Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN MK.

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI


MODUL III
ASSEMBLY LINE BALANCING

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK A
Repsy Maulana H1E016018
Ridhwan Fauzan H1E017003
Zahra Winiadesta H1E017017
Mohammad Dafa Fadhilah H1E017024
Milena Novita Piranti H1E017028
Sona Aulia FR H1E017036
Ian Derry H1E017039

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan dari pelaksanaan Modul III Assembly Line Balancing Mata
Kuliah Perancangan Teknik Industri ini adalah:
a. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep assembly line balancing dalam suatu lini
perakitan.
b. Mahasiswa dapat menjelaskan, menggunakan, dan menyusun sebuah
precedence diagram dari suatu lini perakitan.
c. Mahasiswa dapat menjelaskan kriteria-kriteria dalam assembly line balancing.
d. Mahasiswa dapat memberikan usulan alternatif perbaikan terhadap suatu lini
perakitan.
1.2 OBYEK PENGAMATAN DAN PROSEDUR PRAKTIKUM
Obyek pengamatan pada praktikum Modul III ini adalah proses perakitan produk
Mini 4WD “Tamiya” dengan metode usulan baru. Simulasi perakitan produk,
pengamatan, dan pengumpulan data telah dilaksanakan pada “Praktikum Ergonomi dan
Perancangan Sistem Kerja”. Metode/proses perakitan yang akan dievaluasi dengan
metode Line Balancing adalah metode kerja kedua yang merupakan metode usulan dari
mahasiswa. Simulasi perakitan produk dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Mengatur peran perakitan pada setiap stasiun kerja sebagai berikut:
• 1 orang operator
• 1 orang pencatat waktu
2. Mengatur meja kerja dan alat bantu yang digunakan pada metode kerja usulan untuk
setiap stasiun kerja.
3. Operator bertugas merakit komponen Mini 4WD “Tamiya” sesuai urutan elemen
kerja yang telah ditentukan
4. Pencatat waktu bertugas mengamati dan mencatat waktu setiap elemen kerja operator
dan menuliskannya pada lembar pengamatan yang telah disiapkan
5. Terdapat 15 elemen kerja yang harus dilakukan yaitu:
a. Elemen kerja 1 : Memasang ban ke velg
b. Elemen kerja 2 : Memasang as roda ke velg

2
c. Elemen kerja 3 : Merakit roda dan gear 4 WD
d. Elemen kerja 4 : Memasang tembaga +/ – ke rumah dynamo
e. Elemen kerja 5 : Memasang dinamo ke rumah dynamo
f. Elemen kerja 6 : Memasang gear ke rumah dynamo
g. Elemen kerja 7 : Memasang penutup dynamo
h. Elemen kerja 8 : Merakit rumah dinamo ke body Tamiya
i. Elemen kerja 9 : Memasang on of baterai ke body Tamiya
j. Elemen kerja 10 : Memasang tembaga on of ke body Tamiya
k. Elemen kerja 11 : Memasang tutup tembaga on of ke body Tamiya
l. Elemen kerja 12 : Memasang sabuk baterai ke body Tamiya
m. Elemen kerja 13 : Memasang roller ke body Tamiya
n. Elemen kerja 14 : Memasang kap body ke body Tamiya
o. Elemen kerja 15 : Memasang pengunci
6. Melakukan simulasi perakitan dengan metode kerja usulan (baru).
7. Mencatat waktu siklus setiap elemen kerja kemudian menghitung waktu normal dan
waktu standar.

1.3 LANDASAN TEORI


Pada subbab ini dijelaskan dasar teori yang berkaitan dengan pelaksanaan
praktikum Modul III yaitu Assembly Line Balancing.
1.3.1. Keseimbangan Lintasan Perakitan (Assembly Line Balancing)
a. Definisi
Line Balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke
dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam
suatu lintasan atau lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki
waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut.
Menurut Gasperz (2000), “Line Balancing merupakan penyeimbangan
penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations
untuk meminimumkan banyaknya work station dan meminimumkan total
harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu, yang
dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang di

3
spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus
dipertimbangkan.”
Selain itu dapat pula dikatakan bahwa Line Balancing sebagai suatu
teknik untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan oleh suatu
assembly line untuk memberikan fairly consistent flow of work melalui
assembly line itu pada tingkat yang direncanakan.
Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan yang
menempatkan fabricated parts secara bersama pada serangkaian
workstations yang digunakan dalam lingkungan repetitive manufacturing
atau dengan pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin
yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk.
Sedangkan idle time adalah waktu dimana operator/sumber-sumber daya
seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena: setup, perawatan
(maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak
dijadwalkan.
Line Balancing juga merupakan metode untuk memecahkan masalah
penentuan jumlah orang dan/atau mesin beserta tugas-tugas yang
diberikan dalam suatu lintasan produksi.Definisi lain dari Line Balancing
yaitu sekelompok orang atau mesin yang melakukan tugas-tugas
sekuensial dalam merakit suatu produk yang diberikan kepada masing-
masing sumber daya secara seimbang dalam setiap lintasan produksi,
sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi disetiap stasiun kerja. Fungsi
dari Line Balancing adalah membuat suatu lintasan yang seimbang.
Tujuan pokok dari penyeimbangan lintasan adalah memaksimalkan
kecepatan disetiap stasiun kerja, sehingga dicapai efisiensi kerja yang
tinggi di tiap stasiun kerja tersebut.

4
Gambar Line Balancing
Manajemen industri dalam menyelesaikan masalah Line Balancing
harus mengetahui tentang metode kerja, peralatan-peralatan, mesin-mesin,
dan personil yang digunakan dalam proses kerja. Data yang diperlukan
adalah informasi tentang waktu yang dibutuhkan untuk setiap assembly
line dan precedence relationship. Di antara aktivitas-aktivitas yang
merupakan susunan dan urutan dari berbagai tugas yang perlu dilakukan,
manajemen industri perlu menetapkan tingkat produksi per hari yang
disesuaikan dengan tingkat permintaan total, kemudian membaginya ke
dalam waktu produktif yang tersedia per hari. Hasil ini adalah cycle time,
yang merupakan waktu dari produk yang tersedia pada setiap stasiun kerja
(work station).
b. Prinsip dan Tujuan
Tujuan Line Balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi
yang lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas,
tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar work
station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk
dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah
ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik.
Permulaan munculnya persoalan Line Balancing berasal dari ketidak
seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya work in process pada
beberapa workstation.
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan
lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle
time) dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance

5
delay). Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah
sebagai berikut:
1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap
workstation sehingga setiap workstation selesai pada waktu
yang seimbang dan mencegah terjadinya bottleneck. Bottleneck
adalah suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi
produksi.
2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.
3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
c. Ukuran kinerja lini perakitan
Dua permasalahan penting dalam penyeimbangan lini, yaitu
penyeimbangan antara stasiun kerja (work station) dan menjaga
kelangsungan produksi di dalam lini perakitan. Adapun tanda-tanda
ketidakseimbangan pada suatu lintasan produksi, yaitu:
1. Stasiun kerja yang sibuk dan waktu menganggur yang mencolok.
2. Adanya produk setengah jadi pada beberapa stasiun kerja.
Terdapat 10 langkah pemecahan masalah Line Balancing.
Kesepuluh langkah pemecahan masalah Line Balancing adalah sebagai
berikut.
1. Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktivitas yang
akan dilakukan.
2. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap
tugas itu.
3. Menetapkan precedence constraints, jika ada yang berkaitan
dengan setiap tugas.
4. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan.
5. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi
output.
6. Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya waktu
diantara penyelesaian produk yang dibutuhkan untuk
penyelesaian output yang diinginkan dalam batas toleransi dari
waktu (batas waktu yang diizinkan).

