dan wisata ke daerah terpencil akan
membahayakan wisatawan. Di manapun tujuannya dan apapun model transportasinya,
wisatawan harus berhati-hati terhadap kemungkinan kecelakaan. terutama di jalan
atau saat melakukan olahraga.

2.1.9. Potensi Masalah Kesehatan Saat Berwisata


a) Kecelakaan
Kecelakaan merupakan salah satu penyebab terbanyak masalah kesehatan wisatawan.
Semua jenis kendaraan bermotor berpotensi menjadi sumber kecelakaan. Kebiasaan
mengemudi mungkin berbeda dengan di negara asalnya. Jika wisatawan tidak nyaman
atau familiar dengan jenis kendaraan (transmisi standard, sepeda motor, sepeda, dan
sebagainya) dia mempunyai risiko dalam mengendarai kendaraan.
b) Ketinggian
Ketinggian di atas 10.000 kaki mungkin menyebabkan acute mountain sickness
(AMS) yang ditandai dengan pusing, nyeri kepala, lelah, menggigil, dan/atau muntah.
Kelainan yang lebih berat ditandai oleh sesak nafas (edema paru akibat ketinggian)
atau letargi berat (edema otak akibat ketinggian). Penyesuaian (aklimatisasi)
ketinggian perlu dilakukan sebelum melakukan aktivitas berat. Merokok dan
penggunaan alkohol hendaknya dikurangi. Asetazolamid dapat digunakan untuk
mencegah AMS. Istirahat dan aklimatisasi lebih lanjut diperlukan untuk gejala yang

16
ringan. Jika timbul gejala berat, seperti perubahan status mental, maka wisatawan
harus diturunkan segera.
c) Terpapar Hewan
Wisatawan yang terpapar binatang dapat berisiko untuk terserang rabies atau penyakit
zoonosis yang lain. Rabies merupakan penyakit endemik di negara sedang
berkembang.
d) Pengobatan
Perhatikan interaksi semua obat-obatan yang dibawa dan sering digunakan wisatawan.
Antasid dan obat antidiare sering menggangu penyerapan obat.
e) Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual lebih sering dan tampaknya lebih resisten terhadap antibiotik
di banyak negara dari pada di Amerika Serikat. Dianjurkan menggunakan kondom
jika melakukan hubungan seksual dengan pasangan baru selama wisata.
f) Terpapar Sinar Matahari
Di negara tropis, di ketinggian, dan di atas salju dan air, paparan sinar matahari
mungkin lebih banyak dari yang diperkirakan.Wisatawan hendaknya menggunakan
pelindung sinar matahari berspektrum luas (SPF paling kecil 30 dengan proteksi UVA
dan UVB) dan menggunakan topi lebar dan kacamata. Tetrasiklin dan siprofloksasin,
yang sering dianjurkan untuk diare pada wisatawan atau pencegahan malaria, dapat
menyebabkan ruam terinduksi sinar matahari.
g) Berenang
Tempat berenang (kecuali kolam terklorinasi) mungkin terkontaminasi mikroba dari
selokan atau limpahan tanah. Wistawan perlu menanyakan tentang schistosomiasis di
tempat tersebut, dan jika meragukan sumber airnya maka sebaiknya cepat
mengeringkan badan. Gunakan alas kaki jika tidak yakin keadaan permukaan tanah.

2.1.10. Penyakit Infeksi Terkait Wisata


Berbagai macam risiko bisa dialami oleh wisatawan selama perjalanannya
menuju tempat tujuan. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang dapat dikatakan
paling sering diderita oleh wisatawan, khususnya yang berwisata di daerah tropik.
Selanjutnya akan dibahas beberapa penyakit infeksi yang bisa meningkatkan
kesakitan bahkan kematian wisatawan. Beberapa penyakit infeksi berupa: Arthropod-

17
Borne Diseases; Malaria; Flu Burung; Dengue; Diare; Severe acute respiratory
syndrome (SARS); HIV/AIDS; Rabies; Salmonella dan Demam Tifoid.

2.1.11. Pencegahan Resiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja Saat Berwisata


Peningkatan jumlah wisatawan akan diikuti dengan meningkatnya risiko
kesehatan (penyakit menular) dan kecelakaan. Racun tanaman, binatang
buas/beracun, berada di ketinggian atau lokasi berdiri/duduk berada di bawah benda,
kondisi jalan yang licin, mesin kendaraan, dkk. Berpeluang menimbulkan celaka dan
sakit, bahkan kematian. Contoh-contoh tersebut adalah sebagian potensi bahaya yang
mungkin saja timbul di tempat wisata. Oleh sebab itu, pengelola wisata penting
memiliki kemampuan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan pariwisata untuk
mengendalikan potensi bahaya di daerah wisata. Masalahnya adalah umumnya tempat
wisata yang dikelola oleh masyarakat (community based tourism) belum memahami
dan melakukan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan di lokasi wisata dengan
baik. Agar keberlanjutan pariwisata di sebuah destinasi dapat lebih terjamin, maka
pengelola wisata bertanggung jawab terhadap keamanan lingkungan dan keselamatan
wisatawan. Hal ini telah menjadi bagian dari tuntutan masyarakat agar sebuah
destinasi wisata dapat terus menarik wisatawan.

Pengendalian risiko bersifat pencegahan dan mengantisipasi risiko.


Manajemen bahaya dibutuhkan pada semua kawasan wisata, termasuk di destinasi
wisata untuk memastikan keselamatan dan keamanan pengunjung, dan serta
keberlanjutan wisata di kawasan tersebut. Risiko kecelakaan akan tinggi apabila tidak
dikelola dengan baik. Manajemen bahaya bertujuan untuk mengurangi kemungkinan
terluka, kematian, atau kehilangan hak milik. Pengendalian risiko bahaya tidak hanya
dilakukan satu kali, namun selalu dilakukan evaluasi untuk menghilangkan jika
terdapat risiko bahaya residual maupun risiko bahaya baru yang sebelumnya tidak
teridentifikasi. Risiko ini dapat dihindari atau dikurangi dengan perilaku wisatawan
seperti berhati-hati saat bepergian. Wisatawan harus memiliki kesadaran untuk tetap
menjaga kesehatan dan keamanan diri sendiri maupun orang lain.

