Adi Santosa
Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain
Universitas Kristen Petra Surabaya
Email: adis@petra.ac.id
ABSTRAK
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Dalam tulisan ini dibahas
tentang pencahayaan pada ruang dan aplikasinya pada interior rumah sakit. Ada dua hal yang dipertimbangkan
yaitu prinsip pencahayaan ruang, faktor kuantitas dan kualitas pencahayaan. Studi kasus yang dipakai adalah
Ruang Rawat Inap Kelas Utama Gedung Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.
Kata kunci: pencahayaan, interior, rumah sakit
ABSTRACT
Lighting is one of the important factors in the designing of room. This paper discusses about lighting in a
room and its application in the interior of a hospital. There are two consideration, these are the principle of
lighting of space and the factor of quantity and quality of lighting. This is a case study at the Superior Class
Care Room of Lukas Building, Panti Rapih Hospital, Yogyakarta.
Keywords: lighting, interior, hospital
49
50 DIMENSI INTERIOR, VOL.4, NO.2, DESEMBER 2006: 49-56
tampak lebih terang daripada lantai yang berwarna - Jendela tinggi lebih efektif daripada jendela
gelap dan bertekstur. Ching (1987) juga mengatakan, rendah, kerena sinar dapat menusuk lebih jauh ke
ketinggian dan kualitas permukaan plafon akan dalam ruangan.
mempengaruhi derajat cahaya di dalam ruang. - Ambang bawah jendela (sill) hendaknya setinggi
Fikstur yang dipasang pada plafon tinggi harus daun meja. Dengan sill yang lebih rendah dari
memberikan cahaya dalam jarak yang lebih besar daun meja ruangan akan cepat panas atau cepat
untuk mencapai derajat pencahayaan yang sama dingin dan juga bisa menyebabkan silau.
dengan beberapa fikstur yang digantung dari plafon. - Jarak antara jendela dengan tempat beraktivitas
Sastrowinoto (1985) mengatakan, pencahayaan tidak lebih dari dua kali tinggi jendela.
buatan umumnya menggunakan bola listrik atau - Rasio antara jumlah luas jendela dengan luas
tabung pendar (fluorescent tube). Bola listrik lantai sebaiknya 1:5 (hanya pedoman umum,
menghasilkan cahaya yang mengandung lebih
dapat diubah dengan pertimbangan tertentu).
banyak sinar merah dan kuning daripada cahaya
- Kaca jendela harus mampu menyalurkan cahaya
siang. Karena itu cahaya ini tidak cocok kalau
dengan cepat agar cahaya siang dapat efektif.
dipakai untuk mengenali warna. Ia juga
- Perlindungan terhadap sinar matahari langsung
memancarkan panas sehingga kurang nyaman.
Lampu tersebut bisa mencapai suhu 60°C atau lebih atas radiasi panas dan silau akan efisien kalau
hingga membuat kurang nyaman terutama kalau memakai tirai di luar jendela. Penempatan kerei
ditempatkan dekat kepala. di sebelah dalam jendela tidak mengurangi radiasi
Selanjutnya dikatakan bahwa cahaya pendar panas.
berlandaskan pada transformasi dari energi listrik
kepada radiasi ketika arus listrik tersebut dilewatkan Selanjutnya berkaitan dengan pencahayaan pada
gas (biasanya argon atau neon) atau uap merkuri. rumah sakit, Depkes RI (1992) mendefinisikan
Lapisan pendar (fluorescent lining) di dalam tabung pencahayaan sebagai jumlah penyinaran pada suatu
merubah sinar lembayung ultra (ultra violet) yang bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan
dilepaskan oleh gas menjadi cahaya yang dapat kegiatan secara efektif. Pada rumah sakit intensitas
dilihat. Posisi warna dari sinar yang diradiasikan pencahayaan untuk ruang pasien saat tidak tidur
dapat diatur dengan jalan mengubah-ubah susunan sebesar 100-200 lux dengan warna cahaya sedang,
kimia dari pelapisan tersebut. Jadi kita mendapatkan sementara pada saat tidur maksimum 50 lux, koridor
cahaya pendar bernada hangat, putih ataupun biru minimal 60 lux, tangga minimal 100 lux, dan toilet
dan lain- lain. Kebaikan jenis ini ialah cerah lampu minimal 100 lux. Pencahayaan alam maupun buatan
yang cukup rendah hingga tidak menyilaukan. diupayakan agar tidak menimbulkan silau dan
Sementara keburukannya adalah adanya kerling intensitasnya sesuai dengan peruntukannya.
