Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 6

ASSEMBLY AND DISSASSEMBLY

NAMA : WIDYA SPALANZANI


NRP : 02411750013001
MATA KULIAH : SISTEM MANUFAKTUR LANJUT

Table of Contents
1.1 ASSEMBLY..............................................................................................................................................2
1.1.1 Design For Assembly (DFA)............................................................................................................3
1.1.2 Metoda-metode Perakitan............................................................................................................3
1.1.3 Design Guideline............................................................................................................................9
1.2 Dissassembly.......................................................................................................................................10

1
1.1 ASSEMBLY
(Nurwidiana, 2012) Assembly line atau lini perakitan adalah bagian dari lini produksi yang
materialnya bergerak secara kontinyu dengan rata-rata laju kedatangan material berdistribusi
uniform melewati stasiun kerja yang mengerjakan perakitan.
(Rahmadya, 2009) Merakit suatu produk merupakan fungsi dari parameter disain baik intensive
(material properties) maupun extensive (physical atribute). Permasalahan dalam merakit muncul pertama
kali saat dimulainya era revolusi industri di Inggris. Kemampuan dalam menciptakan komponen-komponen
yang mudah dirakit mempengaruhi kinerja dari sistem manufaktur.
(Sugiarto, 2013) Proses perakitan untuk komponen-komponen yang dominan terbuat dari pelat-pelat
tipis dan pelat tebal ini membutuhkan teknik-teknik perakitan tertentu yang biasanya dipengaruhi oleh
beberapa faktor.
Berikut 9 faktor yang paling berpengaruh :
1. Jenis bahan pelat yang akan dirakit
2. Kekuatan yang dibutuhkan untuk konstruksi perakitan
3. Pemilihan metode penyambungan yang tepat
4. Pemilihan metode penguatan pelat yang tepat
5. Penggunaan alat-alat bantu perakitan
6. Toleransi yang diinginkan untuk perakitan
7. Keindahan bentuk
8. Ergonomis konstruksi
9. Finishing

a. Prosedur Perakitan
1. Persiapan
 Menyiapkan alat bantu/jig
 Alat bantu dipilih yang sesuai dengan konstruksi yang dirakit
2. Pelaksanaan
 Menentukan teknik untuk mengikat/menyambung antara komponen.
 Komponen-komponen yang dirakit diperiksa posisinya, meliputi: kesikuan, kerataan dan
kelurusan sesuai spesifikasi.
 Posisi yang dibutuhkan untuk merakit komponen-komponen dalam hal kesikuan, kerataan,
kelurusan dapat menentukan garis acuan (datum line) jika diperlukan.
 Apabila diperlukan, garis acuan (datum line) yang sesuai ditandai dengan benar sesuai
fasilitas perakitan.
3. Penyelesaian
Perakitan diperiksa secara visual dan ukurannya disesuaikan dengan gambar dan spesifikasi.

2
1.1.1 Design For Assembly (DFA)

DFA dimaksudkan agar diperoleh produk dengan biaya perakitan semurah mungkin tanpa
meninggalkan aspek kelayakan. DFA selalu melihat dua aspek yaitu functionality dan assemblability.
Tiap industri sudah melakukan DFA bertahun-tahun lamanya. Sebagai contoh General Electric
mempublikasikan DFA pertama kali pada tahun 60-an sebagai guideline internal para engineer-nya.
1.1.2 Metoda-metode Perakitan

Adapun lini perakitan dapat berupa manual maupun otomatis. Metoda-metoda perakitan
yang saat ini digunakan antara lain:
– Manual Assembly: Metode yang fleksibel, adaptive dan murah tetapi memiliki keterbatasan
dari sisi kuantitas. Jalur perakitan manual adalah jalur produksi yang terdiri dari rangkaian stasiun
kerja dimana tugas perakitan dilakukan oleh pekerja manusia, seperti yang digambarkan pada
Gambar 1. Produk dirakit saat mereka bergerak sepanjang garis. Di setiap stasiun, seorang pekerja
melakukan sebagian dari total pekerjaan pada unit tersebut.