2.1.12. Pengaruh Sektor Pariwisata di Era Pandemi Covid-19


World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan status pandemi
global untuk penyakit virus Corona 2019. atau yang juga disebut corona virus disease

18
2019 (Covid-19) pada 11 Maret 2020. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk
keprihatinan dunia atas penyebaran virus dan dampak yang mengkhawatirkan, serta
mengingatkan semua negara untuk mengaktifkan dan. meningkatkan mekanisme
respon darurat. Dalam waktu yang bersamaan seluruh warga dunia berpotensi terkena
infeksi penyakit Covid-19. Penyebarannya yang masif dan mengakibatkan tingginya
angka kematian membuat sebagian belahan dunia lumpuh dari segala aktivitas.
Beberapa negara melakukan penguncian wilayahnya dan menonaktifkan semua
aktivitas masyarakat dengan pelarangan keluar rumah.
Bagi Indonesia, saat awal terjadi pandemi, dengan mempertimbangkan
Pembatasan Sosial Berskala Besar menjadi ketetapan yang dilakukan dengan
membatasi pergerakan orang dan atau barang jasa untuk pengendalian penyebaran
virus, sebagaimana telah diatur sebelumnya dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun
2018 tentang Karantina Kesehatan. Pertimbangannya adalah penyebaran Covid-19,
semakin meningkat dan meluas dalam jumlah kasus dan/atau kematian, mencakup
lintas wilayah dan lintas negara serta berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Atas
dasar penerapan pembatasan pembatasan tersebut, aktivitas berwisata juga mengalami
penurunan secara global. UNWTO (United Nation World Trading Organization)
memperkirakan jumlah wisatawan internasional di tahun 2020 berkurang antara 850
juta hingga 1,1 miliar orang akibat wabah wabah virus corona. Berkurangnya jumlah
wisatawan diperkirakan menimbulkan kerugian antara US$910 miliar hingga US$1,2
triliun. UNWTO (2020) mencatat pada bulan April tahun 2020 terjadinya penurunan
perjalanan internasional sebesar 97% dengan kisaran kerugian sebesar $195 milyar,
yang menandakan adanya pembatasan perjalanan secara global sebagai langkah untuk
menekan penyebaran dampak penyebaran pandemi. Berdasarkan hasil survey yang
dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, secara nasional.
pandemi Covid-19 ini telah mengakibatkan 92% dari 5.242 orang pekerja sektor
pariwisata merasakan kehilangan pekerjaannya dan jenis usaha. yang paling
terdampak adalah akomodasi sebesar 87,3%, transportasi 9,4%, restoran sebesar 2,4%
dan sisanya 0,97% adalah jenis usaha lain-lain yang merasakan. kerugian atas
pandemi Covid-19 seperti souvenir shops, griya spa dan jasa pariwisata lainnya.
Karakteristik pariwisata yang cenderung sensitive, membuat pariwisata mudah
terpengaruh dalam perkembangannya, membawa dampak positif atau bahkan menuju

19
keterpurukan. Kasus pandemi Covid-19, yang terjadi secara global saat ini,
berpengaruh sangat besar terhadap perekonomian dan sosial kultural masyarakat.
Di era pandemi Covid-19 ini, faktor situasional berpengaruh saat melakukan
keputusan pembelian, konsumen sedang dalam kondisi mengalami kecemasan atas
dampak pandemi yang mengancam diri dan keluarga mereka.
Menyikapi pelemahan ekonomi terjadi dan ketidakpastian yang berakhirnya
masa pandemi Covid-19 ini, pemerintah melakukan pelonggaran untuk membuka
kembali aktivitas ekonomi meskipun masih dengan menerapkan pembatasan atau
protokol kesehatan pada tempat dan fasilitas umum. Pemberlakuan New Normal
mengakibatkan perilaku konsumen wisatawan kembali mengalami perubahan.
Dengan dibukanya kembali sisi penawaran dari industri pariwisata, konsumen
wisatawan kembali merespon sebagai kebutuhan untuk melakukan kegiatan wisata
yang diaktifkan.
Pada era pandemi Covid-19, calon wisatawan melakukan keputusan
pembelian dengan didasarkan kebutuhan. Untuk merasakan manfaat berwisata baik
dari segi utilitas dan hedoniknya. Berdasarkan beberapa penelitian dan artikel yang
relevan dengan perilaku konsumen dimasa pandemi Covid-19, keputusan konsumen
wisatawan didasari atas motivasi untuk memperoleh kepuasan produk pariwisata yang
concern pada perlindungan kenyamanan yaitu berupa kebersihan, kesehatan, dan
keselamatan sebagai tujuan yang utama dalam memutuskan pembelian.

20
2.2 PENYAKIT INFEKSI BARU (EMERGING AND REEMERGING
INFECTIOUS DISEASES) YANG MUNCUL DAN MENGANCAM
AKTIVITAS WISATA
Peristiwa dua dekade terakhir Setidaknya banyak penyakit "baru" telah diidentifikasi
(seperti AIDS, penyakit Legionnaire, dan sindrom paru hantavirus), dan penyakit tradisional
(seperti malaria dan TBC) muncul kembali. Bahkan yang baru-baru ini, yaitu Covid-19 yang
menjadi pandemi. Secara global, penyakit menular tetap menjadi penyebab utama kematian,
dan merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat.

2.2.1 Pengertian Penyakit Infeksi Baru (Emerging And Reemerging Infectious


Diseases)

1. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59


Tahun 2016 Tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging
Tertentu
Penyakit infeksi emerging adalah penyakit infeksi yang bersifat cepat
menyebar pada suatu populasi manusia, dapat berasal dari virus, bakteri, atau
parasit. Sebagian besar (75%) penyakit infeksi emerging ditularkan ke manusia
dari hewan (penyakit zoonosa). Ada tiga jenis penyakit infeksi emerging yaitu:
1) Penyakit infeksi yang muncul dan menyerang suatu populasi manusia untuk
pertama kalinya (new emerging infectious diseases)
2) Penyakit infeksi yang telah ada sebelumnya namun kasusnya meningkat
dengan sangat cepat atau menyebar meluas ke daerah geografis baru.
3) Penyakit infeksi di suatu daerah yang kasusnya sudah sangat menurun atau
terkontrol, tapi kemudian meningkat lagi kejadiannya, kadang dalam bentuk
klinis lebih berat atau fatal (re-emerging infectious diseases).

