Anda di halaman 1dari 30

PENILAIAN POSTUR KERJA PADA TUKANG BANGUNAN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

Disusun Oleh:

Rahmad Yogi NIM. 200130176

Annisa Ikalia NST NIM. 190130130

Mutia Sari NIM. 200130200

KELOMPOK 2

KELAS A3

UJIAN AKHIR SEMESTER

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat berhasil
menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tidak lupa juga kami ucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang sudah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik berupa pikiran maupun materinya. Kami berharap
semoga laporan ini bisa menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembacanya.

Kami sadar masih banyak kekurangan di dalam penyususnan laporan ini,


karena keterbatasan pengetahuan serta pengalaman kami. Untuk itu kami begitu
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan ini.

Lhokseumawe, 22 Juni 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan Masalah...............................................................................3
BAB II................................................................................................................4
LANDASAN TEORI.........................................................................................4
2.1 Pengertian Ergonomi......................................................................4
2.2 Tujuan Ergonomi.............................................................................4
2.3 Faktor Risiko Ergonomi.................................................................4
2.4 Postur kerja......................................................................................5
2.5 Musculoskeletal Disorders (MSDs).................................................7
2.6 Nordic Body Map............................................................................9
2.7 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)......................................10
BAB III.............................................................................................................17
METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................17
3.1 Metode Pengumpulan Data...........................................................17
3.2 Pengolahan Data............................................................................18
3.2.1 Pengolahan Data NBM..................................................................18
3.2.2 Pengolahan Data Rula...................................................................20
3.2 Analisis Data..................................................................................23
BAB IV.............................................................................................................24
KESIMPULAN................................................................................................24
4.1 Kesimpulan....................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................25

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman

2.1 Nordic Body Map..................................................................................10


2.2 Postur Lengan Bawah............................................................................13
2.3 Postur Lengan Atas................................................................................13
2.4 Postur Pergelangan Tangan...................................................................14
2.5 Postur Leher...........................................................................................14
2.6 Postur Tulang Belakang.........................................................................15
2.7 Postur Kaki............................................................................................16
3.1 Lembar analisis RULA..........................................................................17
3.2 Operator.................................................................................................21

iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

3.1 Rekapitulasi Kuisioneir Nordic Body Map............................................18


3.2 Klasifikasi Tingkat Resiko Berdasarkan Total Skor Individu................19
3.3 Skor Grup A............................................................................................21
3.4 Skor Grup B............................................................................................22
3.5 Skor Akhir Grup A dan Grup B..............................................................22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia industri,Kondisi kerja yang baik merupakan suatu hak bagi
pekerja yang harus didapatkan. Perusahaan atau pelaku industri harus mampu
menyediakan lingkungan dan kondisi kerja yang aman dan nyaman bagi para
pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Kondisi kerja perlu diperhatikan karena
sangat erat kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan kerja untuk semua
pekerja. Manusia akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga
dicapai suatu hasil yang optimal, apabila ditunjang dengan kondisi kerja yang
baik. Kondisi kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat
melaksanakan kegiatannya secara optimal,sehat,aman dan
nyaman.(Sedarmayanti, 2000).
Produktivitas dan kondisi kerja mempunyai ketergantungan satu sama
lain, Produktivitas tidak akan baik Jika kondisi kerja tidak efektif. Keluhan &
Kecelakaan kerja akan terjadi jika pekerja melakukan pekerjaan dengan kondisi
kerja yang tidak ergonomi atau kurang efektif, jika dalam suatu proses kerja
terjadi kecelakaan kerja dapat berakibat produksi menjadi terhenti. Yang harus
menjadi perhatian jika ingin mendapatkan produktivitas yang baik dan
meminimalisir gangguan pada sistem otot dan kecelakaan kerja yaitu dengan
menggunakan konsep ergonomi dalam pekerjaan.
Perancangan fasilitas dan penerapan prosedur kerja yang kurang
diperhatikan dapat menyebabkan timbulnya masalah dalam ergonomi. Salah satu
gejala umum yang timbul akibat kerja yang tidak ergonomi adalah gangguan
musculoskeletal. Gangguan musculoskeletal adalah keluhan dari bagian-bagian
otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan sampai
sangat sakit.Apabila otot menerima beban statis secara berulang-ulangdan dalam
waktu yang lama,akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,
tendon, dan ligamen. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan
dengan gangguan musculoskeletal disorders (MSDs) (Tarwaka, Solichul, Bakri,
& Sudiajeng, 2004).

