Anda di halaman 1dari 16

USULAN KESEIMBANGAN LINI PADA PROSES PEMBUATAN FRAME

DENGAN MENGGUNAKAN METODE RANKED POSITION WEIGHT, LARGEST


CANDIDAT RULE, DAN REGION APPROACH DI PT BCI

Hermantoˡ & Arief Muhammad Nur²


Program Studi Teknik Industri FTMIPA Universitas Indraprasta PGRI
hers3sm@gmail.com/hermanto_trisakti@yahoo.co.id

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
ketidakseimbangan pada lini pembuatan rangka (frame) dan merancang usulan perbaikan lini perakitan
produksi pada pembuatan rangka (frame) pada PT. Bitzer Compressors Indonesia. Metode penelitian
yang dilakukan dalam hal ini peneliti menggunakan metode line balancing metode penelitian ini
mempunyai tujuan menyeimbangkan lini perakitan pada sebuah proses atau perakitan agar lebih efektif
dan efisien. Pengumpulan data diambil melalui sumber data primer yaitu melalui wawancara langsung
dan pengamatan secara langsung sebanyak 10 kali untuk mendapatkan waktu siklus pembuatan frame
serta dengan data sekunder melalui data pembuatan frame yang sudah di standarisasikan pada
perusahaan serta jurnal-jurnal penelitian yang terkait dengan keseimbangan lintasan. Hasil penelitian
yang diperoleh bahwa dari analisis keseimbangan lintasan pada pembuatan frame adalah dengan
membandingkan dari ketiga metode line balancing yang di gunakan yaitu metode Ranked Position
Weight, metode Largest Candidat Rule dan metode Region Approach memiliki hasil yang berbeda-beda
dan metode yang terbaik ialah metode Ranked Position Weight karena memiliki efisiensi yang tinngi dan
waktu menganggur yang rendah Dari hasil resume yang sudah didapat, dapat dikatakan bahwa metode
yang tepat untuk digunakan perusahaan yaitu metode Ranked Position Weight (RPW). Karena pada
metode ini memiliki nilai delay time kecil yaitu 65,00, presentase delay time terkecil, yaitu sebesar
9,03%, nilai efisensi yang besar yaitu 90,59%, dan nilai smothnees index terkecil yaitu 49,35. Jadi
simpulan yang diperoleh dari ketiga metode yang telah dianalisis dan dibandingkan yaitu metode ranked
position weight (bobot posisi), metode largest candidat rule (pembebanan berurut), dan metode region
approach (pendekatan wilayah). Metode yang paling tepat untuk digunakan pada departemen frame,
sandblasting frame, dan painting frame dalam membuat sebuah frame di PT. Bitzer Compressors
Indonesia yaitu metode ranked position weight dilihat beberapa faktor seperti efektifitas, efisiensi, waktu
menganggur, serta kelancaran pada perakitan.

Kata Kunci : Keseimbangan lini, proses pembuatan frame, Metode Ranked Position Weight, metode
Largest Candidat Rule dan metode Region Approach
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perusahaan di seluruh kegiatannya mempunyai tujuan dalam
membuat dan menjual berbagai produk tertentu, Untuk itu maka perusahaan harus
menyesuaikan dengan keinginan konsumen atau kemajuan zaman. Dalam
pengelolaan serta pengalokasian lintas perakitan produksi yang tersedia diperlukan
suatu kerangka atau sistem kerja yang saling mendukung. Salah satu bagian
tersebut adalah bagian produksi yang merupakan suatu kegiatan yang menjadi
fokus di dalam suatu fungsi perusahaan secara keseluruhan. Terjadinya bottleneck
pada lintas perakitan disebabkan oleh ketidaksamaan waktu stasiun dengan waktu
siklus atau dapat dikatakan tidak seragamnya waktu pengerjaan pada setiap stasiun
kerja, juga akibat dari kurangnya alat-alat pendukung pekerjaan perakitan yang
lebih otomatis sehingga menimbulkan waktu tunggu serta pengalokasian lintas
perakitan produksi yang tersedia dalam sistem kerja yang belum mendukung.
Oleh karena itu, peneliti ingin merancang sitem kerja yang efektif dan
efisien untuk keseimbangan lini pembuatan rangka (frame) di PT Bitzer
Compressors Indonesia dengan menggunakan 3 metode line balancing, yaitu
metode ranked position weight (bobot posisi), metode largest candidat rule
(pembebanan berurut), dan metode region approach (pendekatan wilayah). Dari
ketiga metode tersebut kemudian peneliti akan membandingan metode mana yang
paling baik dan menerapkannya di PT. Bitzer Compressors Indonesia.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan pada lini
pembuatan rangka (frame).
2. Merancang usulan perbaikan lintas perakitan produksi pada pembuatan rangka
(frame).
3. Mengetahui metode yang terbaik untuk meningkatkan keefektifan dan
keefisiensian lini pembuatan rangka (frame), dengan membandingkan metode
ranked position weight (bobot posisi), metode largest candidat rule
(pembebanan berurut), dan metode region approach (pendekatan wilayah).

TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Pustaka
1. Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian
suatu pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang
pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam
sistem kerja terbaik (Sutalaksana dkk., 2006:131).
2. Teknik-teknik pengukuran waktu.
secara garis besar dibagi kedalam dua bagian (Sutalaksana dkk., 2006:131),
yaitu : a. Pengukuran waktu secara langsung, b. Pengukuran waktu secara
tidak langsung
3. Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti
Metode ini sangat baik diaplikasikan untuk pekerjaan–pekerjaan yang
berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive) dengan menggunakan
stopwatch sebagai alat pengukur waktu yang ditunjukan dalam penyelesaian
suatu aktivitas yang diamati (Wignjosoebroto, 2003:132).
4. Line Balancing
Terminologi Line Balancing, Tujuan Line Balancing, Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Line Balancing, Masalah Line Balancing, Langkah
Pemecahan Line Balancing, Berapa Cara untuk Mencapai Keseimbangan
Lintasan
5. Metode Keseimbangan Lintasan Produksi
Metode Analitis, Metode Komputerisasi, Metode Heuristik
METODOLOGI PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini dilakukan
pada bulan Maret 2016 sampai dengan Mei 2016. enelitian dilaksanaakan di
perusahaan PT BCI
B. Metode Penelitian
1. Studi Pustaka dan Studi Lapangan, 2. Metode Pengamatan,
3. Wawancara, 4. Dokumentasi
C. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer, 2. Data Sekunder
D.Teknik Analisis Data
Setelah melakukan pengolahan data, kemudian hal yang dilakukan
yaitu menganalisis data-data yang telah didapat. Dari metode ranked
positional weight, metode largest candidate rule, dan metode region
approach yang diolah, kemudian mencari kelebihan dan kelemahan metode
dalam penerapannya di perusahaan. Peneliti memilih satu metode terbaik
dengan melihat pada nilai delay time dan smoothing index terkecil dan nilai
presentase efisiensi stasiun kerja terbesar. Setelah itu menggunakan atau
menerapkan metode line balancing yang telah dipilih dan kemudian
mencoba mengaplikasikannya pada lintasan produksi pembuatan frame
pada bagian proses frame, sanblasting, dan painting frame di PT Bitzer
Compressors Indonesia.

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA


A.Pengumpulan Data
1. Waktu Pengamatan (Waktu Siklus)
Waktu Siklus ( Cycle Time ) adalah waktu antara penyelesaian dua
proses produksi yang diasumsikan bernilai sama untuk seluruh proses. Dari
data yang telah dikumpulkan yaitu sebanyak 26 data waktu pengamatan
dari masing-masing operasi kegiatan yang dilakukan.

B. Pengolahan Data
1. Pengukuran Waktu Kerja
Menghitung Waktu Baku: a. Waktu Siklus (Cycle Time, faktor
penyesuaian, Waktu Normal, Kelonggaran (allowance) lelah (fatigue) dan
gangguan-gangguan lain yang tidak dapat dihindari oleh operator. Waktu
baku: Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh pekerja untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini sudah mencakup kelon
ggaran waktu (allowance time).

2. Keseimbangan Lini (Line Balancing)


Keseimbangan Lini Line Balancing pada dasarnya merupakan suatu
usaha penyeimbangan lintasan produksi terutama dalam proses produksi
perakitan. Precedence Diagram digunakan sebelum melangkah pada
penyelesaian menggunakan metode keseimbangan lintasan. Pada proses
pembuatan frame di PT Bitzer Compressors Indonesia ini terdapat 26
kegiatan operasi, dan digambarkan menggunakan precedence diagram
seperti di bawah ini :

Gambar 4.1
Precedence Diagram Proses Frame
Dan berikut keterangan dari gambar precedence diagram di atas:
Tabel 4.2. Waktu operasi pada proses frame
No. Waktu Waktu
Ope Proses Frame proses aktual Keterangan
rasi (Menit) (Menit)
1 Persiapan alat kerja 10.07 10.07 -
2 Pengambilan bahan baku 9.72 9.72 -
Pengukuran desain sesuai
3 17.11 17.11 -
drawing
4 Pemotongan bahan baku 10.67 10.67 -
5 Penyetingan bahan baku 29.12 29.12 -
6 Pemeriksaan 8.82 8.82 -
7 Pengelasan frame 20.00 21.31 bottleneck
8 Penggerindaan frame 20.00 23.46 bottleneck
Proses penitikan lubang pada
9 15.00 17.77 bottleneck
frame
Pemeriksaan dan pembersihan
10 9.93 9.93 -
frame
11 Pembuatan fixing rail 25.00 30.44 bottleneck
12 Pemeriksaan frame 9.49 9.49 -
13 Persiapan alat kerja 19.45 19.45 -
Pengambilan frame ke ruang
14 7.17 7.17 -
sandblast

