Anda di halaman 1dari 38

USULAN PROPOSAL TUGAS AKHIR

DAYA TAHAN OTOT GASTROCNEMIUS DENGAN


LATIHAN ANKLE HOPS PADA PENGEMUDI TAKSI DI
WAHANA BALI TAKSI

Oleh :

I Gede Lingga Seputra


NIM : 16121001052

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN, SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS DHYANA PURA
BALI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.Karena atas
berkat dan rahmat-Nya, serta tuntunan dan bimbingannya, kami dapat menyelesaikan
proposal ini meskipun sangat sederhana. penulisan proposal ini dengan judul “Daya
Tahan Otot Gastrocnemius Dengan Latihan Ankle Hops Pada Pengemudi Taksi Di
Wahana Bali Taksi”, kami menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih
banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami
mengharapkan sumbangan pikiran berupa kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan dan pengetahuan yang lebih untuk kami.
Akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas pentunjuk dan bimbingannya
dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini
penulis mengucapkan terimakasih.

Badung 18 Desember 2019


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. . 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................. 3
1.4 Manfaat ............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 4
2.1 Definisi Transportasi ........................................................... 4
2.1.1 Mengemudi ............................................................... 5
2.1.2 Pengemudi ................................................................ 5
2.2 Anatomi Ankle & Foot ........................................................ 6
2.2.1 Persendian Kaki ........................................................ 6
2.2.2 Arcus Kaki ................................................................ 8
2.2.3 Fascia ........................................................................ 8
2.2.4 Struktur Ligamen Ankle ............................................ 9
2.2.5 Struktur Otot dan Tendon Ankle & Foot .................. 9
2.2.6 Anatomi dan Fisiologi Otot Gastrocnemius ............. 10
2.3 Mekanisme Kontraksi Otot ................................................ 13
2.4 Biomekanik Ankle ............................................................... 15
2.4.1 Ankle Joint (Talo Crural Joint) ................................ 15
2.4.2 Gerak Plantar Flexion .............................................. 15
2.4.3 Gerakan Dorsal Flexion ........................................... 15
2.5 Daya Tahan Otot ................................................................. 16
2.5.1 Pengertian Daya Tahan Otot..................................... 16
2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi...................................... 17
2.6 Calf Raises Repetition Maximum ........................................ 17
2.7 Latihan Ankle Hops ............................................................. 18
2.7.1 Definisi ..................................................................... 18
2.7.2Tujuan Latihan ........................................................... 18
2.7.3 Mekanisme Latihan .................................................. 19
2.7.4 Adaptasi Otot Terhadap Latihan............................... 19
BAB III KERANGKA KONSEP ………………………………….. .. 21
3.1 Kerangka Konsep ............................................................ 21
3.2 Hipotesis .......................................................................... 22
3.3 Variabel ........................................................................... 22
3.4 Definisi Operasional ........................................................ 23
BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………….. 26
4.1 Rancangan Penelitian ...................................................... 26
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 26
4.2.1 Tempat Penelitian .................................................. 26

ii
4.2.2 Waktu Penelitian.................................................... 26
4.3 Populasi da Sampel Penelitian ........................................ 27
4.3.1 Populasi Penelitian ................................................ 27
4.3.2 Sampel Penelitian .................................................. 27
4.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................... 27
4.5 Bahan Penelitian .............................................................. 27
4.6 Instrumen Pengumpula Data ........................................... 28
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ........................................... 28
4.7 Analisis Data ................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definsi Operasional 23

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi adalah pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat
tujuan. Transportasi erat kaitannya dengan pengemudi. Pekerjaan pengemudi atau
supir merupakan jenis pekerjaan sektor informal pekerjaan yang memerlukan
konsentrasi tinggi karena membutuhkan perpaduan yang tepat antara otak, tangan,
kaki, dan mata.

Gerakan menginjak pedal pada saat mengemudi yaitu gerakan plantar fleksi yang
digerakan oleh otot utama yaitu m. gastrocnemius. Mengenudi dalam waktu yang
lama akan menimbulkan gerakan yang secara terus menerus dan berulang pada otot
gastrocnemius yang mengakibatkan otot tersebut berkontraksi terus menerus. Otot
yang berkontraksi secara terus menerus memerlukan daya tahan otot yang maksimal.
Daya tahan otot tungkai bawah berperan penting dalam gerakan menginjak pedal
secara terur menerus dan berulang. Gerakan repetitif dapat menimbulkan gangguan
pada musculoskeletal. Gangguan musculoskeletal yang dapat terjadi yaitu pada
bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat
ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan
dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan gangguan berupa kerusakan pada
sendi, ligamen dan tendon. Gangguan musculoskeletal muncul akibat postur kerja
yang terdiri dari posisi tubuh yang janggal, gerakan repetitif atau berulang, gaya
berlebih pada bagian kecil tubuh seperti pada bagian pergelangan dan pada pekerjaan
dengan gerakan kecepatan tinggi tanpa jeda.

Penyebab rasa tidak nyaman pada tungkai bawah adalah durasi kerja atau
frekuensi yang sangat berpengaruh pada timbulnya keluhan. Berdasarkan hal tersebut
maka pada postur kerja secara terus menerus akan meningkatkan keluhan pada
tungkai bawah.

1
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada bulan November, keluhan
muncul ketika pengemudi taksi 8 jam pertama pada saat bekerja dan jam kerja
pengemudi taksi rata-rata adalah 8-10 jam per hari dengan istirahat 1-2 jam. Istirahat
yang dilakukan di luar mobil seperti makan dan berkumpul di pangkalan yang berada
di daerah seminyak. Hal tersebut menunjukan bahwa daya tahan yang buruk dari otot
gastrocnemius dalam mengatasi pembebanan yang diterima dalam waktu yang lama.
Selain itu, didapatkan hasil pengukuran secara objektif berkaitan dengan daya tahan
otot gastrocnemius yang memiliki daya tahan otot yang dibawah normal dengan 50
repetisi.

Test yang digunakan untuk mengetahui daya tahan otot gastrocnemius yaitu Calf
Raises Repetition Maximum. Dalam upaya meningkatkan daya tahan otot
gastrocnemius dapat diberikan latihan Ankle Hops. Pemberian latihan Ankle Hops
bertujuan untuk meningkatkan daya tahan otot, pada latihan tersebut terjadi gerakan
loncatan yang bersamaan pada kedua kaki yang diharapkan terjadi perubahan
biomekanik pada saat melakukan latihan pergerakan yang banyak berulang-ulang
dengan setiap latihan mengalami kenaikan intensitas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Satrio (2015) pemberian latihan Ankle


Hops yang dilakukan selama 4 minggu pada 20 orang berpengaruh pada peningkatan
daya tahan otot gastrocnemius. Berdasarkan penelitian tersebut bahwa latihan Calf
Raises dan latihan Ankle Hops dapat meningkatkan daya tahan otot gastrocnemius
dan tidak ada perbedaan antara dua latihan tersebut. Kedua latihan tersebut diberikan
selama 5 minggu dengan 3 kali pengulangan per minggu.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengalikasikan pemberian


latihan Ankle Hops untuk daya tahan otot gastrocnemius pada pengemudi taksi di
Koperasi Wahana Bali Taksi.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, rumusan masalah yang


disampaikan adalah apakah ada daya tahan otot gastrocnemius dengan latihan
ankle hops pada pengemudi taksi di Wahana Bali Taksi? .

