Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam suatu perusahaan produksi sering kali terdapat permasalahan dalam proses
produksi terutama jika produksi padat karya (menggunakan tenaga manusia). Dalam
suatu departemen terdiri dari beberapa stasiun kerja untuk menyelesaikan suatu produk
tertentu diperlukan kerjasama yang baik antar stasiun kerja dalam departemen tersebut.
Namun pada kenyataannya sering ditemukan kasus antara satu stasiun kerja dengan
stasiun kerja lainnya memiiliki kecepatan proses produksi yang berbeda sehingga
cinderung terjadi penumpukan yang mengkibatkan antrian pada salah satu atau beberapa
stasiun kerja sehingga tidak berjalan dengan maksimal.
Untuk itu diperlukan suatu metode untuk menciptakan keseimbangan dalam
proses produksi agar proses produksi bisa berjalan dengan lancar dan tepat waktu. Salah
satu metode yang digunakan adalah metode penyeimbangan lini atau yang sering
disebut metode line balancing yakni metode yang mengelompokkan tugas produksi
kedalam beberapa stasiun kerja, untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi proses
produksi. Konsep ini lebih memaksimalkan bagaimana merancang metode kerja yang
meminimalkan waktu mengnganggur (idle time) dan mengurangi delay (waktu tunggu)
antara stasiun kerja satu dengan yang lainnya.
Metode line balancing akan diusulkan sebagai metode kerja baru untuk
memperbaiki metode kerja lama dalam praktikum pembuatan dompet. Yang menjadi
acuan dalam perbaikan metode ini adalah waktu standart proses produksi setiap stasiun
kerja di satu departemen produksi tertentu. Sehingga diharapkan dengan penerapan
metode ini output produksi meningkat, memperlancar proses produksi, efisiensinya
tinggi dan mampu meminimasi waktu nganggur (idle time) dalam proses produksi.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan diadakannya praktikum ini adalah supaya praktikum mengerti mengenai
1.2.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui dan mampu menghitung waktu standart dan output standart proses
pembuatan dompet,
2. Mengetahui proses prooduksi dompet dan menggambarkannya dalam peta kerja,
3. Merancang sistem kerja yang baik dengan memperbaiki keseimbangan lini kerja
dan kerja tangan serta produktivitas kerja operator dalam proses produksi,
4. Mengetahui kurva pembelajaran operator dari masing-masing operasi,
5. Menentukan waktu standart berdasarkan prosedur pengukuran yang dilakukan
secara acak.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui cara menghitung dan mengidentifikasi line balancing dari operasi
kerja.
2. Mampu menerapkan metode-metode line balancing.
3. Mampu mengevaluasi dan merancang perbaikan operasi kerja baru dengan
metode line balancing.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengantar Line Balancing
Menurut purnomo (2004). Dalam proses produksi terdiri dari beberapa aspek
aspek dasar seperti biaya, tenaga kerja, keuntungan, peralatan, sumber daya alam,
sumber daya manusia dsb. Untuk membuat keseimbangan diantara aspek-aspek tersebut
perlu adanya suatu metode, metode yang umum digunakan adalah metode line
balancing (keseimbangan lini). Metode ini digunakan untuk menentukan waktu standart
yang sama antara departemen dengan departemen lain sesuai dengan kecepatan waktu
produksi (waktu siklus) yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini untuk
meminimumkan waktu tunggu (delay time).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang line balancing yang baik
adalah dengan memeprhatikan hal-hal berikut ini seperti produksi yang continue atau
berkelanjutan agar tidak ada penumpukan benda kerja distaiun lain kareena menunggu
dari departemen lain. Arah aliran material harus tetap terjaga agar mengurangi
keterlambatan waktu tunggu, pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap
stasiun kerja yang terdapat di dalam satu lintasan.
(Baroto, 2002).
2.2 Precedence Diagram
Untuk

memudahkan

perencanaan

dan

pengontrolan

kegiatan

produksi

menggunakan precedence diagram yakni urutan operasi kerja yang digambarkan dalam
bentuk grafis atau lingkaran-lingkaran yang terhubung satu dengan yang lainnya.
Simbol-simbol yang digunakan untuk membuat precedence diagram diantaranya simbol
lingkaran dengan huruf dan nomer dari suatu proses operasi, angka yang berada diatas
simbol lingkaran yang menunjukkan waktu standart operasi dan tanda panah sebagai
urutan proses operasi (Baroto, 2002).
2.3 Penentuan Cycle Time (CT)
Waktu siklus atau yang sering disebut cycle time merupakan alokasi waktu yang
diberikan kepada stasiun kerja untuk menyelesaikan task-task yang telah diberikan

kepada stasiun kerja tersebut. Penentuan baik tidaknya waktu siklus berdasarkan tingkat
produksi (production rate) yakni berapa jumlah produk yang ingin dihasilkan dalam
jangka waktu tertentu.
Untuk menetapkan waktu siklus berdasrkan beberapa hal yakni antara lain:
1.

