Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENILAIAN RISIKO

ERGONOMI PADA PENJAHIT

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


“ERGONOMI”

DOSEN PENGAMPUH :
MAKOMULAMIN, SKM,M.Kes

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6:
Sisi Fransiska Awananda (17011009)
Aprilia Adha (17011001)
Feni Nurlela (17011049)
Gilang Novarisandy (17011007)

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
HANG TUAH PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaEsa karena atas berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini dalam tepat waktu. Dalam laporan ini
kami menjelaskan mengenai penilaian risiko dan metode yang digunakan sehingga makalah ini
kami berijudul “Laporan Penilaian Risiko Ergonomi Pada Penjahit”.Laporan ini dibuat dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Ergonomi.
Harapan kami semoga penulisan ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Kami menyadari, bahwa dalam penulisan ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang
kami miliki, namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami  dengan
menyediakan dokumen atau sumber informasi, dan memberikan masukan pemikiran. Oleh
karena itu kami sebagai penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam makalah ini, serta
kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di waktu
yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.

         
   Pekanbaru, 22 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………….…………………..


DAFTAR ISI………………………………………….…………………………………..
DAFTAR TABEL………………………………………….………………………….....
DAFTAR GAMBAR………………………………………….………………………....
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………….……………………....
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang …………………………………………….…………..................
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………..................
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………..................
D. Manfaat Penelitian……………………………………………………..................

BAB II Tinjauan Pustaka


A. Ergonomi
1. Pengetian Ergonomi...........................................................................................
2. Ruang Lingkup Ergonomi.................................................................................
B. Penjahit
1. Pengertian Penjahit............................................................................................
2. Ergomomi Posisi Penjahit.................................................................................
3. Posisi Badan Waktu Menjahit...........................................................................
C. Keluhan Muskulesketal
1. Definisi Keluhan Muskulesketal........................................................................
2. Faktor Keluhan Muskulesketal...........................................................................
D. Metode Penilaian Ergonomi
1. REBA.................................................................................................................
2. Langkah Pemberian Skor REBA........................................................................
3. NBM....................................................................................................................
4. OWAS.................................................................................................................

BAB III Metodologi


A. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................................
B. Sarana.......................................................................................................................
C. Metode dan Media yang digunakan.........................................................................
D. Kendala.....................................................................................................................

BAB IV Kesimpulan dan Saran


A. Kesimpulan...............................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................................
DAFTAR TABLE

Tabel 1. Hasil Metode OWAS..........................................................................................................


Tabel 2. Kategori Tindakan OWAS.................................................................................................
Tabel 3. Rekaputulasi Kuesioner NBM...........................................................................................
Tabel 4. Distribusi Skor Metode REBA..........................................................................................
Tabel 5. Hasil Perhitungan dengan Metode OWAS........................................................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penilaian Postur Kerja..............................................................................................


Gambar 2. Kuesioner NBM......................................................................................................
Gambar 3. OWAS ( a 1-4 dan b 1-3)......................................................................................
Gambar 4. Penilaian pada Kaki...............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN

Berita Acara Identifikasi Nilai Ergonomi ........................................................................................


Absensi Identifikasi Nilai Ergonomi................................................................................................
Surat Permohonan Izin Kunjungan Lapangan.................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Perubahan besar memaksa sector industry untuk terus berkembang dalam peningkatan
produksi dan menjadikan peran serta aspek kesehatan dan keselamatan kerja menjadi penilaian
prioritas utama dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Pekerja cenderung akan
mengalami kondisi buruk ketika tuntutan pekerjaan melebihi kapasitas kemampuan sehingga
perlu diciptakan keadaan aman dan nyaman di lingkungan kerja guna mencegah keluhan akibat
kerja serta risiko ergonomi terhadap postur tubuh saat bekerja. Setiap pekerjaan memiliki risiko
menyebabkan kelelahan, yang dikenal dengan kelelahan kerja. Kelelahan kerja dapat
mengakibatkan prestasi kerja menurun, badan tidak enak, serta menurunnya semangat kerja
hingga berpengaruh pada produktivitas (Fitrihana, 2008). Kesehatan dan keselamatankerja (K3)
adalah kondisi atau faktor yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan pekerja atau pekerja lain (termasuk pekerja sementara dan kontraktor), pengunjung,
atau setiap orang di tempat kerja (Ramli, 2013). MenurutTarwaka (2015) kelelahan yang
disebabkan karena kerja statis akan berbeda dengan kerja dinamis. Pada ototstatis, dengan
pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit,
sedangkan pada pengerahan tenaga< 20% kerja fisik dapat berlangsung lebih lama. Pengerahan
tenaga otot statis sebesar 15–20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan
berlangsung sepanjang hari.