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah ada daya tahan otot
gastrocnemius dengan latihan ankle hops pada pengemudi taksi di Wahana Bali
Taksi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi studi awal dan menambah


pengetahuan tentang apakah ada daya tahan otot gastrocnemius dengan
latihan ankle hops pada pengemudi taksi di Wahana Bali Taksi.
2. Memberi pengalaman langsung bagi peneliti dalam penyusunan karya tulis
ilmiah, khususnya apakah ada daya tahan otot gastrocnemius dengan latihan
ankle hops pada pengemudi taksi di Wahana Bali Taksi..

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Transpostrasi

Menurut Utomo (2010:25-35) transportasi adalah pemindahan barang dan


manusia dari tempat asal ke tempat tujuan, salah satu jenis kegiatan yang menyangkut
peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografis barang dan orang
sehingga akan menimbulkan adanya transaksi. Perpindahan dari suatu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh
tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin. Konsep transportasi
didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan tujuan (destination).

Transportasi memiliki 2 fungsi yaitu melancarkan arus barang dan manusia dan
menunjang perkembangan pembangunan (the promoting sector). Manfaat transportasi
diklasifikasikan sebagai manfaat ekonomi yang bertujuan memenuhi kebutuhan
manusia dengan menciptakan manfaat. Manfaat sosial transportasi menyediakan
berbagai kemudahan, diantaranya pelayanan untuk perorangan atau kelompok,
pertukaran atau penyampaian informasi, perjalanan untuk bersantai, memendekkan
jarak dan memencarkan penduduk. Manfaat Politik transportasi menciptakan
persatuan, pelayanan lebih luas, keamanan negara, mengatasi bencana, dan
sebagainya. Manfaat Kewilayahan memenuhi kebutuhan penduduk di kota, desa,
atau pedalaman. Terdapat jenis transportasi yaitu transportasi darat kendaraan
bermotor, kereta api, gerobak yang ditarik oleh hewan (kuda, sapi, kerbau), atau
manusia.

Moda transportasi darat dipilih berdasarkan faktor-faktor seperti jenis dan


spesifikasi kendaraan, jarak perjalanan, tujuan perjalanan, ketersediaan moda, ukuran
kota dan kerapatan permukiman, faktor sosial-ekonomi, transportasi air (sungai,
danau, laut) kapal,tongkang, perahu, rakit. Transportasi udara berupa pesawat
terbang, transportasi udara dapat menjangkau tempat-tempat yang tidak dapat

4
ditempuh dengan moda darat atau laut, di samping mampu bergerak lebih cepat dan
mempunyai lintasan yang lurus, serta praktis bebas hambatan (Setiani, 2015:104).

2.1.1 Mengemudi

Mengemudi adalah kegatan menguasai dan mengendalikan kendaraan


bermotor di jalan. Jalan merupakan ruang/tempat berlalu lintas segala jenis
kendaraan bermotor, dengan berbagai dimensi, berbagai karakteristik kendaraan
maupun pegemudinya, berbagai kondisi lintasan, berbagai aturan, dan kondisi
cuaca yang tidak dapat diperirakan, oleh karena itu mengmudi sebenarnya
merupakan kegiatan yangmengandung resiko tinggi seperti kerugian, kerusakan,
kehilangan, kecelakaan bahkan kematian, dengan demikian pekerjaan
mengemudi membutuhkan perhatianpenuh dengan konsentrasi sangat tinggi bagi
seorang pengemudi. Pengemudi wajib mengemudikan kendaraanya dengan
wajar dan penuh konsentrasi. Hal ini karena pengemudi bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap keselamatan dirinya,penumpang, muatan yang dibawa,
maupun pengguna jalan lainnya ( Sari dkk, 2015:2).

Menurut Yogisutanti (dalam Prastuti 2017:66) pekerjaan mengemudi


adalah suatu pekerjaan yang memerlukan konsentrasi tinggi karena
membutuhkan perpaduan yang tepat dan cepat antara otak, tangan, kaki, dan
mata,, sehingga mengemudi merupakan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi
mengalami kelelahan kerja dan berbagai gangguan kesehatan lainnya.

2.1.2 Pengemudi
Supir atau pengemudi merupakan jenis pekerjaan sektor informal yang
memiliki risiko gangguan kesehatan yang memiliki kemampuan dalam
mengendalikan suatu kendaraan (Fitrianingsih dan Hariyono 2011:67). Kegiatan
yang paling membebani pengemudi adalah mengegas dan ganti kopling. Posisi
kaki saat dipedal rem dan kopling ketika dalam kedaan normal yaitu fleksi ankle
20º-30º dengan tekanan yang berbeda (Ismail, 2003:14) .

5
2.2 Anatomi Ankle & Foot

Ankle terdiri dari 28 tulang dan paling sedikit 29 sendi, yang mana Ankle dibentuk
oleh ujung distal os. Tibia dan os. Fibula (yang kompleks terdiri dari 3 artikulasi:
sendi talocrural, sendi subtalar, dan tibiofibular) yang bersendi langsung dengan: Os.
Talus paling atas, Os. Calcaneus paling belakang, Os. Navicularis bagian medial, Os.
Cuboideus bagian lateral, Ossa. Cuneiforme bagian medial, middel, lateral, Ossa.
Metatarsalia 5 buah, dan Ossa. Phalangeal 14 buah.