Berdasarkan tingkat produksi yakni menjumlahkan seluruh waktu yang tersedia tiap

2.
3.

periode dibagi seluruh waktu per periode dalam menyelesaikan task.


Berdasrkan waktu proses terpanjang.
Berdasrkan hasil perhitungan bilangan prima dari jumlah waktu proses.
(Saptanty D P, 2007).
2.4 Metode-Metode Dalam Line Balancing
Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan line balancing
diantaranya adalah metode Rangked Positional Weight (RPW), Metode Kilbridge And
Wester, Metode Largest Candidate Ruler, dan Metode J-Wagon.
2.4.1 Metode Ranked Positional Weight (RPW)
Helgison dan Biernie mengenalkan metode untuk memecahkan permasalahan
keseimbangan lini (line balancing) di stasiun kerja dengan lebih cepat dan efisien.
Metode yang digunakan adalah metode rangked positional weight (RPW) yakni
penentuan jumlah stasiun kerja minimal dengan pertimbangan bobot posisi kerja
dari setiap stasiun itu. Untuk menghitung bobot setiap task dengan cara
menambahkan task ke-i dengan waktu untuk mengeksekusi semua task.
Langkah-langkah dalam menerapkan metode rangked positional weight
(RPW) sebagai berikut ini:
1. Menghitung bobot posisi semua task yaitu dengan menambahkan bobot posisi
awal dengan bobot posisi setelahnya.
2. Mengurutkan bobot posisi yang sudah dikelompokkan sebelumnya dari bobot
posisi terbesar ke bobot posisi terkecil.
3. Menempatkan task stasiun kerja dimulai dari bobot terbesar dengan catatan tidak
melebihi waktu siklus. Lakukan langkah-langkah ini sampai semua task
terpenuhi di stasiun kerja.task terpenuhi.
(Baroto, 2002).

2.4.2 Metode Kilbridge And Water

Untuk mengatasi keseimbangan lini dalam suatu stasiun kerja juga dapat
menggunakan metode killbrigdge and wester. Prinsip kerja dari metode ini dengan
mengelompokkan task-task yang memiliki keterhubungan yang sama antar satu task
dengan task lain.
Langkah-langkah untuk menerapkan metode killbridge wester adalah sebagai
berikut ini:
1. Mengelompokkan sejumlah task ke dalam sebuah kelompok yang sama.
Misalnya kelompok yang tidak mempunyai task pendahulu, kelompok yang
mempunyai task pendahulu 1, kelompok yang mempunyai task pendahulu 2 dan
seterusnya.
2. Menggabungkan task-task ke sebuah kelompok. Penggabungan ini berdasarkan
penjumlahan waktu total dari masing-,masing kelompok yakni yang memiliki
nilai mendekati atau sama dengan total waktu siklus. Pindahkan task-task dari
departemen satu ke lainnya sesuai dengan nilai waktu standart yang mendekati
waktu siklus.
3. Jika suatu task task waktu totalnya kurang dari waktu siklus gabungkan dengan
kelompok task lainnya.
4. Lakukan langkah-langkah diatas sampai semua task masuk di stasiun kerja.
(Baroto, 2002).
2.4.3 Metode Largest Candidate Ruler
Metode largest candidate ruler dapat menyelesaikan masalah dengan
pertimbangan waktu urutan secara sekaligus hal ini menjadi salah satu keunggulan
dari metode largest candidate ruler dibandingkan dengan metode lainnya. Prosedur
yang dilakukan dalam menrapkan metode largest candidate ruler adalah dengan
membuat bagan predecessor tiap elemn kerja. Lalu diurutkan berdasarkan waktu
elemen, setelah itu menghitung waktu siklus (time cycle) dan menempatkan elemen
kerja dalam stasiun kerja dngan prioritas waktu elemen dan banyaknya kegiatan.
(Ramadhan S, 2012).
2.4.4 Metode J-Wagon
Metode j-wagon merupakan metode yang digunakan untuk menentukan
keseimbangan lini (line balancing) yang menitik beratkan pada pengelompokan
elemen kerja terbanyak dalam stasiun kerja. Jika ada dua elemen kerja yang
memiliki bobot sama yang lebih diprioritaskan adalah yang memiliki waktu
pengerjaan lebih besar.

