LEMBAR PENGESAHAN
Tutorial
Postur Kerja
jukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tutorial Laboratorium DSK&E Jurusan Teknik Industri – Fakultas Teknologi
Universitas Islam Indonesia
Disusun Oleh :
Asisten Laboratorium DSK&E
PENDAHULUAN
Dalam dunia industri, peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam
menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual (mayoritas berupa manual
material handling). Aktivitas manusia seperti ini dapat menyebabkan masalah ergonomi yang sering
dijumpai di tempat kerja khususnya yang berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan manusia
dalam melakukan pekerjaannya. Gangguan muskuloskeletal yang sering disebut sebagai
Musculoskeletal Disorder (MSDs) merupakan penegangan otot bagi pekerja yang melakukan
gerakan yang sama dan berulang secara terus-menerus.
Keluhan MSDs yang sering timbul pada pekerja industri adalah nyeri punggung, nyeri leher,
nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki. Ada empat faktor yang dapat meningkatkan
timbulnya MSDs yaitu postur yang tidak alamiah, tenaga yang berlebihan, pengulangan gerakan,
dan lamanya waktu kerja.
Untuk itu diperlukan suatu upaya pencegahan dan minimalisasi timbulnya MSDs dan juga CTDs
di lingkungan kerja. Upaya ini dapat diwujudkan melalui analisis postur kerja. Postur atau sikap
kerja merupakan suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto,
2004). Dari hasil analisis postur kerja ini selanjutnya akan diperoleh rekomendasi perbaikan yang
perlu dilakukan.
TUJUAN TUTORIAL
Adapun tujuan dari tutorial postur kerja ini adalah sebagai berikut:
Mampu mengaplikasikan kuesioner NBM untuk mengetahui keluhan rasa sakit tubuh.
Mampu mengaplikasikan metode postur kerja menggunakan REBA, RULA, dan QEC untuk
mengurangi risiko kerja.
Mengetahui level risiko postur tubuh pada saat melakukan kerja.
Mampu memberikan rekomendasi berdasar hasil analisis postur kerja.
pengumpulan data meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan riwayat penyakit. Data
operator menjadi suatu hal yang penting kaitannya dengan kesesuaian antara karakteristik
operator yang dijumpai di lapangan dengan operator yang diharapkan dalam penelitian.
2. Kuesioner Nordic Body Map (NBM)
Kuesioner NBM pada tutorial ini diberikan kepada lima orang operator yang memiliki jenis
pekerjaan yang sama, dan bertujuan untuk mengetahui bagian otot tubuh pekerja yang
mempunyai keluhan sakit yang paling banyak dirasakan.
3. Kuesioner Quick Exposure Check (QEC)
Kuesioner QEC pada tutorial ini diberikan pada satu operator dengan syarat apabila
pekerjaan pengangkatan maka menggunakan kedua tangan, beban statis (tidak ada
penambahanbeban). Input kuesioner QEC terdiri dari dua sudut pandang yaitu penilaian
peneliti dan operator.
4. Screen capture video saat proses aktivitas kerja
Video proses pengangkatan diambil dengan tujuan untuk menentukan frame yang tepat dari
setiap pergerakan yang akan di analisis postur kerjanya (REBA (frame mengangkat,
membawa, menurunkan) / RULA (sisi samping dan atas operator)).
5. Sudut tubuh
Frame yang akan dinilai postur kerjanya akan di-screen capture kemudian ditentukan sudut-
sudutnya yang akan dilanjutkan dengan proses perhitungan postur dengan metode sesuai
studi kasus.
Output
1. Hasil kuesioner Nordic Body Map (NBM)
Nilai persentase dari setiap bagian tubuh pekerja merupakan output dari kuesioner NBM, dari
skor persentase tersebut dapat dilihat bagian tubuh yang memiliki persentase paling besar
menandakan keluhan sakit dari operator.
2. Skor REBA/RULA/QEC
Hasil skor didapatkan berdasarkan ketentuan penilaian pada masing – masing metode sesuai
dengan kondisi kerja operator serta sudut yang terbentuk dari postur kerja operator dalam
bentuk screen capture (untuk REBA/RULA).
3. Analisis beban dan postur kerja
Proses analisis besarnya skor REBA/RULA/QEC yang dihasilkan setelah proses pengolahan
data sehingga praktikan dapat memberikan perubahan dan perbaikan terhadap postur kerja
operator.
