Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keseimbangan lintasan produksi


Keseimbangan lintasan adalah sebuah metode yang digunakan untuk
merencanakan dan mengendalikan lintasan yang berkaitan dengan aspek - aspek
waktu. Perbaikan proses produksi dapat dilakukan dengan menggunakan metode
line balancing. Menurut Stevenson (2015), line balancing merupakan proses untuk
menempatkan tugas pada stasiun kerja sedemikian rupa sehingga stasiun kerja
memiliki waktu proses yang kira-kira sama. Tujuan akhir pada line balancing
adalah untuk memaksimalkan kecepatan di tiap stasiun kerja sehingga dicapai
efisiensi kerja yang tinggi di tiap stasiun. Dengan kata lain keseimbangan lintasan
yang dimaksud adalah persamaan kapasitas keluaran atau output dari setiap operasi
berikutnya dalam suatu lintasan. Dimana apabila semua kapasitas keluaran atau
output tersebut sama, maka tercapailah keseimbangan yang sempurna. Namun jika
kapasitas keluaran atau output tersebut tidak sama, maka keluaran maksimum yang
mungkin tercapai untuk lintasan tersebut secara keseluruhan akan ditentukan oleh
operasi yang paling lambat dalam runtunan tersebut. Operasi yang paling lambat
atau yang mengalami kemacetan (bootleneck) itulah yang akan membatasi arus
pada lintasan tersebut.
Istilah keseimbangan lini (line of balancing) atau biasa disebut keseimbangan
lintasan adalah suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-
stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lintasan produksi sehingga setiap
stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja
tersebut (Sinaga, 2014). Keseimbangan lintasan juga dapat dikatakan sebagai usaha
untuk mengadakan keseimbangan kapasitas antara satu bagian dengan bagian lain
di dalam suatu proses produksi. Keterkaitan sejumlah pekerjaan dalam suatu
lintasan produksi harus dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan
ke dalam masing-masing stasiun kerja. Hubungan atau saling keterkaitan antara
satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu presedence
diagram atau diagram pendahuluan.

9
10

2.2 Metode Keseimbangan Lintasan


Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan
lintasan produksi, yaitu :
1. Metode Probabilitas
Metode probabilitas yaitu metode yang diikuti distribusi probabilitas
dimana waktu elemen pengerjaan bervariabel acak (rundom). Contoh adalah
metode probabilitas distribusi normal dan metode probabilitas distribusi
bebas.
2. Metode Analitik (Matematik)
Merupakan metode yang dapat menghasilkan suatu solusi optimal dengan
pendekatan matematis yang memberikan pemecahan yang optimal namun
memerlukan perhitungan yang rumit. Contoh adalah program linier dan
program dinamik.
3. Metode Heuristik
Heuristik berasal dari bahasa Yunani yang berarti menemukan. Model
heuristik ini pertama kali digunakan oleh Simon dan Newil untuk
menggambarkan pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah dan
membuat keputusan.
Inti dari pendekatan secara heuristik adalah untuk mengaplikasikan secara
selektif segala sesuatu yang dapat mengurangi bentuk permasalahan. Sebagai
contoh, masalah produksi line balancing yang dapat dipecahkan dengan
mengurangi keseluruhan sistem menjadi rangkaian line balancing sederhana yang
dapat dipelajari secara analitis.

2.3. Region Approach


Menurut Helmi et al 2016, Metode Region Approach dapat mengelompokkan
operasi kerja ke dalam wilayah sehingga memudahkan pengurutan operasi kerja
berdasarkan prioritas waktu operasi kerja dan operasi kerja yang memiliki waktu
operasi kerja terbesar dikerjakan terlebih dahulu. Dasarnya adalah opc yang
ditransformasikan menjadi precedence diagram, teknik ini mendapatkan perhatian
yang besar serta telah digunakan untuk memecahkan beberapa masalah
11

keseimbangan lini dengan baik. Teknik ini merupakan sebuah prosedur heuristik,
dimana pemilihan elemen untuk ditempatkan pada sebuah stasiun kerja didasarkan
pada posisi elemen pada precedence diagram. Elemen-elemen yang berada di
depan diagram merupakan elemen elemen yang menjadi solusi pertama.

2.4 Metode Ranked Positional Weight (RPW)


Menurut Hamza dan Al-Manaa (2013) Metode Ranked Positional Weight
(RPW) diperkenalkan oleh Helgeson dan Birnie pada tahun 1961, metode ini dalam
melakukan peringkat nilai bobot posisi untuk setiap elemen-elemen kerja di
sepanjang lintasan stasiun kerja yaitu dengan menjumlahkan setiap beban tugas
untuk setiap elemen kerja dan posisinya pada precedence diagram.
Menurut Ghutukade dan Sawant (2013) Metode Ranked Positional Weight
merupakan metode pembeban tugas pada setiap stasiun kerja dari pembobotan
terbesar sampai terkecil dalam jalur produksi.
Penggunaan metode ini didasarkan dari jumlah waktu dari operasi-operasi
yang terkontrol dari sebuah stasiun kerja dengan operasi tertentu yang disebut
sebagai bobot posisi. Cara penentuan bobot dari precedence diagram: dimulai dari
proses akhir. Bobot (RPW) = waktu proses operasi tersebut ditambah dengan waktu
proses operasi-operasi berikutnya. Pengelompokan operasi ke dalam stasiun kerja
dilakukan atas dasar urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan
pembatas berupa waktu siklus. (Ita Purnamasari, 2015), Langkah-langkah
penyelesaian dengan metode bobot posisi adalah sebagai berikut:
1. Membuat precedence diagram atau diagram jaringan kerja dari OPC.
2. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarjumlah waktu
operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya.
3. Menghitung waktu siklus.
4. Hitung jumlah stasiun kerja minimum.
5. Hitung balance delay lintasan.
6. Hitung efisiensi lintasan baru yang terbentuk.
7. Hitung output produksi.
12

8. Buat flow diagram untuk stasiun kerja minimum tersebut lalu lakukan
pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dari bobot
operasi terbesar sampai dengan terkecil, dengan kriteria total waktu
operasi lebih kecil dari waktu siklus yang diinginkan.
9. Lakukan trial and error untuk mendapatkan efisiensi lintasan yang paling
tinggi.
10. Urutan operasi-operasi mulai bobot operasi terbesar sampai dengan
terkecil.
11. Membuat matriks lintasan berdasarkan precedence diagram..

2.4.1. Presedence Diagram


Precedence diagram merupakan skema dari urutan operasi serta
ketergantungannya pada operasi kerja lainnya, atau peta proses pada posisi
horizontal. Tanda inspeksi di hilangkan dan atributnya dilepaskan kecuali atribut
waktu dan tanda panah.

2.4.2. Bobot Posisi


Bobot posisi dinyatakan sebagai jumlah waktu untuk semua operasi yang
mengikuti suatu operasi dengan ditambah waktu operasi yang dimaksud (sesuai
dengan precedence diagram) kemudian dirangking berdasarkan bobot posisi
terbesar ( Rudi Saputra, 2011).

2.4.3. Menentukan Waktu Siklus


Waktu siklus merupakan waktu yang dibutuhkan oleh lintasan produksi untuk
mengetahui hasil dari suatu unit produk. Apabila waktu produksi telah ditentukan
maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target
produksi.
Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi
tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang
menjadi penyebab terjadinya (bottle neck) kemacetan. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut:
13

∑𝑁
𝑖=1 𝑡𝑖
𝐾𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 = .................................................. (2.1)
𝐶

Dimana :
ti max : waktu operasi terbesar
C optimal: waktu siklus dengan balance delay seminimal mungkin

𝑝
𝑡𝑖 𝑚𝑎𝑥 ≤ 𝑐𝑜𝑝𝑡𝑖𝑚𝑎𝑙 ≤ ............................................. (2.2)
𝑄

Dimana :
P: periode waktu (jam kerja efektif)
Q: Jumlah produk pertahun

2.4.4. Menentukan Jumlah Stasiun Kerja


Jumlah stasiun kerja minimum yang dibutuhkan sama dengan jumlah dari
seluruh waktu elemen dibagi dengan waktu siklus dan kemudian dibulatkan keatas.
𝑛.𝑐−∑𝑁
𝑡=1 𝑡𝑖
𝐷=[ ] 𝑥 100% ......................................... (2.3)
𝑛.𝑐

Dimana:
ti: waktu operasi atau elemen (I= 1,2,3,…n)
N: Jumlah operasi
C: Waktu siklus kerja (detik)
K minimum: Jumlah stasiun kerja minimum

2.4.5. Balance Delay


Balance delay adalah rasio antara waktu idle dalam lintasan perakitan dengan
waktu yang tersedia. Dengan ukuran ketidak seimbangan dalam suatu lintasan
produksi, jumlah waktu menganggur pada lintasan yang dinyatakan sebagai
prosentase pemakaian waktu pada lintasan. Rumus yang digunakan untuk
menentukan balance delay lini perakitan adalah sebagai berikut. (Evi Febrianti,
2013).
14

𝑛 = 100% − 𝐷 ........................................................ (2.4)

Dimana :
n: Jumlah stasiun kerja
c: waktu siklus yang besarnya didasarkan pada stasiun kerja yang mempunyai
waktu baku terbesar
ti: Waktu baku setiap elemen kerja ke I (I=1,2,3,…,n)
D: Balance delay (%)

2.4.6. Efisiensi Lintasan


Efisiensi lintasan adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu
yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lintasan akan mencapai
keseimbangan apabila setiap stasiun kerja mempunyai waktu yang sama. Setelah
diseimbangkan. Besarnya efisiensi dari setiap alokasi waktu pada stasiun kerja
dinyatakan dalam bentuk prosentase. Rumus untuk menentukan effesiensi lintasan
perakitan setelah proses keseimbangan lintasan adalah sebagai berikut. (Evi
Febrianti,2013).

∑k
𝑖−1 STi
𝐿𝑖𝑛𝑒 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 = x 100%...................... (2.5)
(K)(CT)

Dimana :
STi = Waktu stasiun kerja dari ke-i
K = Jumlah stasiun kerja
CT = Waktu Siklus

2.4.7. Output Produksi


Output produksi dipengaruhi waktu siklus yang dikehendaki selama periode
waktu produksi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Rudi Saputra,
2011).
𝑃
𝑄 = 𝐶 ......................................................................... (2.6)
15

Dimana :
Q : Output Produksi
P : Periode Waktu (detik)
C : Waktu siklus Terbesar (detik)

2.5. Jam Kerja Henti


2.5.1. Tes Keseragaman dan Kecukupan Data
Tes keseragaman data dapat dilakukan secara visual. Tes visual hanya
melihat data yang terkumpul dan mengidentifikasikan data yang terlalu esktrim.
Data ekstrim adalah data yang terlalu besar atau terlalu kecil dan menyimpang dari
trend rata ratanya dan sebaiknya dibuang. Konsekuensi yang diperoleh adalah
semakin besar jumlah siklus yang diamati, maka akan semakin mendekati
kebenaran akan data yang diperoleh. Konsistensi dari hasil pengukuran dan bacaan
waktu oleh stopwatch merupakan hal yang diinginkan dalam proses pengukuran
waktu kerja. Semakin kecil variasi atau perbedaan data waktu yang ada, jumlah
pengamatan dan pengukuran yang harus dilakukan juga akan kecil pula.
Ketentuan dalam uji kecukupan data ini adalah bahwa pengamatan data
dilakukan haruslah kurang dari satu atau sama dengan jumlah pengamatan yang
dilakukan. ( Rudi Saputra, 2011 ).
Rumus yang digunakan untuk menghitung kecukupan dan keseragaman data
sebagai berikut.
1. Rata rata (mean)
∑𝑋
𝑋̅ = 𝑛 𝑖 ..................................................................... (2.7)

Dimana :
X : Waktu pengamatan rata rata
n : Jumlah pengamatan yang dilakukan
Standart Deviasi
∑(𝑋𝑖 −𝑋)2
𝑆𝐷 = √ ........................................................ (2.8)
𝑛−1
16

Dimana :
n : Jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
X :Waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan

2. Uji keseragaman Data


Pada uji keseragaman data menggunkan confidance level 95%
berdasarkan kondisi pengambilan data dan fasilitas penggunaan data.
Confidence level (CL) = 95% k=2
Tingkat kepercayaan = 95% k=2
Keterangan: Saya percaya Pa bahwa 95% data yang saya ambil akan
memuat nilai parameter yang akan kita duga berada dalam selang tersebut.
2
𝐾𝑙𝑠√𝑁(∑ 𝑋12 )−(∑ 𝑋𝑖 )2
𝑁′ = [ ∑ 𝑋𝑖
] ..................................... (2.9)

BKA = ̅X + k. SD
BKB = ̅X – k. SD
Keterangan :
BKA : Batas Kontrol atas
BKB : Batas Kontrol bawah
3. Uji Kecukupan Data
𝑆𝐷
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒 𝑜𝑓 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 𝑥 100% ..................... (2.10)
𝑥

𝐶𝑜𝑛𝑓𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 𝐿𝑒𝑣𝑒𝑙 (𝐶𝐿) = 100% .......................... (2.11)

Keterangan :
N’:Jumlah pengamatan yang harus dilakukan
N :Banyaknya pengamatan yang telah dilakukan
Xi :Waktu pengerjaan yang terbaca oleh stopwatch
K :Koefisien keyakinan yang nilainya ditentukan oleh tingkat kepercayaan
(CL)
17

S :Tingkat Ketelitian
Jika banyaknya pengamatan yang sudah dilakukan (N’ ≤ N), berarti
pengamatan yang sudah dilakukan telah memenuhi syarat, jika banyaknya
pengamatan yang dilakukan (N’≥ N) berarti banyaknya pengamatan yang sudah
dilakukan belum memenuhi syarat, sehingga harus dilakukan pengamatan
tambahan.

2.5.2. Menghitung Waktu Rata-Rata


Sebelum menghitung waktu pengamatan rata rata, langkah pengukuran harus
selesai dilakukan, semua data yang didapat dari pengukuran memiliki keseragaman
yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi syarat, yaitu telah memunuhi
tingkatan ketelitian dan kepercayaan yang diinginkan, rumusnya sebagai berikut
(Rudi Saputra, 2011).
∑ 𝑥𝑖
𝑊𝑠 = ................................................................ (2.12)
𝑛

Dimana :
Ws = Waktu Siklus
.
2.5.3. Performa Rating
Performa rating merupakan kegiatan untuk menilai atau mengevaluasi
kecepatan kerja operator. Dengan melakukan pengevaluasian ini diharapakan
waktu kerja yang diukur dapat dinormalkan kembali.
Untuk menormalkan waktu kerja diperoleh dari hasil pengamatan, maka hal
ini dilakukan dengan mengadakan penyesuaian yaitu dengan cara mengalihkan
waktu pengamatan rata rata dengan faktor penyesuaian (P), yaitu sebagai berikut:
 Operator dinyatakan bekerja terlalu cepat yaitu bekerja diatas batas
wajar (normal). Maka rating factor akan lebih besar dari pada satu
(P>1 atau P>100%)
 Jika operator bekerja terlalu lambat yaitu dibawah waktu normal
maka rating factor akan lebih kecil dari satu (P<1 atau P < 100%)
18

 Jika operator bekerja secara wajar atau normal maka rating factor
akan sama dengan satu (P=1 atau P=100%), biasanya untuk kondisi
kerja dimana operasi secara penuh dilakukan oleh mesin.
Penilaian performance rating dapat lebih obyektif dengan menggunakan table
westinghaouse system rating. System ini mengarahkan penilaian pada empat factor
yang dianggap menentukan kewajaran dalam bekerja:
1. Keahlian (skill)
2. Usaha (effort)
3. Kondisi kerja (working condition)
4. Konsisten (consistency)

2.5.4. Aktivitas Kaizen


Kaizen menurut Imai (2008) adalah “kemajuan dan perbaikan terus menerus
dalam kehidupan seseorang, kehidupan berumah tangga, kehidupan bermasyarakat
dan kehidupan kerja”. Kaizen adalah “konsep yang sederhana, yang dibentuk oleh
dua karakter yaitu: Kai artinya perubahan dan Zen artinya baik, sehingga kalau
digabungkan menjadi satu kata maka secara harfiah berarti “perbaikan”.
Kaizen adalah penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan seluruh
anggota perusahaan. Jadi Kaizen dapat diartikan sebagai perubahan kepada arah
lebih baik. Kaizen adalah kegiatan sehari-hari yang sederhana bertujuan untuk
melampaui peningkatan produktifitas, juga merupakan sebuah proses apabila
dilakukan dengan benar akan “memanusiawikan” tempat kerja, mengurangi beban
kerja yang berlebihan, dan mengajarkan orang untuk melakukan percobaan dalam
pekerjaannya dengan menggunakan metode-metode ilmiah dan bagaimana belajar
mengenali serta mengurangi pemborosan dalam proses kerjanya.
Kaizen adalah konsep tunggal dalam manajemen Jepang yang paling penting
dan merupakan kunci sukses Jepang dalam persaingan.
19

2.6. Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian
sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji
penelitian yang dilakukan. Berikut Tabel 2.1. merupakan penelitian terdahulu
mengutamakan artikel pada jurnal ilmiah yang relevan.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Firman Ardiansyah implementasi Ranked Positional Hasil dari implementasi metode
Ekoanindiyo dan Latif Weight untuk meningkatkan Ranked Positional Weight
Helmy (2017) efisiensi pada lintasan kerja pada didapat penurunan nilai balance
industri wooden garden furniture di delay dari 64.66% menjadi
CV. MJ 43.61%, peningkatan efisiensi
sistem dari 33.34% menjadi
56.39%, serta output yang
dihasilkan 142.14 unit
kursi/hari dengan jumlah
stasiun kerja dari 9 menjadi 6.
Rony Prabowo (2016) Penerapan Teknik Ranked Hasil analisis menyatakan
Positional Weight Untuk Mencapai bahwa dengan penggunaan
Efisiensi Kerja Yang Optimal Pada metode keseimbangan lintasan,
Setiap Stasiun Kerja Di PT. HM perusahaan dapat mencapai
Sampoerna Tbk. efisiensi lintasan sebesar
68,54% dan mengurangi
ketidakseimbangan (balance
delay) sebesar 42,02% dari
73,48% menjadi 31,46% dan
target produksi sebanyak 240
box/hari dapat terpenuhi.
Casban dan Lien Analisis Keseimbangan Lintasan Hasil dari implementasi metode
Herliani Kusumah Produksi Menggunakan Ranked ini adalah peningkatan efisiensi
(2016) lintasan produksi metode RPW
20

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu


Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Positional Weight Pada Proses dari 69.72% menjadi sebesar
Industri Pompa 93.29% dengan stasiun kerja
berjumlah dari 17 orang
menjadi 20 orang dan
peningkatan kapasitas produksi
dari 16 unit/bulan menjadi
sebanyak 25 unit/bulan.
K. Hengky, K. Perancangan Keseimbangan Hasil perbaikan memberikan
Setiawan, P. Lusia, Lintasan Produksi Menggunakan dampak yang positif bagi
(2016) Pendekatan Simulasi Dan Metode perusahaan yaitu tingkat
Ranked Positional Weight. produktivitas mengalami
peningkatan. Nilai
keseimbangan lintasan
produksi pada sistem yang
sekarang adalah 59,99 persen
dengan 6 stasiun kerja.
Penggunaan metode RPW dan
pendekatan simulasi dengan
perangkat lunak ARENA
menghasilkan perbaikan
terhadap nilai keseimbangan
lintasan produksi menjadi 94,64
persen dengan 3 stasiun kerja di
dalam sistem baru yang diuji.
Lina Gozali, Andres penentuan jumlah tenaga kerja Hasil dari penelitian yang
dan Feriyatis (2015) dengan menggunakan Line dilakukan dengan metode
Balancing untuk meningkatkan keseimbangan lini yang
efisiensi produksi perusahaan PT. digunakan, maka didapatkan
XYZ jumlah tenaga kerja awal
21

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu


Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
sebanyak 15 orang pekerja
menjadi 11 orang pekerja
dengan jumlah stasiun kerja
awal yaitu 18 stasiun kerja
menjad 14 stasiun kerja.

Anda mungkin juga menyukai