Langkah-langkah yang digunakan dalam metode j-wagon adalah sebagai


berikut ini:
1. Menghitung seluruh jumlah operasi dalam setiap stasiun kerja.
2. Mengurutkan elemen pekerjaan dari jumlah elemen kerja terbesar ke elemen
kerja terkecil.
3. Jika ada nilai yang sama maka yang lebih diprioritaskan adalah yang
mempunyai elemen kerja terbesar.
4. Urutkan elemen pekerjaan dalam sebuah tabel.
(Baroto, 2002).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Dalam pembuatan dompet, berikut ini alat dan bahan yang
digunakan.
3.1.1

Alat

Berikut ini alat yang digunakan dalam pembuatan dompet.


1.

Spidol (1 buah)

2.

Meteran kain (7 buah)

3.

Gunting (4 buah)

4.

Mal pola (16 buah)

5.

Lem (5 buah)

6.

Checksheet (7 buah)

7.

Stopwatch (7 buah)

8.

Kamera atau handphone dengan resolusi minimal 2 mp

3.1.2

Bahan

Berikut ini bahan yang digunakan dalam proses pembuatan


dompet:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kain denim (129 cm x 98 cm)


Kain furing (58 cm x 56 cm)
Kertas karton (86 cm x 36 cm)
Dompet resleting (1 buah)
Aspon angin (1 buah)
Hiasan tempel (1 buah)

3.2 Prosedur Praktikum


Prosedur praktikum yang digunakan dalam praktikum apsk modul 03 tentang line
balancing sebagai berikut ini:
1. Mengelompokkan proses operasi pembuatan dompet beserta menghitung nilai waktu
standart (WS).
2. Membuat precedence diagram sesuai dengan urutan proses operasi pembuatan
dompet awal.
3. Menghitung cycle time setiap proses operasi pembuatan dompet. Kemudian
diurutkan dan dikelompokkam setiap operasi berdasarkan waktu siklus terbesar ke

waktu siklus terkecil yang digambarkan dalam sebuah precedence diagram baru
berdasarkan perhitungan cycle time.
4. Mengelompokkan setiap operasi pembuatan dompet berdasarkan metode ranced
positional weight. Yakni dengan mengelompokkan dan mengurutkan operasi
berdasarkan posisi terbesar ke posisi terkecil dari etiap operasi. Kemudian membuat
precedence diagram baru sesuai pengelompokkan posisi berdasarkan metode
ranced positional weight.
5. Membuat precedence diagram dengan metode killbridge and wester (region
approach) yakni dengan membagi vertikal wilayah operasi yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Hasil pembagian setiap wilayah tersebut dihitung nilai efficiency
balancing, delay balancing dan smoothness index setelah perhitungan menunjukkan
tingkat efisiensi tinggi maka hasil pembagian operasi kerja tersebut dibuat
precedence diagram baru.
6. Membuat precedence diagram dengan metode largest candidate rule yakni
pengelompokkan operasi dengan menentukan constraint atau batasan tertentu
seperti waktu dan operasi pendahulunya serta mengurutkan berdasarkan waktu
operasi terbesar yang sudah ditetapkan sebelumnya.
7. Membuat precedence diagram dengan menggunakan metode J-Wagon yakni dengan
mengurutkan operasi berdasarkan jumlah elemen kerja terbesar ke jumlah elemen
kerja terkecil.
8. Dari beberapa metode yang digunakan untuk membuat precedence diagram baru
dipilih salah satu metode yang paling baik yang sesuai dengan pembagian stasiun
kerja yang diinginkan.