2. Menurut Kementrian Kesehatan


Emerging infectious disease (EIDs), adalah EIDs penyakit yang muncul dan
menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya, atau telah ada sebelumnya
namun meningkat dengan sangat cepat, baik dalam hal jumlah kasus baru didalam
suatu populasi, atau penyebaranya ke daerah geografis yang baru. Yang juga
dikelompokkan dalam EIDs adalah penyakit yang pernah terjadi di suatu daerah di
masa lalu, kemudian menurun atau telah dikendalikan, namun kemudian

21
dilaporkan lagi dalam jumlah yang meningkat. (Ditjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021)
Re-emerging infectious Disease (Re-EIDs), adalah penyakit yang disebut
dengan penyakit lama (re-emerging), kadang-kadang sebuah penyakit lama
muncul dalam bentuk klinis baru, yang bisa jadi lebih parah atau fatal. contoh
terbaru adalah chikungunya di India. (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021)

2.2.2 Jenis – Jenis Emerging infectious disease (EIDs)


Menurut Kemenkes. Ruang lingkup Penyakit Infeksi Emerging terbagi menjadi tiga yaitu
Penyakit Virus Emerging (Penyakit virus Ebola, Penyakit virus Hanta, Penyakit kaki tangan
dan mulut, Penyakit virus Nipah, Penyakit virus MERS, Demam berdarah Crimean-Congo,
Demam Rift Valley, Poliomyelitis dan Penyakit virus baru). Penyakit Bakteri Emerging
(Botulisme, Bruselosis, Listeriosis, Melioidosis, Pes, Demam semak). Dan Penyakit Parasitik
Emerging (Toksoplasmosis, Penyakit parasit baru).

Gambar. Contoh dari Re-emerging Infectious Diseases


(Sumber: National Institutes of Health. 2007).
Berikut ini penjelasannya:
1) Lassa fever
Demam Lassa adalah penyakit hemoragik yang disebabkan oleh infeksi virus
Lassa (LASV), merupakan virus RNA yang berantai tunggal, golongan arbovirus, 

22
genus Arenavirus dan family Arenaviridae. Virus ini berkembangbiak pada
tikus Mastomys, spesies Mastomys Natalensis, umumnya dikenal sebagai
tikus multimammate. (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan RI. 2021).
Manusia biasanya terinfeksi virus Lassa dari paparan air seni atau kotoran yang
terinfeksi tikus Mastomys. Virus Lassa juga dapat menular antar manusia melalui
kontak langsung dengan darah, urine, feses, atau sekresi tubuh lainnya dari orang
yang terinfeksi Demam Lassa. Tidak ada bukti secara epidemiologi yang mendukung
penyebaran virus Lassa melalui udara antar manusia. Penularan dari orang ke orang
terjadi pada pasien yang sedang dalam perawatan kesehatan, di mana virus dapat
menyebar melalui peralatan medis yang terkontaminasi, seperti jarum suntik yang
digunakan kembali. (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan RI. 2021).
Individu yang berisiko terinfeksi virus Lassa adalah mereka yang tinggal atau
mengunjungi daerah endemik, termasuk Sierra Leone, Liberia, Guinea, dan Nigeria
dan yang tereksposur tikus multimammate. Risiko pemaparan mungkin juga terjadi di
Negara Afrika Barat lainnya dimana Mastomys berada. (Ditjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021).

2) Ebola hemorrhagic fever


Penyakit virus ebola (PVE) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Ebola, yang
merupakan anggota keluarga filovirus. Penyakit ini dikenal dengan Ebola Virus
Disease (EVD)  atau Ebola Hemorrhagic Fever (EHF).   Penyakit ini memiliki tingkat
kematian yang tinggi. (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan RI. 2021).
PVE menular melalui darah dan cairan tubuh lainnya (termasuk feses, saliva, urine,
bekas muntahan dan sperma) dari hewan atau manusia yang terinfeksi Ebola. Virus
ini dapat masuk ke tubuh orang lain melalui kulit yang terluka atau melalui membrane
mukosa yang tidak terlindungi seperti mata, hidung dan mulut. Virus ini juga dapat
menyebar melalui jarum suntik dan infus yang telah terkontaminasi.
Beberapa faktor risiko yang memepengaruhi penularan penyakit virus ebola:
Riwayat perjalanan dari daerah / negara terjangkit; Kegiatan selama berada di daerah/
negara terjangkit; Ada tidaknya tanda dan gejala PVE; Tidak diberikan vaksin saat
berpergian ke daerah endemis; Tidak menerapkan pencegahan dan pengendalian
23
infeksi saat penangan kasus penyakit virus ebola bagi tenaga kesehatan. (Ditjen
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021).

3) Hemolytic uremic syndrome


Sindrom hemolitik uremik (SHU) merupakan penyakit pada anak yang jarang
ditemui. Penyakit ini ditandai dengan anemia hemolitik non imun, trombositopenia
dan acute kidney injury. SHU terdiri dari 2 tipe yaitu SHU tipikal atau tipe epidemik
dan SHU atipikal atau sporadik. SHU atipikal mempunyai prognosis yang lebih buruk
dari SHU tipikal. Komplikasi SHU atipikal jangka panjang yang sering ditemukan
adalah sindrom nefrotik, hipertensi, dan gangguan fungsi ginjal. (Murty, D, dkk,
2017).

4) Lyme borreliosis
Penyakit Lyme (bahasa Inggris:Lyme disease) adalah salah satu jenis penyakit
menular pada manusia dan hewan dengan perantara (vektor) berupa caplak. Penyakit
ini disebabkan oleh Borrelia burgdoferi, bakteri dari golongan Spirochetes, dan
disebarkan secara luas oleh caplak Ixodes scapularis. Kutu tersebut umumnya
menghisap darah burung, hewan peliharaan, hewan liar, dan juga manusia. Sel B.
burgdorferi ditransmisikan ke manusia saat kutu sedang menghisap darah manusia.
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian B. burgdorferi ikut keluar dari tubuh
penderita melalui urin dan penularan pada hewan diduga banyak terjadi melalui urin
yang terinfeksi. Untuk mencegah gigitan kutu pada kulit dan dari pakaian, dapat
digunakan senyawa penangkal kutu berupa dietil-m-toluamida (DEET). Vaksin untuk
penyakit Lyme juga telah dikembangkan dan terutama diperuntukkan untuk hewan.
(Wikipedia, 2021)

5) AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV,
FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau
disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
24
AIDS merupakan bentuk terparah dari infeksi HIV. HIV adalah retrovirus
sel T CD4+
yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti
(sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat
infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-
unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati
pada penderita AIDS. HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS
juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher
rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma. (Wikipedia, 2021).
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-
Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah
menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Penelitian epidemiologis dari Afrika
Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat
kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang
disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Risiko tersebut juga meningkat secara
nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing
nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal
limfosit dan makrofaga. (Wikipedia, 2021).

