Anda di halaman 1dari 40

POSTUR KERJA 2021

LEMBAR PENGESAHAN

Tutorial
Postur Kerja

jukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tutorial Laboratorium DSK&E Jurusan Teknik Industri – Fakultas Teknologi
Universitas Islam Indonesia

Disusun Oleh :
Asisten Laboratorium DSK&E

Yogyakarta, 14 September 2021


Menyetujui,
Kepala Keahlian Bidang Ergonomi Kepala Laboratorium DSK&E

Ir. Hartomo, M.Sc., Ph.D. Atyanti D yah Prabaswari, S.T., M.Sc.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 2


POSTUR KERJA

PENDAHULUAN
Dalam dunia industri, peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam
menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual (mayoritas berupa manual
material handling). Aktivitas manusia seperti ini dapat menyebabkan masalah ergonomi yang sering
dijumpai di tempat kerja khususnya yang berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan manusia
dalam melakukan pekerjaannya. Gangguan muskuloskeletal yang sering disebut sebagai
Musculoskeletal Disorder (MSDs) merupakan penegangan otot bagi pekerja yang melakukan
gerakan yang sama dan berulang secara terus-menerus.
Keluhan MSDs yang sering timbul pada pekerja industri adalah nyeri punggung, nyeri leher,
nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki. Ada empat faktor yang dapat meningkatkan
timbulnya MSDs yaitu postur yang tidak alamiah, tenaga yang berlebihan, pengulangan gerakan,
dan lamanya waktu kerja.
Untuk itu diperlukan suatu upaya pencegahan dan minimalisasi timbulnya MSDs dan juga CTDs
di lingkungan kerja. Upaya ini dapat diwujudkan melalui analisis postur kerja. Postur atau sikap
kerja merupakan suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto,
2004). Dari hasil analisis postur kerja ini selanjutnya akan diperoleh rekomendasi perbaikan yang
perlu dilakukan.

TUJUAN TUTORIAL
Adapun tujuan dari tutorial postur kerja ini adalah sebagai berikut:
Mampu mengaplikasikan kuesioner NBM untuk mengetahui keluhan rasa sakit tubuh.
Mampu mengaplikasikan metode postur kerja menggunakan REBA, RULA, dan QEC untuk
mengurangi risiko kerja.
Mengetahui level risiko postur tubuh pada saat melakukan kerja.
Mampu memberikan rekomendasi berdasar hasil analisis postur kerja.

INPUT DAN OUTPUT


Adapun input dan output dari tutorial postur kerja ini adalah sebagai berikut:
Input
1. Data operator
Memuat informasi berupa karakteristik demografi responden yang ditentukan dalam proses
POSTUR KERJA 2021

pengumpulan data meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan riwayat penyakit. Data
operator menjadi suatu hal yang penting kaitannya dengan kesesuaian antara karakteristik
operator yang dijumpai di lapangan dengan operator yang diharapkan dalam penelitian.
2. Kuesioner Nordic Body Map (NBM)
Kuesioner NBM pada tutorial ini diberikan kepada lima orang operator yang memiliki jenis
pekerjaan yang sama, dan bertujuan untuk mengetahui bagian otot tubuh pekerja yang
mempunyai keluhan sakit yang paling banyak dirasakan.
3. Kuesioner Quick Exposure Check (QEC)
Kuesioner QEC pada tutorial ini diberikan pada satu operator dengan syarat apabila
pekerjaan pengangkatan maka menggunakan kedua tangan, beban statis (tidak ada
penambahanbeban). Input kuesioner QEC terdiri dari dua sudut pandang yaitu penilaian
peneliti dan operator.
4. Screen capture video saat proses aktivitas kerja
Video proses pengangkatan diambil dengan tujuan untuk menentukan frame yang tepat dari
setiap pergerakan yang akan di analisis postur kerjanya (REBA (frame mengangkat,
membawa, menurunkan) / RULA (sisi samping dan atas operator)).
5. Sudut tubuh
Frame yang akan dinilai postur kerjanya akan di-screen capture kemudian ditentukan sudut-
sudutnya yang akan dilanjutkan dengan proses perhitungan postur dengan metode sesuai
studi kasus.
Output
1. Hasil kuesioner Nordic Body Map (NBM)
Nilai persentase dari setiap bagian tubuh pekerja merupakan output dari kuesioner NBM, dari
skor persentase tersebut dapat dilihat bagian tubuh yang memiliki persentase paling besar
menandakan keluhan sakit dari operator.
2. Skor REBA/RULA/QEC
Hasil skor didapatkan berdasarkan ketentuan penilaian pada masing – masing metode sesuai
dengan kondisi kerja operator serta sudut yang terbentuk dari postur kerja operator dalam
bentuk screen capture (untuk REBA/RULA).
3. Analisis beban dan postur kerja
Proses analisis besarnya skor REBA/RULA/QEC yang dihasilkan setelah proses pengolahan
data sehingga praktikan dapat memberikan perubahan dan perbaikan terhadap postur kerja
operator.
4. Rekomendasi postur kerja

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 3


POSTUR KERJA 2021
Pada dasarnya rekomendasi mempunyai tujuan untuk dapat memberikan kontribusi dalam

