Anda di halaman 1dari 26

MODUL 1 LINI PRODUKSI

Mata Kuliah Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi


Tim Laboratorium Teknik Industri

TUJUAN PERKULIAHAN
Pada modul ini akan dijelaskan mengenai lini produksi. Setelah menyelesaikan perkuliahan,
mahasiswa diharapkan mampu:
1.1 Menjelaskan tentang definisi lini produksi.
1.2 Memahami macam-macam metode keseimbangan lini.
1.3 Memahami tata cara penggunaan module Assembly Line Balancing pada program POM.

DESKRIPSI MATERI
1.1 Definisi Line Produksi
Menurut (Sly, 2007) mengatakan bahwa keseimbangan lini ini digunakan untuk
mendapatkan lintasan perakitan yang memenuhi tingkat produksi tertentu. Line Balancing
merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu lini perakitan kestasiun
kerja untuk meminimumkan banyaknya stasiun kerja dan meminimumkan total harga idle time
pada semua sistem untuk tingkat keluaran tertentu, dimana yang dalam penyeimbangan tugas ini
adalah kebutuhan waktu atau unit produk yang dispesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan
sekuensial harus dipertimbangkan . tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah
mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu
menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin,
sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunaka semaksimal mungkin.
Pembuatan suatu produk pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses
produksi pada beberapa departemen berupa aliran proses produksi. Aliran proses produksi disini
adalah yang diperlukan untuk memindahkan elemen-elemen produksi, seperti bahan atau
material, part, dan lain-lain, mulai dari awal proses sampai produk yang dikehendaki bisa melalui
lintasan produksi. Lintasan perakitan akan menjadi bagian utama dari manufacturing dan operasi
perakitan, walaupun pekerjaannya mungkin digantikan oleh robot. Pengaturan kerja sepanjang
lintasan perakitan akan bervariasi sesuai ukuran produk yang akan dirakit. Waktu siklus adalah
jumlah waktu masing-masing elemen untuk memproduksi satu unit produk pada kondisi operator
normal dalam melakukan tugas atau kerja. Adapun beberapa istilah yang lazim digunakan dalam
line balancing, yakni:
1. Precedence Diagram
Precedence Diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja serta
ketergantunga pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan
dan perencanaan kegiatan yang terkait didalamnya. Adapun tanda-tanda yang dipakai
sebagai berikut yakni:
a. Symbol lingkaran dengan huruf atau nomor didalamnya untuk mempermudah
identifikasi dari suatu proses operasi.
b. Angka diatas symbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap operasi.
c. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal ini,
operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi kerja yang ada
pada ujung anak panah.
2. Assemble Product
Assemble product adalah yang melewati urutan work stasiun kerja dimana setiap work
stasiun (WS) memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada
perakitan akhir.

3. Cycle Time (CT) atau Waktu Siklus


Waktu siklus merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk per
satu stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu
siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Berikut ini adalah
rumus untuk mencari waktu siklus, yakni:

𝑷
ti max ≤ CT ≤
𝑸
Dimana:
ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan.
CT : waktu siklus (Cycle time).
P : jam kerja efektif perhari.
Q : jumlah produksi perhari.

4. Work Station (WS)


Work Station adalah tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan dilakukan
setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat ditetapkan
dengan rumus berikut:

∑𝐧
𝐢=𝟏 𝐭𝐢
𝐊𝐦𝐢𝐧 =
𝐂
Dimana:
Ti : waktu operasi atau elemen (I =1,2,3…,n).
C : waktu siklus stasiun kerja.
N : Jumlah elemen.
Kmin : jumlah stasiun kerja minimal.

5. Balance Delay (D)


Balance delay atau balancing loss adalah ukuran ketidakefisienan lintasan yang
dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian
presentase.Balance delay dapat dirummuskan sebagai berikut yakni:
( 𝐧 𝐱 𝐂 )– ∑𝐧𝐢=𝟏 𝐭𝐢
𝐃= 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
(𝐧𝐱𝐂)
Dimana:
N : jumlah stasiun kerja.
C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja.
∑ti : jumlah waktu operasi dari semua operasi.
Ti : waktu operasi.
D : balance delay (%).

6. Smoothies Index (SI)


Smoothies index adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relative dari
penyeimbangan lintasan perakitan tertentu. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut ini, yakni:

√∑𝑲
𝒊=𝟏(𝑺𝑻𝒊 𝐦𝐚𝐱 − 𝑺𝑻𝒊)
2

Dimana:
St max : maksimum waktu di stasiun.
Sti : Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i.

7. Line Efficiency (LE)


Line efficiency adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus
dikalikan jumlah stasiun kerja. Adapun rumus yang digunakan, yaitu:
∑𝐊𝐢=𝟏 𝐒𝐓𝐢
𝐋𝐄 = 𝐗 𝟏𝟎𝟎%
(𝐊)(𝐂𝐓)
Dimana:
STi : waktu stasiun dari stasiun ke-1.
K : jumlah (banyaknya) stasiun kerja.
CT : Waktu siklus.

8. Output Production (Q)


Output production adalah jumlah waktu efektif yang tersedia dalam suatu periode
dibagi dengan cycle time. Adapun rumus yang digunakan, yaitu:

𝐓
𝐐=
𝐂𝐓
Dimana:
T : jam kerja efektif penyelesaian produk.
C : waktu siklus terbesar.
9. Work Element
Elemen operasi atau elemen kerja merupakan bagian dari seluruh perakitan yang
dilakukan.
10. Station Time (ST)
Station time adalah jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun
kerja yang sama.

11. Waktu Operasi (Ti)


Waktu operasi atau yang disebut dengan Ti adalah waktu standar untuk menyelesaikan
suatu operasi.

12. Idle Time (I)


Idle time merupakan selisih (perbedaan) antara cycle time dan stasiun time atau CT
dikurangi ST.

1.2 Metode Keseimbangan Lini


Menurut (Subagyo,1983)mengatakan bahwa terdapat tiga metode dalam keseimbangan lini
yang dapat digunakan dalam memecahkan suatu masalah keseimbangan. Berikut ini adalah
metode yang digunakan dalam keseimbangan lini, yakni:
1. Metode Analitik atau Matematis
Yaitu, metode berdasarkan perhitungan kualitatif dan yang termasuk metode adalah
metode Moodie-Young. Menurut (Purnomo, 2004) mengatakan bahwa metode Moodie-Young
terdiri dari dua fase. Fase pertama adalah membuat pengelompokan stasiun kerja. Elemen kerja
ditempatkan pada stasiun kerja dengan aturan bila terdapat dua elemen kerja yang bisa dipilih
maka elemen kerja yang mempunyai waktu lebih besar ditempatkan yang pertama. Pada fase
kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase satu. Langkah-
langkah yang harus dilakukan pada fase dua ini adalah sebagai berikut, yakni:
a. Mengidentifikasikan waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil.
b. Menentukan Goal, dimana Goal adalah waktu stasiun kerja maximum dikurangi waktu
stasiun kerja minimum lalu dibagi dua.
c. Mengidentifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu
yang paling maksimum, yang mempunyai waktu lebih kecil dari Goal, yang elemen
kerja tersebut apabila dipindah ke stasiun kerja denagn waktu yang paling minimum
tidak melanggar precedence diagram.
d. Memindahkan elemen kerja tersebut.
e. Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah.

2. Metode Simulasi
Metode simulasi0, yaitu metode yang berdasarkan pengalaman (kuantitatif). Simulasi
ini sendiri adalah duplikasi dari persoalan dalam kehidupan nyata ke dalam model matematika
yang biasanya dilakukan dengan memakai computer. Adapun yang termasuk ke dalam metode
simulasi adalah sebagai berikut ini, antara lain:
a. COMSOAL ( Computer Method of Sequencing Operation far Assembly Lines).
b. CALB (Computer Assembly Line or Aided Keseimbangan lini)
c. ALBACA (Assembly Keseimbangan lini an Control Activity).

3. Metode Heuristic
Yaitu, suatu metode yang berdasarkan pengalaman atau intuisi. Metode heuristic ini
dapat terbagi atas sebagai berikut ini, antara lain:
a. Metode Wilayah (Region Approach).
b. Metode Kilbridge-Wester Heuristic.
c. Metode Bobot Posisi.

