Anda di halaman 1dari 117

BAB 1

1.1. Pengertian Analisa Perncangan Kerja


Bekerja adalah kegiatan manusia merubah keadaan tertentu dari alam lingkungan yang
ditujukan untuk mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidupnya . Demikian
definisi yang diberikan oleh W.S. Neff untuk bekerja. Definisi ini tampaknya sangat luas
tetapi mencerminkan dorongan dasar dari bekerja yaitu dalam rangka mempertahankan
dan memelihara kelangsungan hidup manusia. Sedangakan Toole memberikan definisi
yang bunyinya agak terdengar lain yaitu bahwa bekerja adalah kegiatan untuk
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Setelah seseorang
berada dalam dunia pekerjaan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi jalannya
pekerjaan tersebut, akibatnya pekerjaan perlu dilakukan analisa dan perancangan. Faktor
yang mengakibatkan keterbatasan pekerja , yakni keterbatasan panca indra dan fisik.

Literatur tentang analisa perancangan kerja, kita tidak dapat lepas dari dua nama,
yaitu F.W. Taylor dan F.B. Gilberth , dari dua nama tersebut yang mengawali
pengembangan ilmu ini yang digabungkan sebagai suatu kesatuan , maka dikenal sebagai
Teknik Tata Cara Kerja atau Methods Engineering yang lebih dikenal secara umum adalah
analisa & perancangan kerja .
Dalam tahun 1918 metode FW Taylor mulai digunakan sebagai usaha penggunaan
buruh minimal pada setiap jenis pekerjaan melalui penelitian ilmiah untuk mendapatkan
metode pekerjaan terbaik pada setiap kasus. Sering kali , seorang pengawas diberi
tanggung jawab penuh untuk menghasilkan barang yang diminta oleh staf pengawas.
Fungsi-fungsi perencanaan secara informal dilakukan oleh staf pengawas itu , juga tidak
ada metode-metode standar ( metode kerja ditentukan masing-masing oleh para pekerja
yang didasarkan atas pengalaman dan peralatan yang tersedia). FW Taylor memulai studi
tentang pemotongan logam , studi ini berlangsung selama 25 tahun , studi ini berakhir pada
tahun 1907 dan dipublikasikan melalui catatan ASME . Analisis keperluan kerja dan
spesifikasi suatu metode untuk melakukan suatu operasi, pada saat ini disebut dengan
Perancangan Kerja atau Teknik Tata Cara . Studi penyekopan dan penanganan besi
kasar terutama mengacu pada perancangan kerja. Taylor juga mempelopori apa yang
sekarang ini disebut sebagai Pengukuran Kerja. Aktivitas ini mengacu pada pengukuran
jumlah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan bagi seorang operator.

Frank Gilbreth, tertarik pada analisis gerakan dasar atas kegiatan manusia. Beliau
memperkenalkan analisis gerakan yang disebut micrmotion studies pada pertemuan
American Society of Mechanical Engineers (ASME) Dia sangat berjasa dalam usaha
memberikan landasan untuk mengindentifikasi dan menganalisa gerakan-gerakan dasar
manusia pada saat melakukan kerja manual, yang kemudian dia beri nama Therbligs
Pada tahun 1924 hasil penelitiannya sangatlah terkenal dengan membagi pekerjaan
menjadi elemen-elemen gerakan dasar. Elemen-elemen gerakan dasar yang dikembangkan
berjumlah 17 gerakan dasar dan dengan elemen-elemen gerakan dasar inilah perbaikan
perbaikan dilakukan.
1.2. Studi Kerja

Banyak pekerjaan diselesaikan lebih lama dari waktu yang sepantasnya dibutuhkan
untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Pada pabrik misalnya, bentuk suatu produk kadangkala sedemikian rupa sehingga sulit
untuk dikerjakan atau kurang jelas/kurang baik metode kerja dapat memperpanjang waktu
kerja. Tata letak peralatan atau keadaan ruang tempat kerja yang kurang baik, merupakan
penyebab lain terjadi keterlambatan . Pekerja juga merupakan unsur yang bisa
memperlambat kerja juga, misalnya kurang disiplin atau kurang gairah kerja akibat kurang
baiknya motivasi kerja.

Dalam ruang lingkup yang lebih luas, pihak manajemen sendiri pun harus
bertanggung jawab untuk mengatasi pemborosan waktu kerja, antara lain yang disebabkan
oleh kurang baiknya penjadwalan / rencana kerja, kebijakan lain yang harus berperan dalam
mengelola sumber daya perusahaan/industri.

Secara umum , studi kerja adalah penelaahan secara sistimatik terhadap pekerjaan, dengan
maksud untuk :

1. Mengembangkan sistem dan metode kerja yang lebih baik.


2. Membakukan sistem dan metode kerja yang sudah baik.
3. Menetapkan waktu baku untuk pekerjaan tersebut.
4. Membantu melatih pekerja dengan berbagai pekerjaan yang telah diperbaiki.

Dasar unsur pokok studi kerja adalah :


1. Perancangan metode kerja (method design) , dimaksudkan untuk menetapkan tata
cara kerja atau menyederhanakan pekerjaan dan mengusulkan cara yang lebih baik.
2. Pengukuran kerja (work measurement) , ditujukan untuk menetapkan waktu
penyelesaian suatu pekerjaan secara pantas oleh pekerja yang normal dengan
metode kerja yang sudah dirancang dengan baik.

Secara umum pelaksanaan studi kerja mengikuti delapan tahapan, yakni :

1. Pemilihan pekerjaan yang hendak diteliti.


2. Pencatatan segala fakta mengenai pekerjaan kedalam bentuk yang memudahkan
untuk dianalisis lebih lanjut.
3. Mempelajari secara seksama catatan yang telah dibuat, dan mempertanyakan
segala sesuatu mengenai pekerjaan untuk membuka peluang bagi perbaikan
metode kerja.
4. Pengembangkan / perancangan alternatif metode kerja yang lebih baik (berupa
usulan).
5. Perhitungan prestasi atau waktu baku untuk masing-masing metode kerja yang
diusulkan.
6. Pemilihan metode kerja yang akan digunakan , kemudian menyusun petunjukan
pelaksanaannya, berikut data prestasi atau waktu baku yang sesuai.
7. Pemberitahuan metode kerja yang baru.

2
8. Pengawasan agar metode kerja tersebut selalu dijalankan sesuai dengan petunjuk
pelaksanaannya.

Suatu hal penting pada saat berdirinya suatu pabrik baru atau saat penerapan metode kerja
baru, adalah perlunya mempertimbangkan jangka waktu tertentu yang diperlukan oleh
tenaga kerja untuk beradaptasi dengan situasi baru. Pada saat tenggang waktu ini ,
tentunya kecepatan produksi sistem tenaga kerja tersebut relatif lambat dibandingkan
dengan keadaan normal (ketrampilan normal). Pada umumnya , semakin biasa orang
dengan situasi kerjanya, akan makin cepat kerjanya. Dengan kata lain, makin pengalaman
dia, akan makin cepat kerjanya. Namun demikian , kecepatan kerja seseorang akan dibatasi
oleh ketrampilannya, sehingga pada suatu saat , kecepatan kerjanya akan mencapai titik
yang stabil.

Dari perkembangan studi kerja dimasa lampau , maka terjadi perubahan pola kerja yang
mengakibatkan juga terjadi perubahan dari masyarakat, sehingga perubahan masyarakat
yakni :

Perubahan masyarakat dalam arti luas diartikan sebagai perubahan atau


perkembangan dengan arti positif maupun negatif.
Pada umumnya motivasi untuk merubah memiliki kaitan dengan kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi tidak saja mempengaruhi ilmu pengetahuan akan tetapi juga
merubah pola hidup manusia dan struktur sosial secara keseluruhan.

Masyarakat Pertanian 8000 Sm-1700

Disebut juga gelombang pembaharuan manusia menemukan dan menerapkan


teknologi pertanian.
Manusia yang semula suka berpindah-pindah menjadi suka tinggal menetap (desa)
Manusia menggunakan energi dari alam, otot binatang, matahari, angin dan air (sifat
: tidak dapat diperbaharui)
Masyarakat produsen sekaligus konsumen.

Masyarakat Industri 1700-1970

Bersamaan dengan masa revolusi industri yang ditandai digunakannya mesin-


mesin/mekanisasi produksi (pelipat gandaan kekuatan fisik manusia)
Manusia beralih ke energi tak terbarukan : minyak, batu bara dan gas.
Masyarakat produsen terpisah dengan konsumen (mulai ada spesialisasi)
Terjadi pengrusakan alam akibat pengedukan sumber daya.
Adanya ekspansi dan integrasi dari pasaran ke seluruh dunia.

Masyarakat Informasi 1970 - >2000

Peradaban yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi dan pengolahan


data, penerbangan dan aplikasi angkasa luar.
Pelipatgandaan kekuatan-pikir manusia.

3
Ditemukannya energi alternatif dan energi terbarukan serta rekayasa genetik dan
bioteknologi dengan komputer dan mikro elektronik sebagai teknologi intinya proses
produksi cenderung menjauhi produksi massa yang terkonsentrasi.

Corak Perkembangan
jaman Batu
Pekerjaan Cara Kerja

- sederhana
Manual
jaman - lengkap
Pertengahan
- rumit
Penemuan
akhir abad
- lengkap
Mesin
ke 19
otomisasi Mesin
awal abad

ke 20

Gambar 1.2. Perkembangan cara kerja

1.3. Ruang Lingkup Teknik Tata Cara Kerja


Setelah lintasan sejarah teknik tata cara kerja dikemukakan diatas yang tiada lain
menunjukan latar belakang berkembangnya dan dikembangkannya ilmu ini, kiranya perlu
dibicarakan pengertian/definisi dan ruang lingkup untuk mendapatkan gambaran
menyeluruh.
Teknik Tata Cara Kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan perinsip -
perinsip untuk mendapatkan rancangan (design) terbaik dari sistem kerja. Teknik-teknik
dan perinsip perinsip ini digunakan untuk mengatur komponen-komponen sistem kerja
yang terdiri dari manusia dengan sifatnya dan kemampuannya, bahan, perlengkapan
dan peralatan kerja, serta linkungan kerja sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat
efisiensi dan produktifitas tinggi yang diukur dengan waktu yang dihabiskan , tenaga
yang dipakai serta akibat akibat psikologis dan sosiologis yang ditimbulkannya.

Teknik Tata Cara Kerja merupakan hasil perpaduan teknik-teknik pengukuran waktu
dan perinsipperinsip studi gerakan, tetapi juga banyak menyangkut prinsip lain dalam

4
perancangan sistem kerja seperti perancangan tata letak tempat kerja dan peralatan dalam
lingkungannya dengan manusia pekerjanya.

Yang dicari dengan teknik-teknik dan perinsipperinsip ini adalah sistem kerja yang
terbaik yaitu yang memiliki efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Sistem kerja itu sendiri
terdiri dari empat komponen , yakni manusia, bahan, perlengkapan dan peralatan kerja
seperti masin dan pekakas pembantu, lingkungan kerja, seperti ruangan dengan udaranya
dan keadaan pekerjaan- pekerjaan lain disekelilingnya. Artinya komponen-komponen itulah
yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Dengan menggunakan teknik-teknik
dan prinsip-prinsip yang disebut diatas komponen-komponen diatur sehingga berada dalam
komposisi dalam suatu komposisi yang memungkinkan tercapainya tujuan tersebut.

Bila kita tinjau lebih lanjut maka ruang lingkup ilmu teknik tata cara kerja dapat dibagi
kedalam dua bagian besar masing-masing pengaturan kerja dan pengukuran kerja.

Pengaturan kerja berisikan prinsip-prinsip mengatur komponen-komponen sistem


kerja untuk mendapatkan alternatif alternatif sistem kerja yang lebih baik. Jadi pada
bagian pengaturan ini kita dipersenjatai dengan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dan
diusahakan pelaksanaannya. Macam pekerjaan yang terdapat disekeliling kita begitu
banyaknya, dengan masing-masing mempunyai krakteristik-krakteristik sendiri-sendiri
sehingga tidak mungkin untuk menyususn rumus tunggal untuk semua dengan jawaban atas
pertanyaan sistem mana yang terbaik dapat langsung diperoleh.

Setelah mendapatkan beberapa alternatif terbaik, langkah berikutnya adalah memilih


salah satu diantaranya yang terbaik. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan mudah karena kita
dapat begitu saja menentukannya, sebab antara satu alternatif dengan lainnya sangat
berdekatan , ataupun satu nampak mempunyai kelebihan disatu segi tetapi kelemahan
dilain segi, sementara alternatif lainnya memiliki kelebihan dan kelemahan pada segi yang
berlawanan. Kesulitan inilah yang menyebabkan perlu dilakukan pengukuran terhadap
masing-masing alaternatif.

Ada empat kriteria yang dipandang sebagai pengukur yang baik tentang kebaikan
suatu alternatif kerja , yaitu waktu, tenaga. psikologi dan sosiologi. Artinya suatu sistem
kerja dinilai baik jika sistem ini memungkinkan waktu penyelesaian sangat singkat , tenaga
yang diperlukan untuk penyelesaian sangat sedikit. Dan akibat-akibat psikologi dan
sosiologi yang ditimbulkan sangat minim. Berdasarkan kriteria - kriteria inilah alternatif-
alternatif sistem kerja dibandingkan satu dengan yang lainnya.

1.4. Penggunaan Teknik Tata Cara Kerja


Sering kali pimpinan perusahaan pada tingkat manapun tidak menyadari tentang
selalu adanya kemungkinan-kemungkinan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem
kerja karena tidak mengetahui adanya prinsip-prinsip dan teknik teknik untuk itu , ataupun
berpendapat bahwa sistem yang ada sudah baik hanya karena setiap orang karena setiap
orang telah terbiasa dan telah menerima sistem tersebut. Disamping melalui perbaikan-

5
perbaikan sistem kerja , teknik dan tata cara kerja memberikan keuntungan melalui
berbagai jalur lain, misalnya dalam penjadwalan produksi dimana diperlukan pengetahuan
tentang berapa lamanya berbagai kegiatan kerja diselesaikan. Berbagai teknik telah
dikembangkan untuk penjadwalan dan mengatur pembebanan mesin dan tenaga kerja dan
semuanya ditujukan untuk mendapatkan keadaan yang optimal. Lebih jauh lagi waktu
penyelesaian yang sebenarnya merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan dengan sistem kerja yang lebih baik. Dengan demikian terlihatlah
bagaimana teknik-teknik dan perinsipperinsip dalam teknik tata cara kerja berperan dalam
perencanaan dan perancangan kegiatan produksi.
Sesuatu hal yang sering kali merupakan penghambat terlaksananya perubahan-perubahan
(perbaikan-perbaikan) ini adalah ketidak sediaan pekerja menerimanya.
Memang hal ini harus disadari karena hampir untuk setiap usaha merubah suatu
keadaan, apa lagi yang sudah mapan, akan mendapat tantangan, dan hal ini adalah
sesuatu yang wajar . Kecurigaan bahwa cara baru akan memberatkan pekerja adalah
salah satu sebab adanya tantangan. Sebab lain adalah keengganan untuk merubah
kebiasaan yang telah dirasakan enak dan menyatu dengan diri pekerja . Sering kali sistem
kerja telah begitu lama berjalan sehingga pekerja betul-betul telah terbiasa sehingga
perbaikan yang menuntut perubahan-perubahan kebiasaan dirasakan sebagai sesuatu yang
menyulitkan. Untuk mengatasi hal-hal seperti ini pimpinann perusahaan perlu memberikan
penjelasan - penjelasan yang cukup tentang kebaikan dari sistem kerja yang direncanakan.
Khususnya untuk pekerja-pekerja yang berada pada tingkat terbawah, penjelasan
perbaikan akan menguntungkan pekerja-pekerja itu sendiri juga perusahaan, coba ,
jelaskan?

6
2. BAB II
2.1. Pengertian Peta Kerja
Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi
secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja ini kita bisa mendapatkan informasi-
informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja. Contoh informasi-
informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja, terutama dalam suatu
proses produksi adalah sebagai berikut : jumlah benda kerja yang harus dibuat, waktu
operasi mesin, kapasitas mesin, bahan-bahan khusus yang harus disediakan, alat-alat
khusus yang harus disediakan dan lain sebagainya.
Jadi peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara
sistematis dan jelas. Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah atau kejadian yang
dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik, kemudian menggambarkan
semua langkah yang dialaminya, seperti : transportasi, operasi mesin, pemeriksaan,
perakitan sampai pada akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan
bagian dari suatu produk lengkap.
Apabila kita melakukan studi yang seksama terhadap peta kerja, maka pekerjaan
kita dalam usaha memperbaiki metode kerja dari suatu proses produksi akan lebih mudah
dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan, antara lain, kita bisa menghilangkan
operasi-operasi lainnya, menemukan suatu urutan-urutan kerja/proses produksi waktu
menunggu antara operasi dan sebagainya. Pada dasarnya semua perbaikan tersebut.
ditujukan untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Dengan demikian, peta ini
merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga mempermudah
dalam perencanaan perbaikan kerja.

Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua kelompok
besar berdasarkan kegiatannya, yaitu :
A. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan.
B. Peta - peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat.

Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja keseluruhan
dan kegiatan kerja setempat. Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja setempat, apabila
kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya hanya melibatkan orang
dan fasilitas dalam jumlah yang terbatas.
Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan, apabila kegiatan
tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat
produk yang bersangkutan. Hubungan antara kedua macam kegiatan kegiatan diatas akan
terlihat bila untuk menyelesaikan suatu produk diperlukan beberapa stasiun kerja, dimana
satu sama lainnya saling berhubungan. Masing-masing peta kerja yang akan dibahas
berikut ini semuanya termasuk dalam kedua kelompok diatas, antara lain :
* Yang termaduk kelompok kegiatan kerja keseluruhan
1. Peta Proses Operasi
2. Peta Aliran Proses
3. Diagram Aliran
* Yang termasuk kelompok kegiatan kerja setempat :

7
1. Peta Pekerja dan Mesin
2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

2.2. Peta Kerja kegiatan menyeluruh

Sebelum membahas yang termasuk kelompok peta kerja keseruhan, hendaknya


perlu diperkenalkan lebih dahulu mengenai lambang-lambang yang akan digunakan untuk
kelompok peta kerja keseluruhan.
Pada saat sekarang ini, untuk membuat suatu peta kerja, Gilberth mengusulkan 40
buah lambang yang bisa dipakai, kemudian pada tahun berikutnya jumlah lambang-lambang
tersebut disederhanakan, sehingga hanya tinggal 4 macam, yaitu :

Untuk operasi

Untuk transportasi

Untuk pemeriksaan

Untuk penyimpanan

Penyederhanaan ini memudahkan pembuatan suatu peta kerja, disamping setiap


notasi mempunyai fleksibilitas yang tinggi karena setiap lambang mempunyai kandungan
arti yang sangat luas. Dalam tahun 1947, American Society of Mechanical Engineers
(ASME) membuat standar lambang-lambang yang terdiri dari lima macam lambang.
Lambang-lambang ini merupakan modifikasi dari lambang yang digunakan oleh Gilberth,
yaitu lingkaran kecil diganti dengan anak panah untuk kejadian transportasi dan menambah
lambang baru untuk kejadian menunggu. Lambang-lambang standar dari ASME inilah yang
akan digunakan dalam pembahasan-pembahasan peta kerja keseluruhan, lambang-
lambang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Operasi

Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat, baik
sifat fisik maupun kimiawi, mengambil informasi maupun memberikan informasi pada suatu
keadaan juga termasuk informasi.
Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu proses. Dan
bisanya terjadi pada suatu mesin atau stasiun kerja,
contohnya :
* Pekerjaan menyerut kayu dengan mesin serut
* Pekerjaan mengeraskan logam
* Pekerjaan merakit
Dalam prakteknya, lambang ini juga bisa digunakan untuk menyatakan aktifitas
administrasi, misalnya : aktifitas perencanaan atau perhitungan

8
Pemeriksaan

Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami
pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun segi kuantitas. Lambang ini digunakan jika
kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek atau membandingkan objek tertentu
dengan suatu standar.
Suatu pemeriksaan tidak menjuruskan bahan ke arah menjadi suatu barang jadi,
contoh-contohnya :
* Mengukur Dimensi
* Memeriksa warna benda
* Membaca alat ukur tekanan uap pada suatu mesin uap

Transportasi

Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan
mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari suatu operasi. Contoh :
* Benda kerja diangkut dari mesin bubut ke tempat mesin skerap untuk mengalami operasi
berikutnya.
* Suatu objek dipindahkan dari lantai bawah ke lantai atas lewat elevator.

Menunggu

Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan tidak
mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu (biasanya sebentar). Kejadian ini
menunjukkan bahwa suatu objek ditinggalkan untuk sementara tanpa pencatatan sampai
diperlukan kembali. Contoh :
- Objek menunggu untuk diproses atau diperiksa
- Peti menunggu untuk dibongkar
- Bahan menunggu untuk diangkut ketempat lain

Penyimpanan

Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang
cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali, biasanya memerlukan suatu
perijinan tertentu. Lambang ini digunakan untuk menyatakan suatu objek yang mengalami
penyimpanan permanan, yaitu ditahan atau dilindungi terhadap pengeluaran tanpa izin
tertentu dan lamanya waktu adalah dua hal yang membedakan antara kegiatan menunggu
dan penyimpan, contoh :
* Dokumen-dokumen / catatan-catatan disimpan dalam brankas
* Bahan baku disimpan dalam gudang
Selain kelima lambang diatas, kita bisa menggunakan lambang lain apabila merasa
perlu untuk mencatat suatu aktifitas yang memang terjadi selama proses berlangsung dan
tidak terungkapkan oleh lambang-lambang tadi. Lambang tersebut adalah :

Aktivitas gabungan

Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan dilakukan secara
bersama atau dilakukan pada suatu tempat kerja.

9
2.3. Penggunaan Peta Kerja kegiatan menyeluruh
Pembahasan untuk peta kerja yang termasuk kelompok peta kerja keseruhan adalah :

1. Peta Proses Operasi

Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-


langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan
pemeriksaan. Sejak dari awal sampai produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga
memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti : waktu yang
dihabiskan, material yang digunakan dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai.

Kegunaan peta proses operasi


Dengan adanya informai-informasi yang bisa dicatat melalui peta proses operasi,
maka dapat diperoleh banyak manfaat diantaranya :
* Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya
* Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku
* Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik
* Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai
* Sebagai alat untuk latihan kerja dll

Analisa suatu peta proses operasi


Ada empat hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh suatu proses kerja yang baik
melalui analisa peta proses operasi yaitu : analisa terhadap bahan-bahan, operasi,
pemeriksaan, dan terhadap waktu penyelesaian suatu proses .
Keempat hal tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Bahan-bahan
Kita harus mempertimbangkan semua alternatif dari bahan yang digunakan, proses
penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuaikan dengan fungsi reabilitas,
pelayanan dan waktunya.
b. Operasi
Juga dalam hal ini harus dipertimbangkan mengenai semua alternatif yang mungkin
untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode
perakitannya, beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan. Perbaikan yang mungkin
bisa dilakukan misalnya dengan menghilangkan, menggabungkan, merubah atau
menyederhanakan operasi-operasi yang terjadi.

c. Pemeriksaan
Dalam hal ini harus mempunyai standar kualitas. Suatu objek dikatakan memenuhi
syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata lebih baik atau
minimal sama. Proses pemeriksaan bisa dilakukan dengan teknik sampling atau satu
persatu dari semua objek yang dibuat tentunya cara yang terakhir tersebut dilaksanakan
apabila jumlah produksinya sedikit.

10
d. Waktu
Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita harus mempertimbangkan semua
alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya penggunaan perlengkapan -
perlengkapan khusus.

2. Peta Aliran Proses

Peta aliran proses adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan dari
operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama satu
proses atau prosedur berlangsung, serta didalamnya memuat pula informasi-informasi yang
diperlukan untuk analisa seperti waktu yang dibutuhkan dan jarak perpindahan. Walau
biasanya dinyatakan dalam jam dan jarak perpindahan biasanya dinyatakan dalam meter.
Walaupun hal ini tidak terlampau mengikat.

Perbedaan peta proses operasi dan peta aliran proses


Dari sedikit uraian diatas kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat dua hal
utama yang membedakan antara peta proses operasi dengan peta aliran proses, yaitu:
a. Peta aliran proses memperlihatkan semua aktivitas-aktivitas dasarnya, termasuk
transportasi, menunggu dan menyimpan. Sedangkan pada peta proses operasi,
terbatas pada operasi dan pemeriksaan saja.
b. Peta aliran proses menganalisa setiap komponen yang diproses secara lebih lengkap
dibanding peta proses operasi, dan memungkinkan untuk digunakan di setiap proses
atau prosedur, baik dipabrik atau dikantor. Sebagai konsekuensinya, peta aliran proses
tidak bisa digunakan untuk menggambarkan proses perakitan secara keseluruhan.
Biasanya suatu peta aliran proses hanyalah menggambarkan dan digunakan untuk
menganalisa salah satu komponen dari produk yang dirakit.

Macam-macam peta aliran proses


Peta aliran proses pada umumnya terbagi dalam dua tipe, yaitu:
1. Peta aliran proses tipe bahan
2. Peta aliran proses tipe orang
Peta aliran proses tipe bahan, ialah suatu peta yang menggambarkan kejadian yang
dialami bahan(bisa merupakan salah satu bagian dari produk jadi) dalam suatu proses atau
prosedur operasi.
Peta aliran proses tipe orang pada dasarnya bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Peta aliran proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja seorang operator.
2. Peta aliran proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja sekelompok manusia,
sering disebut peta proses kelompok kerja yang akan diuraikan lebih lengkap dalam sub-
sub berikutnya. Pada umumnya peta aliran proses tipe orang adalah suatu peta yang
menggambarkan suatu proses dalam bentuk aktivitas-aktivitas manusianya.

11
3. Diagram Aliran

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa diagram aliran merupakan gambaran


menurut skala dari susunan lantai dan gedung, yang menunjukkan lokasi dari semua
aktivitas yang terjadi dalam peta aliran proses. Aktivitas yang berarti pergerakan suatu
material atau orang dari suatu tempat ketempat berikutnya, dinyatakan oleh garis aliran
dalam diagram tersebut. Arah aliran digambarkan oleh anak panah kecil pada garis aliran
tersebut.

Kegunaan diagram aliran


1.Lebih memperjelas suatu peta aliran proses, apalagi jika arah aliran merupakan faktor
yang penting.
2. Menolong dalam perbaikan tata letak tempat kerja.

12
3. BAB III

3.1. Pengertian Peta Kerja Kegiatan Setempat

Peta kerja untuk kegiatan kerja setempat untuk menganalisa suatu stasiun kerja, maka peta
kerja yang digunakan peta pekerja dan mesin serta peta tangan kiri dan tangan kanan
sebagai alat untuk mempermudah perbaikan suatu tempat kerja dan gerakan pekerja,
sehingga dicapai keadaan ideal untuk saat itu.

1. Peta Pekerja dan Mesin

Dalam beberapa hal , hubungan antara operator dan mesin sering bekerja secara silih
berganti, yakni sementara mesin menganggur , operator bekerja atau sebaliknya. Pada
hakekatnya waktu menganggur ini dalai suatu kerugian , maka dari itu waktu menganggur
harus diminimumkan. Namun tentunya harus memperhitungkan kemampuan manusia dan
mesinnya.
Peta pekerja dan mesin dapat dikatakan merupakan grafik yang menggambarkan
koordinasi antra waktu bekerja dan waktu mengganggur dari kombinasi antara pekerja dan
mesin. Dengan demikian peta ini merupakan alat yang baik digunakan untuk mengurangi
waktu menggaggur.

Kegunaan peta pekerja dan mesin

Informasi paling penting yang diperoleh melalui peta pekerja dan mesin adalah
hubungan yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang
ditangainya. Dengan informasi ini, maka kita mempunyai data yang baik untuk melakukan
penyelidikanj, penganalisaan, dan perbaikan suatu pusat kerja sedemikian rupa sehingga
efektivitas penggunaan pekerja dan mesin bisa ditingkatkan dan tentunya keseimbangan
kerja antara pekerja dan mesin bisa diperbaiki.

Peningkatan efektivitas penggunaan dan perbaikan keseimbangan kerja tersebut


dapat dilakukan, misalnya dengan cara:

1. Merubah tata letak tempat kerja.


Tata letak tempat kerja merupakan salah satu faktor yang menentukan lamanya waktu
penyelesaian suatu pekerjaan. Maka penataan kembali suatu tata letak tempat kerja
diperlukan sekali.

2. Mengatur kembali gerakan-gerakan kerja.


Pada dasar nya, gerakan-gerakan kerja juga merupakan lamanya waktu penyelesaian
suatu pekerjaan, sehingga penataan kembali gerakan-gerakan kerja yang dilakukan
sangat diperlukan.
3. Merancang kembali mesin dan peralatan.

13
Keadaan mesin dan peralatan sering kali perlu dirancang kembali, misalnya untuk
mengurangi waktu mengangkut dan menghemat tenaga.

4. Menambah pekerja bagi sebuah mesin atau sebaliknya, menambah mesin bagi seorang
pekerja.
Abila kita menemukan bahwa efektivitas pekerja yang menangani sebuah atau beberapa
mesin itu rendah , yaitu pekerja banyak menganggur, sementara ditempat lain banyak
mesin yang menganggur, maka menambahan tugas bagi pekerja tersebut mungkin
dapat meningkatkan efektivitas. Sebaliknya jika terdapat seorang pekerja yang
terlampau sibuk dalam menangani tugasnya, sehingga tidak memungkinkan baginya
melepaskan lelah, tentu hal inipun akan merugikan. Pekerja yang terlampau lelah sering
melakukan kesalahan-kesalahan, sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan-
kerusakan mesin atau menurunkan kualitas produksi. Jelas disini bahwa penambahan
pekerja memungkinkan untuk mengatasi masalah ini. Dengan demikian keseimbangan
antara pekerja dan mesin bisa diperoleh.

2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Peta ini menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu


mengganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan juga menunjukkan
perbandingan antara tugas yang dibebankan pada tangan kiri dan tangan kanan ketika
melakukan pekerjaan.
Melalui peta ini kita bisa melihat semua operasi secara cukup lengkap, yang berarti
mempermudah perbaikan operasi tersebut. Peta ini sangat praktis untuk memperbaiki suatu
pekerjaan manual dimana tiap siklus dari pekerja terjadi dengan cepat dan terus berulang,
sedangkan keadaan lain, peta ini kurang praktis untuk dipakai sebagai alat analisa. Inilah
sebabnya dengan menggunakan peta ini kita bisa melihat dengan jelas pola-pola gerakan
yang tidak efisien dan bias melihat adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ekonomi
gerakan yang terjadi pada saat pekerja manual tersebut berlangsung.

