Anda di halaman 1dari 15

MODUL 2

ASSEMBLY LINE BALANCING

1.1. Latar Belakang Masalah

Persaingan pasar yang ketat mengharuskan suatu perusahaan manufaktur untuk terus
melakukan perubahan dan perbaikan dalam sistem produksinya untuk menjaga
eksistensi produknya agar selalu diminati oleh konsumen. Perkembangan suatu
perusahaan manufaktur dapat diketahui dengan melihat peningkatan kinerja dan
produksi dari waktu ke waktu. Hal tersebut dapat dicapai apabila perusahaan
melakukan perbaikan sistem produksi secara berkesinambungan dan terus menerus
sehingga dapat memperkecil pemborosan waktu dan bahan baku. Perbaikan sistem
produksi yang berkesinambungan diperlukan untuk menciptakan nilai lebih bagi
konsumen dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit.

Keterbatasan sumber daya merupakan salah satu kendala yang pasti dihadapi oleh
perusahaan manufaktur dalam setiap elemen produksi. Hal tersebut merupakan
pendorong agar suatu perusahaan manufaktur terus melakukan perbaikan sistem
produksi secara berkesinambungan supaya dapat selalu memproduksi produk yang
unggul baik dari segi harga, kualitas, fleksibilitas, dan waktu sehingga dapat bersaing
dengan produk dari perusahaan lainnya.

Efektifitas dari lini perakitan sangat dibutuhkan untuk mewujudkan hal tersebut.
Metode kerja bukanlah satu - satunya aspek yang dilihat untuk mengetahui efektifitas
dari suatu lini perakitan tetapi juga melihat keseimbangan lini perakitannya.
Kelancaran dalam proses produksi merupakan keinginan dari semua perusahaan
manufaktur, untuk mewujudkan hal tersebut beberapa perusahaan melakukan
berbagai cara untuk menyeimbangkan lini perakitannya.

Lini perakitan merupakan hal yang tidak asing di dalam industri manufaktur seperti
elektronik, tekstil, atau furnitur. Namun, bottleneck sering terjadi karena lini
perakitan sulit mendapatkan keseimbangan sehingga dapat menyebabkan banyak
pemborosan seperti waktu tunggu, work in process (WIP), dan kelebihan produksi
(overproduction). Penyeimbangan lini perakitan dapat membantukan mengalirkan
penumpukan material atau Work In Process yang menghambat di dalam lini

15
perakitan dengan meminimalkan (atau meniadakan) buffers antara elemen – elemen
kerja pada proses produksi (Canh et al., 2013).

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, lini perakitan perusahaan masih
mengalami ketidakseimbangan antara satu stasiun kerja dengan stasiun kerja lainnya
sehingga terjadi penumpukan material di tengah lini perakitannya. Hal itu dapat
dilihat dari jumlah produksi yang membuktikan bahwa terdapat perbedaan jumlah
produksi harian yang cukup besar terjadi setiap harinya. Salah satu penyebab hal
tersebut karena terjadi penumpukan beberapa part assembly di stasiun kerja welding
yang belum selesai dikerjakan sehingga proses perakitan di stasiun kerja assembly
terhambat. Target produksi yang ingin dicapai oleh unit ini memiliki target yang
cukup tinggi.

Perusahaan belum mengetahui berapa kapasitas produksi maksimum yang dapat


dicapai dalam waktu kerja efektif, hal itu dikarena dokumentasi atau pencatatan
jumlah produksi yang dilakukan berdasarkan hari kerja bukan jam kerja efektif.
Untuk memenuhi jumlah order setiap minggunya perusahaan harus memberlakukan
kerja lembur atau overtime hampir setiap harinya. Jumlah waktu kerja lembur atau
overtime yang diperlukan untuk memenuhi jumlah order setiap minggunya sangatlah
besar. Bahkan diperlukan waktu kerja lembur pada hari sabtu dimana menyumbang
jumlah kerja lembur terbesar setiap minggunya karena waktu kerja lembur dihitung
dari mulai awal kerja (pagi hari) hingga selesai kerja (sore hari).

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
A. Berapa nilai efesiensi yang dihasilkan dari penyeimbangan lini perakitan?
B. Berapa nilai smoothing index yang dihasilkan dari penyeimbangan lini
perakitan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
A. Mengetahui berapa nilai efesiensi yang dihasilkan dari penyeimbangan lini
perakitan
B. Mengetahui berapa nilai smoothing index yang dihasilkan dari penyeimbangan
lini perakitan

16
1.4. Landasan Teori
Definisi penyeimbangan lini perakitan (assembly line balancing). Penyeimbangan
lini perakitan merupakan sebuah proses perancangan suatu lini perakitan yang
seimbang dengan cara mengelompokkan sejumlah pekerjaan atau mesin untuk
melakukan beberapa tugas (elemen kerja) yang sifatnya sekuensial dalam merakit
suatu produk seperti yang terlihat pada Gambar 1. Dengan demikian, arus produksi
pada lini perakitan terkait menjadi lancar dan memiliki utilitas fasilitas, tenaga kerja
dan peralatan yang tinggi.

Gambar 2.1 Tipe lini perakitan


Terdapat dua masalah pokok dalam lini produksi, yaitu penyeimbangan stasiun kerja
dan penyeimbangan lini perakitan agar dapat beroperasi secara kontinyu. Secara
teknis, usaha untuk memecahkan dua masalah pokok di atas adalah dengan
mendistribusikan elemen kerja ke setiap stasiun kerja dengan acuan waktu siklus /
Cycle Time (CT). Apabila hal ini tercapai secara sempurna, maka lini perakitan
akanmenjadi seimbang untuk setiap beban stasiun kerjanya (yaitu selama CT) dan
beroperasi secara kontinyu dengan laju sebesar CT.
Permasalahan penyeimbangan lini perakitan dapat diselesaikan dengan metode
heuristik. Metode ini menyelesaikan permasalahan berdasarkan pengalaman, intuisi
atau aturan-aturan empiris untuk memperoleh solusi yang lebih baik dari pada solusi
yang telah dicapai sebelumnya. Salah satu metode heuristik yang digunakan yaitu,
Kilbridge-Weston Heuristic. Penyeimbangan lini perakitan dapat dilakukan
denganbeberapa langkah sebagai berikut:
A. Mendefinisikan tujuan
Misalnya, perancangan lini perakitan produk X untuk periode Januari-
Desember 2016.
B. Mengumpulkan data

17
Mengumpulkan data yang terkait, seperti: jumlah produksi per hari, kapasitas
produksi per hari, data waktu operasi.
C. Mengidentifikasi elemen kerja
Elemen kerja merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang diperlukan
untuk membuat sebuah produk akhir.
D. Menentukan waktu operasi (Ti)
Menentukan waktu standar yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap elemen
kerja.
E. Menetapkan precedence constraints
Precedence constraints merupakan batasan urutan proses perakitan.
F. Membuat precedence diagram
Precedence diagram merupakan gambaran urutan elemen kerja dan
hubunganantar elemen kerja untuk memudahkan perencanaan dan pengendalian
kegiatan yang terkait di dalam sebuah lini perakitan seperti terlihat pada Gambar
2.

Gambar 2.2 Precedence Diagram Lini Perakitan

Diagram ini dibuat dengan menggunakan beberapa simbol, yaitu:

1) Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah


identifikasi dari suatu elemen kerja.
2) Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan elemen kerja. Dalam
hal ini, elemen kerja yang berada pada pangkal panah (predecessor) berarti
mendahului elemen kerja yang ada pada ujung anak panah (successor).

18
3) Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap operasi.
G. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output
H. Menghitung cycle time (waktu siklus)

Merupakan waktu kedatangan antara dua produk yang telah selesai dirakit.
Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus
dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam
mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produki tertentu,
waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang
merupakan penyebab terjadinya bottle neck (kemacetan) dan waktu siklus juga
harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah
produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut

Dimana:

Ti max : waktu elemen kerja terbesar pada lintasan

CT : waktu siklus

T : jam kerja efektif per hari

D: jumlah produksi per hari

I. Menentukan jumlah stasiun kerja (K)

Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stations) yang dibutuhkan


untuk memproduksi output yang direncanakan dengan menggunakan rumus
berikut:

Dimana:

19
K : jumlah stasiun kerja

Ti : waktu elemen kerja

CT : waktu siklus

J. Mengelompokkan elemen kerja

Menetapkan satu atau lebih elemen kerja pada sebuah stasiun kerja dengan total
waktu stasiun kerja (STi) yang mendekati atau sama dengan CT dan tidak
melebihi CT. Jika STi telah melebihi CT, maka elemen kerja terkait ditugaskan
ke stasiun berikutnya. Kemudian langkah ini diteruskan sampai semua elemen
kerja sudah ditempatkan pada suatu stasiun kerja.

K. Menilai performansi perakitan

Penilaian performansi lini perakitan dapat dilakukan dengan beberapa

indikator berikut:

1) Efisiensi Lintasan Perakitan

Yaitu rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia.
Keseimbangan lintasan yang baik adalah jika efisiensi setelah
diseimbangkan lebih besar dari efisiensi sebelum diseimbangkan.

