Anda di halaman 1dari 7

II-1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Line Balancing


Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari
suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station dan
meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu, yang
dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu atau unit produk yang dispesifikasikan
untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Dapat pula dikatakan
bahwa line balancing sebagai suatu teknik untuk menentukan product mix yang dapat
dijalankan oleh suatu assembly line untuk memberikan fairly consistent flow
of work melalui assembly line itu pada tingkat yang direncanakan (Gaspersz, 1998)
Lintasan produksi merupakan suatu urutan proses pengerjaan yang diperlukan untuk
memproduksi suatu barang atau jasa. Suatu lintasan produksi, jumlah total kerja yang
dilakukan pada lintasan harus dipecahkan ke dalam elemen-elemen kerja yang ditetapkan
pada stasiun kerja sehingga kerja dapat dilakukan pada sebuah rangkaian fleksibel atau dapat
dilakukan dengan mudah (Bed Warth,1982).
Assembly line merupakan bagian dari lini produksi yang berupa perakitan material
dimana materialnya beragerak kontinyu dengan rata-rata laju kedatangan material
berdistribusi seragam melewati stasiun kerja dan bertujuan merakit material menjadi
sub assembly untuk kemudian menjadi sebuah produk jadi atau dengan pengertian yang lain
adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit
suatu produk. Dalam lini perakitan terdapat dua masalah pokok yaitu penyeimbangan stasiun
kerja dan penyeimbangan lini perakitan agar dapat beroperasi secara kontinyu.
Pemecahkan masalah diatas digunakanlah metode line balancing untuk memperoleh
suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilitas yang tinggi atas fasilitas,
tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana
setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam
beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja
yang baik dan mengurangi idlle time. Idle time  itu sendiri adalah waktu dimana operator atau
sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena setup, perawatan
(maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak dijadwalkan.
II-2

Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam
rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui
penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu
kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah
ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan munculnya
persoalan line balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa
adanya work in process pada beberapa workstation (Purnomo, 2004).
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi
adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan pula
keseimbangan waktu senggang (balance delay) (Gaspersz, 1998).
Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut (Gaspersz,
1998) :
1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap workstation sehingga
setiap workstation selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya bottle
neck. (bottle neck adalah suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi produksi.)
2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar dan berlangsung terus menerus.
3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
Masalah yang sering dihadapi dalam lintasan produksi berikut ini adalah masalah-
masalah utama yang sering kali dihadapi yang dikemukakan oleh Biegel (1952):
1. Kendala sistem, hal ini berkaitan erat dengan perawatan atau maintenance.
2. Menyeimbangkan beban kerja pada beberapa stasiun kerja yang bertujuan untuk
mencapai suatu efisien yang tinggi dan memenuhi rencana produksi yang telah dibuat.
Untuk dapat menyelesaikan masalah line balancing, manajemen industri harus
mengetahui tentang metoda kerja, peralatan-peralatan, mesin-mesin, dan personil yang
digunakan dalam proses kerja, yang diperlukan adalah informasi tentang waktu yang
dibutuhkan untuk setiap assembly line dan precedence relationship. Diantara aktivitas-
aktivitas yang merupakan susunan dan urutan dari berbagai tugas yang perlu dilakukan,
Manajemen industri perlu menetapkan tingkat produksi per hari yang disesuaikan dengan
tingkat permintaan total, kemudian membaginya kedalam waktu produktif yang tersedia
perhari. Hasil ini adalah cycle time, yang merupakan waktu dari produk yang tersedia pada
setiap stasiun kerja (work station). Adapun tanda-tanda ketidak seimbangan pada suatu
lintasan produksi adalah sebagai berikut:
1. Stasiun kerja yang sibuk dan waktu menganggur yang mencolok.
2. Adanya produk setengah jadi pada beberapa stasiun kerja.
II-3

Buffa (1987) mengemukakan bahwa untuk mencapai keseimbangan lini dapat dilakukan
dengan cara, yang pertama adalah:
1. Penumpukkan material
2. Penggerakkan operator
3. Pemecahan elemen kerja
4. Perbaikan operasi
5. Perbaikan performasi operator

