Anda di halaman 1dari 68

ANALISIS FAKTOR RISIKO KERJA DUDUK DENGAN

KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEGAWAI


ADMINISTRASI DI RSUD KABUPATEN BANGLI

LAPORAN PEMINATAN K3

OLEH

I GEDE LINGGA SEPUTRA


202020641011074

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
ANALISIS FAKTOR RISIKO KERJA DUDUK DENGAN
KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEGAWAI
ADMINISTRASI DI RSUD KABUPATEN BANGLI

OLEH

I GEDE LINGGA SEPUTRA


202020641011074

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN

ANALISIS FAKTOR RISIKO KERJA DUDUK DENGAN


KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEGAWAI
ADMINISTRASI DI RSUD KABUPATEN BANGLI

Laporan Kegiatan Praktik Profesi Stase Pilihan Kesehatan dan


Keselamatan Kerja (K3)

Disusun Oleh:
I GEDE LINGGA SEPUTRA
202020641011074
Diajukan Pada Tanggal 8 April 2021

Clinical Educator (CE) Kaprodi

Made Suparsa, A.Md.Ft Safun Rahmanto, SST.FT., M.Fis


NIP:197012311992031048 NIDN 0710078403

Penguji

Safun Rahmanto, SST.FT., M.Fis


NIDN 0710078403

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Kegiatan Praktik

Profesi Stase Pilihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ini dengan judul

“Analisis Faktor Risiko Kerja Duduk Dengan Keluhan Muskuloskeletal pada

Pegawai Administrasi di Rsud Kabupaten Bangli”. Penyusunan laporan ini

bertujuan untuk memenuhi salah satu penugasan dalam Stase Pilihan yaitu

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Program Studi Profesi Fisioterapi

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini penulis masih

memiliki kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Dalam penyusunan laporan ini

penulis telah melibatkan banyak pihak, dan penulis mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu dan terlibat

dalam penyelesaian laporan ini.

Bangli, 10 April 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR SKEMA vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Ergonomi 6
B. Administrasi 11
C. Sikap Kerja Duduk 12
D. Keluhan Muskuloskeletal 16
E. Nordic Body Map 26
BAB III KERANGKA BERPIKIR 27
A. Kerangka Berpikir 27
BAB IV HASIL 29
A. Hasil Identifikasi 29
BAB V PEMBAHASAN 33
A. Interpretasi dan Diskusi Hasil 33
B. Implikasi Terhadap Pelayan Fisioterapi 35
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 42

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kuesioner Nordic Body Map 24


Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Risiko Berdasarkan Total Skor Individu 25
Tabel 4.1 Hasil Skor Nordic Body Map 32

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sikap Duduk 11

Gambar 2.2 Posisi Kerja Pegawai Administrasi 26

Gambar 4.1 Hasil Kuesioner Nordic Body Map 31

vi
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1 Kerangka Berpikir 27
Skema 4.1 Desain Penelitian 29

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 42
Lampiran 2 43
Lampiran 3 53

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tingkat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sangat dibutuhkan ketika

melakukan aktivitas kerja, karena keselamatan kerja tidak hanya ditimbulkan oleh

sistem yang telah diterapkan tetapi juga kesadaran setiap individu untuk

menghindari kecelakaan kerja. Hal yang perlu diperhatikan saat bekerja yang

aman adalah melalui penerapan ergonomi, ergometri, automasi dan mekanisasi,

peralatan perlindungan diri, waktu kerja, lingkungan kerja, faktor manusia yang

berupaya untuk melindungi tenaga kerja (Sutrisno 2006).

Riset Kesehatan Dasar (2013) menyatakan posisi kerja merupakan penyebab

tertinggi penyakit yang dialami pekerja yaitu sebanyak (40,5%). Posisi kerja yang

tidak benar dalam waktu lama dapat mengakibatkan pekerja mengalami masalah

musculoskeletal, neuromuskular dan masalah yang lain akibatnya kegiatan

produksi terganggu. Pekerja perlu memperhatikan posisi kerja yang dilakukan

sehingga cidera dan kesakitan kerja dapat diminimalisir (Munir, 2012). Sikap

tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan, kepala dan

anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar bagian-bagian tubuh

tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor- faktor yang paling berpengaruh

meliputi sudut persendian, inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta

derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang. Faktor-

faktor tersebut akan menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja

(Pangaribuan, 2009).

1
2

Pegawai administrasi rumah sakit adalah ujung tombak rumah sakit dan

merupakan tenaga yang sering kontak dengan pasien maupun pekerja rumah sakit

lainnya. Hal ini akan menyebabkan stressor yang kuat pada pegawai administrasi

rumah sakit di lingkungan pekerjaannya. Peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan dengan dilakukan peningkatan jumlah dan kualitas sumber daya

manusia, yang terdistribusi sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit (Wanri dkk, 2018).

Menurut OHSA (2000) keluhan musculoskeletal adalah gangguan atau cidera

pada jaringan lunak seperti otot, tendon, sendi, ligamen serta sistem syaraf. Paling

sering terjadi pada bagian lengan dan punggung. Muskuloskeletal merupakan

keluhan yang terjadi pada otot rangka yang dialami oleh seseorang mulai dari

keluhan yang ringan sampai dengan keluhan yang sangat berat (Tarwaka 2014).

Pegawai administrasi RSUD Kabupaten Bangli bekerja 24 jam dengan sistem

shift. Terdapat perbedaan tingkat kelelahan antar kedua shift, antara shift sore dan

shift malam juga terdapat perbedaan tingkat kelelahan kerja. Tingkat kelelahan

kerja pada shift pagi lebih rendah dari pada shift sore, dan tingkat kelelahan kerja

shift sore lebih rendah dari pada shift malam. Tingkat kelelahan kerja pada shift

pagi lebih rendah dari pada shift malam. Ini dikarenakan beban kerja yang

berbeda disetiap shift. Apabila waktu kerja yang ditanggung pegawai administrasi

melebihi dari kapasitasnya juga akan mengalami kelelahan, maka akan berdampak

buruk bagi produktifitas pegawai tersebut.

