Anda di halaman 1dari 34

Line Balancing

(keseimbangan lintasan produksi)

Oleh. Sapta Asmal


Prodi TI UNHAS
PENDAHULUAN
Latar Belakang

• Aliran proses produksi suatu departemen ke


departeman yang lainnya membutuhkan waktu
proses (waktu siklus) produk tersebut. Apabila
terjadi hambatan/ketidakefisienan dalam suatu
departemen akan mengakibatkan tidak
lancarnya material ke departemen berikutnya,
sehingga terjadi waktu menunggu (delay time)
dan penumpukan material
• Dalam upaya menyeimbangkan lini produksi
maka tujuan utama yang ingin dicapai adalah
mendapatkan tingkat efisiensi yang tinggi bagi
setiap departemen dan berusaha memenuhi
produksi yang telah ditetapkan, sehingga
diupayakan untuk memenuhi perbedaan
waktu kerja antar departemen dan
memperkecil waktu tunggu.
• Konsep keseimbangan lini produksi sangat cocok
diterapkan untuk perusahaan bertipe produksi massal.
Pada produksi massal, penyeimbangan lintasan ini akan
sangat bermanfaat. Pada produksi massal, penurunan
sedikit waktu siklus produksi akan memberikan
penghematan besar dalam biaya produksi. Lini produksi
yang seimbang, berarti tidak ada operasi-operasi yang
menganggur (idle), juga akan memberikan efisiensi yang
bermuara pada optimalitas biaya produksi.
• Pada produksi massal, lini produksi yang seimbang juga
akan memudahkan penyiapan fasilitas dan bahan-bahan
pembantu. Beberapa perusahaan mengimlementasikan
keseimbangan lintasan ini secara maksimal, disertai
dengan pemasangan konveyor
Tujuan
• Mahasiswa mampu mengetahui lini produksi
• Mahasiswa mampu memahami line balancing
• Mahasiswa mampu mengetahui istilah-istilah
dalam line balancing
• Mahasiswa mampu memahami metode-
metode penyeimbangan lini produksi
LANDASAN TEORI

A. Lini Produksi
Lini produksi adalah penempatan area-area
kerja dimana operasi-operasi diatur secara
berturut-turut dan material bergerak secara
kontinu melalui operasi yang terangkai
seimbang. Menurut karakteristiknya proses
produksi dibagi menjadi dua lini:
1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi
yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan
yang bersifat membentuk atau mengubah
bentuk benda kerja
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi
yang terdiri atas sejumlah operasi perakitan
yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja
dan digabungkan menjadi benda assembly
atau subassembly
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari
perencanaan lini produksi yang baik sebagai berikut:

1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan


mengatur susunan dan tempat kerja
2. Aliran benda kerja(material), mencakup gerakan dari benda
kerja yang kontinu. Alirannya diukur dengan kecepatan
produksi dan bukan oleh jumlah spesifik
3. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan
dengan keahlian masing-masing pekerjaan sehingga
pemanfaatan tenaga kerja lebih efisiensi
4. Pengerjaan operasi yang serentak yaitu setiap operasi
dikerjakan pada saat yang sama di seluruh lintasan produksi
5. Operasi unit
6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari
lintasan dan bersifat tetap
7. Proses memerlukan waktu yang minimum
Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang
kelangsungan lintasan produksi antara lain

1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun


kerja yang terdapat di dalam suatu lintasan produksi fabrikasi
atau lintasan perakitan yang bersifat manual
2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepat yang
seragam. Alirannya tergantung pada waktu operasi
3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah
penyebaran dan mencegah timbulnya atau setidak-tidaknya
mengurangi waktu menunggu karena keterlambatan benda
kerja
4. Produski yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan
benda kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda
kerja pada lintasan produksi secara kontinu
Line Balancing

