Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Line Balancing

  

Disusun Oleh :

Muhammad Hafizh Putra AP ( 1201184434)

TI-42-03

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS REKAYASA INDUSTRI

TELKOM UNIVERSITY

2019/2020
Pengertian Line Balancing (Keseimbangan Lini) dan Cara
Menggunakannya – Keseimbangan Lini atau lebih dikenal dengan istilah
LINE BALANCING adalah strategi produksi untuk menyeimbangkan waktu dan
beban kerja di sejumlah proses yang saling berhubungan dalam suatu lini
produksi sehingga tidak terjadi kemacetan proses ataupun kapasitas yang
berlebihan. Waktu dan beban kerja di setiap stasiun perakitan harus
dikendalikan sesuai dengan waktu siklus yang ditentukan, kemacetan (terlalu
lama) proses pada produksi ataupun kapasitas berlebihan (terlalu cepat) pada
proses produksi yang saling berhubungan akan mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan manufaktur yang bersangkutan. Kelebihan kapasitas yang
menyebabkan menganggurnya mesin maupun tenaga kerja biasanya disebut
dengan istilah “idle” dalam produksi.

Untuk memastikan keseimbangan lini yang optimal, tugas atau beban kerja
untuk setiap stasiun kerja harus memiliki jumlah kerja yang hampir sama
waktunya untuk dikerjakan serta tidak boleh melebihi waktu siklus stasiun
kerja yang telah ditentukan. Lini Produksi harus dirancang secara efektif dan
tugas-tugas perlu didistribusikan diantara pekerja, mesin dan stasiun kerja
untuk memastikan setiap segmen lini dalam proses produksi dapat dipenuhi
dalam kerangka waktu dan kapasitas produksi yang tersedia. 

Manfaat Line Balancing (Keseimbangan Lini)


Line Balancing merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan
produksi. Adapun manfaat dari Line Balancing atau Keseimbangan Lini ini
adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan efisiensi proses (improve process efficiency).


2. Menghindari waktu pada proses atau stasiun yang menganggur (reduce
idle time).
3. Mengurangi waktu proses secara keseluruhan (reduce total processing
time).
4. Meningkatkan rasio pencapaian target produksi (Increase production
rate).
5. Meningkatkan profit (increase profit)
6. Mengurangi pemborosan dan biaya-biaya yang tidak diperlukan (Reduce
waste and unnecessary cost).

Cara Penggunaan Line Balancing


(Keseimbangan Lini)
Berikut ini adalah langkah-langkah yang diperlukan untuk menyeimbangkan
lini produksi atau Line Balancing ini.

1.Mengetahui Takt Time setiap Stasiun Kerja


Langkah pertama dalam Line Balancing adalah mengetahui Takt Time  untuk
setiap Stasiun Kerja. Kita perlu mengetahui tingkat permintaan pelanggan
dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proses.

Rumus yang digunakan untuk menghitung Takt Time adalah :

T = Ta / D

Dimana :
T=TaktTime
Ta=TimeAvailable(Waktukerjabersihyangtersedia)
D = Demand (Permintaan Pelanggan)

Untuk lebih jelas mengenai Takt Time ini, silakan baca artikel :  Pengertian
Takt Time dan Cara Menghitungnya.

Contoh Kasus :

Setiap hari produksi diminta untuk menghasilkan 1000 unit produk atas
permintaan pelanggan. Waktu kerja lini produksi yang bersangkutan adalah 8
jam perhari atau 28.800 detik perhari. 
Jadi, Takt Time untuk menghasilkan satu unit produksi adalah 28.8
detik (28.800detik/1.000unit) untuk satu stasiun kerja.

2. Membuat Rincian Proses

Untuk memastikan keseimbangan, sangat penting untuk memahami hubungan


dan urutan antara berbagai tugas dalam suatu proses. Membuat rincian
proses mengidentifikasikan hubungan dan urutan diantara proses-proses yang
berkaitan.

Contoh :

Berdasarkan contoh kasus diatas, stasiun kerja yang dibutuhkan untuk


menyelesaikan satu unit produk adalah sebanyak 6 stasiun kerja. Rincian
prosesnya adalah sebagai berikut :
3. Memahami Waktu yang dibutuhkan pada setiap Kegiatan
Proses

Setelah membuat rincian proses, kita perlu memahami waktu yang


dibutuhkan pada setiap stasiun kerja atau kegiatan proses. Setiap rincian
proses harus diketahui waktu pengerjaan dan kemudian dijumlahkan menjadi
Total Cycle Time atau Total Waktu Siklus pada Stasiun Kerja yang
bersangkutan. Kita dapat menyajikannya dalam bentuk grafik agar jelas dan
mudah dilihat.