Pada ankle terdiri atas pengelompokan, diantaranya :

a. Fore foot, terdiri dari: Ossa metatarsalia dan Ossa phalangea, pada anterior
segmen.
b. Mid foot, terdiri dari : Os. Navicularis, Os Cuboid dan Ossa Cuneiforme, pada
middle segmen.
c. Rear foot, terdiri dari: Os, Talus dan Os Calcaneus (Subtalar joint/Talo
calcanel joint), posterior segmen.
2.2.1 Persendian Kaki
a. Distal Tibio Fibular Joint

Distal tibio fibular joint merupakan syndesmosis joint dengan satu


kebebasan gerak kecil. Diperkuat anterior dan posterior tibiofibular
ligamen dan interroseum membran.

b. Ankle Joint (Talo Crural Joint)/Rear Foot

Talocrural, atau tibiotalar, secara fungsional talocrural joint dapat


dianggap sebagai synovial hinge joint, dibentuk oleh cruris (tibia dan
fibula) dan os. Talus, maleolus medial, dan maleolus lateral. Gerakan-
gerakan yang terjadi fleksi dorsal dan fleksi plantar.

c. Subtalar Joint (Talo Calcaneal Joint)/Rear Foot

Subtalar joint merupakan jenis sendi plan joint, dibentuk oleh os. Talus
dan Calcaneus. Arthrokinematik dan osteokinematik adalah gerakan

6
yang terjadi berupa adduksi (valgus) dan abduksi (varus), yang ROM
keduanya adalah hard end feel. Semakin besar posisi kaki dalam fleksi
plantar, semakin besar kemiringan varusnya. Diperkuat oleh
talocalcaneal ligamen. (Kisner dan Colby, 2012:851)

d. Midtarsal joint (Mid foot) / Inter Tarsal Joint

Midtarsal joint (Mid foot) / Inter Tarsal Joint terdiri dari:

 Talo calcaneo navicular joint, memiliki cekungan permukaan sendi


yang kompleks, termasuk jenis sendi plan joint. Diperkuat oleh
plantar calcaneonavicular ligamen.
 Calcaneo cuboid joint, merupakan plan joint, bersama
talonavicularis membentuk transverse tarsal (mid tarsal joint).
Diperkuat ligamen spring, dorsal talo navicular ligamen, bifurcatum
ligamen, Calcaneo cuboid ligamen, Plantar calcaneocuboid
ligamen.
 Cuneo navicular joint, navikular bersendi dengan cuneiforme I, II,
III , berbentuk konkaf. Cuneiforms bagian plantar berukuran lebih
kecil, bersama cuboid membentuk transverse arc. Gerak utama;
plantar – dorsal fleksi. Saat plantar fleksi terjadi gerak luncur
cuneiform ke plantar.
 Cuboideocuneonavicular joint, sendi utamanya adalah cuneiform II
cuboid berupa plan joint. Gerak terpenting adalah inversi dan eversi.
Saat inversi cuboid translasi ke plantar medial terhadap cuneiform
III.
 Intercuneiforms joint, dengan navicular membentuk transverse arc
saat inversi-eversi terjadi pengurangan-penambahan arc.
Arthrokinematiknya berupa gerak translasi antar os. tarsal Joint.
 Cuneiforms I-II-III bersendi dengan metatarsal I-II-III, cuboid
bersendi dengan metatarsal IV-V, Metatarsal II ke proximal

7
sehingga bersendi juga dengan Cuneiforms I-III, sehingga sendi ini
paling stabil dan gerakannya sangat kecil. Arthrokinematiknya
berupa traksi gerak Metatrsal ke distal.
e. Metatarso phalangeal dan Inter phalangeal Joint (Fore Foot)
 Metatarso phalangeal Joint.

Distal metatarsal berbentuk konveks membentuk sendi ovoid-hinge


dengan gerak: fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi.

 Proximal dan Distal Interphalangeal Joint

Caput proximal phalang berbentuk konveks dan basis distal phalang


berbentuk konkav membentuk sendi hinge.

2.2.2 Arcus Kaki

Ada dua arcus, Longitudinal Arc dan Transverse Arc:

a. Longitudinal Arc: merupakan kontinum dari calcaneus dan caput


metatarsal.
2.2.3 Transverse Arc: bagian proksimal dibatasi os. Cuboideum, lateral
cuneiforme, mid cuneiforme dan medial cuneiforme lebih cekung dan pada
bagian distal oleh caput metatarsalia yang lebih datar .
2.2.4 Fascia

Ankle and foot terdapat fascia superficialis dorsum pedis yang terletak di
bagian distal retinaculum musculorum extensoren inferius. Fascia ini membentuk
fascia cruris dan terbentang ke distal masuk ke dalam aponeurosis extensoris
jarijari. Pada bagian proksimal melekat pada retinaculum musculorum extensor
superior dan membentuk penyilangan dengan retinaculum musculorum
extensorum inferius hanya dapat dilihat pada diseksi perlahan-lahan dan bagian
lateralnya crus proksimal sering tidak ada. Disebelah dalam tendon-tendon
musculus extensor digitorum longus yang merupakan lapisan jaringan

8
penyambung fascia profunda dorsum pedis yang padat, kaku dan juga melekat
pada batas-batas kaki (Kisner dan Colby, 2012:852).

2.2.5 Struktur Ligamen Ankle

Ligamen merupakan struktur yang elastis dan sebagai stabilisasi pasif pada
ankle and foot joint. Ligamen yang sering mengalami cedera yaitu ligament
kompleks lateral kaki antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi
untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi, ligamen talofibular posterior yang
berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi, ligamen calcaneocuboideum
yang berfunsgsi untuk menahan gerakan kearah plantar fleksi, ligamen
talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi dan ligamen
calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi membuat
sendi kaki terkunci pada batas tertentu sehingga tebentuknya stabilitas pada kaki
dan ligamen cervical. Selain itu juga terdapat ligamen cuneonavicular plantar,
ligamen cuboideonavicular plantar, ligamen intercuneiform plantar, ligamen
cuneocuboid plantar dan ligamen interrosea yaitu ligamen cuneocuboideum
interossum dan ligamen intercuneiform interrosea. Pada ligamen antara tarsal
dan metatarsal terdapat ligamen tarsometatarso dorsal, ligamen tarsometatarso
plantar dan ligamen cuneometatarsal interrosea. Diantara ossa metatarsal
terdapat ligamen metatarsal interrosea dorsal dan plantar yang terletak pada
basis metatarsal (Chook & Hegedus, 2013:402).

2.2.6 Struktur Otot dan Tendon Ankle & Foot

M. soleus dan M. gastrocnemius, fungsinya untuk plantar fleksi pedis, Otot


ini di inervasi oleh N. tibialis L4-L5. fungsinya untuk supinasi (adduksi dan
inversi) dan plantar fleksi pedis. M.tibialis anterior dan M.tibialis posterior, otot
ini di inervasi oleh N. peroneus (fibularis) profundus L4-L5, fungsinya untuk
dorsal fleksi dan supinasi (adduksi dan inversi) pedis. M. peroneus longus dan M.
peroneus brevis, merupakan pronator yang paling kuat untuk mencegah terjadinya
sprain ankle lateral, otot ini di inervasi oleh N. peroneus (fibularis) superficialis

9
L5-S1. Fungsinya untuk pronasi (abduksi dan eversi) dan plantar fleksi pedis,
tidak hanya pada ligamen, jaringan lain seperti tendon dapat mengalami cedera,
tendon yang sering mengalami cedera pada ankle sprain adalah tendon peroneus
longus dan brevis yang berfungsi terhadap gerakan eversi pada kaki (Cleland ,
2015:407).