gerakan (movement flickering) akibat aliran listrik
bolak-balik. Namun karena gerakannya lebih cepat FAKTOR KUANTITAS DAN KUALITAS
dari pada kemampuan kerling mulus dari mata PENCAHAYAAN
(flicker fusion rate) maka kerlingan itu tidak dapat
disadari kecuali bila sinar pendar tersebut menerpa Menurut Nurmianto dan Shanti Dewi (1999)
permukaan benda yang mengkilap. Efek ini dapat sifat cahaya ditentukan oleh faktor kuantitas dan
diatasi atau dikurangi dengan cara menempatkan kualitas. Faktor kuantitas berhubungan dengan
lebih dari satu lampu untuk bidang penerangan yang intensitas pencahayaan yang dibutuhkan yang
sama. tergantung dari tingkat ketelitian, bagian yang
Sastrowinoto (1985) juga menambahkan bahwa diamati, warna obyek, kemampuan untuk
pada dasarnya prinsip fisiologis dari cahaya buatan memantulkan cahaya dan kece- merlangan. Faktor
berlaku juga pada cahaya siang. Namun secara alami kualitas pencahayaan ditentukan oleh ada tidaknya
cahaya siang mempunyai fungsi yang berbeda kesilauan dari permukaan meng- kilap.
dengan penerangan. Cahaya siang menyebabkan kita Lebih lanjut Nurmianto (1996) mengatakan
kontak dengan dunia luar, memberikan pemandangan bahwa cahaya yang menyilaukan terjadi jika cahaya
menge- nai lingkungan sekitar serta menunjuk waktu yang berlebihan mencapai mata. Hal ini akan dibagi
dari hari serta keadaan cuaca. menjadi dua kategori. Pertama, cahaya menyilaukan
Jendela merupakan media yang umum dipakai yang tidak menyenangkan (discomfort glare).
untuk memasukkan cahaya siang ke dalam ruang. Cahaya ini mengganggu tetapi tidak seberapa
Oleh karena itu perencanaannya harus diperhitungkan mengganggu kegiatan visual, dapat meningkatkan
secara matang agar dapat diperoleh efektifitas pene- kelelahan dan menyebabkan sakit kepala; Kedua,
rangan. Beberapa kriteria berikut dapat dipakai silau yang mengganggu (disability glare). Cahaya ini
sebagai acuan untuk memaksimalkan fungsi jendela:
Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT
Santoso, Pencahayaan Pada Interior Rumah 51
secara Sakit
Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT
berkala mengganggu penglihatan dengan adanya Letak lantai ini perlu diketahui karena dapat
penghamburan cahaya dalam lensa mata. Sumber- berpengaruh terhadap kondisi pencahayaan ruang
sumber silau meliputi: terkait dengan adanya bangunan atau elemen
Lampu tanpa pelindung yang dipasang terlalu lansekap lain di sekitar gedung. Dalam kajian ini
rendah. yang diambil sebagai kasus hanyalah pada gedung
Jendela besar pada permukaan tepat pada mata. Lukas lantai 2 saja.
Lampu atau cahaya dengan terang yang ber- Ruang rawat inap utama gedung Lukas diguna-
lebihan. kan sebagai ruang rawat umum. Disamping peng-
Pantulan dari permukaan terang. gunanya bisa mulai dari anak-anak, orang dewasa
Untuk menghindarkan silau, Sastrowinoto (1985) hingga orang tua, ruang rawat inap ini juga
memaparkan beberapa prinsip yang dapat digunakan untuk merawat pasien dengan jenis
diterangkan sebagai berikut: penyakit umum. Disamping itu pada tiap kamar juga
Semakin pendek waktu menatap silau, tahap terdapat tempat tidur yang dapat digunakan oleh
adaptasi asali semakin cepat tercapai. anggota keluarga yang ingin menunggui pasien 24
jam. Dalam kaitannya dengan masalah pencahayaan,
Derajat dari silau tergantung pada cerah relatif
berarti standar pencahayaan yang dapat digunakan
dari sumbernya. Ia meningkat dengan
sebagai tolok ukur pada ruang rawat inap ini adalah
meningkatnya area sumber sinar dan paling
standar pencahayaan orang pada umumnya, dimana
celaka kalau sumber sinar itu dekat dengan garis
standar untuk orang yang sakit dianggap tidak
pandang.
berbeda dengan standar untuk orang yang sehat.