Penelitian ini akan mengambil subjek penelitian subjektif pada penjahit di Industri bantal
House Sleep. Industri House Sleep merupakan salah satu home industry bantal yang terdapat di
daerah Pekanbaru. Pekerja di Industri bantal House Sleep ini bekerja selama 8 jam, istirahat 1
jam dan 6 hariselamaseminggu. Proses produksibantal, industriini memerlukan peran manusia
terutama dalam segi fisik, khususnya menjahit. Penjahit merupakan salah satu pekerjaan yang
ditekuni oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia, baik secara individu maupun pekerja
industri. Kelompok pekerja tersebut sering kali mengalami keadaan posturkerja yang kaku dan
beban otot yang statis akibat pekerjaan yang berulang-ulang dilakukan dengan kecepatan tinggi
dan produksi yang besar.

Pekerjaan menjahit adalah bekerja dengan aktivitas kedua tangan yang selalu berada diatas
meja mesin jahit untuk memegang obyek jahitan dan kedua kaki menekan sadel penggerak
dinamo, dengan leher cenderung miring kedepan. Jika hal tersebut terjadi untuk waktu yang
cukup lama, maka pekerjaan ini dapat menimbulkan keluhan sakit otot pada daerah bahu, kaku
leher, dan sakit pinggang. Bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang
meliputi otot bahu, leher, lengan tangan, jari punggung, pinggang dan otot- otot bagian bawah.
Faktor pekerjaan yang dapat yang dapat menyebabkan kelelahan pada penjahit adalah pekerjaan
yang monoton, postur duduk yang cenderung membungkuk kearah mesin jahit/ postur janggal
dan kebutuhan visual. Faktor risiko tersebut disebabkan oleh postur pekerjaanya sendiri,
pergerakan yang berulang sebagai tuntutan dari pekerjaan dan desain tempat duduk yang tidak
memadai, tinggi meja yang tidak sesuai, kurangnya pencahayaan, penempatan pedal yang
membuat postur kaki dan lutut menjadi salah, dan ukuran mesin yang tidak sesuai (Kaergaard&
Andersen, 2000).

Metode REBA, OWAS dan NBM merupakan suatu metode dengan menggunakan target
postur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan otot skeletal. Penerapan dari metode
ini dapat meningkatkan kenyamanan kerja, sebagai peningkatan kualitas produksi, setelah
dilakukannya perbaikan sikap kerja (Tarwaka, 2010). Penelitian ini dilakukan pengamatan dan
penelitian terhadap Faktor pekerjaan (sikapkerja) yang menyebabkan karakteristik pekerja
mengalami kejadian kelelahan kerja serta pengukuran kelelahan secara subjektif. Menyikapi hal
tersebut, mengacu pada peraturan K3, maka semua pihak yang terkait dengan proses produksi
untuk meningkatkan kesadaran dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatankerja di setiap
tempat kerja dan program membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi
tanggungjawab semua pihak yang terkait dengan proses produksi (Lettyzia, 2015).
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah, yaitu


“Mengidentifikasi Nilai Ergonomi di Usaha House Sleep, Tampan, Pekanbaru.”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi Nilai Ergonomi dengan Metode REBA, OWAS dan NBM.


b. Mengurangi keluhan-keluhan pekerja akibat proses kerja dengan menggunakan
fasilitas yang kurang ergonomis.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan member manfaat kepada pihak-pihak yang terkait.
Adapun manfaat yang diharapkan antara lain:

a. Dengan adanya penilaian ini maka metode kerja diharapakan dapat lebih baik.
b. Dapat digunakan untuk meningkatkan kuantitas produksi dan kualitas pekerja dalam
bekerja.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ergonomi

1. Pengertian Ergonomi
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam
lingkungan.Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomic ialah penyesuaian tugas
pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.
Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar
tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan
kebutuhan tubuh manusia. Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomic ditujukan
untuk “fitting the Job to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan, sebagai ilmu
terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan
kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan
produktivitasnya”.