Kegunaan peta tangan kiri dan tangan kanan.

1. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan.


Dengan bantuan studi gerakan dan prinsip ekonomi gerakan , maka kita bisa
menguraikan elemen pekerjaan lengkap menjadi elemen-elemen gerakan yang
terperinci. Setiap elemen gerakan dari pekerjaan ini dibebankan kesetiap tangan
sehingga seimbang agar mengurangi kelelahan.

2. Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan


tidak produktif sehingga tentunya akan mempersingkat waktu kerja.

Kemahiran untuk menguraikan suatu pekerjaan menjadi elemen-elemen gerakan dan


kemudian memilih elemen-elemen mana saja yang efektif dan kurang efektif , tentunya
akan mempengaruhi produktivitas kerja. Jika suatu pekerjaan sudah dilaksanakan
secara efisien dan produktif, maka secara otomatis waktu penyelesaian pekerjaan
tersebut merupakan waktu tersingkat saat itu.

14
3. Sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja.

Tata letak tempat kerja juga memperngaruhi lamanya waktu penyelesaian. Percobaan
merubah-rubah tata letak peralatan selain dapat menemukan tata letak yang baik,
ditinjau dari waktu dan jarak, juga kita dapat menemukan urutan-urutan pengerjaan
yang lebih baik.

4. Sebagai alat untuk melatih pekerjaan baru, dengan cara kerja yang ideal.

Kiranya sudah jelaslah , bahwa peta tangan kiri dan tangan kanan menunjukan urutan-
urutan pengerjaan yang lebih baik untuk saat itu. Peta ini dapat berfungsi sebagai penuntun
terutama bagi pekerja-pekerja baru, sehingga akan lebih cepat proses relajar.

3.2. Lambang Peta Kerja Setempat

Lambang-lambang ini merupakan modifikasi dari lambang yang digunakan oleh Gilberth,
yaitu lingkaran kecil diganti dengan anak panah untuk kejadian transportasi dan menambah
lambang baru untuk kejadian menunggu. Lambang-lambang standar dari ASME inilah yang
akan digunakan dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya, lambang-lambang tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Peta Pekerja dan Mesin

Ada beberapa lambang yang digunakan , yaitu yang berupa suatu batang (bar) dimana
panjangnya batang ini sebanding dengan skala waktu (lamanya aktivitas tersebut).

Lambang-lambang yang digunakkan :

Menunjukan waktu menganggur.

Digunakan untuk menyatakan pekerja atau mesin yang sedang menganggur


atau salah satu sedang menunggu yang lain. Misalnya dalam suatu
rangkaian kerja, si operator sedang melakukan pemeriksaan terhadap
mesin, untuk mencegah kerusakan mesin, maka dalam hal ini si operator
sedang melakukan kerja tak bergantungan dan mesin sedang
menganggur/menunggu.

Menunjukan kerja tak bergantungan.

Jika ditinjau dari pekerja , maka keadaan ini menunjukan seorang pekerja
yang sedang bekerja dan tak bergantungan dengan mesin dan pekerja
lainnya. Misalnya seorang pekerja yang sedang mengambil dan
mempersiapkan bahan atau ia sedang melakukan pemeriksaan terhadap
produk akhir tanpa alat. Jika ditinjau dari pihak mesin , berarti mesin tersebut
sedang bekerja tanpa memerlukan pelayanan dari operator (mesin otomatis)

15
Menunjukan kerja kombinasi.

Jika ditinjau dari pihak pekerja, maka lambang ini digunakan apabila antara
operator dan mesin atau dengan operator lainnya sedang bekerja bersama-
sama . Jika ditinjau dari pihak mesin , berarti selama bekerjanya mesin
tersebut memerlukan pelayanan dari operator.

2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Ada beberapa lambang yang digunakan , yaitu yang berupa suatu lingkaran dan segitiga
dimana merupakan simbol geometrik (geometric symbol) ,

Lambang-lambang yang digunakkan :

Sub operasi (sub-operation)


Anggota tubuh (tangan) mengerjakan sesuatu pada daerah tempat kerja

Bergerak ( movement)
Bergerakan dari anggota tubuh dari suatu bagian (tempat) ketempat lain
dalam tempat kerja.

Menunggu (delay)
Angota tubuh tidak mengaggur

Memegang (Hold)
Menjaga suatu objek didalam posisi pada anggota tubuh (tanga)

3.3. Penggunaan Peta Kerja Setempat


Dari gambar-gambar halaman berikutnya contoh pemakaian peta kerja setempat. Contoh-
contoh yang sederhana dalam pemakaian peta kerja ini sebagai bahan analisa operasi
pembuatan produk untuk mendapatkan efisiensi dan efektivitas suatu pekerjaan.

Peta Kerja Pekerja dan Mesin

Kasus 1.

Seorang operator mesin bubut akan mengerjakan benda kerja seperti gambar
dibawah ini, dengan data

pengerjaan sebagai berikut :

Pasang benda kerja = 3 menit

16
Stel bubutan I = 1 menit
Bubutan I = 5 menit
Stel bubutan II = 1 menit
Bubutan II = 4 menit
Buka benda kerja = 1 menit

Pekerjaan : Pembubutan
Nama Mesin : Mesin Bubut
Nama Pekerja : Amri
Dipetakan oleh : Anom
Tanggal : 17 Januari 2006

Skala
waktu ORANG MESIN BUBUT
W Mesin bubut I Mesin bubut II
Operator W W
0 Pasang benda
kerja 3 Coba dibuat jika
0
3 Nganggur 4
Stel bubutan I 1 menangani dua
4 mesin bubut
Nganggur 5 Bubutan I 5

9
Stel bubutan II 1 Nganggur 1
10
Nganggur 1 Bubutan II 1
11
Buka benda Nganggur 4
15 kerja 4

RINGKASAN
Operator Mesin bubut I
Waktu Menganggur 6 menit 9 menit
Waktu Kerja 9 menit 6 menit
Total Waktu 15 menit 15 menit
% Penggunaan 60 % 40 %

PETA PEKERJA DAN MESIN


Pekerjaan : Nama Mesin : Nama Pekerja :
Dipetakan Oleh : Tgl Pemetaan : Sekarang Usulan
ORANG MESIN
PEMBELI W PELAYAN W MESIN FOTOCOPY W

0
Memesan 5 Mendengarkan 5 10
Menunggu
Menunggu Mengambil Kertas 5
10
Pesanan 25 Stel Mesin 5 Distel 5
20 Menunggu Fotocopy 15
15
30
Bayar 5 Serankan+Kas 5 Menganggur 5

RINGKASAN
PEMBELI PELAYAN MESIN
Waktu Menganggur 25 detik 15 detik 15 detik
Waktu Kerja 10 detik 20 detik 20 detik
Waktu Total 35 detik 35 detik 35 detik
% Penggunaan

17
Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Kasus 2.

Contoh Peta
Tangan Kiri dan
Tangan Kanan

18
4. BAB IV
4.1. Studi Gerakan

Jika suatu pekerjaan yang sedang dilakukan, maka yang akan terlihat adanya jumlah
gerakan-gerakan yang berbentuk pada kerja tersebut. Studi gerakan merupakan
pengamatan dan analisa yang diperlukan terhadap beberapa gerakan bagian badan
pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian diharapkan agar gerakan-
gerakan tangan tidak efektif dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sehingga akan
diperoleh penghematan dalam waktu kerja, yang selanjutnya dapat pula menghemat
pemakaian fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk pekerjaan tersebut.

Seorang tokoh yang telah meneliti gerakan-gerakan dasar secara mendalam adalah
Frank B. Gilbreth . Ia menguraikan gerakan kedalam 17 gerakan dasar atau elem gerakan
yang dinamai theblig. Therblig ini oleh Gilbreth dinyatakan dalam lambang-lambang tertentu.

4.2. Gerakan Dasar dan Peta Therblig


Menurut Sutalaksana Z. 1997, bahwa dalam proses analisis gerakan-gerakan, pertama-
tama suatu pekerjaan diuraikan menjadi dasar pembentukanya.
Sedangkan pengertian dari setiap elemen gerakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Mencari (Search)

Elemen gerakan mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk menemukan lokasi
objek. Yang bekerja dalam hal ini adalah mata.
Gerakan ini dimulai pada saat mata bergerak mencari objek dan berakhir bila objek telah
ditemukan.
Tujuan dari penganalisaan ini adalah menghilangkan sedapat mungkin gerakan yang tidak
perlu. Mencari merupakan gerakan yang tidak efektif dan masih dapat dihindarkan misalnya
dengan menyimpan peralatan atau bahan-bahan pada tempat yang tetap sehingga poses
mencari dapat dihingkan.

2. Memilih (Select)

Memilih merupakan gerakan untuk menemukan suatu objek yang tercampur, tangan dan
mata adalah dua bagian badan yang digunakan untuk melakukan gerakan ini. Therblig ini
dimulai pada saat tangan dan mata mulai memilih, dan berakhir bila objek telah ditemukan.
Batas antara mulai memilih dan akhir dari mencari agak sulit untuk ditentukan karena ada
pembaruan pekerja diantara kedua gerakan tersebut, yaitu gerakan yang dilakukan oleh
mata.
Gerakan memilih merupakan gerakan yang tidak efektif, sehingga sedapat mungkin elemen
gerakan ini dihindarkan.

19
Contoh dari elemen gerakan memilih adalah gerakan yang diperlukan untuk memilih pulpen
dari tempatnya, sedangkan pada tempat tersebut terdapat pula pinsil-pinsil dan pulpen-
pulpen yang satu dengan yang lainnya tercampur tidak beraturan.

3. Memegang (Grasp)
Therblig ini dalai gerakan untuk memegang objek, biasanya didahului oleh gerakan
menjangkau dan dilanjutkan oleh gerakan membawa.
Therblig ini merupakan gerakan yang efektif dari suatu pekerjaan dan meskipun sulit untuk
dihilangkan, dalam beberapa keadaan masih dapat dikurangi.

4. Menjangkau (Reach)
Pengertian menjangkau dalam therblig adalah gerakan tangan berpindah tempat tanpa
beban, baik gerakan mendekati maupun menjauhi objek.
Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan melepas dan diikuti oleh gerakan memegang.
Therblig ini dimulai pada saat tangan mulai berpindah dan berakhir bila tangan sudah
berhenti.
Waktu yang digunakan untuk menjangkuau, tergantung pada jarak dari pergerkan tangan
dan dari tipe menjangkaunya. Seperti juga memegang, menjangkau sulit untuk dihilangkan
secara keseluruhan dari siklus kerja, yang masih mungkin adalah pengurangan dari waktu
gerak ini.

5. Membawa (Move)
Elemen gerak membawa juga meruapakan gerak perpindahan tangan, hanya dalam
gerakan ini tangan dalam keadaan terbebani. Gerakan membawa biasanya didahului oleh
memegang dan dilanjutkan oleh melepas atau dapat juga oleh pengarahan.
Therblig ini mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan menjangkau, karena itu faktor-
faktor yang mempengaruhi waktu gerakannya pun hampir sama yaitu jarak pindah, dan
macamnya. Pengaruh yang lain adalah beratnya beban yang dibawa oleh tangan.

6. Memegang Untuk Memakai (Hold)


Pengertian memegang untuk memakai disini adalah memegang tanpa menggerakkan objek
yang dipegang tesebut, perbedaannya dengan memegang yang terdahulu adalah pada
perlakuan terhadap objek yang dipegang. Pada memegang, pemegangan dilanjutkan
dengan gerak membawa, sedangkan memegang untuk memakai tidak demikian.
Therblig ini merupakan gerakan yang tidak efektif, dengan demikian sedapat mungkin harus
dihilangkan atau paling tidak dikurangi.

7. Melepas (Release)
Elemen gerak melepas terjadi bila seorang pekerja melepaskan objek yang dipegangnya.
Bila dibandingkan dengan gerak therblig lainnya, gerakan melepas merupakan gerakan
yang relatif lebih singkat.
Therblig ini mulai pada saat pekerja mulai melepaskan tangannya dari objek dan berakhir
bila seluruh jarirnya sudah tidak menyentuh objek lagi. Gerakan ini biasanya didahului oleh
gerakan membawa atau dapat juga gerakan mengarahkan dan biasanya diikuti oleh
gerakan menjangkau.

20
8. Mengarahkan (Position)
Gerakan ini merupakan gerakan mengarahkan suatu objek pada suatu lokasi terntu.
Mengarahkan biasanya didahului oleh gerakan membawa dan biasa diikuti oleh gerakan
merakit, gerkan ini mulai sejak tangan mengendalihan objek dan berakhir pada saat gerakan
merakit atau memakai dimulai.

9. Mengarahkan Sementara (Pre position)


Mengarahkan sementara merupakan elemen gerakan mengarahkan pada suatu tempat
sementara. Tujuan dri penempatan ini adalah memudahkan pemegangan apabila objek
tersebut akan dipakai kembali. Dengan demikian siklus kerja berikutnya elemen gerakan
mengarahkan diharapkan berkurang.

10. Pemeriksaan (Inspect)


Gerakan ini merupakan pekerjaan memeriksa objek untuk mengetahui apakah objek telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Elemen ini dapat berupa gerakan melihat seperti untuk
memriksa warna, meraba seperti untuk memeriksa kehalusan dan lain-lain.
Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan objek dengan suatu standart.
Sehingga banyak atau sedikitnya waktu untuk pemeriksaan, tergantung pada kecepatan
operator untuk menemukan perbesaan antara objek dengan standart yang dibandingkan.

11. Perakitan (Assemble)


Perakitan adalah gerakan untuk menggabungkan satu objek dengan objek yang lain
sehingga menjadi satu kesatuan. Pekerjaan dimulai bila objek sudah siap dipasang dan
berakhir bila objek tersebut sudah tergabung secara sempurna

12. Lepas Rakit (Disassemble)


Gerakan ini merupakan kebaikan dari gerakan diatas, disini dua bagian objek dipisahkan
dari satu kesatuan. Gerakan lepas rakit biasanya didahului oleh memegang dan dilanjutkan
oleh membawa atau biasanya juga dilanjutkan oleh melepas.

13. Memakai ( Use )


Yang dimaksud memakai disini adalah bila satu tangan atau kedua - duanya dipakai untuk
menggunakan alat. Lamanya waktu yang dipergunakan untuk gerak ini tergantung dari jenis
pekerjaannya dan keterampilan dari pekerjaannya.

14. Keterlambatan Yang Tak Terhindarkan ( Unavoidable delay )


Keterlambatan yang dimaksud disini adalah keterlambatan yang diakibatkan oleh hal-hal
yang terjadi diluar kemampuan pengendalian pekerja. Contohnya adalah padamnya listrik,
rusaknya alat-alat dan lain-lain. Keterlambatan ini dapat dihindarkan dengan mengadakan
perubahan atau perbaikan pada proses operasinya.

15. Keterlambatan Yang Dapat Dihindarkan( Avoidable delay )


Keterampilan ini disebabkan oleh hal-hal yang ditimbilakan sepanjang waktu kerja oleh
pekerjanya baik disengaja maupun tidak disengaja. Misalnya pekerja yang sedang merokok
ketika sedang bekerja dan lain-lain. Untuk mengurangi keterlambatan ini harus diadakan
perbaikan oleh pekerjanya tanpa harus merubah proses operasinya.

21
16. Merencana ( Plan)
Merencana merupakan proses mental, diaman operator berfikir untuk menentukan tindakan
yang akan diambil selanjutnya. Waktu untuk therblig ini sering pada seorang pekerja baru.

17. Istirahat Untuk Menghilangkan Rasa Fatique (Rest to Overcome fatique)


Hal ini tidak terjadi pada setiap siklus kerja, tetapi terjadi secara periodik. Waktu untuk
memulihkan kembali kondisi badannya dari ras fatique sebagai akibat kerja berbeda-beda,
tidak saja karena jenis pekerjaannya tetapi juga oleh individu pekerjanya.

Gagasan untuk mengefektifkan penerapan dari Therblig ini muncul dari seorang konsultan
Methods Enginering ternama dari Jepang : Mr. Shigeo singo. Ia mengklasifikasikan
Therblig yang telah dibuat oleh Gilbreth menjadi 4 kelompok, yaitu :

KELOMPOK ELEMEN GERAKAN KETERANGAN

Utama - Assemble (A) Gerakan - gerakan dalam kelompok ini


- Use (U) bersifat memberikan nilai tambah. Perbaikan
- Disassemble (DA) kerja untuk kelompok ini dapat dilakukan
dengan cara mengefisienkan gerakan.
Penunjang Gerakan-gerakan dalam kelompok ini
- Reach (RE) diperlukan, tetapi tidak memberikan nilai
- Grasp (G) tambah. Perbaikan kerja untuk kelompok ini
- Move (M) dapat dilakukan dengan meminimumkan
- Release Load (RL) gerakan.
Pembantu Gerakan-gerakan dalam kolompok ini tidak
- Search (SH) memberikan nilai tambah dan mungkin
- Select (ST) dapat dihilangkan. Perbaikan kerja untuk
- Position (P) kelompok ini dapat dilakukan dengan
- Hold (H) pengaturan kerja yang baik atau dengan
- Inspection (I) menggunakan alat bantu.
- Preposition (PP)
Gerakan Gerakan-gerakan dalam kelompok ini
Elemen - Rest (R) sedapat mungkin dihilangkan.
Luar - Plan (Pn)
- Unavoidable Delay (UD)
- Avoidable Delay (AD)

4.3. Ekonomi Gerakan

Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik , tentu diperlukan perancangan sistem
kerja yang baik pula. Oleh karena itu sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat menghasilkan hasil kerja yang diingini. Prinsip ekonomi gerakan terkait juga
dengan studi gerakan, karena sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
memungkinkan dilakukan gerakan-gerakan yang ekonomis. Prinsip ekonomi gerakan yang

22
akan dibahas dihubungkan dengan tubuh manusia dan gerakannya, pengaturan tata letak
tempat kerja dan perancangan peralatan.
Untuk lebih jelasnya , diuraikan sebagai berikut :
I. Prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan tubuh manusia dan gerakannya,
terdiri dari :
a. Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri gerakan pada saat yang sama.
b. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama, kecuali pada
waktu istirahat.
c. Gerakan kedua tangan harus dibuat dengan arah simetris dan berlawan arah.

Ketiga perinsip diatas cukup erat satu sama lainnya dan dapat dipertimbangkan secara
bersama-sama. Pada umumnya setiap pekerjaan akan lebih mudah dan cepat jika
dikerjakan sekali gus oleh tangan kanan dan tangan kiri. Gerakan yang simetris
diperlukan agar kedua tangan mencapai keseimbangan antara satu dengan yang
lainnya. Lintasan pekerjaan yang tidak teratur (tidak simetris) akan lebih cepat
menimbulkan kelelahan.

d. Pergerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat, yaitu hanya menggerakkan


tangan atau badan secukupnya saja untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-
baiknya.

Penugasan pada bagian tubuh harus memperhatikan kesanggupan dari bagian-bagian


tubuh itu sendiri, agar tidak menimbulkan gerakan-gerakan sulit yang harus dilakukan
oleh tubuh, misalnya : usahakan penempatan semua bahan dan peralatan sedemikian
rupa sehingga tubuh tidak usah berputar-putar terlalu sering.

e. Sebaiknya para pekerja dapat memanfaatkan momentum untuk membantu


pekerjanya, pemanfaatan ini timbul karena berkurangnya kerja otot dalam bekerja.

Dalam beberapa keadaan ditempat kerja sering dijumpai total berat dari objek digerakan
sepenuhnya oleh pekerja, hal tersebut tidak dimanfaatkannya prinsip momentum.
Momentum dari suatu objek adalah massa objek tersebut dilakukan dengan
kecepatanya.

f. Gerakan tangan yang patah-patah, banyak perubahan arah yang tajam akan
memperlambat gerakan tersebut.

Perubahan arah gerakan dalam suatu pekerjaan akan memperlambat waktu


penyelesaian kerja. Hal ini seperti pada saat memegang yang didahulukan dengan
menjangkau dilanjutkan dengan membawa dan yang lainnya.

g. Gerakan balistik lebih cepat, mudah dan lebih akurat dibandingkan dengan gerakan
yang tegang atau dikendalikan.

Yang dimaksud dengan gerakan yang dikendalikan adalah gerakan yang yang terjadi
pada suatu pekerjaan dimana memerlukan dua otot yang berlawanan kerjanya, misalnya
pekrjaan untuk menulis , disini terdapat dua otot yang saling tahan yaitu jari dan jempol.

23
Sedangkan yang dimaksud dengan gerkan balistik adalah gerakan yang bebas,
misalnya pada saat memukul bola kasti.

h. Pekerjaan harus diatur semudah mungkin dan jika mungkin menggunakan


ritme/irama kerja yang harus mengikuti irama yang alamiah bagi sipekerja.

Yang dimaksud dengan irama yang sering diartikan pada kecepatan rata-rata
mengulang kembali gerakan, misalnya irama melangkah kaki, irama pernapasan
mengikuti irama yang tertentu. Setiap individu mempunyai irama alamiahnya sendiri.

i. Usahakan sesedikit mungkin gerakan mata.

Gerakan mata kadang-kadang tidak dapat dihindarkan dari pekerjaan terutama bila
pekerjaannya baru. Objek yang kecil juga memerlukan gerakan mata untuk
mengerjakannya. Seringkali antara tangan dan mata terjadi koordinasi dimana fungsi
mata sebagai pengarah dari tangan. Rasa lelah yang dialami oleh mata akan menjalar
keseluruh badan dengan cepat.

II. Prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan pengaturan tata letak tempat
kerja.

a. Sebaiknya diusahakan agar bahan dan perkakas/peralatan mempunyai tempat yang


tetap .

Sebaiknya diusahakan agar bahan dan perkakas/peralatan mempunyai tempat yang


tetap, karena dengan demikian akan memudahkan pekerja untuk mengambil bahan dan
peralatan tersebut. Jika tempat bahan dan peralatan sudah tetap, tangan pekerja akan
secara otomatis dapat mengambilnya, sehingga mencari yang merupakan pekerjaan
mental dapat dihilangkan.

b. Tempatkan bahan-bahan dan perkakas/peralat pengukur ditempat yang mudah ,


cepat dan enak untuk dicapai.

Dari analisa therblig sudah dikenal bahwa untuk menjangkau jarak yang pendek
diperlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan bila jaraknya lebih jauh. Oleh karena
itu semua bahan dan peralatan sedapat mungkin harus diatur tata letaknya menurut
prinsip diatas. Selain itu manusia juga mempunya keterbatasan dalam jarak jangkaunya.

c. Tempat penyimpanan bahan yang akan dikerjakan sebaiknya memanfaatkan prinsip


gaya berat / gravitasi sehingga bahan yang akan dipakai selalu tersedia ditempat
yang dekat untuk diambil.

Tempat penyimpanan bahan-bahan dimiringkan atau mempunyai sudut tertentu dengan


bagian bawah /alasnya, misalnya saja untuk suatu perakitan yang mempunyai jumlah
komponen banyak , disini bahan akan selalu berada pada bibir box kerena terdorong oleh
bahan lainnya dari atas.

24
d. Sebaiknya untuk menyalurkan objek yang sudah selesai dirancang dengan
mekanisme yang baik .

Penempatan objek yang telah selesai dikerjakan sebaiknya diatur dengan


mempertimbangkan cara kerja secara keseluruhan termasuk urutan-urutan geraknya.
Jadi dapat dirancang suatu mekanisme penyaluran objek ke tempat penyimpanan
dengan memanfaatkan prinsip gaya berat.

e. Bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga gerakan


gerakan dapat dilakukan dengan urutan-urutan yang terbaik.

Agar didapat urutan-urutan yang baik dari gerakan-gerakan yang membentuk suatu
sistem kerja , bahan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tangan dapat
mengambil bahan tersebut dengan secepatnya.

f. Tinggi tempat kerja dan kursi sebaiknya diatur agar kegiatan berdiri dan duduk
dapat dilakukan dengan mudah dan menyenangkan.

Seorang pekerja dalam menghadapi pekerjaannya mempunyai berbagai alternative


posisi untuk mengerjakannya, dapat dilakukan dengan duduk dan dapat pula dilakukan
dengan berdiri, tergantung dari cara yang lebih disukai. Rancangan kerja yang baik
adalah rancangan yang memungkinkan untuk melakukan pekerjaan secara kombinasi
duduk dan berdiri.

g. Tipe dan tinggi kursi harus sedemikian rupa sehingga pekerja yang mendudukinya
bersikap yang baik.

Yang dimaksud dengan bersikap yang baik pada waktu berdiri adalah sikap dimana
kepala leher - dada dan perut berada dalam keseimbangan yang baik ke arah vertical.
Posisi ini memungkinkan organ-organ tubuh seperti pernapasan , peredaran darah
pencernaan dan lain-lain bekerja dalam kondisi normal. Dengan demikian diharapkan
pekerjaan akan mencapai efisiensi yang tinggi.

h. Tata letak peralatan dan pencahayaan sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga
dapat membentuk kondisi yang baik untuk penglihatan.

Penerangan/pencahayaan yang baik merupakan kebutuhan utama dalam pekerjaan


yang memerlukan ketelitian dalam penglihatan. Untuk menciptakan kondisi yang baik
untuk penglihatan , satu hal yang penting harus diperhatikan adalah tata letak peralatan
dan alat penerangan yang dipakai untuk menerangi ruang kerja, karena hal ini akan
menentukan arah datangnya cahaya kepada objek yang sedang diperiksa atau
dikerjakan.

III. Prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan perancangan peralatan.

a. Sebaiknya tangan dibebaskan dari pekerjaan dan digantikan dengan perkakas


pembantu, atau peralatan yang digerakkan dengan kaki.

25
Seringkali banyak kita jumpai peralatan pada suatu pabrik hanya menunjukan dijalankan
dengan oleh tangan saja. Hal ini mengakibatkan bagian tubuh lain termasuk kaki
menganggur sepanjang siklus kerja tersebut. Sedangkan tenaga yang dipunyai oleh kaki
jauh lebih kuat, sehingga bila kaki dapat dimanfaatkan untuk bekerja diharapkan
hasilnya dapat meningkat.

b. Sebaiknya peralatan atau perkakas harus dirancang agar mempunyai lebih dari satu
kegunaan sedapat mungkin.

Bila suatu alat dapat dirancang untuk beberapa kegunaan dalam pemakaiannya,
diharapkan dari alat tersebut dapat mengakibatkan peningkatan efisiensi dalam bekerja .
Dengan memakai alat yang lebih dari satu kegunaan diharapkan proses pengambilan
alat yang lain dalam suatu pekerjaan dapat ditiadakan, karena alat tersebut dapat pula
dikerjakan oleh alat yang sedang dipakai .

c. Peralatan atau perkakas dirancang sedimikian rupa sehingga memudahkan dalam


pemegangan dan penyimpanan.

Pemegangan dari suatu alat sebaiknya dirancang dengan memperhatikan ukuran-ukuran


dan kenyamanan dalam pemegangannya. Perancangan juga harus diatur sedemikian
rupa sehingga alat-alat tersebut dapat disimpan ditempat penyimpanan dan
memungkinkan dapat diambil secara mudah bila akan dipakai dalam pekerjaan
selanjutnya.

d. Apabila setiap jari melakukan gerakan khusus, seperti misalnya mengetik, maka
beban pekerjaan harus didistribusikan sedemikian hingga tercapai keseimbangan
kapasitas setiap jari.

Kedua tangan, yaitu tangan kanan dan kiri biasanya mempunyai kekuatan yang
berbeda. Tangan kanan biasanya lebih kuat dari tangan kiri. Tidak demikian halnya
dengan jari, sulit sekali untuk menyamakan kemampuan atau kekuatan dari setiap jari,
pada umumnya jari telunjuk dan jari tengah merupakan jari yang lebih kuat dari jari
lainnya.

e. Roda putar, palang dan peralatan yang sejenisnya harus diatur sedemikian rupa
sehingga badan dapat melayaninya dengan posisi yang baik, dan dengan tenaga
yang minimum.

Yang dimaksud dengan sejenis peralatan diatas adalah peralatan yang sejenis roda
penggerak pada pintu air , roda pembuka lemari besi dan lain-lain. Untuk dapat merancang
peralatan ini dengan baik, terlebih dahulu harus diketahui foktor-faktor dari peralatan
tersebut yang dapat mempengaruhi dalam pemakaiannya. Faktor-faktor yang dapat
memberikan pengaruh pada kemudahan pelayanan terhadap peralatan diatas antara lain
adalah posisi

26
4.4. Penerapan Prinsip Ekonomi Gerakan
Contoh penerapan dari prinsip ekonomi gerakan , seperti sebagian telah diuraikan
dan penjelesan diatas, juga dapat dilihat pada gambar-gambar yang dilampirkan.
Penggunaan prinsip-prinsip ini digabungkan dengan sikap kritis telah terbukti amat berhasil
dalam mengembangkan rancangan sistem kerja yang efisiensi di stasiun-stasiun kerja.
Tetapi penulis mendapati bahwa pada kenyataannya, saat ini di dunia industri jarang
dilakukan penelitian studi gerakan dan ekonomi gerakan yang mendetail dan inovatif.

27
5. BAB V
5.1. Pengertian Ergonomi
.
Manusia berusaha mengadaptasikan dirinya menurut situasi dan kondisi
lingkungannya . Hal ini terlihat pada perubahan rancangan peralatan yang dipergunakan
manusia untuk menaklukan alam lingkungannya. Tujuan pokok manusia untuk selalu
mengadakan perubahan rancangan peralatan yang dipakai adalah untuk memudahkan dan
mengenakan penggunaannya. Disiplin keilmuan, lahir dan berkembang , sekitar
pertengahan abad ke 20 (1960) ini , yang berkaitan dengan perancangan peralatan dan
fasilitas kerja yang memperhatikan aspek-aspek manusiasebagai pemakainya , dikenal
kemudin dengan nama ergonomi. ( Tarwaka,2004)

Istilah Ergonomi berasal dari bahasa latin (Yunani) yaitu Ergo berarti kerja dan
Nomos yang berarti Hukum Alam, sehingga Ergonomi dapat diartikan sebagai studi tentang
aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
engineering, manajemen dan desain atau perancangan. Selain itu Ergonomi juga
berhubungan dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyaman atau
kemudahan manusia baik di tempat kerja, di rumah maupun di tempat lainnya. Di dalam
ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem di mana manusia, fasilitas kerja di lingkungannya
saling berinteraksi dengan tujuan utamanya yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan
manusianya.
Menurut seorang ilmuwan bernama DR. Roger W. Pease Jr. (Sander & Cormick,
1987) merekomendasikan defini dari ergonomi sebagai berikut:
Ergonomi adalah suatu aplikasi ilmu pengetahuan yang memperhatikan karakteristik
manusia yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan dan penataan sesuatu yang
digunakan, sehingga antara manusia dengan benda yang digunakan tersebut terjadi
interaksi yang lebih efektif dan nyaman.
Dan menurut Prof. A. Manuaba , 1992, ergonomi didefinisikan sebagai ilmu
teknologi dan seni yang berupaya menserasikan alat , cara dan lingkungan kerja terhadap
kerja terhadap kemampuan , kebolehan dan keterbatasan manusia untuk menciptakan
kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien agar dapat dicapai
produktivitas kerja yang maksimum.

