Anda di halaman 1dari 10

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1.

Definisi Line Balancing


Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas

dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work
station dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat
output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu atau unit
produk yang dispesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus
dipertimbangkan. Dapat pula dikatakan bahwa line balancing sebagai suatu teknik
untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan oleh suatu assembly line untuk
memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly line itu pada tingkat
yang direncanakan (Gaspersz, 1998)
Lintasan produksi merupakan suatu urutan proses pengerjaan yang diperlukan
untuk memproduksi suatu barang atau jasa. Suatu lintasan produksi, jumlah total
kerja yang dilakukan pada lintasan harus dipecahkan ke dalam elemen-elemen kerja
yang ditetapkan pada stasiun kerja sehingga kerja dapat dilakukan pada sebuah
rangkaian fleksibel atau dapat dilakukan dengan mudah (Bed Warth,1982).
Assembly line merupakan bagian dari lini produksi yang berupa perakitan
material dimana materialnya beragerak kontinyu dengan rata-rata laju kedatangan
material berdistribusi seragam melewati stasiun kerja dan bertujuan merakit material
menjadi sub assembly untuk kemudian menjadi sebuah produk jadi atau dengan
pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugastugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Dalam lini perakitan terdapat dua
masalah pokok yaitu penyeimbangan stasiun kerja dan penyeimbangan lini perakitan
agar dapat beroperasi secara kontinyu.
Pemecahkan masalah diatas digunakanlah metode line balancing untuk
memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilitas yang
tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja
antar work station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk
dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan
sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik dan mengurangi idlle time.
Idle time itu sendiri adalah waktu dimana operator atau sumber-sumber daya seperti

mesin, tidak menghasilkan produk karena setup, perawatan (maintenance),


kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak dijadwalkan.
Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang
lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan
peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap
elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam
beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu
kerja yang baik. Permulaan munculnya persoalan line balancing berasal dari ketidak
seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya work in process pada beberapa
workstation (Purnomo, 2004).
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan
produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan
meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay) (Gaspersz,
1998).
Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai
berikut (Gaspersz, 1998).
1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap
workstation sehingga setiap workstation selesai pada waktu yang
seimbang dan mencegah terjadinya bottle neck. (bottle neck adalah
suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi produksi.)
2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar dan berlangsung terus
menerus.
3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
1.2.

Prosedur Line Balancing


Prosedur line balancing bertujuan untuk meminimalkan harga balance delay

dari lintasan untuk nilai waktu siklus yang ditetapkan. Jumlah ini diharapkan akan
bisa pula meminimalkan jumlah stasiun kerja. Prosedur dasar yang dilaksanakan
adalah dengan menambahkan elemen-elemen aktivitas dengan setiap stasiun kerja
sampai jumlahnya mendekati sama, tetapi tidak melebihi harga waktu siklus.
Biasanya akan dijumpai hambatan-hambatan dari elemen-elemen aktivitas yang
ditempatkan dalam suatu stasiun kerja. Untuk itu yang terpenting ialah tetap
memperhatikan the precedence constsraint. Precedence constraint (atau bisa
diistilahkan dengan ketentuan hubungan suatu aktivitas untuk mendahului aktivitas

lain) bisa digambarkan dalam bentuk precedence diagram, dimana secara


sederhana diagram ini akan bisa dimanfaatkan sebagai prosedur dasar untuk
mengalokasikan elemen-elemen aktivitas (Sritomo, 2006).
Prosedur-prosudur dalam menganalisa suatu lintas produksi adalah sebagai berikut
(Suryadi, 1996).
1. Penentuan jumlah stasiun kerja dan waktu pada stasiun-stasiun kerja tersebut.
2. Pengelompokkan operasi-operasi ke dalam stasiun kerja.
3. Evaluasi terhadap efisiensi lintasan setelah pengelompokkan.
Apabila waktu tersedia pada sebuah stasiun kerja melebihi kapasitas satu pekerja,
maka ditambahkan operator atau robot pada stasiun kerja tersebut. Kunci bagi
lintasan produksi yang efisien dan seimbang adalah pengelompokkan operasi
sedemikian rupa sehingga waktu baku pada sebuah stasiun kerja sama atau sedikit di
bawah waktu siklus (atau beberapa kali waktu siklus jika lebih dari satu pekerja
dibituhkan pada satu stasiun kerja). [1]
1.3.