3.3 Flowchart Praktikum Modul 3


Berikut adalah flowchart praktikum modul 3 yaitu tentang line balancing :

Gambar 4.1 Flowchart praktikum modul 3

BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1

Rancangan Awal Departemen

Gambar 4.2 Perancangan awal semua departemen

4.2

Rekap Data
4.2.1 Rekap data waktu tiap operasi (30 data)
4.2.1.1 Departemen pengukuran
Pada depertemen pengukuran terdapat beberapa aktivitas yang terdiri dari pengukuran kain denim, pengukuran kain furing dan
pengukuran mal :
A. Pengukuran kain denim
Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pengukuran kain denim di departemen pengukuran. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pengukuran pada bahan (kain denim) saat pembuatan dompet :
Tabel 4.1 Operasi 1 pengukuran kain denim

B. Pengukuran kain furing


Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pengukuran kain denim di departemen pengukuran. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pengukuran pada bahan (kain furing) saat pembuatan dompet :
Tabel 4.2 Operasi 2 pengukuran kain furing

C. Pengukuran mal
Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pengukuran kain denim di departemen pengukuran. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pengukuran pada bahan (mal) saat pembuatan dompet :
Tabel 4.3 Operasi 3 pengukuran mal

4.2.1.2 Departemen pemotongan


Pada departemen pemotongan, dilakukan operasi pemotongan kain denim, pemotongan kain furing dan pemotongan mal
menggunakan alat bantu manual yakni gunting, dengan mengikuti pola yang telah dibuat oleh departemen pengukuran.
A. Pemotongan kain denim
Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pemotongan kain denim di departemen pemotongan. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pemotongan pada kain denim saat pembuatan dompet :
Tabel 4.4 Operasi 4 pemotongan kain denim

B. Pemotongan kain furing


Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pemotongan kain furing di departemen pemotongan. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pemotongan pada kain furing saat pembuatan dompet :
Tabel 4.5 Operasi 5 pemotongan kain furing

C. Pemotongan mal
Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pemotongan mal di departemen pemotongan. Berikut 30 data sampling
untuk waktu pemotongan pada mal saat pembuatan dompet :
Tabel 4.6 Operasi 6 pemotongan mal

4.2.1.3 Departemen perakitan 1


Pada departemen perakitan 1 dimana didalamnya terdapat operasi pembuatan skat 1, pembuatan skat 2 dan pembuatan tempat
uang.
A. Pembuatan skat 1
Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pembuatan skat 1 di departemen perakitan 1. Berikut 30 data sampling
untuk waktu pembuatan skat 1 saat pembuatan dompet :
Tabel 4.7 Operasi 7 pembuatan skat 1

B. Pembuatan skat 2
Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pembuatan skat 2 di departemen perakitan 1. Berikut 30 data sampling
untuk waktu pembuatan skat 2 saat pembuatan dompet :
Tabel 4.8 Operasi 8 pembuatan skat 2

C. Pembuatan tempat uang


Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pembuatan tempat uang di departemen perakitan 1. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pembuatan tempat uang saat pembuatan dompet :
Tabel 4.9 Operasi 9 pembuatan tempat uang

4.2.1.4 Departemen perakitan 2


Pada departemen perakitan 2 dimana didalamnya terdapat operasi pembuatan tempat uang 1, pembuatan tempat uang 2,
pembuatan tempat uang 3 dan pembuatan tempat uang 4.
A. Pembuatan tempat kartu 1
Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pembuatan tempat kartu 1 di departemen perakitan 2. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pembuatan kartu 1 saat produksi dompet :
Tabel 4.10 Operasi 10 pembuatan tempat kartu 1

B. Pembuatan tempat kartu 2


Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pembuatan tempat kartu 2 di departemen perakitan 2. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pembuatan kartu 2 saat produksi dompet :
Tabel 4.11 Operasi 11 pembuatan tempat kartu 2

C. Pembuatan tempat kartu 3


Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pembuatan tempat kartu 3 di departemen perakitan 2. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pembuatan kartu 3 saat produksi dompet :
Tabel 4.12 Operasi 12 pembuatan tempat kartu 3

D. Pembuatan tempat kartu 4


Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pembuatan tempat kartu 4 di departemen perakitan 2. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pembuatan kartu 4 saat produksi dompet :
Tabel 4.13 Operasi 13 pembuatan tempat kartu 4

4.2.1.5 Departemen perakitan 3


Pada departemen perakitan 2 dimana didalamnya terdapat operasi alas atas dan alas dalam.
A. Pembuatan alas atas
Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pembuatan alas atas di departemen perakitan 3. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pembuatan alas atas saat produksi dompet :
Tabel 4.14 Operasi 14 pembuatan alas atas

B. Pembuatan alas dalam


Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan pembuatan alas dalam di departemen perakitan 3. Berikut 30 data
sampling untuk waktu pembuatan alas dalam saat produksi dompet :
Tabel 4.15 Operasi 15 pembuatan alas dalam

4.2.1.6 Departemen perakitan 4 (assembly keseluruhan)


Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan assembly keseluruhan di departemen perakitan 4. Berikut 30 data
sampling untuk waktu assembly keseluruhan saat produksi dompet :
Tabel 4.16 Operasi 16 perakitan 4 assembly keseluruhan

4.2.1.7 Departemen finishing (penempelan perekat)


Berikut adalah data yang diambil saat operator melakukan penempelan perekat di departemen finishing. Berikut 30 data sampling
untuk waktu penempelan perekat saat produksi dompet :

Tabel 4.17 Operasi 17 penempelan perekat.