6
7. Memberikan tugas-tugas pada pekerja dan/ atau mesin.
8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stations)
yang dibutuhkan untuk memproduksi output yang diinginkan.
9. Menilai efektivitas dan efisiensi dari solusi.
10. Mencari terobosan-terobosan untuk untuk perbaikan proses
terus-menerus (continuous process improvement).
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
keseimbangan lintasan perakitan tersebut didasarkan pada :
a. Hubungan antara kecepatan produksi (production rate)
b. Operasi yang dibutuhkan dan urutan kebergantungan (sequence)
c. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi
(work element time)
d. Sejumlah operator yang melakukan operasi.
Dalam ketidakseimbangan dapat menyebabkan :
1. Peningkatan Waiting Time
2. Peningkatan Idle Time
3. Inefesiensi
4. Kapasitas produksi menurun
Langkah – langkah pada Line Balancing adalah :
1. Menetapkan tugas / operasi
2. Menetapkan urutan – urutannya
3. Menggambarkan Precedence Diagram
4. Mengestimasi Task Time
5. Menghitung Waktu Siklus (Cycle Time)
Waktu siklus adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu
unit produk pada satu stasiun kerja.Penentuan waktu siklus :

CT =
Waktu = ( Hari Kerja   Jam Kerja  3600 det ik ) (2.1)
 Demand  Demand tiap tamiya
6. Menghitung jumlah stasiun kerja
Sum of Task Time (T)
Nt = (2.2)
Cycle Time (C)
7. Menentukan tugas – tugasnya

7
Penentuan stasiun Kerja memastikan bahwa precedence benar –
benar diperhatikan dan total kerja kurang dari atau sama dengan
waktu siklus.
8. Menghitung efisiensi
Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan
waktu yang tersedia. Keseimbangan lintasan yang baik adalah
jika efisiensi setelah diseimbangkan lebih besar dari efisiensi
sebelum diseimbangkan. Berikut adalah rumus untuk
menentukan efisiensi lini perakitan setelah proses keseimbangan
lintasan :

Sum of Task Time (T)


Efficiency =
Actual Number of Workstation ( Na ) X Cycle Time (C)

1.3.2. Precedence Diagram


a. Definisi dan Fungsi
Precedence Diagram Method (PDM) adalah metode penjadwalan
proyek dimana kegiatan dituliskan didalam node yang umumnya
berbentuk segiempat, dengan anak panah sebagai petunjuk hubungan
antara kegiatan-kegiatan yang bersangkutan. Konstrain menunjukkan
hubungan antar kegiatan dengan satu garis dari node terdahulu ke node
berikutnya. Satu konstrain hanya dapat menghubungkan dua node.
(Laksito, 2005). Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis
dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya
yang tujuannya mempermudahkan pengontrolan dan perencanaan
kegiatan yang terkait di dalamnya. Diagram pendahuluan adalah suatu
gambaran secara grafis dari suatu urutan pekerjaan yang
memperlihatkan keseluruhan operasi pekerjaan dan ketergantungan
masing-masing operasi pekerjaan tersebut dimana elemen pekerjaan
tertentu tidak dapat dikerjakan sebelum elemen pekerjaan yang
mendahuluinya dikerjakan lebih dulu.
b. Aturan dalam Precedence Diagram

8
I. Kotak menandai suatu kegiatan
II. Dalam suatu kegiatan harus dicantumkan symbol nama kegiatan dan
durasi waktunya
III. Setiap node terdapat dua peristiwa yaitu peristiwa awal dan akhir
IV. Node dibagi menjadi bagian-bagian kecil yang berisi keterangan dari
kegiatan (nama, durasi, nomor, mulai, dan selesainya kegiatan)
c. Langkah Pembuatan Precedence Diagram
1. Membuat denah node sesuai dengan jumlah kegiatan
2. Menghubungkan node-node tersebut dengan anak panah sesuai
ketergantungan dan konstrain
3. Menyelesaikan PDM dengan mengisi bagian-bagian dalam node
4. Menghitung ES, EF, LS, LF untuk mengidentifikasi kegiatan kritis,
jalur kritis, float, dan waktu penyelesaian proyek

1.3.3. Metode Heuristik Assembly Line Balancing


a. Metode Largest Candidate Rule

9
Merupakan metode yang paling sederhana. Aturan largest-
candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang ada untuk tujuan
penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen pengerjaan cukup untuk
ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih
besar ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan,
ketersediaan elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai
waktu untuk penugasan selanjutnya. Sebagai pemisalan, matriks P
menunjukkan pengerjaan pendahulu masing-masing elemen dan matriks
F pengerjaan pengikut untuk tiap elemen untuk tiap prosedur penugasan.
Adapun prosedur tersebut secara detil dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Urutkan semua elemen kerja dari yang paling besar waktunya
hingga yang paling kecil.
2. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang
paling atas. Elemen kerja pindah ke stasiun kerja berikutnya,
apabila jumlah elemen kerja telah melebihi waktu siklus.
3. Lanjutkan proses langkah b), hingga semua elemen kerja telah
berada dalam stasiun kerja dan memenuhi ≤ waktu siklus (cycle
time).
Dalam metode ini terdapat kelebihan serta kekurangan yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan penulis. Kelebihan dalam
penggunaan metode ini adalah secara keseluruhan metode ini memiliki
tingkat kemudahan yang lebih tinggi daripada metode Ranked Positional
Weight (RPW), tetapi hasil yang diperoleh masih harus saling
dipertukarkan dengan cara trial and error untuk mendapatkan
penyusunan stasiun kerja yang lebih akurat. Kelemahan dari metode ini
adalah didapatkan lebih banyak operasi seri yang digabungkan ke dalam
satu stasiun kerja.
b. Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weights Method)
Nama yang lebih popular ini adalah metode bobot posisi
(Pisitional-Weight Technique). Metode ini sesuai dengan namanya
dikemukakan oleh Helgeson dan Birnie. Langkah-langkah dalam metode
ini adalah sebagai berikut.

10
1. Buat precedence diagram untuk setiap proses.
2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja
yang berkaitan dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan
yang terpanjang dari mulai operasi permulaan hingga sisa
operasi sesudahnya.
3. Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot
posisi di langkah 2. Pengerjaan yang mempunyai bobot
terbesar diletakkan pada rangking pertama.
4. Tentukan waktu siklus (CT).
5. Pilih elemen operasi dengan bobot tertingg i, alokasikan ke
suatu stasiun kerja. Jika masih layak (waktu stasiun < CT),
alokasikan operasi dengan bobot tertinggi berikutnya, namun
lokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun > CT.
6. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun >
CT, maka sisa waktu ini (CT – ST) dipenuhi dengan alokasi
elemen operasi dengan bobot paling besar dan
penambahannya tidak membuat ST < CT.
7. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST
< CT sudah tidak ada, kembali ke langkah 5.
Contoh : Sebuah perusahaan memiliki jalur perakitan yang terdiri
dari 12 elemen operasi dengan hubungan ketergantungan (precedence)
seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Terapkan metode Helgeson
Birnie untuk menyeimbangkan jalur perakitan diperusahaan tersebut.

j i = Nomor Operasi

i j = Waktu elemen

3 4 2 6

2 3 7 8

11
5 5 1 7

1 6 9 12

3 6 4 4

4 5 10 11

Diagram Preseden Lini Perakitan

Penyelesaian :
Langkah 1, dihitung dulu bobot setiap elemen operasi (task). Bobot
task 1 adalah jumlah waktu elemen operasi 1 dan seluruh operasi
setelahnya yang berhubungan, berarti 34 (jumlah waktu elemen
1,2,…,12). Bobot elemen 2 adalah 27 (jumlah waktu elemen
2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12). Selengkapnya seperti dilihat pada table.

Bobot Elemen Operasi

Operasi Bobot Operasi Bobot


1 34 7 15
2 27 8 13
3 24 9 8
4 29 10 15
5 25 11 11
6 20 12 7

Langkah 2, urutkan elemen operasi ini berdasarkan bobot dari


bobot tertinggi ke bobot terrendah. Hasilnya terlihat pada table di
bawah ini.

Operasi Bobot Ti
1 34 5
4 29 3

12
2 27 3
5 25 6
3 24 4
6 20 5
7 155 2
10 15 4
8 13 6
11 11 4
9 8 1
12 7 7

Langkah 3, tentukan CT, misalkan 10.

Langkah 4, stasiun kerja I (WS1), alokasikan task 1 (bobot


tertinggi) ke sini, sisa waktu = 5 (CT-T1), selanjutnya alokasikan task
4, sisa waktu = 2 (CT-T1-T4), hentikan alokasi di WS1, task di rangking
berikutnya (task 2) memiliki waktu operasi = 3, sehingga tak dapat
dialokasikan ke WS1 (akan membuat waktu stasiun kerja 1 > CT).
alokasikan task 2 ke stasiun kerja berikutnya.

Langkah 5, stasiun kerja II (WS2), alokasikan task 2 (waktu = 3)


dan task 5 (waktu = 6), selanjutnya alokasikan task 3 ke stasiun kerja
berikutnya, karena bila dialokasikan ke WS2 akan membuat station
time 2 (ST2) > 10 (CT) demikian seterusnya. Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada table di bawah ini.