Contoh :

Waktu yang dibutuhkan pada setiap kegiatan proses adalah seperti pada
grafik dibawah ini :

Catatan : 
CT = Cycle Time (dalam satuan detik)

4. Identifikasikan stasiun kerja yang memiliki selisih

Setelah mengetahui waktu kerja setiap stasiun kerja mana, langkah


selanjutnya adalah identifikasikan stasiun kerja mana yang memiliki selisih
waktu dengan siklus waktu yang ditetapkan, baik selisih waktu yang lebih
tinggi maupun selisih waktu lebih rendah.

Berdasarkan contoh diatas, dapat kita lihat bahwa proses di Operator 1,


Operator 3 dan Operator 6 telah melebihi Takt Time yang ditentukan
sedangkan Operator 2 dan Operator 5 memiliki kapasitas yang berlebih atau
jauh lebih rendah dari Takt Time yang ditentukan. Oleh karena itu, kita, kita
perlu melakukan analisis serta tindakan untuk menyeimbangkannya.

5. Analisis dan Lakukan Tindakan Penyeimbangan

Setelah diidentifikasikan stasiun yang memiliki selisih waktu dengan waktu


siklus yang ditetapkan, lakukan tindakan penyeimbangan beban kerja
sehingga total waktu siklus stasiun kerja yang bersangkutan lebih rendah dari
TOTAL SIKLUS WAKTU (Total Cycle Time) Stasiun kerja yang ditentukan.

Catatan : 
CT = Cycle Time (dalam satuan

6. Evaluasi dan Pemantauan Hasil

Stasiun-stasiun kerja yang telah diseimbangkan proses dan tugasnya harus


dievaluasi dan dipantau hasilnya. Hasilnya dapat disajikan melalui grafik
keseimbangan lini seperti pada gambar dibawah ini :
Catatan : 
CT = Cycle Time (dalam satuan

ASSEMBLY LINE BALANCING

1. Lini Produksi

Lini produksi adalah penempatan area-area kerja di mana operasi-operasi diatur secara

berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang.

Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi dua, yaitu (Baroto,

2002):

a. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi

pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah benda kerja.

b. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi

perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi

benda assembly atau subassembly.

2. Keseimbangan lintasan (Line Balancing)

Line balancing adalah penyeimbangan pada penugasan elemen-elemen dari suatu

assembly line (lini perakitan) ke stasiun kerja dalam meminimumkan banyaknya stasiun

kerja untuk tingkat output tertentu. Dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per

unit produk yang dispesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus

dipertimbangkan (Gaspersz, 2004).

3. Tujuan Line Balancing

Menurut Baroto (2002), tujuan utama dari penggunaan line balancing adalah untuk

menyeimbangkan pembagian elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu

menganggur dan penumpukan benda kerja (bottleneck) pada suatu lintasan produksi dapat

dieliminasi.

4. Istilah-Istilah Dalam Line Balancing


Terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan dalam line balancing, yaitu sebagai

berikut:

4.1 Precedence Diagram

Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja,

dan ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan

pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tanda-

tanda yang dipakai sebagai berikut (Baroto, 2002):

a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah

identifikasi dari suatu proses operasi.

b. Tanda panah menunjukan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal

ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi kerja

yang ada pada ujung anak panah.

c. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan setiap operasi.

4.2 Assembled Product

Assembled product adalah produk yang melewati urutan stasiun kerja di mana tiap

stasiun kerja memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada

perakitan akhir (Baroto, 2002).

4.3 Work Element

Elemen atau operasi kerja merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang

dilakukan (Baroto, 2002).

4.4 Waktu Operasi (Ti

Waktu operasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu operasi dalam
proses perakitan (Scholl, 1999).

4.5 Work Station (WS)

Menurut Baroto (2002), work station atau stasiun kerja adalah tempat pada lini

perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Jumlah stasiun kerja efisien secara

teoritis dapat ditetapkan dengan rumus berikut:

Keterangan: Kmin = Jumlah stasiun kerja minimal secara teoritis

N = Jumlah elemen kerja

Ti = Waktu operasi (i = 1, 2, 3, ..., N)

CT = Waktu siklus (cycle time)

4.6 Cycle Time (CT)

Waktu siklus merupakan waktu maksimum suatu work piece (produk) dapat diproses

di stasiun kerja lini perakitan (Scholl, 1999). Apabila waktu produksi dan target

produksi telah ditentukan maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu

produksi dan target produksi.