ALAT DAN BAHAN


Dalam melakukan praktikum tentang lini produksi, digunakan alat dan bahan sebagai berikut
ini, yaitu:
1. Komputer, Laptop, atau sejenisnya dengan pemakaian OS minimal Windows 7.
2. Software POM For Windows 3.
3. Lembar data.
4. Lembar kerja.
UJI PEMAHAMAN MATERI
MODUL 1 LINI PRODUKSI
Mata Kuliah Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Tim Laboratorium Teknik Industri

1. PT. Boeing 2702 ingin membuat diagram preseden untuk sebuah komponen pesawat
elektrostatis yang membutuhkan waktu perakitan total 66 menit. Adapun daftar tugas waktu
perakitan, dan langkah yang diperlukan untuk komponen adalah sebagai berikut:
Tugas Waktu ( Menit ) Tugas Sebelumnya
A 5 -
B 5 -
C 7 -
D 9 A
E 5 A
F 8 B
G 10 B
H 5 C
I 5 D
J 8 E, F
K 3 E, F
L 3 G, H
M 8 I, J
N 9 K, L
O 5 M

Boeing menetapkan bahwa terdapat waktu kerja produktif sebanyak 480 menit yang tersedia
per hari. Jadwal produksi mengharuskan 40 unit komponen sayap diselesaikan sebagai
output dari lini perakitan setiap harinya. Hitunglah:
a. Waktu siklus produk?
b. Jumlah stasiun kerja minimal yang memungkinkan dengan menggunnakan metode
Ranked Positional Weight?
c. Seimbangkan lini perakitan dengan memberikan tugas perakitan tertentu pada setiap
stasiun kerja
d. Berapakah efisiensi lini yang seimbang tersebut?
e. Gambarkan grafik precedent dari lini produksi PT. Boeing 2702?
Modul 2 PERENCANAAN PRODUKSI
Mata Kuliah Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Tim Laboratorium Teknik Industri

TUJUAN PERKULIAHAN
Pada modul ini dijelaskan mengenai perencanaan produksi. Setelah menyelesaikan perkuliah,
mahasiswadiharapkan mampu:
2.1 Menjelaskan tentang definisi perencanaan produksi.
2.2 Menjelaskan tentang material requirement planning (MRP).
2.3 Memahami tata cara penggunaan module Material Requirement Planning pada program
POM.

DESKRIPSI MATERI
2.1 Definisi Perencanaan Produksi
Perencanaan prouduksi adalah aktivitas untuk menetapkan produk yang diproduksi, jumlah
yang dibutuhkan , kapan produk tersebut harus selesai dan sumber-sumber yang dibutuhkan.
Pengendalian produksi adalah aktivitas yang menetapkan kemampuan sumber-sumber yang
digunkan dalam memenuhi rencana, kemampuan produksi berjalan sesuai rencana, melakukan
perbaikan rencana. Tujuan utamanya terdiri dari sebagai berikut ini, antara lain:
1. Meminimalkan biaya atau memaksimalkan laba.
2. Memaksimalkan layanan nasabah.
3. Meminimalkan investasi inventaris.
4. Meminimalkan perubahan dalam nilai produksi.
5. Meminimalkan perubahan dalam tingkat tenaga kerja.
6. Memaksimalkan pemanfaatan pabrik dan perlengkapan.

Berikut ini merupakan sistem pengendalian dan perencanaan produksi yang terbagi ke dalam
tiga tingkatan, yakni:
1. Perencanaan Jangka Pendek (Short Range Planning)
Perencanaan jangka pendek berupa kegiatan penjadwalan perakitan produk akhir (final
assembly schedule), perencanaan dan pengendalian input-output, pengendalian kegiatan
produksi, perencanaan dan pengendalian purchase, dan manajemen proyek.

2. Perencanaan Jangka Menengah(Medium Range Planning)


Perencanaan jangka menengah meliputi kegiatan berupa perancangan kebutuhan
kapasitas (capacity requiurement planning), perencanaan kebutuhan material (material
requirement planning), jadwal induk produksi (master production schedule), dan
perencanaan kebutuhan distribusi (distribution requirement planning).

3. Perencanaan Jangka Panjang (Long Range Planning)


Perencanaan ini meliputi kegiatan peramalan usaha, perencanaan jumlah dan penjualan,
perencanaan produksi, perencanaan material dan perencanaan financial.

2.2 Material Requirement Planning (MRP)


Perencanaan material atau sering dikenal dengan Material Requirement Planning (MRP)
adalah sistem informasi yang terkomputerisasi untuk mengatur persediaan permintaan yang
dependent dan mengatur jadwal produksi. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi tingkat
persediaan dan meningkatkan produktivitas. Terdapat dua hal penting dalam MRP yaitu lead
time, dan berapa banyaknya jumlah material yang siap dipesan. Meurrut rangkuti (2007), MRP
(Material Requirement Planning) adalah suatu system perencanaan dan penjadwalan kebutuhan
material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau fase atau dengan kata
lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan kebahan
mentah atau komponen yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang sehingga dapat
ditentuakn kapan dan berapa banyak yang dipesan unutk masing-masing komponen suatu
produk yang akan dibuat.
MRP dapat mengatasi masalah-masalah kompleks dalam persediaan yang memproduksi
banyak produk. Masalah yang ditimbulakannya antara lain kebingungan inefisiensi, pelayanan
yang tidak memuaskan konsumen dan sebagainya. Penentuan kebutuhan material yang pasti
dalam proses produksi akan meminimalkan kerugian yang timbul dalam kaitannya dengan
persediaan. Dengan menggunakan metode MRP untuk melakukan penjadwalan produksi, maka
perusahaan akanmenentukan secara tepat perencanaan tanggal penyelesaian pekerjaan yang
realistic, pekerjaan dapat selesai tepat waktu, janji kepada konsumen dapat ditepati dan waktu
tenggang pemesanan dapat dikurangi. Sistem Material Requirement Planning (MRP) digunakan
untuk mengendalikan tingkat persediaan dengan prioritas utamanya pada persediaan item-item
dan merencanakan kapasitas sistem produksi. Dalam Material Requirement Planning (MRP)
terdapat tiga prinsip, yaitu:
1. Dalam penentuan persediaan dengan prinsip pemesanan komponen yang tepat, pemesanan
dalam jumlah yang tepat dan pemesanan pada waktu yang tepat.
2. Dalam menentukan prioritas, meliputi pesanan dengan jatuh tempo yang tepat dan menjaga
jatuh tempo yang valid.
3. Dalam penentuan kapasitas meliputi: merencanakan muatan yang lengkap, merencanakan
muatan yang akurat dan merencanakan waktu yang cukup untuk muatan dimasa yang akan
datang.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip MRP adalah memperoleh
material yang tepat pada tempat yang tepat dan diwaktu yang tepat filosofi Material Requirement
Planning (MRP) adalah material dipercepat pada saat penundaan jadwal produksi
menguntungkan dan ditunda pada saat jadwal ditunda. Secara umum, sistem Material
Requirement Planning (MRP) dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut, yaitu:
1. Meminimalkan Persediaan.
2. Komitmen Yang Realistis.
3. Mengurangi Resiko Karena Keterlambatan Produksi Atau Pengiriman.
4. Meningkatkan Efisiensi.

Dengan demikian terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan Material Requirement
Planning (MRP), yaitu:
1. Menentukan kebutuhan minimal setiap item melalui sistem penjadwalan.
2. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, yakni kapan pemesanan atau pembatalan
pemesanan harus dilakukan.
3. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, yakni kapan pekerjaan harus selesai atau
material harus tersedia agar Jadwal Induk Produksi (JIP) dapat terpenuhi.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang harus direncanakan
didasarkan pada kapasitas yang ada.

MRP banyak digunakan diberbagai jenis industri yang menggunakan aliran proses
intermiten dan tidak termasuk proses kontinu. MRP sangat bermanfaat pada perusahaan yang
beroperasi dalam perakitan dan kurang bermanfaat bagi perusahaan pabrikasi. Disisi lain, MRP
kurang menguntungkan digunakan untuk perusahaan yang memiliki jumlah produksi
pertahunnya rendah, terutama pada perusahaan yang menghasilkan produk yang mahal dan
kompleks dan yang membutuhkan riset serta design. Berdasarkan pengalaman yang terjadi
bahwa lead time menyebabkan terlalu lama dan ketidakpastian. MRP juga diterapkan
diperusahaan jasa, tetapi jarang sekali bukan karena teknik ini tidak dapat diterapkan tetapi
karena pertumbuhan MRP dibatasi oleh item persediaan.
Kemungkinan yang akan terjadi dimasa depan adalah sistem MRP dapat diaplikasikan di
bidang jasa. Berikut merupakan komponen dari konsep MRP yang terdiri dari input, proses dan
output yang akan dijelaskan sebagai berikut ini, yaitu:
1. Input Material Requirement Planning (MRP)
Input yang dibutuhkan dalam konsep Material Requirement Planning (MRP) adalah
sebagai berikut ini, yaitu:
a. Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule)
Merupakan ringkasan schedule produksi produk jadi untuk periode mendatang
yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau peramalan permintaan. MPS berisi
perencanaan secara mendetail mengenai jumlah produksi yang dibutuhkan untuk setiap
produk akhri beserta periode waktunya untuk suatu jangka perencanaan dengan
memperhatikan kapasitasnya yang tersedia.
b. Struktur Produk (Bill Of Material)
Merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya yang
memberikan informasi mengenai daftar komponen, campuran bahan dan bahan baku
yang diperlukan untuk membuat produk. BOM juga memberikan deskripsi, penjelasan
dan kuantias dari setiap bahan baku yang diperlukan untuk membuat satu unit produk.

c. Status Persedian (Inventory Master File atau Inventory Status Record)


Merupakan catatan keadaan persediaan yang menggambarkan status semua item
yang ada dalam persediaan berkaitan dengan hal-hal berikut, yakni:
1) Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory).
2) Jumlah barang yang sedang dipesan (lot size) dan kapan pesanan tersebut akan
datang (on order inventory).
3) Lead time dari setiap bahan atau pengiriman barang.