15 Proses sandblasting 31.56 31.56 -


16 Pemeriksaan frame 7.51 7.51 -
17 Pembersihan frame 8.33 8.33 -
18 Proses epoxy I 10.45 10.45 -
19 Pengeringan epoxy I 44.92 44.92 -
20 Proses pengecatan warna hijau I 17.48 17.48 -
21 Pengeringan cat hijau I 50.64 50.64 -
22 Proses epoxy II 9.47 9.47 -
23 Pengeringan epoxy II 38.06 38.06 -
24 Proses pengecatan warna hijau II 10.45 10.45 -
25 Pengeringan cat hijau II 147.34 147.34 -
26 Pemeriksaan frame 9.47 9.47 -
27 Frame selesai - - -
Sumber : Hasil pengolahan data

a. Penentuan Jumlah Stasiun Kerja


1) Menentukan waktu siklus (Cycle Time)
Waktu siklus (cycle time) yaitu waktu maksimal dimana produk dapat
tersedia pada setiap stasiun kerja jika tingkat produksi dicapai :
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑎𝑟𝑖 (𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)
𝐶𝑇 =
𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑎𝑟𝑖 (𝑢𝑛𝑖𝑡)
Berdasarkan pengumpulan data lamanya waktu jam kerja yaitu 8 jam
perhari yang setara dengan 480 menit perhari dan banyaknya jumlah unit
frame yang diproduksi perhari yaitu sebanyak 2 unit, maka nilai CT yang
didapatkan disini sebesar 240 menit.

2) Menghitung jumlah stasiun kerja minimum (N)


Jumlah ini merupakan waktu pengerjaan tugas total (waktu yang
dibutuhkan untuk membuat produk) dibagi dengan waktu siklus.

Total waktu perakitan


N =
Waktu Siklus (CT)

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan didapatkan


banyaknya stasiun kerja yaitu sebanyak 3 stasiun kerja yang akan
digunakan untuk proses pembuatan frame, dan untuk setiap stasiun
memiliki waktu siklus maksimum sebesar 240 menit.

b. Perhitungan line balancing metode bobot posisi peringkat (ranked


positional weight)
Metode ini lebih menitikberatkan pada pembatasan daerah berdasarkan
precedence diagram. Setiap stasiun kerja dikelompokkan masing-masing
sesuai dengan ada tidaknya predecesor dan kesamaan urutan. Setiap proses
iterasi dilakukan berdasarkan precedence diagram dimana hanya setiap
stasiun kerja yang berdekatan dan yang memungkinkan dari segi urutan dan
waktu siklus yang akan digabungkan. Jadi titik beratnya adalah kedekatan
dan jangkauan daerah antar stasiun kerja. Langkah-langkah untuk
menyusun lintas perakitan menggunakan metoda ini adalah sebgai berikut :
1) Lakukan pembobotan posisi untuk tiap elemen pekerjaan. Bobot posisi
merupakan jumlah waktu elemen-elemen pada rantai terpanjang mulai
dari elemen tersebut sampai elemen terakhir.
Tabel 4.3 Perhitungan bobot posisi untuk tiap operasi
No.
Operasi Bobot Waktu
Ope Jalur yang terbentuk
Pendahulu Waktu Baku
rasi
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,14,15,16,17,18,
1 - 560.35 10.07
19,20,21,22,23,24,25,26
2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,14,15,16,17,18,19,
2 1 550.29 9.72
20,21,22,23,24,25,26
3,4,5,6,7,8,9,10,12,14,15,16,17,18,19,20
3 1.2 540.56 17.11
,21,22,23,24,25,26
4,5,6,7,8,9,10,12,14,15,16,17,18,19,20,2
4 1,2,3 523.45 10.67
1,22,23,24,25,26
5,6,7,8,9,10,12,14,15,16,17,18,19,20,21,
5 1,2,3,4 512.77 29.12
22,23,24,25,26
6,7,8,9,10,12,14,15,16,17,18,19,20,21,2
6 1,2,3,4,5 483.65 8.82
2,23,24,25,26
7,8,9,10,12,14,15,16,17,18,19,20,21,22,
7 1,2,3,4,5,6 474.83 21.31
23,24,25,26
8,9,10,12,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23
8 1,2,3,4,5,6,7 453.52 23.46
,24,25,26

1,2,3,4,5,6,7, 9,10,12,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,2
9 430.06 17.77
8 4,25,26
1,2,3,4,5,6,7, 10,12,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,
10 412.29 9.93
8,9 25,26
11,12,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,
11 - 432.80 30.44
25,26
1,2,3,4,5,6,7, 12,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,
12 402.35 9.49
8,9,10 26
13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,
13 - 412.32 19.45
26