Penyusunan Stasiun Kerja Dengan Metode Helgeson-Birnie (CT =


10)

Stasiun kerja Task TI STK idle


1 5
I 8 2
4 3
II 2 3 9 1

13
Stasiun kerja Task TI STK idle
5 6
3 4
III 9 1
6 5
7 2
IV 6 4
10 4
8 6
V 10 0
11 4
9 1
VI 8 2
12 7

Untuk mengukur performance dari pengelompokan operasi ke


dalam stasiun kerja ini apakah sudah baik atau belum, perlu dihitung
nilai LE (Line Efficiency) dan SI (Smoothing index)

∑𝐾
𝑖=1 𝑆𝑇𝑖
𝐿𝐸 = (𝐾)(𝐶𝑇)
× 100%

(8+9+10+8+8+7)
= (6)(10)
× 100%

= 83,3%

Menghitung indeks kemulusan (kelancaran) :

𝑆𝐼 = √∑𝐾
𝑖=1(𝑆𝑇𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑇𝑖)
2

= √(22 + 12 + 12 + 42 + 02 + 22 )

= 5,09

Ternyata belum seimbang, suatu lintasan dikatakan seimbang bila


LE nilainya 100%. Artinya keseimbangan lintasan tercapai. Dengan
menerapkan metode Helgeson-Birnie pada CT = 10, LE = 83,3%. Nilai
ini dapat diperbaiki dengan cara ‘Trial and Error’, yaitu dengan
mencoba CT yang lain dengan prosedur tetap. Misalkan ingin

14
diketahui keseimbangan bila CT = 11, maka pengelompokan stasiun
kerja menjadi seperti pada table di bawah ini.

Penyusunan stasiun kerja dengan metode Helgeson-Birnie (CT =


11)

Stasiun kerja Task TI STK Idle


1 5
I 4 3 11 0
2 3
5 6
II 10 1
3 4
6 5
III 7 2 11 0
10 4
8 6
IV 10 1
11 4
9 1
V 8 3
12 7

∑𝐾
𝑖=1 𝑆𝑇𝑖
𝐿𝐸 = (𝐾)(𝐶𝑇)
× 100%

(11+10+11+10+8)
= (5)(11)
× 100%

= 91,0%

𝑆𝐼 = √(22 + 12 + 12 + 42 + 02 + 22 )

= 5,09

c. Metode Killbridge and Wester (Region Approach Method)


Kilbridge Wester adalah metode yang dirancang oleh M.Kilbridge
dan L.Wester sebagai pendekatan lain untuk mengatasi permasalahan
keseimbangan lini. Pada metode ini, dilakukan pengelompokan task-

15
task ke dalam sejumlah kelompok yang mempunyai tingkat
keterhubungan yang sama. Langkah-langkah yang digunakan metode
Kilbridge Wester adalah sebagai berikut :
1. Lakukan pengelompokan beberapa task ke dalam kelompok yang
sama. Misalnya Kelompok ke-i berisi task-task yang tidak
mempunyai task pendahulu, Kelompok ke-i+1 berisi task-task yang
mempunyai task pendahulu di Kelompok ke-i, Kelompok ke-i+2
berisi task-task yang mempunyai task pendahulu di Kelompok ke-
i+1, dan sebagainya hingga semua task telah dimasukkan ke suatu
kelompok.
2. Lakukan penempatan task-task di suatu kelompok, dalam hal ini
mula-mula Kelompok 1, ke dalam sebuah stasiun kerja yang sama,
ambil hasil penggabungan terbaik, yaitu waktu total semua task
mendekati atau sama dengan waktu siklus. Jika penempatan sebuah
task ke dalam stasiun kerja menyebabkan waktu total semua task
yang berada di stasiun kerja bersangkutan melebihi waktu siklus,
maka task tersebut ditempatkan di stasiun kerja yang berikutnya.
Hapus task-task yang telah ditempatkan dari kelompok yang
bersangkutan.
3. Jika terdapat beberapa task-task yang belum ditempatkan di suatu
stasiun kerja dan waktu totalnya berjumlah kurang dari waktu siklus,
lanjutkan penggabungan dengan task di setelahnya, dalam hal ini
adalah Kelompok 2.
4. Lakukan kembali langkah 2 dan 3 hingga semua task telah tergabung
dalam suatu stasiun kerja.
1.4 ASUMSI
Asumsi yang digunakan adalah:
1. Kelonggaran (allowance) = 2%
2. Jam kerja dalam satu hari = 8 jam

16
BAB II
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

2.1 DATA ELEMEN KERJA DAN STASIUN KERJA


Diagram balok dalam proses perakitan pada seluruh stasiun kerja dan
pengelompokkan elemen kerja dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gambar Diagram Blok

17
2.2 REKAPITULASI DATA AWAL SEBELUM PERBAIKAN
2.2.1. Data Waktu Proses, Waktu normal, dan Waktu Baku.
Berikut merupakan tabel rekapitulasi data berdasarkan hasil dari proses pengolahan data sebelumnya mengenai waktu proses,
waktu normal, dan waktu baku. Pada bab ini elemen kerja sudah diklasifikasikan ke setiap stasiun kerja dengan menggunakan
line balancing.
Tabel 2.1 Rekapitulasi Data Awal

Stasiun Lot ke- Performance Waktu Waktu


Elemen Kerja Ws rata-rata Kelonggaran
Kerja 1 2 3 4 5 Rating Normal Baku
Elemen Kerja 1 (Memasang ban
33 32 27 26 31 30 0,87 25,93 0,15 30,50
ke peleg)
1 Elemen Kerja 2 (Memasang as
29 24 27 25 24 26 0,87 22,45 0,15 26,41
roda ke peleg)
Jumlah 56 56,91
Elemen Kerja 3 (Merakit roda
67 67 70 66 64 67 1 66,80 0,15 78,59
2 dan gear 4 WD)
Jumlah 67 78,59
Elemen Kerja 4 (Memasang
23 26 26 22 21 24 0,87 20,53 0,15 24,16
tembaga +/- ke rumah dinamo)
Elemen Kerja 5 (Memasang
14 11 15 13 11 13 0,87 11,14 0,15 13,10
dinamo ke rumah dinamo)

3 Elemen Kerja 6 (Memasang


17 18 12 15 13 15 0,87 13,05 0,15 15,35
gear ke rumah dinamo)
Elemen Kerja 7 (Memasang
7 8 9 5 10 8 0,87 6,79 0,15 7,98
penutup dinamo)
Elemen Kerja 8 (Merakit rumah
8 10 9 9 8 9 0,87 7,66 0,15 9,01
dinamo ke body tamiya)

18
Elemen Kerja 9 (Memasang on
10 8 8 10 8 9 0,87 7,66 0,15 9,01
off baterai ke body tamiya)
Elemen Kerja 10 (Memasang
8 9 9 5 5 7 0,87 6,26 0,15 7,37
tembaga on off ke body tamiya)
Elemen Kerja 11 (Memasang
tutup tembaga on off ke body 8 7 7 7 8 7 0,87 6,44 0,15 7,57
tamiya)
Elemen Kerja 16 (Memasang
10 8 9 7 8 8 0,87 7,31 0,15 8,60
baterai)
Elemen Kerja 12 (Memasang
5 4 3 3 3 4 0,87 3,13 0,15 3,68
sabuk baterai ke body tamiya)
Jumlah 103 105,83
Elemen Kerja 13 (Memasang
45 44 47 39 33 42 1 41,60 0,15 48,94
roller ke body tamiya)
Elemen Kerja 17 (Merakit kap
16 19 17 17 18 17 1 17,40 0,15 20,47
mobil)
4 Elemen Kerja 14 (Memasang
5 3 6 2 3 4 1 3,80 0,15 4,47
kap body ke body tamiya)
Elemen Kerja 15 (Memasang
3 3 3 3 4 3 1 3,20 0,15 3,76
pengunci)
Jumlah 66 77,65

19
a) Asumsi Peformance Rating
Penentuan performance rating menggunakan asumsi yang telah
dipakai pada modul sebelumnya. Dengan rincian sebagai berikut;
Tabel 2.2 Asumsi Performance Rating

Performance Rating
Workstation Total
Skill Effort Condition Consistency
1 -0,05 0 -0,03 -0,05 0,87
2 0 0 0 0 1
3 -0,05 0 -0,03 -0,05 0,87
4 0 0 0 0 1

b) Asumsi Kelonggaran
Nilai kelonggaran yang digunakan pun mengikuti data yang telah
digunakan pada modul sebelumnya dan rekapitulasi data awal, nilai ini
digunakan untuk seluruh elemen dan stasiun kerja. Dengan rincian sebagai
berikut;
Tabel 1.3 Faktor Allowance dan % Allowance

Faktor Allowance
Kelelahan Mata 10%
Keadaan temperatur tempat kerja 5%
Total % Allowance 15%

c) Perhitungan Waktu Proses Rata-Rata


Contoh perhitungan diambil dari data elemen kerja 1 yaitu
memasang ban ke velg; (hasil dibulatkan) :
33 + 32 + 27 + 26 + 31
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐸𝐾1 =
5
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐸𝐾1 = 30 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
d) Perhitungan Waktu Normal
Contoh perhitungan diambil dari data elemen kerja 1 yaitu
memasang ban ke velg;
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐸𝐾1 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐸𝐾1 = 30 𝑥 0,87
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐸𝐾1 = 25,93 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
e) Perhitungan Waktu Baku
Contoh perhitungan diambil dari data elemen kerja 1 yaitu
memasang ban ke velg;

