Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS POSTUR KERJA DAN RESIKO MSDs PADA

PEKERJA PENJAHIT DENGAN MENINGKATNYA


PERMINTAAN MENJELANG LEBARAN DI KOTA
BANDUNG

PROPOSAL USULAN PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Tugas Akhir

Oleh :

Muchamad Rizky Firmansyah

NPM : 2111181031

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SANGGA BUANA YPKP

BANDUNG

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
A. Latar Belakang.................................................................................................2
B. Maksud dan Tujuan Penelitian........................................................................2
C. Waktu, Tempat dan Jadwal Penelitian.............................................................2
D. Batasan Masalah..............................................................................................3
E. Teori Pendukung..............................................................................................3
F. Teknik Pemecahan Masalah.............................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

i
A. Latar Belakang
Bidang jasa industri fashion merupakan industri yang selalu menghasilkan beragam
jenis dan macam produk-produk fashion yang selalu diminati oleh masyarakat Indonesia
khususnya menjelang lebaran di Kota Bandung. Industri fashion di Kota Bandung berupa
pekerjaan penjahit yang biasanya memiliki setiap lini kegiatan dalam bekerja dan beraktivitas
yaitu menggunakan tenaga Mesin dan Manusia. Pekerja penjahit melakukan aktivitasnya yang
berulang dan monoton dengan poster kerja yang sama yaitu berdiri dan duduk. Gangguan atau
cedera tersebut dapat terjadi karena adanya kesalahan dalam postur kerja. Dengan memiliki
postur kerja yang kurang baik dapat mengakibatkan kelelahan yang dapat ditandai dengan
gangguan atau berupa keluhan Muskuloskeletal. Masalah Muskuloskeletal dipengaruhi oleh
beberapa faktor (tenaga, postur, tindakan berulang, lama waktu mengerjakan sebuah
pekerjaan), namun terdapat juga dapat terjadi karena beban sendi dan otot yang berlebihan
(Bridger, R.S, 2003). Keluhan Muskuloskeletal adalah keluhan yang terdapat pada bagian
otot skeletal atau otot rangka yang dirasakan seseorang dimulai dari adanya keluhan sangat
ringan hingga sangat sakit. Apabila otot menerima beban terus menerus, secara berulang dan
dalam jangka waktu cukup lama maka akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen dan tendon. Faktor penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal adalah
peregangan otot yang berlebihan, aktivitas repetitif, sikap kerja tidak seharusnya, penyebab
sekunder dan penyebab kombinasi (Tarwaka, 2010). Dengan industri fashion di Kota
Bandung yang dianggap sebagai salah satu industri kreatif yang banyak menghasilkan produk
fashion, maka aktivitas proses produksi fashion yang dilakukan oleh pekerja pejahit akan
meningkat dari hari biasa terutama saat menjelang lebaran pada tahun 2022 ini. Saat lebaran
banyak masyarakat Indonesia yang membeli dan memburu berbagai jenis fashion terbaru
untuk digunakan pada hari lebaran, sehingga banyak permintaan yang diterima dan dikerjakan
oleh para pejahit. Proses aktivitas produksi yang dilakukan oleh para pekerja penjahit yang
meningkat akan menimbulkan beban kerja, juga dengan posisi yang monoton dan repetitive
memungkinkan terjadinya resiko keluhan Musculoskeletal Disorders. Untuk Penilaian MSDs
dan postur tubuh tersebut menggunakan metode OWAS dan REBA. Hasil penelitian tersebut,
dapat dilakukan evaluasi untuk faktor postur tubuh dan resiko MSDs yang didapatkan oleh
pekerja penjahit di Kota Bandung.

B. Maksud dan Tujuan Penelitian


a) Untuk dapat mengetahui postur kerja yang dilakukan oleh pekerja penjahit di Kota
Bandung;
b) Untuk dapat mengetahui resiko MSDs pada pekerja panjahit di Kota Bandung.

2
C. Waktu, Tempat dan Jadwal Penelitian
a) Waktu : 1(Satu) Bulan
b) Tempat : Konveksi di Kota Bandung
c) Jadwal Penelitian : Bulan Maret - April 2022

D. Batasan Masalah
Penelitian menganalisis postur kerja dan tingkat resiko MSDs pada pekerja penjahit atau
konveksi di Kota Bandung yang terdapat peningkatan permintaan.