1
Postur yang kurang baik saat bekerja dapat menimbulkan terjadinya
gangguan pada rangka tubuh dan sistem otot, yang disebut dengan
musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan cidera yang meliputi kerusakan
pada otot, saraf, tendon, ligamen dan pembuluh darah. MSDs seringkali
melibatkan keseleo dan tegangan pada punggung bagian bawah, bahu dan tubuh
bagian atas. Gangguan ini menyebabkan rasa sakit dan kelelahan jangkapanjang
(NIOSH, 2007).
Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam
menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual. Salah satu
bentuk peranan manusia adalah aktivitas pemindahan material secara manual
(Manual Material Handling/MMH). Kelebihan MMH bila dibandingkan dengan
penanganan material menggunakan alat bantu adalah pada fleksibilitas gerakan
yang dapat dilakukan untuk beban-beban ringan. Akan tetapi aktifitas MMH
dalam pekerjaan-pekerjaan industri banyak diidentifikasi beresiko besar sebagai
penyebab penyakit tulang belakang (low back pain) akibat dari penanganan
material secara manual yang cukup berat dan posisi tubuh yang salah dalam
bekerja.
Didalam proses pembangunan insfratuktur ataupun bangunan lainnya,
tentu tidak terlepas dari para pekerja kasar contohnya kuli bangunan. Pekerja
tersebut tentu tidak terlepas dari postur kerja saat melakukan kerja dan disini
bagian dari pekerja kuli bangunan yang dibahas dalam pengukuran postur kerja
yaitu penyekop pasir. Adapaun metode pengukuran yang digunakan adalah RULA
(Rapid Upper Limb Assessment )

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang ada dalam pengukuran postur tubuh
penyekop pasir adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana yang dimaksud dengan metode RULA pada pengukuran postur
kerja?
2. Bagaimana hasil penilaian postur kerja penyekop pasir dengan
menggunakan metode RULA?

2
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah yang ada dalam pengukuran postur tubuh
penyekop pasir adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan metode RULA pada
pengukuran postur kerja.
2. Untuk mengetahui hasil penilaian postur kerja penyekop pasir dengan
menggunakan metode RULA.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Ergonomi


Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani, yaitu
Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian
ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia
dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Istilah ergonomi lebih populer digunakan
oleh beberapa negara Eropa Barat. Di Amerika istilah ini lebih dikenal sebagai
Human Factors Engineering atau Human Engineering (Hardianto, 2014). Konsep
ergonomi saat ini, memfokuskan pendekatan “fitting the task to the man”, yang
artinya penyesuaian desain kerja dengan karakteristik pekerja, bukan pekerja yang
harus menyesuaikan dengan desain tempat kerja.

2.2 Tujuan Ergonomi


Tujuan dari penerapan ergonomi dapat pula dibuat dalam suatu hierarki,
dengan tujuan yang paling rendah adalah sistem kerja yang masih dapat diterima
dalam batas–batas tertentu, asalkan sistem ini tidak memiliki potensi bahaya
terhadap kesehatan dan nyawa manusia. Tujuan yang lebih tinggi adalah suatu
keadaan ketika pekerja dapat menerima kondisi kerja yang ada,dengan mengingat
keterbatasan yang bersifat teknis maupun organisatoris. Pada tingkat yang paling
tinggi, ergonomi bertujuan untuk menciptakan kondisi kerja yang optimal, yaitu
beban dan karakteristik pekerjaan telah sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan individu pengguna sistem kerja.

2.3 Faktor Risiko Ergonomi


Adapun faktor-faktor yang mepengaruhi resiko ergonomi adalah sebagai
berikut:
1. Beban atau tenaga (force)

4
Pekerja yang melakukan aktivitas mengangkat beban berat memiliki risiko
delapan kali lebih besar untuk mengalami low back pain dibandingkan
pekerja yang bekerja statis.
Menurut (Elza, 2012), risiko cidera punggung akan meningkat jika beban
yang ditangani lebih dari 16 kg pada posisi berdiri dan lebih dari 4,5 kg
pada posisi duduk.Seorang pekerja tidak diperbolehkan mengangkat,
menurunkan atau membawa beban lebih dari 55 kg.
2. Frekuensi
Frekuensi didefinisikan sebagai jumlah beberapa kali objek ditangani
dalam periode waktu tertentu. Aktivitas yang berulang, pergerakan yang
cepat, dan membawa beban yang berat dapat menstimulasikan saraf
reseptor mengalami sakit.
3. Postur Janggal
Postur didefinisikan sebagai orientasi rata-rata satu bagian tubuh terhadap
bagian lainnya. Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam
ergonomi. Postur janggal adalah posisi bagian tubuh yang menyimpang
dari posisi normalnya. Postur janggal berhubungan dengan deviasi tulang
sendi dari posisi netralnya yang menyebabkan posisi tubuh menjadi tidak
simetris sehingga membebani sistem otot rangka sebagai penyangga
tubuh.
4. Durasi
Durasi merupakan jangka waktu seorang pekerja terpapar faktor risiko
secara terus-menerus. Pekerjaan yang memerlukan penggunaan otot yang
sama atau gerakan dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan
kemungkinan kelelahan. Secara umum, semakin lama waktu bekerjayang
terus menerus maka akan memerlukan waktu istirahat yang semakin lama.
Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko adalah bila postur tersebut
dipertahankan lebih dari 10 detik.