4. Rekomendasi postur kerja
LANDASAN TEORI
Nordic Body Map
Adanya keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia lebih disebabkan oleh tidak
adanya kondisi keseimbangan struktur rangka dalam menerima beban, baik beban berat tubuh
maupun beban tambahan lainnya. Misalnya tubuh yang tinggi rentan terhadap beban tekan dan
tekukan, oleh sebab itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot
skeletal. Melalui pendekatan secara subjektif, adanya keluhan otot skeletal dapat diukur dan di
analisis dengan baik. Penggunaan nilai subjektif ini telah mencakup beberapa fenomena yang terjadi
dalam psikologis, biomekanis dan pengukuran teknik, serta menjadi cara paling mudah untuk dinilai
dan diintrepetasikan (Kroemer, 2001).
Nordic Body Map merupakan salah satu alat ukur subjektif berupa kuesioner yang digunakan
untuk mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak
sakit) sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Kuesioner ini (Tabel 2) menggunakan gambar tubuh
manusia yang dibagi menjadi sembilan bagian tubuh utama yaitu leher, bahu, punggung bagian atas,
siku, punggung bagian bawah, pinggang, lutut dan tumit. Dari sembilan bagian tubuh tersebut
kemudian diperinci menjadi 28 bagian tubuh seperti pada Gambar 1.
Level of Complaints
No. Location
A B C D
0 Upper neck/Atas leher
1 Lower neck/Bawah leher
2 Left shoulder/Kiri bahu
3 Right shoulder/Kanan bahu
4 Left upper arm/Kiri atas lengan
5 Back /Punggung
6 Right upper arm/Kanan atas lengan
7 Waist/Pinggang
8 Buttock/Pantat
9 Bottom/Bagian bawah pantat
10 Left elbow/Kiri siku
11 Right elbow/Kanan siku
12 Left lower arm/Kiri lengan bawah
13 Right lower arm/Kanan lengan bawah
14 Left wrist/Pergelangan tangan kiri
15 Right wrist/Pergelangan tangan kanan
16 Left hand/Tangan kiri
17 Right hand/Tangan kanan
POSTUR KERJA 2021
Level of Complaints
No. Location
A B C D
18 Left thigh/Paha kiri
19 Right thigh/Paha kanan
20 Left knee/Lutut kiri
21 Right knee/Lutut kanan
22 Left calf/Betis kiri
23 Right calf/Betis kanan
24 Left ankle/Pergelangan kaki kiri
25 Right ankle/Pergelangan kaki kanan
26 Left foot/Kaki kiri
27 Right foot/Kaki kanan
Pengolahan data dalam menggunakan kuesioner Nordic Body Map ini sangat beragam. Namun
dalam tutorial ini dibatasi dengan berbagai ketentuan dan langkah-langkah sebagai berikut (Sukania,
Widodo, & Natalia,2003) :
a. Mengisi NBM kuesioner dengan beberapa responden yang jenis pekerjaannya sama.
b. Membuat presentase setiap indikator dari jawaban yang diberikan.
c. Menganalisis presentase yang memiliki tingkat sangat dikeluhkan oleh pekerja.
Postur Kerja
Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Pergerakan yang
dilakukan saat bekerja meliputi flexion, extension, abduction, adduction, pronation dan supination
seperti pada gambar berikut :
Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan
postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk maupun postur kerja
lainnya. Pada beberapa jenis pekerjaan terdapat postur kerja yang tidak alami dan berlangsung
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan keluhan sakit pada bagian tubuh atau
sering disebut dengan CTDs (Cummulative Trauma Disorders).
Cummulative Trauma Disorders (dapat disebut sebagai Repetitive Motion Injuries atau
Musculoskeletal Disorders) adalah cidera pada sistem kerangka otot yang semakin bertambahsecara
bertahap sebagai akibat dari trauma kecil terus menerus yang disebabkan oleh desain buruk, yaitu
desain alat atau sistem kerja yang membutuhkan gerakan tubuh dalam posisi tidak normal serta
penggunaan perkakas (handtools) atau alat lain yang terlalu sering (Tayyari & Smith,1997).
Terdapat empat faktor yang paling sering menjadi penyebab timbulnya CTDs yaitu:
a. Penggunaan gaya yang berlebihan selama gerakan normal.
b. Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada pada posisi normal. Misalnya, bahu yang terlalu
terangkat, punggung terlalu membungkuk, dan lain –lain.
c. Perulangan gerakan yang sama secara terus – menerus.
d. Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan trauma sendi.
yang dapat digunakan dalam menganalisis postur tubuh seperti yang dapat dilihat dalam gambar
berikut.
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah,(b) postur 0–20oflexion,
kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata, (c) lutut menekuk antara 300 –
600 flexion, dan (d) lutut menekuk >600 flexion (tidak ketika duduk)
d. Lengan atas
Skor pergerakan lengan atas dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 6
dan Gambar 8.