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 4


melakukan pencegahan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

LANDASAN TEORI
Nordic Body Map
Adanya keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia lebih disebabkan oleh tidak
adanya kondisi keseimbangan struktur rangka dalam menerima beban, baik beban berat tubuh
maupun beban tambahan lainnya. Misalnya tubuh yang tinggi rentan terhadap beban tekan dan
tekukan, oleh sebab itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot
skeletal. Melalui pendekatan secara subjektif, adanya keluhan otot skeletal dapat diukur dan di
analisis dengan baik. Penggunaan nilai subjektif ini telah mencakup beberapa fenomena yang terjadi
dalam psikologis, biomekanis dan pengukuran teknik, serta menjadi cara paling mudah untuk dinilai
dan diintrepetasikan (Kroemer, 2001).
Nordic Body Map merupakan salah satu alat ukur subjektif berupa kuesioner yang digunakan
untuk mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak
sakit) sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Kuesioner ini (Tabel 2) menggunakan gambar tubuh
manusia yang dibagi menjadi sembilan bagian tubuh utama yaitu leher, bahu, punggung bagian atas,
siku, punggung bagian bawah, pinggang, lutut dan tumit. Dari sembilan bagian tubuh tersebut
kemudian diperinci menjadi 28 bagian tubuh seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Perincian Bagian Tubuh Nordic Body Map


(Sumber : Kroemer, 2011)
Tabel 1. Tingkat Kesakitan Pekerja
Level Keterangan
A No Pain Tidak terasa sakit
B Moderately Pain Cukup Sakit
C Painful Menyakitkan
D Very Painful Sangat Menyakitkan

Tabel 2. Kuesioner Nordic Body Map

Level of Complaints
No. Location
A B C D
0 Upper neck/Atas leher
1 Lower neck/Bawah leher
2 Left shoulder/Kiri bahu
3 Right shoulder/Kanan bahu
4 Left upper arm/Kiri atas lengan
5 Back /Punggung
6 Right upper arm/Kanan atas lengan
7 Waist/Pinggang
8 Buttock/Pantat
9 Bottom/Bagian bawah pantat
10 Left elbow/Kiri siku
11 Right elbow/Kanan siku
12 Left lower arm/Kiri lengan bawah
13 Right lower arm/Kanan lengan bawah
14 Left wrist/Pergelangan tangan kiri
15 Right wrist/Pergelangan tangan kanan
16 Left hand/Tangan kiri
17 Right hand/Tangan kanan
POSTUR KERJA 2021

Level of Complaints
No. Location
A B C D
18 Left thigh/Paha kiri
19 Right thigh/Paha kanan
20 Left knee/Lutut kiri
21 Right knee/Lutut kanan
22 Left calf/Betis kiri
23 Right calf/Betis kanan
24 Left ankle/Pergelangan kaki kiri
25 Right ankle/Pergelangan kaki kanan
26 Left foot/Kaki kiri
27 Right foot/Kaki kanan

Pengolahan data dalam menggunakan kuesioner Nordic Body Map ini sangat beragam. Namun
dalam tutorial ini dibatasi dengan berbagai ketentuan dan langkah-langkah sebagai berikut (Sukania,
Widodo, & Natalia,2003) :
a. Mengisi NBM kuesioner dengan beberapa responden yang jenis pekerjaannya sama.
b. Membuat presentase setiap indikator dari jawaban yang diberikan.
c. Menganalisis presentase yang memiliki tingkat sangat dikeluhkan oleh pekerja.

Postur Kerja
Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Pergerakan yang
dilakukan saat bekerja meliputi flexion, extension, abduction, adduction, pronation dan supination
seperti pada gambar berikut :

Gambar 2. Macam Gerak Tubuh

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 7


POSTUR KERJA 2021

Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan
postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk maupun postur kerja
lainnya. Pada beberapa jenis pekerjaan terdapat postur kerja yang tidak alami dan berlangsung
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan keluhan sakit pada bagian tubuh atau
sering disebut dengan CTDs (Cummulative Trauma Disorders).
Cummulative Trauma Disorders (dapat disebut sebagai Repetitive Motion Injuries atau
Musculoskeletal Disorders) adalah cidera pada sistem kerangka otot yang semakin bertambahsecara
bertahap sebagai akibat dari trauma kecil terus menerus yang disebabkan oleh desain buruk, yaitu
desain alat atau sistem kerja yang membutuhkan gerakan tubuh dalam posisi tidak normal serta
penggunaan perkakas (handtools) atau alat lain yang terlalu sering (Tayyari & Smith,1997).
Terdapat empat faktor yang paling sering menjadi penyebab timbulnya CTDs yaitu:
a. Penggunaan gaya yang berlebihan selama gerakan normal.
b. Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada pada posisi normal. Misalnya, bahu yang terlalu
terangkat, punggung terlalu membungkuk, dan lain –lain.
c. Perulangan gerakan yang sama secara terus – menerus.
d. Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan trauma sendi.

METODE POSTUR KERJA


Sikap kerja (postur) memegang peranan penting dalam dunia
kerja khususnya dalam Manual Material Handling (MMH).
Dengan memiliki postur kerja yang benar, pekerja atau
operator akan memerlukan sedikit istirahat, lebih cepat, dan
lebih efisien dalam bekerja, sebaliknya postur kerja yang
keliru dan dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan
berbagai macam gangguan kesehatan yang dapat berakibat
Gambar 3. Ilustrasi Lifting dan Cariying
fatal. Dalam analisis postur kerja, terdapat beberapa metode

yang dapat digunakan dalam menganalisis postur tubuh seperti yang dapat dilihat dalam gambar
berikut.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 8


Gambar 4. Metode-metode Analisis Postur Kerja
Dari metode-metode yang ada dalam pengukuran postur kerja, hanya tiga metode yang akan
digunakan pada tutorial kali ini, yaitu metode REBA, RULA dan QEC.