2.4 Postur kerja


Postur kerja adalah sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berlainan
akan menghasilkan kekuatan yang berbeda. Pada saat bekerja postur dilakukan

5
dirancang agar terjadi alamiyah sehingga dapat mengurangi timbulnya cedera
muscoluskeletal (Masitoh, 2016).
Ketika bekerja hal yang sangat penting untuk selalu diperhatikan adalah
postur tubuh. Dalam melakukan setiap pekerjaan ada beberapa faktor yang
sangat mempengaruhi postur. Postur bekerja seorang pekerja dipengaruhi oleh
kebutuhan tugas atau pekerjaan, desain dari tempat kerja dan faktor
personal.Postur tubuh dalam bekerja umumnya terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Berdiri (standing)
Posisi kerja sambil berdiri merupakan metode yang sering digunakan
dalam berbagai aktivitas di bidang industri. Hal ini karena posisi kerja
sambil berdiri dianggap lebih efektif baik dari segi pembiayaan maupun
tempat atau luas area kerja. Meskipun dianggap menguntungkan, posisi
berdiri dapat menyebabkan timbulnya ketidaknyamanan jika waktu
istirahat yang disediakan tidak memadai atau beban kerja yang berat. Ada
beberapa keuntungan dalam kondisi berdiri, antara lain:
a. Area jangkauan lebih luas
b. Berat beban untuk menahan beban
c. Membutuhkan ruang yang lebih kecil untuk mengakomodasi kaki
d. Kaki sangat efektif dalam meredam getaran
e. Tekanan pada lumbar disc lebih rendah
f. Posisi berdiri dapat bertahan dengan sedikit aktivitas otot
g. Kekuatan otot badan dua kali lebih besar ketika berdiri
2. Duduk (Sitting)
Secara umum, posisi bekerja sambil duduk memberikan rasa nyaman lebih
daripada bekerja sambil berdiri. Ketika duduk, pekerja dapat
memindahkan berat tubuh dari kaki, memberikan stabilitas yang lebih
besar dan dapat mengurangi pengeluaran energi. Namun sebagian orang
cenderung mengalami ketidaknyamanan ketika bekerja dalam posisi
duduk, seperti mencondongkan badan ke depan. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan pencernaan dan pernafasan Untuk mencegah
postur janggal pada posisi duduk, kursi meja harus dirancang sesuai
dengan kriteria berikut ini:

6
a. Stabilisasi kursi
Kursi yang stabil memiliki empat atau lima kaki dan dirancang dengan
posisi kaki berada pada bagian luar proyeksi tubuh.
b. Kekuatan kursi
Kursi kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga kuat untuk
menahan beban seorang pekerja laki-laki.
c. Adjustable
Ketinggian kursi kerja sebaiknya mudah diatur saat bekerja tanpa harus
meninggalkan kursi untuk mengatur ketinggiannya.
d. Sandarang punggung
Sandaran punggung berfungsi untuk menahan beban punggung ke arah
belakang (lumbar spine)sehingga harus fleksible.
e. Fungsional
Rancangan kursi yang baik tidak menyebabkan terhambatnya pekerja
saat ingin mengubah postur duduk.
f. Bahan
Dudukan dan sandaran kursi harus dilapisi dengan bahan yang lunak.
g. Keandalan kursi
Kedalaman kursi (depan-belakang) harus sesuai dengan dimensi
panjang antara lipatan lutut dan pantat (buttock).
h. Lebar kursi
Lebar kursi minimal adalah sama dengan lebar pinggul wanita 5
persentil populasi.
i. Lebar sandaran punggung
Standar untuk lebar sandaran punggung adalah sama dengan lebar
punggung wanita 5 persentil populasi. Jika terlalu lebar, sandaran
punggung dapat mengganggu kebebasan gerak pada siku.

2.5 Musculoskeletal Disorders (MSDs)


musculoskeletal disorders (MSDs) yaitu keluhan yang terjadi pada bagian-
bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari adanya keluhan
yang sangat ringan sampai keluhan sangat sakit. Keluhan musculoskeletal