Semua keterangan itu mendukung penyusunan MRP yang tepat sehingga sesuai
dengan tujuan awalnya unutk merencanakan jumlah dan waktu pesanan bahan baku
yang teapt agar proses produksi tidak terlambat. Data ini menjadi landasan unutk
pembuatan MRP karena memberikan informasi tentang jumlah persediaan bahan baku
dan barang jadi yang aman (minimum).
2. Prose Material Requirement Planning (MRP)
Proses MRP merupakan aktivitas yang dilakukan berdasarkan jadwal induk, struktur
produk dan file catatan yang tersedia. Berikut ini merupakan kegiatan yang dilakukan adalah
dengan mengetahui lead time setiap komponen, menentukan kebutuhan kotor, kenutuhan
bersih, persediaan on hand, rencana pemasaran, rencana penerimaan dan rencana realisasi
penerimaan. Kebutuhan kotor merupakan jumlah total setiap item yang dibutuhkan untuk
memproduksi sejumlah barang tertentu. Kemudian, yang harus dilakukan oleh perusahaan
dalam menghasilkan produknya adalah menentukan kapan barang tersebut dibutuhkan.
Apabila waktunya sudah diketahui, maka perusahaan harus pula merancang waktu mulai
dari persiapan sampai penyelesaian dimana dalam penyelesaian ini akan berhadapan dengan
waktu menunggu, pemindahan, pembelian dan mempersiapkan komponen yang akan dibeli
dan waktu unutk kegiatan-kegiatan ini disebut dengan lead time. Adapun langkah-langkah
dalam penyusunan MRP adalah sebagai berikut ini, yaitu:
a. Netting, yaitu proses perhitungan jumlah kebutuhan bersih untuk setiap periode selama
horizon perencanaan yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan
jadwal penerimaan persediaan dan persediaan awal yang tersedia.
b. Offsetting, yaitu proses yang bertujuan untuk menentukan saat yang tepat
melaksanakan rencana pemesanan dalam pemenuhan kebutuhan bersih. Penentuan
rencana saat pemesanan ini diperoleh dengan cara mengurangkan kebutuhan bersih
yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (lead time).
c. Lotting, yaitu penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan (lot size) yang optimal untuk
sebuah item berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan.
d. Exploding, merupakan proses perhitungan dari ketiga langkah sebelumnya yaitu
netting, lotting dan offsetting yang dilakukan untuk komponen atau item yang berada
pada level dibawahnya berdasarkan atas rencana pemesanan.

3. Output Matrial Requirement Planning (MRP)


Output MRP adalah informasi yang dapat digunakan untuk melakukan pengendalian
produksi. Keluaran pertama berupa rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu
mulai dari setiap komponen atau item. Dengan adanya rencana pemesanan, maka kebutuhan
bahan pada tingkat yang lebih rendah dapat diketahui. Selain itu proyeksi kebutuhan
kapasitas juga akan diketahui , yang selanjutnya akan memberikan revisi atas perencanaan
kapasitas yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Output MRP sekaligus juga
mencerminkan kemampuan dan ciri dari MRP, yaitu:
a. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan), yakni berguna bagi pembeli
yang akan digunakan untuk bernegoisasi dengan pemasok dan berguna juga bagi
manajer manufaktur yang akan digunakan untuk mengontrol proses produksi.
b. Changes to Planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah
direncanakan), yakni merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan pesanan, dan
pengubahan jumlah pesanan.
c. Planned Order Schedule (Jadwal pesanan Terencana), Yakni penentuan jumlah
kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang.
d. Performance Reoport (Laporan Penampilan), yakni suatu tampilan yang
menunjukkan sejauh mana sistem bekerja yang kaitannya dengan kekosongan stok dan
ukuran yang lain.
Adapun keluaran MRP lainnya adalah memberikan catatan pesanan penjadwalan yang
harus dilakukan atau direncanakan baik dari pabrik maupun dari pemasok, memberikan
indikasi penjadwalan ulang, memberikan indikasi pembatalan pemesanan, MRP bukan
hanya menyangkut manajemen material dan penyediaan saja, tetap juga mempengaruhi
aktivitas perencanaan dan pengendalian produksi sehari-hari di perusahaan.

Sebelum memasuki lebih lanjut mengenai perencanaan kebutuhan material, dalam buku
(Gasperz, 2004) terlebih dahulu menjelaskan tentang pengertian dari tabel untuk perhitungan
MRP, Berikut ini dijelaskan tentang istilah yang biasa digunakan, yaitu:
1. Gross Requirement (GR, kebutuhan kasar), adalah total dari semua kebutuhan,
termasuk kebutuhan yang diantisipasi untuk setiap periode waktu. Berdasarkan
pengertian tersebut gross requirement merupakan bagian dari keseluruhan jumlah item
(komponen) yang diperlukam pada suatu periode.
2. Schedule Receipts (SR, penerimaan yang dijadwalkan), merupakan jumlah item yang
akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang dibuat.
3. Begin Inventory (BI, inventory awal), merupakan jumlah inventori diawal periode.
Selain itu, inventori awal bisa disebut juga dengan on hand invontery.
4. Net Requirement (NR, kebutuhan bersih), merupakan jumlah aktual yang diinginkan
untuk diterima atau diproduksi dalam periode bersangkutan.
5. Planned Order Receipt (PORt, penerimaan pemesanan yang direncanakan), adalah
jumlah item yang diterima atau diproduksi oleh perusahaan manufaktur pada periode
tertentu.
6. Planned Ending Inventory (PEI, rencana persediaan akhir periode), merupakan
suatu perencanaan terhadap persediaan terhadap pada akhir periode.
7. Planned Order Releases (PORel, pelepasan pemesanan yang direncanakan), adalah
jumlah item yang direncanakan untuk dipesan agar memenuhi perencanaan pada masa
yang akan datang atau order produksi yang dapat dilepas untuk dimanufaktur.
8. Lead Time, adalah waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan (membuat) suatu
barang sejak saat pesanan (pembuatan) dilakukan sampai barang itu diterima (selesai
dibuat).
9. Lot Size (ukuran lot), merupakan kuantitas pesanan dari item yang memberitahukan
MRP beberapa banyak kuantitas yang dipesan, serta lot sizing yang dipakai.
10. Safety sStock (stok pengaman), merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh
perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand) dan penawaran
MRP untuk mempertahankan tingkat stok pada semua periode waktu.