1,2,3,4,5,6,7,8,9, 14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,2
14 392.87 7.17
10,11,12,13 5,26
1,2,3,4,5,6,7,8,9, 15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,2
15 385.70 31.56
10,11,12,13,14 6
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
16 10,11,12,13,14,1 16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26 354.14 7.51
5
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
17 10,11,12,13,14,1 17,18,19,20,21,22,23,24,25,26 346.63 8.33
5,16
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
18 10,11,12,13,14,1 18,19,20,21,26 132.97 10.45
5,16,17
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
19 10,11,12,13,14,1 19,20,21,26 122.51 44.92
5,16,17,18
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
20 10,11,12,13,14,1 20,21,26 77.59 17.48
5,16,17,18,19
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
21 10,11,12,13,14,1 21,26 60.11 50.64
5,16,17,18,19,20
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
10,11,12,13,14,1
22 22,23,24,25,26 214.81 9.47
5,16,17,18,19,20
,21
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
10,11,12,13,14,1
23 23,24,25,26 205.33 38.06
5,16,17,18,19,20
,21,22
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
10,11,12,13,14,1
24 24,25,26 167.27 10.45
5,16,17,18,19,20
,21,22,23
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
10,11,12,13,14,1
25 25,26 156.82 147.34
5,16,17,18,19,20
,21,22,23,24
1,2,3,4,5,6,7,8,9,
10,11,12,13,14,1
26 26 9.47 9.47
5,16,17,18,19,20
,21,22,23,24,25
Sumber : Hasil pengolahan data
2) Urutkan elemen pekerjaan mulai dari bobot tertinggi hingga bobot
terendah (decreasing).
3) Lakukan pengelompokan elemen pekerjaan menjadi stasiun kerja sesuai
dengan urutan bobot posisinya dengan tetap memperhatikan precedence
constraints dan waktu siklus.
Tabel 4.5. Alokasi Operasi Kerja Pada Stasiun Kerja
Stasiun No. Waktu Stasiun
Nama Operasi Kerja Waktu
Kerja Operasi (St)
1 Persiapan alat kerja 10.07
2 Pengambilan bahan baku 9.72
3 Pengukuran desain sesuai drawing 17.11
4 Pemotongan bahan baku 10.67
5 Penyetingan bahan baku 29.12
6 Pemeriksaan 8.82
7 Pengelasan frame 21.31
I 8 Penggerindaan frame 23.46 224.54
11 Pembuatan fixing rail 30.44
9 Proses penitikan lubang pada frame 17.77
10 Pemeriksaan dan pembersihan frame 9.93
13 Persiapan alat kerja 19.45
12 Pemeriksaan frame 9.49
Pengambilan frame ke ruang
14 7.17
sanblast
15 Proses sandblasting 31.56
16 Pemeriksaan frame 7.51
17 Pembersihan frame 8.33
22 Proses epoxy II 9.47
II 23 Pengeringan epoxy II 38.06 178.25
24 Proses pengecatan warna hijau II 10.45
18 Proses epoxy I 10.45
19 Pengeringan epoxy I 44.92
20 Proses pengecatan warna hijau I 17.48
25 Pengeringan cat hijau II 147.34
III 21 Pengeringan cat hijau I 50.64 207.45
26 Pemeriksaan frame 9.47
Sumber : Hasil pengolahan data

4) Kriteria performansi yang digunakan dalam Line Balancing metode


Ranked Position Weight
a) Waktu menganggur (Delay Time)
Waktu menganggur yaitu Dimana operator atau pekerja
menunggu untuk melakukan proses kerja ataupun kegiatan operasi
yang selanjutnya akan dikerjakan. Selisih atau perbedaan antara
Cycle time (CT) dan Stasiun Time (ST), atau CT dikurangi Stasiun
Time (ST). Lintas produksi yang sempurna tidak memiliki waktu
menganggur yang berarti waktu setiap stasiun kerja sama.

Berdasarkan pengolahan data line balancing yang dilakukan dengan


metode Ranked Position Weight (Helgeson Birnie) ini didapatkan
nilai :
K = 3 (Jumlah stasiun kerja)
STmax = 224,5 (Waktu siklus stasiun terbesar)
STi = 610,24 (Waktu statiun kerja i) i; 1, 2, 3, …, n

Sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus waktu


menganggur sebesar 65,00 menit.
b) Keseimbangan waktu senggang (presentase delay time)
Waktu senggang adalah ukuran ketidakefisienan lintas
produksi yang dihasilkan oleh pekerjaan yang tidak sempurna di
antara seluruh stasiun kerja.
Keterangan :
K = Jumlah stasiun kerja (K = 3)
STmax = Waktu siklus stasiun terbesar (STmax = 224,5)
Sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus presentase
delay time sebesar 9,03%.
c) Efesiensi stasiun kerja
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi
tiap stasiun kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar
(Ws).
Tabel 4.6 Perhitungan efiensi stasiun kerja