7
disorders (MSDs) yang sering terjadi pada pekerja industri adalah nyeri
pergelangan tangan, nyeri leher, nyeri pada punggung serta nyeri pada siku dan
kaki. Jika otot pada bagian tubuh tersebut menerima beban statis secara terus
menerus dan berulang dalam waktu yang sangat lama akan menimbulkan keluhan
berupa kerusakan pada tendon, ligamen dan sendi
Keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) jika tidak segera diatasi atau
dilakukan penanganan segera akan mengganggu konsentrasi dalam bekerja,
menyebabkan kelelahan dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas.
Dampak yang diakibatkan oleh musculoskeletal disorders (MSDs) pada aspek
produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material produk yang hasil
akhirnya mengakibatkan tidak terpenuhinya deadline produksi serta pelayanan
yang tidak memuaskan. Selain itu, biaya yang ditimbulkan akibat absensi atau
tidak masuknya pekerja akan menimbulkan penurunan keuntungan. Hal ini
disebabkan oleh pengeluaran biaya pelatihan karyawan baru untuk menggantikan
karyawan lama yang sakit serta biaya untuk menyewa jasa konsultan dan agen
lainnya (Bukhori, 2010).
Musculoskeletal system disusun oleh otot, tulang, dan jaringan
penghubung.Dalam tubuh terdapat 206 tulang yang membentuk sebuah bentuk
menjadi struktur manusia. Jika tidak ada tulang dalam tubuh, maka hanya akan
ada sebuah daging. Otot adalah salah satu syarat utama dari aktivitas manusia.
Otot tersusun dari kumpulan serat otot. Otot yang lebih besar akan memberikan
gaya yang lebih besar untuk digunakan menyatakan bahwa musculoskeletal
disorders (MSDS) merupakan cedera yang meliputi kerusakan pada otot, tendon,
ligamen, saraf, dan pembuluh darah. MSDS seringkali melibatkan tegangan dan
keseleo pada punggung bagian bawah, bahu dan tubuh bagian atas.
Gangguan ini menyebabkan rasa sakit dan kelelahan jangka panjang.
Musculoskeletal disorders mempengaruhi tulang dan otot pada tubuh dan jaringan
yang menghubungkan antara bagian tubuh.
Jenis-jenis penyakit MSDs menurut (Astuti, 2009) adalah sebagai berikut:
1. Carpal Tunnel Syndrome adalah gangguan tekanan/pemampatan pada
syaraf yang mempengaruhi syaraf yang mempengaruhi syaraf tengah, salah
satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik

8
dan motorik. CTS pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang
terbentuk oleh carpal tulang pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya.
2. Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS)
HAVS adalah gangguan pembuluh darah dan syaraf pada jari yang
disebabkan oleh getaran alat atau bagian/permukaan benda yang bergetar
dan menyebar langsung ke tangan.Dikenal juga sebagai getaran yang
menyebabkan white finger, traumatic vasospastic diseases atau fenomena
Rayndaud’s kedua.
3. Low Back Pain (LBP)
Low Back Pain merupakan bentuk umum dari sebagian besar kondisi
patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf, ligamen,
intervertebral disc dari lumbar spine (tulang belakang).
4. Peripheral Nerve Entrapment Syndromes
Peripheral Nerve Entrapment Syndromes merupakan pemampatan atau
penjepitan syaraf pada tangan atau kaki (syaraf sensorik, motoric dan
autonomik).
5. Peripheral Neuropathy
Peripheral Neuropathy merupakan gejala permulaan yang tersembunyi
dan membahayakan dari dysesthesias dan ketidakmampuan dalam
menerima sensasi.
6. Tendinitis dan tenosynovitis
Tendinitis merupakan peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan
yang melekat pada masing-masing bagian ujung dari otot ke
tulang.Tenosynovitis merupakan peradangan tendon yang melibatkan
synovium (perlindungan tendon dan pelumasnya).

2.6 Nordic Body Map


Metode Nordic Body Map merupakan metode penilaian yang sangat
subjektif artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi
dan situasi yang dialami pekerja 26 pada saat dilakukannya penelitian dan juga
tergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan. Kuesioner
Nordic Body Map ini telah secara luas digunakan oleh para ahli ergonomi untuk

9
menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem musculoskeletal dan mempunyai
validitas dan reabilitas yang cukup (Tarwaka, 2011).
NBM merupakan salah satu pengukuran subjektif untuk megukur rasa
sakit otot para pekerja. Nordic Body Map membuat format standar
untukPengumpulan data mengenai masalah musculoskeletal.Data hasil NBM
hanya dapat mengestimasi jenis dan tingkat keluhan, kelelahan, dan kesakitan
(dari rasa tidak nyaman sampai dengan sangat sakit) pada bagian-bagian otot
yang dirasakan pekerja,dengan melihat dan menganalisis peta tubuh yang diambil
dari pengisian daftar kuesioner NBM. Dari data yang ada digunakan untuk
menunjukkan bagian spesifik yang tidak nyaman dari tubuh dengan menggunakan
body map yang telah dibagi menjadi beberapa segmen.Pembagian peta tubuh
berdasarkan NBM dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Nordic Body Map

2.7 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


Rapid Upper Limb Assessmentdikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney
dan Dr. Nigel Corlett dari University of Nottingham, Institute of occupational
Ergonomics. Metode ini pertama kali diterbitkan di dalam jurnal Applied

1
Ergonomics tahun 1993. Metode ini mengevaluasi penggunaan postur, beban dan
aktivitas otot dapat berkontribusi mengakibatkan repetitive strain injuries (RSIs)
(Rahman, 2014) RULA digunakan untuk menilai postur, beban, pergerakan yang
ada pada pekerjaan menetap (static work). Pekerjaan yang termasuk kategori ini
antara lain pekerjaan dengan computer, manufaktur, atau pekerjaan kecil lainnya
dimana pekerja beraktifitas sambil duduk atau berdiri tanpa melakukan
pergerakan/perpindahan yang berarti.