Keterangan: Timax

= Waktu operasi terbesar pada lintasan

CT = Waktu siklus (cycle time)

P = Jam kerja efektif per hari

Q = Jumlah produksi per hari

4.7 Service Time (Tsi)

Menurut Groover (2010), service time adalah waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan pekerjaan pada masing-masing stasiun kerja. Service time merupakan


waktu siklus yang telah disesuaikan dengan repositioning time.

Keterangan: Ti = Waktu operasi

STi = Waktu stasiun

4.8 Repositioning Time (Tr)

Menurut Groover (2010), repositioning time adalah waktu yang dibutuhkan untuk

menempatkan kembali pekerja atau unit kerja pada posisinya per siklus produksi.

4.9 Station Time (ST)

Station time adalah jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu

stasiun kerja yang sama (Baroto, 2002).

Keterangan: Ti = Waktu operasi

STi = Waktu stasiun

4.10 Idle Time (I)

Menurut Scholl (1999), idle time menunjukan kapasitas dari mesin dan pekerja yang

tidak digunakan atau non-productive. Idle time dapat dihitung dengan melihat dari

selisih antara waktu siklus (CT) dan station time (ST) (Baroto, 2002).

4.11 Balance Delay (D)

Balance delay adalah ukuran dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari

waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang

sempurna di antara stasiun-stasiun kerja (Baroto, 2002). Balance delay dinyatakan

dalam persentase.

Keterangan: D = Balance delay (%)

K = Jumlah stasiun kerja


CT = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja

∑ STi

i=1 = Jumlah waktu stasiun dari semua stasiun kerja

4.12 Line Efficiency (LE)

Line efficiency adalah ukuran dari keefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu

yang digunakan sebenarnya. Line efficiency diperoleh berdasarkan rasio dari total

waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan jumlah stasiun kerja

(Baroto, 2002).

Keterangan: LE = Line efficiency

K = Jumlah stasiun kerja

STi = Waktu stasiun dari stasiun ke-1 hingga terakhir

CT = Waktu siklus

4.13 Smoothness Index (SI)

Smoothness index adalah suatu indeks yang menunjukan kelancaran relatif dari

penyeimbangan lini perakitan tertentu (Baroto, 2002).

Keterangan: SI = Smoothness index

K = Jumlah stasiun kerja

STmax = Maksimum waktu stasiun

STi = Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i

4.14 Output Produksi (Q)

Output produksi adalah jumlah waktu efektif yang tersedia dalam suatu periode

dibagi dengan waktu siklus (Baroto, 2002). Output produksi dinyatakan dalam unit
per satuan waktu.

Keterangan: Q = Output produksi

T = Jam kerja penyelesaian produk efektif

CT = Waktu siklus

5. Pengalokasian Elemen Stasiun Kerja

Menurut Ginting (2012), pengalokasian elemen-elemen pada stasiun kerja dibatasi oleh:

5.1 Precedence Constraint

Dalam proses perakitan terdapat dua kondisi yang dapat digambarkan menggunakan

diagram precedence, yaitu:

a. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan.

Setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan

di sini dibutuhkan prosedur pemilihan untuk menentukan prioritas.

b. Apabila satu komponen telah dipilih untuk dirakit maka urutan untuk merakit

komponen lain dimulai. Di sini dinyatakan batasan precedence untuk

pengerjaan komponen-komponen.

5.2 Zoning Constraint

Selain precedence constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun

kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau mengharuskan

pengelompokan elemen kerja tertentu. Zoning constraint dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Zoning constraint negatif, menghalangi pengelompokan elemen kerja pada

stasiun yang sama. Misalnya operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan

operasi 2 sebab bisa menyebabkan percikan api maka tidak dapat disatukan

walaupun dari segi makna dapat disatukan.

b. Zoning constraint positif, menghendaki pengelompokan elemen-elemen kerja

pada satu stasiun yang sama dengan alasan misalnya menggunakan peralatan
yang sama dan peralatan tersebut mahal.

6. Syarat Pengelompokan Stasiun Kerja

Syarat dalam mengelompokkan stasiun kerja pada penyeimbangan lini (line balancing)

adalah sebagai berikut (Baroto, 2002):

a. Hubungan dengan proses terdahulu.

b. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja.

c. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap waktu di stasiun

kerja dari tiap elemen pengerjaan.