Line balancing merupakan metode penugasan sejumlah


pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling
berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau lini produksi
sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi
waktu siklus dari stasiun kerja tersebut.
Menurut Gasperz (2000), line balancing merupakan
penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu
assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya
work station dan meminimumkan total harga idle time pada
semua stasiun untuk tingkat output tertentu, yang dalam
penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang
di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial
harus dipertimbangkan
Selain itu dapat pula dikatakan bahwa line balancing
sebagai suatu teknik untuk menentukan product mix yang
dapat dijalankan oleh suatu assembly line untuk
memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly
line itu pada tingkat yang direncanakan.
Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan yang
menempatkan fabricated parts secara bersama pada
serangkaian workstations yang digunakan dalam lingkungan
repetitive manufacturing atau dengan pengertian yang lain
adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugas-
tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Sedangkan
idle time adalah waktu dimana operator/sumber-sumber
daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena:
setup, perawatan (maintenance), kekurangan material,
kekurangan perawatan, atau tidak dijadwalkan.
Tujuan line balancing
• untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar
dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas
fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui
penyeimbangan waktu kerja antar work station,
dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan
produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam
beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan
sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang
baik. Permulaan munculnya persoalan line balancing
berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi
yang berupa adanya work in process pada beberapa
workstation.
Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu
keseimbangan lintasan produksi adalah dengan
meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan
meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang
(balance delay). Sedangkan tujuan dari lintasan
produksi yang seimbang adalah sebagai berikut:
1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan
pada setiap workstation sehingga setiap
workstation selesai pada waktu yang seimbang dan
mencegah terjadinya bottle neck. Bottle neck
adalah suatu operasi yang membatasi output dan
frekuensi produksi.
2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.
3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
Metode penyeimbangan lini yang biasa digunakan antara lain:

1. Metode formulasi dengan program sistematis


2. Metode Kilbridge-Wester Heruistic
3. Metode Helgeson-Birnie
4. Metode Moodie Young
5. Metode Immediate Update First-Fit Heruistic
6. Metode Rank And Assign Heruistic

Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja:


1. Hubungan dengan proses terdahulu
2. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemn
kerja
3. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu
maksimum dari tiap waktu di stasiun kerja dari tiap
elemn pengerjaan
• Istial-Istilah Dalam Line Balancing
• Precedence diagram
1. Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta
ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk
memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di
dalamnya. Adapun tanda-tanda yang dipakai sebagai berikut:
2. Symbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk
mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi
3. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi.
Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti
mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah
4. Angka di atas symbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan
untuk menyelesaikan setiap operasi
• Asssamble product
• Adalah produk yang melewati urutan work stasiun di mana tiap work
stasiun (WS ) memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk
akhir pada perakitan akhir
•Work elemen
Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang
dilakukan
•Waktu operasi (Ti)
Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi
•Work stasiun (WS)
Adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Setelah
menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat
ditetapkan dengan rumus berikut:
𝒏
𝒊=𝟏 𝒕𝒊
𝑲𝐦𝐢𝐧 =
𝑪
Di mana:
Ti : waktu operasi/elemen ( I=1,2,3,…,n)
C :waktu siklus stasiun kerja
N : jumlah elemen
Kmin : jumlah stasiun kerja minimal
• Cycle time (CT)
• Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu
unit produk satu stasiun. Apabila waktu produksi dan
target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus
dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target
produksi. Dalam mendesain keseimbangan lintasan
produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus
harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar
yang merupakan penyebab terjadinya bottle neck
(kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih
kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah
produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan
sebagi berikut:
Di mana:
• ti max : waktu operasi terbesar pada
lintasan
• CT : waktu siklus (cycle time)
• P : jam kerja efektif per hari
• Q : jumlah produksi per hari
• Station time (ST)
• Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu
stasiun kerja yang sama
• Idle time (I)
• Merupakan selisih(perbedaan0 antara cycle time (CT) dan
stasiun time (ST) atau CT dikurangi ST
• Balance delay (D)
• Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari
ketidakefisiensinan lintasan yang dihasilkan dari waktu
menganggur sebenarnya yang disebabkan karena
pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun
kerja. Balance delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance
delay dapat dirumuskan:
Di mana:
n : jumlah stasiun kerja
C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
: jumlah waktu operasi dari semua operasi
: waktu operasi
: balance delay (%)

* Line efficiency (LE)


Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan
waktu siklus dikalikan jumlah stasiun kerja
• Di mana:
• STi : waktu stasiun dari stasiun ke-1
• K : jumlah(banyaknya) stasiun kerja
• CT : waktu siklus
• Smoothes index (SI)
• Adalah suatu indeks yang menunjukkan
kelancaran relative dari penyeimbangan lini
perakitan tertentu

SI =

Di mana:
St max : maksimum waktu di stasiun
Sti : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i
• Output production (Q)
• Adalah jumlah waktu efektif yang tersedi
dalam suatu periode dibagi dengan cycle time

Di mana:
T : jam kerja efektif penyelesaiaan produk
C : waktu siklus terbesar
Metode Helgeson Birnie
Nama yang lebih popular ini adalah metode bobot posisi (Pisitional-Weight Technique). Metode
ini sesuai dengan namanya dikemukakan oleh Helgeson dan Birnie. Langkah-langkah dalam
metode ini adalah sebagai berikut.
1. Buat precedence diagram untuk setiap proses.
2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan dengan waktu
operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai operasi permulaan hingga sisa
operasi sesudahnya.
3. Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di langkah 2.
Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada rangking pertama.
4. Tentukan waktu siklus (CT).
5. Pilih elemen operasi dengan bobot tertingg i, alokasikan ke suatu stasiun kerja. Jika masih
layak (waktu stasiun < CT), alokasikan operasi dengan bobot tertinggi berikutnya, namun
lokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun > CT.
6. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka sisa waktu ini (CT –
ST) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi dengan bobot paling besar dan
penambahannya tidak membuat ST < CT.
7. Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT sudah tidak ada,
kembali ke langkah 5.
• Contoh : Sebuah perusahaan memiliki jalur
perakitan yang terdiri dari 12 elemen operasi
dengan hubungan ketergantungan
(precedence) seperti terlihat pada gambar di
bawah ini. Terapkan metode Helgeson Birnie
untuk menyeimbangkan jalur perakitan
diperusahaan tersebut.
• j i = Nomor Operasi
• i j = Waktu elemen
3 4 2 6

2 3 7 8

5 5 1 7

1 6 9 12

3 6 4 4

4 5 10 11

Diagram Preseden Lini Perakitan

Penyelesaian :
Langkah 1, dihitung dulu bobot setiap elemen operasi (task). Bobot task 1
adalah jumlah waktu elemen operasi 1 dan seluruh operasi setelahnya yang
berhubungan, berarti 34 (jumlah waktu elemen 1,2,…,12). Bobot elemen 2 adalah 27
(jumlah waktu elemen 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12). Selengkapnya seperti dilihat pada
table.
Bobot Elemen Operasi
Operasi Bobot Operasi Bobot
1 34 7 15
2 27 8 13
3 24 9 8
4 29 10 15
5 25 11 11
6 20 12 7

Langkah 2, urutkan elemen operasi ini berdasarkan bobot dari


bobot tertinggi ke bobot terrendah. Hasilnya terlihat pada
table di bawah ini.
• Rangking Bobot Elemen Operasi
Operasi Bobot Ti
1 34 5
4 29 3
2 27 3
5 25 6
3 24 4
6 20 5
7 155 2
10 15 4
8 13 6
11 11 4
9 8 1
12 7 7
Langkah 3, tentukan CT, misalkan 10.
• Langkah 4, stasiun kerja I (WS1), alokasikan task 1 (bobot tertinggi)
ke sini, sisa waktu = 5 (CT-T1), selanjutnya alokasikan task 4, sisa waktu = 2
(CT-T1-T4), hentikan alokasi di WS1, task di rangking berikutnya (task 2)
memiliki waktu operasi = 3, sehingga tak dapat dialokasikan ke WS1 (akan
membuat waktu stasiun kerja 1 > CT). alokasikan task 2 ke stasiun kerja
berikutnya.
• Langkah 5, stasiun kerja II (WS2), alokasikan task 2 (waktu = 3) dan
task 5 (waktu = 6), selanjutnya alokasikan task 3 ke stasiun kerja
berikutnya, karena bila dialokasikan ke WS2 akan membuat station time 2
(ST2) > 10 (CT) demikian seterusnya. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
table di bawah ini.
Penyusunan Stasiun Kerja Dengan Metode
Helgeson-Birnie (CT = 10)
Stasiun kerja Task TI STK idle
1 5
I 8 2
4 3
2 3
II 9 1
5 6
3 4
III 9 1
6 5
7 2
IV 6 4
10 4
8 6
V 10 0
11 4
9 1
VI 8 2
12 7
Untuk mengukur performance dari pengelompokan operasi ke
dalam stasiun kerja ini apakah sudah baik atau belum, perlu
dihitung nilai LE (Line Efficiency) dan SI (Smoothing index)
.
𝐾
𝑖=1 𝑆𝑇𝑖
𝐿𝐸 = × 100%
𝐾 𝐶𝑇