Adapun manfaat dari metode RULA adalah sebagai berikut:

a. Mengukur tingkat risiko musculoskeletal

b. Membandingkan beban musculoskeletal terhadap desain tempat kerja


yang sekarang setelah dimodifikasi
c. Mengevaluasi hasil, seperti produktivitas atau kecocokan dari peralatan
yang dipakai.
d. Memberikan edukasi kepada pekerja mengenai risiko musculoskeletal
yang timbul dari postur bekerja yang berbeda-beda.
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sebuah metode untuk
menilai postur, gaya, dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan
penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan
untuk menyelidiki resiko kelainan yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam
melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper
limb) (Andrian, 2013).
RULA menilai postur kerja dan menghubungkannya dengan tingkat risiko
yang ada dalam sebuah periode waktu yang singkat. RULA tidak didesain untuk
memberikan informasi postur secara detail misalkan posisi jari,yang mungkin
terdapat relevasinya dengan keseluruhan risiko yang ada pada pekerja. RULA
dapat digunakan bersama metode penilaian lainnya sebagai suatu bagian dari
perluasan atau penelitian terhadap investigasi ergonomi. Ketika menggunakan
RULA, peneliti dapat mengambil keuntungan dari penetapan informasi yang ada
ketika membuat rekomendasi untuk perubahan seperti informasi mengenai
produk, proses, pekerjaan, cidera musculoskeletal sebelumnya, pelatihan,
tampilan dan dimensi tempat kerja, dan risiko lingkungan yang berhubungan.

1
Prosedur penggunaan metode rapid upper limb assessment (RULA) dibagi
menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Postur dinilai menggunakan lembar penilaian, diagram tubuh dan tabel.


Lembar penilaian RULA digunakan berdasarkan kelompok bagian tubuh
yang akan dinilai.
2. Memilih postur yang akan dinilai.
Penilaian RULA mewakili sebuah momen didalam siklus kerja. Penting
untuk mengamati postur yang diterapkan dalam siklus kerja penuh atau
periode kerja yang signifikan sebelum menentukan postur yang akan
dinilai.
Nilai yang diperoleh dikonversi kedalam tingkat kategori tindakan.
Berdasarkan nilai yang telah didapatkan dari proses penilaian, dilakukan konversi
ke tingkat tindakan yang dapat dilakukan untuk perbaikan. Tingkatan tindakan
terbagi atas 4, yaitu aman, diperlukan beberapa waktu kedepan, tindakan dalam
waktu dekat dan tindakan sekarang juga Dalam prosedurnya, pengguna RULA
merupakan serangkaian dari penilaian beberapa postur tubuh terutama postur
tubuh bagian atas.
Beberapa postur yang dinilai dalam metode RULA adalah sebagai berikut:
a. Postur lengan bawah Berdasarkan postur lengan bawah, dapat
ditentukan nilai pada proses penilaian. Nilai pada lengan bawah
merupakan nilai seperti yang ditujukan pada gambar 2.2

1
Gambar 2.2 Postur Lengan Bawah
b. Postur lengan atas
Berdasarkan postur lengan atas, dapat ditentukan nilai pada proses
penilaian. Nilai pada lengan atas merupakan nilai s eperti yang
ditujukkan pada gambar 2. 3

Gambar 2.3 Postur Lengan Atas

1
c. Postur pergelangan tangan
Berdasarkan postur pergelangan tangan, dapat ditentukan nilai pada
proses penilaian. Nilai pada pergelangan tangan merupakan nilai
seperti yang ditujukkan pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Postur Pergelangan Tangan

d. Postur leher
Berdasarkan postur leher, dapat ditentukan nilai pada proses penilaian.
Nilai pada postur leher merupakan nilai seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.5

Gambar 2.5 Postur Leher

1
e. Posisi tulang belakang
Berdasarkan postur tulang belakang, dapat ditentukan nilai pada
proses penilaian. Nilai pada tulang belakang merupakan nilai seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Postur Tulang Belakang


f. Postur kaki
Berdasarkan postur kaki, dapat ditentukan nilai pada proses penilaian.
Nilai pada postur kaki merupakan nilai seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.7