1. Rapid Entire Body Assessment (REBA)


Pada tahun 1995, McAtamney dan Hignett memperkenalkan metode Rapid Entire Body
Assesment (REBA). Metode tersebut dapat digunakan secara cepat untuk menilai posturseorang
pekerja, selain itu metode ini juga dipengaruhi oleh faktor coupling, beban eksternal yang
ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja (Hignett & McAtamney, 2000). Adapun input
metode REBA yaitu:
Pengambilan data postur pekerja menggunakan handycam atau video camera.
Penentuan sudut batang tubuh, leher, kaki, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.
Gambar. 5 Foto Pekerjaan REBA

Langkah-langkah Rapid Entire Body Assessment (REBA)


Pengambilan data postur pekerja menggunakan bantuan video atau foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dan leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret
postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh
secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat
untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.

Penentuan Sudut – sudut dari bagian tubuh pekerja.


Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan
besar sudut dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh),
leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Pada metode REBA segmen
– segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi
punggung (batang tubuh), leher, dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan
bawah, dan pergelangan tangan. Dari data, sudut segmen tubuh pada masing – masing grup
dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A
(Tabel 1.10) untuk grup A dan tabel B (Tabel 1.11) untuk grup B agar diperoleh skor untuk
masing – masing tabel.
a. Punggung
Skor pergerakan punggung (batang tubuh) dan range pergerakannya dapat dilihat
dalam Tabel 3 dan Gambar 5.
Tabel 3. Skor Pergerakan Punggung (Batang Tubuh)
Pergerakan Skor Penambahan Skor
Tegak/alamiah 1
00 - 200flexion 2
00 - 200extension +1 jika memutar
atau miring ke
200 - 600 flexion 3
samping
> 200 extension
> 600 flexion 4

Gambar 5. Range Pergerakan Punggung


Sumber : Hignett & McAtamney (2000)

Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah,(b) postur 0–20oflexion,

(c) postur 20 – 60oflexion, (d) postur 60oflexion atau lebih


b. Leher
Skor pergerakan leher dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 4 dan
Gambar 6.
Tabel 4. Skor Pergerakan Leher

Pergerakan Skor Penambahan Skor


00 – 200 flexion 1 +1 jika memutar atau
>200 flexion atau extension 2 miring ke samping
Gambar 6. Range pergerakan leher (a) postur 20o atau lebih flexion, (b) postur
extension
Sumber : Hignett & McAtamney (2000)
c. Kaki
Skor pergerakan kaki dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 5 dan
Gambar 7.
Tabel 5. Skor Posisi Kaki
Pergerakan Skor Penambahan Skor
Kaki tertopang, bobot tersebar
1 +1 jika lutut antara 30 0 dan
merata, jalan atau duduk 600 flexion
Kaki tidak tertopang, +2 jika lutut > 600
2
bobot tidak tersebar flexion (tidak ketika

Gambar 7. Range Pergerakan Kaki


Sumber : Hignett & McAtamney (2000)
Keterengan dari gambar di atas adalah (a) kaki tertopang, bobot tersebar merata, (b)

kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata, (c) lutut menekuk antara 300 –

600 flexion, dan (d) lutut menekuk >600 flexion (tidak ketika duduk)
d. Lengan atas
Skor pergerakan lengan atas dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 6
dan Gambar 8.
Tabel 6. Skor Pergerakan Lengan Atas
Pergerakan Skor Penambahan Skor
200extension sampai 200 flexion 1 +1 jika posisi lengan
0
>20 extension 2 abducted atau rotated
200 - 450 flexion +1 jika bahu ditinggikan
>450 - 900 flexion 3 -1 jika bersandar, bobot
lengan ditopang atau sesuai
> 900 flexion 4 gravitasi

Gambar 8. Range Pergerakan Lengan Atas


Sumber : Hignett & McAtamney (2000)
Keterengan dari gambar di atas adalah (a) postur 200 flexion dan extension, (b) postur
>200 extension atau postur 20 – 450 flexion, (c) postur 45 – 900 flexion, (d) postur >900
flexion

e. Lengan bawah
Skor pergerakan lengan bawah dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 7
dan Gambar 9.
Tabel 7. Skor Pergerakan Lengan Bawah
Pergerakan Skor
0 0
60 - 100 flexion 1
<600 flexion atau >1000flexion 2
Gambar 9. Range Pergerakan Lengan Bawah
Sumber : Hignett & McAtamney (2000)
Keterengan dari gambar di atas adalah (a) postur 60 – 1000 flexion, (b) postur <6o0
flexion dan <1000 flexion.
f. Pergelangan tangan
Skor pergerakan pergelangan tangan dan range pergerakannya dapat dilihat dalam
Tabel 8 dan Gambar 10.
Tabel 8. Skor Pergerakan Pergelangan Tangan
Pergerakan Skor Penambahan Skor
00- 150flexion / extension 1 +1 jika pergelangan tangan
>150flexion / extension 2 menyimpang atau berputar

Gambar 10. Range Pergerakan Pergelangan Tangan


Sumber : Hignett & McAtamney (2000)
Keterengan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah, (b) postur 0 –

15oflexion dan extension, (c) postur >15o flexion, (d) postur >15o extension.
Penentuan Skor Grup A dan Skor Grup B
Setiap bagian tubuh yang sudah diklasifikasikan nilainya kemudian dimasukkan ke dalam
Tabel A dan Tabel B untuk mengetahui skor grup A dan skor grup B.