6) Cholera
Kolera adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan penderitanya mengalami
dehidrasi akibat diare parah. Penularan kolera biasanya terjadi melalui air yang
terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, kolera dapat berakibat fatal hanya dalam
beberapa jam saja. Kolera biasanya mewabah di daerah yang padat penduduk tanpa
sanitasi yang memadai. (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Terdapat beberapa kelompok serologi dari bakteri Vibrio cholerae, namun hanya ada
dua jenis yang dapat menyebabkan penyakit yang mewabah, yakni V.cholerae O1
dan V.cholerae O139. Kedua jenis ini memiliki derajat racun yang sama dan gejala
yang dihasilkan pun tidak jauh berbeda. Ada dua siklus kehidupan yang berbeda pada
bakteri kolera, yaitu di dalam tubuh manusia dan lingkungan. (Kementrian Kesehatan
RI, 2017).
 Bakteri kolera di tubuh manusia. Orang yang terjangkit bakteri kolera bisa
menularkan penyakit melalui tinja yang mengandung bakteri. Bakteri kolera bisa
25
berkembang biak dengan subur jika persediaan air dan makanan terkontaminasi
dengan tinja tersebut. (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
 Bakteri kolera di lingkungan. Perairan pinggir pantai yang memiliki krustasea
kecil bernama copepoda merupakan tempat alami munculnya bakteri kolera.
Plankton dan alga jenis tertentu merupakan sumber makanan bagi krustasea, dan
bakteri kolera akan ikut bersama inangnya (yaitu krustasea), mengikuti sumber
makanan yang tersebar di seluruh dunia. (Kementrian Kesehatan RI, 2017).

7) Hantavirus pulmonary syndrome


Infeksi Hantavirus disebabkan oleh virus Hanta genus Hantavirus, famili
Bunyaviridae. Infeksi Hantavirus merupakan salah satu zoonosis yang ditularkan oleh
hewan rodensia (hewan pengerat) ke manusia yang mengakibatkan gangguan bagi
kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang. Rodensia merupakan hewan
pengerat yang paling banyak ditemui, terutama di negara berkembang. Rodensia tikus
banyak berkeliaran di sekitar rumah atau di daerah persawahan. Nurisa & Ristyanto
(2005) melaporkan bahwa beberapa agen penyakit yang dapat ditularkan melalui tikus
di Indonesia antara lain bakteria riketsia, virus, jamur, protozoa atau cacing. Penyakit
yang sering muncul antara lain seperti leptospirosis, pes, salmonelosis,
schistosomiasis, eosinophilic meningitis dan infeksi Hantavirus. Penyakit ini biasanya
muncul pada saat banjir, dimana tikus keluar dari sarangnya sambil mengeluarkan
urin atau feses yang mungkin mengandung agen infeksius yang kemudian dapat
menginfeksi dan menyebabkan sakit pada manusia (Kosasih et al. 2011). (Sendow, I.,
Dharmayanti, N. L. P. I., Saepullah, M., & Adjid, R. M. A. 2016).

8) Pandemic influenza
Pandemi influenza adalah wabah yang tersebar di seluruh dunia serta menginfeksi
sebagian besar penduduk dunia melalui virus influenza. Wabah ini terjadi karena virus
influenza berawal dari hewan lalu menular ke manusia. Spesies hewan yang diduga
berperan penting dalam wabah ini yaitu babi, ayam dan bebek yang kemudian muncul
strain pada manusia. (Wikipedia, 2021)
Salah satu yang sedang terjadi sekarang ini adalah: Coronavirus merupakan
keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada
manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa

26
hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan
Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa
muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan
penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). (Ditjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021).
Orang yang tinggal atau bepergian di daerah di mana virus COVID-19
bersirkulasi sangat mungkin berisiko terinfeksi. Mereka yang terinfeksi adalah orang-
orang yang dalam 14 hari sebelum muncul gejala melakukan perjalanan dari negara
atau wilayah terjangkit, atau yang kontak erat, seperti anggota keluarga, rekan kerja
atau tenaga medis yang merawat pasien sebelum mereka tahu pasien tersebut
terinfeksi COVID-19. (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan RI. 2021).

2.2.3 Jenis-Jenis Re-emerging infectious Disease

Gambar. Contoh dari Re-emerging Infectious Diseases


1) Cryptosporidiosis

27
Kriptosporidiosis adalah penyakit zoonosis yang termasuk dalam kelompok
waterborne diseases yang disebabkan oleh parasit koksidia Cryptosporidium,
organisme patogen yang bersifat obligat intraseluler. Cryptosporidium menyebabkan
infeksi pada usus halus dan dapat menyebabkan diare akut pada manusia dan hewan.
Cryptosporidium sp merupakan salah satu protozoa usus oportunistik yang pada
umumnya asimtomatik atau menimbulkan gejala ringan dan bersifat self limited pada
individu imunokompeten, namun pada individu dengan defisiensi imun seringkali
mengakibatkan gejala ringan sampai berat mengakibatkan diare kronis dan
peningkatan angka kematian penderita human immunodeficiency virus (HIV).
(Wijayanti, T. 2017).
Kriptosporidiosis dapat ditularkan secara langsung dari manusia ke manusia
dan kontak langsung atau tidak langsung melalui bahan feses. Penularan langsung
antar manusia dapat terjadi ketika berhubungan seks melalui kontak oral-anal.
Penularan tidak langsung dapat terjadi karena terpapar oleh bahan yang positif di
dalam laboratorium atau dari air, makanan atau permukaan yang terkontaminasi. Cara
penularan lainnya adalah tertelannya air saat berenang di kolam renang yang
terkontaminasi. (Wijayanti, T. (2017).

2) Diphtheria
Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan
imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae strain
toksin. Penyakit ini ditandai dengan adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama
pada selaput mukosa faring, laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit. Manusia adalah
satu-satunya reservoir Corynebacterium diptheriae. Penularan terjadi secara droplet
(percikan ludah) dari batuk, bersin, muntah, melalui alat makan, atau kontak langsung
dari lesi di kulit. (Kemenkes RI. (2017).
Penyakit Difteri dapat dicegah dengan Imunisasi Lengkap, dengan jadwal
pemberian sesuai usia. Saat ini vaksin untuk imunisasi rutin dan imunisasi lanjutan
yang diberikan guna mencegah penyakit Difteri ada 3 macam, yaitu: 1. DPT-HB-Hib
(vaksin kombinasi mencegah Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B dan Meningitis
serta Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophylus infuenzae tipe B). 2. DT (vaksin
kombinasi Difteri Tetanus). 3. Td (vaksin kombinasi Tetanus Difteri). (Kemenkes RI.
(2017).