Masalah Yang Dihadapi Dalam Lintasan Kritis


Dalam suatu industri, perencanaan produksi sangat memegang peranan

penting dalam membuat penjadwalan produksi terutama dalam pengaturan operasi


atau penugasan kerja yang harus dilakukan. Jika pengaturan dan perencanaan yang
dilakukan kurang tepat maka akan dapat mengakibatkan stasiun kerja dalam lintasan
produksi mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Hal ini mengakibatkan
lintasan produksi menjadi tidak efisien karena terjadi penumpukan material di antara
stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya.
Permasalahan keseimbangan lintasan produksi paling banyak terjadi pada
proses perakitan dibandingkan pada proses pabrikasi. Pergerakan yang terus menerus
kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operaasi perakitan yang dibentuk secara
manual katika beberapa operasi dapat dibagi dengan durasi waktu yang pendek.
Semakin besar fleksibilitas dalam dalam mengkombinasikan beberapa tugas, maka
semakin tinggi pula tingkat keseimbangan tingkat keseimbangan yang dapat dicapai,
hal ini akan membuat aliran yang muls dengan membuat utilisasi tenaga kerja dan
perakitan yang tinggi (Nasution, 1999:137). Adanya kombinasi penugasan kerja
terhadap operator atau grup operator yang menempati stasiun kerja tertentu juga
merupakan awal masalah keseimbangan lintasan produksi, sebab penugasan elemen
kerja yang berbeda akan menimbulkan perbedaan dalam jumlah waktu yang tidak

produktif dan variasi jumlah pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan


keluaran produksi tertentu dalam lintasan tersebut. Masalah-masalah yang terjadi
pada keseimbangan lintasan dalam suatu lintasan produksi biasanya tampak adanya
penumpukan material, waktu tunggu yang tinggi dan operator yang menganggur
karena beban kerja yang tidak teratur. Untuk memperbaiki kondisi tersebuut dengan
kseimbangan lintasan yaitu dengan menyeimbangkan stasiun kerja sesuai dengan
kecepatan produksi yang diinginkan.
Keseimbangan yang sempurna tercapai apabila ada persamaan keluaran
(output) dari setiap operasi dalam suatu runtutan lini. Bila keluaran yang dihasilkan
tidak sama, maka keluaran maksimum mungkin tercapai untuk lini operasi yang
paling lambat. Operasi yang paling lambat menyebabkan ketidakseimbangan dalam
lintasan produksi. Keseimbangan pada stasiun kerja berfungsi sebagai sistem
keluaran yang efisien. Hasil yang bisa diperoleh dari lintasan yang seimbang akan
membawa ke arah perhatian yang lebih serius terhdap metode dan proses kerja.
Keseimbangan lintasan juga memerlukan ketrampilan operator yang ditempatkan
secara layak pada stasiun-stasiun kerja yang ada. Keuntungan keseimbangan lintasan
adalah pembagian tugas secara merata sehingga kemacetan bisa dihindari. (Setiawan,
2000). [2]
1. Kendala sistem, hal ini berkaitan erat dengan perawatan atau maintenance.
2. Menyeimbangkan beban kerja pada beberapa stasiun kerja yang bertujuan untuk
mencapai suatu efisien yang tinggi dan memenuhi rencana produksi yang telah
dibuat.
Untuk dapat menyelesaikan masalah line balancing, manajemen industri
harus mengetahui tentang metoda kerja, peralatan-peralatan, mesin-mesin, dan
personil yang digunakan dalam proses kerja. Yang diperlukan adalah informasi
tentang waktu yang dibutuhkan untuk setiap assembly line dan precedence
relationship. Diantara aktivitas-aktivitas yang merupakan susunan dan urutan dari
berbagai tugas yang perlu dilakukan, manajemen industri perlu menetapkan tingkat
produksi per hari yang disesuaikan dengan tingkat permintaan total, kemudian
membaginya kedalam waktu produktif yang tersedia perhari. Hasil ini adalah cycle
time, yang merupakan waktu dari produk yang tersedia pada setiap stasiun kerja
(work station). Adapun tanda-tanda ketidak seimbangan pada suatu lintasan produksi
adalah sebagai berikut: [3]

1. Stasiun kerja yang sibuk dan waktu menganggur yang mencolok.


2. Adanya produk setengah jadi pada beberapa stasiun kerja. Buffa (1987)
mengemukakan bahwa untuk mencapai keseimbangan lini dapat dilakukan dengan
cara, yang pertama adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Penumpukkan material
Penggerakkan operator
Pemecahan elemen kerja
Perbaikan operasi
Perbaikan performasi operator

Berikut ini merupakan langkah-langkah pemecahan masalah pada Line Balancing


yang dijelaskan secara berurutan:
1.
2.
3.

Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktifitas yang akan dilakukan.


Mengidentifikasi waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas.
Menetapkan precedence constraints, jika ada, yang berkaitan dengan setiap
tugas itu. Berikut ini adalah contoh gambar precedence diagram:

4.
5.
6.