Gambar 1. Konfigurasi jalur perakitan manual. Kunci: Asby = assembly, Man = manual, Sta = workstation, n = jumlah
stasiun yang ada di lini (Mikell P Groover, 2015)
Tabel 1. Produk yang Biasanya Dibuat di Manual Assembly Lines (Mikell P Groover, 2015)

a. Masalah dalam Lini Produksi (Nurwidiana, 2012)


 Menyeimbangkan beban kerja.
 Menjaga lini perakitan beroperasi secara kontinyu.
Secara teknis, usaha untuk memenuhi dua kriteria diatas adalah dengan mendistribusikan
elemen kerja ke setiap stasiun kerja dengan acuan waktu siklus / Cycle Time (CT). dimana
Cycle Time didefinisikan sebagai waktu antar kedatangan dua produk jadi. Dengan tujuan :
Meminimasi waktu menganggur di setiap stasiun kerja sehingga dicapai efisiensi kerja ,
sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi disetiap stasiun kerja
b. Terminologi

3
 Produk :produk yang mengalir melewati stasiun kerja-stasiun kerja dalam lini perakitan
sampai stasiun kerja yang terakhir. Throughput dari lini perakitan diukur dari jumlah produk
yang dikeluarkan dalam suatu waktu.
 Elemen kerja : pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan.
 Stasiun kerja : lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan.
 Waktu siklus (cycle time=CT) : waktu antar kedatangan dua produk jadi. Nilai minimum dari
CT yang diijinkan adalah harus lebih besar dari waktu terbesar dari elemen kerja.
 Waktu Stasiun Kerja : waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk
mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada stasiun kerja tersebut.
Besarnya waktu SK tidak boleh melebihi CT.
 Delay time :selisih antara CT dengan waktu SK. Merupakan waktu menganggur yang terjadi
di setiap stasiun kerja.
 Presedence diagram :diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen
kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap
stasiun kerja harus memperhatikan presedence diagram perakitan.
c. Input Line Balancing
 Jaringan Kerja (Presedence Diagram)
 Data waktu baku Tiap elemen Kerja
 Waktu siklus yang diinginkan (diperoleh dari target kecepatan produksi)
d. PEMBATAS DALAM LINE BALANCING
 Pembatas teknologi
Disebut juga precedence constraint, yaitu pembatas proses pengerjaan yang tertentu.
 Pembatas fasilitas :
Berkaitan dengan adanya fasilitas produksi yang tidak dapat dipindahkan.
 Pembatas posisi
Berkaitan dengan orientasi produk terhadap operator tertentu.
 Pembatas zona (Zoning Constraint)
- Positive Zoning constraint / PZC
Elemen-elemen pekerjaan tertentu harus ditempatkan saling berdekatan dalam stasiun
kerja yang sama
- Negative Zoning Constraint (NZC)
Elemen-elemen pekerjaan tertentu harus ditempatkan saling berjauhan.
e. METODE PENYEIMBANGAN LINI PERAKITAN
 Metode analitik : merupakan metode yang dapat menghasilkan suatu solusii yang optimal.
 Metode heuristic : metode yang dapat menghasilkan solusi terbaik, tetapi belum tentu
optimal.
- Kilbridge – Wester Heuristic / Shortest Operation Time
- Metode Moodie – Young / Longest Operation Time

4
1. Metode Bobot Posisi (Pendekatan Helgeson-Birnie)
a. Hitung waktu siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar.
b. Susun presedence diagram & buat matrik pendahulu.
c. Hitung bobot operasi tiap elemen kerja berdasar jumlah waktu operasi elemen kerja
tersebut + waktu operasi elemen kerja pengikutnya.
d. Urutkan operasi mulai dari bobot operasi terbesar sampai dengan terkecil
e. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi dengan bobot
posisiterbesar, dengan kriteria total waktu operasi harus lebih kecil dari waktu siklus
f. Hitung effisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk
g. Lakukan trial and error untuk mencari pembebanan dengan efisiensi yang lebih baik dari
hasil sebelumnya
h. Ulangi langkah f dan g hingga tidak ada lagi effisiensi yang lebih tinggi

2. Metode Moodie – Young / Longest Operation Time


Fase 1 : Buat precedence diagram kemudian dibuat matrik P dan F, yang menggambarkan
elemen kerja pendahulu (P) dan elemen kerja sesudahnya (F) untuk semua elemen kerja
yang ada. Apabila ada 2 elemen yang bisa dipilih, maka dipilih elemen yang mempunyai
waktu terbesar.
Fase 2 : Lakukan re-distribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase 1. Fase 2 ini
dilakukan dengan langkah :
-Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil.
- Tentukan GOAL, dengan rumus :
GOAL = ( waktu SK max – waktu SK min ) / 2
-Identifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu yang
paling maksimum, yang mempunyai waktu lebih kecil dari GOAL, yang elemen kerja
tersebut apabila dipindah ke stasiun kerja dengan waktu yang paling minimum tidak
melanggar precedence diagram.
- Pindahkan elemen kerja tersebut.
- Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah.