Penentuan berat benda yang diangkat, coupling dan activity score


Selain scoring pada masing – masing bagian tubuh, faktor lain yang perlu disertakan adalah
berat beban yang diangkat (Tabel 9) yang kemudian ditambahkan ke skor A yang sudah
didapatkan pada langkah s. ebelumnya. Sedangkan coupling (Tabel 10) ditambahkan ke skor
B.
Tabel 9. Skor Berat Beban yang Diangkat.
Berat Beban Skor Penambahan Skor
< 5 Kg 0 +1, jika terjadi
5 – 10 Kg 1 penambahan berat
> 10 Kg 2 beban secara tiba –
tiba.

Tabel 10. Tabel Coupling


Skor Kategori Keterangan
Jenis pegangan kuat dan tepat berada di
0 Good
tengah bagian sisi beban.
Pegangan tangan bisa diterima tapi
1 Fair belum ideal atau coupling lebih sesuai
digunakan oleh bagian lain
Pegangan tangan tidak bisa
2 Poor
diterima walaupun memungkinkan.
Pegangan tangan tidak ideal karena
dipaksakan dan tidak aman. Tidaksesuai
3 Unacceptable
jika digunakan oleh bagian tubuh yang
lain (tanpa coupling).

Tabel 11. Activity Score

Skor Keterangan

Satu atau lebih bagian tubuh statis, ditahan lebih dari


+1 satu menit
Pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat,
diulang lebih dari empat kali per menit (tidak
+1
termasuk berjalan)

Gerakan menyebabkan perubahan atau pergeseran


+1 postur yang cepat dari postur awal

Hasil skor yang diperoleh dari Skor A dan Skor B digunakan untuk melihat tabel C sehingga
didapatkan skor dari tabel C seperti pada Tabel 12.
Tabel 12. Tabel Skor C

Perhitungan Nilai REBA untuk Postur yang Bersangkutan


Setelah didapatkan skor dari tabel A kemudian dijumlahkan dengan skor untuk berat beban
yang diangkat sehingga didapatkan nilai bagian A. Sementara skor dari tabel B dijumlahkan
dengan skor dari tabel coupling sehingga didapatkan nilai bagian B. Dari nilai akhir bagian
A dan bagian B dapat digunakan untuk mencari nilai bagian C dari tabel C yang ada.
Load/force Coupling

TABEL SKOR GROUP A TABEL SKOR GROUP B

Gambar 11. Langkah – langkah Perhitungan Metode REBA


Sumber : Hignett & McAtamney (2000)

Tabel 13. Tabel Level Resiko dan Tindakan


Action Level Skor REBA Level Resiko Tindakan Perbaikan
0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu
1 2–3 Rendah Mungkin perlu
2 4–7 Sedang Perlu
3 8 – 10 Tinggi Perlu segera
4 11 – 15 Sangat Tinggi Perlu saat ini juga

Level resiko dapat diketahui dengan nilai REBA yang didapatkan dari hasil perhitungan
sebelumnya. Berdasarkan klasifikasi dari tabel di atas, dapat diketahui level resiko yang
terjadi dan perlu atau tidaknya tindakan yang dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja
yang mungkin dilakukan antara lain berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan
prinsip
– prinsip ergonomi.

2. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney dan Dr.
Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham yaitu University of
Nottingham’s Institute of Occupational Ergonomics. RULA pertama kali dijelaskan dalam
bentuk jurnal aplikasi ergonomic pada tahun 1993 (Lueder,1996).
Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi
yang menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang dilakukan oleh tubuh bagian atas. Metode
ini digunakan untuk mengambil nilai postur kerja dengan cara mengambil sampel postur dari
satu siklus kerja yang dianggap mempunyai resiko berbahaya bagi kesehatan si pekerja, lalu
diadakan penilaian atau scoring. Setelah didapat hasil dari penilaian tersebut, kita dapat
mengetahui postur pekerja tersebut telah sesuai dengan prinsip ergonomi atau belum, jika
belum maka perlu dilakukan langkah - langkah perbaikan. Metode ini menggunakan diagram
postur tubuh dan tiga tabel penilaian (tabel A, B, dan C) yang disediakan untuk mengevaluasi
postur kerja yang berbahaya dalam siklus pekerjaan tersebut. Melalui metode ini akan
didapatkan nilai batasan maksimum dan berbagai postur pekerja, nilai batasan tersebut berkisar
antara nilai 1–7.