28
3) Malaria
Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yaitu: Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium
knowlesi. Parasit yang terakhir disebutkan ini belum banyak dilaporkan di Indonesia.
(Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan
RI. 2017).

Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko


malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor dan kemoprofilaksis.
Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan kelambu
berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain-lain. (Ditjen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI. 2017)

4) Meningitis
Penyakit meningitis merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Penyakit ini
secara umum merupakan penyakit infeksi selaput otak dan sumsum tulang belakang
dengan manifestasi demam dan kaku kuduk. Penyebabnya dapat berupa virus, bakteri,
jamur dan parasit (CDC, 2017). (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan RI. 2017).
Secara umum penyakit meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, jamur
maupun virus. Penyakit meningokokus adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria meningitidis. Penyakit meningokokus terdiri dari dua bentuk klinis
yaitu meningitis meningokokus dan septikemia meningokokus. Meningitis
meningokokus merupakan tipe infeksi pada lapisan otak dan sumsung tulang
belakang, yang seringkali terjadi selama epidemi dan mudah disembuhkan jika
ditangani dengan tepat. Sebaliknya, septikemia meningokokus merupakan tipe infeksi
bakteri pada aliran darah, kasus ini jarang terjadi namun tingkat kematian tinggi
bahkan setelah diobati. (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan RI. 2017).
Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya meningitis
meningokokus antara lain kontak erat dengan orang terinfeksi, pemukiman padat
penduduk, paparan asap rokok (aktif dan pasif), tingkat sosial ekonomi rendah,

29
perubahan iklim, dan riwayat infeksi saluran napas atas. Berdasarkan hasil penelitian
ada hubungan antara infeksi saluran pernapasan akut dan meningitis meningokokus
baik di daerah beriklim sedang dan beriklim tropis. (Ditjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2017).
Pelaku perjalanan dalam jumlah besar (seperti perjalanan ke negara terjangkit)
berperan penting dalam penyebaran penyakit. Pelaku perjalanan dalam jumlah besar
(seperti perjalanan ke negara terjangkit) berperan penting dalam penyebaran penyakit.
Wabah di Mekkah pada tahun 1987 saat periode akhir ibadah haji menyebabkan
banyak jemaah haji terjangkit dibandingkan dengan penduduk Saudi. Pencegahan
penyakit meningokokus dapat melalui pemberian vaksinasi, kemoprofilaksis dan
komunikasi risiko. (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan RI. 2017).

5) Pertusis
Pertusis merupakan penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri
Bordetella pertusis yang ditularkan melalui percikan ludah (droplet infection) dari
batuk atau bersin. Gejala yang timbul berupa pilek, mata merah, bersin, demam, batuk
ringan yang lama kelamaan menjadi parah dan menimbulkan batuk yang cepat dan
keras. Komplikasi yang dapat diakibatkan dari penyakit pertusis adalah Pneumonia
bacterialis yang dapat menyebabkan kematian. (Nurul Mahabbah, R. 2019).

6) Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit menular akut yang menyerang
susunan saraf pusat pada manusia dan hewan berdarah panas yang disebabkan oleh
virus rabies, ditularkan melalui saliva (anjing, kucing, kera) yang kena rabies dengan
jalan gigitan atau melalui luka terbuka. (Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2019).
Hal-hal yang menjadi faktor risiko penularan penyakit rabies adalah sarana
transportasi, khususnya pelabuhan yang tidak resmi, hewan peliharaan yang Tidak di
vaksinasi di daerah tertular, hewan liar di daerah tertular, pekerja yang berisiko spt
dokter hewan, penangkap anjing, petugas laboratorium, pemburu dll. Wisatawan ke
daerah tertular tapi tidak diberi pre exposure, tranplantasi terutama cornea. (Dinas
Kesehatan Provinsi Bali. 2019).

30
Penyakit Rabies telah tertular keseluruh dunia, sedangkan daerah tertular rabies di
wilayah Indonesia selain Bali meliputi 23 provinsi, artinya hanya 10 provinsi di
Indonesia yang menyandang status bebas rabies. Cara penularan virus rabies pada
hewan berbeda dengan cara penularan pada manusia. Pada hewan terjadi melalui
gigitan hewan yang menderita rabies ke hewan sehat. Cara penularan pada manusia,
dibagi dua yaitu : (1) Dari hewan ke manusia melalui gigitan hewan yang air liurnya
mengandung virus rabies. (2) Nongigitan melalui jilatan hewan yang mengandung
virus rabies pada luka, selaput mukosa yang utuh, selaput lendir mulut, selaput lendir
anus, selaput lendir alat genitalia eksterna dan melalui inhalasi / udara (jarang terjadi).
Cara penularan dari manusia ke manusia melalui transplantasi kornea, kontak air liur
penderita ke mukosa mata dan pernah ada laporan, orang sehat setelah digigit oleh
penderita rabies, mengalami sakit rabies. (Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2019).

7) Rubela
Rubella atau campak Jerman adalah infeksi virus yang ditandai dengan ruam merah
pada kulit. Rubella umumnya menyerang anak-anak dan remaja. Penyakit ini
disebabkan oleh virus rubella dan dapat menyebar dengan sangat mudah. Penularan
utamanya dapat melalui butiran liur di udara yang dikeluarkan penderita melalui
batuk atau bersin. Berbagi makanan dan minuman dalam piring atau gelas yang sama
dengan penderita juga dapat menularkan rubella. (Dinas Kesehatan Kabupaten
Mojokerto. 2019). Walau sama-sama menyebabkan ruam kemerahan pada kulit,
rubella berbeda dengan campak. Penyakit ini biasanya lebih ringan dibandingkan
dengan campak. Tetapi jika menyerang wanita yang sedang hamil, terutama sebelum
usia kehamilan lima bulan, rubella berpotensi tinggi untuk menyebabkan sindrom
rubella kongenital atau bahkan kematian bayi dalam kandungan. (Dinas Kesehatan
Kabupaten Mojokerto. 2019).