Maksud dan tujuan dari disiplin ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan
yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan teknologi dan
produknya, sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia dengan mesin
yang optimal. Kegunaan dari penerapan ergonomi adalah untuk :
Memperbaiki performasi kerja (menambah kecepatan kerja, keakuratan, keselamatan
kerja dan mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan).
Memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia melalui peningkatan ketrampilan
yang diperlukan
Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan peralatan yang
disebabkan human error
Memperbaiki kenyamanan manusia dalam kerja

28
Disiplin Human Factor (faktor manusia) dalam ergonomi mempunyai definisi sebagai
berikut (Sander & Cormick, 1987) : Human Factor Engineering adalah pengetahuan tentang
manusia, keterbatasan, kelebihan dan karakterisitik manusia lainnya yang relevan dalam
suatu perancangan.
Dengan mengaplikasikan aspek-aspek ergonomi atau Human Factor Engineering,
maka dengan memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia dapat dirancang sebuah stasiun kerja yang bisa dioperasikan oleh rata-rata
manusia sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik. Dalam
arti dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui aktivitas tersebut dengan efektif, efisien,
aman dan nyaman.
Memang banyak bidang ilmu juga memiliki kaitan dengan isu-isu ini, tetapi ergonomi
memiliki perspektif khusus, sesuai dengan naluri/insting manusia sejak beribu-ribu tahun
yang lalu yaitu mencari cara terbaik untuk mengorganiasi aktivitas manusia agar mampu
berproduksi dengan lebih efisien dan produktif, bisa meningkatkan kesejahteraan, cukup
dalam penyediaan makanan, baju, rumah, dan lain sebagainya.

Dari diuraikan singkat diatas maka dapat ditarik beberapa pokok-pokok kesimpulan
mengenai disiplin ergonomi, yaitu sebagai berikut :
a. Fokus perhatian dari ergonomi ialah berkaitan erat dengan aspek-aspek
manusia di dalam perencanaan man-made objects dan lingkungan kerja.
Pendekatan ergonomi akan ditekankan pada penelitian kemampuan
keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental psikologis dan
intraksinya dalam sistem manusia-mesin yang integral. Secara sistematis
pendekatn ergonomi kemudian akan memanfaatkan informasi tersebut untuk
tujuan rancang bangun, sehingga akan tercipta produk, sistem atau
lingkungan kerja yang lebih sesuai dengan manusia. Pada giliran rancangan
yang ergonomis akan dapt meningkatkan efisien, efektifitas dan produktifitas
kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok,
aman, nyaman dan sehat.

b. Ergonomi didefinisikan sebagai a discipline concernid with designing man-


made objects (equipmens) so that people can use them effectively and savely
and creating environments suitable for human living and work , Dengan
demikian jelas bahwa pendekatan ergonomi akan mampu menimbulkan
functional effectiveness dan kenikmatan-kenikmatan pemakai dari peralatan
fasilitas maupun lingkungan kerja yang dirancang.

c. Maksud dan tujuan utama dari pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada
upaya memperbaiki perfomans kerja manusia seperti menambah kecepatan
kerja, accuracy, keselamatan kerja disamping untuk mengurangi enersi kerja
yang berlebihan serta mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat.
Disamping itu disiplin ergonomi diharapkan pula mampu memperbaiki
pendayagunaan sumber daya manusia serta meminimalkan kerusakan
peralatan yang disebabkan kesalahan manusia (human errors). Manusia
adalah manusia bukannya mesin ! Mesin tidaklah seharusnya mengatur kerja
manusia, untuk itu bebanilah manusia (operator / pekerja) dengan tugas-
tugas yang manusiawi.

29
d. Pendekatan khusus yang ada dalam disiplin ergonomi aplikasi yang
sistematis dari segala informasi yang relavan yang berkaitan dengan
karakteristik dan perilaku manusia di dalam perancangan peralatan, fasilitas
dan lingkungan kerja yang dipakai. Untuk ini analisis dan penelitian ergonomi
akan meliputi hal-hal yang berkaitan dengan :
Anatomi (struktur), fisiologi (bekerjanya) mengenai berfungsinya otak
dan anthropometri (ukuran) tubuh manusia.
Psikologi yang fisiologi mengenai berfungsinya otak dan sistem syaraf
yang berperan dalm tingkah laku manusia.
Kondisi-kondisi kerja yang dapat mencederai baik dalm waktu yang
pendek maupun panjang ataupun membuat celaka manusia; dan
sebaliknya ialah kondisi-kondisi kerja yang dapat membuat nyaman
kerja manusia.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka penelitian dan pengembangan
ergonomi akan memerlukan dukungan berbagai disiplin keilmuan seperti psikologi,
anthropologi faal/anatomi dan teknologi (engineering).

5.2. Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan


Secara ideal, perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok
dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin / peralatan dan
lingkungan fisik kerja. Berkaitan dengan perancangan stasiun kerja aspek ergonomi yang
harus di pertimbangkan adalah :

a. Sikap dan posisi kerja

Secara ideal, perancangan tempat kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi
pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin / peralatan
dan lingkungan fisik kerja. Dimensi ruang kerja di pengaruhi oleh situasi fisik dan situasi
kerja yang ada. Dalam menentukan dimensi ruang kerja perlu di perhatikan jarak jangkau
yang bisa dilakukan oleh operator, batasan-batasan ruang yang enak dan cukup
memberikan keleluasaan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi
untuk kegiatan

Untuk mendefinisikan batasan-batasan daerah kerja horizontal diperlukan untuk


memastikan bahwa material atau alat kontrol tidak dapat ditempatkan bergitu saja diluar
jangkauan tangan . Batasan-batasan jangkauan tangan harizontal hapir seluruhnya ada
kendala , karena semua bangku kerja material dan beralatan lainnya disusun pada sebuah
permukaan yang horizontal. Batasan operator semakin meningkat , jika operator
mengendalikan beberapa macam gerakan tubuh, misalnya operator duduk yang
menghindari gangguan keseimbangan pada saat menjangkau, bahkan jika berdiri jangkauan
kedepan dibatasi oleh pinggiran bangku, hal ini akan dapat mengganggu keadaan badan
dan menimbulkan tekanan pada pungkung. Dalam buku RM Barnas (Motion and Time Study
) mendefinisikan daerah kerja Normal dan Maksimum dengan batasan yang ditentukan
oleh ruang tengah jari (mid point of fingers) sebagai berikut :

30
Daerah Normal
Lengan bawah yang berputar pada bidang horizontal dengan siku tetap.
Daerah Maksimum
Lengan direntangkan keluar dan diputar sekitar bahu.
Para peneliti menyadari bahwa tidak realistis jika kedudukan siku diasumsikan supaya tetap,
sehingga batasan-batasan tersebut tidak berupa lengkungan - lengkungan . Mereka juga
percaya bahwa para pekerja cendurung duduk atau berdiri tidak dekat dengan pinggiran
bangku. Mereka menjelaskan bahwa batas dengan sebuah persamaan yang meliputi
pengukuran statis dari panjang lengan dan posisi bangku. Jelasnya kerja seharusnya
dibatasi sampai dengan wilayah kerja normal jika mungkin hindarkan kebutuhan untuk
menaikkan lengan sebisa mungkin. Untuk menjaga agar pekerjaan tetap berada dalam
wilayah kerja yang normal, maka tidak cukup dengan mengoptimalkan lay-out tempat kerja.
Namun demikian lay-out tersebut seharusnya juga menghasilkan posisi anatomi alami yang
baik. Lay-out yang memposisikan tetap untuk tangan kanan dengan pergelangan tangan
yang bervariasi, ini merupakan penyimpangan dan memberikan kesan bahwa bangku yang
terlalu tinggi adalah suatu masalah yang akan dipertimbangkan.
Secara ringkasnya bahwa :
* Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk
dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama.

* Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa


dilakukan.

* Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang
lama dengan kepala, leher, dada dan kaki berada dalam sikap atau posisi miring.

* Operator tidak seharusnya di paksa bekerja dalam frekuensi waktu yang lama
dengan tangan / lengan berada dalam posisi di atas level siku yang normal.

31
Gambar 5.1. Dimensi area kerja normal dan maksimum

Sumber : Barnes, Ralph M, Motion and Time Study. Design and Measurement of Work,

b. Anthropometri dan Dimensi Ruang Kerja

Anthropometri merupakan studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh


manusia yang secara luas dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk merancang
produk ataupun sistem kerja yang melibatkan manusia. Perancangan produk harus
mampu mengakomodasikan populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil
rancangan tersebut. Sekurang-kurangnya 90% - 95% dari populasi dalam kelompok
pemakai harus dapat menggunakannya dan didekati dengan distribusi normal.

Dimensi ruang kerja di pengaruhi oleh situasi fisik dan situasi kerja yang ada. Dalam
menentukan dimensi ruang kerja perlu di perhatikan jarak jangkau yang bisa dilakukan
oleh operator, batasan-batasan ruang yang enak dan cukup memberikan keleluasaan
gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan
tertentu.

Perancangan tempat kerja pada dasarnya merupakan suatu aplikasi data


antropometri , tetapi masih memerlukan dimensi fungsional yang tidak terdapat pada
data statis. Dimensi-dimensi tersebut lebih baik didapat dengan cara pengukuran
langsung dari pada data statis. Misalnya gerakan menjangkau dan gerakan lain-lain
yang sukar didefinikan.

32
c. Pengaruh ukuran kursi kerja

Pertimbangan untuk ukuran kursi kerja yang sering menjadi masalah adalah ketinggian
kursi. Ada dua macam dasar untuk menentukan ketinggian permukaan kerja yaitu :

(1). Bangku atau mesin yang tepat untuk bekerja sambil berdiri.

( walaupun berdiri dan duduk bergantian adalah suatu hal yang mungkin dan
diikuti dengan tersedianya kursi yang sesuai )

(2). Bangku atau kursi yang disesuaikan hanya untuk pekerjaan sambil duduk.

Prinsip yang diterapkan untuk ketinggian permukaan kerja :

Hindari beban otot yang terlalu berat yang disebabkan oleh lengan atas yang
disampingkan terlalu tinggi. ( dalam pekerjaan keyboard , pergeseran lengan
atas sering terjadi akan menyebabkan timbulnya kaharusan untuk deviasi ulnar
yaitu penyimpangan pergelangan tangan kearah kelingking )
Hindari tekanan tajam pada sisi lengan dengan bagian bawah dari pinggiran
bangku, jika permukaan tempat kerja terlalu tinggi.
Hindari posisi membungkuk secara terus menerus jika permukaan tempat kerja
terlalu rendah.

Operator seharusnya bekerja dalam posisi tegak, dengan lengan atas dalam posisi
santai dan dalam posisi vertikal yang dekat dengan meja, dan lengan bawah dimiringkan
sedikit dari kedudukan horizontal. Hal ini dapat dicapai jika ketinggian tempat kerja kira-
kira 5 cm dibawah tinggi siku operator tentunya akan menimbulkan pertanyaan tetang
percentil dari tinggi atau panjang siku yang digunakan. Masalah lain yang timbul adalah
jika ada suatu populasi campuran yang terdiri dari pria dan wanita.

Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut


sebagai berikut :

(a). Gunakan dimensi rata-rata dari ketinggian siku, hal ini dapat menimbulkan ketidak
nyamanan atau gangguan diantara populasi yang digunakan dan merupakan
penyelesaian yang kurang bagus.

(b). Perancangan untuk percentil 95 dan diberikan plat-form lantai untuk operator yang lebih
kecil, tatapi ini dapat menimbulkan masalah baru dan sukar untuk mengatasinya.

(c). Perancangan untuk percentil 5 dan menambah tinggi bangku untuk operator yang lebih
besar, tetapi hal ini mengurangi keleluasaan duduk pada bangku sebab hilangnya ruang
gerak untuk lutut.

(d). Rancanglah suatu pengatur (adjustment), hal ini umum untuk meja-meja kantor dan
sistem produk yang komersial juga tersedia untuk bangku-bangku kerja dengan sistem
pengatur.

33
(e). Rancanglah suatu kursi yang tingginya pada ketinggian yang dapat disesuaikan
(adjustable height) dan sandaran kaki yang dapat disetel.

Untuk tempat kerja yang dekat dengan operator , tinggi bangku dapat dibuat dengan ekstra
tinggi yang sesuai. Sedangkan bangku yang lebih rendah adalah untuk pekerjaan yang
berat, tetapi bangku yang standar didasarkan pada panjang siku pada umumnya, dengan
perkiraan bahwa penyesesuaian akan dapat dicapai. Masalah pemilihan tinggi bangku
dilantar belakangi oleh sejumlah studi (lihat tabel).

Beberapa rekomendasi untuk tinggi bangku (standing work)

Sumber Data Wanita Pria

R. Farley (1985) 940 1020


H. Dreyfuss (1967)
810 - 860 910 970
E. Grandjean (1980)
(untuk kerja ringan) 850 - 900 900 950

Standar Australia
(general purpose)
900 950 - 1000

Sebuah operasi penggabungan yang sederhana ditunjukan bahwa ada tiga perbedaan
tinggi bangku kerja oleh sejumlah operator. Operator dalam percobaan tersebut mempunyai
panjang siku antara 965 mm sampai 1143 mm dan tinggi meja yang disesuaikan untuk
meletakkan pekerjaan dibedakan menjadi 3 bagian sebagai berikut :

50 mm diatas siku
50 mm dibawah siku
150 mm dibawah siku
Rata-rata proses produksi diukur pada setiap posisi dengan operator yang berbeda dan
dalam analisa variansi ketinggian tersebut diubah menjadi berbagai macam ketinggian
berarti. Yang paling baik adalah 50 mm dibawah siku , jika 50 mm diatas siku mengurangi
produksi sekitar 1 % . jika 150 mm dibawah siku menyebabkan produksi berkurang sekitar
2,8 %

34
6. BAB VI

6.1. Pengertian Anthropometri

Istilah anthropometri berasal dari anthro yang berarti manusia dan metri yang
berarti ukuran. Anthropometri menurut stevenson(1989) dan Nurmianto (1991) adalah
satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh
manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk
penangan masalah design.

Anthropometri merupakan studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh


manusia yang secara luas dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk merancang
produk ataupun sistem kerja yang melibatkan manusia. Perancangan produk harus
mampu mengakomodasikan populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil
rancangan tersebut.

Mengenai data anthropometri anggota tubuh yang diukur dariberbagai negara dapat

dilihat pada tabel & gambar 1.1

Gambar 1.1. Anthropometri tubuh manusia yang diukur dimensinya

35
(Sumber data : Nurmianto, 1998)

Keterangan :
1 = Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung
kepala)
2 = Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak
3 = Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak
4 = Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)
5 = Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak
(dalam gambar tidak ditunjukkan)
6 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat
duduk/pantat sampai dengan kepala)
7 = Tinggi mata dalam posisi duduk
8 = Tinggi bahu dalam posisi duduk
9 = Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)
10 = Tebal atau lebar paha
11 = Panjang paha yang diukur dari pantat sampai ujung lutut
12 = Panjang paha yang diukur dari pantat sampai bagian belakang dari
lutut/betis
13 = Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri maupun
duduk
14 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai
paha
15 = Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi breidri maupun duduk)
16 = Lebar pinggul/pantat
17 = Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak dalam
gambar)
18 = Lebar perut
19 = Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari
dalam posisi siku tegak lurus
20 = Lebar kepala
21 = Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari
22 = Lebar telapak tangan
23 = Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar
kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar)
24 = Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari
lantai sampai telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertical)
26 = Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu
sampai ujung jari tangan.

Pengukuran tersebut adalah relatif mudah untuk didapat jika diaplikasikan data
perseorangan. Akan tetapi jika semakin banyak jumlah manusia yang diukur dimensi
tubuhnya maka akan semakin kelihatan betapa besar variasinya antara satu tubuh dengan
tubuh lainnya, baik secara keseluruhan tubuh maupun persegmennya. Untuk mendapatkan
data yang teliti mungkin dibutuhkan beberapa alternatif jawaban dari beberapa pertanyaan
berikut ini :

36
berapa besar jumlah sample yang harus diukur ?.
apakah sample tersebut hanya terbatas pada kalangan masyarakat tertentu saja ?.
apakah data yang didapat nanti akan dapat diterapkan pada jenis populasi
masyarakat tertentu yang lain ?

6.2. Sumber Variabilitas

Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain dikarenakan oleh faktorr-
faktor sebagai berikut (Nurmianto, 1991) :

Jenis kelamin
Untuk kebanyak dimensi tubuh pria dan wanita ada perbedaan yang segnifikan diantara
rata-rata dan nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Pria dianggap lebih
panjang dimensi segmen badannya daripada wanita. Oleh karena nya data antropomentri
untuk kedua jenis kelamin tersebut selalu disajikan secara terpisah.

Usia
Digolongkan atas beberapa kelompok usia yaitu : Balita, anak-anak, remaja, dewasa dan
lanjut usia. Antropomentri nya akan cendrung terus meningkat sampai batas usia dewasa.
Namun setelah menginjak usia dewasa , tinggi badan manusia mempunyai kecenderungan
untuk menurun , yang antara lain disebabkan oleh kekurangan elestisitas tulang belakang,
selain itu juga berkurangnya dinamika gerakan tangan dan kaki.

Suku bangsa
Variasi diantara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak kala
pentingnya. Misalnya orang eropa, asia , afrika atau lebih nampak lagi antara negara yang
mewakili suku bangsa, misalnya jepang , inggris, arab dan lainnya.

Faktor yang lainnya :

Kehamilan (wanita)
Faktor ini sudah jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.

Cacat tubuh secara fisik


Akibat cacat fisik mengakibatkan keterbatasan gerak., sehingga segmen tubuh mungkin
terjadi suatu perbedaan dimensinya. Ada fasilitas yang dibangun atau dirancang karena
memperhatikan para penderita cacat fisik.

Pakaian
Hal ini juga merupakan variabilitas yang disebabkan oleh variasi musim yang berbeda dari
satu tempat. Misalnya pada waktu musim dingin akan memakai pakaian yang lebih tebal.

37
6.3. Data Anthropometri
Dimensi tubuh yang umum digunakan seperti pada tabel yang dibuat Stevenson
,1989 , dengan memberikan data pada berbagai kelompok usia dan antar bangsa.
Penerapan antropomentri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai mean (rata-rata) dan
standar deviasi (penyimpangan) dari suatu distribusi normal. Adapun distribusi normal
ditandai dengan adanya nilai mean dan standar deviasi (SD). Sedangkan percentil adalah
suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang
dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misal 95 % populasi adalah
sama dengan atau lebih rendah dari 95 percentil, sedangkan 5 % populasi adalah sama
dengan atau lebih rendah dari 5 percentil. Dalam pokok bahasan antropomentri , 95
percentil menunjukan tubuh berukuran besar, sedangkan 5 percentil menunjukan tubuh
berukuran kecil. Besarnya nilai percentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi
normal.

Distribusi normal dan perhitungan percentil, sumber data Nurmianto 1991, seperti tabel
dibawah ini.

Percentile Calculation

1 st X - 2,323
2,5 th X - 1,960
5 th X - 1,645
10 th X - 1,280
50 th X
90 th X + 1,280
95 th X + 1,645
97,5 th X + 1,960
99 th X + 2,323

Contoh perhitungan :

Tinggi badan pria dewasa (Hongkong) yang berusia antara 19 45 tahun adalah ter
distribusi normal dengan mean x adalah 1680 mm dan SD adalah 58 mm.

Berapa tinggi pada 95 percentil dan pada 5 percentil dari populasi tersebut.

Penyelesaian :

Dari rumus diatas didapat bahwa untuk 95 percentil adalah :


= X + 1,645
= 1680 + 1,645 ( 58 )
= 1775,41 mm
Dari rumus diatas didapat bahwa untuk 5 percentil adalah :
= X - 1,645
= 1680 - 1,645 ( 58 )
= 1584,59 mm

38
Selain dimensi individu dari masing-masing segmen tubuh yang telah ditabelkan
sebelumnya dan juga tidak seorangpun yang mempunyai nilai persentil sama untuk semua
dimensi segmen tubuh. Akan tetapi dimensi individual yang bervariasi tersebut berintraksi
dalam suatu bentuk perancangan tempat kerja yang komplek, jadi dapat dikatakan bahwa
manfaat dengan dipunyainya berbagai macam kombinasi untuk semua dimensi. Jika
dimensi segmen tubuh yang diperlukan untuk perancangan belum tersedia dalam tabel ,
maka kita dapat mencari dengan cara menghitung secara teliti dari dimensi lain yang telah
diketahui . Seperti contoh , kita ingin menghitung jarak jangkauan genggam kedepan, maka
kita dapat mengukur dari depan perut , bukan dari punggung.
Jika kita namakan dimensi ini adalah X k , maka X k X 26 X 18

Xk = 780 270 = 510 mm.

Akan tetapi terdapat kesalahan jika kita menghitung percentile Xk dengan cara
menguranginya dari percentile dimensi 26 dan percentile dimensi 18. Metode yang benar
adalah dengan cara memperkirakan nilai standar deviasi dari dimensi yang baru dan
kemudian menghitung percentilenya dengan cara seperti diatas. Adapun nilai standar
deviasi tersebut dapat diperkirakan dengan menggunakan koefisien variansi yang telah
diperkirakan relatif terhadap sejumlah dimensi yang lain.

x
Koefisien variansi ( v ) didefinisikan v
.100%
X

Adapun nilai v yang direkomendasikan oleh J.A. Roebuck, untuk berbagai macam kelompok
dimensi tubuh tersebut , seperti tabel berikut :

Macam Dimensi Koef.Var, v %

Anggota tubuh memanjang (tinggi badan, 3,7


tinggi duduk, tinggi mata )

Anggota tubuh memanjang ( yang lebih 4,6


pendek )

Lebar tubuh ( lebar pinggung, lebar bahu ) 5,9

Tebal tubuh ( tebal dada, tebal perut ) 8,8

Usuran kepala ( panjang, lebar kepala ) 3,5

Jika dibahas lagi variable X k , nilai v yang mana yang akan dipakai untuk memperkirakan
standar debais (SD) . Karena dalam hal ini yang berkepentingan adalah lebar perut , maka
kita pilih koefisien variansi sebesar 8,8 % dari tabel diatas. Dengan menggunakan rumus

39
x _
v
.100% , maka SD = x v. X , sehingga didapat SD = 8,8/100 x(510) = 44,9 mm ~
X
45 mm dan untuk nilai 5 percentile di dapat = Xk - 1,645.SD = 510 1,645 (45 ) = 436 mm
.

Sekiranya belum ada suatu data antropometri untuk populasi yang tersedia , maka perkiraan
untuk dimensi yang belum diketahui dapat dibuat dengan mengasumsikan bahwa masing-
masing dimensi adalah sebanding dengan dimensi yang telah diketahui. Caranya adalah
dengan perhitungan relatif terhadap proposional dimensi . Jadi data yang paling baik adalah
didapat dari pengukuran langsung terhadap dimensi tubuh yang diingini dengan
menggunakan populasi yang sesuai.

6.4. Penerapan Data Anthropometri

Penggunaan data antropometri dalam penerapan perancangan produk atau tempat kerja
perlu diperhatian dimensi yang hipotesis yaitu menganggap bahwa semua dimensi adalah
merupakan rata-rata. Walaupun hanya penggunaan satu dimensi saja, seperti misalnya
jangkauan kedepan, maka penggunaan rata-rata (50 percentil) dalam penyesuaian
pemasangan alat control akan menghasilkan bahwa 50 % populasi akan tidak mampu
menjangkaunya. Selain dari itu , jika seseorang mempunyai dimensi rata-rata populasi ,
katakanlah tinggi badan , maka belum tentu bahwa dia berada pada rata-rata populasi untuk
dimensi lainnya.

Contoh perancangan dengan menggunakan data antropometri statis, misalnya

a. rancangan tinggi pintu, dalam perancangan ini cukup beralasan jika menggunakan 99
percentil populasi pria yang diperkirakan akan menggunakan pintu tersebut. Dan hal ini
hanya akan mengakibatkan 1 % populasi pria yang terantuk pada saat melewati pintu
tersebut.

Dengan menggunakan data tabel 5.1 untuk orang Inggris , dengan dimensi nomor satut (1)
tinggi tubuh posisi tegak (x) = 1740 mm dan SD = 70 mm .

Nilai 99 percentil tersebut adalah mengaplikasikan rumus = X + 2,325 SD.

= 1740 + (2,325 x 70) = 1903 mm.

Perlu juga adanya penambahan kelonggaran dinamis (dynamic clearance) , karena tinggi
badan masusia akan relatif bertambah jika berlari yang disebut sebagai pengaruh dinamis (
dynamic effect ) dan kemungkinan penambahan penggunaan alat (asesoris) misalnya topi,
sepetu. Jika kelonggaran dinamis = 50 mm, tinggi topi = 50 mm dan tinggi sepatu = 30 mm.

40
Sehingga total tinggi pintu = 1903 + 50 + 50 + 30 = 2033 mm.

Ini adalah tinggi pintu yang sesuai dengan perancangan riil. Sedangkan Standard British
tinggi pintu adalah 2040 mm.

Coba saudara buat rancangan untuk lebar pintu ?.

b. perancangan kursi kerja, dalam perancangan harus dikaitkan dengan jenis pekerjaan,
posture yang diakibatkan, gaya yang dibutuhkan, arah visual (pandangan mata) , kebutuhan
akan perlunya perubahan posisi (posture). Kursi tersebut haruslah terintegrasi dengan
bangku atau meja yang sering dipakai .

Kursi untuk kerja dengan posisi duduk adalah dirancang dengan metoda floor up yaitu
dengan berawal pada permukaan lantai, untuk menghindari adanya tekanan dibawah paha.
Setelah ketinggian kursi didapat kemudian haruslah menentukan ketinggian meja kerja yang
sesuai dan konsisten dengan ruang yang diperlukan untuk paha dan lutut. Jika meja
dirancang untuk tetap (tidak dapat dinaik-turunkan) , maka perancangan kursi hendaknya
dapat dinaik-turunkan sesuai dengan ketinggian meja, sehingga perlu adanya sandaran
kaki.

Suatu studi yang dilakukan oleh Joan S. ward , studi ditunjukan untuk mengetahui
ketinggian permukaan kerja yang optimum untuk suatu dapur. Ketinggian sampling sejumlah
ibu-ibu rumah tangga menunjukan bahwa 23 % waktu mereka dihabiskan didapur , 34 % di
wastafel dan tempat cuci, 14 % dipermukaan meja kerja, 14 % dimeja, 13 % ditungku
kompor.

Fleksibilitas dan penyesuaian yang didapat dalam rentang sebagai berikut :

Wastafel (sink) : 1014 1067 mm


Permukaan meja kerja ( work top) : 914 990 mm
Permukaan meja setrika : 838 990 mm
Permukaan kompor (stove) : 838 990 mm
Sangat sulit untuk memakai rekomendasi diatas, namun untuk meja setrika
ketinggiannya dapat disesuaikan.

Pendekatan yang digunakan oleh E. Grandjean (fitting the task to the man, Taylor & Francis
Press,1986), yakni untuk menjamin cukup ruang bagi lutut orang dewasa , maka
direkomendasikan mengambil 95th persentil dariukuran telapak kaki sampai puncak lutut
(tinggi lutut) dan menambahkan kelonggaran sebagai berikut : Laki-laki : 635 + 25 (sepatu) +
25 (kelonggaran) = 685 mm

Wanita : 540 + 40 (sepatu) + 25 (kelonggaran) = 645 mm

Penambahan 40 mm untuk ketebalan puncak atas meja (kadang-kadang banyak meja yang
lebih tebal) memberikan tinggi permukaan kerja yang seharusnya memberikan keleluasaan
bagi gerak lutut orang dewasa. Penambahan tersebut adalah sebagai berikut : Laki-laki =
680 mm, Wanita = 645 mm.

Dari tabel antropometri (5.1) diketahui tinggi rata-rata dari siku diatas lantai jika duduk :

41
dimensi 14 + dimensi 9 = 440 + 245 = 685 mm ( laki-laki)

atau 400 + 235 = 635 mm ( wanita).

Dengan mengasumsikan suatu koefisien variasi dari 4,5 %, 95 percenstil , maka dihitung
sbb : 685 + (1,645 x 0,045 x 685) = 736 mm ( laki-laki )

635+ (1,645 x 0,045 x 635) = 682 mm ( wanita )

Dengan menambahkan hak sepatu (shoe heel) 25 mm untuk pria dan 40 mm untuk wanita,
maka 95 persentil tinggi siku adalah : 761 mm pria dan 722 wanita.

Problem utama yang timbul dari kursi tinggi adalah terbatasnya gerak untuk lutut.
Perancangan ulang untuk kursi yang memiliki ruang lutut lebih diinginkan. Sebuah sandaran
kaki merupakan bagian yang paling penting dari suatu kursi tinggi, tanpa sandaran kaki
tersebut , beban kaki bagian bawah akan dipindahkan pada sisi dalam dari lipatan paha.
Untuk memberikan keleluasaan ruang posisi sandaran kaki yang seharusnya pula dibuat
pada kerangka bangku tersebut. Sandaran kaki seharusnya dapat disetel untuk tinggi yang
tidak tergantung pada tinggi tempat duduk, untuk panjang kaki yang lebih rendah.

Kebanggaan orang adalah dengan memiliki kursi yang bisa disetel dan mempunyai
sandaran kaki. Untuk memberikan pengertian yang mudah dari posisinya lebih baik
menghindari sandaran kaki dan hal ini dapat dicapai dengan membuat tinggi meja yang
dapat disetel. Untuk membaca dan menulis , orang biasanya mengistirahatkan lengan pada
meja sehingga perlu permukaan yang lebih tinggi. Grandjean memberi nilai antara 740
780 mm untuk laki-laki dan 700 740 mm untuk wanita.

Para operator menegakkan lengan diatas permukaan horizontal untuk jenis


permukaan kerja yang terlalu tinggi dan menghasilkan penglihatan mata yang bagus . Hal ini
dapat dikurangi dengan pembuatan sandaran lengan yang terbuat dari bantalan sepanjang
sisi depan bangku. Fungsinya adalah dapat mengurangi benturan dengan sisi yang tajam
dan mengurangi kerja otot statis. Kadangkala memang tidah mudah mencari alternatif
penyelesaian konflik yang timbul antara permukaan kerja yang terlalu tinggi dengan
perlihatan yang baik serta meletakkan tangan dengan rendah untuk mengurangi kelelahan.