Gambar 2.1 Contoh Precedence Diagram Pada Line Balancing


Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan.
Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output itu.
Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya, waktu di antara
penyelesaian produk yang dibutuhkan untuk menyelesaikan output yang

7.
8.

diinginkan dalam batas toleransi dari waktu (batas waktu yang diijinkan).
Memberikan tugas-tugas kepada pekerja dan mesin.
Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work station) yang

9.
10.

dibutuhkan untuk memproduksi output yang diinginkan.


Menilai efektifitas dan efisiensi dari solusi.
Mencari terobosan-terobosan untuk perbaikan proses terusmenerus
(continous process improvement).

1.4.

Precedence diagram

Precedence diagram digunakan sebelum melangkah pada penyelesaian menggunakan


metode keseimbangan lintasan. Precedence diagram sebenarnya merupakan
gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi
kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan

kegiatan yang terkait di dalamnya. (Baroto, 2002), Adapun tanda yang dipakai dalam
precedence diagram adalah: [1]
1. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah
identifikasi asli dari suatu proses operasi.
2. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalm
hal ini, operasi yang ada di pangkal panah berarti mendahului operasi kerja
yang ada pada ujung anak panah.
3. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap proses operasi. [2]
1.5.

Metode Penyeimbangan Line Balancing


Terdapat 4 metode dalam keseimbangan lini yang dapat digunakan dalam

memecahkan suatu masalah keseimbangan. Berikut ini adalah 4 metode yang


digunakan dalam keseimbangan lini (Subagyo, 1983):
1. Metode Kilbridge-Wester Heuristic
Sesuai dengan namanya metode ini dikembangkan oleh Kilbridge dan Wester.
Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004):
a. Membuat precedence diagram dari precedence data yang ada dan
membuat tanda daerah-daerah yang memuat elemen-elemen kerja
yang tidak saling bergantung.
b. Menentukan waktu siklus dengan cara mencoba-coba (trial) faktor
dari total elemen kerja yang ada.
c. Mendistribusikan elemen kerja pada setiap stasiun kerja dengan
aturan bahwa total waktu elemen kerja yang terdistribusi pada stasiun
kerja tidak boleh melebihi waktu siklus yang ditetapkan.
d. Mengeluarkan elemen kerja yang telah didistribusikan pada stasiun
kerja, dan mengulangi langkah 3 sampai semua elemen kerja yang ada
teristribusi ke stasiun kerja.
2. Metode Moodie-Young
Metode Moodie-Young terdiri dari dua fase. Fase pertama adalah membuat
pengelompokan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja
dengan aturan bila terdapat dua elemen kerja yang bias dipilih maka elemen kerja
yang mempunyai waktu lebih besar ditempatkan yang pertama. Pada fase ini
pula, precedence diagram dibuat matriks P dan F, yang menggambarkan elemen
darj pendahulu (P) dan elemen kerja yang mengikuti (F) untuk semua elemen
kerja yang ada (Purnomo, 2004).

Pada fase kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja
hasil dari fase satu. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada fase dua ini
adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004) :
a. Mengidentifikasikan waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun
kerja terkecil.
b. Menentukan GOAL dengan rumus
wa ktu stasiun kerja max waktu stasiun kerja min
GOAL=
2
c. Mengidentifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun
kerja dengan waktu yang paling maksimum, yang mempunyai waktu
lebih kecil dari GOAL, yang elemen kerja tersebut apabila dipindah
ke stasiun kerja dengan waktu yang paling minimum tidak melanggar
precedence diagram.
d. Memindahkan elemen kerja tersebut.
e. Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat
dipindah.
3. Metode Helgesson-Birnie
Ranked Positional Weight adalah metode yang diusulkan oleh Helgeson dan
Birnie sebagai pendekatan untuk memecahkan permasalahan pada keseimbangan
lini dan menemukan solusi dengan cepat. Konsep dari metode ini adalah
menentukan jumlah stasiun kerja minimal dan melakukan pembagian task ke
dalam stasiun kerja dengan cara memberikan bobot posisi kepada setiap task
sehingga semua task telah ditempatkan kepada sebuah stasiun kerja. Bobot setiap
task, misal task ke-i dihitung sebagai waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
task ke-i ditambah dengan waktu untuk mengeksekusi semua task yang akan
dijalankan setelah task ke-i tersebut. Urutan langkah-langkah pada metode
Ranked Positional Weight adalah sebagai berikut (Saptanti, Dyah) :
a. Lakukan penghitungan bobot posisi untuk setiap task. Bobot posisi
setiap task dihitung dari bobot suatu task ditambah dengan bobot tasktask setelahnya.
b. Lakukan pengurutan task-task berdasarkan bobot posisi, yaitu dari
bobot posisi besar ke bobot posisi kecil.
c. Tempatkan task dengan bobot terbesar ke sebuah stasiun kerja
sepanjang tidak melanggar precedence constraint dan waktu stasiun
kerja tidak melebihi waktu siklus.