3. METODE REGION APPROACH (Pendekatan Wilayah)


 Langkah-langkah penyelesaian :
1) Hitung waktu siklus yang diinginkan , berdasar waktu siklus yang diinginkan atau waktu
operasi terbesar.
2) Membagi operasi dalam precedence diagram dalam beberapa region/daerah dengan syarat
dalam satu daerah tidak boleh ada operasi yang saling bergantungan.
3) Gambar Ulang jaringan kerja , tempatkan seluruh pekerjaan didaerah paling ujung kanan
semaksimal mungkin.
4) Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar sampai terkecil.
5
5) Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut :
1) Daerah paling kiri terlebih dahulu
2) Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar pertama kali
6) Kelompokkan operasi dalam stasiun kerja berdasarkan syarat-syarat diatas.
7) Susun pola aliran produksi.

 KRITERIA – KRITERIA PEMBANDING


EFISIENSI LINI :
Rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia.
 Effisiensi lini Sebelum Diseimbangkan
Eff = (Σ ti / (R x T)) x 100%
ti : waktu proses elemen kerja yang ada dijalur
terpanjang.
R : jumlah daerah (SK) yang terbentuk dari
precedence diagram.
T : waktu terbesar dari semua elemen kerja.
 Effisiensi lini Setelah Diseimbangkan
Eff = (Σ ti / (CT x N)) x 100%
n : jumlah elemen kerja yang ada
CT : cycle time atau waktu siklus
N : jumlah stasiun kerja yang terbentuk
 Balance delay
Rasio antara waktu idle dalam lini dengan waktu yang tersedia.
 Balance Delay Sebelum diseimbangkan
BD = ((R x T) – Σti / (R x T)) x 100%
ti : waktu proses elemen kerja yang ada di jalur terpanjang.
R : jumlah daerah yang terbentuk dari precedence diagram.
T : waktu terbesar dari semua elemen kerja
 Balance Delay Setelah Penyeimbangan
BD = ((CT x N) – Σti / (CT x N)) x 100%
n : jumlah elemen kerja yang ada
CT : cycle time atau waktu siklus
N : jumlah stasiun kerja yang terbentuk
Penentuan balance delay lini perakitan, baik sebelum atau sesudah penyeimbangan dapat pula
menggunakan formula 1 – effisiensi lini perakitan.

 IDLE TIME adalah Waktu menganggur yang terkandung dalam lini perakitan
 Idle time Sebelum diseimbangkan
Idle = R x T – Σ ti
6
ti : waktu proses elemen kerja yang ada di jalur terpanjang.
R : jumlah daerah yang terbentuk dari precedence diagram
T : waktu terbesar dari semua elemen kerja
 idle time setelah diseimbangkan
Idle = CT x N – Σ ti
n : jumlah elemen kerja yang ada
CT : cycle time atau waktu siklus
N : jumlah stasiun kerja yang terbentuk
 Pada sebuah usaha untuk menyeimbangkan lini perakitan, ada kalanya menghasilkan
beberapa alternatif solusi, yang apabila dilihat dari 3 kriteria diatas, sama-sama baiknya.
 Pada kondisi seperti ini, dibutuhkan sebuah parameter untuk memilih alternatif solusi yang
akan diimplementasikan.
 Parameter yang digunakan untuk memilih solusi yang terbaik adalah indeks penghalusan
(smoothing index /SI).
SI =ÖΣ (STmax – STi)2
STmax : waktu terbesar dari stasiun kerja yang terbentuk.
STi : waktu stasiun kerja i yang terbentuk
N : jumlah stasiun kerja yang terbentuk
 Nilai SI yang semakin kecil menunjukkan tingkat keseimbangan beban kerja setiap stasiun
kerja yang tinggi.

– Automatic Assembly: Metode yang fixed, dengan bertambahnya volume, biaya produksi
akan berkurang. Istilah perakitan otomatis mengacu pada perangkat mekanis dan otomatis yang
melakukan berbagai tugas perakitan di jalur perakitan atau sel. Banyak kemajuan telah dicapai
dalam teknologi otomasi perakitan dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar sistem
perakitan otomatis dirancang untuk melakukan rangkaian langkah perakitan yang tetap pada
produk tertentu. Teknologi perakitan otomatis harus dipertimbangkan saat kondisi berikut ada:
• Permintaan produk yang tinggi. Sistem perakitan otomatis harus dipertimbangkan untuk produk
yang dibuat dalam jutaan unit (atau mendekati kisaran ini).
yang memungkinkan perakitan otomatis dieksplorasi.
• Desain produk yang stabil. Secara umum, setiap perubahan dalam desain produk berarti
perubahan dalam perkakas stasiun kerja dan mungkin urutan operasi perakitan. Perubahan seperti
itu bisa sangat mahal.
• Sejumlah komponen dalam perakitan terbatas. (Riley, 1983) merekomendasikan maksimal sekitar
selusin bagian.
• Produk ini dirancang untuk perakitan otomatis. Faktor desain produk