42
7. BAB VII

7.1. Pengertian Lingkungan Kerja Fisik

Setiap industralisasi dalam perkembangan akan selalu diikuti oleh penerapan


teknologi tinggi, penggunaan bahan dan perlatan yang semakin kompleks dan rumit, Namun
demikian, penerapan teknologi harus diikti dengan kesiapan SDM . Keterbatasan manusia
sering menjadi faktor penentu terjadinya musibah, seperti kecelakaan, kebakaran,
peledakan, pencemaran lingkungan dan timbulnya penyakit akibat kerja.

Ditempat kerja, terdapat beberapa faktor yang memperngaruhi lingkungan kerja


seperti ; faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Semua faktor tersebut
dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Menurut
Manuaba (1992) bahwa lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja
untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja harus
ditangani atau didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk
melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman. Yang termasuk faktor fisik
lingkungan kerja seperti mikroklimat, kebisingan dan penerangan. Evaluasi lingkungan
dilakukan dengan cara pengukuran kondisi tempat kerja dan mengetahui respon pekerja
terhadap paparan lingkungan kerja.

Suatu kondisi lingkungan yang baik tidak bisa ditemukan dengan begitu saja, tetapi harus
melalui tahapan percobaan, dimana setiap kemungkinan dari kondisi tersebut diuji
pengaruhnya terhadap kemampuan manusia.

Lingkungan fisik disini berarti semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja, yang
akan mempengaruhi pada pekerja tersebut baik secara langung maupun tidak langsung.

Lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya temperatur, kelembaban,


sirkulasi udara, percahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain.

Untuk meminimumkan pengaruh lingkungan fisik terhadap pekerja, maka langkah pertama
harus dipelajari mengenai manusia (pekerja atau operator) , baik sifat, tingkah laku, dan
keadaan fisiknya.

7.2. Temperatur Tempat Kerja

Secara fundamental, ergonomi merupakan studi tentang penyerasian antara pekerja


dan pekerjaannya untuk meningkatkan performansi dan melindungi kehidupannya. Untuk
dapat melakukan penyerasian tersebut, haruslah dapat diprediksi adanya stressor yang
menyebabkan terjadinya strain dan mengevaluasinya.

43
Mikroklimat dalam lingkungan kerja menjadi sangat penting karena dapat bertindak sebagai
stressor yang menyebabkan strain kepada pekerja apabila tidak dikendaliakan dengan baik.
Mikroklimat dalam lingkungan kerja terdiri dari unsur suhu udara (kering atau basah),
kelembaban nisbi, panas radiasi, dan kecepatan gerakan udara ( Bernard, 1996).

Untuk negara dengan empat musim, rekomendasi untuk comfort zone pada musim dingin
adalah suhu ideal berkisar antara 19 23 C dengan kecepatan udara antara 0,1 0,2
m/det , dan pada musim panas adalah suhu ideal berkisar antara 22 24 C dengan
kecepatan udara antara 0,15 0,40 m/det , serta kelembaban antara 40 60 % sepanjang
tahun ( Granthan 1992 dan Grandjean 1993 ) . Kaitannya dengan suhu panas lingkungan
kerja , batas toleransi suhu tinggi sebesar 35 40 C, kecepatan udara 0,2 m/det,
kelebaban antara 40 50 %, perbedaan suhu permukaan < 4 C.

Selama beraktivitas pada lingkungan panas , tubuh secara otomatis akan memberikan
reaksi memelihara suatu kisaran panas lingkungan panas yang konstan dengan
menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari
dalam tubuh. Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu pengaturan
suhu. Suhu menetap ini dapat dipertahankan akibat keseimbangan antara panas yang
dihasilkan dari metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan
disekitarnya. Sedangkan produksi panas di dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik tubuh,
makanan, gangguan sistem pengaturan panas seperti dalam kondisi demam dll. Selanjutnya
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pertukaran panas diantara tubuh dengan
lingkungan sekitarnya adalah panas konduksi, panas konveksi , panas radiasi dan panas
penguapan. Pekerja dilingkungan panas juga dapat beraklimatisasi untuk mengurangi reaksi
tubuh terhadap panas. Pada proses aklimatisasi menyebabkan denyut jantung lebih rendah
dan laju pengeluaran keringan meningkat. Aklimatisasi tubuh terhadap panas memerlukan
sedikit liquit tetapi sering minum. Metode terbaik untuk menentukan apakah tekanan panas
ditempat kerja menyebabkan gangguan kesehatan adalah dengan mengukur suhu inti tubuh
pekerja yang bersangkutan. Normal suhu inti tubuh adalah 37 C, mungkin mudah
dilampaui dengan akumulasi panas dari konduksi, konveksi, radiasi dan panas metabolisme.
Apabila rerata suhu inti tubuh pekerja > 38 C, diduga terdapat pemaparan suhu lingkungan
panas yang dapat meningkatkan suhu tubuh tersebut. Selanjutnya harus dilakukan
pengukuran suhu lingkungan kerja. Salah satu parameter pengukuran suhu lingkungan
panas adalah dengan menilai Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) yang terdiri dari
parameter suhu udara kering, suhu udara basah dan suhu panas radiasi. Secara manual
ISBB dapat dihitung dengan menggunakan rumus sbb;

a) Pekerjaan dilakukan dibawah paparan sinar matahari (outdoor) ;


ISBB = (0,7x suhu basah) + (0,2 x suhu radiasi) + (0,1 x suhu kering)

b) Pekerjaan dilakukan didalam ruangan (indoor) ;


ISBB = (0,7x suhu basah) + (0,3 x suhu radiasi)

Untuk mengendalikan pengaruh paparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu
dilakukan koreksi tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang
dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan
panas pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian
secara benar.

44
Dengan demikian jelas bahwa mikroklimat yang tidak dikendalikan dengan baik akan
berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan pekerja dan gangguan kesehatan, sehingga
dapat meningkatkan beban kerja , mempercepat munculnya kelelahan dan keluhan subjektif
serta menurunkan produktivitas kerja.

45
7.3. Kebisingan Tempat Kerja

Pengertian kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersifat
mengganggu pendengaran dan bahkan dapat menurunkan daya dengar seseorang
terpapar. Sedangkan definisi menurut Kepmennaker (1999) kebisingan adalah semua suara
yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat
kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Suara atau bunyi dapat dirasakan oleh indra pendengaran akibat adanya ransangan
getaran yang datang melalui media yang berasal dari benda yang bergetar. Menurut

46
Sumamur (1984) bahwa dari segi kualitas bunyi terdapat dua hal yang menentukan , yaitu
frekuensi suara dan intensitas suara. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik
atau Herz (Hz), yaitu jumlah getaran yang sampai ketelinga setiap detiknya. Sedangkan
intensitas atau arus energi lazim dinyatakan dalam desibel (dB), yaitu perbandingan antara
kekuatan dasar bunyi (0,0002 dyne/cm ) dengan frekuensi (1,000 Hz) yang tepat dapat
didengar oleh telinga normal. Mengingat desibel yang diterima oleh telingan merupakan
skala logaritmis , maka tingkat kebisingan 3 dB di atas 60 dB pengaruhnya akan berbeda
dengan 3 dB di atas 90 dB. Intensitas dinilai dan dianalisis, selanjutnya hasil yang diperoleh
harus dibandingkan dengan standar yang ditetapkan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah intensitas kebisingan yang diterima oleh tenaga kerja sudah melampaui Nilai
Ambang Batas (NAB) yang diperkenankanatau belum. Dengan demikian akan dapat segera
dilakukan upaya pengendalian untuk mengerangi dampak terhadap kebisingan tersebut.
NAB kebisingan ditempat kerja berdasarkan beraturan Menaker 1978 , besarnya rata-rata
85 dB untuk waktu kerja terus-menerus tidak lebih 8 jam / hari atau 40 jam / minggu.
Pengendalian kebisingan dengan dua pendekatan, yakni pendekatan jangka pendek dan
pendekatan jangka panjang. Pengendalian kebisingan yang beroreantasi dengan
mengeliminir sumber kebisingan, penggunaan alat pelindung diri, pengendalian secara
teknik / teknologi, mengatur merotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang
lebih nyaman, didasarkan pada intensitas kebisingan yang dapat diterima (NAB). Menurut
Pulat (1992) pemakaian sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar 30 dB,
sedangkan tutup telinga mengurangi kebisingan sedikit lebih sebesar yaitu antara 40 50
dB.

47
7.4. Penerangan Tempat Kerja
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat
melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak
perlu. Penerangan yang cukup dan diatur secara baik juga akan dapat membantu
menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat
memelihara kegairahan kerja. Intensitas penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaan,
jelas akan meningkatkan produktivitas kerja. Secara uumum jenis penerangan atau
pencahayaan dibedakan menjadi dua , yaitu penerangan buatan (penerangan artifisial) dan
penerangan alamiah (dari sinar matahari). Untuk mengurangi pemborosan energi
disarankan untuk menggunakan penerangan alamiah, akan tetapi ditempat kerja harus pula
disediakan penerangan buatan yang memadai. Hal ini untuk menanggulangi jika dalam
keadaan mendung atau kerja dimalam hari.

Penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan
penglihatan selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat akan
mengakibatkan :

Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja


Kelelahan mental
Keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata
Kesusakan indra mata, dll

Di dalam mempertimbangkan aplikasi penerangan ditempat kerja , secara umum dapat


dilakukan melalui tiga pendekatan , yaitu :

a). Desain tempat kerja untuk menghindari problem penerangan

Kebutuhan intensitas penerangan bagi pekerja harus selalu dipertimbangkan pada waktu
mendesain bangunan, pemasangan mesin-mesin,alat dan sarana kerja. Desain instalasi
penerangan harus mampu mengontrol cahaya kesilauan , pantulan dan bayang-bayang
serta untuk tujuan kesehatan dan keselamatan kerja.

b). Identifikasi dan penilaian problem dan kesulitan penerangan

Agar masalah penerangan yang muncul dapat ditangani dengan baik, faktor-faktor yang
harus diperhitungkan adalah sumber penerangan, pekerja dalam melakukan pekerjaannya,
jenis pekerjaan yang dilakukan dan lingkungan kerja secara keseluruhan. Selanjutnya teknik
dan metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menilai masalah penerangan
ditempat kerja meliputi :

Konsultasi atau wawancara dengan pekerja dan supervisor ditempat kerja


Mempelajari laporan kecelakaan kerja sebagai bahan investigasi
Mengukur intensitas penerangan, kesilauan, pantulan dan bayang-bayang yang ada
ditempat kerja.
Mempertimbangkan faktor lain seperti, sikap kerja, lama kerja, umur pekerja , warna,
dll
c). Pengembangan dan evaluasi pengendalian resiko akibat penerangan

48
Setelah penerangan dan pengaruhnya telah diidentifikasi dan dinilai , langkah selanjutnya
adalah mengendalikan resiko yang potensial menyebabkan gangguan kerja. Pengendalian
resiko sangat tergantung dari kondisi yang ada , tetapi secara umum dapat mengikuti
hirarkhi pengendalian yang sudah lazim yaitu pengendalian yang dipilih dari yang paling
efektif. Langkah-langkah pengendalian masalah penerangan ditempat kerja, yaitu :

Modifikasi sistem penerangan yang sudah ada seperti ; merubah posisi lampu,
menambah atau mengurangi jumlah lampu, mengganti jenis lampu dan lain-lain.
Modifikasi pekerjaan seperti ; merubah posisi kerja untuk menghindari bayang-
bayang, kesilauan, pantulan dan merubah objek kerja baik bentuk maupun
kedekatan dengan mata agar lebih jelas .
Pemeliharaan dan pembersihan lampu.
Penyediakan penerangan lokal.
Penggunaan korden dan perawatan jendela dll.

49
8. BAB VIII

8.1. Konsep Pengukuran Waktu Kerja

Walaupun waktu telah menjadi variabel yang penting dalam sejarah, baru Taylor-lah
yang menawarkan konsep pengukuran waktu kerja manusia sebagai alat pengendalian hasil
pekerjaan buruh di dunia industri. Jam adalah alat yang dengan bantuan mekanisme roda
gigi dan berputar yang menunjukkan waktu yang telah dilewatkan. Karena sebuah jam
hanya pengukur waktu dan tidak ada lainnya, maka dapat dimengerti bahwa teknik
pengukuran pertama yang dilakukan ialah teknik jam henti.

Pada modul terdahulu telah dibahas berbagai prinsip yang perlu dipegang dalam
merancang sistem kerja dan ditunjukkan bagaimana unsur manusia, mesin/ peralatan,
bahan dan lingkungan fisik pekerjaan harus diperhatikan baik secara sendiri sendiri maupun
dalam kaitan satu sama lainnya, semuanya sebagai komponen komponen dari sistem kerja.
Bahwa prinsip prinsip pengaturan kerja yang dikemukakan akan mendatangkan beberapa
alternatif sistem yang terbaik dimana untuk mendapatkan yang baik diperlukan adanya
pengukuran. Dalam pembahasan pengukuran yang akan dibicarakan, adalah garis
besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi kedalam dua bagian , pertama secara
langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara pertama disebut demikian karena
pengukurannya dilakukan secara langsung yaitu ditempat dimana pekerja yang
bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk didalamnya adalah cara jam henti dan
sampling pekerjaan. Sebaliknya cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa
harus berada ditempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan
mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen gerakan. Yang termasuk kelompok
ini adalah data waktu baku dan data waktu gerakan. Dengan salah satu dari cara-cara ini,
waktu penyelesaian suatu pekerjaan yang dijalankan dengan suatu sistem kerja tertentu
dapat ditentukan. Sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem
kerja, yang terbaik diantaranya dilihat dari segi waktu dapat dicari yaitu sistem yang
membutuhkan waktu penyelesaian tersingkat.

Lebih jauh lagi pengukuran waktu ditunjukkan juga untuk mendapatkan waktu baku
penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja
normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.
Harap diperhatikan pengertian waktu baku ini kata-kata wajar, normal dan terbaik. Ini
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari bukanlah waktu
penyelesain pekerjaan yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlampau cepat atau
terlampau lambat, bukan yang diselesaikan oleh mengerjakannya dalam sistem kerja yang
belum tebaik.

50
8.2. Cara Pengukuran Waktu Kerja

Menurut Z. Sutalaksana,1982, banyak faktor yang harus diperhatikan agar pada


akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti
yang berhubungan dengan kondisi kerja, operator, cara pengukuran, jumlah pengukuran
dan lain-lain. Sebagian dari hal-hal tersebut dilakukan sebelum melakukan pengukuran.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan maka
tidaklah cukup sekedar malakuan beberapa kali pengukuran. Adapun langkah-langkah yang
perlu diperhatikan adalah :.

1. Penentukan Tujuan Pengukuran

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan


harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal hal penting yang harus
diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa tingkat
ketelitian dan tingkat kenyakinan yang dinginkan dari hasil pengukuran tersebut. Misalnya
jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk dipakai sebagai dasar upah
peransang, maka ketelitian dan keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena
menyangkut prestasi dan pendapat buruh disamping keuntungan bagi perusahaan itu
sendiri. Tetapi jika pengukuran dimaksudkan untuk memperkirakan secara kasar bilamana
pemesan barang dapat kembali untuk mengambil pesanannya, maka tingkat ketelitian dan
tingkat kenyakinan tidak perlu sebesar yang tadi.

2. Malakukan Penelitian Pendahuluan

Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada
pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu dari suatu kondisi kerja yan gada
dapat dicari waktu yang pantas tersebut ; artinya akan didapatkan juga waktu yang pantas
untuk meyelesaikan pekerjaan dengan kondisi yang bersangkutan. Suatu perusahaan
biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih
keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi
kerja dari pekerja perkerjaan yang ada diperusahaan terserbut tidak menunjang agar dapat
dicapainya hal tadi. Marilah kita lihat sebuah contoh. Katakanlah ada suatu pekerjaan
yang berada disebuah ruangan yang berjendela tidak cukup besar. Keadaan ini bukan saja
akan mengakibatkan pengapnya ruangan karena tidak lancarnya aliran pertukaran udara,
tetapi juga meyebabkan gelapnya ruangan terutama saat hari mendung. Keadaan meja
dimana pekerjaan dilakukan, tidak baik ; terlalu tinggi jika pekerja duduk dikursi, dan terlalu
rendah jika pekerja berdiri. Waktu penyelesaian yang pantas untuk kondisi demikan tentu
bisa dicari, tetapi dapat diduga bukanlah waktu yang sebaik baiknya, melainkan waktu yang
lebih panjang dari yang seharusnya diperlukan. Bagi pekerja, kondiri demikan tidak selalu
menguntungkan ; antara lain menghambat dirinya berprestasi kerja disamping akibat akibat
jangka panjang seperti terhadap kesehatannya.

Dari contoh ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa waktu kerja yang pantas
hendaknya merupakan waktu kerja yang didapat dari kondisi kerja yang baik. Dengan lain
perkataan, pengukuran waktu sebaiknya dilakukan bila kondisi kerja dari pekerjaan yang

51
diukur sudah baik. Jika belum maka kondisi yang ada hendaknya diperbaiki terlebih dahulu.
Hal yang sama juga dapat terjadi bila cara cara kerja yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan belum baik. Untuk mendapatkan waktu penyelesaian yang singkat, maka
perbaikan-perbaikan cara kerja perlu juga dilakukan. Mempelajari kondisi kerja dan cara
kerja kemudian memperhatikannya, adalah apa yang dilakukan dalam langkah penelitian
pendahuluan. Tentunya ini berlaku jika pengukuran dilakukan atas pekerjaan yang telah ada
bukan pekerjaan yang baru. Dalam keadaan seperti yang terakhir, maka yang dilakukan
bukanlah memperbaiki melainkan merancang kodisi dan cara kerja yang baik yang baru
sama sekali. Untuk memperbaki kondisi dan cara kerja yang ada diperlukan pengetahuan
dan penerapan perancangan sistem kerja yang baik yang prinsip prinsip beserta keterangan
keterangannya telah dibahas pada modul sebelum ini.

Suatu hal lain masih harus dilakukan dalam rangka ini, yaitu membakukan secara
tertulis sistem kerja yang dianggap baik. Disini semua kondisi dan cara kerja dicatat dan
dicantumkan dengan jelas serta bila perlu dengan gambar-gambar misalnya untuk tata letak
peralatan dan wadah. Pembakuan sistem kerja yang diplih adalah suatu hal yang panting
baik dilihat untuk keperluan keperluan sebelum, pada saat ini, maupun sesudah pengukuran
dilakukan dan waktu baku didapatkan.

Kerap kali, sebelum pengukuran dilakukan, operator yang dipilih untuk melakuan
pekerjaan memerlukan serangkaian latihan dengan sistem kerja yang baku, Ini terjadi bila
operator tadi belum terbiasa dengan sistem tersebut. Untuk ini baik operator maupun
pengukuran waktu yang melatihnya memerlukan suatu pegangan yang baku. Begitu pula
pada saat pengukuran dilakukan, keduanya memerlukan pegangan agar sistem kerja yang
dipilih itu dapat tetap diselenggarakan.

Waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu


penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran berlangsung.
Jadi waktu penyelesaiannya pun berlaku hanya untuk sistem tersebut. Suatu penyimpangan
dari padanya dapat memberikan waktu penyelesaian yang jauh berbeda dari yang telah
ditetapkan berdasarkan pengukuran. Karenanya catatan yang baku tentang sistem kerja
yang telah dipilih perlu ada dan dipelihara. Walaupun pengukuran telah selesai.

3. Memilih Operator

Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu
saja diambil dari pabrik. Orang itu harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar
pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat syarat tersebut
adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Jika jumlah pekerja yang
tersedia ditempatkan kerja yang bersangkutan banyak maka jika kemampuan mereka
dibandingkan akan terlihat perbedaan perbedaan diantaranya, yaitu mulai dari yang
berkemampuan rendah sampai tinggi. Terlihat bahwa orang orang yang berkemampuan
rendah dan berkemampuan tinggi jumlahnya hanya sedikit. Sedangkan yang
berkemampuan rata-rata jumlahnya banyak. Secara statistik distribusi demikan dapat
dibuktikan berdistirbusi normal atau dapat didekati oleh distribusi normal.

Kembali pada tujuan mengukuran waktu yaitu untuk medapatkan waktu


penyelesaian, maka dengan melihat kemampuan pekerja seperti ditunjukkan tadi jelaslah

52
bahwa yang dicari bukanlah orang orang yang berkemampuan tinggi ataupun rendah,
karena orang-orang demikian hanya meliputi sebagian kecil saja dari seluruh pekerja yang
ada. jadi yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerja yang secara wajar diperlukan oleh
pekerja pekerja normal, dan ini adalah orang yang berkemampuan rata-rata. Dengan
demikian pengukuran mencari operator yang memenuhi hal tersebut. Disamping itu operator
yang dipilih adalah orang yang pada saat pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar.
Walaupun operator yang bersangkutan sehari harinya dikenal memenuhi syarat pertama
tadi bukan mustahil dia akan bekerja tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan
alasan tertntu. Biasanya jika operator tersebut memiliki kecurigaan terhadap maksud
maksud pengukuran, misalnya dianggap untuk hal-hal yang akan merugikan dirinya atau
pekerja lain, dia akan bekerja lamban. Sebaliknya mungkin saja dia bekerja dengan
kecepatan lebih dari biasanya karena menginginkan hasil yang banyak untuk mendapatkan
pujian. Selain itu operator harus dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun
dirinya sedang diukur dan pengukur berada didekatnya.

Penjelasan tentang maksud baik pengukuran serta tentang bagaimana operator


sebaiknya bersikap ketika sedang diukur, bila perlu diberikan dahulu. Dan operatorpun
harus mengerti dan menyadari sepenuhnya. Inilah yang dimaksud bahwa operator harus
dapat diajak bekerja sama.

Dalam pekaksanaannya, jika pengukur tidak mengenal pekerja-pekerja yang ada,


untuk mendapatkan operator yang akan diukur, dia dapat mencarinya dengan mendapatkan
petunjuk dari kepala-kepala regu, kepala pabrik atau pejabat-pejabat setempat lain. yang
telah mengenal baik para pekerja. Data tentang hasil-hasil kerja para pekerja dalam catatan
catatan ditempat kerja dapat juga membantu pekerjaan ini.

Sumber: Sutaksana Z. 1982, Gambar 8.1 Distribusi


kemampuan bekerja

4. Melatih Operator

Walapun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan adanya
latihan bagi operator tersebut terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama
dengan yang biasa dijalankan operator.

53
Hal ini terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja seduah
mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena
sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah
ditetapkan (dan telah dibakukan) itu. Harap diingat bahwa yang dicari adalah waktu
penyelesaian pekerja yang didapat dari suatu penyelesaian wajar dan bukan penyelesaian
dari orang yang bekerja kaku dengan berbagai kesalahan.

Sumber : Sutalaksana Z. 1982, Gambar 8.2. Kurva belajar operator

5. Menguraikan Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan

Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan, yang merupakan


gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur
waktunya. Waktu siklusnya adalah jumlah dari waktu setiap elemen ini. Waktu siklus adalah
waktu penyelesaian satu satuan produk sejak bahan baku mulai diproses ditempatkan kerja
yang bersangkutan. Misalnya waktu yang dibutuhkan untuk merakit ballpen adalah waktu
yang dibutuhkan untuk menggabungkan bagian bawah ballpen, pegas isi, dan bagian
atasnya sehingga merupakan suatu ballpen lengkap. Gerakan menggabungkan bagian
bawah, pegas dan seterusnya dapat merupakan elemen elemen pekerjaan, dan jumlah dari
waktu gerakan gerakan ini adalah waktu siklus perakitan ballpen.

Namun satu siklus tidak harus berarti waktu yang diperlukan untuk meyelesaikan
suatu produk sehingga menjadi barang jadi seperti ballpen tadi yang sudah siap pakai. Jika
pekerjaan merakit ballpen diserahkan kepada dua orang dimana orang pertama
menggabungkan baigan bawah, pegas dan isi, dan orang kedua menggabungkan bagian
atas kebagian lainnya yang telah diselesaikan orang pertama dan bila setiap pekerja
dianggap dua stasiun kerja yang berbeda, maka waktu siklus bagi orang pertama adalah
hanya jumlah waktu yang diperlukan untuk menggabungkan bagian bawah, pegas dan isi .

54
Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian
pekerjaan atas elemen elmenennya. Pertama untuk memperjelas catatan tentang cara kerja
yang dibakukan. Pada langkah kedua diatas telah dikemukkan bagaimana kondisi dan cara
kerja yang telah (dianggap) baik dibakukan, yaitu menyetakan secara tertulis untuk
kemudian digunakan sebagai pegangan sebelum, pada saat saat, dan sesudah pengukuran
waktu. Salah satu cara membakukan cara kerja adalah dengan membakukan pekerjaan
berdasarkan elemen elemennya.

Kedua adalah untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen


karena keterampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari
gerakan gerakan kerjanya.

Sebab ketiga melakukan pembagian pekerjaan menjadi elemen elemen pekerjaan


adalah untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin
saja dilakukan pekerja. Elemen demikan bisa diterima jika memang harus terjadi, misalnya
gerakan-gerakan yang dilakukan tidak ada pada setiap siklus tetapi secara berkala seperti
memeriksaan ukuran/pada setiap produk kesepuluh yang dihasilkan. Sebaliknya elemen
demikan harus dibuang dari pengamatan jika terjadinya semata mata karena penyimpangan
dari elemen elemen baku tanpa alasan baik disadari atau tidak oleh operator.

Dan alasan keempat adalah untuk memungkinkan dikembangkannya Data Waktu


Standard dipabrik atau tempat kerja yang bersangkutan. Jika ini yang merupakan sebab
maka pembagian pekerjaan atas elemen elemennya harus mengikuti aturan khusus yang
akan dibahas nanti.

Jelaslah sekarang mengapa perlu melakuan penguraian elemen elemen dari suatu
pekerjaan yang akan diukur waktunya. Walaupun demikian ketentuan ini tidak bersifat
mutlak; artinya jika alasan-alasan diatas dianggap tidak penting atau dirasakan tidak akan
terjadi maka langkah ini tidak perlu dilakukan., Dengan lain perkataan yang diukur waktunya
adalah siklusnya (bukan elemen elemennya). Pengukuran demikian disebut pengukuran
keseluruhan. Sedangkan pengukuran elemen adalah bila pengukuran dilakukan terhadap
setiap elemen elemen pekerjaan.

Sehubungan dengan langkah kelima ini, ada beberapa pedoman penguraian


pekerjaan atas elemen elemennya, yaitu :

- Seseuai dengan ketelitian yang diinginkan, uraian pekerjaan menjadi elemen elemennya
seterinci mungkin, tetapi masih dapat diamati oleh indera pengukur dan dapat direkam
waktunya oleh jam henti yang digunakan.

- Untuk memudahkan, elemen elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau beberapa
elemen gerakan misalnya seperti yang dikembangkan oleh Gilbreth.

- Jangan sampai ada elemen yang tertinggal ; jumlah dari semua elemen baru tempat sama
dengan satu siklus pekerjaan yang bersangkutan.

- Elemen yang satu hendaknya dipisahkan dari elemen yang lain secara jelas. Batas batas
diantaranya harus dapat dengan mudah diamati agar tidak ada keraguan-raguan dalam
menentukan bilamana suatu elemen berakhir dan bilamana elemen berikutnya bermula.

55
Kadang kadang, disamping mata, telinga pun dapat digunakan untuk mengetahui
perpindahan elemen terutama jika perpindahan tersebut menimbulkan bunyi.

6. Menyiapkan Alat Pengukuran.

Setelah kelima langkah diatas dijalankan, dengan baik, tibalah sekarang pada
langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan alat-alat yang
diperlukan. Alat-alat tersebut adalah:

- Jam Henti
- Lembaran - Lembaran Pengamatan
- Pena atau Pinsil
- Papan Pengamatan

Lembaran - lembaran pengamatan digunakan sebagai tempat mencatat hasil hasil


pengukuran. Agar catatan ini baik, biasanya lembaran lembaran pengamatan disediakan
sebelum pengukuran dengan kolom-kolom yang memudahkan pencatatan dan
pembacaannya kembali. Pada dasar nya ada dua macam lembaran pengamatan. Pertama
untuk pengukuran keseluruhan seperti yang diisi dengan waktu yang teramati pada jam
henti untuk setiap siklus. Sedangkan kedua, jika pengukuran elemen yang dilakukan, maka
lembaran pengamatannya yang digunakan memerlukan adanya perhitungan . Selain kotak
kotak untuk mencatat waktu, lembaran pengamatan juga memuat baris untuk
mencantumkan keterangan-keterangan yang juga diperlukan seperti nama pekerjaan yang
diukur, mesin yang dipakai, operator yang diukur, pengukur waktunya dan lain-lain.

Pena atau pinsil digunakan untuk mecatat segalanya yang diperlukan pada lembaran
pengamatan.

Papan pengamatan dimaksudkan untuk dipakai sebagai alas lembaran pengamatan


sehingga memudahkan pencatatan. Bentuk papan yang baik terdapat lengkungan untuk
mempermudahkan pemegangan oleh tangan dan penempatan papan pada badan.
Lengkungan lengkungan tersebut disesuaikan dengan genggaman tangan, lengkungan
tubuh yang menjaganya serta posisi terhadap badan.

Jika alat alat ini telah disiapkan, maka selesailah sudah persiapan persiapan yang
mendahului pengukuran. Ini berarti tahap berikutnya yaitu pengukuran waktu, sudah bisa
dimulai.

8.3. Rumusan Pengujian Data


A. Tingkat Ketelitian Dan Tingkat Keyakinan

Berbicara tentang tingkat ketelitian, tingkat keyakinan, sebenarnya adalah


pembicaraan tentang pengertian-pengertian stantistik. Karenanya untuk memahaminya
secara mendalam diperlukan beberapa pengetahuan statistik. Tetapi sungguhpun demikian
apa yang dikemukakan ini adalah pembahasan kearah pengertian yang diperlukan dengan
cara sederhana.