2. Ruang Lingkup Ergonomi


Ergonomi adalah ilmu dari pembelajaran multi disiplin ilmu lain yang menjembatani
beberapa disiplin ilmu dan professional, serta merangkum informasi, temuan, dan prinsip dari
masing-masing keilmuan tersebut. Keilmuan yang dimaksud antara lain ilmu faal, anatomi,
psikologi, fisika, dan teknik.
Ilmu faal dan anatomi memberikan gambaran bentuk tubuh manusia, kemampuan tubuh atau
anggota gerak untuk mengangkat atau ketahanan terhadap suatu gaya yang diterimanya. Ilmu
psikologi faal memberikan gambaran terhadap fungsi otak dan system persyarafan dalam
kaitannya dengan tingkah laku, sementara eksperimental mencoba memahami suatu cara
bagaimana mengambil sikap, memahami, mempelajari, mengingat, serta mengendalikan
proses motorik. Sedangkan ilmu fisika dan teknik memberikan informasi yang sama untuk
desain lingkungan kerja dimana pekerja terlibat. Kesatuan data dari beberapa bidang
keilmuan tersebut, dalam ergonomic dipergunakan untuk memaksimalkan keselamatan kerja,
efisiensi, dan kepercayaan diri pekerja sehingga dapat mempermudah pengenalan dan
pemahaman terhadap tugas yang diberikan serta untuk meningkatkan kenyamanan dan
kepuasan pekerja.

3. Tujuan dan Prinsip Ergonomi


Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penerapan ilmu ergonomi. Tujuan-
tujuan dari penerapan ergonomic adalah sebagai berikut (Tarwaka, 2004):
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan social melalui peningkatan kualitas kontak sosial
dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan social
baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspekteknis, ekonomis, dan
antropologis dari setiap system kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas
kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Memahami prinsi pergonomiakan mempermudah evaluasi setiap tugas atau pekerjaan
meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomic terus mengalami kemajuan dan teknologi yang
digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah. Prinsip ergonomic adalah pedoman dalam
menerapkan ergonomi di tempat kerja. Menurut Baiduri dalam diktat kuliah ergonomic
terdapat 12 prinsip ergonomi, yaitu sebagai berikut:
a. Bekerja dalam posisi atau postur normal.
b. Mengurangi beban berlebihan.
c. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan.
d. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh.
e. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan.
f. Minimalisasi gerakan statis.
g. Minimalisasikan titik beban.
h. Mencakup jarak ruang.
i. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.
j. Melakukan gerakan, olah raga, dan peregangansaat bekerja

B. Penjahit
1. PengertianPenjahit.
Penjahit adalah seseorang yang melakukan pekerjaan menjahit. Menurut
pengertiannya menjahit adalah pekerjaan untuk menghasilkan produk sandang dengan
menyambungkain atau bahan-bahan lain menggunakan jarum jahit dan benang.
Kegiatan menjahit dapat dilakukan dengan cara manual menggunakan tangan
memakai jarum tangan atau dengan memanfaatkan mesin jahit. Produk sandang yang
dihasilkandari proses menjahit dapat berupa baju, celana, tirai, tas, seprai, dan lain
sebagainya (Jones, 2005). Penjahit merupakan proses penyambungankain atau bahan-
bahan pelatihan/pendidikan karena menjadi seorangpenjahit yang handal bukanlah hal
yang mudah, ada tata cara untuk membuat design, membuat pola dan ada tata cara
untuk memotong kain yang baik dan benar. Pendidikan menjahit dapat diperoleh di
kursus menjahit atau sekolah mode. Orang bekerja mejahit pakaian disebut penjahit.
Penjahit pakaian pria disebut tailor, sedangkan pakaian wanita disebut modiste. Dapat
disimpulakan bahwa menjahit merupakan sebuah pekerjaan menyambung kain dan
bahan-bahan lain yang bisa di lakukan dengan memakai jarum tangan maupun
dengan mesin jahit. Tidak semua orang bias menjahit, karena menjahit perlu bakat
atau keahlian yang sangat tinggi dan kreatif. Menjahit juga perlu pelatihan untuk
membuat pola dan memotong kain agar menjadi sebuah pakaian yang bisa di pakai
seseorang (Fajarsari, 2016).