ALAT DAN BAHAN


Dalam melakukan praktikum tentang lini produksi, digunakan alat dan bahan sebagai berikut
ini, yaitu:
5. Komputer, Laptop, atau sejenisnya dengan pemakaian OS minimal Windows 7.
6. Software POM For Windows 3.
7. Lembar data.
8. Lembar kerja.
UJI PEMAHAMAN MATERI
MODUL 2 PERENCANAAN PRODUKSI
Mata Kuliah Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Tim Laboratorium Teknik Industri

1. PT. Chairs Chan memproduksi dua jenis kursi, yaitu kursi A dan kursi B. kursi A terdiri dari
komponen kaki kursi,jok, sandaran tangan, rangka, busa, dan kain jok. Sedangkan kursi B
terdiri dari komponen kaki kursi, jok, rangka, busa, dan kain jok. Diketahui jadwal induk
produksi untuk kursi A menunjukkan sebanyak 150 unit dan 150 unit yang masing-masing
pada minggu keenam dan minggu kesembilan. Sedangkan jadwal induk produksi untuk kursi
B menunjukkan sebanyak 100 unit dan 100 unit yang masing-masing pada minggu kelima
dan minggu kedelapan. Adapun data komponen dan persediaan barang dari kursi A dan
kursi B dalam satuan unit dan waktu dalam satuan minggu adalah sebagai berikut ini, yakni:
Item Level Description Lead Current Minimum Scheduled
Time Inventory Quantity Receipts
A 0 Kursi A 1 20 0 0
B 0 Kursi B 1 40 0 0
S-311 1 Kaki Kursi 1 60 10 50
P-313 1 Sandaran 1 30 170 200
Tangan
A-315 1 Jok A 2 0 0 200
A-317 1 Jok B 2 0 0 100
S-322 2 Rangka Jok 2 70 10 120
R-424 2 Busa 1 30 30 700
R-425 2 Kain Jok A 1 50 20 70
R-427 2 Kain Jok B 1 0 0 80
Berdasarkan data tersebut, tentukanlah analisis kebutuhan materials untuk setiap komponen
yang diperrlukan dalam memenuhi jadwal induk produksi pada PT Chairs Chan?

2. CV Defi Furniture membuat barang A untuk dijual kepada konsumen. Barang tersebut
dibuat dengan menggunakan 1 buah komponen B dan 2 buah komponen C. waktu untuk
merakit B dan C menjadi A adalah 1 minggu. Komponen B dibuat dengan menggunakan 3
buah subkomponen D an 2 buah subkomponen E. waktu untuk merakit subkomponen D dan
E menjadi komponen B adalah 2 minggu. Sedang untuk pengadaan sub komponen C adalah
2 minggu, sub komponen D memerlukan waktu selama 2 minggu dan E adalah 3 minggu.
Jumlah inventoru minimum untuk A sebanyak 20 buah, B sebanyak 30 buah, C sebanyak 40
buah, D sebanyak 75 buah, dan E sebanyak 50 buah. Persediaan awal setiap barang adalah
sebanyak persediaan minimumnya, kecuali komponen C sebanyak 60 buah. Kebutuhan
barang A dalam minggu ke-3 sebanyak 30 buah, minggu ke-5 sebanyak 30 buah, minggu ke-
6 sebanyak 50 buah, minggu ke-8 sebanyak 25 buah dan minggu ke-10 sebanyak 20 buah.
Buatlah MRP untuk produk A, komponen B dan C, serta sub komponen D dan E, dengan
ketentuan sebagai berikut, yaitu:
a. Buatlah diagram precedentnya?
b. Buatlah MRP, bila setiap pesanan untuk A sebanyak 40 buah, B sebanyak 50 buah, C
sebanyak 100 buah, D sebanyak 170 buah, dan E sebanyak 120 buah?
MODUL 3 PERENCANAAN PERSEDIAAN
Mata Kuliah Pratikum Perencanaan Dan Pengendalian Produksi
Tim Laboratorium Teknik Industri

TUJUAN PERKULIAHAN
Pada modul ini akan dijelaskan mengenai perencanaan persediaan. Setelah
menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu:
3.1 Menjelaskan tentang definisi perencanaan persediaan.
3.2 Menjelaskan tentang teknik ukuran lot.
3.3 Memahami tata cara penggunaan module Lot Sizing pada progam POM.

DESKRIPSI MATERI
3.1 Definisi Perencanaan Persediaan.
Manajemen persediaan merupakan bagian dari manajemen keuangan yang dalam
kegiatannya bertugas untuk mengawasi aktiva perusahaan. Sebelum membuat keputusan tentang
persediaan tentu bagian ini harus memahami konsep persediaan. Keputusan persediaan yang
bersifat umum merupakan keputusan yang menjadi tugas utama dalam penentuan persediaan
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Menurut Fien Zulfiarijah (2005:9), dalam manajemen
persediaan terdapat 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Keputusan kualitatif adalah keputusan yang berkaitan dengan teknis pemasaran yang
mengarah pada analisis data secara desriptif. Keputusan kualitatif bertujuan untuk
mengetahui hal-hal berikut, anatara lain:
a. Perusahaan atau individu yang menjadi pemasok barang yang dipesan perusahaan?
b. Jenis barang yang masih tersedia di perusahaan?
c. Sistem pengendalian kualitas persediaan yang digunakan perusahaan?

2. Keputusan kuantitatif adalah keputusan yang berkaitan dengan teknis pemesanan yang
mengarah pada analisis data secara matematis. Keputusan kuantitatif bertujuan untuk
mengetaui hal-hal berikut, antara lain:
a. Barang apa yang akan di stock?
b. Berapa banyak jumlah barang yang akan diproses dan berapa banyak barang yang
akan dipesan?
c. Kapan pembuatan barang dilaksanakan dan kapan melakukan pemesanan?
d. Kapan melakukan pemesanan ulang (Reorder Point)?
e. Metode apakah yang digunakan untuk menentukan jumlah persediaan?
Adapun pengertian manajemen persediaan itu sendiri, yaitu menurut Martin dan Pretty
(1996:719) adalah “inventory management involves the control of assets are used in the
production procces or produced to be sold in the normal course of the firms operations”. Yang
dapat diartikan bahwa manajemen persediaan mencakup pengendalian dari aktiva dengan di
produksi untuk dijual dalam skala normal dari operasi perusahaan. Adapun tujuan manajemen
persediaan menurut D.T. Johns dan H.A Harding (2001:77) adala menimalkan investasi dalam
persediaan namun tetap konsisten dengan penyediaan tingkat pelayanan yang diminta.
Sedangkan, menurut Lukas Setia Atmaja (2003:405) bahwa tujuan manajemen perdiaan adalah
mengadakan persiediaan yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan pada biaya yang
minimum.
Menurut Sofian Assauri (2004:170) persediaan dapat diklarifikasikan adalah sebagai berikut
ini, yakni:
1. Berdasarkan Fungsi
a. Batch Stock atau Lot size Inventory, yaitu persediaan yang diadakan karena kita
membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih
besar dari pada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Adapun keuntungan yang
diperoleh dari adanya lot sizing inventory adalah sebagai berikut ini, yakni:
1) Memperoleh potongan harga pada harga pembelian.
2) Memperoleh efisiensi produksi (manufacturing economis) karena adanya operasi
atau “production run” yang lebih lama.
3) Adanya pengematan didalam biaya angkutan.
b. Fluctuation Stock, adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
c. Anticipation Stock, adalah pesediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi
permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam
satu tahun dan untu menghadapi pergunaan atau penjualan permintaan yang
meningkat.

2. Berdasarkan Jenis atau Posisi


a. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock), yaitu persediaan dari barang-barang
berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang mana yang dapat diperoleh
dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari suplier atau perusahaan yang
menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya.
b. Persediaan Bahan Pembantu atau Barang Perlengkapan (Supplies Stock), yaitu
persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi
untuk membantu berhasilnya produksi atau yang pergunakan dalam bekerjanya suatu
perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.
c. Persediaan Barang Jadi (Finished Goods Stock), yaitu barang-barang yang telah
selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada pelanggan atau
perusahaan lain.
d. Persediaan Bagian Produk (Purchased Part), yaitu persediaan barang-barang yang
terdiri dari part atau bagian yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara
langsung dirakit dengan part lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya.
Meskipun persediaan akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, namun perusahaan
tetap hati-hati dalam menetukan kebijakan persediaan. Persediaan membutuhkan biaya investasi
dan dalam hal ini menjadi tugas bagi manajemen untuk menentukan investasi yang optimal
dalam persediaan. Masalah persediaan merupakan masalah pemebelanjaan aktif, dimana
perusahaan menemukan dana yang dimiliki dalam persediaan dengan cara yang seefetif
mungkin. Untuk melangsungkan usahanya dengan lancar maka kebanyakan perusahaan merasa
perlunya persediaan. Menurut Bambang Riyanto (2001:74), besar kecilnya persediaan yang
dimiliki oleh perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan
kehabisan persediaan yang akan menghambat atau menggangu jalanya produksi.
2. Volume produsi yang direncanakan, dimana volume produksi yang direncanakan itu sendiri
sangat tergantung kepada volume sales yang direncankan.
3. Besar pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkan biaya pembelian
yang minimal.
4. Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan diwaktu-waktu yang akan
datang.
5. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyangkut persedian material.
6. Harga pembelian bahan mentah.
7. Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang.
8. Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya.
Sedangkan menurut Suyadi Prawirosentono (2001:71), mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi jumlah persediaan adalah sebagai berikut ini, yakni:
1. Perkiraan pemakaiaan bahan baku, yakni penentuan besarnya persediaan bahan yang
diperlukan harus sesuai dengan kebutuhan pemakaian bahan tersebut dalam satu periode
produksi tertentu.
2. Harga bahan baku, yaitu harga bahan yang diperlukan merupakan faktor lainnya yang
dapat mempengarui besarnya persediaan yang harus diadakan.
3. Biaya persediaan, yaitu biaya untu menyelenggarakan persedian bahan baku. Adapun
beberapa jenis biaya persediaan adalah biaya pemesanan (order) dan biaya penyimpanan
bahan gudang.
4. Waktu menunggu pesanan (lead time), adala waktu antara tenggang waktu sejak pesanan
dilakukan sampai dengan pesanan tersebut masuk gudang.
Untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya biaya-biaya variable dan untuk
menentukan kebijakan persediaan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana perusahaan dapat
menimalisir biaya-biaya. Menurut Freddy Rangutin (2004:16), biaya-biaya persediaan yang
harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut ini, antara lain:
1. Biaya Penyimpanan (Holding Cost atau Carrying Cost)
Biaya penyimpanan, yaitu terdiri dari biaya-biaya yang bervariasi secara langsung
dengan kuantitas persediaan, dimana biaya penyimpanan per periode akan semakin besar
apabila kuantitas bahan yang dipesan semain banyak atau rata-rata persediaan semakin
tinggi, biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan, antara lain:
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, dan lain-lain).
b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana yang di
investasikan dalam persediaan.
c. Biaya keusangan dan biaya perhitungan fisik.
d. Biaya asuransi persediaan dan biaya pajak persediaan.
e. Biaya pencurian, kerusakan, atau perampokan.
f. Biaya penanganan persediaan.
Biaya-biaya tersebut merupakan diatas variabel apabila bervariasi dengan tingkat
persediaan. Menurut Lukas Setia Atmaja (2002:405), adapun rumus dari total biaya
penyimpanan (Carrying Costs) adalah sebagai berikut ini, yaitu:

Biaya Penyimpanan (TCC) = C x P x A


Dimana, C adalah carrying costs tahunan dari presentase dari persediaan, P adalah harga
beli perunit persediaan, A adalah rata-rata persediaan yaitu Q/2 dimana Q adalah unit yang
dipesan setiap order.
2. Biaya Pemesanan Atau Pembelian (Ordering Cost atau Procurement Cost)
Pada umumnya biaya perpesanan (diluar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik
apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Akan tetapi, apabila semakin banyak komponen
yang dipesan setiap kali pesan, maka jumlah pesanan per periode turun sehingga biaya
pemesanan total akan turun. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya pemesanan atau
pembelian, yaitu :
a. Pemrosesan pesanan dan pengeluaran surat-menyurat.
b. Upah dan biaya telepon.
c. Biaya pengepakan dan penimbangan.
d. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan.
e. Biaya pengiriman ke gudang.
f. Biaya utang lancar

Menurut Lukas Setia Atmaja (2002:405), adapun rumus dari biaya pemesanan atau
ordering costs adalah sebagai berikut :
Biaya Pemesanan (TOC) = F x N
Dimana, F adalah biaya tetap atau fixed costs untuk satu pemesanan dan N adalah
frekuensi pemesanan dalam 1 tahun. Adapun N adalah S/Q, dimana S adalah unit yang
dibutuhkan dalam satuan dan Q adalah unit yang dipesan setiap order.

3. Biaya Persiapan atau Manufacturing (Set-Up Costs)


Hal ini terjaidi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri oleh
perusahaan (dalam pabrik), dimana perusahaan menghadapi biaya persiapan (set-up costs)
untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya persiapan ini, antara lain:
a. Biaya-biaya mesin-mesin menganggur.
b. Baiaya persiapan tenaga kerja langsung.
c. Biaya penjadwalan.
d. Biaya eksport dan import.
Seperti halnya biaya pemesanan, rumus dari biaya persiapan, yaitu:
Biaya Persiapan (TSC) = V x P
Dimana, V adalah biaya persiapan atau variabel costs untuk satu persiapan dan N adalah
frekuensi persiapan dalam satu tahun. Adapun P adalah R/Q dimana r adalah jumlah
persiapan dalam setahun dan Q adalah unit yang dipesan dalam setiap order.

4. Biaya Kehabisan Atau Kekurangan Bahan (Shortage Costs)


Biaya kekurangan bahan adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi
adanya permintaan bahan. Biaya kekurangan bahan (shortage costs) biasa disebut juga
dengan backorder costs atau stockout costs. Biaya-biaya yang termasuk biaya yang
kekurangan bahan, antara lain :
a. Kehilangan penjualan dan kehilangan pelanggan.
b. Biaya pemesanan khusus.
c. Biaya ekspedisi.
d. Selisih harga dan tergangunya operasi.
e. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial.
Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam prakteknya, terutama karena kenyataannya
biaya ini sering merupakan opportunity costs yang sulit diperkirakan secara objektif.
Adapun rumus dari biaya pemesanan atau ordering costs adalah sebagai berikut ini, yaitu:

Biaya Kekurangan (TAB) = B x S


Dimana, S adalah biaya pesan setiap kali pemesanan dan B adalah frekuensi biaya
kekurangan (backorder) dalam 1 tahun. Adapun B adalah D/Q, dimana D adalah kebutuhan
permintaan per periode dan Q adalah unit yang dipesan setiap order.

3.2 Teknik Ukuran Lot (Lot Sizing)


Teknik lot sizing merupakan ukuran lot sizing (kuantitas pesanan) untuk memenuhi
kebutuhan bersih satu atau beberapa periode sekaligus. Dalam penerapan metode MRP
penentuan ukuran pesanan (lot) yang digunakan merupakan faktor yang terpenting. Pemilihan
teknik lot sizing yang akan digunakan mempengaruhi keefektifan sistem MRP secara
keseluruhan. Didalam pemilihan keputusan teknik lot sizing yang digunakan, hal yang
dipertimbangkan adalah biaya-biaya yang terjadi akibat adanya persediaan (biaya persediaan),
yaitu biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Sampai saat ini
ada sepuluh teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level yang dapat
digunakan, yaitu:
1. Least Total Cost (LTC), yakni pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan
diminimasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horison perencanaan hampir sama
besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan
per unitnya hampir sama dengan ongkos pengadaaannya per unitnya. Least Total Cost
(LTC) dapat dihitung menggunakan rumus, yaitu ongkos total sama dengan ongkos simpan
ditambah dengan ongkos pengadaan.
2. Fixed Order Quantity (FOQ), yakni pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan
tetap karena keterbatasan akan fasilitas. Misalnya, kemampuan gudang, transportasi,
kemampuan supplier dan pabrik.
3. Lot for Lot (LFL), yakni pendekatan menggunkan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan
pertimbangan minimasi dari ongkos simpan, dimana jumlah yang dipesan sama dengan
jumlah yang dibutuhkan.
4. Least Unit Cost (LUC), yakni pendekatan menggunkan konsep pemesanan dengan ongkos
unit perkecil, dimana jumlah pemesanan ataupun interval pemesanan dapat bervariasi.
Keputusan untuk pemesanan didasarkan dengan rumus sebagai berikut ini, yaitu ongkos
perunit terkecil sama dengan ongkos pesan per unit ditambah dengan ongkos simpan per
unit.
5. Period Order Quantity (POQ), yakni pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan
ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi
oleh metode EOQ. Dengan mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan ekonimis
makan akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode
pemesanannya adalah setahun.
6. Part Period Balancing (PPB), yakni pendekatan menggunakan konsep ukuran ditetapkan
bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya.
7. Economic Order Quantity (EQQ), yakni pendekatan menggunakan konsep minimasi
ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut.
8. Fixed Periode Requipment (FPR), yakni pendekatan menggunakan konsep ukuran lot
dengan periode tetap, dimana pesanan dilalukan berdasarkan periode waktu tentu saja.
Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan tetapi dengan cara menggunakan
penjumlahan kebutuhan bersih pada interval pesanan dalam beberapa periode yang
ditentukan.
9. Wagner Within (WW), yakni pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur
optimasi progam linier, bersifat matematis. Pada praktenya ini sulit diterapkan dalam MRP
karena membutuhkan penghitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian masalah
ini adalah melakukan minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos
simpan dan berusaha agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang
sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan.
10. Silver Mean (SM), yakni menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat
meminimumkan ongkos total per-periode dimana ukuran lot didapatkan dengan cara
menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut sebagai ukuran lot yang
tentatif (bersifat sementara), penjumlahan dilakuan terus sampai ongkos totalnya dibagi
dengan banyak periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentaif tersebut
meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lot tentatif terakhir yang
ongkos total periodenya masih menurun.