Tabel 6. Skor Pergerakan Lengan Atas
Pergerakan Skor Penambahan Skor
200extension sampai 200 flexion 1 +1 jika posisi lengan
0
>20 extension 2 abducted atau rotated
200 - 450 flexion +1 jika bahu ditinggikan
>450 - 900 flexion 3 -1 jika bersandar, bobot
lengan ditopang atau sesuai
> 900 flexion 4 gravitasi
e. Lengan bawah
Skor pergerakan lengan bawah dan range pergerakannya dapat dilihat dalam Tabel 7
dan Gambar 9.
Tabel 7. Skor Pergerakan Lengan Bawah
Pergerakan Skor
0 0
60 - 100 flexion 1
<600 flexion atau >1000flexion 2
Gambar 9. Range Pergerakan Lengan Bawah
Sumber : Hignett & McAtamney (2000)
Keterengan dari gambar di atas adalah (a) postur 60 – 1000 flexion, (b) postur <6o0
flexion dan <1000 flexion.
f. Pergelangan tangan
Skor pergerakan pergelangan tangan dan range pergerakannya dapat dilihat dalam
Tabel 8 dan Gambar 10.
Tabel 8. Skor Pergerakan Pergelangan Tangan
Pergerakan Skor Penambahan Skor
00- 150flexion / extension 1 +1 jika pergelangan tangan
>150flexion / extension 2 menyimpang atau berputar
15oflexion dan extension, (c) postur >15o flexion, (d) postur >15o extension.
Penentuan Skor Grup A dan Skor Grup B
Setiap bagian tubuh yang sudah diklasifikasikan nilainya kemudian dimasukkan ke dalam
Tabel A dan Tabel B untuk mengetahui skor grup A dan skor grup B.
Skor Keterangan
Hasil skor yang diperoleh dari Skor A dan Skor B digunakan untuk melihat tabel C sehingga
didapatkan skor dari tabel C seperti pada Tabel 12.
Tabel 12. Tabel Skor C
Level resiko dapat diketahui dengan nilai REBA yang didapatkan dari hasil perhitungan
sebelumnya. Berdasarkan klasifikasi dari tabel di atas, dapat diketahui level resiko yang
terjadi dan perlu atau tidaknya tindakan yang dilakukan untuk perbaikan. Perbaikan kerja
yang mungkin dilakukan antara lain berupa perancangan ulang peralatan kerja berdasarkan
prinsip
– prinsip ergonomi.
Metode RULA dirancang untuk kemudahan tanpa memerlukan alat yang sulit digunakan.
Menggunakan lembar kerja RULA, evaluator akan menetapkan skor untuk masing-masing
daerah tubuh berikut : lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher, tulang belakang
dan kaki. Setelah data untuk masing - masing daerah dikumpulkan dan mencetak,tabel pada
form kemudian digunakan untuk menyusun variabel faktor resiko hingga menghasilkan skor
tunggal yang mewakili tingkat resiko MSDs.
Gambar 12. Pekerjaan dengan metode RULA
b. Lengan Bawah
Rentang skor untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitian Grandjean dan
Tichauer adalah :
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur flexion 60o – 100o, (b) postur alamiah,
(c) postur flexion >100o , dan (d) pergerakan melintasi garis tengah badan.
c. Pergelangan Tangan
Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and
Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut :
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah, (b) postur flexion >15o, (c)
postur 0-15oflexion maupun extension, (d) postur extension >15o, (e) posisi radial - ulnar.
Putaran pergelangan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh
Health and Safety Executive pada postur netral berdasarkan pada Tichauer. Skor
tersebut adalah :
a. +1, jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran (posisi jabat
tangan)
b. +2, jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran
(pergelangan tangan memutar)
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah dan (b) postur putaran
pergelangan tangan.
d. Leher
Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh
Chaffin dan Kilbom et al. Skor tersebut adalah :
Tabel 17. Skor Postur untuk Leher
Pergerakan Skor Penambahan Skor
0-100flexion 1
100-200flexion 2 +1 jika leher diputar atau
>200flexion 3 posisi miring, dibengkokkan
Posisi 4 ke kanan atau kiri
extension
Gambar 17. Range Pergerakan Leher
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)
Keterangan dari gambar di atas adalah (a) postur alamiah, (b) postur 10o – 20oflexion,
(c) postur 20o atau lebih flexion, (d) postur extension
Gambar 20. Range Pergerakan Punggung yang Diputar atau Dibengkokkan (a) Postur
Alamiah, (b) Postur Punggung Diputar, (c) Postur Punggung Dibengkokkan.