2. Ergonomi Posisi Penjahit


Bekerja dengan posis janggal dapat meningkatka jumlah energi yang dibutuhkan
dalam bekerja. Posisi janggal adalah posisi tubuh yang tidak sesuai pada saat
melakukan pekerjaan sehingga dapat menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga
dari otot kejaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan kelelahan.
Yang termasuk dalam posisi janggal yakni pengulangan atau waktu lama dalam posisi
menggapai, berputar, memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam posisi
statis, dan menjepit dengan tangan. Posisi ini melibatkan beberapa area tubuh seperti
bahu, punggung, dan lutut karena daerah inilah yang paling sering mengalami cedera
(Andini, 2015).
Menurut Wijayanti (2017) Perbaikan yang dilakukan untuk memperbaiki posisi
kerja adalah dengan membuat kursi usulan yang memilki sandaran. Kursi dibuat
dengan memperhatikan antropometri dan postur tubuh pekerja. Beberapa kelebihan
yang dimiliki oleh kursi usulan ini yaitu:
A. Memiliki bantalan dari busa yang dilapisi kulit sintetis untuk
peristirahatan punggung pekerja. Bahan yang digunakan terbuat dari
busa agar pekerja dapat bersandar dengan nyaman. Kulit yang
melapisi busa tersebut juga berfungsi agar punggung dari pekerja
tidak berkeringat.
B. Memiliki bantalan untuk dudukan yang terbuat dari busa yang
dilapisi kulit sintetis, dimana menghindarkan cepatnya pegal karena
operator duduk terus-menerus selama bekerja.
C. Memiliki lebar sandaran yang disesuaikan dengan bahu operator
terbesar, sehingga jika operator memiliki tubuh yang besar tetap
dapat nyaman jika ingin beristirahat.
D. Lebar sandaran kursi yang sangat lebar, sehingga bahu operator tidak
ada yang melebihi lebar sandaran kursi.

3. Posisi badan pada waktu menjahit

Karakteristik posisi kerja saat menjahit adalah duduk statis, forward head posture (kepala
sedikit membungkuk), posisi siku dan lutut menekuk. Terdapat gerakan mengulang secara
simultan pada tangan dan kaki saat menggunakan mesin jahit. Sikap tersebut dipertahankan
dengan mata sebagai control penglihatan dalam menjahit, tangan sebagai pengarah bahan
yang dijahit dan kaki mengontrol kecepatan menjahit (Chandra, et al. 2014 dalam Rusni,
2017). Posisi control mesin yang tepat. Pegangan mesin dapat mengalami sakit punggung
jika control mesin, seperti pedal kaki dan bantalan penyangga lutut atau penyangga kaki
berada pada posisi yang salah. Untuk kenyamanan yang maksimal, pedal sebaiknya
diletakkan pada pertengahan antara bench mesin bagian depan, kursi harus digeser
kebelakang yang menyebabkan penggunaan mesin tidak dapat bersandar pada sandaran kursi
ketika menjahit. Bantalan penyangga lutut sebaiknya diletakkan dengan baik sehingga dapat
dioprasikan dengan lutut bukan dengan paha yang akan menyebabkan kaki bergerak tarlalu
banyak sehingga cepat lelah. Jika mesin di sesuaikan dengan penyangga kaki dan
bukanpenyanggalutut, makamesinharusdiletakkansekedarmungkindengan pedal dan benar.