2.2.7 Anatomi dan Fisiologi Otot Gastrocnemius

Otot berfungsi dalam berbagai aktivitas sebagai generator produksi paksa


dan decelerator eksesntrik / peredam kejut terutama karena sifat aktif dan elastik
di dalam otot. Sifat elastik ini membentuk dasar mekanis mekanika otto dan
disebabkan oleh tiga komponen structural di dalam otot yaitu komponen
kontraktil (CC), komponen elastis seri (SEC),dan komponen elastis pararel
(PEC). Ketiga komponen tersebut berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan
gaya. Aktivitas otot meningkat selama aktivitas seperti berjalan, berlari, dan
melompat.

Pada ekstremitas bawah, kelompok otot triceps surae terdiri dari otot soleus
dan kepala medial dan lateral gasrocnemius. Kepala medial gastrocnemius (GM)
berasal dari epicondilus lateral femur, sedangkan kepala lateral gastrocnemius
(GL) berasal dari epicondilus lateral femur. Otot-otot tersebut termasuk dalam
tendon achilles. Tendon achilles merupakan tendon terbesar dan terkuat dalam
tubuh manusia. Otot soleus menghasilkan momentum sudut ke depan, sedangkan
otot gastrocnemius menghasilkan momentum sudut ke belakang. Perbedaan
antara kedua otot tersebut adalah memiliki masing-masing peran dalam
pembentukan gaya reaksi tanah (ground reaction forces) secara horizontal dan
vertikal. Triceps surae memiliki dua peran penting, yaitu memberi kontribusi
pada torsi plantar fleksi yang besar serta menstabilkan ankle dan memungkinkan
rolling ke depan dari total massa kaki tungkai bawah, dan tubuh selama fase
stance dari gaya berjalan.

10
Otot berfungsi dalam berbagai aktvitas sebagai generator produksi paksa
dan decelerator eksentrik / peredam kejut terutama karena sifat aktif dan elastik di
dalam otot. Sifat elastis ini membentuk dasar mekanis mekanika otot dan
disebabkan oleh tiga komponen structural di dalam otot yaitu komponen
kontraktil (CC),komponen elastik seri (SEC), dan komponen elastik parallel
(PEC). Ketiga komponen tersebut berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan
gaya (Davies et al, 2015:763).

Pada ekstremitas bawah, kelompok otot triceps surae terdiri dari otot soleus,
kepala medial dan lateral gastrocnemius. Kepala medial gastrocnemius (GM)
berasal dari epicondilus medial femur, sedangkan kepala lateral gastrocnemius
(GL) berasal dari epicondilus lateral femur. Otot-otot tersebut termasuk dalam
tendon achiles. Tendon achilesmerupakan tendon terbesar dan terkuat pada tubuh
manusia. Otot soleus menghasilkan momentum sudut ke depan, sedangkan otot
gastrocnemius menghasilkan momentum sudut ke belakang. Perbedaan antara
kedua otot tersebut adalah masing-masing memiliki peran dalam pembentukan
gaya reaksi tanah (ground reaction forces) secara horizontal dan vertical. Triceps
surae memiliki dua peran yang penting, yaitu member kontribusi pada torsi
plantar fleksi yang lebih besar serta menstabilkan ankle dan memungkinkan
rolling ke deoa dari total massa kaki, tungkai bawah, dan tubuh selama fase
stance dari gaya berjalan (Kubo et al, 2015:3764).

Berikut adalah tipe-tipe otot :

a. Tipe Otot Serabut


 Tipe I (slow twitch fiber) atau otot tonik menghasilkan sedikit
tegangan dan di lakukan lebih lambat. Otot gastrocnemius termasuk
otot tipe ini. Otot yang banyak mengandung serat tipe I dinamakan
otot merah karena tampak lebih gelap dari otot-otot lain. Otot merah
yang berespon lambat dan mempunyai masa laten panjang, dapat
beradaptasi pada kontraksi yang lama, lambat, serabut ototnya kecil.
Lebih banyak mengandung mitokondria sehingga lebih lambat untuk

11
mengalami kelelahan dan memungkinkan untuk dapat menghasilkan
energi yang lebih banyak, metabolic aerobic (oxidative), berfungsi
untuk mempertahankan sikap tubuh. Patologi pada otot tipe
inicenderung tegang dan memendek diantaranya adalah otot-otot
postural untuk mempertahankan sikap tubuh(Lesmana, 2008).
 Tipe II (fast twitch fiber) atau otot phasik dibandingkan dengan tipe
serabut II tetapi lebih tahan terhadap kelelahan/ fatigue. Disebut juga
otot putih, karena berwarna lebih pucat. Yang mempunyai lama
kontraksi yang singkat, serabut otot besar sedikit mengandung
mitokondria sehingga cepat mengalami kelelahan, metabolisme
dengan anaerob. Berfungsi sebagai mobilisasi dan khusus untuk
gerakan halus dan terampil. Otot-otot ekstraktor dan beberapa otot
tangan mengandung banyak serat tipe II dan umumnya digolongkan
kedalam otot putih. Sedangkan otot soleus memiliki tipe otot ini.
b. Mekanisme Kontraksi Otot
Menurut teori filamen geser, kontraksi otot terjadi melalui relative geser
dua set filamen ( aktin dan myosin ). Menurut geser ini diproduksi oleh
interaksi siklik dari sidepieces dari filamen myosin (cross-bridges)
dengan situs tertentu pada filamen aktin. Setiap interaksi tersebut
dikaitkan dengan cross-bridge power stroke yang energinya berasal dari
hidrolisis adenosine triphosphate ( ATP ), satu ATP per cross-bridge
cycle (Herzog, 2014:824).
c. Jenis Kontraksi Otot
 Isokinetik

Kontraksi isokinetik adalah suatu kontraksi dimana otot memanjang


dan ketegangan naik, berfungsi untuk memperbesar otot.

 Isometrik

Kontraksi otot dimana panjang otot tetap dan ketegangan naik.


Berfungsi untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot.

12
 Isotonik

Kontraksi ini merupakan latihan dinamik yang dilakukan dengan


prinsip resisten/ beban yang konstan dan ada perubahan panjang
otot.

 Isotonik Eksentrik

Merupakan tipe kerja otot dimana kedua ujung/perlekatan otot


(origo insersio) saling menjauh, atau otot dalam keadaan kontraksi
memanjang.

 Isotonik Konsentrik

Merupakan tipe kerja otot dimana kedua ujung atau perlekatan otot
(origo insersio) saling mendekat atau otot dalam keadaan
memendek.

Otot gastrocnemius merupakan otot yang lebih sering mengalami kerobekan


ketika terjadi trauma pada tungkai bawah dan beresiko tinggi mengalami cedera
karena posisinya berada pada dua sendi, yaitu knee dan ankle dank arena
kepadatan yang tinggi dari serabut otot tipe II fast twich. Otot gastrocnemius
jugadianggap beresiko tinggi terhadap strain karena melewati dua sendi.
Peregangan yang berlebihan dan kontraksi yang kuatdari serabut otot tipe II yang
menghasilkan ketegangan (Dixion, 2009:75).