8) Schistosomiasis
Schistosomiasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh berbagai jenis cacing
parasit darah antara lain: Schistosoma japonicum, S.mansoni, S. haematobium.
Schistosomiasis di Indonesia disebabkan oleh cacing S.japonicum, dengan keong
perantara Oncomelania hupensis lindoensis. Schistosomiasis di Indonesia hanya
ditemukan / endemis di Propinsi Sulawesi Tengah yaitu di Dataran Tinggi Lindu,

31
Kabupaten Sigi dan Dataran Tinggi Napu dan Dataran Tinggi Bada, Kabupaten Poso.
Penularan ke manusia terjadi ketika larva cacing / serkaria masuk melalui pori – pori
kulit. Cacing tersebut menyebabkan kerusakan jaringan hati, sehingga menimbulkan
pembengkakan hati sampai akhirnya kematian apabila tidak diobati dengan
Praziquantel. (Balai Litbangkes Donggala Badan Litbang Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI. Tanpa Tahun).

9) Tuberculosis
TBC atau Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan karena adanya
kuman Mycobacterium Tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan.
TBC adalah penyakit infeksi yang menular dan juga dapat menyerang organ tubuh,
terutama paru-paru. (Kementrian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat. 2019).

Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan terbesar di dunia setelah


HIV. TBC harus ditangani dengan serius. Berdasarkan data dari World Health
Organization (WHO) di Indonesia kasus TBC mencapai angka 1.000.000 kasus. Dan
jumlah kematian akibat penyakit Tuberkulosis diperkirakan mencapai 110.000 kasus
per tahun. (Kementrian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat. 2019).

Penyakit TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa


disebut juga batuk darah yang ditularkan melalui pernafasan dan melalui bersin atau
batuk. Gejala awal penyakit ini adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam,
dan keluar keringat pada malam hari, gejala selanjutnya yaitu batuk terus menerus,
nyeri dada dan mungkin batuk darah, sedangkan gejala lain timbul tergantung pada
organ yang diserang. Komplikasi yang dapat diakibatkan dari penyakit TBC adalah
kelemahan dan kematian. (Nurul Mahabbah, R. (2019).

10) Yellow fever


Demam kuning adalah penyakit demam berdarah (hemoragik) virus akut  yang
ditularkan  oleh nyamuk yang terinfeksi virus penyebab demam kuning. Penyebab
penyakit demam kuning adalah virus yang tergolong dalam genus Flavivirus,
kelompok besar virus RNA. Di kawasan hutan, secara alamiah virus demam kuning
32
hidup dan memperbanyak diri pada tubuh primata selain manusia, biasanya monyet
dan simpanse. Virus ini dapat ditularkan ke manusia melalui perantara (vektor)
nyamuk. Nyamuk perantara (vektor) penyakit demam kuning di kawasan hutan Afrika
adalah Aedes africanus (terutama) dan spesies Aedes lainnya. Di Amerika Selatan,
vektor utamanya adalah spesies Haemagogus dan Sabethes. Di daerah perkotaan dari
Afrika dan Amerika Selatan, vektornya adalah Aedes aegypti. Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit menular yang berbahaya. Tingkat kematian penyakit ini berkisar
20-50%, namun pada kasus berat dapat melebihi 50%. (Ditjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021).
Empat puluh tujuh negara di Afrika (34) dan Amerika Selatan (13) endemis
demam kuning. Diperlukan kewaspadaan dini dan kekebalan tubuh sebelum
memasuki wilayah di negara tersebut. (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan RI. 2021).

2.2.4 Pencegahan Penyakit Infeksi Baru (Emerging And Reemerging Infectious


Diseases)
Menurut (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI.
2021), syarat untuk memerangi KLB EIDs ini, adalah memiliki sistem kesehatan
masyarakat, memperkuat kesiapsiaggan, surveilans, penilaian resiko, komunikasi resiko,
fasilitas laboratorium dan kapasitas respon di Kawasan merupakan hal yang sangat
penting. Dan yang juga sama pentingnya adalah membangun mitra di antara sektor
kesehatan hewan, pertanian, kehutanan dan kesehatan di tingkat nasional, regional dan
global.
Berdasarkan (Johns Hopkins Medicine. 2021), menyebutkan bahwa bepergian ke luar
negeri dapat menempatkan orang tersebut pada risiko penyakit menular. Semua orang
yang merencanakan perjalanan harus mendapat informasi tentang potensi bahaya dari
negara yang mereka tuju. Pelajari cara mengurangi risiko mereka terkena penyakit ini.

langkah-langkah ini dapat membantu mengurangi risiko bagi orang yang bepergian ke
luar negeri:
 Carilah informasi sejauh mungkin sebelum bepergian, meskipun destinasi tersebut
sudah pernah dikunjungi sebelumnya. Kondisi kesehatan dapat berubah dengan cepat
di wilayah tertentu di dunia. Dapatkan informasi sebanyak mungkin tentang risiko

33
kesehatan saat ini untuk negara atau negara yang Anda kunjungi dan pelajari tentang
risiko khusus untuk anak-anak, wanita hamil, orang dengan penyakit kronis, dan
orang dengan sistem kekebalan yang lemah yang mungkin bepergian bersama Anda.
 Untuk rekomendasi khusus, temui spesialis pengobatan perjalanan atau penyedia
layanan kesehatan yang akrab dengan area yang akan Anda kunjungi setidaknya 4
hingga 6 minggu sebelum perjalanan Anda. Jika Anda sedang hamil atau berencana
untuk hamil, pastikan untuk bertanya kepada spesialis pengobatan perjalanan tentang
masalah khusus kehamilan di daerah perjalanan Anda.  
 Pastikan vaksin rutin Anda, termasuk vaksin flu musiman, mutakhir.  
 Dapatkan imunisasi dan minum obat pencegahan yang direkomendasikan oleh
penyedia layanan kesehatan Anda. Karena beberapa di antaranya harus diberikan atau
diminum berminggu-minggu sebelum perjalanan, hubungi penyedia layanan
kesehatan Anda sedini mungkin untuk memastikan efektivitas tindakan ini.
 Jika obat diperlukan untuk pencegahan malaria, pastikan untuk meminumnya sesuai
resep. Ikuti petunjuk dosis dengan hati-hati. Obat pencegah malaria harus dimulai
sebelum perjalanan Anda untuk memastikan tingkat perlindungan dalam tubuh Anda
sebelum terkena nyamuk di tempat tujuan Anda. Tanyakan kepada penyedia layanan
kesehatan atau apoteker Anda untuk memastikan Anda memulainya cukup awal.
Mereka harus dilanjutkan selama perjalanan Anda dan selama beberapa hari tertentu
setelah Anda kembali. Jumlah waktu tergantung pada obat yang Anda resepkan.
 Kumpulkan kotak P3K perjalanan dengan barang-barang khusus yang disesuaikan
dengan tujuan Anda. Tambahkan obat-obatan dan persediaan tambahan yang cukup
untuk bertahan beberapa hari setelah durasi perjalanan Anda. Penyedia layanan
kesehatan Anda dapat membantu Anda mengidentifikasi apa yang harus disertakan
dalam kit Anda.
 Teliti perawatan medis darurat selama perjalanan Anda dan layanan evakuasi medis
apa yang tersedia jika terjadi penyakit serius. Hubungi paket asuransi kesehatan Anda
untuk mengetahui apa yang ditanggung di negara lain. Bawalah 2 salinan informasi
asuransi kesehatan Anda dan simpan di tempat terpisah. Jika Anda bepergian sebagai
bagian dari tur yang terorganisir, hubungi agen mengenai layanan medis yang tersedia
dan asuransi tambahan apa pun yang mungkin tersedia.
 Jika Anda memiliki gejala penyakit menular ketika Anda kembali ke rumah, hubungi
penyedia layanan kesehatan Anda dan jelaskan di mana Anda telah bepergian.