C. Keluhan Muskuloskeletal

1. Definisi Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan musculoskeletal adalah gangguan yang terjadi pada bagian otot skeletal
yang disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus
dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan pada sendi, ligamen dan
tendon, (Sutopo, 2009). Keluhan pada bagian-bagian otot skeletal dapat dirasakan mulai
dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis
secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon.

Secara garis besar keluhan musculoskeletal dapat dikelompokkan menjadi dua,


yaitu:

a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan, dan
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut (Tarwaka et al, 2004 dalam Nurhikmah, 2011).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang terlalu berlebihan akibat
pembebanan kerja yang terlalu panjang dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya,
keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-20% dari
kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20% maka peredaran darah ke
otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang
diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolism karbohidrat terhambat dan
sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeriotot
(Suma‟mur 1996 dalam Zulfiqor 2010).

Menurut Kromer (1989 dalam Nurhikmah 2011) mengungkapkan gejala yang akan
menunjukkan tingkat keparahan Musculoskeletal Disorders dapat dilihat dari:

a. Tahap 1: Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala ini biasanya
menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak berpengaruh pada performa
kerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat.
b. Tahap 2: Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah bekerja. Tidur
mungkin terganggu, kadang-kadang menyebabkan berkurangnya performa kerja.

c. Tahap 3: Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika bergerak
secara repetitif. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan pekerjaan, kadang-kadang
tidak sesuai kapasitas kerja.

2. Faktor Keluhan Muskuloskeletal

Peter Vi (2000 dalam Wulandari 2011) menjelaskan bahwa, terdapat beberapafaktor yang
dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal antara lain sebagai berikut:

a. Peregangan otot yang berlebihan


Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dilekuhkan oleh pekerja di mana
aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat,
mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini
terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.
Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan
otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
b. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti
pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, menjahit, angkat-angkut dan
sebagainya.Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara
terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

c. Sikap kerja tidak alamiah


Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian
tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat,
punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi
bagian tubuh dari pusat grafitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya
keluhan system muskuloskeletal. Sikap kerja tidak alaimahini ada umumnya karena
karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan
dan keterbatasan pekerja.

Tarwaka (2010 dalam Wulandari 2011) menyebutkan adapun factor penyebab sekunder antara
lain:

a. Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, saat tangan
memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung
dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeriotot
yang menetap.
b. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggiakan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi
statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat
dan timbul rasa nyeri otot.

c. Mikrolimat

Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak
dan kekuatan otot menurun. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Perbedaan
suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi
yang ada dalam tubuh akan dimanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan
lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energy yang cukup,
maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah
menjadi kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolism karbohidrat
terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri otot.

D. Metode Penilaian Ergonomi

1. REBA (Rapid Entire Body Assessment (REBA)

REBA (Rapid Entire Body Assessment) merupakan salah satu metode yang bias
digunakan dalam analisa postur kerja. REBA dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr.
Lynn Mc Atamney yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University
of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic). Metode REBA dalam bidang
ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan, dan kaki seorang pekerja. REBA lebih umum, dalam penjumlahan
salah satu system baru dalam analisis yang didalamnya termasuk faktor-faktor dinamis
dan statis bentuk pembebanan interaksi pembebanan perorangan, dan konsep baru
berhubungan dengan pertimbangan dengan sebutan “The Gravity Attended”untuk
mengutamakan posisi dari yang paling unggul. (Wisanggeni, 2010). Metode REBA telah
mengikuti karakteristik, yang telah dikembangkan untuk memberikanjawaban untuk
keperluan mendapatkan peralatan yang biasa digunakan untuk mengukur pada aspek
pembebanan fisik para pekerja. Analisa dapat dibuat sebelum atau setelah sebuah
interferensi untuk mendemonstrasikan resiko yang telahdihentikan dari sebuah cedera
yang timbul. Hal ini memberikan sebuah kecepatan pada penilaian sistematis dari risiko
sikap tubuh dari seluruh tubuh yang bisa pekerja dapat kandari pekerjaannya.