Tujuan Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


1. Menyediakan perlindungan yang cepat dalam pekerjaan.
2. Mengidentifikasi usaha yang dibutuhkan otot yang berhubungan dengan postur tubuh saat
kerja.
3. Memberikan hasil yang dapat dimasukkan dalam penilaian ergonomi yang luas.
4. Mendokumentasikan postur tubuh saat kerja, dengan ketentuan:
5. Tubuh dibagi menjadi dua grup yaitu A (lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan)
dan B (leher, tulang belakang dan kaki).
6. Dapat melakukan scoring terhadap kedua sisi tubuh, kanan dan kiri.

Metode RULA dirancang untuk kemudahan tanpa memerlukan alat yang sulit digunakan.
Menggunakan lembar kerja RULA, evaluator akan menetapkan skor untuk masing-masing
daerah tubuh berikut : lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher, tulang belakang
dan kaki. Setelah data untuk masing - masing daerah dikumpulkan dan mencetak,tabel pada
form kemudian digunakan untuk menyusun variabel faktor resiko hingga menghasilkan skor
tunggal yang mewakili tingkat resiko MSDs.
Gambar 12. Pekerjaan dengan metode RULA

Langkah-langkah Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


Analisis skor setiap bagian tubuh (lengan, pergelangan, leher, punggung dan kaki)
Lembar kerja RULA dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian A (lengan dan pergelangan
tangan) dan B (leher, punggung, kaki). Pembagian ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa
setiap postur dibatasi dari leher, punggung dan kaki yang mungkin mempengaruhi postur
lengan dan pergelangan tangan yang termasuk dalam penilaian RULA.
Peneliti harus memberi nilai pada grup A (lengan dan pergelangan tangan) terlebih dulu,
kemudian nilai untuk grup B (leher, punggung dan kaki) untuk kiri dan kanan. Untuk
masing- masing bagian tubuh, ada skala pemberian nilai postur dan ketentuannya seperti
yang diuraikan pada lembar kerja yang perlu dipertimbangkan dan diperhitungkan dalam
pemberian nilai.
a. Lengan Atas
Tabel 14. Skor Pergerakan Lengan Atas
Pergerakan Skor Penambahan Score
00-200 flexion dan extension 1 +1 jika bahu terangkat
Pergerakan Skor Penambahan Score
>200 extension atau 20-450 2 +1 jika lengan atas
flexion abducted
0 0
45 -90 flexion 3 -1 jika lengan bersandar
>900 flexion 4

Gambar 13. Range Pergerakan Lengan Atas


Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah, (b) postur extension dan
flexion, (c) postur lengan atas flexion.

b. Lengan Bawah
Rentang skor untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitian Grandjean dan
Tichauer adalah :

Tabel 15. Skor Pergerakan Lengan Bawah


Pergerakan Skor Penambahan Skor
600-1000 flexion 1 +1 jika lengan bekerja
Kurang dari 600 atau lebih 2 melintasi garis tengah
dari 1000 flexion badan atau keluar dari
sisi
Gambar 14. Range Pergerakan Lengan Bawah
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)

Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur flexion 60o – 100o, (b) postur alamiah,
(c) postur flexion >100o , dan (d) pergerakan melintasi garis tengah badan.

c. Pergelangan Tangan
Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and
Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut :

Tabel 16. Skor Pergerakan Pergelangan Tangan


Pergerakan Skor Penambahan Skor
Posisi neutral 1
0
0-15 flexion maupun extension 2 +1 jika pergelangan tangan
0 berada pada deviasi radial
15 atau lebih flexion maupun 3 (abduksi) dan ulnar (adduksi)
extension

Gambar 15. Range Pergerakan Pergelangan Tangan


Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)

Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah, (b) postur flexion >15o, (c)
postur 0-15oflexion maupun extension, (d) postur extension >15o, (e) posisi radial - ulnar.
Putaran pergelangan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh
Health and Safety Executive pada postur netral berdasarkan pada Tichauer. Skor
tersebut adalah :
a. +1, jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran (posisi jabat
tangan)
b. +2, jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran
(pergelangan tangan memutar)

Gambar 16. Standar RULA Putaran Pergelangan Tangan


(Lynn McAtamney, 1993)

Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah dan (b) postur putaran
pergelangan tangan.
d. Leher
Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh
Chaffin dan Kilbom et al. Skor tersebut adalah :
Tabel 17. Skor Postur untuk Leher
Pergerakan Skor Penambahan Skor
0-100flexion 1
100-200flexion 2 +1 jika leher diputar atau
>200flexion 3 posisi miring, dibengkokkan
Posisi 4 ke kanan atau kiri
extension
Gambar 17. Range Pergerakan Leher
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah, (b) postur 10o – 20oflexion,
(c) postur 20o atau lebih flexion, (d) postur extension

Gambar 18. Range Pergerakan Leher yang Diputar atau Dibengkokkan.