7
Gambar 2. Jenis sistem perakitan otomatis: (a) in-line, (b) tipe panggil, (c) korsel, dan (d) stasiun tunggal. (Mikell P
Groover, 2015)

– Fixed and Hard Automation: Hanya memproduksi satu jenis produk saja. Jika produksi
meningkat maka biaya manufaktur-nya akan turun. Sistem manufaktur yang dipertimbangkan
dalam bab ini digunakan untuk produksi dengan volume tinggi yang memerlukan banyak operasi
pemrosesan. Setiap operasi pemrosesan dilakukan di stasiun kerja, dan stasiun-stasiun tersebut
secara fisik diintegrasikan dengan menggunakan sistem transport mekanis untuk membentuk jalur
produksi otomatis. Pemilahan (penggilingan, pengeboran, dan operasi pemotong berputar yang
serupa) biasanya dilakukan pada jalur produksi ini, dalam hal ini jalur transfer atau mesin transfer
digunakan. Aplikasi lain dari jalur produksi otomatis meliputi pengelasan spot robot di pabrik
perakitan akhir mobil, pengerjaan logam lembaran, dan lempeng listrik dari logam.

Gambar 3. Konfigurasi umum dari jalur produksi otomatis. Kunci: Proc = operasi pengolahan, Aut = workstation
otomatis.
– Robotic Assembly: Cocok untuk produksi yang volumenya di antara manual dan automatic.
Robot mampu melakukan tugas perakitan mulai dari rutin hingga presisi tanpa kehilangan kualitas.
Robot adalah perangkat yang diprogram untuk melakukan berbagai tugas. Dengan berbagai
kontrol, insinyur perakitan mengarahkan robot untuk melakukan sesuai kebutuhan untuk tugas
spesifik yang diberikannya.

Menyeimbangkan jalur perakitan robot adalah proses memastikan waktu kerja di setiap stasiun
akan memungkinkan arus unit melewatinya dengan lancar dengan penundaan minimum. Pabrik ini

8
mungkin memiliki beragam tipe robot dimana masing-masing memiliki kemampuan dan kecepatan
yang berbeda. Robot terbaik untuk setiap stasiun harus ditugaskan tergantung pada tugas stasiun
dan kemampuan robot. Ketika sebuah produk baru direncanakan untuk perakitan, penugasan
robot ke stasiun mungkin perlu diatur ulang. Beberapa robot mungkin perlu diprogram ulang
dengan membimbing lengannya dan menekan beberapa tombol.

Robotika digunakan di berbagai industri (otomotif, dirgantara, elektromotif, medis, barang


konsumsi, elektronik, dan industri). Beberapa jalur perakitan sebagian otomatis dan yang lainnya
sepenuhnya otomatis dengan robot, dan robot di dalamnya memiliki aplikasi mulai dari
penanganan benda berukuran kecil hingga besar. Aplikasi umum adalah pengelasan, pengujian,
penandaan seri, pelabelan, pengeboran, pemotongan, penyemprotan, pengecatan, penggilingan,
pencetakan, pemindahan material, pergerakan material, penggilingan, pemolesan, ikatan, dan jet
air.

1.1.3 Design Guideline

Berikut ini panduan untuk perakitan manual :


– Kurangi pengambilan keputusan dari pekerja
– Yakinkan bahwa produk baik dan bukan hanya terlihat baik
– Sebisa mungkin mengurangi jumlah komponen individual
– Hilangkan komponen berlebih, sebisa mungkin gabung dua komponen menjadi satu
– Hindari proses membolak-balik komponen, aspek gravitasi perlu dipertimbangkan.