2.3 Mekanisme Kontraksi Otot


a. Mekanisme Penggelinciran Filamen ( Filament – Sliding Mechanism)

Kontraksi otot terjadi oleh adanya mekanisme penggelinciran filament.Panjang


filament aktin dan myosin masing-masing tidak berubah.Selama peristiwa
kontraksi CB melekat pada aktin, kemudian CB melakukan gerakan mengayuh
seperti pada gerakan mendayung. Gerakan itu menyebabkan aktin tertarik kea rah
pusat sarkomer .satu gerakan CB menghasilkan gerakan aktin yang sangat kecil.
Untuk gerakan yang kuat CB harus bergerak berulang-ulang.

13
Kontraksi otot terjadi oleh adanya interaksi antar protein kontraktil aktin dan
myosin serta adanya daya (energi) ATP. Aktin adalah protein globiun yang
berpolimerisasi, yang berpilin satu sama lain menjadi inti filament tipis. Myosin
di bagian ujungnya membulat membentuk kepala myosin yang disebut Cross
Bridge (CB). Bagian ekornya berjalan sejajar satu sama lain membentuk sumbu
filament tebal. Pada setiap CB terdapat lokasi/situs tertentu untuk melekatnya
filamen aktin, dan di sebelahnya terdapat situs enzim ATP-ase, yang merupaka
katalisator untuk memecah ATP → ADP + Pi +E. Molekul-molekul myosin
ekornya menghadap ke tengah dan melekat pada garis M. Pada kontraksi filament
aktin ditarik ke tengah sehingga kedua ujung sarkomer tertarik kea rah garis M
maka pada kontraksi otot, sarkomer memendek.

Kontraksi otot merupakan peristiwa siklus. Satu siklus CB terdiri dari 4


langkah sebagai berikut :

1. CB melekat pada filament tipis


2. Gerakan mengayuh CB → Filament-Sliding Mechanism
3. Terlepasnya CB dari filament tipis
4. CB kembali ke posisi semula
b. Teori Terjadinya Kontraksi Otot (Sliding Mechanism)
1. Pada istirahat, rantai molekul tropomyosin menutupi tempat melekatnya
myosin (Cross Bridge) pada aktin sehingga mecegah terjadinya perlekatan
CB kepada siklusnya di aktin.
2. Posisi trpomiosin yang demikian dijaga oleh Troponinyang melekat pada
tropomiosin dan pada aktin.
3. 1 molekul troponin mengikat 1 molekul tropomiosin, 1 molekul
tropomiosin menutupi 7 situs perlekatan myosin = 7 molekul aktin.
c. Urutan Peristiwa Rangsangan dan Kejadian Kontraksi Otot

Satu kesatuan (siklus) rangsangan-kontraksi adalah urutan dari mulai


timbulnya potensial aksi pada membrane sel otot sampai dengan terjadinya
aktivitas CB.

14
Perilaku membrane sel otot adalah sama dengan perilaku membrane sel saraf.
Potensial aksi pada sel otot berlangsung selama 1-2 milisecond, dan sudah
berakhir sebelum terjadinya respons mekanik.Gerak mekanis yang dihasilkan oleh
1 potensial aksi berlangsung ≥ 100 milisecond. Pengaruh listrik pada membrane
sel otot tidak berpengaruh langsung kepada protein kontraktil, akan tetapi
meningkatkan kadar Ca2+ dalam sarkoplasma dan baru kemudian terjadi aktivasi
apparat kontraktil (Giriwijoyo, S. 2017:83).

2.4 Biomekanik Ankle

Ankle and foot merupakan distal ekstremitas bawah yang berfungsi sebagai
stabilisator dan penggerak.

2.4.1 Ankle Joint (Talo Crural Joint)

Ini merupakan hinge joint yang dibentuk oleh cruris (tibia dan fibula) dan
os talus. Diperkuat oleh ligament tibio fibular ligamen sisi superior juga
posterior, inferior dan anterior tibiotalar ligamen, serta posterior, inferior dan
anterior talofibular ligament.

2.4.2 Gerak Plantar Flexion

Gerakan meluruskan telapak kaki pada pergelangan kaki. Gerakan 70o


kearah atas atau plantar fleksi. Otot yang bekerja pada saat gerakan ini yaitu m
gastrocnemius, m soleus, dan m plantaris.

2.4.3 Gerakan Dorsal Flexion


Gerakan meneuk telapak kaki di pergelangan kaki kearah depan
(meninggalkan bagian dorsal kaki). Gerakan 45o kearah bawah atau dorsal fleksi.
Otot yang bekerja pada saat gerakan ini yaitu anterior tibial m, exs. M digitorum
longus, m ext halluxis longus dan m eperoneus (Kirnanoro, H, 2017:72).

15
2.5 Daya Tahan Otot
2.5.1 Pengertian Daya Tahan Otot

Daya tahan merupakan istilah yang luas yang mengacu pada kemampuan
otot untuk melakukan aktivitas dengan intensitas rendah, berulang atau
berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama.

Daya tahan otot merupakan kemampuan otot untuk berkontraksi berulang


kali terhadap beban (resistance) yang menghasilkan dan mempertahankan
ketegangan, serta menahan kelelahan selama periode yang lama (Kisner & Colby,
2007:198). Daya tahan otot merupakan suatu kemampuan kerja otot atau
sekelompok otot dalam jangka waktu tertentu (Bostick et al, 2010:346).

Latihan daya tahan ditandai dengan adanya kontraksi otot dan mengangkat
atau menurunkan sebuah beban ringan untuk pengulangan yang banyak atau
mempertahankan kontraksi otot untuk waktu yang lama. Elemen penting dalam
latihan daya tahan adalah kontraksi otot dengan intensitas rendah (low-intensity),
pengulangan yang banyak, dan dipertahankan dalam jangka waktu yang lama.
Otot-otot yang terlibat dalam latihan ini,beradaptasi dengan cara meningkatkan
kapasitas oksidatif dan metabolisme yang memungkinkan penyampaian dan
penggunaan oksigen lebih baik (Kisner & Colby, 2007:159).

Daya tahan otot betis dapat diukur sebagai jumlah maksimal dari heel raise
yang dapat dilakukan pada posisi tumpuan penuh atau full weight bearing. Daya
tahan otot betis yang diukur dengan hell raise lebih menyerupai fungsi harian otot
betis sehingga dapat menjadi ukuran klinis yang berguna. Kelemahan daya tahan
otot gastrocnemius dapat meningkatkan resiko cidera pada ankle seperti Achilles
Tendon Rupture (ATR). Dengan mengasumsikan bahwa pemulihan daya tahan
otot betis penting dalam mencegah tendinopati dan meningkatkan kinerja
(Bostick et al, 2010:347).

16
2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi
Latihan yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan lokal melibatkan
banyak pengulangan latihan terhadap beban submaksimal. Selain itu latihan daya
tahan juga dilakukan dengan mempertahanlan kontraksi otot isometric dalam
jangka waktu yang lebih lama, serta dilakukan terhadap tingkat resistensi yang
sangat rendah (Kisner & Colby, 2007:160).
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan otot gastrocnemius yaitu :
1. Kekuatan otot

Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan


tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis
maupun statis.

2. Fleksibilitas

Kemampuan sendi untuk melakukan suatu gerakan dalam ruang gerak


sendi secara maksimal. Kelenturan diarahkan kepada kebebasan luas
gerak sendi atau range of motion (ROM).

3. Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan sikap dan posisi


tubuh secara tepat pada saat berdiri (static balance) atau pada saat
melakukan gerakan (dynamic balance).

2.6 Calf Raises Repetition Maximum

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui berapa kali otot gastrocnemius


mampu berkontraksi selama 1 menit. Hasil yang diperoleh dikatakan baik apabila
dalam 1 menit subjek mampu melakukan pengulangan sebanyak 60 kali (Hebert-
Loiser, 2009:597). Prosedur pengukuran ini adalah sebagai berikut :

1. Subjek berdiri tegak di permukaan lantai yang datar.


2. Kedua kaki dibuka selebar bahu dan posisi kaki lurus, kedua tangan subjek
berada disamping badan, dan pandangan mata subjek ke depan.

17
3. Subjek mengangkat kedua tumit (calf raises) secara berulang selama 1 menit
setelah diberikan aba-aba.
4. Peneliti memulai perhitungan dengan menggunakan stopwatch.
5. Peneliti memperhatikan alignment subjek dan mencatat hasilnya.
2.7 Latihan Ankle Hops
2.7.1 Definisi

Ankle hops adalah suatu lompatan submaksimal dengan komponen terarah


yang dilakukan oleh pergelangan kaki. Latihan ini berguna untuk mengkondisikan
otot dan jaringan pada tungkai bawah. Ankle hops terdiri dari beberapa jenis
lompatan,yaitu ,melompat di tempat, melompat ke depan (forwards),melompat ke
belakang (backwards), melompat lateral dan melompat secara diagonal. Latihan
ankle hops dilakukan dengan gerakan plantar fleksi ankle dan berkonsentrasi
untuk cepat melompat.

Latihan ankle hops dimulai dengan berdiri pada dua kaki selebar bahu dan
posisi badan tegak, digunakan hanya untuk momentum, lompatan hop pada satu
tempat. Pergelangan kaki memanjang secara maksimal pada satu lompatan hop ke
atas. Usahakan mendarat pada posisi semula seperti pada awal gerakan kemudian
bersiap melompat lagi.

Dosis aplikasi latihan ankle hops yang akan diterapkan sama dengan squat
jump yaitu selama 4 minggu, 3 kali per minggu dilakukan 2 - 3 set dengan jumlah
pengulangan 8 - 12 kali dengan periode istirahat 2 - 3 menit di sela - sela set.
Gerakan lompat naik turun juga menggunakan menggunakan irama metronom.
Hitungan ganjil lompat ke atas dan ketika hitungan genap turun (Desliana,
2011:71).

2.7.2 Tujuan Latihan

Ankle hops adalah salah satu latihan dari plyometric drill, latihan ini
ditujukan untuk penguatan, kelincahan dan daya tahan otot dimana pada gerakan

18
tersebut terjadi gerakan loncatan yang bersamaan pada kedua kaki (Desliana,
2011:75).

2.7.3 Mekanisme Peningkatan Daya Tahan Otot dengan Ankle Hops


Menurut Markovic & Jaric (2007:1360) posisi awal dan ketika melompat
pada latihan tersebut akan terjadi kontraksi eksentrik dan konsentrik secara
bergantian. Otot – otot yang bekerja dalam latihan ankle hops pada fase awalan
adalah otot rectus femoris dan otot gastrocnemius yang berkontraksi
secarakonsentrik serta otot hamstring yang bekerja secara eksentrik. Kontraksi
tersebut dipertahankan hingga terjadi lompatan dengan stretch reflex yang
bertujuan untuk mengirim rangsangan neuromuscular ke spinal cord agar dapat
melakukan lompatan,otot yang bekerja adalah otot rectus femoris dan otot
gastrocnemius yang berkontraksi secara eksentrik serta otot hamstring yang
berkontraksi secara konsentrik. Sedangkan pada fase mendarat, otot rectus
femoris,otot hamstring, dan otot gastrocnemius mengirimkan egergi mekanik
untuk kembalinya gerakan hip.
2.7.4 Adaptasi Otot Terhadap Latihan
a. Terjadi Hipertrofi Otot
Latihan resistance training yang ditujukan untuk meningkatkan keuatan
dan daya tahan otot akan menyebabkan terjadinya hipertrofi otot.hipertrofi
otot tersebut terjadi karena bertambahnya unsur kontraktil di dalam serabut
otot (kekuatan kontraksi aktif otot), menebalnya sarkolema dan
bertambahnya jaringan ikat diantara serabur-serabut otot yang
menyebabkan menigkatnya kekuatan pasif otot. Hipertrofi serabut-serabut
otot dengan demikian menyebabkan meningkatnya kekuatan aktif otot dan
meningkatnya kekuatan pasif otot, yaitu otot menjadi lebih kuat dan tahan
terhadap regangan dan semakin terpeliharanya kondisi homeostasis
yangmenyebabkan meningkatnya daya tahan otot (Giriwijoyo, 2017:102).
b. Adaptasi Jenis Serabut Otot
Serabut otot tipe II lebih sering terjadi hipertrofi dengan latihan
resistance training yang berat. Selain itu, sejumlah plastisitas terdapat

19
pada otot sehubungan dengan sifat kontraktil dan metabolik. Selama
seminggu latihan resistance trainingyang berat dapat membuat serabut
tipe II lebih tahan terhadap kelelahan (Kisner & Colby, 2007:208).
c. Adaptasi Jaringan Lunak
Peningkatan kekuatan pada tendon terjadi pada sambungan
musculotendinous,sedangkan penngkatan kekuatan ligamen dapat terjadi
pada antarmuka tulang-ligamen. Hal ini mendukung bahwa tendon dan
daya tarik ligamen meningkat dalam merespon resistance training untuk
mendukung kekuatan adaptif dan terjadinya perubahan ukuran otot.
Jaringan ikat pada otot juga mengalami penebalan, sehingga memberikan
lebih banyak dukungan pada serabut yang membesar. Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan resiko cedera pada ligamen dan
tendon yang kuat (Kisner & Colby, 2007:211).