34
Gejalanya bisa termasuk demam, ruam, nyeri sendi, diare, sakit perut, dan mata
merah. Namun, setiap orang adalah unik dan gejala Anda mungkin berbeda. Jika
Anda jatuh sakit saat kembali ke rumah, yang terbaik adalah memeriksakan diri ke
penyedia layanan kesehatan Anda. 

35
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Wisatawan merupakan kelompok populasi yang penting secara epidemiologi,
karena memiliki mobilitas yang tinggi, cepat berpindah dari satu destinasi wisata ke
destinasi lainnya (WHO, 2008). Mereka memiliki potensi terpapar penyakit dan
kejadian yang tidak diinginkan di luar tempat asal, sehingga terkadang kasus ringan
jarang dilaporkan dan jarang mencari pengobatan. Wisatawan adalah salah satu
populasi yang berisiko untuk terpapar penyakit di daerah wisata atau kecelakaan
akibat aktivitas wisata yang dilakukan karena mereka memiliki mobilitas yang tinggi
dan berpindah-pindah dan satu destinasi ke destinasi lainnya. Dari karakteristik
tersebut, ada kemungkinan penularan penyakit ke tempat asal dan sebaliknya.
Berbagai macam risiko bisa dialami oleh wisatawan selama perjalanannya
menuju tempat tujuan. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang dapat dikatakan
paling sering diderita oleh wisatawan, khususnya yang berwisata di daerah tropik.
Selanjutnya akan dibahas beberapa penyakit infeksi yang bisa meningkatkan
kesakitan bahkan kematian wisatawan. Beberapa penyakit infeksi berupa: Arthropod-
Borne Diseases; Malaria; Flu Burung; Dengue; Diare; Severe acute respiratory
syndrome (SARS); HIV/AIDS; Rabies; Salmonella dan Demam Tifoid.
Menurut Kemenkes. Ruang lingkup Penyakit Infeksi Emerging terbagi menjadi
tiga yaitu Penyakit Virus Emerging (Penyakit virus Ebola, Penyakit virus Hanta,
Penyakit kaki tangan dan mulut, Penyakit virus Nipah, Penyakit virus MERS, Demam
berdarah Crimean-Congo, Demam Rift Valley, Poliomyelitis dan Penyakit virus
baru). Penyakit Bakteri Emerging (Botulisme, Bruselosis, Listeriosis, Melioidosis,
Pes, Demam semak). Dan Penyakit Parasitik Emerging (Toksoplasmosis, Penyakit
parasit baru).
Menurut (Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan
RI. 2021), syarat untuk memerangi KLB EIDs ini, adalah memiliki sistem kesehatan
masyarakat, memperkuat kesiapsiaggan, surveilans, penilaian resiko, komunikasi
resiko, fasilitas laboratorium dan kapasitas respon di Kawasan merupakan hal yang
sangat penting. Dan yang juga sama pentingnya adalah membangun mitra di antara

36
sektor kesehatan hewan, pertanian, kehutanan dan kesehatan di tingkat nasional,
regional dan global.
Berdasarkan (Johns Hopkins Medicine. 2021), menyebutkan bahwa bepergian ke
luar negeri dapat menempatkan orang tersebut pada risiko penyakit menular. Semua
orang yang merencanakan perjalanan harus mendapat informasi tentang potensi
bahaya dari negara yang mereka tuju. Pelajari cara mengurangi risiko mereka terkena
penyakit ini.

3.2. Saran
Diperlukan keterlibatan dari semua sektor mulai dari pemerintah, masyarakat,
swasta untuk mencapai wisata yang sehat dan aman bagi para wisatawan. Untuk itu,
diperlukan juga peran dari praktisi kesehatan masyarakat dalam upaya pencegahan
dan promosi terkait faktor resiko aktivitas wisata, yang bertujuan untuk menjamin
kesehatan masyarakat dan juga bagi para wisatawan yang berkunjung untuk terlebih
dahulu mengenali dan mencari tahu informasi terkait daerah wisata yang akan
dikunjungi sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan maupun penanggulangan
akibat penyakit infeksi di daerah sekitar yang dapat mengancam aktivitas wisata.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ady Wirawan & Kawan-kawan, (2021). KESEHATAN DAN KESELAMATAN WISATA,


Penerbit Andi 2021, diakses pada 16 Agustus 2021,
<https://books.google.co.id/books/about/Kesehatan_dan_Keselamatan_Wisata.html?
hl=id&id=TzYzEAAAQBAJ&redir_esc=y>

Ady Wirawan, (2016). KESEHATAN PARIWISATA: ASPEK KESEHATAN MASYARAKAT


DI DAERAH TUJUAN WISATA, Arc. Com. Health, Vol. 3 No. 1 : ix - xiv, diakses pada
16 Agustus 2021, <https://media.neliti.com/media/publications/165262-ID-kesehatan-
pariwisata-aspek-kesehatan-mas.pdf>

Balai Litbangkes Donggala Badan Litbang Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Tanpa
Tahun. Schistosomiasis, donggala.litbang.kemkes.go.id, diakses 17 Agustus 2021,
<https://www.donggala.litbang.kemkes.go.id/index.php/galeri/schistosomiasis>

Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto. (2019). Apa itu Rubella. dinkes.mojokertokab.go.id,


diakses 17 Agustus 2021, <http://dinkes.mojokertokab.go.id/berita/apa-itu-rubella

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2019. Bahaya Penyakit Rabies. diskes.baliprov.go.id, diakses
17 Agustus 2021, <https://www.diskes.baliprov.go.id/bahaya-penyakit-rabies/>

Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021, Demam
Lassa, infeksiemerging.kemkes.go.id, diakses 17 Agustus 2021,
<https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/demam-lassa >

Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021, Penyakit
Virus Ebola (PVE/EVD), infeksiemerging.kemkes.go.id, diakses 17 Agustus 2021,
<https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/penyakit-virus-ebola-pve-evd >

Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021, QnA :
Pertanyaan dan Jawaban Terkait COVID-19, infeksiemerging.kemkes.go.id, diakses 17
Agustus 2021, <https://infeksiemerging.kemkes.go.id/uncategorized/qna-pertanyaan-dan-
jawaban-terkait-covid-19>

Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2017. Buku
Panduan Dan Deteksi Respon Penyakit Meningitis Meningokokus. Jakarta: Kementerian
kesehatan Republik Indonesia, diakses 17 Agustus

38
2021<https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/Ebook_PANDUAN_DETEKSI_RE
SPON_MM-signed.pdf>

Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2021, Demam
Kuning (Yellow Fever), infeksiemerging.kemkes.go.id, diakses 17 Agustus 2021,
<https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/demam-kuning-yellow-fever>

Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI. 2017.
Buku saku penatalaksanaan kasus malaria. Jakarta: Kementerian kesehatan Republik
Indonesia. diakses 17 Agustus 2021, <https://persi.or.id/wp-
content/uploads/2020/11/bukusaku_malaria.pdf>

I Ketut S & I Gusti N W, (2017). PENGETAHUAN DASAR ILMU PARIWISATA, Pustaka


Larasan, diakses pada 16 Agustus 2021,
<https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/3daa3fbf01385573f120b76e48d
f024a.pdf>

Johns Hopkins Medicine. 2021. Emerging Infectious Diseases, hopkinsmedicine.org, diakses


17 Agustus 2021, <https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-
diseases/emerging-infectious-diseases>

Kemenkes RI. (2017). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Difteri.


Jakarta: Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, diakses 17 Agustus 2021, <
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/wp-content/uploads/2018/01/buku-pedoman-
pencegahan-dan-penanggulangan-difteri.pdf >

Kementrian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, 2019,


Apa itu TOSS TBC dan Kenali Gejala TBC. promkes.kemkes.go.id, diakses 17 Agustus
2021, <https://promkes.kemkes.go.id/apa-itu-toss-tbc-dan-kenali-gejala-tbc >

Ketut S, (2017). KESEHATAN WISATA, Universitas Udayana, diakses pada 16 Agustus


2021, <https://docplayer.info/50657473-Kesehatan-wisata-ketut-suastika-395l.html>

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 59 Tahun 2016 Tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging
Tertentu.

Muhammad, Helfi & Khoiriyah, (2020). PENCEGAHAN RISIKO KESEHATAN DAN


KESELAMATAN BERWISATA : STUDI KASUS OBJEK WISATA LAVA BANTAL-

39
SLEMAN, D.I YOGYAKARTA, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 10, Nomor 01,
2020, diakses pada 16 Agustus 2021,
<https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/PJKM/article/download/873/952/>

Murty, D, dkk, 2017, Gagal Ginjal Kronik, Sindrom Nefrotik dan Hipertensi pada Sindrom
Hemolitik Uremik, etd.repository.ugm.ac.id, diakses 17 Agustus 2021,
<http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/128625>

National Institutes of Health. (2007). Understanding emerging and re-emerging infectious


diseases. Biological sciences curriculum study. NIH Curriculum Supplement Series.
National Institutes of Health, Bethesda, MD, diakses 16 Agustus 2021,
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK20370/>

Ni Made D. K, (2017). BACKPACKER DAN KESEHATAN PARIWISATA DI PULAU BALI,


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, diakses pada 16 Agustus 2021,
<http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/14871/1/9a5bf9723879d29c5cfb0db1772a4971.pdf>

Nurul Mahabbah, R. (2019). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR (Studi Pada Ibu Yang Memiliki Baduta (12-24
Bulan) Di Kelurahan Setiawargi Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya Tahun 2019)
(Doctoral dissertation, Universitas Siliwangi), diakses 17 Agustus 2021,
<http://repositori.unsil.ac.id/817/>

Sendow, I., Dharmayanti, N. L. P. I., Saepullah, M., & Adjid, R. M. A. (2016). Hantavirus
Infection: Anticipation of Zoonotic Disease in Indonesia. WARTAZOA. Indonesian
Bulletin of Animal and Veterinary Sciences, 26(1), 17-26, diakses 17 Agustus 2021,
<https://infeksiemerging.kemkes.go.id/document/download/xbX6mlzdeV>

Wijayanti, T. (2017). Kriptosporidiosis di Indonesia. BALABA: JURNAL LITBANG


PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA, 73-82.
diakses 17 Agustus 2021,
<https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/blb/article/view/239>

Wikipedia, 2021, AIDS, wikipedia.org, <https://id.wikipedia.org/wiki/AIDS> Kementrian


Kesehatan RI, 2017, Mengenal Wabah Kolera, pusatkrisis.kemkes.go.id, diakses 17
Agustus 2021, <https://pusatkrisis.kemkes.go.id/mengenal-wabah-kolera>

40
Wikipedia, 2021, Pandemi influenza, wikipedia.org, diakses 17 Agustus 2021,
<https://id.wikipedia.org/wiki/Pandemi_influenza>

Wikipedia, 2021, Penyakit Lyme, wikipedia.org, diakses 17 Agustus 2021,


<https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_Lyme>

Wiwik S, (2020). ANALISIS PERILAKU KONSUMEN WISATAWAN ERA PANDEMI


COVID-19 (STUDI KASUS PARIWISATA DI NUSA TENGGARA BARAT), Jurnal Bestari,
Volume /Nomor 01, Agustus 2020, P.56-66, diakses pada 16 Agustus 2021,
<https://jurnalbestari.ntbprov.go.id/index.php/bestari1/article/view/9>

41

Anda mungkin juga menyukai