1
Gambar 2.7 Postur Kaki

g. Penggunaan otot
Berdasarkan penggunaan otot, dapat ditentukan nilai pada proses
penilaian.
Tambahkan:
• Nilai +1 apabila otot menahan beban secara statis atau melakukan
gerakan repetitive.
h. Beban otot
Berdasarkan beban otot, dapat ditentukan nilai pada proses penilaian.
Tambahkan:
• Nilai +0 bila beban yang ditanggung dalam periode yang singkat
kurang dari atau sama dengan 2 kg.
• Nilai +1 bila beban yang ditanggung dalam periode yang singkat
berada pada kisaran 2 kg hingga 10 kg.
• Nilai +2 bila beban yang ditanggung dan ditahan berada pada
kisaran 2 kg hingga 10 kg
• Nilai +3 bila beban yang ditanggung dan ditahan lebih besar dari
10 kg atau menerima shock force.

1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang berasal dari pengamatan dan penelitian yang
diperoleh dari objek penelitian di lapangan yaitu kondisi aktual atau nyata dari
lantai pabrik, meliputi pengamatan langsung postur kerja operator. Data yang
digunakan adalah:
a. Data metode kerja
b. Data postur kerja, berupa foto operator melakukan aktivitas dengan postur
kerja tertentu
c. Data waktu postur kerja
d. Memberikan kuisioner
e. Melakukan wawancara
f. Observasi
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari referensi ataupun literatur
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dan juga data yang didapat dari
perusahaan, yaitu gambaran umum dan sejarah perusahaan, jumlah pegawai,
organisasi dan manajemen perusahaan.

Gambar 3.1 Lembar analisis RULA

1
Langkah-langkah dalam melakukan analisis postur kerja menggunakan metode
Rapid upper limb assessment (RULA) adalah sebagai berikut :
a. Membagi pengamatan postur tubuh menjadi dua grup, grup A
memperlihatkan postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan, dan grup B terdiri dari Leher, punggung dan kaki.
Selain itu juga ada pengukuran beban dan skor aktivitas.
b. Menilai setiap postur kerja operstor menggunakan form RULA ke dalam
skor A dan B.
c. Menentukan skor akhir RULA dari hasil kombinasi perhitungan skor A
dan skor B.
d. Menentukan action level dari postur kerja operator.
3.2 Pengolahan Data
3.2.1 Pengolahan Data NBM
Adapun rekapitulasi data dari Postur kerja melalui NBM Quistioner adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Rekapitulasi Kuisioneir Nordic Body Map
Tingkat Keluhan
NO Jenis Keluhan Operator 1 Operator 2
TS AS S SS TS AS S SS
0 Sakit/kaku di leher bagian atas 2 2
1 Sakit/kaku dileher bagian bawah 3 2
2 Sakit di bahu kiri 4 4
3 Sakit di bahu kanan 4 4
4 Sakit pada lengan atas kiri 4 4
5 Sakit di punggung 3 3
6 Sakit pada lengan atas kanan 4 4
7 Sakit pada pinggang 4 4
8 Sakit pada bokong 1 1
9 Sakit pada pantat 1 1
10 Sakit pada siku kiri 3 2
11 Sakit pada siku kanan 4 4
12 Sakit lengan bawah kiri 2 3
13 Sakit lengan bawah kanan 3 4
14 Sakit pada pergelangan tangan 3 4
kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan 4 4
kanan
16 Sakit pada tangan kiri 3 3
17 Sakit pada tangan kanan 4 4

1
Tabel 3.1 Rekapitulasi Kuisioneir Nordic Body Map
Tingkat Keluhan
NO Jenis Keluhan Operator 1 Operator 2
TS AS S SS TS AS S SS
18 Sakit pada paha kiri 3 3
19 Sakit pada paha kanan 4 4
20 Sakit pada lutut kiri 3 2
21 Sakit pada lutut kanan 3 3
22 Sakit pada betis kiri 3 2
23 Sakit pada betis kanan 3 2
24 Sakit pada pergelangan kaki 2 2
kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki 2 2
kanan
26 Sakit pada kaki kiri 2 3
27 Sakit pada kaki kanan 3 3
Jumlah 81 83

Berdasarkan hasil dari data yang telah diolah dapat diketahui bahwa
tingkat keluhan yang memiliki resiko terjadinya cidera pada otot yaitu bagian
bahu kiri, lengan atas kiri, lengan atas kanan, pergelangan tangan kiri,
pergelangan tangan kanan, Sakit pada pinggang, sakit pada siku kanan, sakit pada
pergelangan tangan, sakit pada tangan kanan, dan sakit pada paha kanan. Bagian
otot ini dapat dilihat pada tabel 3.1 yang telah di isi oleh operator satu dan
operator dua yang dimana again otot tersebut berskala empat (sangat sakit).
Kemudian setelah mengetahu bagian otot yang beresiko mengalami cidera
dilakukannya scoring terhadap individu operator, yang dimana hal ini dilakukan
agar dapat mengetahui langkah yang akan diambil selanjutnya.
Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Resiko Berdasarkan Total Skor Individu
Skala Total skor individu Tingkat Resiko Tingkat Perbaikan
Likert
1 28-49 Rendah Belum Diperlukan tindakan
perbaikan
2 50-70 Sedang Mungkin diperlukan
tindakan dikemudian hari
3 71-90 Tinggi Diperlukan tindakan segera
4 92-12 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan
menyeluruh segera