Dimana:

Sti : waktu staisun kerja ke-1

K : jumlah stasiun kerja

CT : waktu siklus

2) Smoothness Index (SI)

SI digunakan untuk mengukur tingkat waktu tunggu relatif dari suatu lini
perakitan. Semakin mendekati nol nilai SI suatu lini perakitan, hal tersebut

20
mengindikasikan lini perakitan tersebut semakin seimbang, karena
pembagian beban kerja semakin merata.

Dimana:

Timax : waktu stasiun kerja maksimum

Ti : waktu stasiun kerja ke-i

K: jumlah total stasiun kerja

3) Balance Delay (BD)

BD merupakan rasio antar waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu
yang tersedia. Penurunan BD suatu lini perakitan mengindikasikan
bahwa lini perakitan yang terbentuk memiliki keseimbangan yang lebih
baik.

Dimana:

K : jumlah stasiun kerja

CT : waktu siklus

Ti : waktu elemen kerja

BD : balance delay (%)

IT adalah waktu menganggur yang terjadi dikarenakan pembagian beban


kerja yang tidak seimbang.

IT = (K × CT) - ∑Ti (1.6.)

21
Istilah dalam penyeimbangan lini perakitan

1) Produk Rakitan (Assembled Product): produk akhir pada stasiun kerja


yang terakhir setelah melewati beberapa urutan dalam stasiun kerja.

Elemen Kerja (Work Element): bagian dari seluruh kegiatan kerja dalam
suatu proses perakitan. n sebagai jumlah elemen kerja yang diinginkan
untuk melengkapi suatu perakitan, dan i adalah jumlah elemen kerja i
dalam suatu proses. Catatan bahwa 1 ≤ i ≤ n.

2) Stasiun Kerja (Workstation [WS]): tempat dalam suatu lini perakitan


dimana elemen-elemen kerja dikerjakan menjadi suatu produk.

3) Waktu Siklus (Cycle Time [CT]): waktu maksimum yang digunakan untuk
menyelesaikan semua pekerjaan pada masing-masing work station.

4) Station Time (ST): jumlah waktu performansi yang diperlukan oleh elemen
kerjapada stasiun kerja.

5) Delay time of a station: selisih yang menggambarkan urutan dan


keterkaitan antarelemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian
elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus
memperhatikan precedence diagram.

6) Predecessor: elemen kerja yang dilakukan sebelum mengerjakan elemen


kerjasetelahnya.

7) Successor : elemen kerja yang di lakukan setelah melakukan elemen kerja


sebelumnya.

1.5.Pembahasan
A. Precedence Diagram
Diketahui precedence diagram perakitan produk X seperti terlihat pada Gambar
3. Pada kasus ini, akan dilakukan penyeimbangan lini perakitannya.
Elemen kerja:
1) Pengukuran
2) Pemotongan besi
3) Pemotongan kayu

22
4) Pengelasan
5) Pembuatan lubang baut
6) Pengampelasan
7) Pendempulan
8) Pengecatan
9) Packing

Gambar 2.3 Precedence Diagram

1) Pengukuran
Yaitu untuk mengukur benda kerja besi dan kayu yang mana bahan ini akan
di buat untuk membuat produk meja lipat,
2) Pemotongan besi
Memotong besi pada produk kamu menggunakan mesin gerinda, dimana kita
supaya mendapat waktu yang efisien,
3) Pemotongan kayu
Memotong besi pada produk kamu menggunakan mesin gerinda, dimana kita
supaya mendapat waktu yang efisien,
4) Pengelasan
Pada bahan besi kita supaya las, supaya besi ini bentuk nya sesuai apa yang
di minta oleh konsumen,
5) Pembuatan lubang baut
Produk meja ini agar di buatkan lubang, supaya nanti konsumen membeli nya
tidak usah membuat lagi dan tinggal di pasang,

23
6) Pengampelasan
Pengempelasan ini berfungsi untuk supaya produk meja lipat halus dan tidak
ada yang kasar lagi permukaan nya,
7) Pendempulan
Pendempulan ini berfungsi untuk supaya produk meja lipat tetep awet jangka
panjang,
8) Pengecatan
Pengecatan ini berfungsi untuk supaya produk meja lipat kelihatan indah dan
bagus,
9) Packing
Packing ini berfungsi untuk supaya produk meja lipat tetap rapih saat di pack
an dan di simpan dalam gudang.

Dari precedence diagram diatas kita membuat tabel elemen kerja sebagai berikut:

Tabel 2.1 Elemen dan kolom precedence diagram

Elemen Kolom
Elemen 1 I
Elemen 2 dan 3 II
Elemen 4 III
Elemen 5 IV
Elemen 6 dan 7 V
Elemen 8 VI
Elemen 9 VII
B. Elemen Kerja dan waktu
Pada kasus ini jumlah waktu elemen kerja dihitung dengan menggunakan rumus:

Tabel 2.2 Elemen kerja

Elemen kerja (i) Ti (menit)


1 7 (Ti max)

24
Tabel 2.3 Elemen kerja (lanjutan)

Elemen kerja (i) Ti (menit)


2 2
3 3
4 4
5 2
7 4
8 6
9 4
𝑛

∑ Ti = 37
1−1

Pada kasus ini jam kerja efektif per hari adalah 8 jam (480 menit) dan terdapat 48
produk yang harus diproduksi per hari, dapat juga T max dari nilai waktu yang
paling tinggi yaitu 7. Sehingga pembatas untuk waktu siklus yaitu antara Ti max
≤ CT ≤ , yaitu 7 ≤ CT ≤ 10.

C. Jumlah predecessor pada tiap-tiap elemen


Selanjutnya pilih CT dalam range yang diijinkan. Dalam kasus ini dipilih CT =
10. Pada tabel 2 dihitung jumlah predecessor untuk tiap-tiap elemen kerja. Jumlah
stasiun kerja minimal adalah:

Tabel 2.4 Jumlah predecessor pada tiap elemen

Elemen kerja (i) Jumlah predecessor Ti (menit)


1 0 7
2 1 2
3 1 3
4 3 4
5 4 2
6 5 5
7 5 4
8 7 6
9 8 4

25
Dari tabel di atas
1) elemen 1 tidak ada jumlah predecessor (0) karena elemen 1 belum ada yang
mendahului stasiun kerja sebelumnya.
2) elemen 2 ada jumlah predecessor (1) karena elemen 2 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1.
3) elemen 3 ada jumlah predecessor (1) karena elemen 3 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1.
4) elemen 4 ada jumlah predecessor (3) karena elemen 4 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1 dan 2.
5) elemen 5 ada jumlah predecessor (4) karena elemen 5 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2 dan 3.
6) elemen 6 ada jumlah predecessor (5) karena elemen 6 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2, 3 dan 4.
7) elemen 7 ada jumlah predecessor (5) karena elemen 7 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2, 3 dan 4.
8) elemen 8 ada jumlah predecessor (7) karena elemen 8 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2, 3, 4 dan 5.
9) elemen 9 ada jumlah predecessor (8) karena elemen 9 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2, 3, 4, 5 dan 6.
D. Penugasan Elemen Kerja pada Stasiun Kerja
Langkah selanjutnya adalah mengurutkan elemen kerja berdasarkan precedence
diagram dengan hasil seperti terlihat pada

Tabel 2.5 Penugasan elemen kerja ke setiap stasiun

Kolom Elemen (i) Ti Kolom jumlah Hasil komulatif


I 1 7 7 7
II 2 2 5 12
3 3
III 4 4 4 16
IV 5 2 2 18
V 6 5 9 27
7 4

26
Tabel 2.6 Penugasan elemen kerja ke setiap stasiun (lanjutan)

Kolom Elemen (i) Ti Kolom jumlah Hasil komulatif


VI 8 6 6 33
VII 9 4 4 37

E. Penugasan Elemen Kerja pada Stasiun Kerja sesuai Target cycle time
Setelah mempelajari tabel 2.4 secara seksama langkah berikutnya adalah
memindahkan elemen-elemen antar stasiun kerja untuk mendapatkan
keseimbangan yang lebih baik pada stasiun-stasiun kerja. Kemungkinan
perpindahan terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.7 Penugasan elemen kerja ke stasiun kerja (CT=10)

Kolom Elemen (i) Ti ST CT - ST


I 1 7 9 1
2 2
II 3 3 9 1
4 4
5 2
III 6 5 9 1
7 4
IV 8 6 10 0
9 4
37
a. Efisiensi lini (LE) = x 100%
40
37
= x 100%
40
= 92,5 %
b. Smoothness index (SI) = √ 12 + 12 + 12 + 02
= √3
= 1,73

27
1.6. Kesimpulan
a. berapa nilai efesiensi yang dihasilkan dari penyeimbangan lini perakitan
37
Efisiensi lini (LE) = x 100%
40
37
= x 100%
40
= 92,5 %
b. nilai smoothing index yang dihasilkan dari penyeimbangan lini perakitan
Smoothness index (SI) = √ 12 + 12 + 12 + 02
= √3
= 1,73

28
LAMPIRAN-LAMPIRAN

29

Anda mungkin juga menyukai