8+9+10+8+8+7
= × 100%
6 10

= 83,3%

Menghitung indeks kemulusan (kelancaran) :

𝐾 2
𝑆𝐼 = 𝑖=1 𝑆𝑇𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑇𝑖

= 22 + 12 + 12 + 42 + 02 + 22

= 5,09
• Ternyata belum seimbang, suatu lintasan
dikatakan seimbang bila LE nilainya 100%.
Artinya keseimbangan lintasan tercapai.
Dengan menerapkan metode Helgeson-Birnie
pada CT = 10, LE = 83,3%. Nilai ini dapat
diperbaiki dengan cara ‘Trial and Error’, yaitu
dengan mencoba CT yang lain dengan
prosedur tetap. Misalkan ingin diketahui
keseimbangan bila CT = 11, maka
pengelompokan stasiun kerja menjadi seperti
pada table di bawah ini.
Penyusunan stasiun kerja dengan metode Helgeson-
Birnie (CT = 11)
Stasiun kerja Task TI STK Idle
1 5
I 4 3 11 0
2 3
5 6
II 10 1
3 4
6 5
III 7 2 11 0
10 4
8 6
IV 10 1
11 4
9 1
V 8 3
12 7
𝐾
𝑖=1 𝑆𝑇𝑖
𝐿𝐸 = 𝐾 𝐶𝑇
× 100%

11+10+11+10+8
= × 100%
5 11

= 91,0%

𝑆𝐼 = 22 + 12 + 12 + 42 + 02 + 22

= 5,09
Metode Moodie Young
Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah
membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan
antar-task, tidak dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase dua,
dilakukan revisi pada hasil fase satu.
Fase satu: Elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang berurutan
dalam lini perakitan dengan menggunakan aturan largest-candidate. Aturan
largest-candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang ada untuk
tujuan penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen pengerjaan cukup untuk
ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih besar
ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan,
ketersediaan elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai
waktu untuk penugasan selanjutnya. Sebagai pemisalan, matriks P
menunjukkan pengerjaan pendahulu masing-masing elemen dan matriks F
pengerjaan pengikut untuk tiap elemen untuk tiap prosedur penugasan.
Fase dua: Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan
waktu nganggur (idle) secara merata (sama) untuk tiap-tiap
stasiun melalui mekanisme jual dan transfer elemen
antarstasiun. Langkah-langkah pada step dua ini adalah sbb.
1. Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari
penyeimbangan fase satu.
2. Tentungan setengah dari perbedaan kedua nilai tujuan (GOAL).
3. GOAL = (STmax – STmin) / 2.
4. Menentukan elemen tunggal dalam STmax yang lebih kecil dari kedua nilai GOAL dan
yang tidak melampaui elemen pengerjaan terdahulu.
5. Menentukan semua penukaran yang mungkin dari STmax dengan elemen tunggal
dari STmin yang mereduksi STmax dan mendapatkan STmin akan lebih kecil dari 2 x
GOAL.
6. Lakukan penukaran yang ditunjukkan oleh kandidat dengan perbedaan mutlak
terkecil antara kandidat tersebut dengan GOAL.
7. Bila tidak ada penukaran atau transfer yang dimungkinkan antara stasiun terbesar
dan terkecil, mengusahakan penukaran antara rank pada pengerjaan berikut: N
(stasiun ranking ke N memiliki jumlah waktu idle terbesar), N-1, N-2, N-3, …, 3, 2, 1.
8. Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai GOAL dan
ulangi langkah satu hingga enam.

Anda mungkin juga menyukai