E. Teori Pendukung
a) Ergonomi
Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk dapat
memanfaatkan segala informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan pada
manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja
pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan
itu dengan efektif, aman, sehat dan nyaman (Sritomo, 2003. dalam Dzikrillah.N dan
Yuliani. E.N.S, 2015) Jika postur kerja yang selalu dilakukan oleh pekerja sudah baik
dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh pekerja tersebut akan baik,
namun jika postur kerja pekerja tersebut tidak ergonomis maka akan menyebabkan
terjadi kelainan pada bentuk tulang(Wahyu Susihono, 2011. dalam Dzikrillah.N dan
Yuliani. E.N.S, 2015).
b) Postur Kerja
Postur kerja merupakan salah satu bahasan dalam Ergonomi. Ergonomi adalah
merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari sifat, kemampuan, dan keterbatasan
manusia (Iftikar, 2006. dalam Azwar. A.G). Hal ini disebabkan oleh peranan ergonomi
yang penting dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Peranan
tersebut dapat dilihat pada desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan
ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga
visual. Hal ini adalah untuk mengurangi faktor kenyamanan visual dan postur kerja,
desain suatu perkakas kerja untuk mengurangi kelelahan kerja dan lainnya (Mufti ,
Dessi., Eva Suryani dan Novia Sari, 2013. dalam Azwar. A.G, 2020). Postur kerja
mempengaruhi pekerja dalam kegiatannya. Terdapat resiko dari sikap kerja yang akan
menyebabkan gangguan Muskuloskeletal. Faktor tersebut tentu harus diantisipati agar
mengurangi dampak cedera dan gangguan yang lebih berat. Adapun Faktor Resiko
Sikap Kerja Terhadap Gangguan Muskuloskeletal (Rahmaniyah Dwi, 2007. dalam
Azwar. A.G, 2020):
1. Sikap Kerja Berdiri;
2. Sikap Kerja Membungkuk;
3. Pengangkatan Beban;
4. Membawa Beban;

3
5. Kegiatan mendorong Beban;
6. Menarik Beban.
Setelah mengetahui faktor resiko sikap kerja, maka tentu dapat diberikan solusi
preventif atau tindakan awal untuk menanggulangi hal tersebut. Tindakan preventif ini
dapat dilakukan pekerja pada saat kegiatan bekerja dan beristirahat. Beberapa masalah
berkenaan dengan postur kerja yang sering terjadi sebagai berikut (Rahmaniyah Dwi,
2007. dalam Azwar. A.G, 2020):
1. Hindari kepala dan leher yang mendongak;
2. Hindari tungkai yang menaik;
3. Hindari tungkai kaki pada posisi yang terangkat;
4. Hindari postur memutar atau asimetris.
5. Sediakan sandaran bangku yang cukup di setiap bangku.
Dalam mengevaluasi postur dan kerja statis, maka, harus memiliki gambaran umum
tentang kontributor utama beban kerja statis. Lima dimensi dalam komponen utama
yang berkontribusi pada beban yang dialami, adalah sebagai berikut (Jhon dan Nigel,
2005. dalam Azwar. A.G, 2020):
1. Hubungan Segitiga Antara Bagian Tubuh;
2. Distribusi Massa pada Bagian Tubuh;
3. Kekuatan yang Diberikan Pada Lingkungan Selama Melakukan Postur Kerja;
4. Lama Waktu Postur Dirasakan;
5. Efek Pada Orang Yang Mempertahankan Postur kerja tersebut.

c) Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama,
akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon
(Suma’mur, 1989. dalam Hidjrawan. Y dan Sobari. A, 2018). Di Indonesia, postur
kerja yang tidak alami ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara
dimensi peralatan kerja dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja maupun
tingkah laku pekerja itu sendiri. Selain Postur kerja yang tidak alami tersebut juga
dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. Peregangan Otot yang Berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering
dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengarahan
tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan
menahan beban yang berat. Peragangan otot yang berlebihan ini terjadi karena
pengarahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.
Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko
terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot
skeletal.