ALAT DAN BAHAN


Dalam melakukan praktikum tentang perencanaan persediaan, digunakan alat dan bahan
sebagai berikut ini, yaitu:
1. Komputer, Laptop atau sejenisnya dengan pemakaian OS minimal Windows 7.
2. Software POM For Windows 3.
3. Lembar Data.
4. Lembar Kerja.
UJI PEMAHAMAN MATERI
MODUL 3 PERENCANAAN PERSEDIAAN
Mata Kuliah Pratikum Perencanaan Dan Pengendalian Produksi
Tim Laboratorium Teknik Industri

1. PT. Pen Devi adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam memproduksi produk pulpen.
Berikut ini merupakan data kebutuhan bersih tiap periode (bulan) sebagai berikut:
Periode (t) Kebutuhan permintaan
Januari 1.200
Februari 1.100
Maret 1.250
April 1.300
Mei 1.740
Juni 1.650
Juli 1.540
Agustus 1.350
September 1.280
Oktober 1.130
November 1.270
Desember 1.230

Adapun biaya yang dikeluarkan oleh PT Pen Devi sebagai berikut:


a. Biaya ekspedisi : $300 per unit.
b. Biaya pajak persedian : $50 per unit.
c. Biaya pengemasan : $200 per unit.
d. Inventori awal : 1.500 unit.
e. Harga per unit : $5
f. Lead time : 2 bulan.
Tentukanlah total biaya yang dikeluarkan oleh PT Pen Devi dengan menggunakan teknik
ukuran lot Wagner-Within?
2. Gudang Virtual Games berencana untuk melakukan pengiriman kaset pada tahun 2017.
Adapun kebutuhan tahunan produk kaset selama 8 bulan adalah sebagai berikut:
a. Bulan Maret sebesar 5.000 kaset.
b. Bulan April kurang banyak 2.000 kaset dari bulan Mei.
c. Bulan Mei hanya 2 kali lipat dari bulan Maret.
d. Bulan juni hanya 3/4 dari bulan April.
e. Bulan juli hanya 50% dari bulan Agustus.
f. Bulan Agustus lebih banyak 1.000 kaset dari Oktober.
g. Bulan September hanya 3 kali lipat dari bulan juli.
h. Bulan Oktober hanya 1/2 dari bulan juni.
Gudang tersebut menanggung biaya fasilitas penyimpanan sebesar $200, biaya pengiriman
sebesar $300, biaya mesin menganggur sebesar $75, biaya penjadwalan sebesar $100, biaya
asuransi persediaan sebesar $150, dan biaya pemeriksaan sebesar $200. Diketahui
persediaan awal sebesar 3.000 kaset dan lead time sebesar 1 bulan. Tentukanlah total biaya
yang dikeluarkan oleh Gudang Virtual Games dengan teknik lot for lot (LFL)?
MODUL 4 PENJADWALAN PRODUKSI
Mata Kuliah Praktikum Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Tim Laboratorium Teknik Industri

TUJUAN PERKULIAHAN
Pada modul ini akan dijelaskan mengenai penjadwalan produksi. Setelah menyelesaikan
perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu:
4.1 Menjelaskan tentang definisi penjadwalan produksi.
4.2 Menjelaskan tentang metode sekuens operasi.
4.3 Memahami tata cara penggunaan module Job Shop Scheduling pada program POM.

DESKRIPSI MATERI
4.1 Definisi Penjadwalan Produksi
Menurut L. Bethel dalam bukunya “Industrial Organization and Management” memberikan
definisi penjadwalan atau scheduling sebagai berikut ini, yaitu penjadwalan produksi merupakan
penentuan pekerjaan yang akan dilakukan. Penjadwalan (scheduling) adalah salah satu tahapan
dari pengawasan produksi yang menetapkan pekerjaan dalam urut-urutan yang sesuai dengan
proritasnya dan kemudian dilengkapi pelaksanaan rencana tersebut pada waktu yang tepat
dengan urutan yang benar, sehingga berhubungan dengan kapan suatu pekerjaan dilaksanakan
pada suatu bagian produksi. Penjadwalan merupakan alat yang penting dalam dunia manufaktur
dan rekayasa, di mana hal ini dapat memiliki dampak besar pada produktivitas dari suatu proses.
Dalam dunia manufaktur, tujuan dari penjadwalan tersebut adalah untuk meminimalkan waktu
produksi dan biaya. Penjadwalan dalam produski sangat mengungguli dari metode penjadwalan
manual yang yang lebih tua. Ini memberikan produksi scheduler dengan antar muka grafis yang
kuat yang mana dapat digunakan untuk mengoptimalkan visual real-time pada beban kerja dalam
berbagai tahap produksi, dan pengenalan pola memungkinkan perangkat lunak secara otomatis
menciptakan peluang penjadwalan yang mungkin tidak jelas tanpa pandangan ini dalam sebuah
data. Berikut ini merupakan manfaat dari penjadwalan produksi, yaitu:
1. Proses perubahan pengurangan terbesar.
2. Persediaan pengurangan yang bersifat meratakan.
3. Mengurangi upaya penjadwalan.
4. Peningkatan efesiensi produksi.
5. Meratakan beban buruh.
6. Tanggal pengiriman yang akurat dan informarsi yang bersifat real time.
Penjadwalan produksi memiliki beberapa fungsi dalam system produksi. Adapun aktifitas
fungsi tersebut adalah sebagai berikut ini yaitu:
1. Loading (Pembebanan) yakni bertujuan mengkompromikan antara kebutuhan yang diminta
dengan kapasitas untuk menetukan fasilitas, operatoe dan peralatan.
2. Sequencing (penentuan urutan), yakni bertujuan membuat prioritas urutan pengerjaan dalam
permrosesan orde-order yang masuk.
3. Dispathing, yakni pemberian perintah perintah kerja setiap mesin atau fasilitas lainnya.
4. Pengendalian kinerja penjadwalan.
5. Updating schedule, yakni pelakasanaan jadwal selalu ada masalah baru yangt berbeda
dalam proses pembuatan jadwal.
Berikut ini merupakan penjadwalan produksi dimana terdapat dan macam tipe produksi,
yaitu:
1. Job Shop, adalah proses pengurutan untuk lintasan produksi yang tidak beraturan. Secara
umum penjadwalan job shop dikenal dengan sekumpulan mesin-mesin dan sekumpulan
pekerjaan yang akan di jadwalkan.
2. Flow Shop, adalah proses penentuan urutan pekerjaan yang memiliki lintasan produk yang
sama. Model flow shop operasi dari suatu pekerjaan hanya dapat bergerak satu arah yaitu
dari proses awal sampai dengan proses akhir, diantara proses-proses tersebut tidak
memungkinkan untuk kembali ke proses sebelumnya.
Tujuan penjadwalan adalah mengalokasikan dan memprioritaskan permintaan yang
dihasilkan oleh perkiraan atau pesanan pelanggan pada fasilitas yang ada. Berikut ini merupakan
beberapa jenis penjadwalan, antara lain:
1. Teori Batasan
Teori batasan adalah suatu imu yang berkaitan dengan segala sesuatu yang membatasi
kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya. Batasannya dapat berupa bentuk fisik
(ketersediaan proses produksi atau karyawan dan bahan baku atau persediaan) throughtput
datau volume adalah suatu konsep penting dalam system oprasi yang dimana jumlah unit
yang di proses melalui fasilitas dan terjual. Batasan-batasan ini digunakan dalam perusahaan
manufaktur dan perusahaan jasa. Berikut ini adalah langkah-langkah mengelola batasan-
batasan, yaitu:
a. Mengindentifikasi batasan.
b. Membuat rencana mengatasi batasan.
c. Memusatkan tujuan pada sumber daya setelah membuat rencana batasan.
d. Mengurangi dampak selanjutnya dari batasan yang telah di tuju.
e. Setelah batasan telah teratasi dengan baik, maka melakukan indemtifikasi batasan baru.