Sumber sinar di atas garis pandang tidak begitu
memuakkan daripada yang terletak di samping
atau di bawahnya. PENCAHAYAAN PADA INTERIOR GEDUNG
Bahaya silau semakin besar bila penerangan LUKAS
umum di bidang visual bertingkat rendah: lampu
Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dijabarkan
besar tidak akan membutakan kalau terjadi di
di atas, berikut akan dibahas mengenai kasus yang
waktu siang.
terjadi pada interior ruang rawat inap utama gedung
Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta:
BATASAN OBYEK KAJIAN Terang dari sebuah ruang akan ditentukan oleh
sumber cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda
Obyek yang akan dikaji sebagai kasus adalah yang ditempatkan di dalam ruang termasuk lantai,
interior ruang rawat inap utama gedung Lukas, dinding, plafon, pintu dan sebagainya. Lantai pada
Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Gedung ruang-ruang di Gedung Lukas terbuat dari keramik
Lukas terletak di tengah sisi Selatan komplek rumah berwarna putih bergurat merah jambu maupun abu-
sakit, tepatnya di sebelah Timur gedung rawat jalan abu dan bertekstur halus kecuali pada toilet dan
yang juga merupakan jalan masuk dari arah depan. ramp yang menggunakan keramik berwarna abu-abu
Dari lantai atas bangunan dapat dilihat pemandangan polos dan bertekstur kasar. Karena warna-warna yang
taman dengan bangunan di seberangnya pada arah digunakan merupakan warna-warna ringan maka akan
Utara. Hal ini memberi peluang bagi sumber dapat memantulkan lebih banyak cahaya yang jatuh
pencahayaan alami yang baik dan merata dari pagi ke permukaannya dan membantu ruangan tampak
hingga sore hari. Pada arah Selatan pemandangannya lebih terang daripada lantai yang berwarna gelap dan
cukup sempit sehingga taman di bawahnya tidak bertekstur.
tampak. Namun demikian cahaya alami masih dapat Dinding pada ruang pasien, toilet, koridor, ruang
masuk dengan baik. Pada arah Timur terdapat perawat, dapur, dan ruang cuci juga menggunakan
bangunan baru yang lebih tinggi. Keberadaan keramik dengan warna yang sama hingga ketinggian
bangunan ini dapat menghalangi cahaya alami yang 200 cm, sementara di atasnya hingga mencapai
masuk secara frontal pada pagi hari. Pada arah barat plafon digunakan cat tembok berwarna biru muda
terdapat bangunan lama yang hanya berlantai satu untuk ruang pasien, sementara untuk ruang lainnya
sehingga tidak dapat menghalangi terik cahaya digunakan warna krem. Kemudian pada daun pintu
matahari pada sore hari mengenai bangunan gedung dan jendela digunakan warna kuning gading. Dengan
Lukas. mengacu pada kriteria di atas maka dapat diketahui
Gedung Lukas terdiri atas tiga lantai yaitu: lantai bahwa dinding juga merupakan elemen ruang yang
dasar, lantai pertama dan lantai kedua. Ruang rawat dapat memantulkan cahaya dengan baik.
inap utama terletak di lantai dasar dan lantai pertama.
Plafon dengan tinggi 290 cm pada semua ruang terlalu dekat dengan kepala, sebab fikstur ini dapat
dicat tembok dengan warna putih polos. Sesuai ditarik-ulur dari ketinggian 160 – 210 cm di atas
dengan pernyataan Ching (1987) maka ketinggian lantai. Adanya fasilitas dimmer control juga dapat
dan kualitas permukaan plafon ini akan digunakan sebagai pangatur untuk mengatasi hal-hal
mempengaruhi derajat cahaya di dalam ruang, di atas.
dimana ketinggian ini termasuk dalam kategori Selain pada plafon, sebuah fikstur cahaya
standar dan warna putih sangat mendukung untuk terdapat pula pada dinding di atas kepala tempat tidur
merefleksikan cahaya. penunggu. Jenis lampu yang digunakan adalah lampu
Sumber cahaya pada gedung Lukas berasal dari pijar bening 25 watt. Meskipun berada di atas kepala
dua macam sumber yaitu cahaya buatan dan cahaya (pada posisi pasien tidur), namun karena pada
alami. Sumber cahaya buatan berupa lampu pijar dan fiksturnya dipasang penutup dari fiberglass warna
lampu tabung pendar (fluorescent), sedangkan putih doff maka cahaya dapat dibiaskan. Dengan
sumber cahaya alami berupa sinar matahari yang kondisi pencahayaan buatan yang demikian maka
dimasukkan ke dalam ruang melalui jendela, pintu kebutuhan pencahayaan pada malam hari akan dapat
dan ventilasi. terpenuhi dengan baik.