Sedangkan untuk perakitan automatic, berikut ini dapat dijadikan panduan:


– Gunakan metode dalam self-aligning dan self-locating sebaik mungkin
– Posisikan yang berat di bawah, makin ke atas makin kecil
– Hindari segala hal yang menciptakan ‘delay’
– Hindari komponen yang mudah pecah, patah dan rusak
– Hindari sebisa mungkin merubah posisi komponen yang dapat menambah alat bantu
– Rancang sebisa mungkin komponen simetris
– Rancang sebisa mungkin memiliki center gravity di bawah

Berikut ini guideline untuk perakitan robotic:


– Seimbangkan jumlah dengan tipe komponen, kebanyakan robot lemah dalam ‘repeatability’
– Gunakan pemegang (grip) sebisa mungkin tidak sering berganti
– Yakinkan bahwa komponen terpegang dengan sempurna
– Merakit vertikal harus dimulai langsung dari atas (memanfaatkan gravitasi)
– Perancang sebisa mungkin mengurangi memutar komponen sebelum dipegang robot.

9
1.2 Dissassembly
Dalam konteks engineering, dissasembly adalah proses terorganisir dalam memecah produk
menjadi komponen-komponen agar lebih mudah dalam perawatan, perbaikan, pengelolaan dan
sebagainya. Dissasembly bukan kebalikan dari assembly karena terkadang suatu produk harus
dirancang dissambly agar mudah dalam proses produksinya.
(Thomopoulus, 2014) Upaya besar dalam pengendalian lingkungan adalah sistem pemulihan
yang terkait dengan pembongkaran dan daur ulang. Upaya oleh kelompok konsumen dan
pemerintah mendorong korporasi untuk merancang dan memproduksi produk yang tidak
berbahaya secara lingkungan. Upaya yang sama ini mendorong perusahaan untuk merekayasa
ulang produk mereka sehingga ketika harus diganti atau dibuang, komponen dan komponen dapat
segera dihapus untuk kemungkinan penggunaan kembali barang baru. Hal ini terjadi terutama
pada jenis komputer produk, printer, mesin fotokopi, senapan, pistol, iphones, jam, jam tangan,
mesin pemotong rumput, blower salju, dan besi.
(Brenan, Louis, 1994) Pembongkaran adalah proses pemindahan komponen penyusun yang
diinginkan secara sistematis dari majelis sambil memastikan bahwa tidak ada penurunan suku
cadang karena prosesnya. Ada alasan ekonomi dan lingkungan untuk pembongkaran:
 Dihentikan produk. Sebuah lini produk yang tiba-tiba dihentikan dapat menyebabkan
persediaan berlebih pada majelis yang tidak diinginkan. Disassembly scheduling dapat
digunakan untuk mengambil komponen berharga (atau komponen yang kekurangan
pasokan) yang umum untuk produk lain yang masih diproduksi. Sisa didaur ulang, dijual
atau disimpan untuk penggunaan masa depan.
 Pengurangan lead time. Produk tertentu mungkin harus dibongkar untuk memulihkan
beberapa komponen / subassemblies mereka yang langka dan sangat diminati oleh
beberapa produk lainnya. Dalam situasi seperti ini, pengadaan subassemblies / komponen
yang dibutuhkan untuk produk permintaan mendesak dengan membongkar produk lain
dapat menyebabkan pengurangan waktu yang substansial untuk produk mendesak ini.
 Paksa pembongkaran. Pabrik mungkin terpaksa membongkar persediaan (sebelum dibuang)
agar mematuhi peraturan daur ulang yang diberlakukan oleh pemerintah.

10
References
Brenan, Louis, dkk. (1994). Operations Planning Issues in an Assembly/Disassembly Environment.
International Journal of Operations & Production Management, Vol. 14 No(57 Operations
Planning Issues in an Assembly/Disassembly Environment Louis Brennan, Surendra M. Gupta
and Karim N. Taleb Northeastern University, Boston, Massachusetts, USA Introduction Discrete
parts manufacturing represents a significant portion of tota), 57–67.
Mikell P Groover. (2015). Automation Production Systems and Computer-Integrated Manufacturing
(fourth edi). Lehigh University: Pearson Higher Education, Inc., Upper Saddle River, NJ 07458.
Nurwidiana. Line Balancing, Sistem Produksi (2012). Semarang.
Rahmadya. (2009). Pertemuan V: Desin untuk Perakitan dan Pembongkaran (Design for Assembly
and Disassembly). Retrieved from https://rahmadya.com/2009/11/04/pertemuan-v-desin-
untuk-perakitan-dan-pembongkaran-design-for-assembly-and-dissambly/
Riley, F. J. (1983). Assembly Automation. New York: Industrial Press Inc.
Sugiarto, Y. (2013). Assembling Methods. Assembling Methods. Retrieved from
http://yusronsugiarto.lecture.ub.ac.id/files/2013/01/Assembling-Methods.pdf
Thomopoulus, N. T. (2014). Assembly System. In Assembly Planning and Control. Springer.

Anda mungkin juga menyukai