1
Dari hasil scoring yang telah dilakukan di dapatkan hasil scoring sebersar 81
untuk operator satu dan 83 untuk operator 2, yang dimana artinya pada skala
tersebut tingkat resiko yang akan terjadi dalam kategori “Tinggi” yang artinya
tindakan perbaikan mungkin akan dilakukan tindakan dikemudian hari.
Bekerja dalam keadaan berdiri untuk jangka waktu panjang secara terus
menerus dapa menyebab kan kaki sakit, pembekakan pada kaki, varises,
kelelahan otot, nyeri pada pinggang serta kekakuan pada leher dan bahu. Hal
tersebut diakibatkan oleh tubuh dipengaruhi pengaturan daerah kerja yang tidak
ergonomis sehingga posisi-posisi tubuh pekerja dalam beraktivitas merasa
dibatasi. Sehingga menimbulkan masalah-masalah pada tubuh seperti tubuh
pekerja terlalu membungkuk mengakibatkan nyeri pada punggung pekerja.
Berdiri yang terlalu lama membuat otot-otot menadi kaku sehingga dapat
mengurangi suplai darah le otot-otot. Hal ini mengakibatkan aliran darah yang
seharusnya diterima oleh otot berkurang dan menimbulkan kelelahan yang sagat
cepat dan merasa nyeri pada bagian-bagian tubuh tertentu.
Dapat dijelaskan penyebab sakit yang dirasakan oleh kedua operator seperti
sakit pada bagian bahu terasa sakit akibat proses mulai menyekop pasir bahu akan
bergerak sesuai dengan arah pergelangan tangan kemudian bagian lengan atas
terasa pegal akibat gerakan yang berulang-ulang dalam proses penyekopan pasir,
dan yang terakhir yitu bagian pergelangan tangan yang terasa pegal akibat
menjadi tumpuan beban pada saat operator melakukan mengangkat pasir.

3.2.2 Pengolahan Data Rula


Adapun perhitungan skor postur kerja pada penyekop pasir adalah
sebagai berikut:

2
Gambar 3.2 Operator

1. Postur Tubuh Grup A


Postur lengan atas membentuk sudut 10º, diberi skor 1
Postur lengan bawah membentuk sudut 22°+, maka diberi skor 2
Tabel 3.3 Skor Grup A
Wrist
Upper Arm Lower Arm 1 2 3 4
Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3 3 4 4
1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 2 3 3 3 3 3 4 4 4
3 2 4 4 4 4 4 5 5
1 3 3 4 4 4 4 5 5
3 2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9

2
Skor grup A berdasarkan tabel 3.3 adalah 2
Skor Aktifitas (penggunaan otot): aktivitas berulang skornya adalah 1
Skor beban : beban < 4,4 kg skor nya adalah 0
Total Skor untuk grup A = 2+ 1 + 0 = 3

2. Postur Tubuh Grup B


Postur tubuh bagian leher membentuk sudut 16°, diberi skor 2
Postur Kaki tidak tertopang membentuk sudut 25° diberi skor 2

Tabel 3.4 Skor Grup B


Trunk
1 2 3 4 5 6
Neck Legs Legs Legs Legs Legs Legs
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 6 6 7 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Skor grup B berdasarkan tabel 3.4 adalah 3
Skor Aktifitas (Penggunaan otot): aktivitas berulang skornya adalah 1
Skor beban : beban < 4,4 kg skor nya adalah 0
Total Skor untuk grup B = 3 + 1 + 0 = 4

Setelah didapatkan skor grup A dan grup B, maka diperlukan skor akhir dari
kedua skor grup tersebut. Skor akhir ini dapat ditentukan menggunakan tabel
untuk menghitung skor akhir,
Tabel 3.5 Skor Akhir Grup A dan Grup B
Leher, Punggung, Kaki Score
1 2 3 4 5 6 7+
pergelangan 1 1 2 3 3 4 5 5
tangan dan 2 2 2 3 4 4 5 5
lengan 3 3 3 3 4 4 5 6
Score 4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7

2
Skor akhir untuk aktifitas operator berdasarkan tabel 3.5 adalah 4.
Berdasarkan skor tersebut maka kegiatan atau pekerjaan yang dijalani operator
level resiko rendah namun diperlukan perubahan.