7. Metode Line Balancing

Penyeimbangan lintasan memiliki beberapa metode atau cara pendekatan yang berbeda.

Secara umum terdapat dua metode dasar keseimbangan lintasan perakitan (Kholil &

Mulya, 2014):

7.1 Metode Matematis/Analitis

Metode matematis atau analitis merupakan suatu metode yang dapat menghasilkan

suatu solusi optimal. Metode ini menggunakan pendekatan matematis. Pada

dasarnya semua masalah dapat dipecahkan secara matematis, tetapi usaha yang

dilakukan untuk perhitungan terlalu besar (Ginting, 2007).

7.2 Metode Heuristik

Menurut Zainudin (2011), metode heuristik didasarkan pada alasan-alasan yang

intuitif dan masuk akal. Batasan heuristik menyatakan pendekatan trial and error

dan untuk memecahkan masalah-masalah yang masih dalam proses penelitian

berdasarkan logika umum. Beberapa metode heuristik yang umum dikenal adalah:

a. Metode Kilbridge-Wester (Region Approach)

Dalam metode ini diagram precedence diagram elemen-elemennya

dikelompokkan dalam sejumlah kolom. Adapun langkah-langkah yang harus

dilakukan dalam metode ini, yaitu (Ginting, 2007):


1) Buat diagram precedence dari persoalan yang dihadapi.

2) Kelompokkan daerah precedence dari kiri ke kanan dalam bentuk kolom-

kolom.

3) Gabungkan elemen-elemen dalam daerah precedence yang paling kiri

dalam berbagai cara dan ambil hasil gabungan terbaik yang hasilnya sama

atau hampir sama dengan waktu siklus.

4) Apabila ada elemen-elemen yang belum bergabung dan jumlahnya lebih

kecil, lanjut untuk menggabungkan dengan elemen di daerah precedence di

kanannya dengan memperhatikan batasan precedence.

5) Proses berlanjut sampai semua elemen bergabung dalam suatu stasiun kerja.

b. Metode Helgeson-Birnie (Rank Position Weight)

Metode Helgeson-Birnie, atau lebih dikenal dengan metode bobot posisi,

dikemukakan oleh Helgeson dan Birnie. Pada metode ini memiliki langkah-

langkah sebagai berikut (Baroto, 2002):

1) Buat precedence diagram untuk tiap proses.

2) Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan

dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai

operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya.

3) Membuat ranking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di

langkah ke-2. Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakan pada

ranking pertama.

4) Hitung waktu siklus (CT).


Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi | 9

5) Pilih elemen operasi dengan bobot tertinggi, alokasikan ke suatu stasiun

kerja. Jika masih layak (waktu stasiun < CT), alokasikan operasi dengan

bobot tertinggi berikutnya. Namun, alokasi ini tidak boleh menyebabkan

waktu stasiun > CT.

6) Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka sisa

waktu ini (CT - ST) dipenuhi dengan alokasi elem en operasi dengan bobot

paling besar dan penambahannya tidak menyebabkan ST > CT.

7) Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT sudah

tidak ada, kembali ke langkah 5.

c. Metode Moodie Young (Largest Candidate Rule)

Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah

membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan antar-

tugas. Fase dua, dilakukan revisi pada hasil fase satu (Baroto, 2002).

1) Fase Satu

Elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang berurutan dalam

lini perakitan dengan menggunakan aturan largest-candidate. Aturan

largest-candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang ada untuk

tujuan penurunan waktu. Bila dua elemen pengerjaan cukup untuk

ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih besar

ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan,

ketersediaan elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai

waktu untuk penugasan selanjutnya.

2) Fase Dua

Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan waktu menganggur


(idle) secara merata untuk setiap stasiun melalui pertukaran elemen antar-

stasiun.

Untuk dapat memilih dan menentukan metode yang tepat dalam penyeimbangan lini

perakitan diperlukan perhitungan line efficiency, balance delay, dan smoothness

index guna mengetahui performansi masing-masing metode yang ada terhadap

karakteristik pengerjaan perakitan. Oleh karena itu, akan dapat ditentukan metode

Laboratorium Sistem Produksi dan Otomasi | 10

penyusunan stasiun kerja yang paling efisien dan pertimbangan kelebihan dan

kekurangan untuk setiap metode.

Anda mungkin juga menyukai