20
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Tranportasi

Pengemudi

Daya Tahan Otot


Gastrocnemius
Menurun
Latihan Ankle
Hops
Peningkatan
Daya Tahan Otot
Gastrocnemius

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Alur berpikir

Berdasarkan kerangka konsep ini menjelaskan bahwa trasportasi tidak lepas dari
pekerjaan pengemudi. Pengemudi taksi yang harus tetap berkonsentrasi, dan gerakan
terus menerus pada tungkai khususnya pada gerakan plantar fleksi pada saat
menginjak pedal. Pada saat menginjak pedal ada gerakan plantar fleksi yang
melibatkan otot gastrocnemius, gerakan terus menerus pada saat menginjak pedal
memerlukan daya tahan otot gastrocnemius yang baik. Pemeberian latihan Ankle
Hops diharapkan dapat meningkatkan daya tahan otot dari pengemudi taksi di
Wahana Bali Taksi.

21
3.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,


dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
dari pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis
terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Nasir dkk,
2014:122).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya peningkatan daya tahan otot
gastrocnemius setelah diberikan latihan Ankle Hops pada pengemudi taksi di Wahana
Bali Taksi.

3.3 Variabel

Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek
yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek yang
lain. Variabel juga dapat merupakan atribut dari bidang keilmuan atau kegiatan
tertentu. Tinggi, berat badan, sikap, motivasi, kepemimpinan, disiplin kerja,
merupakan atribut dari setiap obyek.Struktur organisasi, model pendelegasian,
kepemimpinan, pengawasan, kordinasi, prosedur, dan mekanisme kerja, deskripsi
pekerjaan, kebijakan, adalah contoh variabel dalam kegiatan administrasi (Nasir dkk,
2014:234).

Variabel dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Variabel Bebas

Adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap menentukan variabel


terikat. Variabel ini dapat merupakan faktor risiko, prediktor, kausa/penyebab
(Nasir dkk, 2014:234). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Latihan Ankle
Hops.

22
2. Variabel Terikat

Adalah variabel yang dipengaruhi.Variabel terikat disebut juga kejadian,


luaran, manfaat, efek, atau dampak. Variabel terikat juga disebut
penyakit/outcome (Saryono. 2011;125). Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah Daya Tahan Otot Gastrocnemius.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang


diggunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah
pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Nasir dkk 2014:245).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Mengumpulkan Skala


data dan Kriteria Hasil Ukur

Variabel Bebas : Ankle hops adalah Mengamati sampel Nominal


suatu lompatan melakukan latihan Ankle
Latihan Ankle
submaksimal dengan Hops
Hops
komponen terarah
yang dilakukan oleh
pergelangan kaki.
Latihan ini berguna
untuk
mengkondisikan otot
dan jaringan pada
tungkai bawah.
Ankle hops terdiri
dari beberapa jenis
lompatan,yaitu
,melompat di tempat,

23
melompat ke depan
(forwards),melompat
ke belakang
(backwards),
melompat lateral dan
melompat secara
diagonal. Latihan
ankle hops dilakukan
dengan gerakan
plantar fleksi ankle
dan berkonsentrasi
untuk cepat
melompat.

Variabel Terikat : Daya tahan Daya tahan otot Ratio


merupakan istilah Gastrocnemuis diukur
Daya Tahan Otot menggunakan Calf Raises
yang luas yang Repetition Maximumt.
Gastrocnemius
mengacu pada Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui berapa
kemampuan otot
kali otot gastrocnemius
untuk melakukan mampu berkontraksi
aktivitas dengan selama 1 menit. Hasil yang
diperoleh dikatakan baik
intensitas rendah, apabila dalam 1 menit
berulang atau subjek mampu melakukan
pengulangan sebanyak 60
berkelanjutan dalam
kali
jangka waktu yang
Prosedur pengukuran
lama. Daya tahan
ini adalah sebagai berikut :
otot merupakan
kemampuan otot 1. Subjek berdiri tegak di
untuk berkontraksi permukaan lantai yang

24
berulang kali datar.
terhadap beban 2. Kedua kaki dibuka
(resistance) yang selebar bahu dan posisi
menghasilkan dan kaki lurus, kedua
mempertahankan tangan subjek berada
ketegangan, serta disamping badan, dan
menahan kelelahan pandangan mata subjek
selama periode yang ke depan.
lama. Daya tahan 3. Subjek mengangkat
otot merupakan kedua tumit (calf
suatu kemampuan raises) secara berulang
kerja otot atau selama 1 menit setelah
sekelompok otot diberikan aba-aba.
dalam jangka waktu 4. Peneliti memulai
tertentu. perhitungan dengan
menggunakan
stopwatch.
5. Peneliti memperhatikan
alignment subjek dan
mencatat hasilnya.

25
BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian.

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah Pre Experimental Design
dengan rancangan penelitian One Grup Pretest-Posttest Design.

Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut :

P S O1 O2

Keterangan :

P : Populasi

S : Sampel

X : Pemberian Latihan Ankle Hops

O1 : Daya Tahan Otot Gastricnemius sebelum perlakuan

O2 : Daya Tahan Otot Gastricnemius sesudah perlakuan

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian.


4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Koperasi Wahan Bali Taksi.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penulisan proposal dimulai dari bulan September 2019, kemudian
studi pendahuluan dilakukan pada tanggal 9 November 2019.

26
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nasir dkk,2014:188). Populasi penelitian ini adalah seluruh.
pengemudi taksi yang bekerja di Wahana Bali Taksi yang berjumlah 43 orang.
4.3.2 Sampel Penelitian
Populasi yang akan diteliti terkadang jumlahnya sangat melimpah, tempatnya
sangat luas dan berasal dari strata/tingkatan yang berbeda. Sebagian dari populasi
yang mewakili populasi disebut sebagai sampel (Nasir dkk, 2014:191). Sampel
penelitian di dapat berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi :
1. Kriteria inklusi
a. Pengemudi taksi yang menggunakan mobil dengan jenis transmisi
manual.
b. Memiliki daya tahan otot gastrocnemius dibawah normal.
c. Mampu melakukan instruksi yang diberikan.
2. Kriteria eksklusi
a. Pengemudi taksi yang menggunakan mobil dengan jenis transmisi
automatic.
b. Memiliki daya tahan otot gastrocnemius diatas normal.
c. Mengalami kelainan pada tungkai bawah.
4.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada fisioterapi yang khusus untuk
mengetahui apakah peningkatan daya tahan otot gastrocnemius pada pengemudi taksi
di Koperasi Wahana Bali Taksi.
4.5 Bahan Penelitian
Bahan penelitian ini adalah menggunakan data sekunder yang diperoleh dari buku
dan jurnal yang memiliki hubungan dan memiliki tujuan yang sama dengan penelitian
ini. Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui proses pengukuran
menggunakan Calf Raises Repetition Maximum.

