A. Lini Produksi
Lini produksi adalah penempatan area-area
kerja dimana operasi-operasi diatur secara
berturut-turut dan material bergerak secara
kontinu melalui operasi yang terangkai
seimbang. Menurut karakteristiknya proses
produksi dibagi menjadi dua lini:
1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi
yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan
yang bersifat membentuk atau mengubah
bentuk benda kerja
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi
yang terdiri atas sejumlah operasi perakitan
yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja
dan digabungkan menjadi benda assembly
atau subassembly
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari
perencanaan lini produksi yang baik sebagai berikut:
SI =
Di mana:
St max : maksimum waktu di stasiun
Sti : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i
• Output production (Q)
• Adalah jumlah waktu efektif yang tersedi
dalam suatu periode dibagi dengan cycle time
Di mana:
T : jam kerja efektif penyelesaiaan produk
C : waktu siklus terbesar
Metode Helgeson Birnie
Nama yang lebih popular ini adalah metode bobot posisi (Pisitional-Weight Technique). Metode
ini sesuai dengan namanya dikemukakan oleh Helgeson dan Birnie. Langkah-langkah dalam
metode ini adalah sebagai berikut.
1. Buat precedence diagram untuk setiap proses.
2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan dengan waktu
operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai operasi permulaan hingga sisa
operasi sesudahnya.
3. Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di langkah 2.
Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada rangking pertama.
4. Tentukan waktu siklus (CT).
5. Pilih elemen operasi dengan bobot tertingg i, alokasikan ke suatu stasiun kerja. Jika masih
layak (waktu stasiun < CT), alokasikan operasi dengan bobot tertinggi berikutnya, namun
lokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun > CT.
6. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka sisa waktu ini (CT –
ST) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi dengan bobot paling besar dan
penambahannya tidak membuat ST < CT.
7. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT sudah tidak ada,
kembali ke langkah 5.
• Contoh : Sebuah perusahaan memiliki jalur
perakitan yang terdiri dari 12 elemen operasi
dengan hubungan ketergantungan
(precedence) seperti terlihat pada gambar di
bawah ini. Terapkan metode Helgeson Birnie
untuk menyeimbangkan jalur perakitan
diperusahaan tersebut.
• j i = Nomor Operasi
• i j = Waktu elemen
3 4 2 6
2 3 7 8
5 5 1 7
1 6 9 12
3 6 4 4
4 5 10 11
Penyelesaian :
Langkah 1, dihitung dulu bobot setiap elemen operasi (task). Bobot task 1
adalah jumlah waktu elemen operasi 1 dan seluruh operasi setelahnya yang
berhubungan, berarti 34 (jumlah waktu elemen 1,2,…,12). Bobot elemen 2 adalah 27
(jumlah waktu elemen 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12). Selengkapnya seperti dilihat pada
table.
Bobot Elemen Operasi
Operasi Bobot Operasi Bobot
1 34 7 15
2 27 8 13
3 24 9 8
4 29 10 15
5 25 11 11
6 20 12 7
8+9+10+8+8+7
= × 100%
6 10
= 83,3%
𝐾 2
𝑆𝐼 = 𝑖=1 𝑆𝑇𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑇𝑖
= 22 + 12 + 12 + 42 + 02 + 22
= 5,09
• Ternyata belum seimbang, suatu lintasan
dikatakan seimbang bila LE nilainya 100%.
Artinya keseimbangan lintasan tercapai.
Dengan menerapkan metode Helgeson-Birnie
pada CT = 10, LE = 83,3%. Nilai ini dapat
diperbaiki dengan cara ‘Trial and Error’, yaitu
dengan mencoba CT yang lain dengan
prosedur tetap. Misalkan ingin diketahui
keseimbangan bila CT = 11, maka
pengelompokan stasiun kerja menjadi seperti
pada table di bawah ini.
Penyusunan stasiun kerja dengan metode Helgeson-
Birnie (CT = 11)
Stasiun kerja Task TI STK Idle
1 5
I 4 3 11 0
2 3
5 6
II 10 1
3 4
6 5
III 7 2 11 0
10 4
8 6
IV 10 1
11 4
9 1
V 8 3
12 7
𝐾
𝑖=1 𝑆𝑇𝑖
𝐿𝐸 = 𝐾 𝐶𝑇
× 100%
11+10+11+10+8
= × 100%
5 11
= 91,0%
𝑆𝐼 = 22 + 12 + 12 + 42 + 02 + 22
= 5,09
Metode Moodie Young
Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah
membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan
antar-task, tidak dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase dua,
dilakukan revisi pada hasil fase satu.
Fase satu: Elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang berurutan
dalam lini perakitan dengan menggunakan aturan largest-candidate. Aturan
largest-candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang ada untuk
tujuan penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen pengerjaan cukup untuk
ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih besar
ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan,
ketersediaan elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai
waktu untuk penugasan selanjutnya. Sebagai pemisalan, matriks P
menunjukkan pengerjaan pendahulu masing-masing elemen dan matriks F
pengerjaan pengikut untuk tiap elemen untuk tiap prosedur penugasan.
Fase dua: Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan
waktu nganggur (idle) secara merata (sama) untuk tiap-tiap
stasiun melalui mekanisme jual dan transfer elemen
antarstasiun. Langkah-langkah pada step dua ini adalah sbb.
1. Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari
penyeimbangan fase satu.
2. Tentungan setengah dari perbedaan kedua nilai tujuan (GOAL).
3. GOAL = (STmax – STmin) / 2.
4. Menentukan elemen tunggal dalam STmax yang lebih kecil dari kedua nilai GOAL dan
yang tidak melampaui elemen pengerjaan terdahulu.
5. Menentukan semua penukaran yang mungkin dari STmax dengan elemen tunggal
dari STmin yang mereduksi STmax dan mendapatkan STmin akan lebih kecil dari 2 x
GOAL.
6. Lakukan penukaran yang ditunjukkan oleh kandidat dengan perbedaan mutlak
terkecil antara kandidat tersebut dengan GOAL.
7. Bila tidak ada penukaran atau transfer yang dimungkinkan antara stasiun terbesar
dan terkecil, mengusahakan penukaran antara rank pada pengerjaan berikut: N
(stasiun ranking ke N memiliki jumlah waktu idle terbesar), N-1, N-2, N-3, …, 3, 2, 1.
8. Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai GOAL dan
ulangi langkah satu hingga enam.