Pengembangan dari percobaan metode REBA adalah (Hignett dan McAtemney,


2000) :

1. Untuk mengembangkan sebuah system dari analisa bentuk tubuh yang


pantas untuk resiko musculoskeletal pada berbagai macam tugas.
2. Untuk membagi tubuh kedalam bagian-bagian untuk pemberian kode
individual, menerangkan rencana perpindahan.
3. Untuk mendukung system penilaian aktivitas otot pada posisi statis
(kelompok bagian, atau bagian dari tubuh), dinamis (aksi berulang,
contohnya pengulangan yang unggul pada veces/minute, kecuali berjalan
kaki), tidak cocok dengan perubahan posisi yang cepat.

4. Untuk menggapai interaksi atau hubungan antara seorang dan beban


adalah penting dalam manipulasi manual, tetapi itu tidak selalu bisa
dilakukan dengan tangan.

5. Untuk memberikan sebuah tingkatan dari aksi melalui nilai akhir dengan
indikasi dalam keadaan terpaksa.

6. Hanya membutuhkan peralatan yang minimal seperti pena dan kertas


metode.

Metode REBA juga dilengkapi dengan faktor coupling, beban eksternal aktivitas
kerja. Dalam metode ini, segmen-segmen tubuh dibagi menjadi dua group, yaitu group A
dan group B. Group A terdiri dari punggung (batang tubuh), leher, dan kaki. Sedangkan
group B terdiri dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Penilaian postur
kerja pada masing- masing group tersebut didasarkan pada postur-postur pada table
berikut:
GAMBAR 1. Penilaian Postur Reba

2. Langkah – langkah Pemberian Skor REBA


Untuk menentukan skor REBA ada beberapa langkah yang harus dilalui terlebih
dahulu. Yang pertama menghitung skor pada tabel A yang terdiri dari leher (neck),
batang tubuh (trunk), dan kaki (legs). Kemudian menghitung tabel B yang terdiri dari
lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist).
Setelah didapatkan skor akhirtabel A dan B maka dimasukkan kedalam tabel C yang
kemudian menentukan ketegori tindakannya. Terdapat 13 langkah dalam menentukan
skor REBA.

3. Nordic Body Map (NBM)


Salah satu tools yang digunakan untuk mengetahui gambaran Musculoskeletal
Disorders merupakan kuesioner Nordic Body Map. Nordic Body Map merupakan
kuesioner berupa peta tubuh yang berisikan data bagian tubuh yang dikeluhkan oleh para
pekerja. Kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering digunakan
untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuesionerini paling sering
digunakan karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. (Kroemer, 1994).
Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9
bagian utama, yaitu :

1. Leher
2. Bahu

3. Punggung bagian atas

4. Siku

5. Punggung bagian bawah

6. Pergelangan tangan/tangan

7. Pinggang/pantat

8. Lutut

9. Tumit/kaki

Dalam Tarwaka (2004) dengan melihat dan menganalisis peta tubuh (NBM)
seperti pada gambar 2.8, maka dapat di estimasi jenis dan tingkat keluhanotot skeletal
yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana namun kurang teliti karena
mengandung subjektivitas yang tinggi. Untuk menekan biasa yang mungkinterjadi,
maka sebaiknya pengukuran di lakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
maka sebaiknya pengukuran di lakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
kerja (pre and post test).
Gambar 2. Kuesioner NBM