20
100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝐸𝐾1 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑥
100% − 𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒
100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝐸𝐾1 = 25,93 𝑥
100% − 15%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝐸𝐾1 = 30,50 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
2.2.2. Line Efficiency, Balance Delay, Efisiensi Stasiun, dan Utilitas
Berikut tabel hasil perhitungan line efficiency, balance delay, efisiensi
stasiun dan utilitas dari masing-masing stasiun kerja:
Tabel 2.4. Hasil Perhitungan Efisiensi Stasiun, Line Eficiency, dan
Balance Delay

Waktu Baku Stasiun Stasiun Efisiensi Line Balance


No
(detik) Kerja Stasiun Efficiency Delay
1 56,91 1 54%
2 78,59 2 74%
75% 25%
3 105,83 3 100%
4 77,65 4 73%
Minimum 56,91
Maksimum 105,83
Total 318,98
Wb max (Jam) 0,03

Waktu baku stasiun didapatkan dari tabel 2.4 yang berisikan rekapitulasi
data waktu proses, waktu normal, dan waktu baku beserta performance rating
dan kelonggarannya.
a) Efisiensi Stasiun
Contoh perhitungan diambil dari data pada stasiun kerja 1 dengan
waktu baku stasiun 76,96 detik;
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 1
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 1 = 𝑥 100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
56,91
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 = 𝑥 100%
105,83
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 = 54%
b) Line Efficiency
Contoh perhitungan ditunjukkan melalui formula dibawah
∑ 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛
𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 = 𝑥 100%
𝑤𝑏 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛
318,98
𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 = 𝑥 100%
105,83𝑥 4
𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 = 75%

21
c) Balance Delay
Contoh perhitungan ditunjukkan melalui formula dibawah;
𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦 = 1 − 𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦
𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦 = 1 − 75%
𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦 = 25%

Setelah itu dilanjutkan dengan perhitungan utilitas dari masing-


masing stasiun kerja, hasil perhitungan ditampilkan dalam tabel dibawah;
Tabel 2.5 Perhitungan Utilitas Stasiun Kerja Awal

Waktu Waktu
Stasiun Kapasitas total Waktu tersedia
No proses Rata- Proses Total Utilitas
Kerja per hari (lot) per hari (detik)
rata (per lot) (per hari)
1 1 55,60 15130,26 28800 52,5%
2 2 66,80 18178,08 28800 63,1%
272,13
3 3 103,40 28137,93 28800 97,7%
4 4 66,00 17960,38 28800 62,4%
Utilitas rata-rata 68,9%
Secara keseluruhan hasil utilitas rata-rata 68,9%. Penjelasan dari
masing-masing perhitungan akan dipaparkan melalui poin-poin dibawah ini;
a) Kapasitas Total per Hari
Waktu baku maksimum diambil dari proses perhitungan sebelumnya.
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
28800 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =
105,83𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 272,13
b) Waktu Proses Total per Hari
Contoh perhitungan diambil dari data stasiun kerja 1 dengan waktu
proses rata-rata 55,60detik.
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝑤. 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 272,13 𝑥 55,60
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 15130,26 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
c) Utilitas
Contoh perhitungan diambil dari stasiun kerja 1 dengan waktu proses
total per hari 15130,26 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘.

22
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖
15130,26
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
28800
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 52,5 %
d) Utilitas Rata-Rata
Data diambil dari nilai utilitas dari setiap stasiun kerja untuk kemudian
dirata-ratakan;
∑ 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎
52,5% + 63,1% + 97,7% + 62,4%
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
4
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 68,9%

2.3 PEMBUATAN PERCEDENCE DIAGRAM


Tabel 2.6 Data Elemen Kerja dan Urutan Elemen Kerja
Waktu Baku Elemen yang
No Elemen Kerja
(detik) Mendahului
1 Elemen Kerja 1 (Memasang ban ke peleg) 30,50 -
2 Elemen Kerja 2 (Memasang as roda ke peleg) 26,41 1
3 Elemen Kerja 3 (Merakit roda dan gear 4 WD) 78,59 2
4 Elemen Kerja 4 (Memasang tembaga +/- ke rumah dinamo) 24,16 -
5 Elemen Kerja 5 (Memasang dinamo ke rumah dinamo) 13,10 4
6 Elemen Kerja 6 (Memasang gear ke rumah dinamo) 15,35 5
7 Elemen Kerja 7 (Memasang penutup dinamo) 7,98 6
8 Elemen Kerja 8 (Merakit rumah dinamo ke body tamiya) 9,01 7
9 Elemen Kerja 9 (Memasang on off baterai ke body tamiya) 9,01 -
10 Elemen Kerja 10 (Memasang tembaga on off ke body tamiya) 7,37 9
11 Elemen Kerja 11 (Memasang tutup tembaga on off ke body tamiya) 7,57 10
12 Elemen Kerja 12 (Memasang sabuk baterai ke body tamiya) 3,68 3, 16
13 Elemen Kerja 13 (Memasang roller ke body tamiya) 48,94 -
14 Elemen Kerja 14 (Memasang kap body ke body tamiya) 4,47 12
15 Elemen Kerja 15 (Memasang pengunci) 3,76 14
16 Elemen Kerja 16 (Memasang baterai) 8,60 8, 11
17 Elemen Kerja 17 (Merakit kap mobil) 20,47 13, 15

23
Dari tabel tersebut dibuat precedence diagram seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.2 Precedence diagram

2.4 LINE BALANCING DENGAN METODE LARGEST CANDIDATE RULE


2.4.1 Penentuan Kebutuhan Jumlah Stasiun dan Alokasi Waktu Stasiun
Berikut adalah tabel 2.7 yang menjelaskan penentuan jumlah
stasiun usulan dengan berdasarkan waktu baku dan waktu siklus yang ada.
Tabel 2.7 Penentuan Jumlah Stasiun
Waktu
Elemen
WB baku
No Elemen Kerja yang
(detik) tiap
Mendahului
stasiun
1 Elemen Kerja 1 (Memasang ban ke peleg) - 30.50
56.91
2 Elemen Kerja 2 (Memasang as roda ke peleg) 1 26.41
3 Elemen Kerja 3 (Merakit roda dan gear 4 WD) 2 78.59 78.59
4 Elemen Kerja 4 (Memasang tembaga +/- ke rumah dinamo) - 24.16
5 Elemen Kerja 5 (Memasang dinamo ke rumah dinamo) 4 13.10
6 Elemen Kerja 6 (Memasang gear ke rumah dinamo) 5 15.35
7 Elemen Kerja 7 (Memasang penutup dinamo) 6 7.98
8 Elemen Kerja 8 (Merakit rumah dinamo ke body tamiya) 7 9.01
146.18
9 Elemen Kerja 9 (Memasang on off baterai ke body tamiya) - 9.01
10 Elemen Kerja 10 (Memasang tembaga on off ke body tamiya) 9 7.37
11 Elemen Kerja 11 (Memasang tutup tembaga on off ke body tamiya) 10 7.57
12 Elemen Kerja 12 (Memasang sabuk baterai ke body tamiya) 3, 16 3.68
13 Elemen Kerja 13 (Memasang roller ke body tamiya) - 48.94
14 Elemen Kerja 14 (Memasang kap body ke body tamiya) 12 4.47
15 Elemen Kerja 15 (Memasang pengunci) 14 3.76
37.30
16 Elemen Kerja 16 (Memasang baterai) 8, 11 8.60
17 Elemen Kerja 17 (Merakit kap mobil) 13, 15 20.47
Waktu siklus (wb/elemen maks) 78.59
Total Waktu Baku 318.98
Jumlah stasiun yang mungkin 4.05883

24
Waktu siklus pada Tabel 2.7 didapat dari nilai waktu baku tiap stasiun yang paling
tinggi, sehingga didapat waktu siklusnya adalah 78.59 detik. Perhitungan waktu baku
pada Tabel 2.7 diatas adalah sebagai berikut:
𝑊𝑠 = 56.91 + 78.59 + 146.18 + 37.30
𝑊𝑠 = 318.98 detik
Perhitungan jumlah stasiun yang mungkin untuk diterapkan pada tabel 2.7 didapat
dari perhitungan sebagai berikut:
Jumlah stasiun = 318.98 / 78.59
Jumlah stasiun = 4.05883 stasiun
Berikut ini terdapat tabel 2.8 yang menjelaskan tentang alokasi waktu tiap stasiun
pada jumlah stasiun yang telah diusulkan sebelumnya.
Tabel 2.8 Alokasi Waktu Tiap Stasiun
Alokasi
Jumlah Stasiun
Waktu Tiap
Usulan
Stasiun
4 79.74
5 63.80

Contoh perhitungan aloksi waktu tiap stasiun pada tabel 2.6 adalah sebagai
berikut:
Alokasi waktu = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 / 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑢𝑠𝑢𝑙𝑎
Alokasi waktu = 318.98 / 4
Alokasi waktu = 79.74 detik tiap stasiun
2.4.2 Penugasan Elemen Kerja
Berikut adalah Tabel 2.9 yang menjelaskan tentang pengurutan elemen kerja
berdasarkan metode Descending waktu baku.
Tabel 2.9 Pengurutan Elemen Kerja Berdasarkan Metode Descending Waktu Baku
Elemen
WB
No Elemen Kerja yang
(detik)
Mendahului
1 Elemen Kerja 3 (Merakit roda dan gear 4 WD) 2 78.59
2 Elemen Kerja 13 (Memasang roller ke body tamiya) - 48.94
3 Elemen Kerja 1 (Memasang ban ke peleg) - 30.50
4 Elemen Kerja 2 (Memasang as roda ke peleg) 1 26.41
5 Elemen Kerja 4 (Memasang tembaga +/- ke rumah dinamo) - 24.16

25
6 Elemen Kerja 17 (Merakit kap mobil) 13, 15 20.47
7 Elemen Kerja 6 (Memasang gear ke rumah dinamo) 5 15.35
8 Elemen Kerja 5 (Memasang dinamo ke rumah dinamo) 4 13.10
9 Elemen Kerja 8 (Merakit rumah dinamo ke body tamiya) 7 9.01
10 Elemen Kerja 9 (Memasang on off baterai ke body tamiya) - 9.01
11 Elemen Kerja 16 (Memasang baterai) 8, 11 8.60
12 Elemen Kerja 7 (Memasang penutup dinamo) 6 7.98
13 Elemen Kerja 11 (Memasang tutup tembaga on off ke body tamiya) 10 7.57
14 Elemen Kerja 10 (Memasang tembaga on off ke body tamiya) 9 7.37
15 Elemen Kerja 14 (Memasang kap body ke body tamiya) 12 4.47
16 Elemen Kerja 15 (Memasang pengunci) 14 3.76
17 Elemen Kerja 12 (Memasang sabuk baterai ke body tamiya) 3, 16 3.68

Berikut adalah Tabel 2.10 yang menjelaskan tentang pengurutan elemen kerja
berdasarkan metode Largest Candidate Rule.
Tabel 2.10 Pengurutan Elemen Kerja Berdasarkan Metode Largest Candidate Rule
Elemen
WB
No Elemen Kerja yang
(detik)
Mendahului
1 Elemen Kerja 13 (Memasang roller ke body tamiya) - 48.94
2 Elemen Kerja 1 (Memasang ban ke peleg) - 30.50
3 Elemen Kerja 4 (Memasang tembaga +/- ke rumah dinamo) - 24.16
4 Elemen Kerja 9 (Memasang on off baterai ke body tamiya) - 9.01
5 Elemen Kerja 2 (Memasang as roda ke peleg) 1 26.41
6 Elemen Kerja 5 (Memasang dinamo ke rumah dinamo) 4 13.10
7 Elemen Kerja 10 (Memasang tembaga on off ke body tamiya) 9 7.37
8 Elemen Kerja 3 (Merakit roda dan gear 4 WD) 2 78.59
9 Elemen Kerja 6 (Memasang gear ke rumah dinamo) 5 15.35
10 Elemen Kerja 11 (Memasang tutup tembaga on off ke body tamiya) 10 7.57
11 Elemen Kerja 7 (Memasang penutup dinamo) 6 7.98
12 Elemen Kerja 8 (Merakit rumah dinamo ke body tamiya) 7 9.01
13 Elemen Kerja 16 (Memasang baterai) 8, 11 8.60
14 Elemen Kerja 12 (Memasang sabuk baterai ke body tamiya) 3, 16 3.68
15 Elemen Kerja 14 (Memasang kap body ke body tamiya) 12 4.47
16 Elemen Kerja 15 (Memasang pengunci) 14 3.76
17 Elemen Kerja 17 (Merakit kap mobil) 13, 15 20.47

26
Berdasarkan Tabel 2.9 dan Tabel 2.10 diatas, terdapat perbedaan pada pengurutan
elemen kerja, dimana pada tabel 2.9 pengurutan elemen kerja dilakukan dengan melihat
waktu bakunya, jika waktu bakunya tinggi maka elemen kerja tersebut ditempatkan lebih
awal, namun jika waktu bakunya lebih kecil, maka elemen kerja tersebut ditempatkan
lebih akhir. Pada tabel 2.10 pengurutan elemen kerja melihat pada elemen yang
mendahului terlebih dahulu, setelah itu mengurutkan dari waktu baku yang terbesar
hingga yang terkecil.
Berikut adalah tabel 2.11 yang menjelaskan tentang alternative perbaikan pada
stasiun kerja usulan yang berjumlah 4 stasiun.
Tabel 2.11 Alternatif Perbaikan pada Usulan Stasiun Kerja Berjumlah 4 Stasiun
Selisih WB
Elemen yang WB WB Penentuan WB
No Elemen Kerja Stasiun dengan
Mendahului (detik) Cumulative Stasiun Stasiun
WB Alokasi
Elemen Kerja 13
1 (Memasang roller ke - 48.94
body tamiya) 48.94
1 79.44 -0.30
Elemen Kerja 1
2 (Memasang ban ke - 30.50
peleg) 79.44
Elemen Kerja 4
(Memasang tembaga
3 - 24.16
+/- ke rumah
dinamo) 24.16
Elemen Kerja 9
(Memasang on off
4 - 9.01
baterai ke body
tamiya) 33.16
Elemen Kerja 2
2 80.04 0.30
5 (Memasang as roda 1 26.41
ke peleg) 59.57
Elemen Kerja 5
6 (Memasang dinamo 4 13.10
ke rumah dinamo) 72.67
Elemen Kerja 10
(Memasang tembaga
7 9 7.37
on off ke body
tamiya) 80.04
Elemen Kerja 3
8 (Merakit roda dan 2 78.59 3 78.59 -1.16
gear 4 WD) 78.59
Elemen Kerja 6
9 (Memasang gear ke 5 15.35 4 80.91 1.16
rumah dinamo) 15.35

27
Selisih WB
Elemen yang WB WB Penentuan WB
No Elemen Kerja Stasiun dengan
Mendahului (detik) Cumulative Stasiun Stasiun
WB Alokasi
Elemen Kerja 11
(Memasang tutup
10 10 7.57
tembaga on off ke
body tamiya) 22.93
Elemen Kerja 7
11 (Memasang penutup 6 7.98
dinamo) 30.91
Elemen Kerja 8
(Merakit rumah
12 7 9.01
dinamo ke body
tamiya) 39.92
Elemen Kerja 16
13 8, 11 8.60
(Memasang baterai) 48.52
Elemen Kerja 12
(Memasang sabuk
14 3, 16 3.68
baterai ke body
tamiya) 52.20
Elemen Kerja 14
(Memasang kap
15 12 4.47
body ke body
tamiya) 56.67
Elemen Kerja 15
16 (Memasang 14 3.76
pengunci) 60.44
Elemen Kerja 17
17 13, 15 20.47
(Merakit kap mobil) 80.91

Contoh perhitungan waktu baku stasiun adalah sebagai berikut:


Wbs = 48.94 + 30.50 = 79.44 detik
Contoh perhitungan selisih waktu baku stasiun dengan waktu baku alokasi
adalah sebagai berikut:
Selisih Wbs = 79.44 – 79.74 = 0,30 detik
Berikut adalah tabel 2.12 yang menjelaskan tentang alternative perbaikan pada
stasiun kerja usulan yang berjumlah 5 stasiun.
Tabel 2.12 Alternatif Perbaikan pada Usulan Stasiun Kerja Berjumlah 3 Stasiun.
Selisih WB
Elemen yang WB WB Penentuan WB
No Elemen Kerja Stasiun dengan
Mendahului (detik) Cumulative Stasiun Stasiun
WB Alokasi
Elemen Kerja 13
1 - 48.94 48.94 1 48.94 -14.85
(Memasang

28
Selisih WB
Elemen yang WB WB Penentuan WB
No Elemen Kerja Stasiun dengan
Mendahului (detik) Cumulative Stasiun Stasiun
WB Alokasi
roller ke body
tamiya)
Elemen Kerja 1
2 (Memasang ban - 30.50 30.50
ke peleg)
Elemen Kerja 4
(Memasang
3 - 24.16 54.66
tembaga +/- ke 2 63.66 -0.13
rumah dinamo)
Elemen Kerja 9
(Memasang on
4 - 9.01 63.66
off baterai ke
body tamiya)
Elemen Kerja 2
5 (Memasang as 1 26.41 26.41
roda ke peleg)
Elemen Kerja 5
(Memasang
6 4 13.10 39.51
dinamo ke 3 46.88 -16.92
rumah dinamo)
Elemen Kerja 10
(Memasang
7 9 7.37 46.88
tembaga on off
ke body tamiya)
Elemen Kerja 3
8 (Merakit roda 2 78.59 78.59 4 78.59 14.79
dan gear 4 WD)
Elemen Kerja 6
(Memasang gear
9 5 15.35 15.35
ke rumah
dinamo)
Elemen Kerja 11
(Memasang
10 tutup tembaga 10 7.57 22.93
on off ke body
tamiya) 5 80.91 17.11
Elemen Kerja 7
(Memasang
11 6 7.98 30.91
penutup
dinamo)
Elemen Kerja 8
(Merakit rumah
12 7 9.01 39.92
dinamo ke body
tamiya)

29
Selisih WB
Elemen yang WB WB Penentuan WB
No Elemen Kerja Stasiun dengan
Mendahului (detik) Cumulative Stasiun Stasiun
WB Alokasi
Elemen Kerja 16
13 (Memasang 8, 11 8.60 48.52
baterai)
Elemen Kerja 12
(Memasang
14 3, 16 3.68 52.20
sabuk baterai ke
body tamiya)
Elemen Kerja 14
(Memasang kap
15 12 4.47 56.67
body ke body
tamiya)
Elemen Kerja 15
16 (Memasang 14 3.76 60.44
pengunci)
Elemen Kerja 17
17 (Merakit kap 13, 15 20.47 80.91
mobil)

Contoh perhitungan waktu baku stasiun adalah sebagai berikut:


Wbs = 30.50 + 24.16 + 9.01 = 63.66 detik
Contoh perhitungan selisih waktu baku stasiun dengan waktu baku alokasi
adalah sebagai berikut:
Selisih Wbs = 63.66 – 63,80 = 0,14 detik
2.4.3 Perbandingan Alternatif Perbaikan 1 dan 2
Berikut adalah Tabel 2.13 yang menjelaskan tentang rekapitulasi selisih waktu
baku stasiun usulan dengan waktu baku yang dialokasikan
Tabel 2.13 Rekapitulasi Selisih Waktu Baku Stasiun Usulan dengan Waktu Baku yang
Dialokasikan
SELISIH WB STASIUN DENGAN WB
WAKTU BAKU WAKTU BAKU ALOKASI
STASIUN
ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2
ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2
1 79.44 48.94 0.30 14.86
2 80.04 63.66 0.30 0.14
3 78.59 46.88 1.15 16.92
4 80.91 78.59 1.17 14.79
5 80.91 17.11
JUMLAH SELISIH 2.92 63.81
RATA2 SELISIH 0.73 12.76

30
ALTERNATIF TERPILIH 1

Contoh perhitungan selisih waktu baku stasiun dengan waktu baku alokasi pada
alternative 1 adalah sebagai berikut:
Selisih Wbs = 79.44 – 79,74 = 0,30 detik
Contoh perhitungan selisih waktu baku stasiun dengan waktu baku alokasi pada
alternative 2 adalah sebagai berikut:
Selisih Wbs = 48.94 – 63,80 = 14.86 detik
Contoh perhitungan jumlah selisih waktu baku stasiun dengan waktu baku alokasi
adalah sebagai berikut:
Jumlah relisih Wbs = 0.30 + 0.30 + 1.15 + 1.17 = 2.92 detik
Contoh perhitungan rata-rata selisih waktu baku stasiun dengan waktu baku
alokasi adalah sebagai berikut:
Rata-rata selisih Wbs = 2.92 / 4 = 0.73 detik
Berdasarkan tabel 2.13 alternatif yang terpilih adalah alternatif 1, dikarenakan
alternatif 1 memiliki jumlah dan rata-rata selisih waktu baku stasiun dengan waktu baku
alokasi terkecil dibandingkan alternatif 2.

2.5 REKAPITULASI DATA SETELAH PERBAIKAN DENGAN LINE


BALANCING
2.5.1 Data Waktu Proses, Waktu normal, Waktu Baku
Berikut disajikan tabel rekapitulasi data berdasarkan hasil dari proses
pengolahan data sebelumnya mengenai waktu proses, waktu normal, dan
waktu baku. Pada bab ini elemen kerja sudah diklasifikasikan ke setiap
stasiun kerja dengan menggunakan line balancing.

31
Tabel 2.4 Perhitungan Waktu Proses, Waktu Normal, dan Waktu Baku Setelah Usulan

Stasiun Lot ke- Waktu Proses Performance Waktu Waktu


Elemen Kerja Kelonggaran
Kerja 1 2 3 4 5 Rata-rata Rating Normal Baku
Elemen Kerja 13 (Memasang
roller ke body tamiya)
45 44 47 39 33 42 1 41.60 0.15 48.94
1 Elemen Kerja 1 (Memasang ban
ke peleg)
33 32 27 26 31 30 0.87 25.93 0.15 30.50
Jumlah 78 76 74 65 64 71.4 79.44
Elemen Kerja 4 (Memasang
tembaga +/- ke rumah dinamo)
23 26 26 22 21 24 0.87 20.53 0.15 24.16
Elemen Kerja 9 (Memasang on
off baterai ke body tamiya)
10 8 8 10 8 9 0.87 7.66 0.15 9.01
Elemen Kerja 2 (Memasang as
roda ke peleg)
29 24 27 25 24 26 0.87 22.45 0.15 26.41
2
Elemen Kerja 5 (Memasang
dinamo ke rumah dinamo)
14 11 15 13 11 13 0.87 11.14 0.15 13.10
Elemen Kerja 10 (Memasang
tembaga on off ke body tamiya)
8 9 9 5 5 7 0.87 6.26 0.15 7.37
Jumlah 84 78 85 75 69 78.2 80.04
Elemen Kerja 3 (Merakit roda
dan gear 4 WD)
67 67 70 66 64 67 1 66.80 0.15 78.59
3
Jumlah 67 67 70 66 64 66.8 78.59
Elemen Kerja 6 (Memasang
gear ke rumah dinamo)
17 18 12 15 13 15 0.87 13.05 0.15 15.35
4 Elemen Kerja 11 (Memasang
tutup tembaga on off ke body 8 7 7 7 8 7 0.87 6.44 0.15 7.57
tamiya)

32
Stasiun Lot ke- Waktu Proses Performance Waktu Waktu
Elemen Kerja Kelonggaran
Kerja 1 2 3 4 5 Rata-rata Rating Normal Baku
Elemen Kerja 7 (Memasang
penutup dinamo)
7 8 9 5 10 8 0.87 6.79 0.15 7.98
Elemen Kerja 8 (Merakit rumah
dinamo ke body tamiya)
8 10 9 9 8 9 0.87 7.66 0.15 9.01
Elemen Kerja 16 (Memasang
baterai)
10 8 9 7 8 8 0.87 7.31 0.15 8.60
Elemen Kerja 12 (Memasang
sabuk baterai ke body tamiya)
5 4 3 3 3 4 0.87 3.13 0.15 3.68
Elemen Kerja 14 (Memasang
kap body ke body tamiya)
5 3 6 2 3 4 1 3.80 0.15 4.47
Elemen Kerja 15 (Memasang
pengunci)
3 3 3 3 4 3 1 3.20 0.15 3.76
Elemen Kerja 17 (Merakit kap
mobil)
16 19 17 17 18 17 1 17.40 0.15 20.47
Jumlah 79 80 75 68 75 75.4 80.91

a) Asumsi Peformance Rating


Penentuan performance rating menggunakan asumsi yang telah dipakai pada modul sebelumnya. Pada perhitungan
awal (subbab 2.2.1) performance rating untuk elemen kerja yang berada dalam satu stasiun kerja memiliki nilai yang sama,
namun pada perhitungan setelah usulan nilai performance rating masing-masing elemen kerja menyesuaikan dengan
rekapitulasi data awal sehingga nilainya tidak sama walaupun berada dalam stasiun kerja yang sama. Dengan rincian sebagai
berikut;

33
Tabel 2. Asumsi Performance Rating

Performance Rating
Workstation Total
Skill Effort Condition Consistency
1 -0,05 0 -0,03 -0,05 0,87
2 0 0 0 0 1
3 -0,05 0 -0,03 -0,05 0,87
4 0 0 0 0 1

b) Asumsi Kelonggaran
Nilai kelonggaran yang digunakan pun mengikuti data yang telah
digunakan pada modul sebelumnya dan rekapitulasi data awal, nilai ini
digunakan untuk seluruh elemen dan stasiun kerja. Dengan rincian
sebagai berikut;
Tabel 3. Faktor Allowance dan % Allowance

Faktor Allowance
Kelelahan Mata 10%
Keadaan temperatur tempat kerja 5%
Total % Allowance 15%

c) Perhitungan Waktu Proses Rata Rata


Contoh perhitungan diambil dari data elemen kerja 13 yaitu
memasang roller ke body Tamiya; (hasil dibulatkan)
45 + 44 + 47 + 39 + 33
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐸𝐾13 =
5
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐸𝐾13 = 42 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
d) Perhitungan Waktu Normal
Contoh perhitungan diambil dari data elemen kerja 13 yaitu
memasang roller ke body Tamiya;
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐸𝐾13 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐸𝐾13 = 41.6 𝑥 1
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐸𝐾13 = 41.6 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
e) Perhitungan Waktu Baku
Contoh perhitungan diambil dari data elemen kerja 13 yaitu
memasang roller ke body Tamiya;

34
100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝐸𝐾13 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑥
100% − 𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒
100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝐸𝐾13 = 41.6 𝑥
100% − 15%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝐸𝐾13 = 48.94 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
2.5.2 Line Efficiency, Balance Delay, Efisiensi Stasiun, dan Utilitas.
Dari rekapitulasi data setelah usulan, kemudian dapat dilakukan proses
pengolahan data kembali untuk mengetahui line efficiency, balance delay,
efisiensi stasiun dan utilitas dari masing-masing stasiun kerja yang diusulkan.
Berikut tabel hasil perhitungannya;
Tabel 4. Hasil Perhitungan Efisiensi Stasiun, Line Eficiency, dan Balance
Delay

Waktu Baku Stasiun Efisiensi Line Balance


No
Stasiun (detik) Kerja Stasiun Efficiency Delay
1 79.44 1 98%
2 80.04 2 99%
99% 1%
3 78.59 3 97%
4 80.91 4 100%
Minimum 78.59
Maksimum 80.91
Total 318.98
Wb max (Jam) 0.0225

Waktu baku stasiun didapatkan dari tabel 1 yang berisikan rekapitulasi


data waktu proses, waktu normal, dan waktu baku beserta performance rating
dan kelonggarannya. Nilai minimum dan maksimum dari 4 stasiun yang
diusulkan dimiliki oleh stasiun 3 dengan waktu baku 78.59 detik dan stasiun
4 dengan waktu baku 80.91 detik. Perhitungan lainnya akan dijelaskan satu
persatu dibawah ini;
a) Efisiensi Stasiun
Contoh perhitungan diambil dari data pada stasiun kerja 1 dengan waktu
baku stasiun 79.44 detik;
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 1
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 1 = 𝑥 100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
79.44
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 = 𝑥 100%
80.91
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 = 98%
b) Line Efficiency
Contoh perhitungan ditunjukkan melalui formula dibawah;

35
∑ 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛
𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 = 𝑥 100%
𝑤𝑏 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛
318.98
𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 = 𝑥 100%
80.91 𝑥 4
𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 = 99%
c) Balance Delay
Contoh perhitungan ditunjukkan melalui formula dibawah;
𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦 = 1 − 𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦
𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦 = 1 − 99%
𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦 = 100%
Setelah itu dilanjutkan dengan perhitungan utilitas dari masing-masing
stasiun kerja, hasil perhitungan ditampilkan dalam tabel dibawah;

Tabel 5. Perhitungan Utilitas Stasiun Kerja Usulan

Kapasitas Waktu Waktu Waktu


Stasiun
No total per Proses Rata- Proses Total tersedia per Utilitas
Kerja
hari (lot) rata (per lot) (per hari) hari (detik)
1 1 71.40 25416.20 28800 88.3%
2 2 78.20 27836.79 28800 96.7%
355.97
3 3 66.80 23778.74 28800 82.6%
4 4 75.40 26840.08 28800 93.2%
Utilitas rata-
90.2%
rata

Secara keseluruhan hasil utilitas rata-rata meningkat sampai dengan


90.2% dari yang sebelumnya hanya sebesar 68.9%. Penjelasan dari masing-
masing perhitungan akan dipaparkan melalui poin-poin dibawah ini;
a) Kapasitas Total Per Hari
Waktu baku maksimum diambil dari proses perhitungan
sebelumnya, yang hasilnya ditunjukkan pada tabel 4.
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
28800 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =
105.83 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 272.13
b) Waktu Proses Per Hari

36
Contoh perhitungan diambil dari data stasiun kerja 1 dengan waktu
proses rata-rata 71.40 detik.
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝑤. 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 272.13 𝑥 71.40
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 25416.20 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
c) Utilitas
Contoh perhitungan diambil dari stasiun kerja 1 dengan waktu
proses total per hari 25416.20 detik.
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖
25416.20
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
28800
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 88.3 %
d) Utilitas Rata Rata
Data diambil dari nilai utilitas dari setiap stasiun kerja untuk
kemudian dirata-ratakan;
∑ 𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎
88.3% + 96.7% + 82.6% + 93.2%
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
4
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 90.2%

37
BAB III
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

3.1 ANALISIS PERBAIKAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE


LARGEST CANDIDATE RULE
Berdasarkan perhitungan efisiensi tiap stasiun, line efficiency, utilitas dan balance
delay dapat diketahui bahwa ada pergerakan lintasan yang tidak efisien dan tidak
seimbang yang juga dapat dilihat dari perbedaan waktu baku antar stasiun yang
cukup signifikan, maka dilakukan analisis perhitungan untuk memperoleh perbaikan
lintasan dengan memberikan usulan beberapa alternatif perbaikan.
Metode descending adalah metode untuk mengurutkan elemen kerja dengan
melalui pengurutan waktu baku yang terbesar sampai yang terkecil, kemudian
elemen kerja yang tersusun diidentifikasi lagi dengan melihat precedence diagram.
Pengurutan dengan descending dapat mengacu pada pengolahan data pada bab 2.
Elemen kerja 3 (merakit roda dan gear 4 WD) adalah elemen kerja yang paling
didahulukan karena memiliki waktu baku yang paling besar yaitu 78,59 detik dengan
elemen kerja yang mendahului adalah elemen kerja 2 (memasang as roda ke velg).
Untuk pengurutan elemen kerja lain dapat dilanjutkan sehingga didapatkan hasil
urutan sebagai berikut:

3-13-1-2-4-17-6-5-8-9-16-7-11-10-14-15-12

Namun, karena harus mempertimbangkan elemen kerja pendahulu pada elemen


kerja, pengurutan elemen dengan menggunakan metode descending dapat
menyebabkan delay dan ketidakseimbangan lintasan.
Prinsip dasar dari metode Largest Candidate Rule (LCR) adalah menggabungkan
proses-proses atas dasar pengurutan operasi dari waktu proses terbesar hingga
elemen dengan waktu operasi terkecil. Tahapan dari metode ini yaitu pertama
memilih elemen yang akan ditugaskan pada stasiun pertama yang memenuhi
persyaratan precedence serta yang memiliki waktu pengerjaan yang paling besar
kemudian dilanjutkan dengan elemen lain yang dapat ditugaskan. Contohnya terlihat
pada elemen kerja 1, 4, 9 dan 13, elemen kerja tersebut dapat dilakukan tanpa
menunggu elemen kerja lain. Pada elemen kerja 13 memiliki waktu terbesar diantara
4 elemen kerja tersebut yaitu 48,94 detik, maka dari itu elemen kerja 13 dapat
diletakkan pada urutan pertama. Kemudian dilanjutkan dengan elemen kerja lain
sehingga didapatkan urutan elemen kerja yang sebagai berikut :

13-1-4-9-2-5-10-3-6-11-7-8-16-12-14-15-17

Dari metode ini dapat didapatkan lintasan yang seimbang. Untuk mengetahui
alternatif perbaikan yaitu dengan cara membagi total waktu baku dengan waktu
siklus (waktu baku per elemen maksimum). Setelah itu didapatkan 2 alternatif
perbaikan lintasan yaitu dengan 4 stasiun kerja dan 5 stasiun kerja serta elemen kerja

38
yang telah diurutkan didalam setiap stasiun kerja menurut alokasi waktu baktu yang
diberikan. Pada alokasi waktu baku tiap stasiun perbaikan untuk alternatif 1 dengan
4 buah stasiun adalah sebesar 79,74 detik dan untuk alternatif 2 dengan 5 buah stasiun
adalah 63,80 detik.