3.2 Analisis Data


Berdasarkan pengolahan data didatas didapatkan hasil untuk grup A yaitu
postur lengan atas membentuk sudut10º, diberi skor 1. Postur lengan bawah
membentuk sudut 22°+, maka diberi skor 2. Postur pergelangan tangan. Skor
aktifitas (penggunaan otot): aktivitas berulang skornya adalah 1. Skor beban untuk
beban < 4,4 kg skor nya adalah 0. Sehingga total skor untuk grup A adalah 3.
Dan berdasarkan pengolahan data untuk grup B didapatkan hasil yaitu
postur tubuh bagian leher membentuk sudut16°, diberi skor 2. Postur Kaki tidak
tertopang, diberi skor 2. Maka, skor grup B adalah 3. Skor aktifitas (Penggunaan
otot): aktivitas berulang skornya adalah 1. Skor beban untuk beban < 4,4 kg skor
nya adalah 0. Sehingga total skor untuk grup B adalah 4.
Skor akhir untuk aktifitas operator berdasarkan pengolahan data grup A
dan grup B adalah 4. Berdasarkan skor tersebut maka kegiatan atau pekerjaan
yang dijalani level resiko rendah namun diperlukan perubahan.

2
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari postur kerja model RULA sebagai berikut:
1. Postur Tubuh Grup A
Postur lengan atas membentuk sudut 10º, diberi skor 1. Postur lengan
bawah membentuk sudut 22°+, maka diberi skor 2 .Skor grup A
berdasarkan tabel 3.3 adalah 2. Skor Aktifitas (penggunaan otot): aktivitas
berulang skornya adalah 1. Skor beban : beban < 4,4 kg skor nya adalah 0.
Total Skor untuk grup A = 2+ 1 + 0 = 3.
2. Postur Tubuh Grup B
Postur tubuh bagian leher membentuk sudut 16°, diberi skor 2. Postur
Kaki tidak tertopang membentuk sudut 25° diberi skor 2. Skor grup B
berdasarkan tabel 3.4 adalah 3. Skor Aktifitas (Penggunaan otot): aktivitas
berulang skornya adalah 1. Skor beban : beban < 4,4 kg skor nya adalah 0.
Total Skor untuk grup B = 3 + 1 + 0 = 4
3. Setelah didapatkan skor grup A dan grup B, maka diperlukan skor akhir
dari kedua skor grup tersebut. Skor akhir ini dapat ditentukan
menggunakan tabel untuk menghitung skor akhir. Skor akhir untuk
aktifitas operator berdasarkan tabel 3.5 adalah 4. Berdasarkan skor
tersebut maka kegiatan atau pekerjaan yang dijalani operator level resiko
rendah namun diperlukan perubahan.

2
DAFTAR PUSTAKA

Andrian, Deni. 2013. Pengukuran Tingkat Resiko Ergonomi Secara Biomekanika


Pada Pekerja Pengangkutan Semen (Studi Kasus: PT. Semen Baturaja).
Laporan Kerja Praktek Fakultas Teknik Universitas Binadarma: Palembang.
Astuti, S. B. (2009). Gambaran Faktor Risiko Pekerjaan dan Keluhan Gejala
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada tubuh bagian atas pekerja di sektor
informal butik lamode, depok lama . Depok: Universitas Indonesia.
Bukhori Endang. (2010).“Hubungan Faktor Resiko Pekerjaan Dengan Terjadinya
Keluhan Musculosketal Disorder (MSDs) Pada Tukang Angkut Beban
Penambang Emas Di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak”. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Elza, D. (2012). Gambaran Tingkat Risiko Ergonomi dan Keluhan Subjektif
Musculoskeletal Disorders pada Pengrajin Songket Tradisional Silungkang,
Sumatra Barat. Jakarta: Universitas Indonesia.
Iridiastadi, Hardianto. Yassierli.; “Ergonomi Suatu Pengantar”, Rosda Jaya Putra,
2014.
Masitoh, D. (2016). Analisis Postur Tubuh dengan Metode Rula pada Pekerja
Welding Di Area Sub Assy PT. Fuji Technica Indonesia Karawang. [Tugas
Akhir]. Surakarta: Program Diploma III Hiperkes Dan Keselamatan Kerja
Fakultas Kedoteran Universitas Sebelas Maret.
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 2007. Ergonomic
Guidelines For Manual Handling. DHHS (NIOSH) Publication No. 2007- 131.
Columbia. NIOSH/CDC.
Rahman. (2014). RULA. Evaluasi penggunaan Postur, Beban dan Aktivitas Otot.
Sedarmayanti. 2000. Tata Kerja Dan Produktivitas Kerja (Suatu Tinjauan dari
Aspek Ergonomo Atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan Kerja),
Bandung : CV.Mandar Maju
Tarwaka.2011. Ergonomi Industri, Dasardasar Pengetahuan Ergonomi dan
Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.
Tarwaka, Solichul HA, Bakri, Sudiajeng L. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA PRESS.

Anda mungkin juga menyukai