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)
f. Kaki
Kisaran untuk skor tambahan postur kaki ditetapkan sebagai berikut :
+1, jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.
+1, jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki, dimana terdapat
ruang untuk berubah posisi.
+2, jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.
Gambar 21. Range Pergerakan Kaki (a) Kaki Tertopang, Bobot Tersebar Merata, (b)
Kaki Tidak Tertopang, Bobot Tidak Tersebar Merata
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)
Pergelangan Tangan
Lengan Lengan 1 2 3 4
Atas Bawah PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
1
3 2 3 3 3 3 3 4 4
Pergelangan Tangan
Lengan Lengan 1 2 3 4
Atas Bawah PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 3 3 3 3 3 4 4 4
2
3 2 4 4 4 4 4 5 5
1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3
3 4 4 4 4 4 5 5 5
1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
4
3 4 4 4 5 5 5 6 6
1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
5
3 6 6 6 7 7 7 7 8
1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
6
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Rekaman video yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung (badan), dan
kaki lalu bagian tersebut diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur.
Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.
Punggung
1 2 3 4 5 6
Leher
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Sistem penskoran dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang digunakan.
Penggunaan yang melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Drury, yaitu
sebagai berikut :
+1, jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur tersebut
berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.
Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-Anderson dan
Stevenson dan Baida, yaitu sebagai berikut :
0 jika pembebanan sesekali atau kurang dari 2 kg dan ditahan
+1 jika beban sesekali 2 – 10 kg
+2 jika beban 2 – 10 kg bersifat statis atau berulang-ulang.
+2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 kg
+3 jika beban (tenaga) lebih dari 10 kg dialami secara statis atau berulang
+3 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B diukur dan
dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal
dari table A dan B, yaitu sebagai berikut :
Skor A+ skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok A = Skor C
Skor B + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok B = Skor D
Gambar 22. Perhitungan RULA
Sumber : (Lynn McAtamney, 1993)
Skor D
1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
Skor C
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Grand skor selanjutnya dapat diintepretasikan pada tabel klasifikasi tingkat resiko dan
tindakan RULA seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 22. Tingkat Resiko dan Tindakan RULA
Skor Tingkat Resiko dan Tindakan
1-2 Resiko diabaikan, tidak perlu penanganan
Skor Tingkat Resiko dan Tindakan
3-4 Resiko rendah, perubahan dibutuhkan
5-6 Resiko sedang, penanganan lebih lanjut, butuh perubahan segera
6+ Sangat beresiko, Lakukan perubahan sekarang
Setelah peneliti melakukan pengamatan pada operator dan mengisi kuesioner akan dilakukan
rekpitulasi data kuesioner dari pengamat yang melihat bagaimana postur tubuh operator
ketika bekeja setiap departemen yang diamati oleh peneliti (pada kasus ini adalah sebuah
pabrik sepatu). Sehingga hasil rekapitulasi dari kuesioner QEC untuk peneliti adalah sebagai
berikut: Tabel 23. Rekapitulasi Kuesioner Pengamat
Pergelangan
Stasiun Punggung Bahu/Lengan
Tangan Leher
Kerja
1 2 1 2 1 2
Jahit A3 B2 C1 D3 E2 F1 G3
Sol A1 B2 C1 D3 E1 F1 G3
Finishing A2 B2 C1 D3 E1 F1 G3
Kuesioner operator lebih menitik beratkan kepada yang dirasakan oleh operator ketika
melakukan pekerjaannya seperti beban yang harus diangkat dan juga durasi kerja. Setelah
operator mengisi kuesioner akan dilakuakn rekpaitulasi data dari beberapa operator yang
mengisi kuesioner, yaitu sebagai berikut :
Tabel 24. Tabel Rekapitulasi Kuesioner Operator
Stasiun Pertanyaan
Kerja H I J K L M N O
Jahit H1 I3 J1 K2 L1 M1 N2 O2
Sol H1 I3 J2 K2 L1 M1 N2 O2
Finishing H1 I3 J1 K2 L1 M1 N2 O2
3. Mengkalkulasi Skor Paparan (Exposure Score)
Jawaban-jawaban yang didapat dari kuesioner pada masing-masing stasiun kerja kemudian
akan dihitung nilai exposure score pada empat bagian anggota tubuh dari operator setiap
stasiun kerja yang diteliti. Sebagai contoh perhitungan manual pada divisi jahit adalah
sebagai berikut :
Consideration of Action
QEC secara cepat mengidentifikasi tingkat paparan dari punggung, bahu/lengan tangan,
pergelangan tangan/tangan, dan leher. Hasil dari metode ini juga merekomendasikan
intervensi ergonomi yang efektif untuk mengurangi tingkat paparan, seperti tabel di bawah :
Keterangan :
Tingkat paparan (E) diperoleh dari pembagian skor total dengan skor maksimum. Seperti
rumus di bawah ini :
𝑋
𝐸 (%) = 𝑋𝑚𝑎𝑥 𝑥 100%
X = Total skor yang didapat untuk paparan risiko cedera untuk punggung, bahu/lengan,
pergelangan tangan, dan leher yang diperoleh dari perhitungan kuesioner.