2. Penjadwalan Produksi Berulang


Produsen berulang yang ingin memenuhi permintaan pelanggan, mengurangi investasi
persediaan, mengurangi ukuran lot dengan peralatan dan proses yang ada. Sebuah teknik
umtuk mencapai tujuan ini adalah menggunkan sebuah jadwal penggunaan material
bertingkat. Penggunaan material bertingkat bearti penggunaan lot yang lebih sering,
berkualitas tinngi, dan berukuran material secara bertingkat, antara lain:
a. Mengurangi tingkat yang membebaskan modal untuk penggunaan yang lain.
b. Mempercepat volume produksi.
c. Memperbaiki kualitas komponen sehingga meningkat kualitas produk.
d. Mengurangi kebutuhan luas lantai.
e. Memperbaiki komunikasi pekerja sebab mereka menjadi semakin berdekatan.
f. Melancarkan proses produksi karena lot yang besar tidak “menyembunyikan”
permasalahan.
Berikut ini adalah contoh dari penjadwalan produksi berulang, yaitu anggaplah sebuah
produsen beraktivitas menjalankan batch bulanan yang berukuran besar. Kemudian, dengan
menggunakan jadwal penggunaan material bertingkat, manajemen akan dapat memendekkan
siklus bulanan ini menjadi siklus mingguan, harian, bahkan siklus perjam.
3. Sistem Kerja Bottleneck
Sistem kerja pada bottleneck adalah batasan yang membatasi output produksi dan
memiliki kapasitas yang lebih sedikit dibandingkan pusat kerja sebelumnya ataupun
berikutnya dikarenakan bottleneck menghambat laju volume dalam produksi dan pada
konsekuensinya system ini terdapat dalam proses. Sebagai contoh, terdapat pada rumah
sakit, rumah makan, hingga ke dalam sebuah pabrik. Berikut ini merupakan beberapa teknik
menghadapi system bottleneck, antara lain :
a. Memperhatikan SDM yang digunakan dan memusatkan kerja yang menyebabkan
terjadinya suatu batasan.
b. Membuat perputaran berulan, prosedur pemrosesan atau subkontraktor alternative yang
lebih baik.
c. Memindahkan pemeriksaan dan pengujian ketempat lain sebelum terjadi bottleneck,
guna mengurangi cacat potensial.
d. Meningkatkan kapasitas pada batasan.
e. Menjadwalkan throughtput untuk menyesuaikan kapasitas saat terjadinya bottleneck,
yakni mengurangi pemusatan kerja pada kegiatan yang beresiko terjadinya bottleneck.

4. Penjadwalan Kapasitas Terbatas ( Finite Capacity Scheduling )


Penjadwalan kapasitas terbatas (finite capacity scheduling) adalah penjadwalan jangka
pendek yang terkomputerisasi untuk mengatasi kelemahan system yang berdasarkan aturan
tertentu dengan menyajikan perhitungan interaktif secara grafis kepada pengguna data
(users). Selain pilihan aturan prioritas saat ini sejumlah system First Come Served (FCS)
juga mengkombinasikan “system pakar” atau teknik simulasi dan memungkinkan penjadwal
untuk membebankan biaya pada berbagai pilihan yang berbeda. Penjadwal memiliki
fleksibilitas untuk menangani situasi apapun termasuk perubahan pesanan, pekerja, ataupun
mesin. Data awal untuk system penjadwalan terbatas biasanya merupakan output dari system
MRP. System ini ini seketika memberikan informasi kepada perencana ketika material
dibutuhkan, mengabaikan masalah dalam hal kapasitas dan output dari MRP
dikombinasikan dengan perputaran arsip, batas waktu, kapasitas pusat kerja, peralatan dan
ketersediaan sumber daya lainnya untuk akhirnya menghasilkan data yang dibutuhkan oleh
First Come Served (FCS) secara efektif.

4.2 Metode Sekuens Operasi


Industry dapat dipandang sebagai kegiatan untuk mengolah suatu input melalui proses
produksi sehingga dihasilkan output yang memiliki nilai tambah. Kegiatan mengolah input
tersebut tentunya tidak lepas dari peran sumber daya manusia yang bertindak sebagai operator
dalam menjalankan dan mengendalikan proses produksi tersebut serta fasilitas-fasilitas produksi,
seperti mesin-mesin produksi. Dengan demikian, aktifitas penjadwalan produksi yaitu proses
pengalokasian beban kerja ke masing-masing bagian atau departemen dapat mempengaruhi
kinerja perusahaan secara keseluruhan, yang nantinya akan berpengaruh terhadap tingkat
kepuasan konsumen (consumer satisfaction).
Namun, kenyataan yang menunjukan banyak perusahaan yang kurang memperhatikan
pentingnya aktifitas penjadwalaan produksi. padahal, aktifitas penjadwalan produksi, dan
kelancaran proses produksi. Berikut ini merupakan metode yang digunakan dalam penjadwalan
produksi, antara lain:
1. Metode Penugasan
Metode penugasan (assigment method) mencakup proses pelimpahan tugas atau
pekerjaan pada sumber daya. Contohnya adalah penugasan pekerjaan pada mesin, kontrak
pada pembelian penawaran, karyawan pada proyek, dan karyawan pemasaran pada wilayah
tertentu. metode penugasan ini paling sering bertujuan meminimalkan biaya total atau waktu
yang diperlukan untuk melaksanakantugas yang ada. satu karakteristik permasalahan
penugasan yang penting adalah hanya ada satu pekerjaan yang ditugaskan untuk mesin

2. Diagram Gantt
Diagram Gantt (gantt chart) merupakan alat peraga visual yang bermanfaat dalam
pembebanan dan penjadwalan. Nama diagram tersebut berasal dari henry gantt, yang
ditemukan pada akhir tahun 1800-an. diagram gantt menunjukan penggunaan sumber daya,
seperti pusat kerja dan tenaga kerja. ketikan digunakan dalam pembebanan, diagram gantt
menunjukan pembebanan dan waktu luang pada beberapa departemen, mesin atau fasilitas.
diagram gantt menunjukan beban kerja dalam sistem sedemikian rupa sehingga manager
mengetahui penyesuaian yang tepat. Sebagai contoh, ketika sebuah pusat kerja dibebani
secara berlebihan maka karyawan dari pusat kerja yang memiliki beban rendah dapat
dipindahkan sementara agar dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja.

3. Pengurutan Pekerjaan (sekuens operasi)


Penjadwalan memberikan dasar untuk membebankan pekerjaan pada pusat kerja.
Pembebanan adalah sebuah teknik pengendalian kapasitas yang menyoroti masalah
pemberian beban yang terlalu berat dan ringan. Pengurutan atau sequencing disebut juga
dengan pembagian tugas atau dispatcing merupakan metode penjadwalan dengan
menentukan urutan pekerjaan yang harus dilakukan pada setiap pusat kerja. Dalam
pengurutan pekerjaan digunakan aturan prioritas untuk membagikan tugas. Aturan prioritas
(priority rule) dapat memberikan panduan untuk mengurutkan pekerjaan yang harus
dilakukan. Aturan ini terutama diterapkan untuk aturan fasilitas yang berfokus pada proses,
seperti klinik, percetakan, dan bengkel kerja. Aturan prioritas mencoba untuk meminimalkan
waktu penyelesaian, jumlah pekerjaan dalam sistem, dan keterlambatan pekerjaan seraya
memaksimalkan penggunaan fasilitas. Berikut ini merupakan aturan prioritas yang paling
populer dalam penjadwalan produksi dengan metode sekuens operasi, Yaitu:
a. LPT (longest processing time), yakni tugas-tugas yang mempunyai waktu pemrosesan
terpanjang dipilih terlebih dahulu. Dengan kata lain, pekerjaan yang memiliki waktu
pemrosesan lebih panjang dan lebih besar biasanya sangat penting dan diutamakan
terlebih dahulu.
b. EDD (Earlist Due Date), yakni tugas –tugas yang mempunyai batas waktu paling awal
dipilih pertama. Dengan kata lain, pekerjaan dengan batas waktu yang paling awal
dikerjakan terlebih dahulu.
c. SPT ( Shortest Processing Time), yakni pesanan-pesanan dengan jumlah setup and run
time yang dibutuhkan pada curret work center terecuali adalah yang diprioritaskan untu
dikerjakan terlebih dahulu. Dengan kata lain, pekerjaan yang memiliki waktu
pemprosesan terpendek ditangani dan diselesaikan terlebih daluhu. Aturan ini dapat
menunda pekerjaan-pekerjaan yang mempunya waktu proses panjang sehingga
direkomendasikan untk digunakan secara sementara saja, dan bukan merupakan aturan
yang tetap dalam penentuan prioritas.
d. FCFS (First Come, First Served), yakni pekerjaan pertama yang datang di sebuah pusat
kerja diproses terlebih dahulu. Metode ini sebaiknya digunakan apabila waktukerja yang
tersedia untuk competing order lelatif sama. FCFS akan cock untuk flow process karena
memiliki work remaining times yang serupa.
Adapun yang sering digunakan dalam metode sekuens operasi dalam penjadwalan
produksi, yaitu:

𝐒𝐮𝐦 𝐨𝐟 𝐓𝐡𝐞 𝐅𝐥𝐨𝐰 𝐓𝐢𝐦𝐞


Average Completion Time= Number of Jobs
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐉𝐨𝐛 𝐖𝐨𝐫𝐤 (𝐏𝐫𝐨𝐜𝐞𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠)Time
Utilization = 𝐒𝐮𝐧 𝐨𝐟 𝐓𝐡𝐞 𝐅𝐥𝐨𝐰 𝐓𝐢𝐦𝐞
𝐒𝐮𝐦 𝐨𝐟 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐅𝐥𝐨𝐰 𝐓𝐢𝐦𝐞
Average Number of Jobs in the System = 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐉𝐨𝐛 𝐖𝐨𝐫𝐝 (𝐏𝐫𝐨𝐜𝐞𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠 𝐓𝐢𝐦𝐞
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐋𝐚𝐭𝐞 𝐃𝐚𝐲𝐬
Average Job Lateness = 𝐍𝐮𝐦𝐛𝐞𝐫 𝐨𝐟 𝐉𝐨𝐛𝐬

Tidak ada satu pun aturan pengurutan yang unggul dalam semua kriteria. Kenyataan
dalam metode sekuen operasi menunjukan hal-hal berikut, antara lain:
a. EDD meminimalkan keterlambatan maksimal yang mungkin perlu untuk pekerjaan
yang memiliki pinalti setelh tanggal tertentu. Secara umum, EDD bekerja baik ketika
keterlambatan manjadi sebuah isu.
b. FCFS tidak menghasilkan kinerja yang baik pada hampir semua kinerja (tetapi juga
tidak begitu buruk). Bagaimanapun, FCFS memiliki kelebihan karena terlihat adil oleh
pelanggan; suatu hal yang sangat penting dalam sistem jasa.
c. SPT biasanya merupakan teknik terbaik untuk meminimalkan aliran pekerja dan
meminimalkan jumlah pekerja rata-rata dalam sistem. Kelemahan utamnya adalah
pekerja yang memiliki wakyu pemprosesan panjang dapat tidak dikerjakan secara terus
menerus, karena pekerja yang meiliki waktu pemprosesan pendek selalu didahulukan.
Pelanggan dapat melihat hal ini secara samar, dan penyesuaian berkala untuk pekerjaan
yang panjang harus dilakuakan.

4. Critical Ration (CR)


Jenis aturan pengurutan yang lain adalah rasio kritis. Rasio Kritis (criticsl rstion atau
CR) merupakan sebuah angka indek yang dihitung dengan membagi waktu yang tersisa
hingga batas waktu pekerjaan dengan waktu pekerjaan yang tersisa. Berlawanan dengan
aturan prioritas, rasio kritis sangat dinamis dan mudah diperbarui. CR cenderung mimiliki
kinerja yang lebih baik dari pada FCFS,SPT, EDD atau LPT pada kriteria keterlambatan
pekerjaan rata-rata. Rasio kritis memberikan prioritas pada pekerjaan yang harus dilakukan
agar tetap menepati jadwal. Sebuah pekerjaan dengan rasio kritis yang rendah (kurang dari
1,0)berarti terlambat dari jadwal.
Jika CR tepat 1,0 berarti pekerjaan sesuai dengan jadwal. CR yang lebih besar dari 1,0
berarti pekerjaanya mendahului jadwal dan punya waktu luang. CR dihitung melalui
pembagian waktu yang tersisa (banyaknya jam atau hari kerja diantara sekarang dan due
date) dengan kerja (manufacturing time) yang tersisa (total setup, run, wait, move, and
queue times). Adapun rumus rasio kritis adalah sebagai berikut ini, yaitu:
𝐓𝐢𝐦𝐞 𝐑𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐢𝐧𝐠 (𝐓𝐑) 𝐃𝐮𝐞 𝐃𝐚𝐭𝐞 − 𝐓𝐨𝐝𝐚𝐲′𝐬𝐃𝐚𝐭𝐞
𝐂𝐑 = =
𝐖𝐨𝐫𝐤 𝐃𝐚𝐲𝐬 𝐑𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐢𝐧𝐠 (𝐖𝐑 𝐖𝐨𝐫𝐤 (𝐥𝐞𝐚𝐝)𝐓𝐢𝐦𝐞 𝐑𝐞𝐦𝐚𝐢𝐧𝐢𝐧𝐠
Pada kebanyakan sistem penjadwalan produksi, aturan CR membantu melaksanakan
hal-hal berikut, antara lain:
a. Menentukan status pekerjaan tertentu.
b. Menerapkan prioritas relative di antara pekerjaan dengan dasar kesamaan.
c. Menghubungkan persediaan dan pekerjaan berdasarkan pesanan dengan dasar
kesamaan.
d. Menyesuaikan prioritas (dan memperbaiki jadwal) secara otomatis terhadap adanya
perubahan baik dalam hal permintaan maupun status kemajuan pekerjaan.
e. Menelusuri kemajuan pekerjaan secara dinamis.

5. Aturan Johnson
Aturan Johnson bisa digunakan untuk meminimalkan waktu pemrosesan untuk
mengurutkan suatu kelompok pekerjaan melalui dua fasilitas. Berikut ini merupakan
tahapan Aturan Johnson, yakni:
a. Semua pekerjaan harus dicantumkan dan masing-masing waktu yang dibutuhkan oleh
sebuah mesin harus ditunjukkan.
b. Pilih pekerjaan dengan waktu aktifitas yang paling pendek.
c. Sekali suatu pekerjaan telah dijadwalkan, sisihkanlah pekerjaan itu.
d. Terapkan tahap 2 dan tahap 3 ke perkerjaan yang tersisa, berkerja kearah pusat urutan
itu

Adapun keterbatasan aturan yang berbasis sistem yang terdiri atas hal-hal berikut ini,
antara lain:
a. Penjadwalan adalah dinamis dengan demikian aturan perlu untuk direvisi menyesuaikan
perubahan dalam proses, peralatan , bauran produk dan sebagainya.
b. Aturan tidak melihat ke hulu atau ke hilir, sumber daya yang menganggur dan
kemampatan sumber daya di departemen yang lain mungkin saja tidak diakui.
c. Aturan tidak melihat lewatnya dari tanggal jatuh tempo.

ALAT DAN BAHAN


Dalam melakukan praktikum tentang penjadwalan produksi, digunakan alat dan bahan
sebagai berikut ini, yaitu:
1. Komputer, Laptop, atau sejenisnya dengan pemakaian OS minimal Windows 7.
2. Software POM For Windows 3
3. Lembar Data.
4. Lembar Kerja.
UJI PEMAHAMAN MATERI
MODUL 4 PENJADWALAN PRODUKSI
Mata Kuliah Praktikum Perencanaan Dan Pengendalian Produksi
Tim Laboratorium Teknik Industri

1. PT Coolan Dry adalah perusahaan yang memproduksi minuman. Terdapat lima produk
minuman yang ingin diproduksi oleh perusahaan dengan hari awal diasumsikan 20 dalam
satuan minggu yang susunannya adalah sebagai berikut ini daam satuan waktu minggu yaitu:
Produk Waktu Terima Waktu Produksi Operasi Due Date
The 98 25 10 104
Kopi 87 45 30 113
Soda 93 85 50 110
Susu 95 65 70 107
Jus 82 45 90 115
Berdasarkan data penjadwalan tersebut, maka tentukanlah:
a. Nilai utilisasi dan waktu kerja proses dengan menggunakan metode First Come First
Served (FCFS) dan Earliest Due Date (EDD) dalam satuan waktu hari?
b. Urutan prioritas produk dari PT Coolan Dry?
c. Buat gambar diagram Gantt dari PT Coolan Dry?

2. La Phar Cafe menjual berbagai macam jenis makanan. Adapun makanan yang dijual oleh
cafe tersebut yang ditunjukan dalam table sebagai berikut ini data waktu dalam satuan bulan
(1 bulan = 4 minggu), yaitu:
Produk Waktu Terima Waktu Produksi Operasi Due Date
Ayam 80 25 20 104
Telur 75 45 40 113
Daging 85 85 60 110
Kentang 90 65 80 107
Sosis 65 45 1000 115

Diketahuai dari awal adalah 25 dalam satuan bulan. Berdasarkan data penjadwalan tersebut,
maka tentukanlah:
a. Nilai utilisasi dan waktu kerja proses dengan menggunakan metode First Come First
Served (FCFS) dan Earliest Due Date (EDD) dalam satuan minggu?
b. Urutan prioritas produk dari La Phar Cafe?
c. Buat gambar diagram gantt dari La Phar Cafe?

Anda mungkin juga menyukai