Waktu Kerja Normal menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja dan

Transmigrasi, No. Kep. 102/MEN/VI/2004.Untuk 6 hari kerja: Waktu Kerja 7

jam/hari (hari ke1-5), 5 jam/hari (hari ke-6), 40 jam/minggu. Untuk 5 hari kerja:
3

Waktu Kerja 8 jam/hari, 40 jam/minggu. Pegawai administrasi yang berjaga di

rumah sakit termasuk pekerja yang bekerja terus menerus, termasuk pada hari

libur resmi, hal ini kemudian diatur dalam Kepmenakertrans No. Kep-

233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan

Secara Terus Menerus. Dan dalam penerapannya tentu pekerjaan yang dijalankan

terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke dalam shift-shift.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan analisis mengenai

Faktor Risiko Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pegawai

Administrasi di RSUD Kabupaten Bangli.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu “Apakah

ada Faktor Risiko Kerja Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pegawai

Administrasi di RSUD Kabupaten Bangli?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada Faktor Risiko Kerja Duduk dengan

Keluhan Muskuloskeletal Pada Pegawai Administrasi di RSUD Kabupaten

Bangli.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dirasakan pegawai

Administrasi di RSUD Kabupaten Bangli.


4

D. Manfaat

1. Teoritis

Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa ada Faktor Risiko Kerja

Duduk dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pegawai Administrasi di RSUD

Daerah Kabupaten Bangli.

2. Praktis

a. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman langsung bagi peneliti dalam melakukan

penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah khususnya mengenai masalah yang

berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja.

b. Bagi Institusi

Sebagai bahan pustaka di Program Studi Profesi Fisioterapi Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang dalam

pengembangan ilmu Kesehatan Kerja khususnya dibidang ergonomi.

c. Bagi Tenaga Kerja

Sebagai pengetahuan tambahan bagi tenaga kerja tentang faktor risiko

kerja sehingga dapat menghindari keluhan-keluhan akibat tempat kerja

yang tidak ergonomis.


5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ergonomi

a. Definisi ergonomi

Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ergon yang berarti kerja

dan Nomos yang berarti aturan/hukum. Jadi ergonomi secara singkat juga

dapat diartikan sebagai aturan/hokum dalam bekerja. Secara umum ergonomi

didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kesesuaian pekerjaan,

alat kerja dan atau tempat/lingkungan kerja dengan pekerjanya (Tarwaka,

2004).

Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari sifat,

kemampuan dan keterbatasan manusia (Sutalaksana, 2006), dimana secara

hakiki akan berhubungan dengan segala aktivitas manusia yang dilakukan.

Ergonomi merupakan salah satu hal yang mengarah pada peningkatan kualitas

kehidupan kerja. Sedangkan aspek kualitas sendiri merupakan salah satu

faktor penting yang mempengaruhi produktivitas dan kualitas kerja. Manusia

dalam hal ini sebagai objek makhluk pekerja yang bekerja untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Dalam bekerja manusia biasanya menggunakan

peralatan kerja dan berada dalam lingkungan kerja tertentu. Peralatan kerja

yang digunakan harus sesuai dengan manusia pemakai untuk mendukung

fungsi tubuh yang sedang bekerja.

Menurut Eko Nurmianto (2008) istilah ergonomi didefinisikan sebagai

studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau

secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan

6
7

desain/perancangan. Ergonomi juga didefinisikan sebagai disiplin keilmuan

yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya (Sritomo

Wignjosoebroto, 2003).

Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja baik sektor modern maupun

pada sector tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi

dalam bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan yang tepat

adalah syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Pada sektor

tradisional pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan

serta dalam sikap- sikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat

diperbaiki. (Suma’mur, 2009)

Menurut Sugeng Budiono (2003) sikap tubuh dalam bekerja yang

dikatakan secara ergonomi adalah yang memberikan rasa nyaman, aman,

sehat, dan selamat dalam bekerja. Sikap tersebut dapat dilakukan dengan:

1. Menghindarkan sikap yang tidak ergonomis dalam bekerja.

2. Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.

3. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan

kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja

penggunanya.

4. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk atau berdiri secara

bergantian.

b. Tujuan Ergonomi

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya

pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja

fisik dan mental dan mengupayakan kepuasan kerja.


8

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas

kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna

dan meningkatkan jaminan sosial baik selama waktu produktif maupun

setelah tidak produktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,

antropologis dan budaya dari sistem kerja, sehingga tercipta kualitas

kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

c. Aspek Ergonomi

Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu diperhatikan,

antara lain:

1. Faktor manusia

Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai

pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun

dikenal istilah Human Centered Design (HCD) atau perancangan berpusat

pada manusia. Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada

karakter-karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya.

Sebagai titik sentral maka unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi

patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis.

Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat

bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu: faktor dari dalam (internal

factors) dan faktor dari luar (external factors). Tergolong dalam faktor

dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri

manusia seperti: umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran
9

tubuh. Sedangkan faktor dari luar (external factor) yang dapat

mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti: penyakit, gizi,

lingkungan kerja, sosial ekonomi, dan adat istiadat.

2. Faktor Anthropometri

Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh

manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh

manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk

merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan

ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak

dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak

diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik.

Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya. Jika

alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak

nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan

kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan

pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.

3. Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja

Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana

kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain

SOP (Standard Operating Procedures) yang terdapat pada setiap jenis

pekerjaan.

Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap

menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus


10

dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang

yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang

terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya.

4. Faktor Pengorganisasian Kerja

Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu

istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat

kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu

kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat.

Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak

terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja

baru atau perbanyakan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya

ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja

serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Tarwaka, 2010).