Karena kondisi pencahayaan pada tiap-tiap ruang Pencahayaan alami diperoleh dari jendela yang
lebih bersifat spesifik maka berikut dianalisis dipasang disamping tiap-tiap ruang, yaitu menghadap
mengenai faktor pencahayaan tersebut ruang per ke arah Selatan untuk ruang pasien di blok Selatan
ruang. dan menghadap ke arah Utara untuk ruang pasien di
blok Utara. Dengan kondisi jendela yang menghadap
Pencahayaan pada Ruang Pasien ke arah pemandangan di halaman gedung maka hal
Jenis lampu yang digunakan adalah lampu pijar ini telah sesuai dengan pernyataan Sastrowinoto
60 watt softone yang dipasang pada sebuah fikstur (1985) mengenai fungsi tambahan dari sumber
yang digantung pada plafon. Seperti yang dike- cahaya siang yaitu kontak dengan dunia luar,
mukakan Sastrowinoto (1985) maka kelemahan dari memberikan peman- dangan mengenai lingkungan
jenis lampu ini adalah mengandung banyak sinar sekitar serta menunjuk waktu dari hari serta keadaan
merah dan kuning sehingga kurang cocok dipakai cuaca.
untuk mengenali warna. Namun hal ini dapat diatasi Jumlah jendela tiap satu ruang pasien sebanyak
dengan pemilihan jenis softone sehingga warna dua buah masing-masing berukuran lebar 90 cm,
terkesan menjadi lebih lembut dan lebih putih. tinggi 110 cm dengan ambang bawah jendela 90 cm
Disamping itu penggunaan fikstur yang berfungsi dari lantai. Jendela ini cukup tinggi sehingga secara
membiaskan cahaya dapat menghindarkan efektif dapat memasukkan sinar lebih jauh ke dalam
penyinaran langsung yang tajam. Sementara sehingga panas dan silau dari luar dapat dihindarkan.
kelemahan berikutnya yaitu dampak panas sinar yang Jangkauan area penyinaran (400 cm) juga tidak
dapat mencapai 60° C, kondisi ini dapat diatasi melebihi dua kali tinggi total jendela (200 cm dari
dengan cara mengatur letak ketinggian fikstur lampu lantai). Tidak adanya penempatan benda-benda di
apabila luar
Gambar 1. Sumber pencahayaan alami dan buatan pada ruang pasien
jendela juga memungkinkan cahaya dapat masuk ke pemasangannya masuk dalam jangkauan sudut
dalam ruang secara tepat. Meskipun di luar tidak pandang mata orang berdiri, namun karena jenis
dipasang tirai namun dengan adanya ujung atap teras cahaya lampunya pendar (fluorescent) dan dilengkapi
yang miring dan menjorok cukup jauh ke luar serta dengan pelindung maka silau dapat dihindari.
dilengkapinya jendela dengan gorden maka kontak Tidak ada pencahayaan alami yang khusus
terhadap sinar matahari langsung atas radiasi panas disediakan pada toilet ini, kecuali cahaya yang masuk
dan silau dapat dihindarkan. Dengan demikian maka dari pintu yang mengarah ke ruang pasien atau
hal-hal di atas telah menunjukkan kesesuaian dengan ventilasi gas buang pada sisi toilet yang bersebelahan
ketentuan yang diberikan oleh Sastrowinoto (1985) dengan gedung bagian luar.
tentang acuan untuk memaksimalkan fungsi jendela.
Dengan kondisi pencahayaan alami yang demikian Pencahayaan pada Ruang Perawat
maka kebutuhan pencahayaan pada siang hari dapat
Jenis lampu yang digunakan adalah lampu TL 40
terpenuhi dengan baik. watt yang dipasang pada sebuah fikstur yang
menggunakan pelindung dan dipasang masuk ke
Pencahayaan pada Toilet Pasien dalam plafon (inbouw). Jumlah fikstur dua buah dan
Jenis lampu yang digunakan adalah lampu pijar pada masing-masing fikstur dipasang satu lampu.