56
Yang dicari dengan melakukan pengukuran pengukuran ini adalah waktu yang
sebenarnya dibutuhkan untuk meyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu penyelesaian
ini tidak pernah diketahui sebelumnya, maka harus diadakan pengukuran pengukuran. Yang
ideal tentunya dilakukan pengukuran pengukuran yang sangat banyak (sampai tak terhingga
kali, misalnya), karena dengan demikianlah diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini jelas
tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya
jika hanya dilakukan beberapa kali pengukuran saja, dapat diduga hasilnya sangat kasar.
Sehingga yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu,
tenaga dan biaya yang besar, tetapi hasilnya dapat dipercaya. Jadi walaupun jumlah
pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja. Dengan tidak
dilakukannya pengukuran yang banyak sekali ini, pengukuran akan hilangan sebagian
kepastian akan ketetapan/rata rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Hal ini harus
disadari oleh pengukur; Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat
kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakkan
pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum
hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam
persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari). Sedangkan tingkat
keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh
memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10%
dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur memberoleh rata-rata hasil
pengukurannya menyimpang sejauhnya 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan
berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%. Dengan lain perkataan jika pengukuran sampai
memperoleh rata-rata pengukuran yang menyimpang lebih dari 10% seharusnya, hal ini
dibolehkan terjadi hanya dengan kemungkinan 5% (= 100%-95%). Sebagai contoh,
katakanlah rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan adalah 100 detik. Harga ini tidak pernah
diketahui kecuali jika dilakukan tak terhingga kali pengukuran. Paling jauh yang didapat
dilakukan adalah memperkirakannya dengan melakukan sejumlah pengukuran. Dengan
pengukuran yang tidak sebanyak itu maka rata-rata yang diperoleh, mungkin tidak 100 detik,
tetapi suatu harga yang lain, misalnya 88, 96, atau 105 detik. katakalah rata-rata
pengukuran yang didapat 96 detik. Walaupun rata rata sebenarnya (=100 detik) tidak
diketahui, jika jumlah pengukuran yang dilakukan memenuhi untuk ketelitian 10% dan
tingkat keyakinan 95%, maka pengukuran mempunyai keyakinan 95% bahwa 96 detik itu
terletak pada interval harga rata rata sebenarnya dikurangi 10% dari rata rata ini, dan harga
rata rata sebenarnya ditambah 10% dari rata rata ini. Mengenai pengaruh tingkat
tingkat ketelitian dan keyakinan terhadap jumlah pengukuran yang diperlukan dapat
dipelajari secara statistik. Tetapi secara intuitif hal ini dapat diduga yaitu bahwa semakin
tinggi tingkat ketelitian dan semakin besar tingkat keyakian, maka semakin banyak
pengukuran yang diperlukan.

B. Pengujian Keseragaman Data

Sekarang akan kita lihat beberapa hal yang berhubungan dengan pengujian
keserangan Data. Secara teoritis apa yang dilakukan dalam pengujian ini adalah
berdasarkan teori statistik tentang peta-peta kontrol yang biasanya digunakan dalam
melakukan pengendalian kualitas dipabrik pabrik atau tempat tempat kerja lain.
Telah dikemukakan bahwa satu langkah yang dilakukan sebelum melakukan
pengukuran adalah merancang suatu sistem kerja yang baik, yaitu yang terdiri dari kondisi

57
kerja dan cara kerja yang baik. Jika yang dihadapi adalah suatu sistem kerja yang sudah
ada, maka sistem ini dipelajari untuk kemudian diperbaiki. Jika sistemnya belum ada maka
yang dilakukan adalah merancang sesuatu yang baru dan baik. Terhadap sistem kerja yang
baik inilah pengukuran waktu dilakukan, dan dari sistem inilah waktu penyelesaian
pekerjaan dicari. Walupun senjutnya pembakuan sistem yang dipandang baik ini dilakukan,
seringkali pengukur, sebagaimana halnya juga operator, tidak mengetahui terjadinya
perubahan perubahan pada sistem kerja. Memang perubahan adalah sesuatu yang wajar
karena bagaimanapun juga suatu sistem tidak dapat tetap dipertahankan terus menerus
pada keadaan yang tepat sama. Keadaan sistem yang selalu berubah dapat diterima,
asalkan perubahannya adalah yang memang sepantasnya terjadi. Akibatnya waktu
penyelesaian yang di hasilkan sistem selalu berubah ubah namun juga mesti dalam batas
kewajiban. Dengan lain perkataan harus seragam. Tugas pengukur adalah mendapatkan
data yang seragam ini. Karena ketidak seragam dapat datang tanpa disadari, maka
diperlukan suatu alat yang dapat mendeteksinya. Batas batas kontrol yang dibentuk dari
data merupakan batas seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, yaitu berasal dari
sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu
berasal dari sistem sebab yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol. Yang diperlihatkan
dalam contoh pengujian keseragaman diatas adalah data yang berada didalam batas batas
kontrol; karenanya semua data dimasukkan dalam perhitungan perhitungan selanjutnya.
Jika ada yang terletak diluar batas kontrol, apa yang dilakukan?

Rumus pengujian keseragaman data pada pengukuran langsung adalah :

a. Pengukuran dengan Jam henti :


Batas Kontrol Atas (BKA) = X + Z . X
Batas Kontrol Bawah (BKB) = X - Z . X

b. Pengukuran dengan sampling pekerjaan :


Batas Kontrol Atas (BKA) = p + Z . X

Batas Kontrol Bawah (BKB) = p - Z . X


Seluruh subgrup harus berada pada BKA dan BKB - data dikatakan seragam.
Z = Z /2
Z = Koefisien pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan
Tk. Keyakinan 90% - Z = 1.65
Tk. Keyakinan 95% - Z = 1.95 ~ 2
Tk. Keyakinan 99% - Z = 2,58 ~ 3

X = Standar deviasi dari harga rata-rata subgrup


x = Harga rata-rata subgrup
p = Harga rata-rata persentase produktif

Misalnya dari ketiga puluh dua harga yang telah terkumpul, dengan cara cara yang
sama didapat BKA = 18,246 dan BKB = 9,197, dan subgrup keenam berharga rata rata
19,261. Jelas subgrup ini berada diluar batas kontrol karena diatas harga BKA. Oleh sebab

58
itu subgrup ini harus dibuang karena berasal dari sistem sebab yang berbeda. Dengan
demikian untuk perhitungan perhitungan selanjutnya seperti untuk mencari banyaknya
pengukuran yang harus dilakukan, semua data dalam subgrup ini tidak turut diperhitungkan.

C. Pengujian Kecukupan Data

Semua harga (data) yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya pengukuran
yang diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus umum :

a. Pengukuran dengan Jam henti :

X
2
N X 2

2
Z
N = j j
s

X j

s = Tingkat ketelitian dalam (%)

N = Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan


N = Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan
Xj = Data pengamatan ( hasil pengukuran )

Rumus ini adalah untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat kenyakinan 95%* .

Tk. Keyakinan 95% - Z = 1.95 ~ 2

s = 5 % = 5/100 = 1/20

Z/s = 2 : 1/20 = 2 x 20 = 40

X
2
N X 2

2
N = 40 j j


X j

b. Pengukuran dengan sampling pekerjaan :

1 p
2
Z
N =
s p

P = persentase produktif dari seluruh pengamatan.

Seandainya jumlah pengukuran teoritis yang diperlukan ternyata masih lebih besar dari
pada jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N > N , dimana dalam contoh misalnya N
= 16 > 32), maka pengukuran tahap kedua harus dilakukan. Pada tahap inipun urut urutan
pekerjaan sama dengan tahap tahap sebelumnya. Demikian seterusnya sampai jumlah
pengukuran teoritis yang diperlukan sudah dilampaui oleh jumlah yang telah dilakukan (N
N).

59
9. BAB IX
9.1. Konsep Faktor Penyesuaian
Menurut Z. Sutalaksana,1982, selama pengukuran berlangsung, pengukuran harus
mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidak wajaran dapat saja terjadi
misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena
menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sabab - sebab
seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu
panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari
adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan
secara wajar.

Andaikata ketidak wajaran ada maka pengukur harus mengetahui dan menilai
seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah
penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata waktu siklus atau
elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar
harga rata rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkan dengan melakukan
penyesuaian.

Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata rata atau waktu
elemen rata rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p
tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu
yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja diatas
normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari satu ( p > 1) ; sebaliknya jika
operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu (p < 1).
Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga p nya
sama dengan satu (p = 1).

Telah dikemukakan diatas bahwa ketidak wajaran harus diwajarkan untuk


mendapatkan waktu normal. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana yang disebut wajar
itu? Dengan standard apa pengukur menilai wajar tidaknya kerja seorang operator?

Biasanya, melalui pengamatan seorang pengukur dapat melihat bagaimana hal


tersebut ditunjukkan opertor. Dalam kehidupan sehari haripun hal ini sering bisa kita rasakan
yaitu bila di suatu waktu melihat seorang sedang bekerja. Dalam waktu yang tidak terlampau
lama kita dapat menyatakan, misalnya orang tersebut bekerjanya lambat atau sangat cepat.
Ketepatan penilaian, pengukur akan lebih teliti bila dia telah cukup berpengalaman apalagi
bila bagi jenis pekerjaan yang sedang diukur. Memang pengalaman banyak menentukan,
karena melalui pengalamanlah mata dan indera lain akan terlatih dalam memberikan
penilaian. Semakin berpengalaman seorang pengukur, semakin peka inderanya dalam
melakukan penyesuaian.

Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari


bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal itu yaitu; jika seorang
operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha usaha yang berlebihan
sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan
kesungguhan dalam menjalankan pekerjaanya.

60
Walaupun usaha-usaha membakukan konsep bekerja wajar telah dilakukan, namun
penyesuaian tetap tampak sebagai suatu yang subjektif. Memang hal inilah yang dipandang
sebagai kelemahan pengukuran waktu dilihat secara ilmiah. Namun bagaimanapun
penyesuaian harus dilakukan karena ketidak wajaran yang menghasilkan ketidak normalan
data merupakan suatu hal yang bisa terjadi. Sehubungan dengan faktor penyesuaian
dikembangkanlah cara untuk mendapatkan harga p termasuk cara-cara yang berusaha
seobjektif mungkin.

9.2. Menentukan Faktor Penyesuaian


Cara persentase adalah cara yang merupakan cara yang paling awal digunakan
dalam melakukan penyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya di tentukan
oleh pengukur melalui pengamatan selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai pengukuran
dia menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal bila
harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Misalnya di pengukur berpendapat bahwa p =
110%. Jika waktu siklusnya terlah terhitung sama dengan 14,6 menit, maka waktu
normalnya:

Wn = 14,6 x 1,1 = 16,6 menit

Terlihat bahwa penyesuaiannya diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana.


Memang cara ini merupakan cara yang paling mudah dan sederhana, namun segera pula
terlihat adanya kekurang ketelitian sebagai akibat dari kasarnya cara penilaian. Bertolak
dari kelemahan ini dikembangkanlah cara cara lain yang dipandang sebagai cara yang lebih
objektif. Cara-cara ini umumnya memberikan patokan yang dimaksudkan untuk
mengarahkan penilain pengukur terhadap kerja operator. Akan dikemukakan beberapa cara
tersebut yaitu cara Shummard, Westinghouse dan objektif.

A. Cara Shummard

Cara Shummard memberikan patokan-patokan melalui kelas - kelas performence


kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri ( lihat tabel 9.1 ). Disini pengukur
diberi patokan untuk menilai performance kerja operator menurut kelas kelas Superfast, Fast
+, Fast, Fast - , Excellent dan seterusnya. Seorang yang dipandang bekerja normal diberi
nilai 60, dengan nama performance kerja yang lain dibandingkan untuk menghitung faktor
penyesuaian. Bila performance seorang operator dinilai Excellent maka dia mendapat nilai
80, dan karenanya faktor penyesuaiannya adalah p = 80/60 = 1,33
Jika waktu siklus rata - ratanya sama dengan 270,4 detik, maka waktu normalnya :

Wn = 270,4 x 1,33 = 359,63 detik

B. Cara Westinghouse

Berbeda dengan cara Shumard diatas, cara Westinghouse mengarahkan penilaian


pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidak wajaran dalam bekerja

61
yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja dan Konsistensi, Setiap faktor terbagi kedalam
kelas-kelas dengan nilai masing - masing.

Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang
ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ketingkat
tertentu saja. Tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan
pekerjaan yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan aptitude pekerja
untuk pekerjaan yang bersangkutan. Keterampilan dapat juga menurun yaitu bila telah
terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti
karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pangaruh lingkungan
sosial dan sebagainya.

Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-
ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan pada buku acuan 1.

Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan kelas
keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri,
koordinasi, irama gerakan, bekas bekas latihan dan hal hal yang serupa. Dengan
pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja di lihat dari segi
keterampilannya. Karenanya faktor penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat lebih efektif.

Untuk usaha atau Effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan
ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah kesungguhan yang
ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Untuk keperluan
penyesuaian usaha dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang
dikemukakan pada buku acuan 1.

Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam
prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempuyai keterampilan rendah bekerja dengan
usah yang lebih sungguh sungguh sebagai imbangnya. Kadang kadang usaha ini begitu
besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan. Sebaliknya
seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang
tidak mendukung dihasilkannya performance yang lebih baik lagi. Jadi walaupun hubungan
antara kelas tinggi pada keterampilan dengan usaha tampak erat sebagaimana juga
dengan kelas-kelas rendahnya (misalnya Excellent dengan Excellent, Fair dengan Fair dan
sebagainya), kedua faktor ini adalah hal - hal yang dapat terjadi secara terpisah didalam
pelaksanaan pekerjaan. Karena cara Westinghouse memisahkan faktro keterampilan dari
usaha dalam rangka penyesuaian.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah
kondisi fisik lingkugnannya seperti keadaan pencahayaan ,temperatur dan kebisingan
ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsisten merupakan apa
yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupkan suatu operator yang diterima apa
adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi
sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang
merubah atau memperbaikinya.

Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu Ideal, Excellent, Good, Average, Fair
dan Poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan
karakteristiknya masing-masing pekerjaan membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Suatu

62
kondisi yang dianggap good untuk suatu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair atau
bahkan poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang
paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu memungkinkan performance
maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak
membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat pencapaian performace yang
baik. Sudah tentu suatu pengetahuan tentang keadaan bagimana yang disebut ideal, dan
bagaimana pula yang disebut poor perlu dimiliki agar penilian terhadap kondisi kerja dalam
rangka melakukan penyesuaian dapat dilakukan denan seteliti mungkin.

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor ini
perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka
yang dicatat tidak pernah semuanya sama; waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja
selalu berubah-ubah dari satu siklus kesiklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke
hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika
variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana halnya dengan
faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu : Perfect, Excellent,
Good, Average, Fair dan Poor. Seseorang yang bekerja perfect adalah yang teoritis mesin
atau pekerjaan yang waktunya dikendalikan mesin merupakan contoh dimana variasi waktu
tidak diharapkan terjadi. Sebaliknya konsistensi yang poor terhadi bila waktu waktu
penyelesaiannya berselisih jauh dari rata rata secara acak. Konsistensi rata-rata atau
average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar
walaupun ada satu dua yang letaknya jauh.

Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor diatas diperhatikan
pada tabel 9.2. Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan yang dianggap wajar
diberi harga p = 1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan ini harga p nya
ditambah dengan angka - angka yang sesuai dengan ke empat faktor diatas. Sebagai
contoh jika waktu siklus rata-rata sama dengan 124,6 detik dan waktu ini dicapai dengan
keterampilan pekerja yang dinilai fair (E1). Usaha good (C2), kondisi excellent (B) dan
konsistensi poor (F), maka tambahan terhadap p = 1 adalah :

Keterampilan : Fair (E1) = - 0,05


Usaha : Good (C2) = + 0,02
Kondisi : Excellent (B = + 0,04
Konsistensi : Poor (F) = - 0,04 +

Jumlah : = - 0,03

Jadi p = (1- 0,03) atau p = 0,97 sehingga waktu normalnya :

Wn = 270,4 x 0,97 = 262,29 detik

Agar diperhatikan oleh para pembaca bahwa p yang besarnya sama dengan 0,97
bukanlah sekedar hasil penjumlahan nilai dari kelas kelas yang bersangkutan tetapi juga
merupakan hasila interaksi dari kelas kelas keempat faktor tersebut. Artinya nilai-nilai
tersebut hanya dapat berlaku setelah dijumlahkan (baca : diinteraksikan) satu sama lain.
Jika penilian hanya dilakukan terhadap sebagian dari 4 faktor tersebut, angka - angka
tersebut tidak berlaku, dan tentunya akan memberikan harga p yang tidak wajar.

63
C. Cara Objektif

Akhirnya sampailah kita dengan cara penyesuaian terakhir yang akan dibahas di sini
yaitu cara objektif yaitu cara yang memperhatikan 2 faktor: kecepatan kerja dan tingkat
kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama menentukan
berapa besarnya heraga p untuk mendapatkan waktu normal. Kecepatan kerja adalah
kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini pengukur harus
melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang ditunjukkan oleh operator.
Jika operator bekerja dengan kecepatan wajar kepadanya diberi nilai satu; atau p1 = 1.
Notasi p adalah bagian dari faktor penyesuaian yaitu untuk kecepatan kerjanya. Jika
kecepatan dianggap terlalu tinggi maka p1 > 1 dan sebaliknya p1 < 1 jika terlalu lambat. Cara
menentukan besarnya p , ini tidak berbeda dengan cara menentukan faktor penyesuaian
dengan cara presentase yang telah dibicarakan diatas. Perbedaannya terletak pada yang
dinilainya. Pada yang ditulis terakhir yang dinilai adalah keadaan keseluruhan yaitu semua
keadaan yang dianggap berpengaruh pada kewajaran kerja, sedangkan pada cara objektif
yang dinilai hanya kecepatannya saja.

Untuk kesulitan kerja disediakan sebuah tabel yang menunjukkan berbagai keadaan
kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut. Memerlukan banyak anggota badan,
apakah ada pedal kaki dan sebagainya. Ini semua diperlihatkan pada tabel 9.3. Angka
angka yang ditunjukukan disini adalah dalam perseratus dan jika nilai dari setiap kondisi
kesulitan kerja yang bersangkutan dengan pekerjaan yang sedang diukur dijumlahkan atan
menghasilkan p2 yaitu notasi bagi bagian penyesuaian objektif untuk tingkat kesulitan
pekerjaan. Jadi jika untuk satu pekerjaan diperlukan gerakan-gerakan lengan bagian atas,
siku, pergelangan tangan dari jari (C), tidak ada pedal kaki (F), kedua tangan bekerja
bergantian (H), koordinasi mata dengan tangan sangat dekat (L), alat yang dipakai hanya
memerlukan sedikit control (0)), dan berat benda yang ditangani 2,3 kg, maka :

Bagian badan yang dipakai : C-2


Pedal kaki : F=0
Cara menggunakan kekuatan tangan : H=0
Koordinasi mata dengan tangan : L=7
Peralatan : 0=1
Berat : B - 5 = 13

Jumlah : = 23
Sehingga p2 = (1+ 0,23) atau p2 = 1,23

Faktor penyesuaian dihitung dengan :

p = p1 x p2

Jadi kalau p1 telah dinilai besarnya sama dengan 0,9 maka faktor penyesuaian untuk
operator yang bersangkutan adalah: p = 0,9 x 1,23 = 1,11

Jadi p = 1,11 sehingga waktu normalnya :

Wn = 270,4 x 1,11 = 300,14 detik

64
Telah dikemukakan bahwa cara Shummard, Westinghouse dan obyektif
dimaksudkan untuk lebih mengobyektifkan penyesuaian karena cara presentase sangat
dipengaruhi oleh subyektifitas pengukur. Memang pada cara yang disebut terakhir, seorang
pengukur melakukan penilian keseluruhan, yaitu menilai semua faktor yang dianggap
berpengaruh sekali. Dengan cara ini pengukur tidak mempunyai sistematika yang jelas
sehingga jika dia memberi harga p = 1,20 dan kepadanya ditanyakan seberapa (misalnya)
besar faktor kondisi telah diperhitungkan dalam angka tersebut, ia akan sulit menjawabnya

Bila pekerjaan yang sama dinilai secara Westinghouse misalnya, pengukur


diarahkan penilaiannya melalui faktor-faktor yang berpengaruh dan melalui kelas-kelas dari
setiap faktor. Dengan cara seperti ini mungkin saja diperoleh p = 1,28 atau p = 1,16 yang
berbeda dengan p yang dipeoleh dengan cara persentase. Tidaklah mudah untuk
menyatakan yang mana yang lebih baik karena keduanya tetap diperoleh dari penilaian
pribadi pengukur.Bagaimanapun perbedaan terdapat diantara cara-cara diatas jelas kiranya
bahwa cara-cara seperti Shummard, Westinghouse, objekti dan lain-lain, dimaksudkan
untuk lebih mengobjektifkan cara. Dan memang dirasakan lebih objektif.

Tabel 9.1.

FAKTOR PENYESUAIAN MENURUT CARA SHUMARD

KELAS PENYESUAIAN

Superfast 100
Fast + 95
Fast 90
Fast - 85
Excellent 80
Good + 75
Good 70
Good - 65
Normal 60
Fair + 55
Fair 50
Fair - 45
Poor 40

Tabel 9.2.

65
PENYESUAIAN MENURUT WESTINGHOUSE

FAKTOR KELAS LAMBANG PENYESUAIAN

KETERAMPILAN Superskill A1 + 0,15


A2 + 0,13
Excellent B1 + 0,11
B2 + 0,08
Good C1 + 0,06
C2 + 0,03
Average D 0,00
Fair E1 - 0,05
E2 - 0,10
Poor F1 - 0,16
F2 - 0,22

USAHA Excessive A1 + 0,13


A2 + 0,12
Excellent B1 + 0,10
B2 + 0,08
Good C1 + 0,05
C2 + 0,02
Average D 0,00
Fair E1 - 0,04
E2 - 0.08
Poor F1 - 0,12
F2 - 0,17

KONDISI Ideal A + 0,06


KERJA Excellenty B + 0,04
Good C + 0,02
Average D 0,00
Fair E - 0,03
Poor F - 0,07

KONSISTENSI Perfect A + 0,04


Excellenty B + 0,03
Good C + 0,01
Average D 0,00
Fair E - 0,02
Poor F - 0,04

66
Tabel. 9.3

PENYESUAIAN MENURUT TINGKAT KESULITAN, CARA OBYEKTIF

KEADAAN LAMBANG PENYESUAIAN

ANGGOTA BADAN TERPAKAI

Jari A 0
Pergelangan tangan dari jari B 1
Lengan bawah, pergerlangan tangan dan jari C 2
Lengan atas, lengan bawah dsb. D 5
Badan E 8
Mengangkat beban dari lantai dengan kaki E2 10

PEDAL KAKI

Tanpa pedal, atau satu pedal dengan


sumbu dibawah kaki F 0
Satu atau dua pedal dengan sumbu
tidak dibawah kaki G 5

PENGGUNAAN TANGAN

Kedua tangan saling bantu atau


bergantian H 0
Kedua tangan mengerjakan gerakan
yang samap pada saat yang sama H2 18

KOORDINASI MATA DENGAN TANGAN

Sangat sedikit I 0
Cukup dekat J 2
Konstan dan dekat K 4
Sangat dekat L 7
Lebih kecil dari 0,04 cm M 10

PERALATAN

Dapat ditangani dengan mudah N 0


Dengan sedikit kontrol O 1
Perlu kontrol dan penekanan P 2
Perlu penanganan hati hati Q 3
Mudah pecah, patah R 5

67
Tabel. 9.3 (Lanjutan)

PENYESUAIAN MENURUT TINGKAT KESULITAN, CARA OBYEKTIF

KEADAAN LAMBANG PENYESUAIAN

BERAT BADAN (Kg)

tangan kaki

0,45 B-1 2 1

0,90 B-2 5 1

1,35 B-3 6 1

1,80 B-4 10 1

2,25 B-5 13 3

2,70 B-6 15 3

3,15 B-7 17 4

3,60 B-8 19 5

4,05 B-9 20 6

4,50 B-10 22 7

4,95 B-11 24 8

5,40 B-12 25 9

5,85 B-13 27 10

6,30 B-14 28 10

Sumber : Tabel tersebut diatas dari Z. Sutalaksana, 1982.

68
9.3. Konsep Faktor Kelonggaran

Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan
menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya. Pada modul lalu telah
ditunjukkan bagaimana langkah-langkah sebelum dan pada saat-saat pengukuran
seharusnya dilakukan. selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan
penyesuaian, satu hal lain yang kerapkali terlupakan adalah menambahkan kelonggaran
atas waktu normal yang telah didapatkan.

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan
rasa fatique, dan hambatan - hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini
merupakan hal - hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selama
pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran
dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.

A. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi

Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum
sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan teman
sekerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja.

Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak; tidak bisa misalnya,
seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk
sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak saja
merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar) tetapi
juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat
bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti berbeda beda
dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai kerakteristik
sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda beda. Penelitian yang khusus perlu
dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat seperti dengan
sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya
kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita; misalnya untuk pekerjaan-
pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi kerja normal pria memerlukan 2 - 2,5 dan wanita 5%
(persentase ini adalah dari waktu normal). Tabel 9.4 menunjukkan besarnya kelonggaran
untuk kebutuhan pribadi dan untuk menghilangkan rasa fatique untuk berbagai kondisi kerja.

B. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah
maupun kwalitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini
adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat
mana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada
saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena
masih banyak kemungkinnan lain yang dapat menyebabkannya.

69
Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan
performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan
ini akan menambahkan rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan
terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat
melakukan gerakan sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi
karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya
sedemikian rupa sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukkan untuk
menghilangkan rasa fatique ini.

Pada modul ini antara lain membahas macam dan sebab-sebab fatique. Disini di
tunjukkan bagaimana pendekatan-pendekatan dilakukan untuk menghitung masalah-
masalah fatique. Dalam bab tersebut dikemukakan pula bagaimana fatique merupakan hal
yang akan terjadi pada diri seorang sebagai akibat melakukan pekerjaan. Karena itulah
kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah karena fatique ini perlu ditambahkan. Besarnya
kelonggaran ini dan kelonggaran untuk kebutuhan pribadi ditunjukkan pada tabel 9.4.

C. Kelonggaran Untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai


hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan
menganggur dengan sengaja ada pula hambantan yang tidak dapat dihindarkan karena
berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama
jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun
harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus
diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.

Beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah :

- Menerima atau meninta petunjuk kepada pengawas


- Melakukan penyesuaian - penyesuaian mesin
- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang
patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
- Mengasah peralatan potong
- Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang
- Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan
- Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.

Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian situ sangat bervariasi dari suatu


pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain karena
banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian suplai alat dan
bahan dan sebagainya. Salah satu cara yang baik yang biasanya digunakan untuk
menentukan besarnya kelonggaran bagi hambantan tak terhindarkan adalah dengan
melakukan sampling pekerjaan yang tekniknya dibahas dalam modul yang akan datang.

70
9.4. Menentukan Faktor Kelonggaran

Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal diatas
yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan yang tak
terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain dapat diperoleh dari tabel 9.4 yaitu dengan
memperhatikan kondisi-kondisi yang sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Untuk
yang ketiga dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerjaan.
Kesemuanya, yang biasanya masing-masing dinyatakan dalam presentase dijumlahkan;
dan kemudian mengalihkan jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung
sebelumnya.

Misalkan suatu pekerjaan yang sangat ringan yang dilakukan sambil duduk dengan
gerakan-gerakan yang terbatas, membutuhkan pengawasan mata terus menerus dengan
pencahayaan yang kurang memadai, temperatur dan kelembaban ruangan normal, sirkulasi
udara baik, tidak bising. Dari tabel didepan didapat prosentase kelonggaran untuk
kebutuhan pribadi dan untuk fatique sebagai berikut :

(7 + 0 + 3 + 5 + 2,5 + 0 + 2) % = 19,5%

Jika dari sampling pekerjaan didapatkan bahwa kelonggaran untuk hambatan yang tidak
terhindarkan adalah 5% maka kelonggaran total yang harus diberikan untuk pekerjaan itu
adalah (19,5 + 5) % = 24,5%.

Jika waktu normalnya telah dihitung sama dengan 5,5 menit, maka waktu bakunya adalah :
5,5 + 0,245 (5,5) = 6,85 menit.

Menentukan faktor kelonggaran dengan mengamati kondisi operator dan


pekerjaannya serta lingkungan kerjanya.

Misalnya suatu pekerjaan :

FAKTOR Kelonggaran % Kelonggaran %


Contoh pekerjaannya Ref. Diambil
A Tenaga yg dikeluarkan 6,0 7,5 7
sangat ringan
B Sikap Kerja 0,0 1,0 0
duduk
C Gerakan kerja 0,0 5,0 3
agak terbatas
D Kelelahan Mata 2,0 5,0 5
terus menerus
E Keadaan Temperatur T. Ker. 0,0 5,0 2,5
temperatur normal
F Keadaan atmosfir 0 0
siklus udara baik
G Keadaan lingkungan baik 1,0 3,0 2
tidak bising, berulang 2

71
Sub total 19,5
Kebutuhan pribadi 2,0 5,0 2,5
Wanita
Hambatan yg tak terhidarkan 2,5
Total kelonggaran 24,5

Tabel 9.4 . BESARNYA KELONGGARAN BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR


YANG BERPENGARUH

FAKTOR CONTOH PEKERJAAN KELONGGARAN ( % )

EKIVALEN BEBAN
A. TENAGA YG RIA WANITA
DIKELUARKAN
1. Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk tanpa beban 0,0- 6,0 0,0- 6,0
2. Sangat ringan Bekerja dimeja, berdiri 0,00-2,25 kg 6,0-7,5 6,0- 7,5
3. Ringan Menyekop , ringan 2,25-9,00 7,5-12,0 7,5-16,0
4. Sedang Mencangkul 9,00-18,00 12,0-19,0 16,0- 30,0
5. Berat Mengayun palu yg berat 19,00-27,00 19,0-30,0
6. Sangat berat Memanggul beban 27,00 50,00 30,0-50,0
7. Luar biasa berat Memanggul karung berat Diatas 50 kg
B. SIKAP KERJA
1. Duduk Bekerja dudu, ringan 0,0 - 1,0
2. Berdiri diatas dua kaki Badan tegak, ditumpu dua kaki 1,0 - 2,5
3. Berdiri diatas satu kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol 2,5 - 4,0
4. Berbaring Pada bagian sisi , belakang atau 2,5 - 4,0
depan badan
5. Membungkuk Badan dibungkukkanbertumpu pada 4,0 - 10,0
dua kaki
C. GERAKAN KERJA
1. Normal Ayunan bebas dari palu 0
2. Agak terbatar Ayunan terbatas dari palu 0 - 5
3. Sulit Membawa beban berat dengan satu 0- 5
tangan
4. Pada anggota badan Bekerja dengan tangan diatas kepala 5 - 10
terbatas Bekerja dilorongpertambangan yg
5. Seluruh anggota badan sempit 10 - 15
terbatas
D. KELELAHAN MATA *) PENCAHAYAAN
1. Pandangan yg BAIK BURUK
terputus-putus Membawa alat ukur 0,0 - 6,0 0,0 - 6,0
2. Pandangan yg hampir Pekerjaan-pekerjaan yang teliti

72
terus menerus Memeriksa cacat-cacat pada kain 6,0 - 7,5 6,0 - 7,5
3. Pandangan terus Pemeriksaan yang sanga teliti
menerus dgn fokus 7,5 - 12,0 7,5 - 16,0
berubah-ubah
4. Pandangan terus
menerus dgn fokus 19,0 - 30,0 16,0 - 30,0
tetap

Tabel 9. 4 . BESARNYA KELONGGARAN BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR


YANG BERPENGARUH ( LANJUTAN )

FAKTOR KELONGGARAN (% )

E. KEADAAN TEMPERATUR TEMPAT KERJA **) KELEMBABAN NORMAL


TEMPERATUR ( C) BERLEBIHAN
1. Beku dibawah 0
Diatas 10 diatas 12
2. Rendah 0 - 13
10 5 12 - 5
3. Sedang 13 - 22
50 8-0
4. Normal 22 - 28
05 0-8
5. Tinggi 28 - 38
5 40 8 - 100
6. Sangat tinggi diatas 38
Diatas 40 diatas 100

F. KEADAAN ATMOSFER ***)


1. Baik Ruang yg bervintilasi baik, udara segar 0
2. Cukup Vintilasi kurang baik, ada bau-bauan 05
3. Kurang baik Adanya debu beracun atau tidak beracun tapi 5 10
banyak
4. Buruk Adanya bau-bauan berbahaya harus 10 20
menggunakan alat pernafasan

G.KEADAAN LINGKUNGAN YANG BAIK

1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 0


2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 10 detik 01
3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 5 detik 13
4. Sangat bising 05
5. Jika faktor yg berpengaruh dapat menurunkan kualitas 05
6. Terasa adanya getaran lantai 5 10

73
7. Keadaan yg luar biasa (bunyi, kebersihan dll) 5 10

Sumber : Tabel tersebut diatas dari Z. Sutalaksana, 1982.