4. Ovako Working Analysis System (OWAS)

OWAS merupakan sebuah metode ergonomi yang digunakan untuk mengevaluasi


postural stress pada pekerja yang dapat mengakibatkanmuscu- loskeletal disorders atau
kelainan otot. Metode ini dimulai pada tahun 1970-an di perusahaan Ovako Oy Fin-
landia. Dikembangkan oleh Karhu dan kelompoknya di LaboratoriumKeseha- tan Buruh
Finlandia yang mengkaji tentang pengaruh sikap kerja terhadap gangguan kesehatan
seperti sakit pada punggung, leher, bahu, kaki, dll. Peneli- tian tersebut memfokuskan
hubungan antara postur kerja dengan berat beban. Seiring berjalannya waktu, metode ini
disempurnakan oleh Stofert pada tahun 1985.
Metode OWAS memberikan informasimengenai penilaian postur tubuh pada saat
bekerja sehingga dapat melakukan evaluasi dini atas risikokecela- kaan tubuh manusia
yang terdiri atas beberapa bagian penting, yaitu (Anggrai- ni, Pratama : 2012) :
a. Punggung (back)
b. Lengan (arm)
c. Kaki (leg)
d. Beban Kerja (load)

Penilaian tersebut digabungkan untuk melakukan perbaikan kondisi bagian postur


tubuh yang berisiko terhadap kecelakaan. Berikut penilaian terhadap gerakan atau
postur tubuh pada saat bekerja :
a. Penilaian pada punggung (back) diberikan nilai 1 – 4

Gambar 3. Penilian OWAS (a:1-4) dan ( b:1-3)


b. Penilaian pada lengan (arm) diberikan nilai 1 – 3
gambar 4. Penilaian pada kaki
c. Penilaian pada kaki (legs) diberikan nilai 1 – 7

d. Penilaian pada beban (load) diberikannilai 1 – 3


a. 1 = < 10 kg
b. 2 = 10 -20 kg
c. 3 = > 20 kg

Hasil dari analisa metode OWAS diberi penilaian kedalam 4 kategori skala sikap kerja yaitu :

Tabel 1. Hasil Metode OWAS


Hasil akhir dari analisa OWAS secara keseluruhan dimasukkan kedalam tabel yang disebut
‘Tabel Kategori Tindakan Kerja OWAS’. Berikut contoh tablel tersebut:

Tabel 2. Kategori Tindakan Owas


BAB III

METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Usaha Produksi Bantal House Sleep Jalan Srikandi Komplek
Wadya Graha 3 Blok D20, KecamatanTampan, Pekanbaru, Riau.
Waktu Penelitian ini dilakukan padaPukul 08.00 WIB. Padahari Sabtu, 14 Desember
2019.

B.Sasaran
Sasaran dalam penelitian ini adalah beberapa pekerja yang bekerja di Produksi bantal
House Sleep sebagai Penjahit.

C. Metode dan Media yang digunakan


Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara:
a. Observasi
Merupakan proses pengumpulan data dari fakta yang ada di lapangan sebagai dasar
mengidentifikasi masalah yang ada guna untuk memberikan gambaran terkait penelitian.
b. Wawancara
Merupakan prsoses pengumpulan data dengan cara melakukan Tanya jawab secara
langsung kepada subjek penelitian.
c. Kuesioner
Kuesioner diberikan kepada pekerja mengisiterkait Nordic Body Map, REBA, dan
OWAS. Berikut beberapa kuesioner yang telah kami berikan kepada para pekerje
tersebut:

Tabel 3 Rekapitulasi kuesioner Nordic body map


Sesudah bekerja
No Jenis Keluhan
Ya (orang) Tidak (orang)
1 Sakit kaku pada bagian leher atas 5 6
2 Sakit kaku pada bagian leher bawah 4 7
3 Sakit di bahu kiri 8 3
4 Sakit di bahu kanan 4 7
5 Sakit lengan atas kiri 6 2

6 Sakit di punggung 7 4
7 Sakit lengan atas kanan 3 8
8 Sakit pada pinggang 10 1
9 Sakit pada pinggul 9 2
10 Sakit pada pantat 11 0
11 Sakit pada siku kiri 0 11
12 Sakit pada siku kanan 0 11
13 Sakit lengan bawah kiri 4 7
14 Sakit lengan bawah kanan 7 4
15 Sakit pada pergelangan tangan kiri 10 1
16 Sakit pada pergelangan tangan kanan 10 1
17 Sakit pada tangan kiri 5 6
18 Sakit pada tangan kanan 5 6
19 Sakit pada paha kiri 0 11
20 Sakit pada paha kanan 0 11
21 Sakit pada lutut kiri 0 11
22 Sakit pada lutut kanan 3 8
23 Sakit pada betis kiri 5 6
24 Sakit pada betis kanan 3 8
25 Sakit pada pergelangan kaki kiri 11 0
26 Sakit pada pergelangan kaki kanan 11 0
27 Sakit pada kaki kiri 11 0
28 Sakit pada kaki kanan 10 1