4
b. Aktivitas Berulang
Aktivitas berulang pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan
sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban
kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
c. Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.
Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin
tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini
pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja danstasiun kerja
tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Tarwaka, 2011.
dalam Hidjrawan. Y dan Sobari. A, 2018).

d) OWAS (Ovako Work Posture Analysis System)


Metode OWAS merupakan suatu metode yang digunakan untuk
melakukanpengukuran tubuh dimana prinsip pengukuran yang digunakan
adalahkeseluruhan aktivitas kerja direkapitulasi, dibagi ke beberapa interval waktu
(detik atau menit), sehingga diperoleh beberapa sampling postur kerja dari suatu siklus
kerja dan/atau aktivitas lalu diadakan suatu pengukuran terhadap sampling dari siklus
kerja tersebut. Konsep pengukuran postur tubuh ini bertujuan agar seseorang dapat
bekerja dengan aman (safe) dan nyaman. Metode ini digunakan untuk
mengklasifikasikan postur kerja dan beban yang digunakan selama proses kedalam
beberapa kategori fase kerja. Postur tubuh dianalisa dan kemudian diberi nilai untuk
diklasifikasikan. OWAS bertujuan untuk mengidentifikasi resiko pekerjaan yang dapat
mendatangkan bahaya pada tubuh manusia yang bekerja (Santoso, 2013. dalam
Hidjrawan. Y dan Sobari. A, 2018). Metode OWAS memberikan informasi penilaian
postur tubuh pada saat bekerja sehingga dapat melakukan evaluasi dini atas resiko
kecelakaan tubuh manusia yang terdiri atas beberapa bagian penting, yaitu :
1. Punggung (back)
2. Lengan (arm)
3. Kaki (leg)
4. Beban Kerja
5. Fase Kerja
Penilaian tersebut digabungkan untuk melakukan perbaikan kondisi bagian postur
tubuh yang beresiko terhadap kecelakaan. Secara jelas penilaian postur tubuh pada

5
saat bekerja dapat ditunjukkan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000.
dalam Hidjrawan. Y dan Sobari. A, 2018)

 Penilaian pada punggung (back) diberikan kriteria nilai 1 s.d 4:

Gambar 1. Kategori Penilaian Postur Tubuh Bagian Batang

 Punggung Penilaian pada lengan (arms) diberikan kriteria nilai 1 s.d 3:

Gambar 2. Kategori Penilaian Postur Tubuh Bagian lengan (arms)

 Penilaian pada kaki (legs) diberikan kriteria nilai 1 s.d 7:

Gambar 3. Kategori Penilaian Postur Tubuh Bagian kaki (legs)

 Penilaian pada beban (load/use factor) diberikan kriteria nilai 1 s.d 3:

6
Gambar 4. Kategori Penilaian pada beban (load/use factor)

e) REBA (Rapid Entire Body Assessment)


REBA dirancang oleh Hignett, S., and McAtamney, L yang merupakan ahli
ergonomi dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of
Occuptional Ergonomic) sebagai sebuah metode penilaian postur kerja untuk menilai
faktor resiko gangguan tubuh secara keseluruhan (Hignett dan McAtamney, 2000.
dalam Hidjrawan. Y dan Sobari. A, 2018). Data yang dikumpulkan adalah data
mengenai postur tubuh, kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi,
pengulangan dan pegangan. Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah
indikasi tingkat resiko dan tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus
diambil. Faktor postur tubuh yang dinilai dibagi atas dua kelompok utama atau grup
yaitu grup A yang terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari batang tubuh (trunk),
leher (neck) dan kaki (legs). Sedangkan grup B terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri
dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan
(wrist). Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala postur tubuh dan suatu
pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan pegangan (coupling)
(Middlesworth, 2013. dalam Hidjrawan. Y dan Sobari. A, 2018 ). Metode ergonomi
tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan faktor coupling yang
menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian postur kerja
dengan metode ini dengan cara pemberian skor risiko antara satu sampai lima belas,
yang mana skor yang tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang
besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah
akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA
dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan
sesegera mungkin. REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan
dan dalam sebuah pekerjaan :
1. Keseluruhan bagian badan digunakan;
2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil;
3. Melakukan sebuah pembebanan seperti mengangkat benda baik secara rutin
ataupun sesekali;
4. Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang
dilakukan dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan.

Penilaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan oleh Dr. Sue Hignett
dan Dr. Lynn McAtamney sebagai berikut:

7
 Penilaian Postur Tubuh Grup A
a. Batang Tubuh (Trunk)

Tabel 1. Skor Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh (Trunk)


Pergerakan Skor Perubahan skor
Tegak/alamiah 1
0°-20° flexion
0°-20° extension 2
+ 1 jika memutar/miring
20°-60° flexion kesamping
>20° extension 3
> 60° flexion 4

b. Leher (Neck)

Tabel 2. Skor Postur Tubuh Bagian Leher (Neck)


Pergerakan Skor Perubahan skor
0°-20° flexion 1
+ 1 jika memutar/miring
> 20°
2 kesamping
flexionatau
Extension

c. Kaki (Legs)

Tabel 3. Skor Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs)


Pergeraka Skor Perubahan skor
n
Kaki tertopang, bobot tersebar
1 + 1 jika lutut antara 30° dan 60°
merata, jalan atau duduk flexion
Kaki tidak tertopang, bobot +2 jika lutut >60° flexion (tidak
tersebar merata/postur tidak 2
ketika duduk)
stabil

 Penilaian Postur Tubuh Grup B


a. Lengan Atas (Upper Arm)

Tabel 4. Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm)


Pergerakan Skor Perubahan skor
20° extension sampai 20° + 1 jika posisi lengan
flexion 1
Adducte
> 20° extension d
20°- 45° flexion 2
Rotated
45°- 90° flexion 3 + 1 jika bahu ditinggikan
>90° flexion 4 + 1 jika bersandar, bobot lengan
ditopang atau sesuai gravitasi

8
b. Lengan Bawah (Lower Arm)

Tabel 5. Skor Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (Lower Arm)


Pergerakan Skor
60°-100° flexion 1
< 60° flexionatau >100° flexion 2

c. Pergelangan Tangan (Wrist)

Tabel 6. Skor Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wrist)


Pergerakan Skor Perubahan Skor
0°-15° flexion/extension 1 +1 jika pergelangan
>15° flexion/extension 2 tangan
menyimpang/berputar

9
F. Teknik Pemecahan Masalah

Mulai

Studi Literatur dan


Studi Lapangan

Tahap Identifikasi Menentukan Maksud


dan Tujuan Penelitian

Menentukan Metode
Penyelesaian Masalah

Pengumpulan Data
-OWS
-REBA
Tahap Pengumpulan dan
Pengolahan Data
Pengolahan Data
-OWS
-REBA

Analisis
- Analisis postur tubuh
-Analisis resiko MSDs

Tahap Kesimpulan dan


Saran Kesimpulan dan Saran

Selesai
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Rahmaniyah Dwi, “Analisa pengaruh aktivitas kerja dan beban angkat
terhadap kelelahan musculoskeletal.” Gema Teknik - Nomor 2/Tahun
X Juli, 2007.

Azwar, Ade Geovania. “Analisis Postur Kerja Dan Beban Kerja Dengan
Menggunakan Metode Nordic Body Map Dan Nasa-Tlx Pada
Karyawan Ukm Ucong Taylor Bandung”, Jurnal Techno-Socio
Ekonomika, Volume 13 No. 2, 2020.

Bridger, R.S, “Introduction to Ergonomics.” Roulette: Taylor & Francis Group.


2003.

Dzikrillah, Nurul dan Euis Nina S.Y. “Analisis Postur Kerja Menggunakan
Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) Studi Kasus PT. TJ Forge
Indonesia”, Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 3 No. 3, 150 – 155, 2015.

Hidjrawan, Yusi dan Aman Sobari. “Analisis Postur Kerja Pada Stasiun Sterilizer
Dengan Menggunakan Metode OWAS Dan REBA”, Jurnal Optimalisasi
Volume 4 Nomor 1, 2018.

Hignett, S., and McAtamney, L. “Rapid Entire Body Assessment (REBA), Apllied
Ergonomics”. 31(2). 201-205. 2000.

Middlesworth. M. “A Step-by-Step Guide: Rapid Entire Body Assessment


(REBA)”, Indiana: Ergonomics Plus, 2013.

Mufti , Dessi., Eva Suryani dan Novia Sari, ”Kajian Postur Kerja Pada Pengrajin
Tenun Songket Pandai Sikek.” Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 12,
No. 1, 2013

Santoso, G. “Ergonomi Terapan”. Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2013.

Suma’mur. “Ergonomi untuk Produktivitas Kerja”. Jakarta: CV. Haji Masagung,


1989.

Sutalaksana, Iftikar, Teknik Perancangan Sistem Kerja, edisi kedua, Bandung :


Penerbit ITB, 2006.

Tarwaka. “Ergonomi Industri, Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi


di Tempat Kerja”. Penerbit: Harapan Press Solo. 2010.

Tarwaka. Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press, 2011.

11
Wilson, Jhon R and Nigel Corlett, Evaluation of human work. 3rd edition: Taylor
& Francis Group, 2005.

12

Anda mungkin juga menyukai