27
4.6 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian ini adalah segala peralatan yang digunakan untuk meperoleh,
mengelola,dan menginterpretasikan informasi dari para sampel yang dilakukan
dengan pola pengukuran yang sama (Nasir dkk,2014:249).
1. Stopwatch
Untuk mengukur waktu.
2. Kamera
Digunakan untuk mendokumentasikan penelitian.
3. Alat tulis
Untuk mencatat hasil pengukuran.
4.7 Prosedur Pengumpulan Data

Langkah-langkah prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini


adalah sebagai berikut :

1. Tahap persiapan dan administrasi


Melakukan studi kepustakaan dari buku, jurnal, dan berbagai topik yang
terkait dengan penelitian. Kemudian peneliti membuat jadwal dan
mempersiapkan bahan, alat ukur, dan instrument penelitian yang
diperlukan dalam penelitian.
2. Penentuan subjek
Melakukan seleksi subjek sesuai dengan kriteria insklusi dan eksklusi,
setelah mendapat subjek penelitian, kemudian peneliti memberikan surat
kesedian menjadi subjek dalam penelitian.
4.8 Analisis Data

Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,


sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai
sosial, akademis dan ilmiah. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan
data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel
dan seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan

28
perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk
menguji hipotesis (Siyoto, 2015 : 109).

Adapun tahapan analisis data sebagai berikut:

1. Analisa Deskriptif
Analisa deskriptif dilakukan terhadap hasil pengukuran daya tahan otot
gastrocnemius sebelum dan sesudah latihan, meliputi rata –rata (mean),
median, minimal dan maksimal.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel
yang akan digunakan dalam penelitian yang berdistribusi normal atau tidak.
Apabila jumlah sampel >50 maka uji normalitas yang digunakan yaitu
Kolmogorov Smirnov. Sedangkan apabila jumlah sampel <50 maka
menggunakan uji normalitas Shapiro Wilk Test. Data berdistribusi normal
menggunakan statistik parametrik, sedangkan data berdistribusi tidak normal
menggunakan statistik non parametrik.
3. Uji Hipotesis
Uji hipotesis adalah membandingkan hasil statistik sampel dengan nilai
hipotesis. Apabila terdapat perbedaan antara nilai statistik sampel dengan nilai
hipotesis cukup besar maka hipotesis ditolak. Namun saat perbedaan tersebut
kecil maka hipotesis diterima (Budiarto, 2015 : 178).

29
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko. 2015. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta : EGC

Bostick, G. P., Jomha, N. M., Suchak, A. A., & Beaupre, L. A.2010.”Factors


Associated With Calf Muscle Endurance Recovery 1 Year After Achilles
Tendon Rupture Repair”. Journal of Orthopedic & Sport Physical
Therapy,Volume 40. No. 6,345-351. https://doi.org/10.2519/jostpt.2010.3204

Cook, Chad E and Eric J Hegedus. 2013. “Orthopedic Physical Examination Test, An
Evidence Based Approach 2nd Edition”. New Jersey : Pearson Education,
Inc.

Cleland, J. A., Kopennhaver, S., & Jonathan. 2015.Netter’s Orthopaedic Clinical


Examination An Evidence-Based Aprroach 3rd Edition. Philadelphia, PA.
Elsevier, Inc.

Desliana, Indah Suci. 2011. “Penambahan Traksi Osilasi Pada Intervensi Transverse
Friction& Latihan Fungsional Ankle Dapat Meningkatkan Kemampuan Hop
Jump Sprained Ankle Kronis”. Jakarta : Universitas Esa Unggul.

Davies. G., Rieman, B. L., & Manske, R. 2015. “Current Concepts of Plyometric
Exercise”. International Journal of Sports Physical Therapy, Volume 10. No.
6,760-860. https://10.1080/00754170500221345

Dixion, J. B.2009. “Gastrocnemius vs. Soleus Strain: How to Differentiate and Deal
With Calf Muscle Injuries”. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine.
Volume 2. No. 2, 74-77. Htpps://doi.org/10.1007/sl2178-009-9045-8

Fitrianingsih dan Hariyono W. 2011. “Hubungan Umur, Beban Kerja dan Posisi
Duduk Saat Bekerja dengan Keluhan Nyeri Punggung pada Pengemudi
Angkutan Kota di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah”.Volume 5. No. 2.
Giriwijoyo, Santosa. 2017. “Fisiologi Kerja dan Olahraga” : Fungsi Tubuh Manusia
pada Kerja dan Olahraga. Edisi 1.Cetakan 1. Jakarta : Rajawali Pers.

Herzog, Walter. 2014. “Encyclopedia of Neuroscience”. Available at :


www.springerreference.com.

Hebert-Losier, K., Newsham-West, R. J., Schneiders, A. G., & Sullivan, S. J. 2009.


“Raising the standards of the calf-raises test: A systematic review”. Jousnal
of Science and Medicine in Sport, Volume 12. No. 6, 594-
602.https://doi.org/10.1016/j.jsams.2008.12.628.

Ismail Farzana. 2003. “Engineering Design Solutions: Future Consideration Bus


Drivers Cab. A Compilation of Several Resources”. Volume 2. No. 3.

Kirnanoro, H. & Maryana. 2017. “Anatomi Fisiologi’. Yogyakarta: Pustaka Baru


Press.

Kisner, C. dan Colby, LA. 2012. “Therapeutic Exercise Foundations And Techniques
Sixth Edition”. Philadelphia: F. A. Davis Company.

Kubo, S., Hisada, T., & Sato, T. 2015.”Determination of the Fascicle Length of the
Gastrocnemius Muscle During Calf Raises Exercise Using
Ultrasonography”. Journal of Physical Therapy and Science, Volume 27.
No. 12, 3763-3766.

Markovic, g., & Jaric, S. 2007. “Is vertical jump height a body size-independent
measure of muscle power?”. Journal of Sport Science, Volume 25. No. 12,
1355-1363.https://doi.org/10.1080/02640410601021713.

Putra, S.S. 2015. “Calf Raises Exercise dan Ankle Hops Sama Baiknya Terhadap
Peningkatan Daya Tahan Otot Gastrocnemius”. Universitas Esa Unggul.

Setiani, Baiq. 2015. “Prinsip – prinsip Pokok Pengelolaan Jasa Transportasi


Udara”. Jurnal Ilmiah Widya. Volume 3. No. 2.
Siyoto, Sandu. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media Publishing. ISBN:
978-602-1018-18-7

Sari, W.P., Mahyuni, E.L., & Salmah, U. 2015. ‘Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Potensi ecelakaan Kerja Pada Pengemudi Truk Di Pt Berkatnugraha
Sinarlestari Belawan Tahun 2015”. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.

Saryono. 2011. “Metodologi Penelitian Kesehatan : Penuntun Praktis Bagi


Pemula”.Jogjakarta : Mitra Cendikia Press.

Utomo,H.S. 2010. “Manajemen Transportasi, Malang”.Pascasarjana Universitas


Brawijaya.
LAMPIRAN

Gambar 1 Calf Raises Repetition Maximum

Gambar 2 Calf Raises Repetition

Anda mungkin juga menyukai