(Lynn McAtamney, 1993)


Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah, (b) postur leher diputar, (c)
postur leher dibengkokkan
e. Punggung
Kisaran untuk punggung yang dikembangkan oleh Drury, Grandjean dan Grandjean
et al adalah sebagai berikut :
Tabel 18. Skor Pergerakan untuk Punggung
Pergerakan Skor Penambahan Skor
Ketika duduk dan ditopang
dengan baik dengan sudut 1
paha-tubuh 900 atau lebih +1, jika tubuh berputar
00-200flexion 2 +1, jika tubuh miring
>200 – 600flexion 3 ke samping
>600 flexion 4

Gambar 19. Range Pergerakkan Punggung


Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur 20o – 60oflexion, (b) postur alamiah,
(c) postur 0o – 20oflexion, (d) postur >60oflexion

Gambar 20. Range Pergerakan Punggung yang Diputar atau Dibengkokkan (a) Postur
Alamiah, (b) Postur Punggung Diputar, (c) Postur Punggung Dibengkokkan.
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)

f. Kaki
Kisaran untuk skor tambahan postur kaki ditetapkan sebagai berikut :
+1, jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.
+1, jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki, dimana terdapat
ruang untuk berubah posisi.
+2, jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

Gambar 21. Range Pergerakan Kaki (a) Kaki Tertopang, Bobot Tersebar Merata, (b)
Kaki Tidak Tertopang, Bobot Tidak Tersebar Merata
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)

Perkembangan sistem untuk pengelompokan skor postur bagian tubuh.


Rekaman video yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan
bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor
untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk
memperoleh skor A.
Tabel 19. Skor Postur Kelompok A

Pergelangan Tangan
Lengan Lengan 1 2 3 4
Atas Bawah PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
1
3 2 3 3 3 3 3 4 4
Pergelangan Tangan
Lengan Lengan 1 2 3 4
Atas Bawah PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 3 3 3 3 3 4 4 4
2
3 2 4 4 4 4 4 5 5
1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3
3 4 4 4 4 4 5 5 5
1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
4
3 4 4 4 5 5 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
5
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
6
3 9 9 9 9 9 9 9 9

Rekaman video yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung (badan), dan
kaki lalu bagian tersebut diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur.
Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.

Tabel 20. Skor Postur Kelompok B

Punggung
1 2 3 4 5 6
Leher
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

Sistem penskoran dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang digunakan.
Penggunaan yang melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Drury, yaitu
sebagai berikut :
+1, jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur tersebut
berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.
Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-Anderson dan
Stevenson dan Baida, yaitu sebagai berikut :
0 jika pembebanan sesekali atau kurang dari 2 kg dan ditahan
+1 jika beban sesekali 2 – 10 kg
+2 jika beban 2 – 10 kg bersifat statis atau berulang-ulang.
+2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 kg
+3 jika beban (tenaga) lebih dari 10 kg dialami secara statis atau berulang
+3 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B diukur dan
dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal
dari table A dan B, yaitu sebagai berikut :

Skor A+ skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok A = Skor C
Skor B + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok B = Skor D
Gambar 22. Perhitungan RULA
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)

Pengembangan Grand Skor dan Daftar Tindakan


Setiap kombinasi skor C dan D diberikan rating yang disebut grand score, yang nilainya satu
sampai tujuh. Nilai grand score diperoleh dari tabel berikut ini :
Tabel 21. Tabel Grand Skor

Skor D
1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
Skor C
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7

Grand skor selanjutnya dapat diintepretasikan pada tabel klasifikasi tingkat resiko dan
tindakan RULA seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 22. Tingkat Resiko dan Tindakan RULA
Skor Tingkat Resiko dan Tindakan
1-2 Resiko diabaikan, tidak perlu penanganan
Skor Tingkat Resiko dan Tindakan
3-4 Resiko rendah, perubahan dibutuhkan
5-6 Resiko sedang, penanganan lebih lanjut, butuh perubahan segera
6+ Sangat beresiko, Lakukan perubahan sekarang

3. QEC (Quick Exposure Check)


Quick Exposure Check (Li, and Buckle, 1999) berfokus kepada penilaian terhadap faktor resiko
pada tempat kerja yang ditemukan dan mempunyai kontribusi pada bertambahnya WMSDs
(Work-Related Musculoskeletal Disorders), seperti perulangan gerakan, tekanan usaha, postur
yang t idak nyaman,dan durasi pekerjaan. Metode ini mengkombinasikan penilaian beban kerja
dari sisi peneliti dan operator. Penilaian didapatkan berdasarkan penjelasan dari level resiko
untuk bagian punggung, bahu/lengan, tangan dan pergelangan serta leher yang berhubungan
dengan pekerjaan tertentu, dan memperlihatkan apakah intervensi ergonomi terbukti efektif
(dengan naik-turunnya skor).

Tujuan Metode Quick Exposure Check (QEC)


Mengukur perubahan postur terhadap faktor risiko muskuloskeletal sebelum dan sesudah
intervensi ergonomi.
Melibatkan kedua pihak yakni peneliti dan pekerja dalam melaksanakan penilaian risiko dan
mengidentifikasi kemungkinan perubahan.
Mendorong peningkatan kualitas tempat kerja.
Meningkatkan kepedulian dan kesadaran pada manajer, teknisi, designers, praktisi K3, dan
pekerja mengenai faktor resiko MSDs di tempat kerja.
Membandingkan resiko antar karyawan di dalam satu pekerjaan, ataupun antar karyawan
dengan pekerjaan berbeda.