*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan


**) Tergantung juga pada keadaan ventilasi
***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim
Catatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria = 2 2,5 % dan
Wanita = 2 5 %

74
10. BAB X

10.1. Pengukuran Waktu Kerja dgn Jam Henti

Menurut Sutalaksana Z., 1982, dalam pengukuran waktu ini menggunakan jam henti
(stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling
banyak dikenal, dan karenanya paling banyak dipakai. Salah satu yang menyebabkan
adalah kesederhanaan aturan-aturan yang dipakai. Pengukuran waktu adalah pekerjaan
mengamati pekerja dan mencatat waktu waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun sikus
dengan menggunakan alat alat yang telah disiapkan diatas. Bila operator telah siap didepan
mesin atau ditempat kerja lain yang waktu kerjannya akan diukur, maka pengukur memilih
posisi tempat dia berdiri mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa
sehingga operator tidak terganggu gerakan gerakannya ataupun merasa canggung karena
terlampau merasa diamati, misalnya juga pengukur berdiri dekat didepan operator. Posisi ini
pun hendaknya memudahkan pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat
mengikuti dengan baik saat suatu siklus/elemen bermula dan berakhir. Umumnya posisi
agak menyamping dibelakang operator sejauh 1,5 meter merupakan tempat yang baik.
Berikut ini adalah hal hal yang dikerjakan selama pengukuran berlangsung.
Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan
pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan
untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Seperti telah dikemukakan, tingkat
ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan
pengukuran.
Untuk mengetahui beberapa kali pengukuran harus dilakukan, diperlukan beberapa
tahap pengukuran pendahuluan seperti dijelaskan berikut ini.
Pengukuran pendahuluan tahap pertama dilakukan dengan melakukan beberapa
kali pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya sepuluh kali atau
lebih. Setelah pengukuran tahap pertama ini dijalankan, tiga hal harus mengikutinya yaitu
menguji keserangaman data, menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan
kecukupan, dan bila jumlah pegukuran belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran
pendahuluan tahap kedua. Jika tahap kedua selesai maka dilakukan lagi, ketiga hal yang
sama seperti tadi dimana bila perlu dilanjutkan dengan pengukuran pendahulan tahap kerja.
Begitu seterusnya sampai jumlah keseluruhan pengukuran mencukupi untuk tingkat
ketelitian dan keyakinan yang dikehendaki. Istilah pengukuran pendahuluan terus digunakan
selama jumlah pengukuran yang telah dilakukan pada tahap pengukuran belum mencukupi.
Untuk jelasnya contoh berikut ini memperlihatkan bagaimana aturan tadi diikuti
misalnya pengukuran pendahuluan tahap pertama telah dilakukan dan menghasilkan 16
data yang diperlihatkan pada tabel berikut ini:

75
Pengukuran ke 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (menit) 14 10 12 15 17 18 15 16

Pengukuran ke 9 10 11 12 13 14 15 16
Waktu (menit) 11 9 14 16 10 18 14 15

Pemrosesan hasil pengukuran diatas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini
:
* Kelompokan ke 16 harga tersebut ke dalam sub grup-sub grup yang masing-masing berisi
4 harga pengukuran yang diperoleh secara berturut-turut, dan hitung harga rata-ratanya

sub grup ke Waktu penyelesaian Harga rata-rata


berturut-turut
1 14 10 12 15 12.75
2 17 18 15 16 16.50
3 11 9 14 16 12.50
4 10 18 14 15 14.25
Jumlah 56,00

* Hitung harga rata-rata dan harga rata-rata subgurp dengan :


Xi
X =
k

Dimana: X adalah harga rata-rata dari subgrup ke -1
k adalah banyaknya subgrup yang terbentuk sehingga :
56
X = = 14
4
* Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan :

=
( Xj X ) 2

N 1

dimana : N adalah jumlah pengamtan pendahuluan yang telah diselesaikan


Xj adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan
yang telah dilakukan. sehingga :

= (14 -14)2 + (10 - 14)2 + ........(15 - 14)2

16 - 1
122
= = 8,133 = 2,85
15

76
* Hitung standard deviasi dan distribusi harga rata-rata sub grups dengan :



x =
n

Dimana : n adalah besarnya sub grup sehingga

2,85
x = = 1.425
4

10.2. Pengujian Data Hasil Pengukuran


Data yang telah dikumpulkan akan dilakukan pengujian terlebih dahulu agar data
tersebut dapat dipergunakan kelayakan lebih lanjut.

Untuk pengujian keseragaman data, dengan tingkat keyakinan 99 % , maka dari kurva
normal didapat Z = 2.58 ~ 3

Tentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah (BKA dan BKB) dengan :


Batas Kontrol Atas (BKA) = X + Z. x


Batas Kontrol Bawah (BKB) = X - Z. x

Seluruh subgrup harus berada pada BKA dan BKB - data dikatakan seragam.

Sehingga : BKA = 14 + 3 (1,425) = 18,275

BKB = 14 - 3 (1,425) = 9,725

Batas-batas kontrol inilah yang merupakan batas apakah suatu sub grup seragam atau
tidak. Untuk contoh kita ternyata semua rata-rata grup berada dalam batas-batas tersebut.
Ini menunjukkan karena semua rata-rata sub grup berada dalam batas kontrol. Maka semua
harga yang ada dapat digunakan.

Untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan yaitu dengan pengujian


kecukupan data , menggunakan rumus :
2
Z
N Xj ( Xj )
2 2

N ' s
Xj


dimana N adalah jumlah pengamatan yang telah dilakukan. Rumus ini adalah untuk tingkat
ketelitian 10% dan tingkat kenyakinan 99%* .

77
Dengan memasukkan harga harga diatas kedalam rumus tadi didapat :

N = [ 3 / 0,10 16. (142 + 102 +.......+ 152) - (14 + 10 + ........+ 15)2 ]2

14 + 10 +........ + 15

2
1335,6
2
30 1952
224 = 35,52 36

N = =
224
Penurunan rumus ini serta rumus rumus yang sama untuk tingkat ketelitian dan keyakinan
yang lain diperhatikan pada lampiran.

Ini berarti untuk tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan tersebut masih diperlukan sekitar (36
- 16) = atau 20 kali pengukuran lagi. Maka harus dilakukan pengukuran tahap kedua.
Andaikan hasilnya seperti terlihat berikut ini :

Pengukuran ke 17 18 19 .......................................... 20

Waktu (menit) 13 12 16 ......................................... 14

Dalam contoh ini diperlihatkan bahwa jumlah pengukuran tahap kedua dan pertama adalah
20. Memang kita tidak perlu melakukan pengukuran tahap kedua sedemikian, sehingga
jumlah totalnya atau lebih karena umumnya dengan bertambahnya jumlah data harga N
cenderung mengecil. Gejala ini disebabkan juga karena operator telah semakin terbiasa
dengan pekerjaannya sehingga fluktuasi waktu yang dihabiskannya mengecil.

Dengan telah dikumpulkannya data ini, selanjutnya adalah melakukan


pengelompokkan data menjadi subgrup subgrup, dilanjutkan dengan menghitung harga
rata-rata dari subgrup dan seterusnya sama dengan yang dilakukan tadi sampai mendapat
BKA dan BKB baru. Jika semua harga rata-rata subgrup berada kedua batas ini maka
seperti tadi juga dihitung lagi berapa jumlah pengukuran yang diperlukan (harap
diperhatikan, bahwa perhitungan perhitungan pada tahap kedua ini mengikut sertakan data
dari tahap pertama).

Seandainya jumlah pengukuran yang diperlukan ternyata masih lebih besar dari
pada jumlah pengukuran yang telah dilakukan ( N > N , dimana dalam contoh kita N = 20 +
16 = 36 ), maka pengukuran tahap ketiga harus dilakukan. Pada tahap inipun urut urutan
pekerjaan sama dengan tahap tahap sebelumnya. Demikian seterusnya sampai jumlah
pengukuran yang diperlukan sudah dilampaui oleh jumlah yang telah dilakukan (N N).

Sedemikian jauh telah berulang kali disebutkan istilah-istilah tingkat ketelitian dan
tingkat keyakinan. Apakah sebenarnya arti dari hal hal ini? Begitu pula apa yang dimaksud

78
dengan pengujian keseragaman data? Karena kedua hal ini mempunyai peranan penting
dalam pengukuran maka modul terdahulu telah dibahas , semestinya sudah dipahami.

10.3. Perhitungan Waktu Siklus, Normal dan


Baku
Jika pengukuran - pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki
keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat - tingkat ketelitian
dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah
selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk
medapatkan waktu baku dari data yang terkumpul itu adalah sebagai berikut:

a. Hitung waktu siklus rata rata dengan :

Xj

Ws =

Dimana Xj dan N menunjukkan arti yang sama dengan yang telah dibahas
sebelumnya.

b. Hitung waktu normal dengan :

Wn = Ws x p

Dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini diperhitungkan jika pengukur


berpendapat bahwa opertor bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil
pengukuran waktu perlu disesaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu siklus
rata rata yang wajar, jika pekerja dengan wajar, maka faktor penyesuaiannya p sama
dengan 1 , artinya waktu siklus rata rata sudah normal. Jika bekerjanya terlalu lambat maka
untuk menormalkan pengukur harus memberi harga p < 1, dan sebaliknya P > 1, jika
dianggap bekerja cepat.

Karena hal hal mengenai faktor penyesuaian memerlukan pembahasan yang agak
panjang maka pembicaraan tentang cara menentukannya kita tunda dahulu sampai bab ini
selesai.

c. Hitung Waktu Baku :

Akhirnya setelah perhitungan diatas selesai, waktu baku bagi penyelesaian


pekerjaan kita dapatkan dengan :

Wb = Wn + ( Wn x i )

= Wn x (1 + i )

79
dimana i adalah faktor kelonggaran atau alllowance yang diberikan kepada pekerja untuk
meyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Kelonggaran ini biasanya di berikan
untuk hal hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan gangguan
gangguan yang mungkin terjadi yang tak dapat dihidarkan oleh pekerja. Umumnya
kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal. Pembahasan lebih jelas tentang
hal hal ini akan diberikan modul dengan pembahasan mengenai faktor penyesuaian dan
kelonggaran.

Contoh Pengukuran

Pada pengukuran pertama ini proses pengamatan dan pengukuran dengan sistem
pengukuran jam henti, juga focus pada kerja dan operator yang sama yakni gerakan mulai
saat pembukaan karton box, lalu pembukaan plastik dan pemasangan aksesories door
bagian R, dan pekerjaan dilakukan tetap sama hingga pengukuran selesai diukur.

Gambar proses kerja

Proses pembukaan Proses pembukaan plastic Proses pemasangan


karton boks part pembungkus part aksesories door R kulkas
bagian

Dari gambar diatas tahapan proses kerjanya dapat diuraikan sebagi

berikut sebagi berikut :

1. Gerakan tangan membuka setiap karton box dalam area WIP


Gerakan tangan menyobek tape karton
Gerakan membuka karton
2. Gerakan tangan membuka setiap plastik pembungkus
Gerakan mengambil part
Gerakan membuka pembungkus plastik
Gerakan memilih part yang NG atau OK
3. Gerakan tangan memindahkan part dari karton box ke door bagian R pada
produk yang berjalan di conveyor.
Gerakan tangan memindahkan part dari karton box ke product
Gerakan memasang part accesories ke product yang berjalan di conveyor

80
Pengukuran dengan sistem jam henti fokus pada satu operator dan satu
pekerjaan jam 8.00 hingga jam 17.30 yakni dari gerakan tangan mulai
membukaan satu karton box, lalu pembukaan plastik pembungkus hingga terakhir
gerakan tangan memasang aksesories door bagian R dengan product yang akan
diassembly berjalan di conveyor. Gerakan ini terus menerus dilakukan hingga
akhir pengukuran.
Hasil pengukuran
NONO Waktu pengukuran waktu kerja
(Jam) (Sekon/Unit)
1 8.00 0.35
2 8.30 0.37
3 9.00 0.38
4 9.30 0.37
5 10.00 0.55
6 10.30 0.45
7 11.00 0.34
8 11.30 0.44
9 13.00 0.4
10 13.30 0.34
11 14.00 0.42
12 14.30 0.39
13 15.00 0.4
14 15.30 0.34
15 15.00 0.42
16 15.30 0.39
17 16.00 0.36
18 16.30 0.35
19 17.00 0.42
20 17.30 0.4
Jumlah 7.66

81
Dirubah menjadi subgroups

Sub Waktu penyelesaian Harga


Groups
1 0.3 berturut-turut
0.5 0.4 0.4 0.3 rata-rata
0.41
5 5 6
2 0.3 0.4 0.3 0.3 0.3 0.37
7 5 4 4 5
3 0.3 0.3 0.4 0.4 0.4 0.40
8 4 2 2 2
4 0.3 0.4 0.3 0.3 0.4 0.40
7 4 9 9
Jumlah 1.58

Penyelesaian Kasus
A. Pengujian Data

Harga rata rata X = 1.58 / 4 = 0.39

Standard deviasi = 0.056

Batas control dengan tingkat keyakinan 99%, maka nilai Z = 2.58 ~ 3

untuk pengujian data di dapat,

BKA = X+ Z. Z
2

N Xj 2 ( Xj ) 2
= 0.39 + (3 x 0.025) N' s
Xj
= 0.46

BKB = X - Z.
2
3
0.1 59.87 7.66
2
= 0.39 (3 x 0.025)
'
= 0.31 7.66

Data Seragam berada dalam batas kendali

Untuk kecukupan data diambil tingkat ketelitian sebesar 10 %

maka didapat nilai N = 18.35

Dengan hasil nilai N < N maka data pengukuran tidak perlu ditambah dikarenakan Nilai
18.35 < 20.

B. Perhitungan Waktu Siklus ( Ws )

Waktu siklus merupakan waktu pengamatan dari beberapa kali

pengukuran yang dilakukan. Dari data yang telah didapat dan diuji data tersebut,
maka harga rata-rata dari data tersebut diatas adalah waktu siklus,

82
Xi 1,58

Ws = = = 0,395

N 4

C. Perhitungan Waktu Normal ( Wn )

Wn = Ws x p

Dengan faktor penyesuaian menurut shumard sesuai dengan tabel 2.1 maka
didapat nilai factor penyesuaian untuk menentukan waktu normalnya, dengan menganalisis
kerja operator bekerja secara normal 60 tetapi mengalami hambatan dalam perlu
membuka platik packaging part dalam area WIP dan performancenya fair 55 .

Maka didapatlah harga faktor penyesuian adalah p = 55/60 = 0.917

Wn = Ws x p = 0.395 x 0.917 = 0.362

D. Perhitungan Waktu Baku ( Wb )

Wb = Wn + ( Wn x i )

= Wn x (1 + i )

dimana i adalah faktor kelonggaran atau alllowance yang diberikan kepada pekerja untuk
meyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.

Dikarenakan pekerjaan dilakuan diatas konveyor yang berjalan makan


hambatan dalam proses kerja pemasangan menjadi faktor kelonggaran,

Wb = Wn x ( 1 x i )

= 0,362 x (1 + 0,25 ) = 0,453

Kelonggaran % Kelonggaran
FAKTOR Ref. %
Pekerja Wanita Diambil
Melepaskan rasa fatique
A Tenaga yg dikeluarkan sangat ringan 6,0 7,5 6,5
B Sikap Kerja berdiri ata dua kaki 1,0 2,5 2

C Gerakan kerja sulit 0,0 5,0 3

D Kelelahan Mata Pandangan terus menerus Pencahayaan baik


dengan fokus berubah 2 2
E Keadaan Temperatur T. Ker. 0,0 5,0 3,5
temperatur normal
F Keadaan atmosfir 0,0 5,0 0
Cukup(Ventilasi kurang baik ada bau2an)
G Keadaan lingkungan baik Bersih, sehat, 1,0 3,0 2
cerah dengan kebisingan rendah

83
Sub total 19

Kebutuhan pribadi Wanita 2,0 5,0 3

Hambatan yg tak terhidarkan 3

Total kelonggaran 25

Pada saat pengukuran standart waktu kerja yang ditentukan perusahaan saat itu adalah
0.18 sekon dalam setiap pekerjaan, dan dalam satu jam dapat dihasilkan 120 unit kulkas,
dengan 8 jam kerja ditambah 4 jam lembur maka unit yang dihasilkan dalam sehari 1440
unit dan dalam waktu sebulan 20 hari kerja maka unit yang dihasilkan 28800 unit sebulan,
tetapi hambatan yang terjadi akibat gerakan kerja yang rumit akibat tack time operator
bertambah untuk gerakan membuka packaging sehingga target produksi itu tersebut tidak
tercapai .

SOAL LATIHAN (1)

Suatu perusahaan Top in merencakan untuk mengadakan pengukuran kerja di jalur


produksinya. Untuk itu ia mencoba mengukur pekerja trampil pada jalur tersebut, yang
dianggap telah mewakili sejumlah pekerja lainnya. Apabila benda kerja A dan B setelah
diproses memiliki berat masing-masing 0,5 kg dan 1 kg. Perakitan kedua benda kerja
tersebut dilakukan di atas meja kerja M dengan posisi seperti gambar 2. Setelah dirakit
ditempatkan dalam sebuah wadah menunggu dikirim ke bagian pengepakan. Hasil
pengukuran waktu siklus dengan menggunakan jam henti dihasilkan data sebagai berikut :
( satuan dalam menit).

Pengamatan hari ke 1 2 3 4 5

Hasil pengkuran 26 30 20 27 28

28 26 24 18 21

( menit) 22 24 27 22 26

27 27 26 25 25

25 25 22 24 27

27 27 25 26 24

25 26 26 22 21

28 24 25 25 20

26 26 22 24 24

28 25 26 27 21

84
Sedangkan kelonggaran untuk hambatan yang tidak terhindarkan adalah 7%. Hasil
penelitian lebih lanjut menunjukkan bah'wa rata-rata pekerja menghabiskan waktunya untuk
menghilangkan rasa lelah, memenuhi kebutuhan pribadi dan lain-lain 24 %. Penilaian
kemampuan para pekerja adalah dengan menggunakan skala Westinghouse.

Pertanyaan :

a. Buatlah uraian dari elemen gerakan dari operator.

b. Jika tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 99% apakah jumlah

pengukuran tersebut telah seragam dan mencukupi.

c. Berapa waktu baku pembuatan pekerjaan tersebut ?

10.4. Konsep Pengukuran Waktu dengan


Sampling Pekerjaan

Menurut Z. Sutalaksana, 1982, pada awalnya cara ini dikembangkan di Inggis oleh
seorang yang bernama L.H. C Tippet dipabrik-pabrik tekstil di Inggis, tetapi karena berbagai
kegunaannya cara ini kemudian dipakai dinegara-negara lain secara lebih luas. Dari
namanya dapat diduga bahwa cara ini menggunakan prinsip-prinsip sampling dari ilmu
statistik. Cara jam henti sebenarnya jaga menggunakan ilmu statistik , tetapi pada sampling
pekerjaan hal ini tampak lebih nyata.

Cara ini, bersama-sama dengan pengukuran waktu jam henti, merupakan


cara langsung karena dilakukan dengan melakukan pengukuran secara langsung ditempat
berjalannya pekerjaan. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling
pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan
mengamatinya (ditempat pekerjaan) hanya sesaat-sesaat pada waktu-waktu yang
ditentukan secara acak.

Telah disebutkan diatas bahwa sampling pekerjaan dilakukan secara sesaat-sesaat


pada waktu-waktu yang ditentukan secara acak. Bagaimana suatu pengamatan demikian
dapat menghasilkan sesuatu yang berguna seperti waktu kerja? Untuk memahami berbagai
kegunaan sampling pekerjaan kiranya akan lebih baik kalau diketahui terlebih dahulu
bagaimana bekerjaanya cara ini.

Sebenarnya pengamatan sesaat-sesaat pada waktu-waktu yang acak tidak berbeda


dengan seorang mahasiswa yang mengunjungi temannya dirumahnya. Kunjungan ini
biasanya dilakukan pada waktu-waktu yang tidak menentu, kadang-kadang setiap hari
sekali, dua kali sehari, dua atau tiga hari sekali, atau mungkin juga seminggu sekali atau
kurang dari itu. Jika mahasiswa tersebut mengunjungi temannya, pada waktu-waktu yang
tidak tertentu seperti demikian dapat dikatakan dia melakukan kunjungan pada waktu-waktu
yang acak. Misalnya dia telah melakukan 19 kali kunjungan, dan 7 diantaranya tidak

85
menjumpai temannya karena sedang tidak berada dirumah. Berdasarkan pengalaman ini,
jika dia bertemu dengan temannya mungkin akan berkata: Wah, tampaknya kau sering tak
berada dirumah. Jika ia melakukan kunjungan-kunjungan lagi, katakanlah 100 kali, dan dari
keseratus kunjungan ini temannya tidak menjumpai sebanyak 75 kali, maka sekarang dia
dapat berkata rupanya tujuh puluh lima dari waktumu tidak dihabiskan dirumah.

Ilustrasi diatas tadi menunjukkan bagaimana kesimpulan tentang ada tidaknya suatu
kejadian dapat disimpulkan melalui kunjungan-kunjungan. Terlihat pula semakin banyak
kunjungan dilakukan semakin kuat dasar untuk mengambil kesimpulan. Begitu pula kurang
lebih apa yang terjadi dengan sampling pekerjaan. Kunjungan-kunjungan dilakukan untuk
mengetahui apa yang terjdi ditempat kerja yang bersangkutan. Cari catatan yang dilakukan
setiap kali kunjungan dapat dilihat berbagai kegiatan yang terjadi beserta berapa sering
(frekwensi) kegiatan itu teramati. Semakin tinggi frekwensinya semakin sering kegiatan
tersebut dan dapat pula diduga bahwa total waktu yang dibutuhkan semakin banyak.

Agar kesimpulan yang diambil lebih tepat, yaitu tidak sekedar mengira-ngira,
diperlukan teknik tertentu yang secara statistik dikenal sebagai sampling menduga
perbandingan populasi atau sampling for estimating population proportion.

86
11. BAB XI
11.1. Cara Pengukuran Waktu dengan
Sampling Pekerjaan

Pada dasarnya semua langkah-langkah dalam melakukan sampling pekerjaan tidak


berbeda dengan yang diketengahkan pada cara jam henti. Begitu pula langkah-langkah
yang dijalankan sebelum sampling dilakukan yaitu:

a. Menetapkan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan, yang akan
menentukan besarnya tingkat ketelitian dan keyakinan.

b. Jika sampling ditujukkan untuk mendapatkan waktu baku, lakukanlah penelitian


pedahuluan untuk mengetahui ada tidaknya sistem kerja yang baik. Jika belum,
perbaikan-perbaikan sistem kerja yang baik. Jika belum, perbaikan-perbaikan atas
kondisi dan cara kerja harus dilakukan dahulu.
c. Memilih operator atau operator-operator yang baik.

d. Bila perlu mengadakan latihan bagi para operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa
dengan sistem kerja yang dilakukan.

e. Melakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin didapatkan, secara terperinci .

f. Menyiapkan peralatan yang diperlukan berupa papan pengamatan, lembaran-lembaran


pengamatan pena atau pensil. Papan pengamatan yang digunakan disini tidak berbeda
dengan yang digunakan untuk pengukuran waktu jam henti

A. Pemisahan Kegiatan untuk Sampling Pekerjaan.

Diantara langkah - langkah sebelum melakukan sampling, mungkin pemisahan


kegiatan merupakan langkah yang agak berbeda dengan langkah serupa yaitu pembagian
pekerjaan atas elemen-elemen pada cara jam henti. Pada cara sampling kegiatan, yang
ingin diukur dipisahkan dari kegiatan-kegiatan lain yang mungkin terjadi. Bentuk yang paling
sederhana adalah memisahkan seluruh kegiatan menjadi dua bagian yaitu yang pertama
yang ingin diukur, dan yang kedua lainnya. Contoh pemisahan demikian adalah kegiatan
produktif dan non produktif. Bentuk lain yang lebih rumit adalah jika yang ingin diukur
beberapa kegiatan sehingga kemungkinan pengelompokkannya akan seperti ini:

Kegiatan 1 : Mengetik
Kegiatan 2 : menerima instuksi pimpinan
Kegiatan 3 : menelpon/melayani panggilan telepon
Kegiatan 4 : Membereskan arsip-arsip kantor
Kegiatan 5 : tugas keluar kantor
Kegiatan 6 : lain-lainnya

87
Pada contoh ini pengukur mungkin ingin mengetahui bagaimana distribusi penggunaan
waktu bagi kegiatan-kegiatan 1 sampai 5. Kegiatan-kegiatan lainnya yang mungkin banyak
sekali seperti mengobrol, membaca surat kabar, makan/minum, mengaggur dan sebagainya
tidak menjadi perhatiannya.

Sehubungan dengan pemisahan kegiatan-kegiatan ini, satu hal yang perlu


diperhatikan yaitu bahwa kegiatan-kegiatan tersebut harus mutually exclusive dan mutually
exhaustive artinya satu kegiatan terpisah sama sekali dari lainnya, dan jumlah semua
kegiatan tersebut adalah semua kegiatan yang mungkin terjadi di tempat pekerjaan
berlangsung.

B. Cara Menentukan Waktu Pengamatan Secara Acak.

Berulang kali telah disebutkan bahwa kunjungan-kunjungan dilakukan pada waktu -


waktu yang ditentukan secara acak. Untuk ini biasanya satu hari kerja dibagi kedalam
satuan-satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur. Biasanya panjang satu-
satuan waktu tidak terlampau singkat dan juga tidak terlampau panjang. Berdasarkan
satuan-satuan waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan.

Misalkan satu satuan waktu panjang 5 menit. Jadi satu hari kerja (7jam) mempunyai
84 satuan waktu. Ini berarti jumlah kunjungan per hari tidak lebih dari 84 kali. Jika dalam
satu hari akan dilakukan 36 kali kunjungan maka dengan bantuan tabel bilangan acak
ditentukanlah saat-saat kunjungan tersebut:

Tabel bilangan acak biasanya terdapat pada buku-buku statistik ataupun buku-buku
khusus tabel-tabel teknik. Dengan tabel ini kita pecahkan persoalan kita tadi. Angka-angka
pada tabel itu kita ikuti dua-dua sampai 36 kali. Tentu syaratnya adalah bahwa pasangan-
pasangan dua buah angka itu besarnya tidak boleh lebih dari 84 dan tidak boleh terjadi
pengulangan. Jadi didapat:

39 65 75 45 19 69 54 ................(36 pasang).

Dengan demikian kunjungan dilakukan pada satuan waktu ke 39, 65, ........(36 kali) yang
berarti pada jam 11. 15, 14. 25 dan seterusnya (jika jam kerja dimulai pukul 08.00 dan
berakhir pukul 16.00 dengan waktu istirahat antara 12.00 - 13.00). Kalau diurut dari awal
sampai akhir maka akan didapat daftar saat kunjungan dari kunjungan pertama sampai ke
tiga puluh enam.

Diatas telah dikatakan bahwa panjang satu satuan waktu tidak terlalu pendek dan
juga tidak terlalu panjang. Untuk yang pertama kiranya sudah jelas, yaitu bila terlalu pendek
misalkan satu menit ada kemungkinan mendapatkan 2 atau lebih kunjungan berturut-turut
setiap satu menit sekali yang tentunya menyulitkan. Untuk yang kedua mudah pula
dimengerti, yaitu akan menyebabkan jumlah kunjungan per hari terbatas yang berarti akan
menjadikan masa pengamatan sampling pekerjaan lebih lama.

88
11.2. Pengukuran Waktu dengan Sampling
Pekerjaan

Cara melakukan pengamatan dengan sampling pekerjaan juga tidak berbeda


dengan yang dilakukan untuk cara jam henti yaitu yang terdiri dari tiga langkah : melakukan
sampling pendahuluan, menguji keseragaman data dan menghitung jumlah kunjungan yang
diperlukan. Langkah-langkah ini dilakukan terus sampai jumlah kunjungan mencukupi yang
diperlukan untuk tingkat ketelitian dan tingkat kenyakinan yang diperlukan.