Stasiun Kerja STk STmax % (STmax -STk)2


1 224.54 224.54 100% 0.00
2 178.25 224.54 79% 2143.19
S 3 207.45 224.54 92% 291.99
e Σ 272% 2435.18
h
sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus efesiensi
stasiun kerja sebesar 90,59%.
d) Smoothness Index (SI)
Smoothes index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan
kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan. Berdasarkan
pengolahan data line balancing yang dilakukan dengan metode
Ranked Position Weight (Helgeson Birnie) ini didapatkan nilai
(STmax -STk)2 = 2435,18. Sehingga nilai yang didapatkan
menggunakan rumus Smoothes index sebesar 49,35 menit.
c. Perhitungan line balancing metode pengurutan waktu terbesar (largest
candidate rule)
Largest Candidate Rule merupakan metode heuristik yang paling
sederhana. Pengelompokan elemen kerja pada stasiun kerja hanya
berdasarkan waktu elemen. Langkah-langkah yang dilakukan pada metode
Largest Candidate Rule adalah sebagai berikut :
Tabel 4.8 Alokasi Operasi Kerja Pada Stasiun Kerja
Waktu
Stasiun No.
Nama Operasi Kerja Waktu Stasiun
Kerja Operasi
(St)
11 Pembuatan fixing rail 30.44
5 Penyetingan bahan baku 29.12
8 Penggerindaan frame 23.46
7 Pengelasan frame 21.31
13 Persiapan alat kerja 19.45
9 Proses penitikan lubang pada frame 17.77

I 3 Pengukuran desain sesuai drawing 17.11 232.06


4 Pemotongan bahan baku 10.67
1 Persiapan alat kerja 10.07
Pemeriksaan dan pembersihan
10 9.93
frame
2 Pengambilan bahan baku 9.72
12 Pemeriksaan frame 9.49
6 Pemeriksaan 8.82
16 Pemeriksaan frame 7.51
Pengambilan frame ke ruang
14 7.17
sanblast
21 Pengeringan cat hijau I 50.64
19 Pengeringan epoxy I 44.92
23 Pengeringan epoxy II 38.06

15 Proses sandblasting 31.56


II 210.92
20 Proses pengecatan warna hijau I 17.48

18 Proses epoxy I 10.45

22 Proses epoxy II 9.47


17 Pembersihan frame 8.33
25 Pengeringan cat hijau II 147.34
III 24 Proses pengecatan warna hijau II 10.45 167.27
26 Pemeriksaan frame 9.47

1) Kriteria performansi yang digunakan dalam Line Balancing metode


Largest Candidat Rule

a) Waktu menganggur (Delay Time)


Waktu menganggur yaitu Dimana operator atau pekerja
menunggu untuk melakukan proses kerja ataupun kegiatan operasi
yang selanjutnya akan dikerjakan. Selisih atau perbedaan antara
Cycle time (CT) dan Stasiun Time (ST), atau CT dikurangi Stasiun
Time (ST). Berdasarkan pengolahan data line balancing yang
dilakukan dengan metode Largest Candidat Rule (Helgeson Birnie)
ini didapatkan nilai :
K = 3; STmax = 232,06; STi = 610,24
Sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus waktu
menganggur sebesar 85,92 menit.
b) Keseimbangan waktu senggang (presentase delay time)
Waktu senggang adalah ukuran ketidakefisienan lintas
produksi yang dihasilkan oleh pekerjaan yang tidak sempurna di
antara seluruh stasiun kerja.

K =3
STmax = 232,06
Sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus presentase
delay time sebesar 12,34%.
c) Efesiensi stasiun kerja
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi
tiap stasiun kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar
(Ws). Lintas produksi yang baik adalah yang memiliki nilai line
efficiency yang tinggi yang menunjukkan bahwa seluruh stasiun
kerja memiliki waktu yang sama dengan waktu siklus yang telah
ditetapkan.
Tabel 4.9 Perhitungan efiensi stasiun kerja
Stasiun
STk Stmax % ( STmax - STk )2
Kerja
1 232.06 232.06 100% 0.00
2 210.92 232.06 91% 446.84
3 167.27 232.06 72% 4197.20
Σ 263% 4644.05
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan pengolahan data line balancing yang dilakukan dengan


metode Largest Candidat Rule (Helgeson Birnie) ini didapatkan
nilai :
Σ efisiensi
Efisiensi rata-rata lintasan =
Jumlah stasiun

263%
Efisiensi rata-rata lintasan =
3

Sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus efesiensi


stasiun kerja sebesar 87,66%.
d) Smoothness Index (SI)
Smoothes index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan
kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Lintas
produksi yang baik adalah yang memiliki nilai smoothness index
yang mendekati angka 0. Rumus yang digunakan dalam menghitung
smoothness index adalah sebagai berikut :

Keterangan :
K = Jumlah stasiun kerja
STmax = Waktu stasiun kerja terbesar
STk = Waktu statiun kerja i
i = 1, 2, 3, …, n
Berdasarkan pengolahan data line balancing yang dilakukan dengan
metode Largest Candidat Rule (Helgeson Birnie) ini didapatkan
nilai (STmax -STk)2 = 4644,05. Sehingga nilai yang didapatkan
menggunakan rumus Smoothes index sebesar 68,15 menit.
d. Perhitungan line balancing metode pendekatan daerah (region approach)
Region Approach merupakan metode heuristik yang menempatkan
elemen pekerjaan pada stasiun kerja berdasarkan posisi pada Precedence
Diagram. Elemen yang terletak lebih awal pada diagram ditempatkan lebih
dulu pada stasiun kerja pertama.
Hal ini mengatasi kelemahan pada metode Largest Candidate Rule
dimana elemen yang terletak di ujung precedence diagram dapat menjadi
kandidat pada stasiun pertama akibat nilai waktu elemen yang besar.

Langkah-langkah yang dilakukan pada metode Region Approach


adalah sebagai berikut :
1) Membuat kolom-kolom atau region pada precedence diagram. Kolom 1
memuat elemen-elemen pekerjaan yang tidak memiliki predecessor.
Kolom 2 memuat elemen pekerjaan dengan predecessor kolom 1 dan
seterusnya. Untuk elemen kerja yang memiliki precedence yang identik
ditempatkan dalam 1 kolom.

Gambar 4.2
Pendekatan Wilayah
Sumber : Hasil Pengolahan Data

2) Untuk mengelompokkan elemen pada stasiun kerja dimulai dengan


elemen pada region 1. Kemudian jumlahkan waktu elemen-elemen
tersebut. Apabila jumlah waktu tersebut masih lebih kecil dari waktu
siklus, lihat waktu elemen-elemen kerja pada region 2.
Tabel 4.10
Data waktu operasi berdasarkan pendekatan wilayah
Wilayah Operasi Waktu (m)

1 10.07
2 9.72
3 17.11
4 10.67
5 29.12
6 8.82
7 21.31
I
8 23.46
9 17.77
10 9.93
11 30.44
12 9.49
13 19.45
14 7.17
15 31.56
16 7.51
17 8.33
18 10.45
19 44.92
II
20 17.48
21 50.64
22 9.47
23 38.06
24 10.45
25 147.34
III
26 9.47
Sumber : Hasil Pengolahan Data

3) Lakukan evaluasi dan pertukaran elemen kerja antar stasiun kerja bila
perlu dan pengalokasian operasi kerja pada stasiun kerja.

Tabel 4.11
Alokasi Operasi Kerja Pada Stasiun Kerja
Waktu
Stasiun No.
Nama Operasi Kerja Waktu Stasiun
Kerja Operasi
(St)
1 Persiapan alat kerja 10.07
2 Pengambilan bahan baku 9.72
3 Pengukuran desain 17.11
4 Pemotongan 10.67
5 Penyetingan 29.12
6 Pemeriksaan 8.82
7 Pengelasan frame 21.31
I 8 Penggerindaan 23.46 224.54
Proses penitikan lubang
9 17.77
pada frame
10 Pemeriksaan frame 9.93
11 Pembuatan fixing rail 30.44
12 Pemeriksaan frame 9.49
13 Persiapan alat kerja 19.45
14 Pengambilan frame 7.17
15 Proses sandblasting 31.56
16 Pemeriksaan frame 7.51
17 Pembersihan frame 8.33
18 Proses epoxy I 10.45
II 228.89
19 Pengeringan epoxy I 44.92
20 Proses pengecatan I 17.48
21 Pengeringan cat I 50.64
22 Proses epoxy II 9.47
23 Pengeringan II 38.06
24 Proses pengecatan II 10.45
25 Pengeringan II 147.34
III 156.82
26 Pemeriksaan frame 9.47
Sumber : Hasil Pengolahan Data

2) Kriteria performansi yang digunakan dalam Line Balancing metode


Region Approach (Killbridge Wester).

a) Waktu menganggur (Delay Time)


Waktu menganggur yaitu Dimana operator atau pekerja
menunggu untuk melakukan proses kerja ataupun kegiatan operasi
yang selanjutnya akan dikerjakan. Selisih atau perbedaan antara
Cycle time (CT) dan Stasiun Time (ST), atau CT dikurangi Stasiun
Time (ST). Lintas produksi yang sempurna tidak memiliki waktu
menganggur yang berarti waktu setiap stasiun kerja sama.
Semakin besar waktu menganggur menunjukkan bahwa
lintas produksi kurang efisien karena banyak waktu yang terbuang
untuk menunggu stasiun kerja yang memiliki waktu stasiun terbesar
menyelesaikan elemen pekerjaannya. Berdasarkan pengolahan data
line balancing yang dilakukan dengan metode Region Approach
(Killbridge Wester) ini didapatkan nilai :
K =3
STmax = 224,54
STi = 610,24
Sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus waktu
menganggur sebesar 63,38 menit.
b) Keseimbangan waktu senggang (presentase delay time)
Waktu senggang adalah ukuran ketidakefisienan lintas
produksi yang dihasilkan oleh pekerjaan yang tidak sempurna di
antara seluruh stasiun kerja. Besar keseimbangan waktu senggang
menunjukkan persentase waktu menganggur terhadap waktu
produksi komponen sejak memasuki stasiun kerja pertama sampai
stasiun kerja terakhir. Berdasarkan pengolahan data line balancing
yang dilakukan dengan metode Region Approach (Killbridge
Wester) ini didapatkan nilai :
K =3
STmax = 224,54
Sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus presentase
delay time sebesar 9,41%.
c) Efesiensi stasiun kerja
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi
tiap stasiun kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar
(Ws).
Tabel 4.12

Stasiun
STk STmax % ( STmax - STk )2
Kerja
1 224.54 224.54 100% 0.00
2 228.89 224.54 102% 18.87
3 156.82 224.54 70% 4586.83
Σ 272% 4605.70
Perhitungan efiensi stasiun kerja
Berdasarkan pengolahan data line balancing yang dilakukan dengan
Region Approach (Killbridge Wester) ini didapatkan nilai :
Σ efisiensi
Efisiensi rata-rata lintasan =
Jumlah stasiun

272%
Efisiensi rata-rata lintasan =
3

Sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus efesiensi


stasiun kerja sebesar 90,59%.
d) Smoothness Index (SI)
Smoothes index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan
kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Lintas
produksi yang baik adalah yang memiliki nilai smoothness index
yang mendekati angka 0. Berdasarkan pengolahan data line
balancing yang dilakukan dengan metode Region Approach
(Killbridge Wester) ini didapatkan nilai (STmax -STk)2 = 4605,70.
Sehingga nilai yang didapatkan menggunakan rumus Smoothes
index sebesar 67,87 menit.

D. Pembahasan dan Analisis Keseimbangan Lini


Berdasarkan hasil resume dari pengolahan data line balancing ini, peneliti
menganalisis metode Ranked Positional Weight, Largest Candidate Rule, dan Region
Approach yang telah dihitung dengan menggunakan parameter atau pengukur yang
digunakan peneliti untuk mempertimbangkan dari ketiga metode ini, seperti :
1. Delay Time
Nilai yang menunjukan banyaknya waktu mengangur pada lini perakitan tersebut.
2. Prsentase Delay Time
Prsentase dari nilai delay time, semakin besar presentasenya maka semakin buruk
bagi perusahaan, karena perusahaan tidak mau perkerjanya banyak mempunyai
waktu menganggur sebab akan mempengaruhi efektifitas para pekerjanya.
3. Efisiensi Rata-Rata
Semakin besar prsentase efisiensi suatu lintas perakitan, maka semakin baik
lintas perakitan tersebut.
4. Smoothing Index
Smoothing Index menggambarkan kelancaran lintas perakitan. Smoothing index =
0 menunjukkan lintas perakitan yang sempurna.

Setelah melakukan pengolahan data line balancing dengan menggunakan


metode Ranked Positional Weight, Largest Candidate Rule, dan Region Approach,
maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.13
Tabel resume keseimbangan lini dengan 3 metode
Parameter RPW LCR RA
Delay Time (menit) 65.00 85.92 63.38
% Delay Time 9.03% 12.34% 9.41%
Efisiensi rata-rata 90.59% 87.66% 90.59%
Smoothing Index 49.35 68.15 67.87
Sumber : Hasil Pengolahan Data

Dari hasil resume yang sudah didapat, dapat dikatakan bahwa metode yang
tepat untuk digunakan perusahaan yaitu metode Ranked Position Weight. Karena
pada metode ini memiliki nilai delay time kecil yaitu 65,00 menit, presentase delay
time terkecil, yaitu sebesar 9,03%, nilai efisensi yang besar yaitu 90,59%, dan nilai
smothnees index terkecil yaitu 49,35 menit.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis
keseimbangan lini pada departemen frame, sandblasting frame, dan painting frame
dalam membuat sebuah frame pada PT Bitzer Compressors Indonesia. Maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Setelah melakukan penelitian, faktor-faktor yang menjadi penyebab tidak
efisien dan efektif pada proses frame tersebut yaitu adanya beban kerja yang
terlalu berlebihan dapat dilihat dari banyaknya nilai delay time (waktu
menganggur) dan smoothness index atau kelancaran pada lintasan perakitan
dimana jika nilai smoothness index semakin jauh dari nilai 0 (nol) maka dapat
dikatakan lintasan perakitan tersebut dan tidak lancar serta sedikitnya nilai
efesiensi lintasan sangat berpengaruh karena semakin kecil nilai efisiensi
lintasan tersebut maka semakin tidak efisien.
2. PT Bitzer Compressors Indonesia mempunyai waktu standar yang dibutuhkan
dalam melakukan pekerjaan. Khususnya di departemen frame, sandblasting
frame, dan painting frame dalam membuat sebuah frame, waktu standar ini
digunakan untuk membuat sebuah frame dengan operasi sebanyak 26 operasi
kegiatan. Dari data waktu standar tersebut peneliti melakukan pengamatan
secara langsung untuk mendapatkan waktu actual sebagai pembanding, dan
dari hasil pengamatan terdapat 4 (empat) operasi yang melewati dari waktu
standar perusahaan. Oleh karena itu harus dilakukan rancangan usulan
perbaikan lintas perakitan produksi pada pembuatan rangka (frame) dengan
menerapkan line balancing metode ranked position weight (bobot posisi).
3. Dari ketiga metode yang telah dianalisis dan dibandingkan yaitu metode
ranked position weight (bobot posisi), metode largest candidat rule
(pembebanan berurut), dan metode region approach (pendekatan wilayah).
Metode yang paling tepat untuk digunakan pada departemen frame,
sandblasting frame, dan painting frame dalam membuat sebuah frame di PT
Bitzer Compressors Indonesia yaitu metode ranked position weight (bobot
posisi), karena pada metode ini memiliki nilai delay time terkecil yaitu 65,00
menit, presentase delay time sebesar 9,03%, nilai efisensi yang besar yaitu
90,59%, dan nilai smothnees index terkecil yaitu 49,35 menit.

B. Saran
1. Pada sebuah perusahaan sangat disarankan untuk menggunakan atau
menerapkan keseimbangan lini (line balancing), serta merekrut karyawan
(engineer) atau seorang pekerja yang berkompeten pada bidang tersebut.
Karena, metode ini banyak menguntungkan bagi perusahaan jika digunakan.
2. Mengurangi faktor-faktor penyebab yang berdampak pada perakitan frame,
seperti menerapkan keseimbangan lini pada proses pembuatan sebuah frame,
mengerjakan pekerjaan semaksimal mungkin untuk para karyawan di PT Bitzer
Compressors Indonesia.
3. Untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan lini proses pembuatan sebuah
frame pada PT Bitzer Compressors Indonesia sangat tepat menggunakan
metode Ranked Position Weight (Helgeson Birnie).

DAFTAR PUSTAKA
Baroto, T. (2002). Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Gaspersz, V. (1998). Production Planning and Inventory Control. Jakarta:
Kompas Gramedia.
Ginting, R. (2007). Sistem Produksi Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Haming, M., & Nurnajamuddin, M. (2011). Manajemen Produksi Modern Edisi
Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Kusrianto, A. (2013). Excel. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Kusuma, H. (2004). Manajemen Produksi. Yogyakarta: ANDI.
Nasution, A. H., & Prasetyawan, Y. (2008). Perencanaan & Pengendalian
Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Permana, B. (2014). Microsoft Office 2007. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Prasetya, H., & Lukiastuti, F. (2009). Manajemen Operasi. Yogyakarta: Media
Presindo.
Render, B., & Heizer, J. (2001). Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat.
Sutalaksana, I. Z., Anggawisastra, R., & Tjakraatmadja, J. H. (2006). Teknik
Perancangan Sistem Kerja Edisi Kedua. Bandung: ITB.
Team APK & E. (2006). Petunjuk Praktikum Analisa Perancangan Kerja I.
Jakarta: UNINDRA.
Gozali, L., Widodo, L., & Bernhard, M. (n.d.). Jurnal Teknik Industri,
ISSN:1411-6340. ANALISA KESEIMBANGAN LINI PADA DEPARTEMEN
CHASSIS PT TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA DENGAN
ALGORITMA ANT COLONY, RANK POSITIONAL WEIGHT, DAN
ALGORITMA GENETIKA, 119-126.

Marfuah, U., & Alfiat, C. N. (n.d.). Jurnal Teknik Industri Universitas


Muhammadiyah jakarta. ANALISIS KEBUTUHAN MAN POWER DAN LINE
BALANCING JALUR SUPPLY BODY 3 D01N PT. ASTRA DAIHATSU
MOTOR KARAWANG ASSEMBLY PLANT (KAP), 48-55.

Anda mungkin juga menyukai