B. Administrasi

Administrasi mengandung pengertian sempit itu dimaksudkan sebagai

ketatausahaan yang diartikan sebagai kegiatan penyusunan keterangan-

keterangan secara sistematis dan pencatatan secara tertulis semua kegiatan yang

diperlukan dengan maksud untuk memperoleh suatu ikhtisar mengenai

keterangan- keterangan itu dalam keseluruhannya dan dalam hubungannya satu

sama lainnya. Dengan demikian, administrasi merupakan kegiatan tulis menulis,

mengirim, dan menyimpan keterangan. Secara umum kata administrasi dapat

diartikan sebagai suatu kegiatan untuk membantu,melayani,mengarahkan dan


11

mengatur semua kegiatan organisasi di dalam mencapai tujuan secara tertib dan

efisien (Daryanto, 2011).

Banyak orang beranggapan bahwa administrasi itu sama dengan juru ketik,

tata usaha atau pekerjaan yang bersangkutan dengan tulis menulis. Administrasi

adalah upaya mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan

orang-orang dalam suatu pola kerjasama. Efektif dalam arti hasil yang dicapai

upaya itu sama dengan tujuan yang ditetapkan. Sedangkan efisien berhubungan

dengan penggunaan sumber dana, daya waktu (Daryanto, 2011).

Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya di tandai dengan

adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu pelayanan rumah sakit sangat di

pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber

daya manusia. SDM di rumah sakit terdiri dari banyak macam profesi, salah

satunya adalah pegawai administrasi. Peran pegawai administrasi sangat penting

karena sebagai ujung tombak rumah sakit dan merupakan tenaga yang sering

kontak dengan pasien maupun pekerja rumah sakit lainnya. Hal ini akan

menyebabkan stresor yang kuat pada pegawai administrasi di lingkungan

pekerjaannya (Depkes RI, 2002).

C. Sikap Kerja Duduk

Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang berbeda-

beda terhadap tubuh. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang

berbeda-beda terhadap tubuh (Tarwaka, 2004). Tekanan pada bagian tulang

belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri

ataupun berbaring. Jika diasumsikan, tekanan tersebut sekitar 100%, cara duduk
12

yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut

mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan

menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih

banyak memerlukan aktivitas otot atau saraf belakang daripada sikap duduk yang

condong kedepan (Tarwaka, 2004).

Gambar 2.1 Sikap Duduk

Sumber: Eko Nurmianto (2008)

Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskeletal) dan tulang belakang terutama

pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari rasa

nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat

dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar (Eko Nurmianto,

2008).

Pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja

sambil duduk menurut Suma’mur (2009) adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya kelelahan pada kaki

2. Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah

3. Berkurangnya pemakaian energi

4. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah


13

Namun begitu, terdapat pula kerugian sebagai akibat bekerja sambil duduk

menurut Suma’mur (2009), yaitu:

1. Melembeknya otot-otot perut

2. Melengkungnya punggung

3. Tidak baik bagi alat-alat dalam, khususnya peralatan pencernaan, jika

posisi dilakukan membungkuk

Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam

waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan

pada pekerja antara lain: (Sritomo Wignjosoebroto 2003).

1. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang

dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-

lain.

2. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.

3. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan menggerakkan

kaki, tangan atau leher/kepala).

4. Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring,

bongkok).

Menurut Sritomo Wignjosoebroto (2003) sikap tubuh dalam bekerja sangat

dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin,

penempatan alat-alat petunjuk dan cara-cara harus mengoperasikan mesin (macam

gerak, arah dan kekuatan). Untuk bisa mencapai efisiensi dan produktivitas kerja

yang optimal serta memberikan rasa nyaman pada saat bekerja bisa dilakukan

dengan cara:
14

1. Menghindarkan sikap tubuh yang tidak alamiah.

2. Mengusahakan agar beban statis sekecil mungkin.

3. Membuat dan menentukan kriteria serta ukuran baku tentang sarana kerja

(meja, kursi, dan lain-lain.) yang sesuai dengan antropometri pemakainya.

4. Mengupayakan agar sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan sikap

duduk atau kombinasi duduk dan berdiri.

Sikap duduk yang benar yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan

bahu berada di belakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Caranya, duduk

diujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. setelah itu

tegakkan badan buatlah lengkungan lebih sebisa mungkin, tahan untuk beberapa

detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10 derajat). Posisi

duduk inilah yang terbaik. Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih

tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan sebaiknya kedua kaki tungkai tidak

saling menyilang. Jaga agar ke 2 kaki tidak menggantung dan hindari duduk

dengan posisi sama lebih dari 20 – 30 menit. Selama duduk, istirahatkan siku dan

lengan pada kursi, juga bahu tetap rileks (Eko Nurmianto, 2008).

Sikap kerja duduk yang kurang baik atau keliru menurut Wahyu Purwanto

(2004) akan menyebabkan berbagai masalah terutama yang berhubungan dengan

tulang belakang, karena tekanan pada tulang belakang akan meningkat pada saat

duduk, bila dibandingkan dengan saat berdiri maupun berbaring. Jika tekanan

tersebut diasumsikan sekitar 100%, maka besarnya tekanan pada posisi duduk

yang tegang (erect posture) adalah 140% dan posisi duduk mengbungkuk ke

depan tekanannya adalah 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak

memerlukan aktivitas otot atau urat syaraf belakang daripada sikap duduk yang
15

condong kedepan. Sikap tubuh yang dipaksakan adalah salah satu penyebab

umum CTDs. Kemunculannya sering tidak disadari sampai terjadinya inflamasi,

syaraf nyeri dan mengerut, atau aliran darah tersumbat (Eko Nurmianto, 2003).

D. Keluhan Muskuloskeletal

Menurut Fitrihana (2008) keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit,

nyeri, pegal-pegal dan lainnya pada sistem otot (muskuloskeletal) seperti tendon,

pembuluh darah, sendi, tulang, syaraf dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas

kerja. Keluhan muskuloskeletal sering juga dinamakan CTD.

Sedangkan menurut Tarwaka (2004) keluhan muskuloskeletal adalah keluhan

pada otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat

ringan sampai pada yang sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara

berulang dan dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan keluhan berupa

kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini disebut

juga musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal.

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat

otot menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila

pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.

Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot

masih berlanjut.
16

Faktor Penyebab Keluhan pada Sistem Muskulosekeletal:

1. Kesalahan dan lamanya waktu duduk

Sakit pinggang terjadi karena kesalahan dan lamanya waktu duduk. Saat

bekerja tubuh dituntut untuk berada dalam posisi yang sama untuk waktu yang

lama terutama pekerja dalam bidang manufaktur. Jika kondisi tidak nyaman

terjadi, maka tubuh akan tertekan dan berakibat timbulnya sakit pinggang atau

pegal-pegal.

2. Pengaruh kursi kerja

Kursi yang ergonomi adalah kursi yang dapat diatur agar sesuai dengan

kondisi badan baik tinggi maupun sandarannya. Hal ini akan membuat bagian

belakang tubuh seseorang merasakan rileks sebab terdapat sandaran untuk

menopang bagian punggungnya. Jika kursi terlalu tinggi kita dapat

menggunakan bantalan atau pijakan untuk kaki agar kaki kita tidak

menggantung. Kita juga dapat menggunakan kursi yang empuk dengan

meletakkan busa pada letak dudukan. Ini akan menyebabkan pinggang kita

merasakan nyaman. Terakhir jika kita menggunakan kursi yang memiliki

sandaran tangan kita harus memperhatikan bentuk sandaran itu agar posisi

tangan tidak ketinggian. Dalam bekerja faktor tempat duduk sangat penting

karena dengan tempat duduk yang nyaman kita akan dapat bekerja dengan

baik dan sehat. (Suma’mur, 2009).

Peter Vi (2000) dalam Tarwaka (2010) menjelaskan bahwa terdapat beberapa

faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal antara

lain sebagai berikut:


17

1. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh

pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar

seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang

berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga

yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa

sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot,

bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus

seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya. Keluhan otot

terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus

tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya

pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala

terangkat, dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal.


18

4. Faktor penyebab sekunder

Faktor skunder yang juga berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal

adalah tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, getaran dan

mikroklimat.

5. Penyebab kombinasi

Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila

dalam melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa faktor risiko

dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas

mengangkat beban di bawah tekanan panas matahari.

Beberapa faktor internal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu:

1. Umur

Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai pertama dirasakan pada umur

35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan

bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan

dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot

meningkat. Kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20 - 29

tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur.

2. Jenis kelamin

Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis

kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi

karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah

daripada pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan
19

otot pria, sehingga daya tahan otot priapun lebih tinggi dibandingkan dengan

wanita. Dari uraian tersebut, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam

mendesain beban tugas.

3. Kebiasaan Merokok

Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok

terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli,

namun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa

meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat

kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok,

semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Boshuizen,

et.al. (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan

merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang

memerlukan pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi

kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan

kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen

menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun.

Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan

tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah

rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan

akhirnya timbul rasa nyeri otot.

4. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang

dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat.


20

Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang

memerlukan pergerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai

waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi

keluhan otot. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat

kesegaran tubuh. Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady,

dkk. (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah,

maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang

adalah 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8%. Hal ini juga

diperkuat Betti’e, dkk (1989) yang menyatakan hasil penelitian terhadap para

penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat

kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai risiko yang sangat kecil terhadap

risiko cedera otot. Berdasarkan uraian di atas dapat digaris bawahi bahwa,

tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya

keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan bertambahnya aktivitas

fisik.

5. Kekuatan Fisik

Peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan

tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot pekerja. Secara

fisiologis ada yang dilahirkan struktur otot yang mempunyai kekuatan fisik

lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya. Dalam kondisi kekuatan yang

berbeda ini, apabila harus melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan

otot, jelas yang mempunyai kekuatan otot rendah akan lebih rentan terhadap

risiko cidera otot.


21

6. Ukuran Tubuh

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan masssa

tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem

muskuloskeletal. Apabila dicermati, keluhan sistim muskuloskeletal yang

terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan

struktur rangka di dalam menerima beban, baik berat tubuh maupun beban

tambahan lainnya (Tarwaka, 2010).

Faktor eksternal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu:

1. Lama kerja/masa kerja

Waktu kerja bagi seseorang menentukan efesiensi dan produktivitasnya.

Lamanya seorang bekerja sehari baik pada umumnya 6 – 8 jam. Dalam

Seminggu orang hanya bisa bekerja dengan baik selama 40 - 50 jam. Lebih

dari itu kecenderungan timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu

kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Jumlah 40 jam kerja. Seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung

kepada berbagai faktor. Penelitian-penelitian menunjukan bahwa pengurangan

jam kerja dari 81/4 ke 8 jam disertai meningkatnya efesiensi kerja dengan

kenaikan produktivitas 3 sampai 10%. Kecenderungan ini lebih terlihat pada

pekerjaan yang dilakukan dengan tangan (Suma,mur, 2009).

2. Posisi Kerja
22

Posisi kerja merupakan postur yang dibentuk secara alamiah oleh tubuh

yang digunakan untuk menunjang pekerja saat dia bekerja dan saling

berinteraksi maupun memfasilitasi tubuh. Dengan demikian posisi kerja dan

fasilitas kerja dapat mempengaruhi ergonomis dalam bekerja yang

memberikan kenyamanan bagi pekerja sehingga dapat terhindar atau

mencegah keluhan penyakit akibat posisi kerja (Ramdani, 2018). Postur kerja

merupakan posisi tubuh yang mengalami penyimpangan secara berlebih dari

posisi normal tubuh yang dapat mengakibatkan stres pada otot, ligamen dan

persendian pada saat melakukan pekerjaan, sehingga hal ini dapat

mengakibatkan cidera pada tubuh saat bekerja (Ismawati, 2017). Beban kerja

pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala

yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini

tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya

beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap

harinya pada suatu masa yang panjang.

Keadaan seperti ini yang berlarut–larut mengakibatkan memburuknya

kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis. Perasaan lelah pada

keadaan ini kerap muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya

bekerja, misalnya berupa perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan

emosi (Sugeng Budiono, 2003). Sejumlah orang kerap kali menunjukkan

gejala seperti berikut:

a. Meningkatnya ketidakstabilan jiwa

b. Depresi

c. Kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja


23

d. Meningkatnya sejumlah penyakit fisik

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang

berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi

pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi

apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15 - 20% dari kekuatan otot

maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah

ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya

tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme

karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang

menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Akobundu et al, 2008).

Gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan subjektif sehingga sulit

untuk menentukan derajat keparahan tersebut. Akobundu et al (2008)

mengungkapkan gejala terjadinya MSDs terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Tahap 1 atau awal: Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan pafa bagian tubuh

yang tertentu selama jam kerja tapi biasanya menghilang setelah waktu

kerja usai atau di malam hari. Tidak berpengaruh terhadap performa kerja.

Efek ini pulih setelah istirahat.

2. Tahap 2 atau intermediate: Gejala tetap ada setelah melewati waktu satu

malam setelah bekerja atau sakit dan kelelahan pada bagian tubuh tertentu

yang muncul pada awal shift kerja dan bertahan di malam hari. Tidur

mungkin terganggu, kadang-kadang menyebabkan menurunnya performa

kerja secara bertahap.


24

3. Tahap 3 atau akhir: Gejala atau sakit, kelelahan dan kelemahan tidak

menghilang meskipun sudah istirahat, nyeri terjadi ketika bekerja secara

repetitif. Tidur terganggu, sulit melakukan pekerjaan bahkan pekerjaan

yang ringan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja. Pemulihan pada

tahap ini bisa berlangsung selama 6 - 24 bulan. Tidak semua orang

melewati tahap ini dengan cara yang sama. Bahkan, mungkin sulit untuk

kapan tepatnya satu tahap berakhir dan tahap berikutnya mulai.

E. Nordic Body Map

Nordic Body Map (NBM) berupa kuesioner yang paling sering digunakan

untuk mengetahui ketidaknyamanan atau kesakitan pada tubuh, Responden yang

mengisi kuesioner diminta untuk memberikan tanda ada tidaknya gangguan pada

bagian area tubuh tersebut menurut Kroemer pada Dewi (2020). NBM ditujukan

untuk mengetahui lebih detil bagian tubuh yang mengalami gangguan atau rasa

sakit saat bekerja. Dengan NBM dapat melakukan identifikasi dan memberikan

penilaian terhadap keluhan rasa sakit yang dialami. Kuesioner Nordic Body Map

adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui

ketidaknyamanan pada para pekerja karena sudah terstandarisasi dan tersususn

rapi.

Nordic Body Map digunakan untuk mengetahui keluhan musculosceletal

disorder (MSDs) yang dirasakan pekerja. Keluhan MSDs tersebut akan diketahui

dengan menggunakan kuesioner yang berupa beberapa jenis keluhan MSDs pada

peta tubuh manusia. Melalui kuesioner ini dapat diketahui bagian otot yang
25

mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari Tidak Sakit, Agak Sakit,

Sakit dan Sangat Sakit. Hasil NBM dapat mengestimasi jenis dan tingkat keluhan,

kelelahan, serta kesakitan pada bagian-bagian otot yang dirasakan pekerja,dengan

melihat dan menganalisis peta tubuh yang diambil dari pengisian kuesioner NBM

mulai dari rasa yang tidak nyaman sampai sangat sakit. Menurut Santoso et al

(2014), untuk mengetahui lebih detil bagian tubuh yang mengalami gangguan atau

rasa sakit saat bekerja dapat digunakan metode Nordic body map, meskipun

bersifat subjektif, namun kuesioner ini sudah terstandarisasi dan valid untuk

digunakan. Responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap bagian

tubuhnya yang dirasakan sakit selama melakukan aktivitas kerja sesuai dengan

skala likert yang telah ditentukan. Kemudian responden mengisi pada formular

kuesioner Nordic Body Map, responden cukup memberi tanda ceklis (√) pada

bagian tubuh
26

Tabel 2.1 Kuesioner Nordic Body Map

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan melalui pengisian kuesioner Nordic

body map yang diberikan kepada responden. Kemudian dari hasil yang telah di

dapat selanjutnya melakukan skoring terhadap individu dengan skala likert yang

telah di tetapkan. Skala tersebut berupa keterangan yang ada di dalam kuesioner

yaitu tidak sakit (tidak merasakan gangguan pada bagian tertentu) dengan skor 1,

agak sakit (merasakan sedikit gangguan atau rasa nyeri pada bagian tertentu)

dengan skor 2, sakit (merasakan ketidaknyamanan pada bagian tubuh tertentu)


27

dengan skor 3, dan sangat sakit (merasakan ketidaknyamanan pada bagian tertentu

dengan skala yang tinggi) dengan skor 4.

Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Risiko Berdasarkan Total Skor Individu

Skala Total Tingkat Tindakan Perbaikan


Likert Skor Risiko
Individu
1 28-49 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan
perbaikan
2 50-70 Sedang Mungkin diperlukan tindakan
dikemudian hari
3 71-90 Tinggi Diperlukan tindakan segera
4 91-122 Sangat Diperlukann tindakan menyeluruh
Tinggi sesegera mungkin

F. Laporan Studi Kasus

Pada tanggal 6 April 2021 tepatnya hari selasa dilakukan observasi untuk

melihat permasalahan yang muncul pada pegawai administrasi RSUD Kabupaten

Bangli. Pegawai administrasi RSUD Kabupaten Bangli ini, bekerja dengan duduk

statis selama jam kerja. Dalam sehari para pegawai administrasi bekerja selama 8

jam, salah satunya yaitu pada pegawai administrasi yang berada di loket

pendaftaran dan pembayaran yang lebih sering bekerja dengan posisi duduk statis.

Hal ini membuat para pegawai administrasi harus berlama-lama dalam suatu

posisi kerja tertentu. Observasi dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara

mengenai nama, usia, lama bekerja, dan keluhan muskuloskeletal berdasarkan

kuesioner Nordic Body Map (NBM). Pegawai administrasi dalam sehari bekerja

selama 8 jam. Rata-rata para pegawai administrasi sudah bekerja lebih dari 15

tahun. Serta yang terakhir adalah pemberian edukasi pada pegawai administrasi
28

untuk mengurangi risiko terjadinya keluhan muskuloskeletal. Berikut ini adalah

dokumentasi pegawai administrasi di loket pendaftaran dan pembayaran.

Gambar 2.2 Posisi Kerja Pegawai

Administrasi
BAB III

KERANGKA BERPIKIR

A. Kerangka Berpikir

Pegawai Administrasi

Faktor Internal:
Umur Faktor Eksternal:
Jenis kelamin Lama kerja/masa kerja
Kebiasaan Merokok Posisi Kerja
Kesegaran Jasmani
Kekuatan Fisik
Ukuran Tubuh

Keluhan Muskuloskeletal

Skema 3.1 Kerangka Berpikir

= Diteliti

= Tidak Diteliti

Pegawai administrasi melakukan pekerjaannya dengan posisi kerja duduk

yang statis dalam jangka waktu yang lama. Posisi kerja yang tidak tepat dapat

mengakibatkan terjadinya keluhan musculoskeletal. Terdapat dua faktor yang

dapat memicu terjadinya keluhan musculoskeletal yaitu faktor internal dan faktor

ekternal. Faktor internal terdiri dari: umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok,

kesegaran jasmani, kekuatan fisik dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor eksternal

29
30

terdiri dari; lama kerja/masa kerja dan tekanan melalui fisik (beban kerja). Dalam

hal ini terjadinya keluhan muskuloskeletal dikarenakan posisi kerja yang tidak

ergonomi dan statis yang dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot secara

terus menerus sehingga aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otot

menjadi tidak lancar serta rasa tidak nyaman. Maka dari itu peneliti ingin

mengetahui Analisis Faktor Risiko Kerja Duduk Dengan Keluhan

Muskuloskeletal Pada Pegawai Administrasi Di RSUD Kabupaten Bangli.


BAB IV

HASIL

Pada bab ini penulis akan menjelaskan hasil dari analisa yang berjudul

“Analisis Faktor Risiko Kerja Duduk Dengan Keluhan Muskuloskeletal pada

Pegawai Administrasi di Rsud Kabupaten Bangli” yang dilakukan selama 1 bulan

dimulai dari tanggal 5 April 2021 sampai dengan diambilnya data responden pada

19 April 2021. Jumlah responden dalam analisa ini adalah sebanyak 10 orang.

A. Hasil Indentifikasi

1. Desain Identifikasi

Studi Literatur

Identifikasi
Masalah

Perumusan
Masalah

Pengisian
Melakukan
Kuesioner Nordic
Observasi
Body Map

Pengolahan Data:
melakukan skoring
terhadap hasil
kuesioner Nordic
Body Map

Analisis

Kesimpulan dan Saran


Skema 4.1 Desain Penelitian

31
32

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu mulai dari studi

literatur, identifikasi masalah dimana kegiatan ini bertujuan untuk

mengidentifikasi dan menganalisis resiko ergonomi yang dialami oleh seorang

administrasi rumah sakit pada saat bekerja, setelah dilakukan identifikasi masalah,

selanjutnya masalah yang telah di identifikasi dapat dirumuskan untuk ditentukan

tujuan dari penelitian ini, selanjutnya melakukan observasi dan melakukan

penyebaran kuesioner yang di isi oleh pegawai administrasi di RSUD Kabupaten

Bangli, tahap selanjutnya yaitu melakukan skoring terhadap kuesioner yang telah

diisi dengan tujuan untuk mengetahui total skor individu dari pegawai yang akan

dijadikan acuan dalam menetapkan tingkatan risiko keluhan nantinya, dan tahap

yang terakhir yaitu melakukan analisis dan kesimpulan

Pada analisis ini penulis menggunakan teknik wawancara dan kuesioner

untuk pengambilan data para pegawai administrasi RSUD Kabupaten Bangli.

Berikut salah satu hasil kuisioner Nordic Body Map (NBM) pegawai administrasi

RSUD Kabupaten Bangli:


33

Gambar 4.1 Hasil Kuesioner Nordic Body Map

Kemudian setelah didapatkannya data-data responden, selanjutnya hasil yang

telah didapatkan bisa di lihat pada tabel 4.1 dari hasil tersebut di dapatkan total

skor pada pegawai administrasi RSUD Kabupaten Bangli 28-49 sebanyak 6 orang

dan skor 50-70 sebanyak 4 orang.


34

Tabel 4.1 Hasil Skor Nordic Body Map

Nama Umur Jenis Lama Skor Keluhan


Kelamin Kerja
AS 54 P 32 60 Sedang
NPN 47 P 16 51 Sedang
WM 49 P 30 59 Sedang
IKA 42 L 21 42 Sedang
ID 35 P 12 46 Rendah
NPTP 38 P 13 44 Rendah
PD 35 P 12 47 Rendah
A 36 L 10 33 Rendah
DAMW 39 P 16 49 Rendah
NWSS 34 P 11 40 Rendah

Dari hasil skoring yang telah didapatkan pada tabel 4.1 didapatkan pula

kesimpulan yaitu tingkat risiko keluhan muskuloskeletal pada pegawai

administrasi terdapat sebanyak 4 orang pegawai administrasi yang memiliki

tingkat risiko “Sedang” sehingga untuk tindakan perbaikannya “Mungkin

diperlukan tindakan dikemudian hari”, dan terdapat sebanyak 6 orang yang

memiliki risiko “Rendah” sehingga untuk tindakan perbaikannya “Belum

diperlukan adanya tindakan perbaikan”. Tetapi meskipun dari skor tersebut belum

berisiko tinggi untuk terjadinya keluhan musculoskeletal pada pegawai

administrasi tetap harus bekerja dengan mengikuti aturan-aturan ergonomi agar

tidak tejadi keluhan musculoskeletal dikemudian hari.

2. Tempat

Tempat penelitian yang dilakukan dalam analisis ini yaitu di RSUD

Kabupaten Bangli.

3. Waktu
35

Waktu penelitian ini pada bulan April 2021. Observasi dilakukan tanggal 5

April 2021, dan pengambilan data dilakukan pada tanggal 19 April 2021.
BAB V

PEMBAHASAN

A. Interprestasi dan Diskusi Hasil

Bab ini membahas interpretasi dari hasil penelitian yang telah

dilakukan tentang “Faktor Risiko Kerja Duduk dengan Keluhan

Muskuloskeletal Pada Pegawai Administrasi di RSUD Kabupaten Bangli.”

dan diskusi hasil dengan membandingkan hasil dari penelitian yang lain,

teori, keterbatasan penelitian, implikasi fisioterapi pada penelitian ini

1. Identifikasi Krakteristik Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia dalam hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia pada

pegawai administrasi pada rentang 30-40 tahun sebanyak 6 orang.

Bertambahnya usia dapat menimbulkan penurunan sistem fungsional pada

tubuh manusia dan menyebabkan timbulnya gejala gangguan muskuloskeletal

yang akan menjadi pemicu munculnya rasa nyeri sebagai respon akan

gangguan muskuloskletal tersebut (Hadyan, 2015). Bertambahnya usia juga

membuat seseorang akan mengalami degeneratif seperti berkurangnya cairan

pada sendi dan terjadinya degenerasi pada jaringan yang membuat jaringan

tubuh mengalami kerusakan dan kemudian akan berganti menjadi jaringan

parut yang membuat fleksibilas sendi serta kestabilan otot dan tulang juga

menurun (Maghfirani dkk, 2019).

2. Identifikasi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Responden berdasarkan jenis kelamin dalam hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa jumlah pegawai administrasi perempuan lebih banyak

36
37

yaitu sebanyak 8 orang dan jumlah pegawai administrasi laki-laki sebanyak 2

orang. Jenis kelamin adalah faktor yang berkaitan dengan ketahanan otot

antara perempuan dan laki-laki. Terkait hal itu, jenis kelamin berkaitan erat

dengan keluhan Musculoskeletal hal ini dikarenakan secara fisiologis

kemampuan otot laki-laki lebih kuat dibanding kemampuan otot perempuan.

Kekuatan atau kemampuan otot yang dimiliki perempuan hanya sekitar dua

per tiga dari kekuatan otot laki-laki, sehingga kapasitas otot perempuan lebih

kecil jika dibandingkan dengan kapasitas otot laki-laki (Tarwaka, 2014 dalam

Helmina, 2019).

Jenis kelamin juga sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot

rangka yang disebabkan secara fisiologis. Berdasarkan beberapa penelitian

menunjukkan prevalensi beberapa kasus muskuloskeletal lebih tinggi pada

perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kekuatan otot perempuan hanya 65% dari kekuatan otot laki-laki sehingga

akan mudah mengalami gangguan musculoskeletal (Trimurangga, 2010).

3. Identifikasi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kerja/Masa Kerja

Dari hasil penelitian ini terdapat masa kerja pegawai administrasi yaitu 10-

32 tahun. Dalam melakukan pekerjaannya, dengan durasi kerja 8 jam setiap

harinya kecuali hari libur hal ini dapat menyebabkan overload pada jaringan

otot sehingga terjadi keluhan musculoskeletal.

Berdasarkan hasil penelitian Eucenny (2018) bahwa masa kerja

merupakan rentang waktu yang telah dilewati seorang pekerja dalam

menjalankan aktifitas pekerjaannya. Masa kerja pengalaman seseorang dalam

suatu pekerjaan akan mempengaruhi kejadian kelelahan seseorang. Hal ini


38

dikarenakan semakin berpengalaman seseorang dalam pekerjaanya

efisiensinya dalam bekerja semakin meningkat. Pekerja yang mengalami

peningkatan masa kerja akan melakukan gerakan yang berulang-ulang pada

jari tangan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Penelitian

yang dilakukan didukung oleh teori Tarwaka (2013) yang menyebutkan

bahwa masa kerja adalah salah satu faktor resiko keluhan muskuloskeletal

yang terkait dengan semakin lamanya bekerja

4. Identifikasi Karakteristik Responden Berdasarkan Posisi Kerja

Penggunaan otot yang berlebihan dapat terjadi pada saat tubuh

dipertahankan dalam posisi statis dengan postur yang salah dalam jangka

waktu yang cukup lama, dimana otot-otot yang digunakan akan berkontraksi

untuk mempertahankan postur tubuh yang normal. Posisi duduk statis

merupakan posisi pekerjaan pegawai yang tidak mungkin dihindari, hampir

semua jenis pekerjaan pegawai menggunakan posisi duduk statis (Riza, 2016).

B. Implikasi Terhadap Pelayanan Fisioterapi

1. Implikasi Bagi Peneliti Selanjutnya

Penulisan makalah dengan judul “Analisis Faktor Risiko Kerja Duduk

Dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Pegawai Administrasi di RSUD

Kabupaten Bangli” ini diharapkan bisa menjadi referensi acuan maupun

pembanding dalam analisis selanjutnya.

2. Implikasi Bagi Fisioterapi

Analisa ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi fisioterapi dalam bidang

muskuloskeletal untuk pembelajaran maupun dalam penelitian yang akan

dilakukan.
39

3. Implikasi Bagi Tempat Penelitian

Analisa dengan judul “Analisis Faktor Risiko Kerja Duduk Dengan

Keluhan Muskuloskeletal pada Pegawai Administrasi di RSUD Kabupaten

Bangli” ini diharapkan dapat dijadikan pengetahuan baru dan dapat diterapkan

oleh orang yang diteliti.


40
41

JURNAL PENDUKUNG
42
43
44
DAFTAR PUSTAKA

Akobundu, Uzoamaka et al. (2008). Hubungan Gangguan Bekerja dengan


Musculoskeletal Penyebab dan Pencegahan. Konsultasi fisioterapi, Hopeville
Fisioterapi Klinik, 40 Julius Nyerere Crescent, Asokoro, Abuja.
Budiono, Sugeng AM, Yusuf RMS, Pusparini A (2003). Hiperkes dan KK
Higiene Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan Kerja, Keselamatan Kerja.
Semarang:BPUNDIP.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002)
Dewi. N. F. Identifikasi Risiko Ergonomi Dengan Metode Nordic Body Map
Terhadap Perawat Poli Rs X. Jurnal Sosial Humaniora Terapan. Vol. 2(2):
125-134. P-ISSN 2622-1764. E-ISSN 2622-1152
Eucenny, R.M. Paul, A.T.K. Frankie, R.R.M. (2018). Hubungan Antara Masa
Kerja Dan Posisi Kerja Dengan Keluhan Musculoskeletal Pada Pekerja
Pembuat Babi Guling Di Kelurahan Kolongan Kota Tomohon. Jurnal
KESMAS, Vol. 7(5).
Fitrihana Noor. 2008. B4D3 Ergonomi. B4D3 Consultant.
Hadyan, M. F. (2015). Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Low Back Pain
pada Pengemudi Transportasi Publik. Jurnal Keperawatan Universitas Riau.
Helmina. (2019. Hubungan Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja Dan Kebiasaan
Olahraga Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Perawat.
Skripsi: Universitas Lambung Mangkurat.
Ismawati, T. (2017). Analisis Postur Kerja dan Re-Desain Fasilitas Kerja pada
Pengrajin Batu Bata di Kelurahan Kalase Rena Kecamatan Bontonompo
Kabupaten Gowa. (Skripsi). Makassar: UIN Alauddin Makassar.
Maghfirani, N., Fatmawati, V., & Ningrum, T. S. (2019). Hubungan Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain Myogenic pada Lansia di
Puskesmas Gamping 1. Naskah Publikasi Fisioterapi Universitas Aisyiyah.
Munir, S. (2012). Analisis Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Bagian Final
Packing dan Fart Supply di PT X. Skripsi, Universitas Indonesia.
Nurmianto E (2008). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna
Widya.
Occupational Safety and Health Administration (OHSA) 2000 (Revised).Tersedia
di:https://www.osha.gov/Publications/osha3125.pdf.
Pangaribuan, D.M. (2009). Analisa Postur Kerja dengan Metode RULA Pada
Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan. Teknik Industri USU.
Tugas Akhir Sarjana.
Purbasari, A. Siboro, B.A.H. (2018). Analisis Sikap Kerja Terhadap Faktor Risiko
Ergonomi Pada Kerja Assembly Manual. Juarnal Profisiensi. Vol. 6(1): 8-15.

45
46

Ramdani, A. (2018). Hubungan Antara Posisi Kerja dan Masa Kerja Terhadap
Kejadian Low Back Pain pada Penambang Belerang di Gunung Ijen.
(Skripsi). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Riza, M N. (2016). Hubungan Masa Kerja Dan Sikap Kerja Terhadap Kejadian
Low Back PainPada Penenun Di Kampoeng BNI Kab.Wajo. (Skripsi).
Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar.
Santoso et al. 2014. Perancangan Metode Kerja untuk Mengurangi Kelelahan
Kerja pada Aktivitas Mesin Bor di Workshop Bubut PT. Cahaya Samudra
Shipyard. Profesiensi. Vol. 2(2) :155-164.
Suma’mur PK (2009). Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).
Jakarta: CV Sagung Seto.
Sutalaksana, Iftikar Z. (2006), Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Tata Cara
Kerja & Ergonomi, Departemen Teknik Industri ITB, Bandung.
Sutrisno dan Kusmawan. (2006). Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: Ghalia Indo.
Tarwaka, S.S. (2004). Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.
Tarwaka, S.S. (2010). Dasar–Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasinya di
Tempat Kerja. Solo: Harapan Press.
Tarwaka, S.S. (2013). Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press.
Trimurangga, K. (2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low Back
Pain pada Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT. Enserval Putera
Megatrading Jakarta Tahun 2010. (Skripsi). Jakarta: Universitas Syarif
Hidayatullah.
Wanri, A. Rahayu, S. Trigono, A. (2018). Analisis Kebutuhan Tenaga
Administrasi Berdasarkan Beban Kerja Dengan Teknik Work Sampling
Menggunakan Metode Wisn Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pelayanan
Unit Rawat Jalan Rs. Dr. Bratanata Jambi Tahun 2018. Jurnal Kesmas Jambi
(JMKJ). Vol. 2(2): 20-32.
Wignjosoebroto, Sritomo. (2003). Pengantar Teknik dan Manajemen Industri.
Guna Widya. Surabaya.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Kuesioner Nordic Body Map

47
48

Lampiran 2
Hasil Kuesioner Nordic Body Map
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

Lampiran 3
Dokumentasi

Posisi Kerja Pegawai Administrasi RSUD Kabupaten Bangli

Pengisian Kuesioner Nordic Body Map Oleh Pegawai Administrasi RSUD


Kabupaten Bangli
59

Pemberian Edukasi Kepada Pegawai Administrasi RSUD Kabupaten Bangli

Anda mungkin juga menyukai