2.2 Prosedur Line Balancing


Prosedur line balancing bertujuan untuk meminimalkan harga balance delay dari lintasan
untuk nilai waktu siklus yang ditetapkan. Jumlah ini diharapkan akan bisa pula meminimalkan
jumlah stasiun kerja. Prosedur dasar yang dilaksanakan adalah dengan menambahkan elemen-
elemen aktivitas dengan setiap stasiun kerja sampai jumlahnya mendekati sama, tetapi tidak
melebihi harga waktu siklus. Biasanya akan dijumpai hambatan-hambatan dari elemen-
elemen aktivitas yang ditempatkan dalam suatu stasiun kerja. Untuk itu yang terpenting ialah
tetap memperhatikan “the precedence constsraint”. Precedence constraint (atau bisa
diistilahkan dengan ketentuan hubungan suatu aktivitas untuk mendahului aktivitas lain) bisa
digambarkan dalam bentuk ”precedence diagram”, dimana secara sederhana diagram ini akan
bisa dimanfaatkan sebagai prosedur dasar untuk mengalokasikan elemen-elemen aktivitas
(Sritomo, 2006).
Prosedur-prosudur  dalam menganalisa suatu lintas produksi adalah sebagai berikut
(Suryadi, 1996).
1.   Penentuan jumlah stasiun kerja dan waktu pada stasiun-stasiun kerja tersebut.
2.   Pengelompokkan operasi-operasi ke dalam stasiun kerja.
3.   Evaluasi terhadap efisiensi lintasan setelah pengelompokkan.
Apabila waktu tersedia pada sebuah stasiun kerja melebihi kapasitas satu pekerja, maka
ditambahkan operator atau robot pada stasiun kerja tersebut. Kunci bagi lintasan produksi
yang efisien dan seimbang adalah pengelompokkan operasi sedemikian rupa sehingga waktu
baku pada sebuah stasiun kerja sama atau sedikit di bawah waktu siklus (atau beberapa kali
waktu siklus jika lebih dari satu pekerja dibituhkan pada satu stasiun kerja). Lintasan yang
efisien berarti minimalnya waktu menganggur.
II-4

2.3 Metode Penyeimbangan Line Balancing


      Penyeimbangan lini perakitan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, antara
lain: (Purnomo, 2004),
1. Metode kilbridge-wester heuristic.
2. Metode moodie young.
3. Metode helgeson-birnie.
4. Metode immediate updater First-Fit Heuristic.
5. Metode rank and assign heuristic.
Dari kelima metode tersebut yang paling sering digunakan adalah metode kilbridge-
Wester Heuristic, Moodie-Young, dan Helgenson-Birnie.

2.3.1 Metode Kilbridge-Wester Heuristic


Sesuai dengan namanya metode ini dikembangkan oleh Kilbridge dan Wester. Langkah-
langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004):
1. Membuat precedence diagram dari precedence data yang ada dan membuat tanda daerah-
daerah yang memuat elemen-elemen kerja yang tidak saling bergantung.
2. Menentukan waktu siklus dengan cara mencoba-coba (trial) faktor dari total elemen kerja
yang ada.
3. Mendistribusikan elemen kerja pada setiap stasiun kerja dengan aturan bahwa total waktu
elemen kerja yang terdistribusi pada stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus yang
ditetapkan.
4. Mengeluarkan elemen kerja yang telah didistribusikan pada stasiun kerja, dan mengulangi
langkah 3 sampai semua elemen kerja yang ada teristribusi ke stasiun kerja.

2.3.2 Metode Moodie-Young
Metode Moodie-Young terdiri dari dua fase. Fase pertama adalah membuat
pengelompokan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja dengan aturan bila
terdapat dua elemen kerja yang bias dipilih maka elemen kerja yang mempunyai waktu lebih
besar ditempatkan yang pertama. Pada fase ini pula, precedence diagram dibuat matriks P dan
F, yang menggambarkan elemen darj pendahulu (P) dan elemen kerja yang mengikuti (F)
untuk semua elemen kerja yang ada (Purnomo, 2004).
Pada fase kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase
satu. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada fase dua ini adalah sebagai berikut
(Purnomo, 2004) :
II-5

1. Mengidentifikasikan waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil.
2. Menentukan GOAL dengan rumus:

GOAL = waktu stasiun kerja max – waktu stasiun kerja min


2
3. Mengidentifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu
yang paling maksimum, yang mempunyai waktu lebih kecil dari GOAL, yang elemen
kerja tersebut apabila dipindah ke stasiun kerja dengan waktu yang paling minimum tidak
melanggar precedence diagram.
4. Memindahkan elemen kerja tersebut.
5.  Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah.