4.2.2

Perhitungan waktu standart


Pada perhitungan waktu standart dapat dilakukan dengan cara menghitung
manual, berikut adalah rumusnya :
Waktu standar

WN x

100
100 allowance

detik/unit

Dari data modul 1 kemaren diketahui waktu normal, allowance dan waktu
standart. Berikut adalah rekapannya:
Tabel 4.18 perhitungan waktu standart

4.3 Precedence Diagram

1.

2.
3.

a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah


identifikasi asli dari suatu proses operasi.
b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Hal ini
operasi yang ada di pangkal panah berarti mendahului operasi kerja yang ada pada
ujung anak panah.
c. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap proses operasi.

Gambar 4.3 Precedence diagram

4.4 Penentuan Cycle Time (Waktu Siklus) dan Stasiun Kerja Minimum
Cycle time atau disebut juga waktu siklus merupakan waktu rata-rata yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan dua assembly secara berturut-turut, dengan asumsi
setiap assembly mempunyai kecepatan yang konstan.
Berdasarkan tingkat produksi
CT =

Kapasitas waktu yang tersedia per periode = ( HK x Jamkerja x 3600 detik )


Demand per periode
Demand
Berdasarkan waktu proses terpanjang
Berdasarkan hasil perhitungan bilangan prima dari jumlah waktu proses.
Berdasarkan waktu proses terpanjang.
CT = waktu proses terpanjang
= 0,1674 jam
Waktu total departemen = 1,3692 jam

Jumlah stasiun kerja minimum =

Total semua departemen 1,3692 jam


=
=9
Waktu siklus
0,1674 jam

4.5 Metode Line Balancing


4.5.1 Metode ranked positional weight (RPW)
Berikut adalah urutan

langkah-langkah pada metode Ranked Positional

Weight pada line balancing :


1. Lakukan pembobotan posisi untuk tiap elemen. Bobot posisi merupakan jumlah
waktu elemen-elemen pada rantai terpanjang mulai dari elemen tersebut sampai
elemen terakhir.
2. Urutkan elemen pekerjaan mulai dari bobot dari bobot tertinggi hingga bobot
terendah.
3. Lakukan pengelompokkan elemen pekerjaan menjadi stasiun kerja sesuai
dengan urutan bobot posisinya dengan tetap memperhatikan presedence
constraint dan waktu siklus.
Table 4.19 Tabel bobot operasi pengikut

Tabel 4.20 Tabel bobot operasi terbesar sampai terkecil

Tabel 4.21 Tabel RPW

Gambar 4.4 Precedence diagram RPW

Keterangan :

= Jumlah stasiun kerja

STi

= Waktu operasi untuk tiap stasiun kerja

STmax = Waktu operasi stasiun terbesar


CT
Perhitungan manual :

Line Efficiency
LE

STi x 100
k x CT

= Waktu siklus

1,3692
x 100
10 x 0,1674

81,79

Smoothness index
WS 1
CT

WS 2
CT

WS 3
CT

WS 4
CT

WS
5
SI =
CT

WS 6
CT

WS 7
CT

WS 8
CT

WS 9
CT

WS10
CT

(0,16740,1569)2 +(0,16740,1434)2 +(0,16740,1651)2 +(0,16740,1512)2 +(0,16740,1490)2


(0,16740,1612)2+(0,16740,0830)2 +(0,16740,1311)2 +( 0,16740,1674)2+(0,16740,0609)2
=

(0,0105)2+(0,024)2 +(0,0023)2+(0,0162)2+(0,0184)2 +(0,0062)2+(0,0844)2 +( 0,0363)2 +(0)2 +(0,1065


=

( 0,00011025 ) + ( 0,000576 ) + ( 0,00000529 ) + ( 0,00026244 ) + ( 0,00033856 ) + ( 0,00131769 ) + ( 0,00003844 )