Disini dilakukan sejumlah kunjungan yang banyaknya ditentukan oleh pengukur biasanya
tidak kurang dari 30. Untuk mudahnya kita ikuti sebuah contoh sampling pekerjaan untuk
menghitung waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan. Katakanlah semua kegiatan-
kegiatan yang dilakukan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan disebut sebagai kegiatan
produktif, lainnya non-produktif. Selanjutnya dilakukan pengamatan-pengamatan sesaat
pada waktu-waktu yang acak sebanyak 144 kali, dan hasilnya sebagai berikut:

Kegiatan Frekwensi teramati pada hari ke jumlah

1 2 3 4

Produktif 24 29 30 26 109

Non produktif 12 7 6 10 35

Jumlah 36 36 36 36 144

% Produktif 67 81 83 72

B. Pengujian Keseragaman Dan Kecukupan Data

a. Keseragaman Data

Untuk ini kita tentukan batas-batas kontrolnya yaitu,


Dimana p adalah

p =
p i

p(1 p)
k BKB = p - 3
n


p(1 p)
BKA = p + 3 dengan pi adalah persentase produktif
n dihari ke - i dan k adalah jumlah hari

pengamatan.
CL = p

Maka n adalah :

89
n
n i

dengan ni adalah jumlah pengamatan yang dilakukan pada hari ke i selanjutnya


untuk contoh diatas didapat :

67 81 83 72
p = : 100 = 0,76
4

36 + 36 + 36 + 36

n = = 36

sehingga :

0,76(1 0,76)
BKA = 0,76 + 3 = 0,976
36

0,76(1 0,76)
BKB = 0,76 - 3 = 0,546
36

Ternyata semua harga-harga pi berada dalam batas-batas ini sehingga semuanya dapat
digunakan untuk menghitung banyaknya pengamatan yang diperlukan. Jika terdapat yang
diluar batas kontrol, maka pengamatan yang membentuk pi yang bersangkutan dibuang
karena berasal dari sistem sebab yang berbeda.

b. Kecukupan Data

Jumlah pengamatan yang diperlukan yang untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat
keyakinan 95% diketahui melalui rumus:

16001 p
2
1 p 1 p
2
Z 2
N = . N = =
s p 0,05 p p

dimana p adalah persentase produktif dari seluruh pengamatan yang telah dilakukan.

Untuk contoh tadi ,

109
p = = 0,757
144
Sehingga

90
1600 (1 - 0,757)
N = = 514
0,757

Jadi masih diperlukan (514-144) = 370 kali kunjungan lagi. Maka sampling tahap keduapun
dilakukan. Demikian seterusnya pengamatan dilakukan tahap demi tahap sampai jumlah
kunjungan yang telah dilakukan lebih banyak atau sama dengan yang seharusnya
dilakukan.

11.3. Perhitungan Waktu Siklus, Normal dan


Baku

Misalkan pada contoh kita diatas, akhirnya didapat bahwa jumlah pengamatan yang
diperlukan adalah 425 kali, dan jumlah pengamatan yang dilakukan 432 kali selama 12 hari
penuh atau sama dengan 5040 menit. Dari ke-432 pengamatan ini frekwensi kegiatan
produktif yang teramati adalah 343, maka :

a. - Jumlah pengamatan 432


- jumlah produktif 343
- persentase produkti 343/432 x 100% = 79,4%
b. - Jumlah menit pengamatan 5040 menit
- jumlah menit produktif 79,4/100 x 5040 = 4002 menit
c. - Jumlah barang / produk yang dihasilkan
selama masa pengamatan 370 unit
- Waktu diperlukan / unit 4002/370 = 10,82 menit
d. - Faktor Penyesuaian (misal) 0,95
- Waktu normal (10,82 x 0,95) = 10,28 menit
e. - Faktor Kelonggaran (misal) 12%
- Waktu baku 10,28 + 0,12 (10,28) = 11,51 menit

Disini dianggap bahwa pekerjaan menyelesakan produk yang bersangkutan


sepenuhnya manually controlled, artinya kecepatannya kerjanya sepenuhnya tergantung
pada pekerjaan yang bersangkutan. Bagaimana jika ada sebagian diantaranya yang
machine controlled yaitu yang kecepatanya sepenuhnya ditentukan oleh mesin?
Seandainya pada contoh kita tadi dari ke 343 kegiatan produktif 87 diantaranya
mechine controlled maka perhitungan diatas menjadi :
a. - Jumlah pengamatan 432
- jumlah produktif 343 = 79,4% (dari total)
- jumlah man. cont 256 = 74,6% (dari produktif)
- jumlah mach. cont 87 = 25,4% (dari produktif)
b. - Jumlah menit pengamatan 5040 menit
- jumlah menit produktif 4002 menit
c. - Jumlah barang dihasilkan 370 unit
- Waktu diperlukan / unit 10,82 menit

91
- Waktu man. cont/unit 0,746 x 10,82 = 8,07 menit
- Waktu mach. cont/unit 0,254 x 10,82 = 2,75 menit
d. - Faktor Penyesuaian (misal) 0,95 (dari salah satu metode)
- Waktu normal (8,07 x 0,95) + 2,75 = 10,42 menit
e. - Faktor Kelonggaran (misal) 12% (dihitung dari tabel lebih dahulu)
- Waktu baku 10,42 + 0,12 (10,42) = 11,67 menit

Terlihat bahwa faktor penyesauaian dikalikan hanya terhadap waktu manually


controlled karena memang faktor penyesuaian adalah untuk kegiatan-kegiatan demikian.
Yang machine controlled tidak perlu disesuaikan karena kegiatan-kegiatan ini dapat
dipastikan bekerja normal.

Karena cara bekerjanya seperti yang telah dikemukakan diatas, sampling pekerjaan
mempunyai beberapa kegunaan lain dibidang produksi, sampling untuk menghitung waktu
penyelesaian. Kegunaan-kegunaan tersebut adalah:

a. Untuk mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh pekerja atau
kelompok pekerja.
b. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau alat-alat dipabrik.
c. Untuk menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja tak langsung.
d. Untuk memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.
Distribusi pemakian waktu pekerj atau kelompok pekerja dan tingkat pemanfaatan
mesin-mesin atau alat-alat secara mudah diketahui dengan mempelajari frekwensi setiap
kegiatan atau pemakian dari catatan pengamatan setiap melakukan kunjungan. Keguanaan-
kegunaan sampling pekerjaan yang dikemukan ini tampak sebagai kelebihan cara ini
dibandingkan cara jam henti. Memang kecuali dengan melakukan pengukuran tak henti-
henti sepanjang hari, cara jam henti tidak dapat melakukan hal-hal diatas, bahwa dengan
jam henti sama sekali tidak dapat dilakukan pengamatan terhadap beberapa pekerjaan
sekaligus, yang pada sampling pekerjaan dengan mudah dijalankan, yaitu dengan cara
melakukan pengamatan ke beberapa pekerjaan disetiap kunjungan. Begitu pula dengan
pekerja-pekerja tak langsung yang tidak mudah diukur dengan jam henti karena tidak
menentunya kegiatan mereka.

Tentang lamanya pengamatan, ternyata pada umumnya cara sampling pekerjaan


membutuhkan waktu yang lebih bahkan tidak jarang lebih lama dari pada cara jam henti.
Misalkan saja jika tingkat-tingkat ketelitian dan kenyakinan yang diinginkan berturut-turut 5%
dan 95%. Maka untuk suatu kegiatan yang menghabiskan waktu 20% dari seluruh waktu
yang tersedia diperlukan 6400 kali kunjungan. Ini berarti memakan waktu 183 hari jika + 5
kali kunjungan dilakukan setiap jan disetiap hari yang mempunyai 7 jam kerja. Dengan kata
lain, jika yang hendak diukur waktu bakunya hanya satu pekerjaan saja, cara sampling
pekerjaan sering kali terlalu mahal. Memang dalam keadaan demikian cara jam henti dapat
memberikan hasil yang sama kwalitasnya dalam waktu yang jauh lebih cepat dan tentunya
biaya lebih murah.

92
12. BAB XII

12.1. Konsep Data Waktu Gerakan

Dengan Pengukuran Waktu Jam Henti, Sampling Kerja (Work Sampling) atau cara-
cara lain untuk menentukan waktu baku, penyelidikannya harus dilakukan secara
menyeluruh terus-menerus. Dengan Jam Henti misalnya, berpuluh-puluh bahkan mungkin
lebih pengamatan harus dilakukan terhadap pekerjaan yang diselidiki. Begitu pula dengan
sampling kerja, pengamatan acak (random) sesaat-sesaat harus dilakukan beratus sampai
beribu kali untuk mendapatkan hasil yang teliti. Sehingga untuk menentukan waktu baku
secara demikian membutuhkan waktu yang lama. Satu hal lain yang juga penting adalah
bahwa pengamatan hanya dapat dilakukan setelah suatu pekerjaan berjalan, sehingga
penentuan waktu bakunyapun baru diperoleh setelah kegiatan berlangsung beberapa lama.
Hal ini jelas kurang membantu pimpinan perusahaan atau pabrik dalam merencana kegiatan
produksi sebelumnya.

Suatu cara lain yang cukup teliti adalah dengan menggunakan kamera film untuk
pengamatan. Sudah dapat diduga biayanya akan sangat tinggi bila perekaman dilakukan
untuk setiap pekerjaan dipabrik.

Bersama dengan dihadapinya kenyataan-kenyataan ini, para ahli melihat bahwa


sebenarnya terdapat bagian-bagian dari suatu pekerjaan yang sama dengan bagian-bagian
dipekerjaan lain. Bahkan dalam sebuah pabrik, seringkali kesamaan bagian-bagian
pekerjaan ini terdapat. Hal ini mula-mula terlihat pada pekerjaan-pekerjaan pemotongan
logam. Misalnya hampir selalu terdapat pekerjaan mengangkat benda kerja dari tempatnya
dan memasangnya pada kedudukan baru dimesin. Ternyata kondisi benda kerja yang sama
(seperti berat dan bentuk) waktu penyelesaiannya dapat dikatakan untuk setiap macam
pekerjaan pemotongan.

Keadaan ini membawa mereka pada suatu penelitian lebih jauh tentang penentuan
waktu baku. Dikembangkanlah waktu baku untuk bagian-bagian pekerjaan dari suatu
pekerjaan yang kiranya terdapat pula pada banyak pekerjaan lain. Sehingga untuk suatu
pekerjaan, bila bagian-bagian pekerjaan yang harus dijalankan telah diketahui, maka waktu
baku sudah dapat ditentukan, yaitu dengan mensintesa waktu-waktu baku dari bagian-
bagiannya itu yang telah tersedia pada tabel-tabel.

Walaupun manfaat dari Data Waktu Baku ini dengan cepat dirasakan, namun masih
dijumpai adanya kekurangan. Hal ini sehubungan dengan kemungkinan lingkupan pekerjaan
yang dapat menggunakan tabel data waktu baku yang telah dibuat. Data Baku untuk
pekerjaan-pekerjaan pemotongan logam, misalnya umumnya tidak dapat dipakai untuk
pekerjaan-pekerjaan dipabrik kimia. Lebih jelas lagi terlihat bahwa data baku pekerjaan-
pekerjaan pabrik tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan kantor. Jadi data waktu
yang dibuat untuk suatu kelompok pekerjaan hanya berlaku untuk kelompok itu sendiri.
Maka para ahlipun berusaha untuk mendapatkan data waktu baku pekerjaan yang dapat
berlaku lebih umum. Hal ini kemudian dilakukan dengan memperhatikan elemen-elemen

93
gerakan sebagai perincian dari suatu pekerjaan. Jadi bukan lagi bagian pekerjaan
memindahkan benda kerja ke mesin yang dilihat, tetapi elemen-elemen gerakan apa yang
menjalankannya.

Yang dimaksud dengan elemen-elemen gerakan disini adalah serupa dengan yang
dimaksud oleh Gilbreth dan istrinya mengenai therblig-therblig, memang, dari therblig-
therblig inilah timbul gagasan mengurai suatu pekerjaan atas elemen-elemennya walaupun
elemen-elemen gerakan disini tidak selalu sama dengan yang dikemukakan Gillbreth. Cara
ini dikenal sebagai penentuan waktu baku dengan Data Waktu Gerakan.

Disamping dengan penyelidikan macromotion, data-data baku setiap elemen


gerakan diperoleh juga dari pengamatan-pengamatan dengan jam henti seperti yang
dikembangkan oleh Taylor. Karenanya Data Waktu Gerakan sebenarnya merupakan
perkembangan dari perpaduan antara penemuan-penemuan Taylor dan Gilbreth.

Berbagai cara pembagian suatu pekerjaan atas elemen-elemen gerakan telah


melahirkan beberapa metoda penentuan waktu baku secara sintersa. Terdapat diantaranya
Analisa Waktu Gerakan (Motion Time Analysis), Waktu Gerakan Baku (Motion Time
Standards), Waktu Gerakan Dimensi (Dimension Motion Time), Faktor Kerja (Work Factors),
Pengukuran Waktu Metoda (Motion Time Measurement), dan Pengukuran Waktu Gerakan
Dasar (Basic Motion Time). Yang akan dibahas disini adalah cara-cara yang paling banyak
dipakai yaitu dua cara yang disebut yakni : Faktor Kerja (Work Factors), dan Pengukuran
Waktu Metoda (Motion Time Measurement),

Dengan demikian, untuk pekerjaan apapun di pabrik atau tempat kerja lain, kita
dapat menentukan waktu bakunya dengan terlebih dahulu mengurai pekerjaan tersebut atas
elemen-elemen gerakannya, dan mensintesakan waktu-waktu elemen tersebut.

12.2. Pengukuran Faktor Kerja

Pada faktor kerja, suatu pekerjaan dibagi atas elemen-elemen gerak menjangkau
(Reach), Membawa (Move), Pegang (Grasp), Mengarahkan sementara (Preposition),
Merakit (Assemble), Lepas Rakit (Diaassamble), memakai (Use), Melepas (Release), dan
Proses Mental (Mental Proses), sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan.

Dalam menentukan waktu penyelesaian, yang diperhatikan adalah bagian badan


yang menggerakannya. Umumnya bagian badan yang bergerak adalah jari atau telapak
tangan, putaran lengan, lengan, badan atas telapak kaki, dan kaki. Selain itu diperhatikan
pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi lamanya waktu gerakan yaitu jarak, berat atau
hambatan, keadaan perhentian, pengarahan, kehati-hatian gerakan dan perubahan arah
gerakan, yang semuanya ini disebut sebagai faktor-faktor kerja.

Variabel dan Faktor Kerja

Ada empat variable yang diperhitungkan, yakni anggota badan yang digerakan, jarak yang
ditempuh, berat atau tahanan yang menghambat dan control manual yang diperlukan.

94
a. Anggota Bada

Dalam faktor kerja diperhatikan enam anggota badan berikut :

- Jari atau Telapak Tangan (F atau H)


Walaupun jari dan telapak tangan merupakan bagian-bagian badan yang tidak sama,
penyelidikan faktor kerja menunjukkan bahwa perbedaan waktu diantaranya sangat kecil
dan dapat diabaikan sehingga dapat dianggap sama.

Yang dimasud dengan gerakan-gerakan jari dan telapak tangan adalah gerakan bagian-
bagian badan ini baik maupun telapak tangan yang bersumbu pada pergelangan tangan.

- Putaran Lengan (FS)

Yang dimaksud disini adalah bila lengan bagian bawah berputar pada sumbunya sementara siku
tertekuk. Selain itu bila seluruh tangan berputar pada sumbunya dengan berpangkal pada bahu
dan siku tidak tertekuk, termasuk dalam gerakan ini. Begitu pula kombinasi antara keduannya.
- Lengan (A)

Gerakan lengan terjadi bila lengan bawah begerak dengan sumbu siku, seluruh lengan
bergerak dengan sumbu bahu atau kombinasi keduanya.

- Badan Atas (T)


Gerakan badan atas dapat berupa gerakan kedepan, kebelakang, kesamping ataupun berputar.
- Telapak Kaki (FT)

Bila telapak kaki bergerak mengerjakan sesuatu, seperti ketika menginjak pedak gas
kendaraan, maka gerakannya disebut gerakan telapak kaki.
- Kaki (L)

Yang dimaksud dengan gerakan kaki adalah gerakan seluruh bagian kaki.

b. Jarak (D)

Yang dimasud dengan jarak adalah jarak lurus antara titik dimulainya gerakan sampai titik
berhentinya.

c. Berat atau Tahanan (W)

Dua gaya yang harus diperhatikan adalah tahanan yang harus diatasi dan berat
benda yang dipindahkan, Tahanan terjadi, misalnya pada pekerjaan mendorong sebuah
kotak pada sebuah meja, atau menekan sebuah pegas. Penyelidikan faktor kerja
menunjukkan bahwa berat atau tahanan, untuk sekelompok berat tertentu tidak mempunyai
perbedaan yang berarti dari lainnya sehingga perbedaan ini dapat diabaikan. Karenanya
pengaruh faktor ini pada waktu gerakan dibagi dalam beberapa kelompok berat.

95
d. Kontrol Manual

Kontrol manual suatu gerakan mempengaruhi lamanya gerakan. Semakin besar


kontrol diperlukan, semakin lama waktu yang dibutuhkannya. Besar kecilnya kontrol
ditentukan oleh berapa banyak diantara empat faktor dibawah ini yang tersangkut dalam
suatu gerakan:

1. Keadaan Perhentian Yang Pasti (Definite Stop)

2. Pengarahan (Steering)

3. Kehati-hatian (Precaution)

4. Perubahan Arah Gerak (Change Direction).

Keempat hal ini, beserta berat atau tahanan, dan jarak disebut sebagai faktor-faktor kerja.
Berikut ini adalah keterangan dari semua faktor-faktor kerja, kecuali berat dan tahanan yang
sudah diterangkan diatas.

1. Perhentian Yang Pasti (D)


Bila letak perhentian suatu gerakan merupakan tempat yang pasti maka perhentian ini
disebut Perhentian Pasti. Umumnya gerakan Jangkau yang mendahului gerakan pegang
atau angkut yang mendahului gerakan Pegang atau Angkat yang mendahului gerakan
Rakit harus berhenti pada suatu tempat yang pasti.
2. Pengarahan (S)
Bila suatu gerakan memerlukan pengarahan, faktor kerja yang tersangkut adalah
pengarahan. Seringkali faktor ini terjadi bersama Perhentian Pasti dimana untuk suatu
gerakan Rakit juga diperlukan faktor Pengarahan.
3. Kehati-hatian (P)
Gerakan yang pengerjaannya memerlukan kehati-hatian, misalnya untuk menghindari
kecelakaan atau kontrol lain, mengandung faktor kehati-hatian didalamnya.
4. Perubahan Arah Gerak (U)
Perubahan arah gerakan adalah faktor yang tersangkut bila dalam suatu gerakan terjadi
perubahan arah yang cukup tajam.

B. Waktu Gerak Menurut Cara Faktor Kerja Dan Cara Menggunakan Tabel

Waktu gerakan menurut Faktor Kerja dicantumkan dalam tabel-tabel Waktu Gerakan
Faktor Kerja. Pada suatu gerakan dengan tiada satu faktor kerja pun yang tersangkut
disebut gerakan dasar. Jika ada maka semakin banyak faktor kerja yang tersangkut,
semakin lama waktu yang dibutuhkannya. Harga-harga yang dicantumkan dalam tabel-tabel
tersebut belum memasukkan kelonggaran untuk kelelahan, kebutuhan-kebutuhan pribadi,
dan kelambatan yang tak dapat dihindarkan.

Tabel Waktu Gerakan Faktor Kerja mencantumkan waktu-waktu gerak menurut


anggota badan yang menggerakannya. pada bagian paling kiri setiap tabel terdapat kolom
jarak, yaitu jarak yang ditempuh setiap gerakan. Kolom sebelahnya adalah waktu untuk
gerakan tersebut bila gerakannya merupakan gerak dasar. Kolom--kolom berikutnya

96
dibawah Kepala-kepala 1, 2, 3, dan 4 masing-masing mencantumkan waktu gerak yang
mengandung 1, 2, 3, dan 4 faktor kerja.

Faktor-faktor kerja yang tersangkut tidak diperhatikan macamnya, melainkan


banyaknya. Jadi bukan faktor kerja yang mana yang berpengaruh, tetapi berapa faktor kerja
yang tersangkut di dalamnya.

Dibaris paling bawah untuk setiap kolom dicantumkan berat atau tahanan yang
menghambat gerakan untuk pria dan wanita. Berat yang ditulis untuk suatu kolom
merupakan batas tertinggi berat yang menunjukkan berapa faktor kerja yang tersangkut
karena adanya faktor ini (batas bawahnya ditulis pada kolom sebelumnya.). Tabel-tabel
lampiran menunjukkan hal ini.

Beberapa Contoh Notasi Untuk Gerakan


Notasi umum untuk setiap gerakan Pengukuran Waktu Faktor Kerja adalah :
a b c
dimana
a : adalah notasi untuk anggota badan yang bergerak
b : adalah jarak yang ditempuh
c : menyatakan banyaknya faktor kerja yang tersangkut dalam gerakan.

Waktu-waktu gerak yang dicantumkan pada Tabel Waktu Gerakan Faktor Kerja
bersatuan TU atau Time Unit yang berarti Satuan Pengukuran Waktu. Besarnya 1 TU sama
dengan 0,006 detik atau sama dengan 0,0001menit atau sama dengan 0,00000167 jam.

Berikut ini adalah beberapa buah contoh:


- Menjangkau sebuah benda yang terletak ditengah
meja, sejauh 10 inci A 10 D : 0.0061 menit
- Membawa benda seberat 5 lb.
sejauh 12 inci A 12 WD : 0,0085 menit

12.3. Pengukuran Waktu Metoda

Pengukuran waktu metoda membagi gerakan-gerakan kerja atas elemen-elemen


gerakan Menjangkau, Mengangkut, Memutar, Memegang, Posisi, Melepas, Lepas Rakit,
Gerakan Mata (Eye Movements) dan beberapa gerakan anggota badan lain.

Waktu untuk setiap elemen gerak ini ditentukan menurut beberapa kondisi yang
disebut dengan kelas-kelas. Kelas-kelas ini dapat menyangkut keadaan-keadaan
perhentian, keadaan obyek yang disentuh atau dibawa, sulit mudahnya menangani obyek
atau kondisi-kondisi dijelaskan dibawah ini.

Gerakan Dasar Pada Pengukuran Waktu Metode :

97
- Menjangkau ( R )
Menjangkau adalah gerakan dasar yang digunakan bila maksud utama gerakan adalah untuk
memindahkan tangan atau jari ke suatu tempat tujuan. Waktu yang dibutuhkan berubah-ubah
tergantung pada keadaan tujuan, panjang gerakan dan jenis menjangkau.

Ada lima kelas menjangkau yaitu :


Menjangkau Kelas A : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu tempat yang pasti, atau
kesuatu obyek ditangan lain.
Menjangkau Kelas B : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu sasaran yang tempatnya
berada pada jarak kira-kira tapi tertentu dan diketahui.
Menjangkau Kelas C : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu obyek yang tercampur
aduk dengan banyak obyek lain.
Menjangkau Kelas D : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu obyek yang sangat kecil sehingga
diperlukan suatu pegangan (grasping) yang teliti.
Menjangkau Kelas E : Adalah gerakan menjangkau kearah suatu sasaran yang tempatnya
tidak pasti (indefinite location).
- Mengangkut (M)
Mengangkut adalah gerakan dasar yang dikerjakan bila maksud utamanya adalah untuk
membawa suatu obyek kesuatu sasaran.
Ada tiga kelas mengangkut, yaitu :
Mengangkut Kelas A : Adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan obyek dari
suatu tangan ketangan lain, atau berhenti karena suatu penahan.
Mengangkut Kelas B : adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan obyek
kesuatu sasaran yang terletak tidak pasti.
Mengangkut Kelas C : adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan obyek
kesuatu sasaran yang letaknya pasti.

Waktu Yang dibutuhkan oleh gerak angkut dipengaruhi oleh keadaan sasaran, jarak
yang ditempuh, jenis angkut, dan berat obyek yang dipindahkan. Pengaruh berat pada
waktu gerak (terjadi bil berat lebih besar dari 21/2 lbs) ditambahkan pada waktu yang
diperoleh dari tabel.

- Memutar (T)
Memutar adalah gerakan yang dilakukan untuk memutarkan tangan baik dalam keadaan kosong
maupun berbeban. Waktunya tergantung pada besarnya derajat pemutaran dan beratnya.
- Memegang (G)
Memegang adalah elemen dasar yang digerakkan dengan maksud utama untuk mengusai sebuah
atau beberapa obyek baik dengan jari maupun dengan tangan untuk memungkinkan melakukan
dasar berikutnya. Diantara hal-hal yang mempengaruhi lamanya gerak ini adalah mudah sulitnya
dipegang, bercampur tidaknya obyek dengan obyek lainnya, bentuk obyek dan lain-lain.
- Melepas (RL)
Melepas adalah gerakan dasar melepas penguasaan atas suatu obyek dengan jari atau tangan.
Biasanya Lepas tidak membutuhkan waktu untuk melakukannya, kecuali bila gerakannya terpisah
dari gerak lainnya.
- Lepas Rakit (D)
Lepas Rakit adalah gerakan dasar untuk memisahkan suatu obyek dari obyek lainnya, dua hal
yang mempengaruhinya adalah mudah sulitnya dipisahkkan serta mudah sulitnya dipegang.

98
- Gerakan Mata (E)
Umumnya Gerakan Mata tidak mempengaruhi waktu gerakan, kecuali bila gerakan diarahkan
oleh mata.
Gerakan Gerakan Badan Lainnya :
Yang dimaksud pada bagian-bagian badan lainnya adalah kaki, telapak kaki, serta bagian-
bagian lain seperti lutut, pinggang dan lain-lain.

Notasi Untuk Gerakan.


Notasi umum setiap gerak Pengukuran Waktu Metoda adalah a b c
dimana :
a : adalah elemen gerak yang bekerja
b : jarak yang ditempuh
c : kelas dari gerak yang bersangkutan.
Waktu-waktu gerak yang dicantumkan pada tabel-tabel Pengukuran Waktu Metoda
bersatuan TMU atau Time Measurement Unit yang berarti Satuan Pengukuran Waktu.
Besarnya 1 TMU sama dengan 0,00001 jam atau sama dengan 0,0006 menit.
Berikut ini adalah beberapa buah contoh :
- Menjangkau sebuah benda yang terletak ditempatkan yang pasti
pada jarak 5 inci R 5 A : 6,5 TMU
- Memegang sebuah benda yang
sangat kecil G 1 B : 3,5 TMU

12.4. Penggunaan Data Waktu Gerakan


Sesuai dengan latar belakang perkembangannya, dibandingkan dengan cara- cara lain,
data waktu gerakan mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya:
1. Karena setiap elemen gerakan diketahui waktunya (dalam tabel-tabel), maka waktu
penyelesaian suatu operasi dapat ditentukan sebelum operasi tersebut dijalankan.
2. Waktu baku untuk setiap operasi dapat ditentukan dalam waktu yang singkat karena
hanya menyintesa waktu-waktu dari elemen-elemen gerakannya.
3. Karenanya pula biaya untuk menentukan waktu baku dengan cara ini sangat murah.
Ketiga kelebihan ini dijumpai juga pada cara data waktu baku.
Kelebihan-kelebihan lain dari data waktu gerakan adalah :
4. Untuk mengembangkan metoda yang ada. Disini dievaluasi waktu dari metoda lama dan
dikembangkan metoda baru.
5. Untuk membantu perancangan produk (produk design). Bila ternyata kondisi fisik suatu
produk (seperti berat, bentuk dan lain-lain) memberi pengaruh buruk terhadap waktu
kerja maka dapat diusahakan perbaikannya.
Terlihatlah bahwa waktu yang lama untuk menentukan waktu baku seperti yang
terdapat pada pengukuran waktu jam henti dan sampling kerja, biaya yang tinggi seperti
pada penyelidikan micromotion, penentuan yang baru dapat dilakukan setelah pekerjaan
berjalan sekian lama yang terjadi pada ketiga cara diatas, ataupun pemakaian yang agak
terbatas pada sekelompok pekerjaan tertentu seperti yang dijumpai dengan data waktu
baku, semuanya tidak dijumpai pada penentuan waktu baku dengan data waktu gerakan.

99
13. BAB XIII

13.1. Pengertian Beban Kerja

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas kerja sehari-hari. Adanya
massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh barat tubuh, memungkinkan kita untuk
dapat menggerakkan tubuh dan melakukan pekerjaan. Pekerjaan disatu pihak mempunyai
arti penting bagi kemajuan dan peningkatan prestasi. Di pihak lain , dengan pekerjaan
berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain bahwa setiap
pekerjaan merupakan beban bagi yang bersangkutan. Beban tersebut dapat berupa beban
fisik maupun beban mental.

Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja diterima oleh seseorang harus sesuai
atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan
manusia yang menerima beban tersebut. Menurut Sumamur (1984) bahwa kemampuan
kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung
dari tingkatan keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan
ukuran tubuh dari pekerjaan yang bersangkutan.

Beban kerja oleh karena faktor eksternal


Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja.
Yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan
lingkungan kerja, ketiga aspek ini sering disebut sebagai stressor.

- Tugas-tugas yang dilakukan baik yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, sikap kerja,
beban yang diangkat-angkut, peralatan , sarana informasi dll. Sedangkan tugas-
tugas yang bersifat mental , seperti tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab
terhadap pekerjaan , dll.
- Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja, seperti lamanya waktu
kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, model struktur organisasi, sistem
pelimpahan tugas dan wewenang , dll.
- Lingkungan kerja yang dapat memberikan beban tambahan kepada pekerja adalah ;
* lingkungan kerja fisik, seperti intensitas penerangan, kebisingan, temperatur
ruangan, getaran , dll. * lingkungan kerja kimiawi, seperti debu, gas-gas pencemar
udara, uap logam, dll. * lingkungan kerja biologis, seperti bakteri, virus, jamur, parasit
dll. * lingkungan kerja psikologis, seperti pemilihan dan penempatan tenaga kerja,
hubungan antara pekerja dengan pekerja, atasan dan bawahan, dll.

Beban kerja oleh karena faktor internal


Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri
sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal
sebagai strain . Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif.
Penilaian secara objektif , yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis. Sedangkan penilaian
subjektif dapat dilakukan secara subjektif berkaitan erat dengan harapan, keinginan,

100
kepuasan dll. Secara lebih ringkas faktor internal meliputi ; faktor somatis ( jenis kelamin,
umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi ) , faktor psikis ( motivasi, persepsi,
kepercayaan, keinginan, kepuasan dll. ).

13.2. Pengukuran Beban Kerja

A. Beban Kerja Fisik

Menurut Astrand & Rodahl (1977) bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan
dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak
langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan
melalui asupan oksigen selama bekerja. Meskipun metode dengan menggunakan asupan
oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan
diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung
adalah dengan menghitung denyut nadi selama kerja. Kemudian Konz (1996)
mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang
baik, kecuali dalam keadaan emosi. Katagori berat, ringan nya beban kerja didasarkan pada
metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung.