2.3.3 Metode Helgesson-Birnie


Ranked Positional Weight adalah metode yang diusulkan oleh Helgeson dan Birnie
sebagai pendekatan untuk memecahkan permasalahan pada keseimbangan lini dan
menemukan solusi dengan cepat. Konsep dari metode ini adalah menentukan jumlah stasiun
kerja minimal dan melakukan pembagian task ke dalam stasiun kerja dengan cara
memberikan bobot posisi kepada setiap task sehingga semua task telah ditempatkan kepada
sebuah stasiun kerja. Bobot setiap task, misal task ke-i dihitung sebagai waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan task ke-i ditambah dengan waktu untuk mengeksekusi
semua task yang akan dijalankan setelah task ke-i tersebut. Urutan langkah-langkah pada
metode Ranked Positional Weight adalah sebagai berikut (Saptanti, Dyah) :
1. Lakukan penghitungan bobot posisi untuk setiap task. Bobot posisi setiap task dihitung
dari bobot suatu task ditambah dengan bobot task-task setelahnya.
2. Lakukan pengurutan task-task berdasarkan bobot posisi, yaitu dari bobot posisi besar ke
bobot posisi kecil.
3. Tempatkan task dengan bobot terbesar ke sebuah stasiun kerja sepanjang tidak melanggar
precedence constraint dan waktu stasiun kerja tidak melebihi waktu siklus.
4. Lakukan langkah 3 hingga semua task telah ditempatkan kepada suatu stasiun kerja.   

2.4 Utilisasi
Mengukur hasil suatu lini perakitan, digunakan pengukuran utilisasi. Pengukuran utilisasi
dilakukan dengan cara melakukan pengukuran Efisiensi Lini dan Balance Delay,
II-6

dan Smoothness Index (Saptanti, Dyah). Berikut ini penjelasa dari masing-masing pengukuran


indikator tersebut :
1. Efisiensi Lini
Yaitu tingkat efisiensi stasiun kerja rata-rata pada suatu lini perakitan. Semakin
mendekati waktu siklus, efisiensi suatu lini semakin bagus. Efisiensi Lini dihitung dari
prosentase total waktu proses setiap task dibandingkan dengan total waktu siklus di semua
stasiun kerja. Efisiensi Lini dinotasikan dengan:

Keterangan :
M = jumlah stasiun                                                  
C = waktu siklus
ti = waktu proses task ke-I
N = jumlah task
i = 1, 2, 3, ..., N
EL = Efisiensi Lini

2. Balance Delay (BD)
Pembagian kerja antarstasiun yang tidak merata. Penghitungan Balance Delay dilakukan
dengan menggunakan persamaan seperti berikut ini:

Keterangan :
C = waktu siklus
S = waktu stasiun rata-rata
Untuk stasiun kerja sejumlah M, persamaan BD dapat juga dituliskan seperti berikut ini :

Atau dengan selisih total waktu siklus di semua stasiun dan total waktu stasiun pasti positif :
II-7

Keterangan :
M = jumlah stasiun
C = waktu siklus
S = waktu stasiun rata-rata
ti = waktu proses task ke-i
N = jumlah task
i = 1, 2, 3, ..., N

3. Smoothness Index
Yaitu cara untuk mengukur tingkat waktu tunggu relatif dari suatu lini perakitan.
Semakin mendekati nol nilai Smoothness Index suatu lini, maka semakin seimbang suatu lini,
artinya pembagian task-task cukup merata. Lini dikatakan mempunyai keseimbangan
sempurna jika nilai Smoothness Index nol. Smoothness Index dinotasikan sebagai berikut:

Keterangan :
SI = Smoothness Index
M = jumlah stasiun
C = waktu siklus
Si = waktu stasiun kerja ke-i
i = 1, 2, 3, …, N

Anda mungkin juga menyukai