(0,00712336)+(0,00131769)+(0,01134225)
=

0,02243197

= 0,149773061
3. Delay Time
DT = k x STmax -

ST i

= 10 x 0,1674 - 1,3692
= 0,3048

4. Presentase Waktu Menganggur (% DT)


%DT =

DT
x 100
k x ST Max

0,3048
x 100
10 x 0,1674

18,21

4.5.2

Metode Kilbridge and Wester (Region Approach)


Berikut adalah urutan langkah-langkah pada metode Kilbridge and Wester

(Region Approach) pada line balancing :


1. Bagi precedence diagram yang ada kedalam beberapa wilayah (region)
2. Pembagian wilayah ini dilakukan secara vertical dimana setiap wilayah tidak
boleh ada dua operasi berurutan.
3. Operasi yang tidak memiliki operasi pendahulu (predecessor) diletakkan pada
wilayah yang pertama.
4. Alokasikan operasi yang terletak pada wilayah yang paling awal kepada stasiun
yang lebih awal dengan memperhatikan precedence diagram.
5. Setiap operasi yang berada pada wilayah yang sama mempunyai hak yang sama
untuk dialokasikan kepada stasiun yang ada, oleh karena itu bias dipilih operasi
mana saja yang akan dialokasikan kedalam stasiun yang ada.
6. Jika kita akan mengalokasikan operasi yang ada pada wilayah berikutnya, maka
seluruh operasi yang ada pada wilayah sebelumnya harus sudah dialokasikan
semuanya.
7. Pengalokasian operasi kepada salah satu stasiun, total waktu prosesnya tidak
melebihi CT (cycle time) yang telah ditentukan.

Gambar 4.5 Precedence diagram pembagian wilayah


Tabel 4.22 Tabel pembagian wilayah tiap operasi

Tabel 4.23 Tabel KW

Gambar 4.6 Precedence diagram KW

Keterangan :

= Jumlah stasiun kerja

STi

= Waktu operasi untuk tiap stasiun kerja

STmax = Waktu operasi stasiun terbesar


CT
Perhitungan manual :
a. Line Efficiency
LE

STi x 100
k x CT

= Waktu siklus

1,3692
x 100
10 x 0,1674

81,79

b. Smoothness index
WS 1
CT

WS 2
CT

WS 3
CT

WS 4
CT

WS
5
SI =
CT

WS 6
CT

WS 7
CT

WS 8
CT

WS 9
CT

WS10
CT

(0,16740,1569)2 +(0,16740,1434)2 +(0,16740,1651)2 +(0,16740,1512)2 +(0,16740,1490)2


(0,16740,1612)2+(0,16740,0830)2 +(0,16740,1311)2 +( 0,16740,1674)2+(0,16740,0609)2
=

(0,0105)2+(0,024)2 +(0,0023)2+(0,0162)2+(0,0184)2 +(0,0062)2+(0,0844)2 +( 0,0363)2 +(0)2 +(0,1065


=

( 0,00011025 ) + ( 0,000576 ) + ( 0,00000529 ) + ( 0,00026244 ) + ( 0,00033856 ) + ( 0,00131769 ) + ( 0,00003844 )


(0,00712336)+(0,00131769)+(0,01134225)
=

0,02243197

= 0,149773061
c. Delay Time
DT = k x STmax -

ST i

= 10 x 0,1674 - 1,3692
= 0,3048

d. Presentase Waktu Menganggur (% DT)


%DT =

DT
x 100
k x ST Max

0,3048
x 100
10 x 0,1674

18,21
4.5.3

Metode largest candidate rule


Urutan langkah-langkah pada metode LCR adalah sebagai berikut:

1. Urutkan seluruh elemen pekerjaan berdasarkan waktu elemen mulai dari waktu
elemen terbesar.
2. Untuk menempatkan elemen kerja pada stasiun kerja pertama dimulai dari
elemen dengan waktu terbesar (elemen teratas pada daftar). Kemudian
masukkan elemen kerja yang berada pada urutan dibawahnya. Elemen kerja
yang dimaksukkan tidak boleh melanggar presedence constraint dan jumlah
waktu elemen-elemen tersebut tidak boleh melebihi waktu siklus.
3. Lanjutkan proses pengelompokkan seperti pada no 2.
4. Ulangi langkah kerja no 2 dan 3 hingga semua operasi kerja telah
dikelompokkan.