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat keluhan yang paling dominan


dirasakan welder yakni pada bagian tubuh pinggang. Hal ini dikarenakan postur
kerja welder yang digunakan saat melakukan proses menjahit dengan waktu yang
lumayan lama Faktor lain yang menyebabkan welder merasakan keluhan pada
bagian tubuh ini yaitu karena lamanya waktu kerja saat proses menjahit.

Tabel 4. Distribusi Skor Metode REBA


Responden Skor Awal Skor Keadaan Skor
Statis
1 4 1 5
2 4 1 5
3 3 1 4
4 4 1 5
5 4 1 5
6 4 1 5
7 5 1 6
8 4 1 5
9 5 1 6
10 4 1 5
11 4 1 5
Hasil penilaian postur kerja teknisi dengan REBA untuk aktivitas (a) adalah termasuk kategori
high risk yang berarti diperlukan tindakan perbaikan segera. Adapun high risk pada aktivitas ini
dipengaruhi oleh posisi punggung yang memiliki skor 4 dan juga posisi lengan atas yang tidak
ergonomis. Hasil penilaian postur kerja teknisi dengan REBA untuk aktivitas (b) adalah
termasuk kategori very high risk yang berarti diperlukan tindakan perbaikan sekarang. Adapun
high risk pada aktivitas ini dipengaruhi oleh posisi punggung yang memiliki skor 5, posisi lengan
atas,dan pergerakan lengan yang tidak ergonomis. Jadi,perlu ada perbaikan sekarang pada posisi
posisi punggung dan pergerakan lengan. Sedangkan untuk aktivitas (c) termasuk dalam kategori
medium risk yang berarti diperlukan perbaikan pada postur ini. Postur kerja yang kurang baik
tersebut dilakukan dalam intensitas yang cukup tinggi dalam satu hari. Jika hal ini dibiarkan saja
secara terus menerus, maka potensi resiko teknisi menderita cedera tulang belakang dan cedera
pada bagian punggung dan lengan akan semakin tinggi.

Tabel 5. Hasil Perhitungan dengan Metode OWAS


1 2 3 4 5 6 7 LEGS
BACK ARMS USE
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 OF
FORCE
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3
2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4
3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1
3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1
3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1
1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
4 2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4
3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

Berdasarkan kode sikap OWAS yang diperoleh, nilai katagori jatuh pada kode 4.
Nilai katagori 4 memiliki arti aksi katagori perlu dilakukan perbaikan sekarang juga
terhadap postur kerja. Jika perbaikan tidak dilakukan segera mungkin, sangat berpeluang
besar bagi welder menderita MSDs.

d. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlaku. Dokumentasi ini berbentuk foto. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
D. Kendala

Kendala nya tidak banyak hanya saja tempat rumah produksi lumayan jauh dari kota dan
sedikit mengganggu waktu para pekerja tersebut ketika melakukan sesi wawancara dan mengisi
kuesioner.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan para pekerja,
umumnya mereka belum mengetahui denga baik dan benar terkait masalah ergonomic. Karena
dapat dilihat dari hasil pengolahan data, yang mana hasil yang di dapat menunjukkan
diperlukannya tindakan segera yang perlu diambil.
Setelah diberikan penyuluhan kepada pekerja tersebut terlihat para pekerja telah mengerti dengan
materi yang disampaikan.

B. SARAN
Diharapkan kepada pemilik usaha agar melakukan upaya keelamatan dan kesehatan kerja dengan
cara melakukan penyuluhan seperti memasang poster-poster mengenai posisi kerja yang
ergonomis, dapat memberikan informasi mengenai risiko bagi kesehatan pekerja

Anda mungkin juga menyukai