Tabel 1. Katagori Beban Kerja

Katagori beban kerja Konsumsi Vestilasi Suhu rektal Denyut


oksigen paru (C) jantung
(l/min) (l/min) (denyut/min)

Ringan 0,5 1,0 11 20 37,5 75 100

Sedang 1,0 1,5 20 31 37,5 38,0 100 125

Berat 1,5 2,0 31 43 38,0 38,5 125 150

Sangat berat 2,0 2,5 43 56 38,5 39,0 150 175

Sangat berat sekali 2,5 4,0 60 100 > 39 > 175

Sumber : Chris tensen ,1996

Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan
untuk penentuan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas
pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Semakin
berat beban kerja maka semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tampa
kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya.

Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakan otot adalah kebutuhan akan oksigen
yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembekaran zat dalam menghasilkan energi.
Sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh tubuh untuk bekerja merupakan salah

101
satu indikator pembebanan selama bekerja. Dengan demikian setiap aktivitas pekerjaan
memerlukan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Semakin berat pekerjaan yang
dilakukan maka akan semakin besar pula energi yang dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut
maka besarnya jumlah kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai petunjuk untuk
menentukan berat ringannya beban kerja.

Berkaitan hal tersebut , menurut Kepmennaker (1999), menetapkan kategori beban kerja
menurut kebutuhan kalori sebagai berikut :

Beban kerja ringan : 100 200 kilo kalori / jam


Beban kerja sedang : > 200 350 kilo kalori / jam
Beban kerja berat : > 350 500 kilo kalori / jam
Kebutuhan kalori dapat dinyatakan dalam kalori yang dapat diukur secara tidak langsung
dengan menentukan kebutuhan oksigen. . Komsumsi energi diukur dalam satuan Watt, 1
Watt = 1 Joule/detik, untuk konversi satuan energi setiap kebutuhan 1 liter oksigen akan
memberikan 4,8 kilo kalori energi yang setara dengan 20 KJ. Dalam satuan SI didapat 1 kilo
kalori = 4,2 kilojoule (KJ).

Konsumsi energi merupakan faktor utama dan tolak ukur yang dipakai sebagai penentu
besar/ringannya kerja fisik dilaksanakan. Proses Metabolisme merupakan fasa yang penting
sebagai penghasil energi yang diperlukan untuk kerja fisik. Besarnya energi yang dihasilkan
/ dikonsumsi dinyatakan dalam satuan kilo kalori(Kcal). Untuk kegiatan dengan klasifikasi
ringan (berjalan, berdiri/duduk, berpakaian) memerlukkan tambahan kalori kerja 600-
700Kcal/24 jam . Standar untuk energi Kerja 5.2 Kcal/menit adalah energi maksimum
yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan fisik sedang secara terus-menerus.

usia (tahun) Persentase Kemampuan (%)


20 - 30 100%
40 96%
50 96%
60 90%
65 75%

Tabel 2. Kebutuhan kalori perjam menurut janis aktivitas

Kilo Kalori/jam/kg
No. Jenis Aktivitas Berat Badan

1. Tidur 0,98
2. Duduk dalam keadaan istirahat 1,43
3 Membaca dengan intonasi keras 1,50
4 Berdiri dalam keadaan tenang 1,50
5 Menjahit dengan tangan 1,59
6 Berdiri dengan konsentrasi terhadap suatu objek 1,63
7 Berpakaian 1,69
8 Menyanyi 1,74
9 Menjahit dengan mesin 1,93
10 Mengetik 2,00

102
11 Menyetrika (berat setrika +- 2,5 kg) 2,06
12 Mencuci peralatan dapur 2,06
13 Menyapu lantai dengan kecepatan +- 38 kali permenit. 2,41
14 Menjilid buku 2,43
15 Pelatihan ringan 2,43
16 Jalan ringan dengan kecepatan +-3,9 km/jam 2,86
17 Pekerjaan kayu, logam dan pengecetan dalam industri 3,43
18 Pelatihan sedang 4,14
19 Jalan agak cepat dengan kecepatan +-5,6 km/jam 4,28
20 Jalan turun tangga 5,20
21 Pekerjaan tukang batu 5,71
22 Pelatihan berat 6,43
23 Pekerjaan kayu secara manual 6,86
24 Berenang 7,14
25 Lari dengan kecepatan +-8 km/jam 8,14
26 Pelatihan sangat berat 8,57
27 Jalan sangat cepat dengan kecepatan +-8 km/jam 9,28
28 Jalan naik tangga 15,80

Kebutuhan kalori perjam tersebut merupakan pemenuhan kebutuhan kalori terhadap energi
yang dikeluarkan akibat beban kerja utama. Sehingga masih diperlukan tambahan kalori
apabila terdapat beban kerja tambahan seperti , suhu lingkungan yang panas dan lain-lain.

Contoh :

Seorang pekerja laki-laki dengan berat badan 65 kg, bekerja sebagai tukang batu dibawah
terik matahari. Berdasarkan data tersebut maka dapat dilakukan penaksiran terhadap beban
kerja fisik yang diterima pekerja yang bersangkutan.

Kebutuhan kalori perjam tukang batu tersebut adalah 5,71 kilo kalori /kg-BB x 65 kg-BB =
371 kilo kalori / jam, termasuk katagori beban kerja berat. Hal tersebut belum termasuk
pertimbangan faktor tekanan panas yang dapat memberikan beban kerja tambahan.

Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam sehari
ditentukan oleh tiga hal :

1. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal .

Metabolisme basal adalah konsumsi energi secara konstan pada saat istirahat dengan
perut dalam keadaan kosong, yang mana tergantung pada ukuran berat badan dan
jenis kelamin

Dimana seorang laki-laki dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal +- 100 kilo
Joule(23,87 kilo kalori) per 24 jam kg-BB. Sedangkan seorang wanita dewasa
memerlukan kalori untuk metabolisme basal +- 98 kilo Joule(23,39 kilo kalori) per 24
jam kg-BB. Contoh seorang laki-laki dewasa dengan berat badan 60 kg akan

103
memerlukan kalori untuk metabolisme basal sebesar +- 6000 kilo Joule(1432 kilo kalori)
per 24 jam.

2. Kebutuhan kalori untuk kerja.

Kebutuhan kalori untuk kerja sangat ditentukan dengan jenis aktivitas kerja yang
dilakukan atau berat ringannya pekerjaan.

3. Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain diluar jam kerja.

Rerata-rata kebutuhan kalori untuk aktivitas lain diluar jam kerja adalah +- 2400 kilo
Joule(573 kilo kalori) untuk seorang laki-laki dewasa dan sebesar +- 2000 - 2400 kilo
Joule(477- 425 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa.

Beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah kilo kalori yang dikonsumsi,
tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima serta
tekanan panas dari lingkungan kerjanya yang dapat meningkatkan denyut nadi.
Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk
menghitung indeks beban kerja. Dan salah satu cara yang sederhana untuk menghitung
denyut nadi adalah dengan merasakan denyutan pada arteri radialis dipergelangan tangan.

Denyut nadi untuk mengistimasi indeks beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang
didefinisikan oleh Grandjean (1993) :

1. Denyut nadi istirahat : adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
2. Denyut nadi kerja : adalah rerata denyut nadi selama bekerja
3. Nadi kerja : adalah selisih antara Denyut nadi istirahat dan Denyut nadi kerja

B. Beban Kerja Mental

Selain beban kerja fisik , beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai. Namun
demikian penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik.
Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara
fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga
kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Pada hal secara moral dan
tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik,
karena lebih melibatkan kerja otak ( white-collar) dari pada kerja otot( Blue-collar). Dewasa
ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja-pekerja kantor, supervisor dan
pimpinan sebagai pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar. Menurut
Grandjean (1993) setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi
dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensor untuk diambil suatu
keputusan atau proses mengingat informasi yang lampau. Yang menjadi masalah pada
manusia adalah kemampuan untuk memanggil kembali atau mengingat informasi yang
disimpan. Proses mengingat kembali ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua.
Seperti kita tahu bahwa orang tua kebanyakan mengalami penurunan daya ingat. Dengan
demikian penilaian beban kerja mental lebih tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat
ketelitian, kecepatan maupun konstansi kerja . Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih
memerlukan kesiapsiagaan tinggi seperti petugas air traffic controllers di Bandara udara

104
adalah sangat berhubungan dengan pekerjaan mental yang memerlukan konsentrasi tinggi.
Semakin lama orang berkonsentrasi maka akan semakin berkurang tingkat
kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih tepat untuk menilai kesiapsiagaan tinggi adalah tes
waktu reaksi . Dimana waktu reaksi sering dapat digunakan sebagai cara untuk menilai
kemampuan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan mental.

13.3. Pengertian Kelelahan Kerja

Kelelahan bagi setiap orang lebih bersifat subjektif karena terkait dengan perasaan.

Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai dengan penurunan efisiensi dan ketahanan
dalam bekerja.

Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,
tetapi semuanya bermuara kepada penurunan efisiensi dan terjadinya penurunan vitalitas
dan produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan. Kelelahan merupakan suatu pola yang timbul
pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu . Gejala kelelahan
kerja adalah adanya perasaan lelah, penurunan kesiagaan, persepsi yang lambat dan
lemah disamping penurunan kerja fisik dan mental.

Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum.
Kelelahan otot adalah merupakan tremor pada otot (perasaan nyeri pada otot). Sedangkan
kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerjayang
disebabkan karena monotoni, intensitas, lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-
sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi ( Grandjean, 1993). Byrd dan Moore
(1986) menyatakan bahwa penurunan produktivitas kerja pada pekerja terutama oleh
adanya kelelahan kerja . ILO (1983) mengutarakan bahwa faktor yang mempengaruhi
terjadinya kelelahan kerja adalah adanya monotoni pekerjaan ; adanya intensitas dan durasi
kerja mental dan fisik yang tidak proporsional; faktor lingkungan kerja, cuaca dan
kebisingan; faktor mental seperti tanggung jawab, ketegangan dan adanya konflik-konflik;
serta adanya penyakit-penyakit, kesakitan dan nutrisi yang tidak memadai.

Faktor penyebab terjadinya kelelahan akibat kerja

Grandjean (1991 ) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di


industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/ mempertahankan kesehatan
dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress).
Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-
waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Faktor-faktor penyebab
kelelahan digambarkan seperti pada gambar 8.1.

Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja dinamis.
Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot
hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja
fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-
20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang

105
hari. Astrand & Rodahl (1977) berpendapat bahwa kerja dapat dipertahankan
beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang dikerahkan tidak melebihi
8% dari maksimum tenaga otot. Lebih lanjut Suma'mur (1982); Grandjean (1993), juga
menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat (Strenous), kemudian
mereka membandingkan antara kerja otot statis dan dinamis. Pada kondisi yang hampir
sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat
dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama. Waters & Bhattacharya (1996),
berpendapat agak lain, bahwa kontraksi otot baik statis maupun dinamis dapat
menyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu
ketahanan (Endurance time) otot terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada
jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot sebagai suatu prosentase tenaga maksimum
yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis
dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka
kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. Sedangkan
Annis & McConville (1996) berpendapat bahwa saat kebutuhan metabolisme dinamis
dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka
kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. Kemudian
mereka merekomendasikan bahwa, penggunaan energi tidak melebihi 50% dari tenaga
aerobik maksimum untuk kerja 1 jam; 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja 8
jam terus menerus. Nilai tersebut didesain untuk mencegah kelelahan yang
dipercaya dapat meningkatkan resiko cedera otot pada tenaga kerja.

Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat
statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan
merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis,
sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh.
Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran
kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun subjektif.

13.4. Pengukuran dan Mengatasi Kelelahan


A. Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung.
Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa
indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja.

Grandjean (1993) mengelompokan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa


kelompok, yakni :

1. Kuantitas dan Kualitas kerja yang dilakukan


Pada metode ini , kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja atau
proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor
yang harus dipertimbangkan , seperti target produsksi, prilaku dalm kerja.
Sedangkan kualitas output ( kerusakan produk, penolakan produk ) atau frekuensi
kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut
bukanlah merupakan causal factor.

106
2. Uji Psiko-motor ( Psychomotor test )
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah
satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu
reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat
kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan
nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau gayangan badan. Terjadinya
perpanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses
faal syaraf dan otot. Alat ukur waktu reaksi yang dikembangkan di Indonesia
biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.

3. Uji Hilangnya Kelipatan ( Flicker fusion test )


Dalam kondisi yang lelah , kemaqmpuan tenaga kerja untuk melihat kelipatan akan
berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak
antara dua kelipatan. Ujia kelipatan disamping untuk mengukur kelelahan juga
menunjukan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Perasaan kelelahan secara subjektif dengan menggunakan IFRC (Subjective Self


Rating Test - Industrial Fatique Research Committee ) dari Jepang, yang merupakan
salah satu pengukuran dengan menggunakan kuesioner, yang dapat
mengindentifikasi tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar
pertanyaan yang terdiri dari :

10 pertanyaan tentang pelemahan 4). Menguap


kegiatan : 5). Pikiran kacau
1). Persaan berat dikepala 6). Mengantuk
2). Lelah seluruh badan 7). Ada beban pada mata
3). Berat di kaki 8). Gerakan cangkung dan kaku

107
9). Berdiri tidak stabil 20). Tidak tekun dalam pekerjaan
10). Ingin berbaring
10 pertanyaan tentang
10 pertanyaan tentang gambaran pelemahan fisik :
pelemahan motivasi : 21). Sakit dikepala
11). Susah berfikir 22). Kaku dibahu
12). Lelah untuk bicara 23). Nyeri dipunggung
13). Gugup 24). Sesak nafas
14). Tidak terkonsentrasi 25). Haus
15). Sulit memusatkan perhatian 26). Suara serak
16). Mudah lupa 27). Merasa pening
17). Kepercayaan diri berkurang 28). Spasme dikelopak mata
18). Merasa cemas 29). Tremor pada anggota badan
19). Sulit mengontrol sikap 30). Merasa kurang sehat

B. Mengatasi Kelelahan

Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan saling mengkait
antara faktor yang satu dengan yang lain. Yang penting adalah bagai mana menangani
setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan
dengan tepat, maka harus diketahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan,
penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah,
seperti gambar dibawah ini.
PENYEBAB KELELAHAN CARA MENGATASI

1. Aktivitas kerja fisik 1. Sesuai kapasitas kerja fisik


2. Aktivitas kerja mental 2. Sesuai kapasitas kerja mental
3. Stasiun kerja tidak ergonomis 3. Redesain stasiun kerja
4. Sikap paksa 4. Sikap kerja alami
5. Kerja statis 5. Keja lebih dinamis
6. Kerja bersifat monotoni 6. Keja lebih bervariasi
7. Lingkungan kerja ekstrim 7. Redesain lingkungan kerja
8. Psikologis 8. Reorganisasi kerja
9. Kebutuhan kalori kurang 9. Kebutuhan kalori setimbang
10. Waktu kerja istirahat tidak tepat 10. Istirahan setiap dua jam kerja
11. Dan lain-lain dengan kudapan/penganan
11. Dan lain-lain

RESIKO MANAJEMEN PENGAENDALIAN

1. Motivasi kerja turun 1. Tindakan preventif melalui pendekatan


2. Performansi rendah inovatif dan partisipatoris
3. Kualitas kerja rendah 2. Tindakan kuratif
4. Banyak terjadi kesalahan 3. Tindakan rehabilitatif
5. Stress akibat kerja 4. Jaminan masa tua
6. Penyakit akibat kerja
7. Cidera
8. Terjadi kecelakaan akibat kerja
9. Dan lain-lain
108
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir
jam kerja yang disebabkan karena berbagai faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat
dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan anthropometri pemakainya, stasiun kerja yang
tidak ergonomis, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja istirahat yang tidak tepat.

Kasus.
Dibawah ini contoh kasus , yang didapat dari kuisioner yang diisi pekerja untuk
meindetifikasi keluhan subjektif.

Observasi gerakan operator yang membuat terjadi kelelahan

Observasi gerakan operator yang membuat rasa nyeri pada bahu dan pinggang

Dalam pengisian checklist ini diharapkan memberikan tanda check ( ) terhadap


setiap bagian tubuh, dimana ada empat pilihan keluhan yang dirasakan dan skor yang
diberikan dari tingkat keluhan yang ringan sampai keluhan yang berat. Keempat pilihan
tersebut adalah :
a. Tidak ada keluhan (dengan Skor 0), hal ini apabila pekerja tidak merasakan keluhan
yang berarti terhadap bagian tubuh.

109
b. Rasa kesemutan (dengan skor 1), hal ini bila pekerja hanya merasakan rasa nyeri
sesekali saja.
c. Rasa Pegal (dengan skor 2), hal ini bila pekerja sering merasakan rasa nyeri
terhadap bagian tubuh mereka.
d. Rasa sakit (dengan skor 3), hal ini bila pekerja mengalami rasa pegal dan nyeri yang
lama (masih dirasakan walaupun pekerjaan sudah selesai / sudah sampai dirumah).
Hasil pengambilan data dengan checklist terhadap keluhan yang dirasakan pekerja
secara lengkap dapat dilihat dibawah ini. Dan untuk mempermudah membaca data yang
diperoleh, maka data disajikan dalam bentuk tabel matriks keluhan berikut ini :
Tabel 3. Hasil observasi dengan checklist keluhan pekerja

No. Bagian Tubuh Jumlah Keluhan


Tidak ada Kesemutan Pegal Sakit
1 Leher - 6 3 -
2 Bahu - - 6 3
3 Lengan - - - 9
4 Punggung - 2 7 -
5 Pinggang - - - 9
6 Pantat - 6 3 -
7 Siku - - 9 -
8 Tangan - - 4 5
9 Paha - 7 2 -
10 Lutut - 7 2 -
11 Kaki (Betis) - - 3 6
12 Pergelangan kaki - 3 6 -

Tabel 4. Prosentase keluhan pekerja

No. Bagian Tubuh Jumlah Keluhan x Skor Prosentase


Total
Tidak ada Kesemutan Pegal Sakit (%)
1 Leher - 6 6 - 12 5.5%
2 Bahu - - 12 9 21 9.7%
3 Lengan - - - 27 27 12.4%
4 Punggung - 2 14 - 16 7.4%
5 Pinggang - - - 27 27 12.4%
6 Pantat - 6 6 - 12 5.5%
7 Siku - - 18 - 18 8.3%
8 Tangan - - 8 15 23 10.6%
9 Paha - 7 4 - 11 5.1%
10 Lutut - 7 4 - 11 5.1%
11 Kaki (Betis) - - 6 18 24 11.1%
12 Pergelangan kaki - 3 12 - 15 6.9%
Total 217 100.0%

Catatan : - Tidak ada keluhan : Skor 0 ; Rasa Kesemutan : Skor 1


- Rasa Pegal : Skor 2 ; Rasa sakit : skor 3 110
Pareto Diagram Keluhan Pekerja
14.0% 12.4%
12.4%
12.0% 11.1% 10.6%
9.7%
10.0%
Prosentase

8.3%
8.0% 7.4% 6.9%
5.5% 5.5%
6.0% 5.1% 5.1%

4.0%

2.0%

0.0%

Bagian Tubuh
Gambar
3. Diagram Pareto Keluhan bagian tubuh pekerja

Berdasarkan tabel 4. tersebut, dapat dibuat suatu grafik pareto yang berfungsi untuk
menggambarkan masalah yang diurutkan menurut keluhan yang paling banyak dirasakan
oleh pekerja. Berdasarkan diagram pareto (lihat gambar 3. ), keluhan yang paling banyak
dirasakan oleh pekerja adalah rasa sakit di bagian lengan, pinggang, betis, tangan dan
bahu.
Untuk memberikan gambaran yang nyata tentang keluhan yang dirasakan oleh packer
dapat dilihat pada gambar 4. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa cara kerja packer
dalam meletakkan dos ke konveyor kurang baik karena harus membungkuk sehingga
kondisi kerja seperti itu kurang memberikan rasa nyaman pekerja.

111
14. BAB XIV

14.1. Pengertian Produktivitas

Produktivitas pada dasarnya merupakan sikap mental yang selalu mempunyai


pandangan bahwa menciptakan lebih banyak barang atau jasa bagi kebutuhan manusia,
dengan menggunakan sumber daya yang terbatas . Untuk mencapai tingkat produktivitas
yang optimal , maka perlu dilakukan melalui pendekatan multidisipliner yang melibatkan
semua usaha , keahlian, modal, teknologi, manajemen, informasi dan sumber-sumber daya
lainnya secara terpadu untuk melakukan perbaikan dalam upaya meningkatkan kualitas
hidup manusia. Kata yang terkait dengan produktivitas adalah :

Efektif :

Merupakan serangkaian kegiatan yang harus dilakukan secara tepat dan sebaik-baiknya,
serta memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Efisien:

Tuntutan untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya (memaksimalkan output,


pendapat atau profit, dan meminimalkan input atau biaya, limbah serta dampak negatif).

Konsep umum produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (output) dan
masukan (input) persatuan waktu.

Perbandingan antara output dengan sumber-sumber daya yang digunakan untuk


menghasilkan output.

Perbandingan antara : Output


=
Input
Perbandingan antara : Nilai tambah
=
Sumber yang terpakai
Produktifitas penciptaan nilai ekonomis.

Biasa dihubungkan dengan keefektifan buruh


Output
Produktifitas =
Unit waktu

Output
Produktifitas =
Jam kerja buruh

112
Prinsip produktifitas :
1. Hari ini lebih baik dari hari kemaren
2. Tidakk ada cara terbaik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas :
* Keefektifan buruh dan efisiensi operasi mesin
* Perlengkapan dan fasilitas
* Keekonomisan penggunaan material
Peningkatan produktifitas memungkinkan untuk :
* Membayar gaji pegawai dengan baik
* Memuaskan pemilik deviden
* Menjual produkk dan jasa pada harga yang rendah
* Meningkatkan standard hidup dan mengurangi inflasi.
Dengan adanya perkembangan teknologi peningkatan produktifitas.
* Pekerjaan fisik yang berat dan operasi yang berulang dilakukan mesin.
* Lingkungan kerja yang diperbaiki
* Operator sering hanya menjadi seorang manajer.

14.2. Pengukuran Produktivitas

Pengukuran produktivitas secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1). Produktivitas Total, adalah perbadingan antara total keluaran dengan total masukan
persatuan waktu. Dalam perhitungan Produktivitas Total, semua faktor masukan (tenaga
kerja, kapital, bahan energi) terhadap total keluaran harus diperhitungkan.
2). Produktivitas Parsial , adalah perbadingan dari keluaran dengan satu jenis masukan
persatuan waktu, seperti upah tenaga kerja, bahan, energi dll.

Produktivitas atas bila rasio output dan input dapat dengan :

Output tetap Output bertambah


atau
Input berkurang Input berkurang

Caranya :
1. Turunkan biaya cara yang cepat dan tradisional output tetap input .
* Mengeluarkan tenaga dan biaya pendidikan
* Mengurangi iklan
* Biaya riset dan pengembangan
* Menunda pemeliharaan jam rusak mesin
* Sekretaris dapat juga dengan tenaga kerja.

113
* Cara yang baik untuk menurunkan biaya produksi :
- Merancang produkk yang mudah untuk dibuat.
- Mendayagunakan sumber daya manusia dengan kombinasi jabatan,
training, dsb.
2. Usahakan perkembangan
* Output lebih besar dan input lebih kecil
* Dengan perbaikan teknologi, pengembangan modal, perancangan sistem,
pelatihan dan pengorganisasian.
3. Bekerja lebih cerdik
* Output naik, input tetap
* Dengan desain produk dan desain proses yang lebih baik
4. Menurut output dan input
* Output lebih kecil dan input lebih besar
* Menghapus jenis fasilitas, biaya tenaga kerja dan kegiatan serta aktifitas
yang tidak produktif.
5. Bekerja lebih efektif
* Output input
* Dapat mengurangi cacat produksi, harga produk tidakk turun, faktor
manusia naik.
* Atau dengan
- Analisa biaya
- Perancangan produk
- Penjadwalan produksi yang lebih baik
Peningkatan produktifitas akan terlaksana bila didukung oleh sistem manajemen
yang baik dan tenaga kerja yang termotivasi untuk maju, juga memperhatikan
pengaruh teknologi dan mekanisasi.
Sistem manajemen yang baik :
* Planning : dalam bisnis dan operasional target
* Organizing : dalam pengorganisasian, manusia dan pekerjaan hasil optimal
* Controlling :
- Menentukan standard
- Mengukur prestasi
- Memperbaiki deviasi, prestasi dan standard.
Bila penggunakan energi sudah mamksimal perlu bekerja lebih cerdik
Hubungan Motion & Time Study dengan produktifitas:
* Mengurangi kerja yang tidak perlu
* Merancang metode dan prosedur yang paling efektif.
* Dengan pengukuran kerjanya.

Produktifitas rendah perusahaan, tidak mampu menjual produk yang kompetitif


dengan harga rendah, produk tidak laku perusahaan rugi , pemutusan hubungan
kerja dengan karyawan.

Tenaga kerja merupakan faktor pengukur produktifitas, karena :


1. Biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja
2. Masukan pada sumber daya manusia lebih mudah dihitung
3. Kemajuan teknologi berkembang dari faktor tenaga kerja

114
Metode untuk meningkatkan produktifitas
1. Mengganti usaha/tenaga manusia dengan mesin
2. Menyempurnakan metode kerja
3. Menghilangkan praktek-praktek yang tidak produktif
4. Menyempurnakan manusia personalia

Untuk menyerpurnakan manusia personalia, memotivasi sistem kerja,


penyelenggaraan perangsang keuangan : dengan imbalan dan tunjangan,
Teori kebutuhan Maslow.

Untuk setiap tingkat kebutuhan, diperlukan bentuk imbalan yang berbeda, perlu
adanya kebijaksanaan perusahaan.

Hal ini mungkin dengan memperbaiki :

Metode kerja Peralatan kerja

Aspek Manajemen Aspekk Teknologi

Aspek Manusia

Kasus 1.

Pada tahun 2005 dan 2006, PT Jenang Merah menghasilkan produksi berturut-turut
sebesar 28.000 kg dan 35.000 roti kering. Sumberdaya yang digunakan perusahaan
dalam dua tahun tersebut adalah sebagai berikut:

Masukan 2005 2006


Tepung terigu (Kg) 40.000 50.000
Tenaga kerja (jam-orang) 10.000 12.000
Listrik (kVA) 8.000 9.000

Harga/biaya sumberdaya yang digunakan pada tahun 2005 dan 2006 adalah sama
atau tetap, yakni:
Harga tepung terigu = Rp. 1.000,-/Kg,
Biaya tenaga kerja = Rp. 6.000,-/kg jam, dan
Biaya listrik = Rp. 5.000/kVA
Tingkat produktivitas total tahunan adalah :
Tahun 2005 = 28.000 = 200 Kg/juta rupiah
40(1) + 10(6) + 8(5)

Tahun 2006 = 35.000 = 209,6 Kg/juta rupiah


50(1) + 12(6) + 9(5

115
Produktivitas total tahun 2006, dihitung berdasarkan harga konstan tahun 2005.
Selama periode 2005-2006 terjadi kenaikan produktivitas dari 200 menjadi 209,6
kg/juta rupiah, atau sebesar: {(209,6 - 200) / 200 } x 100% = 4,8 %

Kasus 2.

Produktivitas parsial yang paling banyak diamati adalah produktivitas tenaga kerja.
Salah satu faktor penting yang paling memperngaruhi tingkatproduktivitas tenaga kerja
adalah perubahan teknologi. Pertumbuhan teknologi yang tinggi apabila faktor lain
tetap akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang tinggi pula.
Misal: bagian produksi dari PT. Telectra, suatu perusahaan membuat pesawat telepon.
Rata-rata berhasil merakit 800 set pesawat telepon per hari pada tahun 2004.
Apabila jumlah tenaga kerja pada bagian itu sebanyak 80 orang, maka:
Produktivitas tng. kerja = 800 unit/hari = 10unit/hari/orang
80 orang

14.3. Indeks Produktivitas


Pengukuran produktivitas dapat dilakukan untuk lingkup nasional, industri, organisasi,
atau perorangan.
Pengukuran produktivitas juga dapat digunakan untuk perbandingan produktivitas antara
periode, atau antar nergara, departemen, bagian, perorangan.
Untuk memudahkan dalam perbandingan, produktivitas sering dinyatakan dengan
menggunakan indeks. Angka indeks produktivitas pada periode dasar diberi nilai 100.
Dengan menggunakan angka indeks produktivitas, akan memudahkan orang untuk
melakukan perbandingan. Perbandingan dapat dilakukan dalam ukuran relatif, sehingga
orang akan lebih mudah untuk mengetahui besar kecilnya perbedaan atau perubahan.
Rumus dari indeks produktivitas sebagai berikut.

indeks produktivitas = Produktivitas periode tertentu X 100


Produktivitas periode dasar

Tabel berikut menunjukkan suatu contoh penghitungan produktivitas dan indeks


produktivitas dari perusahaan telepon PT. Telectra (tahun dasar digunakan tahun 2000).

Tahun Rata-rata Tenaga kerja Produktivitas Indeks


produksi (orang) (unit,orang,hari) produktivitas
(Unit/hari)
1 2 3 4 5
2000 640 80 8.00 100
2001 701 85 8.25 103
2002 714 91 7.85 98
2003 730 95 7.68 96
2004 760 100 7.60 95

116
Produktivitas tng. kerja = 640 unit/hari = 8,00 unit/hari/orang
80 orang
Produktivitas tng. kerja = 701 unit/hari = 8,25 unit/hari/orang
85 orang
Untuk tahun lainnya berhitungan sama dengan yang diatas , untuk mendapatkan
produktivitas tng. Kerja, Sedangkan untuk menghitung Indeks produktivitas sbb :
Indeks produktivitas 2000 = 100
Indeks produktivitas 2001 = 8,25/8.00 x100 = 103
Indeks produktivitas 2002 = 7,85/8.00 x100 = 98
Indeks produktivitas 2003 = 7,68/8.00 x100 = 96
Indeks produktivitas 2004 = 7,60/8.00 x100 = 95

Rata-rata produksi terlihat adanya pertumbuhan produksi yang selalu positif dari tahun
ketahun. Penilaian kinerja berdasarkan rata-rata hasil produksi akan menyesatkan. Oleh
karena itu penilaian harus memperhatikan baik keluaran maupun masukan. Penilaian
menjadi objektif jika dilakukan dengan menggunakan kinerja produktivitas.
Pengukuran produktivitas dalam sektor jasa lebih sulit dibandingkan dengan sektor non-
jasa.
Misalnya. Dalam suatu kantor pengacara terdapat kasus-kasus yang berbeda,
pengukuran produktivitas dapat dinyatakan dalam kasus per jam-orang atau kasus
perstaff

117

Anda mungkin juga menyukai