Tabel 4.24 Penentuan operasi pendahulu setiap operasi

Tabel 4.25 Pengurutan LCR

Tabel 4.26 Tampilan tabel LCR

Gambar 4.7 Precedence diagram LCR

Keterangan :

= Jumlah stasiun kerja

STi

= Waktu operasi untuk tiap stasiun kerja

STmax = Waktu operasi stasiun terbesar


CT
Perhitungan manual :
1. Line Efficiency
LE

STi x 100
k x CT

1,3692
x 100
12 x 0,1674

68,16

2. Smoothness index

= Waktu siklus

WS 1
CT

WS 2
CT

WS 3
CT

WS 4
CT

WS
5
SI =
CT

WS 6
CT

WS 7
CT

WS 8
CT

WS 9
CT

WS10
CT

WS 11
CT

WS12
CT

( 0,16740,1125) + ( 0,16740,1195 ) + ( 0,16740,1434 ) +( 0,16740,1272 ) + ( 0,16740,0508 )

( 0,16740,1311) + ( 0,16740,0900 ) +( 0,16740,1222 ) + ( 0,16740,1612 ) + ( 0,16740,0830 )

(0,16740,1674)2 +(0,16740,0609)2
=
(0,0549)2+(0,0479)2+(0,024)2 +(0,0402)2 +(0,1166)2 +(0,0363)2+(0,0774)2 +( 0,0452)2 +(0,0062)2 +

(0,0844)2 +( 0)2+(0,1065)2
=

( 0,00301401 )+ ( 0,00229441) + ( 0,000576 )+ ( 0,00161604 ) +( 0,01359556 ) + ( 0,00131769 ) + ( 0,00599076 )

( 0,00204304 ) + ( 0,00003844 )+ ( 0,00712336 ) +(0)+(0,01134225)


=

0,04895156

= 0,221249994

3. Delay Time
DT = k x STmax -

ST i

= 12 x 0,1674 - 1,3692
= 2,0088 1,3692
= 0,6396
4. Presentase Waktu Menganggur (% DT)
%DT =

DT
x 100
k x ST Max

0,6396
x 100
12 x 0,1674

31,85

4.5.4

Metode J Wagon
Urutan langkah-langkah pada metode j-wagon adalah sebagai berikut:

1. Metode yang mengutamakan jumlah elelmen kerja yang terbanyak, dimana


elemen kerja tersebut akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan
dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja lain yang memiliki jumlah
elemen kerja lebih sedikit.
2. Hitung jumlah operasi yang bergantung pada tiap elemen kerja.
3. Urutkan elemen pekerjaan berdasarkan jumlah elemen yang bergantung pada
tiap elemen kerja lainnya, dari yang terbesar hingga terkecil.
4. Prioritaskan operasi yang memiliki waktu terbesar pada jumlah elemen yang
bergantung pada elemen kerja lainnya.
5. Prioritaskan elemen yang memiliki waktu terbesar pada kolom yang sama.
6. Urutkan elemen pekerjaan dalam sebuah tabel berdasarkan ketentuan dari no 1-4
diatas.

Table 4.27 Tabel penentuan jumlah urutan pengikut

Tabel 4.28 Tabel pengurutan metode J Wagon

Tabel 4.29 Tabel J Wagon

Gambar 4.8 Precedence diagram J Wagon

Keterangan :

= Jumlah stasiun kerja

STi

= Waktu operasi untuk tiap stasiun kerja

STmax = Waktu operasi stasiun terbesar


CT
Perhitungan manual :
1. Line Efficiency
LE

STi x 100
k x CT

1,3692
x 100
10 x 0,1674

81,79

= Waktu siklus

2. Smoothness index
WS 1
CT

WS 2
CT

WS 3
CT

WS 4
CT

WS
5
SI =
CT

WS 6
CT

WS 7
CT

WS 8
CT

WS 9
CT

WS10
CT

(0,16740,1125)2 +(0,16740,1434)2+(0,16740,1639)2 +(0,16740,1668)2 +( 0,16740,1490)2

( 0,16740,1551 ) + ( 0,16740,1612 ) +( 0,16740,1499 ) +( 0,16740,1674 ) + ( 0,16740,1674 )


2

(0,0105)2+(0,0240)2 +( 0,0239)2 +( 0,0814)2+(0,0402)2 +( 0,0336)2 +(0,0083)2+(0,0363)2+(0,0466)2 +


=

( 0,00011025 ) + ( 0,000576 ) + ( 0,00057121 ) + ( 0,00662596 )+ ( 0,0016104 ) +(0,00112896)+ ( 0,00006889 )