Xmax = Total maksimum skor untuk paparan yang mungkin terjadi untuk punggung,
bahu/lengan, pergelangan tangan, dan leher. (Sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, dimana untuk aktivitas manual handling Xmax =176, untuk aktivitas selain
itu atau statis Xmax=162)
Hasil exposure score QEC pada masing-masing bagian tubuh dapat diintepretasikan pula
pada tabel klasifikasi level resiko berdasarkan range skor-nya, seperti pada tabel di bawah
ini.
Tabel 26. Exposure Score QEC
Exposure Score
Score Very
Low Moderate High
High
Punggung (Statis) 8-15 16-22 23-29 29-42
Punggung
10-20 21-30 31-40 41-56
(Bergerak)
Bahu/Lengan 10-20 21-30 31-40 41-56
Pergelangan
10-20 21-30 31-40 41-56
Tangan
Leher 4-6 8-10 12-14 16-18
PENCEGAHAN CTDS
Dengan melakukan perhitungan di atas maka diharapkan pekerja dapat meminimalisir resiko
dari dampak CTDs itu sendiri. Pencegahan CTDs dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori
yaitu engineering control, administrative control dan Alat Pelindung Diri (APD) seperti yang
terdapat dalam Gambar 1.26 sebagai berikut:
Engineering Controls
Administrative Controls
APD
Penjadwalan
Job RedesignWaktu Istirahat
Automation Exercise
Workplace Accessories
Job/career changes
Level of Complaints
A B C D
No. Location
% % % %
Persentase didapatkan dengan membagi total of complaints dari masing-masing level dengan
jumlah pekerja yang diobservasi yang kemudian dikali 100%. Dalam hasil tersebut, dapat
dilihat bahwa keluhan sakit (C) yang melebihi 50% (beberapa persentase terbesar) adalah
bagiankanan atas lengan, bawah leher dan atas leher. Sehingga perlu adanya rekomendasi dan
Analisis lebih lanjut pada bagian tersebut.
𝑋
E (% ) = x 100%
𝑋𝑚𝑎𝑥
104
E (% ) = x 100%
162
E (%) = 64,197%
REFERENSI
Chaffin, D.B. et al., 1991. Occupational Biomechanics, Wiley New York.
Corlett, E.N., 1992, Static Muscle Loading and the Evaluation of Posture. Edited by Wilson.
J.R. & Corlett, E.N. 1992. Evaluation of Human Work a Practical Ergonomics
Methodology. London :Tailor& Francis.
Hignett, S., & McAtamney, L. 2000. Rapid Entire Body Assessment (REBA).
Applied Ergonomics, 31(2), 201–206.
Kroemer, K.H.E, H.B. Kroemer, dan K.E. Kroemer-Elbert. 2001. Ergonomics How To
Design For Ease And Efficiency. New Jersey: Prentice Hall.
McAtamney, L., Corlett, EN., 1993, RULA : Survey Method for The Investigation of
Work Related Upper Limb Disorder, Applied Ergonomi. Journal of Human
Ergonomics. 24(2), 91-99.
Nurmianto, E., 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya Tinjauan Anatomi,
Fisiologi, Antropometri, Psikologi, dan Komputasi untuk Perancangan, Kerja dan
Produk, Jakarta: PT Guna Widya.
Sukania, I. W., Widodo, L., & Natalia, D. 2003. Identifikasi Keluhan Biomekanik dan
Kebutuhan Operator Proses Packing. Jurnal Energi dan Manufaktur Vol.6, No.1,,
19- 24.
Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R. & Tjakraatmadja, J.H., 1979. Teknik Tata Cara Kerja.
ITB, Bandung.
Tayyari, F. & Smith, J.L., 1997. Occupational ergonomics: Principles and applications,
Chapman & Hall.
Waters, T., 1994. Applications manual for the revised NIOSH lifting equation, DHHS
(NIOSH) Publication No. 94-110, 32.
Winter, D.A., 1979. Biomechanics of human movement, Wiley New York.
L
&