d. Lakukan langkah 3 hingga semua task telah ditempatkan kepada suatu


stasiun kerja.
4. Metode simulasi
Metode simulasi berdasarkan pengalaman (kualitatif). Simulasi itu sendiri adalah
duplikasi dari persoalan dalam kehidupan nyata kedalam suatu model-model
matematika yang biasanya dilakukan dengan memakai komputer. Adapun yang
termasuk kedalam metode simulasi adalah (Subagyo, 1983):
a. COMSOAL (Computer Method Squercing Operation of Assembly Line)
b. CACB (Computer Assembly line or Aided Line balancing)
c. ALBACA (Assembly Line balancing An Control Activity)
1.6.

Istilah-istilah pada Line balancing


Keseimbangan lini terdapat beberapa istilah yang sering digunakan. Istilah-

istilah tersebut diantaranya adalah precedence diagram. Precedence diagram


merupakan gambaran secara grafis dari ututan operasi kerja, serta ketegantungan
pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan
perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Assemble product adalah produk
yang melewati urutan stasiun kerja dimana tiap stasiun kerja memberikan proses
tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada perakitan akhir. Elemen kerja
adalah bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan. Waktu operasi adalah
waktu standar yang dibutuhkan untuk menyelesaian sebuah operasi. Stasiun kerja
adalah tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan dilakukan.
Waktu siklus (cycle time) merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu
unit produk per satu stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah
ditentukan, maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan
target produksi. Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah
produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi
terbesar yang merupakan penyebab terjadinya kemacetan dan waktu siklus juga
harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah produksi
perhari.
Waktu stasiun kerja (ST), waktu stasiun kerja adalah jumlah waktu dari elemen kerja
yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama. Idle time merupakan selisih
(perbedaan) antara waktu siklus (CT) dan waktu stasiun kerja (ST). Balance delay
atau sering disebut sebagai balancing loss, adalah ukuran ketidakefisienan lintasan
yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena

pengalokasian kurang sempurna diantara stasiun kerja. Efisiensi lintasan adalah rasio
dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan dengan jumlah
stasiun kerja. Indeks penghalusan (SI) adalah suatu indeks yang menunjukan
kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. [1]
1. Waktu Menganggur (Idle Time)
Idle time adalah selisih atau perbedaan antara Cycle Time (CT) dan Stasiun
Time (ST), atau CT dikurangi ST. (Baroto, 2002).
n

Idle time=n . Ws Wi
i=1

Keterangan:
n

= Jumlah stasiun kerja

Ws

= Waktu stasiun kerja terbesar

Wi

=Waktu sebenarnya pada stasiun kerja

= 1,2,3,,n

2. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay)


Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang
dihasilkan

dari

waktu

mengganggur

sebenarnya

yang

disebabkan

karena

pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Balance Delay


dapat dirumuskan sebagai berikut (Baroto, 2002):
D=

n . C ti
x 100
(nti)

Keterangan:
D = Balance Delay (%)
n = Jumlah stasiun kerja
C = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
ti = Jumlah semua waktu operasi
ti = Waktu operasi
3. Efisiensi Stasiun Kerja
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun kerja
(Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun kerja dapat
dirumuskan sebagai berikut (Nasution, 1999):
Efisiensi stasiun kerja=

Wi
x 100
Ws

4. Efisiensi Lintasan Produksi (Line Efficiency)

Line Efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan
siklus dikalikan jumlah stasiun kerja (Baroto, 2002) atau jumlah efisiensi stasiun
kerja dibagi jumlah stasiun kerja (Nasution, 1999). Line Efficiency dapat dirumuskan
sebagai berikut:
n

STi
Lineefisiensi=

i=1

(K)(CT )

x 100

Keterangan:
STi = Waktu stasiun kerja dari ke-i
K = Jumlah stasiun kerja
CT = Waktu siklus
5. Smoothest Indeks
Smoothet Indeks merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari
penyeimbangan lini perakitan tertentu.
Si=

(STmaxSTi)
i=1

Keterangan:
ST max = Maksimum waktu di stasiun
STi = Waktu stasiun di stasiun kerja i
6. Work Station
Work Station merupakan tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan
dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja
yang efisien dapat ditetapkan dengan rumus (Baroto, 2002):
k

ti

Kmin= i=1
C
Keterangan:

ti =Waktu operasi (elemen)


C = Waktu siklus stasiun kerja
Kmin = Jumlah stasiun kerja minimal.

Anda mungkin juga menyukai