3.2 ANALISIS PERBANDINGAN SEBELUM DAN SETELAH PERBAIKAN


DENGAN LINE BALANCING
3.2.1 Analisis Perbandingan Jumlah Stasiun
Jumlah stasiun kerja awal atau sebelum perbaikan yaitu 4 buah stasiun
kerja. Waktu bakunya sebesar 318,98 detik dan kemudian nantinya akan
diketahui jumlah stasiun usulan dengan cara membagi total waktu baku
dengan waktu siklus (waktu baku per elemen maksimum). Setelah itu
didapatkan 2 alternatif perbaikan lintasan yaitu dengan 4 stasiun kerja dan 5
stasiun kerja serta elemen kerja yang telah diurutkan didalam setiap stasiun
kerja menurut alokasi waktu baktu yang diberikan. Pada alokasi waktu baku
tiap stasiun perbaikan untuk alternatif 1 dengan 4 buah stasiun adalah sebesar
79,74 detik dan untuk alternatif 2 dengan 5 buah stasiun adalah 63,80 detik.
Pada alternatif pertama didapatkan hasil bahwa stasiun kerja 1 memiliki
waktu baku sebesar 79,44 detik dengan 2 elemen kerja didalamnya (13-1),
stasiun kerja 2 memiliki waktu baku sebesar sebesar 80,04 detik dengan 5
elemen kerja didalamnya (4-9-2-5-10), stasiun kerja 3 memiliki waktu baku
sebesar sebesar 78,59 detik dengan 1 elemen kerja didalamnya (3) dan stasiun
kerja 4 memiliki waktu baku sebesar 80,91 detik dengan 9 elemen kerja
didalamnya (6-11-7-8-16- 12-14-15-17).

Stasiun Kerja 4
Stasiun Kerja 1 Stasiun Kerja 2 Stasiun Kerja 3
80,91 detik
79,44 detik 80,04 detik 78,59 detik
(6-11-7-8-16- 12-14-
(13-1) (4-9-2-5-10) (3)
15-17)

Gambar 3.1 Pengelompokan Elemen Kerja Alternatif 1


Pada alternatif kedua didapatkan hasil bahwa stasiun kerja 1 memiliki
waktu baku sebesar 48,94 detik dengan 1 elemen kerja didalamnya (13),
stasiun kerja 2 memiliki waktu baku sebesar sebesar 63,66 detik dengan 3
elemen kerja didalamnya (1-4-9), stasiun kerja 3 memiliki waktu baku
sebesar sebesar 46,88 detik dengan 3 elemen kerja didalamnya (2-5-10),
stasiun kerja 4 memiliki waktu baku sebesar 78,59 detik dengan 1 elemen
kerja didalamnya (3) dan pada stasiun kerja 5 memiliki waktu baku sebesar
80,91 detik didalamnya (6-11-7-8-16- 12-14-15-17).

Gambar 3.2 Pengelompokan Elemen Kerja Alternatif 2

39
Rata-rata selisih antara waktu baku stasiun dan waktu baku alokasi yang
diperoleh merupakan dasar dari pemilihan alternatif lintasan. Rata-rata selisih
waktu baku pada alternatif 1 adalah sebesar 0,73 detik sedangkan rata-rata
selisih waktu baku pada alternatif 2 adalah sebesar 12,76 detik. Maka
alternatif lintasan yang terpilih adalah alternatif dengan selisih yang paling
kecil yaitu alternatif 1 dengan 4 buah stasiun kerja.
3.2.2 Analisis Perbandingan Jumlah elemen Kerja
Tabel 3.1 Perbandingan Penugasan Elemen Kerja Sebelum Perbaikan dan
Setelah Perbaikan
ELEMEN KERJA WB STASIUN (DETIK)
SETELAH
STASIUN PERBAIKAN
SEBELUM SETELAH SEBELUM
KERJA (ALOKASI
PERBAIKAN PERBAIKAN PERBAIKAN
WAKTU : 79,74
DETIK)
1 1-2 13-1 56,91 79,44
2 3 4-9-2-5-10 78,59 80,04

4-5-6-7-8-9-
3 3 105,83 78,59
10-11-16-12

6-11-7-8-16-
4 13-17-14-15 77,65 80,91
12-14-15-17
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa penugasan elemen kerja pada
alternatif 1 yang terpilih menjadi alternatif perbaikan mempunyai 4 stasiun
kerja dapat dikatakan lebih efisien dan lebih seimbang karena waktu baku
antar stasiun yang perbedaannya tidak terlalu signifikan. Sedangkan pada
kondisi sebelum perbaikan memiliki perbedaan yang signifikan dari waktu
baku antar stasiun. Jumlah rata-rata pada alternatif yang terpilih memiliki
rata-rata selisih waktu baku antar stasiun sebesar 0,73 detik.

40
3.2.3 Analisis Perbandingan Line Efficiency, Balance Delay, Efisiensi Stasiun,
dan utilitas

Gambar 3.3 Grafik Perbandingan Line Efficiency, Balance Delay, Efisiensi


Stasiun, Utilitas Sebelum dan Sesudah Perbaikan

Grafik perbandingan diatas menunjukkan bahwa dengan adanya


perbaikan, line efficiency akan meningkat menjadi 99% dari 75%, hal ini
menunjukkan bahwa terjadi keseimbangan pada proses kerja. Seiring
meningkatnya line efficiency, maka balance delay pada perbaikan juga
menurun menjadi 1% dari 25%, hal ini memperlihatkan pengalokasian yang
hampir sempurna diantara stasiun kerja. Utilitas yang dihasilkan pada usulan
perbaikan menjadi sebesar 90,20% dari 68,90%. Sedangkan untuk efisiensi
stasiun kerja yang didapat dari rata-rata semua stasiun dan merupakan rasio
antara waktu baku setiap stasiun kerja dengan waktu baku stasiun kerja
maksimum, hasilnya adalah lini perakitan perbaikan dapat meningkatkan
efisiensi dibandingkan sebelumnya yaitu dari sebesar 75% menjadi 99%.

3.3 ANALISIS BATASAN DAN KELEMAHAN DARI USULAN PERBAIKAN


DENGAN LINE BALANCING
Batasan dan kelemahan pada penerapan lini produksi usulan adalah kemampuan
serta pengetahuan yang dimiliki oleh tiap-tiap operator berbeda, sehingga dalam
penentuan elemen kerja yang dikerjakan ditentukan dengan kemampuan operator
masing-masing. Jadi, apabila elemen kerja antar operator ditukar, maka dapat
membuat proses perakitan lebih lama jika operator tidak merakit bagian atau elemen
kerja yang ia kuasai.
Dalam lingkup nyata, implementasi dari usulan ini dapat dijalankan asalkan
perusahaan mengetahui kemampuan dan pengetahuan tiap operator dalam merakit
suatu elemen kerja yang ia kerjakan. Alangkah lebih baiknya, perusahaan dapat
memberikan training ke operator tentang cara merakit tiap elemen kerja agar nantinya
dapat membuat lini produksi menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Penerapan usulan perbaikan lintasan produksi seperti ini tepat dilakukan pada
bidang industri manufaktur produk yang sederhana seperti perakitan kursi, meja, dan

41
lainnya. Usulan ini tidak cocok diterapkan pada industri manufaktur yang bergerak
dalam memproduksi mesin-mesin yang kompleks.

42
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pelaksanaan Modul III terkait Assembly Line
Balancing adalah:
a. Konsep assembly line balancing adalah sebuah metode pemerataan beban kerja
antar stasiun yang ditandai dengan perbedaan waktu baku antar stasiun yang
tidak terlalu signifikan.
b. Precedence diagram sangat diperlukan dalam melakukan line balancing karena
dapat menganalisa dan membuat usulan perbaikan lini produksi karena dengan
Precedence diagram dapat mengetahui elemen yang harus dikerjakan terlebih
dahulu sebelum elemen lain.
c. Kriteria kriteria pada assembly line balancing diantaranya adalah waktu baku,
line efficiency, balance delay, utilitas dan efisiensi.
d. Untuk usulan alternatif perbaikan yang terpilih adalah alternatif 1 dengan 4
stasiun kerja karena memiliki selisih waktu baku stasiun dan waktu baku
alokasi yang paling sedikit, yaitu 0,73 detik. Usulan alternatif ini dapat
meningkatkan line efficiency menjadi 99%, menurunkan balance delay
menjadi 25%, serta menaikkan utilitas dan efisiensi menjadi 90,2%

4.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk pelaksanaan Modul III terkait Assembly Line
Balancing adalah:
a. Karena perkuliahan dilakukan secara daring/online pada saat memberikan
tutorial sebaiknya direcord agar mahasiswa yang terkendala sinyal tetap bisa
memahami dengan melihat hasil rekaman tersebut.

43

Anda mungkin juga menyukai