Langkah-langkah Quick Exposure Check (QEC)


QEC menggunakan empat tahapan kerja yakni :
Pengukuran Oleh Peneliti (Observer’s Assessment)
Peneliti memiliki form pengukuran sendiri yang dapat diisi melalui pengamatan kerja di
lapangan. Sebagai alat bantu, dapat menggunakan stopwatch guna menghitung durasi dan
frekuensi kerja. Berikut ini adalah contoh dari kuesioner untuk peneliti :
POSTUR KERJA 2021

Gambar 23. Form Kuesioner QEC Peneliti

Setelah peneliti melakukan pengamatan pada operator dan mengisi kuesioner akan dilakukan
rekpitulasi data kuesioner dari pengamat yang melihat bagaimana postur tubuh operator
ketika bekeja setiap departemen yang diamati oleh peneliti (pada kasus ini adalah sebuah
pabrik sepatu). Sehingga hasil rekapitulasi dari kuesioner QEC untuk peneliti adalah sebagai
berikut: Tabel 23. Rekapitulasi Kuesioner Pengamat
Pergelangan
Stasiun Punggung Bahu/Lengan
Tangan Leher
Kerja
1 2 1 2 1 2
Jahit A3 B2 C1 D3 E2 F1 G3
Sol A1 B2 C1 D3 E1 F1 G3
Finishing A2 B2 C1 D3 E1 F1 G3

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 32


Pengukuran Oleh Pekerja (Worker’s Assessment)
Seperti halnya peneliti (observer), pekerja pun memiliki form isian sendiri, yang berisi
pertanyaan seputar pekerjaan yang dilakukan. Berikut ini adalah contoh dari kuesioner untuk
operator:

Gambar 24. Form Kuesioner QEC Operator

Kuesioner operator lebih menitik beratkan kepada yang dirasakan oleh operator ketika
melakukan pekerjaannya seperti beban yang harus diangkat dan juga durasi kerja. Setelah
operator mengisi kuesioner akan dilakuakn rekpaitulasi data dari beberapa operator yang
mengisi kuesioner, yaitu sebagai berikut :
Tabel 24. Tabel Rekapitulasi Kuesioner Operator
Stasiun Pertanyaan
Kerja H I J K L M N O
Jahit H1 I3 J1 K2 L1 M1 N2 O2
Sol H1 I3 J2 K2 L1 M1 N2 O2
Finishing H1 I3 J1 K2 L1 M1 N2 O2
3. Mengkalkulasi Skor Paparan (Exposure Score)
Jawaban-jawaban yang didapat dari kuesioner pada masing-masing stasiun kerja kemudian
akan dihitung nilai exposure score pada empat bagian anggota tubuh dari operator setiap
stasiun kerja yang diteliti. Sebagai contoh perhitungan manual pada divisi jahit adalah
sebagai berikut :

Gambar 25. Perhitungan Manual QEC

Consideration of Action
QEC secara cepat mengidentifikasi tingkat paparan dari punggung, bahu/lengan tangan,
pergelangan tangan/tangan, dan leher. Hasil dari metode ini juga merekomendasikan
intervensi ergonomi yang efektif untuk mengurangi tingkat paparan, seperti tabel di bawah :

Tabel 25. Tabel Skor QEC


QEC Score (E) Action
≤40/% Acceptable
41-50% Investigate Further
QEC Score (E) Action
51-70% Investigate Further and Change Soon
>70% Investigate and Chage Immediately

Keterangan :
Tingkat paparan (E) diperoleh dari pembagian skor total dengan skor maksimum. Seperti
rumus di bawah ini :

𝑋
𝐸 (%) = 𝑋𝑚𝑎𝑥 𝑥 100%

 X = Total skor yang didapat untuk paparan risiko cedera untuk punggung, bahu/lengan,
pergelangan tangan, dan leher yang diperoleh dari perhitungan kuesioner.
 Xmax = Total maksimum skor untuk paparan yang mungkin terjadi untuk punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher. (Sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, dimana untuk aktivitas manual handling Xmax =176, untuk aktivitas selain
itu atau statis Xmax=162)

Hasil exposure score QEC pada masing-masing bagian tubuh dapat diintepretasikan pula
pada tabel klasifikasi level resiko berdasarkan range skor-nya, seperti pada tabel di bawah
ini.
Tabel 26. Exposure Score QEC
Exposure Score
Score Very
Low Moderate High
High
Punggung (Statis) 8-15 16-22 23-29 29-42
Punggung
10-20 21-30 31-40 41-56
(Bergerak)
Bahu/Lengan 10-20 21-30 31-40 41-56
Pergelangan
10-20 21-30 31-40 41-56
Tangan
Leher 4-6 8-10 12-14 16-18
PENCEGAHAN CTDS
Dengan melakukan perhitungan di atas maka diharapkan pekerja dapat meminimalisir resiko
dari dampak CTDs itu sendiri. Pencegahan CTDs dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori
yaitu engineering control, administrative control dan Alat Pelindung Diri (APD) seperti yang
terdapat dalam Gambar 1.26 sebagai berikut:

Langkah-langkah Pencegahan CTDs

Engineering Controls
Administrative Controls
APD

Penjadwalan
Job RedesignWaktu Istirahat

Workplace Redesign Rotasi kerja

Tool Redesign Training

Automation Exercise

Workplace Accessories
Job/career changes

Gambar 26. Langkah-langkah Pencegahan CTDs


(Sumber : Tayyari, 1997)
CONTOH SOAL
Nordic Body Map (NBM)
Seorang meneliti dalam perusahaan yang pekerjanya bekerja dalam sector pembungkusan
(packaging). Dalam satu sektor tersebut terdapat 30 pekerja yang ingin di analisis bagian mana
yang merupakan keluhan pekerja saat bekerja yang nantinya akan dihitung dan di analisis lebih
lanjut.
Dari hasil penelitian tersebut, peneliti dapat mendapatkan hasil seperti tabel berikut:

Tabel 27. Tabel NBM

Level of Complaints
A B C D
No. Location
% % % %

0 Upper neck/Atas leher 9 30.0 5 16.7 16 53.3 0 0


1 Lower neck/Bawah leher 7 23.3 5 16.7 18 60.0 0 0
2 Left shoulder/Kiri bahu 15 50.0 6 20.0 9 30.0 0 0
3 Right shoulder/Kanan bahu 13 43.3 13 43.3 4 13.3 0 0
4 Left upper arm/Kiri atas lengan 15 50.0 12 40.0 3 10.0 0 0
5 Back /Punggung 7 23.3 11 36.7 9 30.0 3 10
6 Right upper arm/Kanan atas lengan 6 20.0 4 13.3 20 66.7 0 0
7 Waist/Pinggang 10 33.3 9 30.0 9 30.0 2 6.67
8 Buttock/Pantat 14 46.7 11 36.7 5 16.7 0 0
9 Bottom/Bagian bawah pantat 17 56.7 9 30.0 4 13.3 0 0
10 Left elbow/Kiri siku 19 63.3 7 23.3 3 10.0 1 3.3
11 Right elbow/Kanan siku 16 53.3 12 40.0 1 3.3 1 3.3
12 Left lower arm/Kiri lengan bawah 17 56.7 12 40.0 1 3.3 0 0
13 Right lower arm /Kanan lengan 20 66.7 10 33.3 0 0.0 0 0
bawah
14 Left wrist/ Pergelangan tangan Kiri 16 53.3 14 46.7 0 0.0 0 0
15 Right wrist/ Pergelangan tangan 18 60.0 11 36.7 1 3.3 0 0

Persentase didapatkan dengan membagi total of complaints dari masing-masing level dengan
jumlah pekerja yang diobservasi yang kemudian dikali 100%. Dalam hasil tersebut, dapat
dilihat bahwa keluhan sakit (C) yang melebihi 50% (beberapa persentase terbesar) adalah
bagiankanan atas lengan, bawah leher dan atas leher. Sehingga perlu adanya rekomendasi dan
Analisis lebih lanjut pada bagian tersebut.

Quick Exposure Check (QEC)


Diketahui nilai exposure pada divisi jahit adalah sebesar 30 pada bagian punggung, 30 pada
bagian bahu/lengan, 26 pada bagian pergelangan tangan, dan 18 pada leher. Sehingga total
exposure score untuk divisi jahit adalah sebesar 104. Exposure Level yang akan dihasilkan
adalah sebagai berikut :

𝑋
E (% ) = x 100%
𝑋𝑚𝑎𝑥
104
E (% ) = x 100%
162

E (%) = 64,197%

Nilai Akhir = 64,197%


Sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh operator masuk kedalam level perlu penilitian lebih
lanjut dan perlu dilakukan perubahan. Dari hasil perhitungan exposure score juga terlihat bahwa
nilai untuk leher dan juga punggung berada pada level very high yang berarti resiko terjadinya
cedera sangat tinggi dan berpotensi menyebabkan CTDs sehingga diperlukan rekomendasi pada
posisi kerja dan juga pada alat kerja yang digunakan oleh operator.
POSTUR KERJA 2020

REFERENSI
Chaffin, D.B. et al., 1991. Occupational Biomechanics, Wiley New York.
Corlett, E.N., 1992, Static Muscle Loading and the Evaluation of Posture. Edited by Wilson.
J.R. & Corlett, E.N. 1992. Evaluation of Human Work a Practical Ergonomics
Methodology. London :Tailor& Francis.
Hignett, S., & McAtamney, L. 2000. Rapid Entire Body Assessment (REBA).
Applied Ergonomics, 31(2), 201–206.
Kroemer, K.H.E, H.B. Kroemer, dan K.E. Kroemer-Elbert. 2001. Ergonomics How To
Design For Ease And Efficiency. New Jersey: Prentice Hall.
McAtamney, L., Corlett, EN., 1993, RULA : Survey Method for The Investigation of
Work Related Upper Limb Disorder, Applied Ergonomi. Journal of Human
Ergonomics. 24(2), 91-99.
Nurmianto, E., 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya Tinjauan Anatomi,
Fisiologi, Antropometri, Psikologi, dan Komputasi untuk Perancangan, Kerja dan
Produk, Jakarta: PT Guna Widya.
Sukania, I. W., Widodo, L., & Natalia, D. 2003. Identifikasi Keluhan Biomekanik dan
Kebutuhan Operator Proses Packing. Jurnal Energi dan Manufaktur Vol.6, No.1,,
19- 24.
Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R. & Tjakraatmadja, J.H., 1979. Teknik Tata Cara Kerja.
ITB, Bandung.
Tayyari, F. & Smith, J.L., 1997. Occupational ergonomics: Principles and applications,
Chapman & Hall.
Waters, T., 1994. Applications manual for the revised NIOSH lifting equation, DHHS
(NIOSH) Publication No. 94-110, 32.
Winter, D.A., 1979. Biomechanics of human movement, Wiley New York.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 39


POSTUR KERJA 2019

L
&

Anda mungkin juga menyukai