40 watt softone yang dipasang di tengah plafon, Seperti dikatakan Sastrowinoto (1985) bahwa
tanpa menggunakan rumahan atau pelindung. Seperti kelebihan penggunaan lampu jenis ini adalah cerah
halnya ruang pasien, lampu pijar ini berjenis softone lampu yang cukup rendah hingga tidak menyilaukan.
sehingga sinarnya lebih putih. Sementara tidak Sementara keburukannya adalah adanya kerling
adanya rumahan atau pelindung dapat menyebabkan gerakan (movement flickering) akibat aliran listrik
silau dan panas apabila terlalu dekat dengan kepala. bolak-balik. Namun demikian hal ini telah teratasi
Namun demikian mengingat pemasangannya yang dengan pemasangan dua buah fikstur dalam ruang
cukup tinggi (290 cm di atas lantai) maka hal yang sama. Pemasangan fikstur yang masuk ke
tersebut dapat dihindari. dalam plafon (inbouw) disamping memaksimalkan
Sementara persis di atas kaca cermin dipasang fokus pencahayaan ke bawah juga dapat
sebuah lampu TL 20 watt pada ketinggian 180 cm menghindarkan silau apabila lampu tertatap mata
dari lantai. Lampu ini ditempatkan pada sebuah secara langsung, sebab ini mungkin terjadi
fikstur yang diberi rumahan atau pelindung atau mengingat lampu dapat terlihat dari jarak ruang yang
penutup dari bahan fiber warna bening bertekstur jauh.
buram. Sekalipun
Gambar 2. Sumber pancahayaan buatan pada toilet pasien
Pencahayaan alami berasal dari sisi kanan dan di luar jendela maupun vitras pada jendela maka
belakang ruang berupa 6 buah jendela berderet yang silau pada pagi hari akan sulit untuk dihindarkan.
masing-masing berukuran lebar 85 cm, tinggi 110 cm Tetapi cahaya silau di pagi hari tersebut tidak
dengan ambang bawah jendela 90 cm dari lantai. berlangsung lama, sebab begitu posisi sinar matahari
Mengingat standar pemasangan dan ukurannya meninggi maka penyinaran langsung yang
hampir sama dengan pemasangan jendela pada ruang mengakibatkan silau akan berakhir. Disamping itu
pasien maka analisis jendela pada ruang pasien cahaya yang masuk banyak terhalangi oleh ambang
berlaku juga untuk analisis jendela ruang perawat. bawah jendela yang cukup tinggi serta arah sinarnya
Namun demikian perbedaanya adalah posisi jendela dari samping sehingga tidak menusuk atau tertatap
yang berada di sebelah Timur menyebabkan cahaya mata secara frontal. Dengan kondisi pencahayaan
matahari pada pagi hari dapat masuk secara buatan maupun alami yang demikian maka
langsung, meskipun jarak ujung atap di luar gedung kebutuhan pencahayaan pada malam maupun siang
menjorok cukup jauh ke luar. Apalagi dengan tidak hari dapat terpenuhi.
adanya tirai
Gambar 3. Sumber pencahayaan alami dan buatan pada ruang perawat saat pagi hari.
Santoso, Pencahayaan Pada Interior Rumah 55
Sakit
Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT
56 DIMENSI INTERIOR, VOL.4, NO.2, DESEMBER 2006: 49-56
Gambar 4. Sumber pencahayaan alami pada koridor saat pagi dan sore hari
Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=INT
dan silau ini diteruskan oleh lantai, dinding dan Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi, Konsep Dasar
plafonnya, sementara orang harus menatapnya secara dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Guna Widya.
frontal dan terus-menerus selama menyusuri koridor.
Sastrowinoto, Suyatno. 1981. Meningkatkan Produk-
REFERENSI tivitas dengan Ergonomi. Jakarta: PT. Pustaka
Binaman Pressindo.
Ching. A.D.K. 1987. Interior Design Illustrated. Nurminato, Eko dan Dyah Santhi Dewi. 1999. Ergo-
New York: Van Nostrand Reinhold Company nomi Kognitif: Waktu Respon Karyawan
Inc. sebagai Pengaruh dari Faktor Pencahayaan
Departemen Kesehatan RI. 1992. Standar Pelayanan dan Kebisingan. Bandung: Simposium dan
Rumah Sakit. Jakarta: Departmen Kesehatan Pameran Ergonomi Indonesia.
RI.