(0,00131769)+ ( 0,00217156 )
=

0,01418092

= 0,119083668

3. Delay Time
DT = k x STmax -

ST i

= 10 x 0,1674 - 1,3692
= 0,3048
4. Presentase Waktu Menganggur (% DT)
%DT =

DT
x 100
k x ST Max

0,3048
x 100
10 x 0,1674

18,21

4.6 Analisa Metode Terbaik


Berikut adalah rekap data perhitungan manual suatu metode line balancing yaitu
RPW, KW, LCR dan J Wagon. Perhitungan tersebut yang nantinya akan dibandingkan
dengan tujuan menentukan metode mana yang paling baik :
Tabel 4.30 Tabel perbandingan metode line balancing

Dari keempat metode line balancing diatas didapatkan suatu metode yang sangat
efisien dan memiliki prosentase delay yang paling sedikit yaitu metode j wagon, dimana
dengan nilai efisiensinya sebesar 81,79 %, smoothing indeks 0,1191 dan prosentase
delay sebesar 18,21 %, metode ini sangat direkomendasikan untuk perancangan stasiun
kerja yang baru. Ada juga metode yang kurang direkomendasikan yaitu metode Largest
Candidate Rule (LCR), metode ini memiliki nilai efisiensi yang kecil yaitu 68,16 %,
smoothing indeks 0,2212 dan prosentase delay yang besar yaitu 31,85 %.

4.7 Perancangan Usulan Departemen


Dari hasil perhitungan manual ke-4 metode line balancing tersebut didapatkan suatu hasil yang memiliki nilai efektifitas yang tinggi dan
nilai delay yang rendah, metode tersebut adalah metode j wagon. Dari hasil perhitungan didapatkan perancangan usulan departeman baru pada
pembuatan dompet, berikut adalah usulannya :

Gambar 4.9 Perancangan usulan departemen

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisis dan perancangan sistem kerja modul 3 kali ini
yaitu tentang line balancing dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Didapatkan perhitungan manual pada ke-4 metode line balancing yang pertama
metode RPW didapatkan efisiensi lintasan sebesar 81,79 %, smoothing indeks
0,1409, delay time 0,3048, prosentase menganggur 18,21 %, pada metode KW
didapatkan efisiensi lintasan sebesar 81,79 %, smoothing indeks 0,1409, delay time
0,3048, prosentase menganggur 18,21 %, pada metode LCR didapatkan efisiensi
lintasan sebesar 68,16 %, smoothing indeks 0,2163, delay time 0,6396, prosentase
menganggur 31,85 % dan yang terakhir pada metode j wagon didapatkan efisiensi
lintasan sebesar 90,88 %, smoothing indeks 0,0666, delay time 0,1374, prosentase
menganggur 9,11 %.
2. Metode yang sangat efisien dan memiliki prosentase delay yang paling sedikit yaitu
metode j wagon, dimana dengan nilai efisiensinya sebesar 90,88 % dan prosentase
delay sebesar 9,11 %, metode ini sangat direkomendasikan untuk perancangan
stasiun kerja yang baru. Ada juga metode yang kurang direkomendasikan yaitu
metode Largest Candidate Rule (LCR), metode ini memiliki nilai efisiensi yang
kecil yaitu 68,16 % dan prosentase delay yang besar yaitu 31,85 %.
3. Perbaikan metode kerja baru pada produksi pembuatan dompet ini agar
mendapatkan hasil efektifitas yang tinggi dan waktu delay yang sedikit yaitu dapat
menggunakan 9 departemen seperti pada metode j wagon.
5.2 Saran
Berdasarkan praktikum analisis dan perancangan sistem kerja modul 3 kali ini
yaitu tentang line balancing didapatkan suatu saran diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengurangan tabel yang kurang digunakan, tabel sebaiknya berupa data rekapan
yang diperlukan saja sehingga memperhemat kertas dan halaman laporan.

DAFTAR PUSTAKA

Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi Cetakan Pertama.


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ramadhan S (2012). Analisis Penerapan Konsep Penyeimbangan Lini (Line Balancing)


Pada Sistem Produksi Percetakan Harian Tribun Timur Di Makasar. Makalah
tugas Akhir Jurusan Manajemen Universitas Hasanuddin :Makasar.

Saptanty D P (2007). Perbandingan Metode Rangked Positional Weight Dan Kilbridge


Wester Pada Prmasalahan Keseimbangan Lini Lintasan Produksi Berbasis Single
Model. Makalah Tugas Akhir Teknik Informatika ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai