Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PRAKTIKUM

PERANCANGAN SISTEM INDUSTRI TERPADU II

Disusun Oleh:
Kelompok Meja lipat
DESTYA PRASETYO ( 21216139 )
DANIEL NADEAK ( 21216107 )
BOY SIBURIAN ( 21216351 )
FERDY SUHARDI ( 21216254 )
ADE IVAN ( 21216179 )
REFALDI AL YASIR ( 21216347 )
RENDY ANDRADA ( 21216271 )
CHOIRUL FAJRI ( 21216180 )
AMIRUDIN ( 21216341 )
ANDREYANA ( 21216247 )
IKHSANNUDIN ( 21216283 )
KELAS : A4

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SERANG RAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Disusun oleh

NAMA NIM
DESTYA PRASETYO 21216139
DANIEL NADEAK 21216107
BOY SIBURIAN 21216351
FERDY SUHARDI 21216254
ADE IVAN 21216179
REFALDI AL YASIR 21216347
RENDY ANDRADA 21216271
CHOIRUL FAJRI 21216180
AMIRUDIN 21216341
ANDREYANA 21216247
IKHSANNUDIN 21216283

Serang, 19 Juli 2019


Mengetahui,
Ka. Laboratorium Dosen Pembimbing

(Ahmad Nalhadi, M.T) (Mohamad Jihan Shofa, M.T)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SERANG RAYA
2019
MODUL 1

PENGEMBANGAN PRODUK MEJA LIPAT

1.1. Latar Belakang Masalah


Pada kesempatan kali ini kita akan membahas proses produksi pembuatan meja
lipat. Saat kita sedang bekerja atau mengerjakan sesuatu yang memerlukan meja dan
tetapi meja dirumah anda dipenuhi barang sehingga harus memindah kan barang-
barang tersebut sementara hingga meja selesai digunakan sangatlah menyita aktu dan
tenaga. Solusi lainnya adalah membeli meja baru. Bagaimana jika ruangan di
rumah kita terlalu penuh untuk ditempati meja baru? Seperti yang sedang saya alami
saat ingin menyimpan barang, tetapi tidak ada tempat untuk meletakannya. Akhirnya
saya memutuskan untuk membuat sendiri meja lipat yang bisa dirubah-rubah
ketinggian dan lebarnya. Meja lipat ini sangat sederhana, multi fungsi dan mudah
dibuat dan disimpan saat tidak digunakan lagi.
Pada pembuatan meja lipat ini agar lebih mudah dan tepat bisa menggunakan
mesin perkakas. Mesin perkakas dapat didefinisikan sebagai suatu mesin atau
peralatan yang dapat berfungsi untuk memotong atau mendeformasikan suatu material
menjadi suatu produk jadi maupun setengah jadi dalam bentuk dan ukuran tertentu
seperti yang dikendaki dengan pendekatan yang digunakan adalah dengan
menggunakan metode pugh.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Desain apa yang dipilih berdasarkan pada metode pugh?
B. Berapa probabilitas konsumen untuk membeli produk dengan desain terpilih?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penilitian ini di ambil dari rumusan masalah sebagai berikut:
A. Untuk menentukan desain produk yang dipilih berdasarkan pada metode pugh
B. Untuk mengetahui probabilitas konsumen membeli produk dengan desain terpilih
1.4. Landasan Teori
A. Perencanaan Stratejik Produk Baru
Secara alami, fase pertama yang harus dilewati oleh perencanaan stratejik produk
baru adalah mengidentifikasi dan memilih peluang untuk sebuah produk baru
berdasarkan hasil inovasi. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan mengetahui
kondisi bisnis yang edang terjadi dan menunjukan hal tersebut dapat menjadi
petunjuk stratejik (strategic guidance) bagi sebuah perusahaan. Terdapat tiga
aktivitas utama dalam perencanaan strategi produk baru, yaitu:
1) Perencanaan pemasaran yang sedang berjalan. Misalnya: kondisi persaingan
pasar saat ini untuk lini produk handphone telah terjadi perluasan lini (banyaknya
jenis handphone). Dengan kondisi ini, untuk menghadapi tantangan dari
kompetitor baru yang berfokus pada harga, perusahaan harus membuat
perencanaan stratejik.
2) Perencanaan perusahaan yang sedang berjalan. Misalnya: manajemen puncak
mengadopsi suatu strategi yang mengatakan; “dapatkan pasar kita sendiri (artinya
dapatkan posisi market share baik yang pertama ataupun yang kedua) atau keluar
dari persaingan”. Hal ini akan membutuhkan aktivitas produk baru dalam semua
pasar yang diinginkan, dimana perusahaan memiliki posisi minoritas.
3) Analisa khusus terhadap peluang. Proses yang secara kreatif mengenali peluang
peluang disebut sebagai pengidentifikasian peluang (Opportunity Identification).
Peluang akan secara teliti dan hati-hati diungkapkan, kemudian dianalisa untuk
mendapatkan kejelasan apakah memiliki potensi penjualan yang baik. Tidak
semua perusahaan akan mengeksploitasi peluang yang ada dikarenakan beberapa
hal seperti kemampuan perusahaan, resiko yang akan dihadapi, serta biaya yang
tidak mungkin untuk diakomodasi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus
memiliki strategi untuk menemukan peluang yang akan dijalankan, terutama
untuk memperoleh inovasi produk. Ketika satu peluang disetujui, manajer akan
mengarahkannya kepada beberapa teknik terhadap perubahan produk, atau
pembuatan suatu produk baru. Inilah yang disebut dengan Product Innovation
Charter (PIC).
B. Identifikasi Peluang
Sebuah perusahaan tidak akan bertahan lama jika tidak melakukan inovasi atau
mengenalkan produk/jasa terbarunya. Produk lama yang telah mencapai
kedewasaan selanjutnya akan mengalami penurunan sehingga harus
diganti/diperbaharui. Pemilihan produk, pendefinisian dan desain menjadi penting
karena akan berdampak pada peluang produk baru yang akan ada dipasarkan.
Perusahaan yang sukses akan mempelajari bagaimana merubah berbagai peluang
menjadi produk yang sukses untuk diterima konsumen.
C. Product Innovation Charter
Product Innovation Charter (PIC) adalah perencanaan strategis dalam
pengembangan produk baru. Seperti yang dikatakan Christopher K. Bart (2002),
terminologi dari PIC adalah untuk produk, bukan untuk proses atau aktivitas lain,
PIC adalah untuk inovasi produk dan berupa charter atau semacam piagam
(berupa dokumen yang memberikan informasi kondisi dimana organisasi
/perusahaan akan bergerak). PIC dapat diartikan sebagai pernyataan dari misi,
namun diaplikasikan pada level yang lebih kecil dalam perusahaan dan
diadaptasikan kepada aktivitas produk baru.1 PIC secara umum berbicara kepada
fokus peluang, bukan pada spesifik produk atau grup produk yang belum dibuat.
1.5. Pembahasan
A. Identifikasi Problem dari Produk Meja Lipat
1) Meja memakan tempat ruangan
2) Permukaan meja tidak berkualitas ( tidak rata, mudah rapuh, dll )
3) Ketinggian meja kurang sesuai dengan pengguna
4) Permukaan meja kurang awet
5) Permukaan meja mudah kotor
B. Kebutuhan Konsumen terhadap Produk
Mengidentifikasi kebutuhan konsumen dilakukan dengan cara mewawancarai
konsumen, hal ini juga berfungsi untuk mendapatkan fitur tambahan yang
diinginkan. Dari wawancara mereka telah memberikan pernyataan, nasehat, dan
kebutuhan akan minat, masalah dan banyak informasi bermanfaat.
C. Diagram Fungsi
1) Permukaan meja : berfungsi untuk meletakkan benda yang ingin di
Letakkan
2) Besi hollow : berfungsi sebaga kerangka meja
3) Baut : berfungsi untuk mengikat kayu palet pada kerangka
meja
4) Engsel : berfungsi untuk melipat meja
5) Besi siku : berfungsi sebagai penyangga meja
D. Pohon Klasifikasi dan Desain Alternatif
1) Pohon klasifikasi

Gambar 1.1 Pohon klasifikasi dari meja lipat


Pada gambar pohon klasifikasi di atas, memperlihatkan alternative
penyelesaian pada submasalah “sumber energi”. Pohon dapat dibangun
dengan membuat cabang yang bersesuaian dengan penggalan solusi dari
submasalah apapun, tetapi dengan cara pengklasifikasian berbeda yang lebih
berguna. Pohon klasifikasi ini untuk membuat desain produk yang akan di
buat dengan bermacam bahan, bentuk, model dan permukaan yang sangat
begitu bagus.
2) Desain Alternatif
a) Desain Gambar Alternatif 1

Gambar 1.2 Desain pilahan ke-1

b) Desain Gambar Alternatif 2

Gambar 1.3 Desain pilihan ke-2


c) Desain Gambar Alternatif 3

Gambar 1.4 Desain pilihan ke-3

d) Desain Gambar Alternatif 4

Gambar 1.5 Desain pilihan ke-4 ( Lipat bawah)


e) Desain Gambar Alternatif 5

Gambar 1.6 Desain pilihan ke-5 (Lipat atas)

E. Pemilihan konsep dengan Metode Pugh


Dalam seleksi konsep menggunakan konsep Pugh, maka dapat dilakukan dengan
mensurvey sekelompok orang atau fokus grup. Fokus grup yang dibuat berdasarkan
para pengguna meja lipat yang mengerti mengenai kegunaan meja lipat. Dari lima
konsep yang ada, akan dipilih beberapa konsep yang terbaik yang nantinya akan
diuji kembali sehingga mendapatkan satu konsep terbaik yang digunakan sebagai
konsep akhir dengan tetap membandingkan terhadap produk pesaing. Hasil dari
pada fokus grup yang terdiri dari 10 orang adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1 Seleksi Konsep Tahap Pertama dengan Metode Pugh

Konsep

Kriteria Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5


(Kayu) (Besi) (Fiber) (Lipat atas) (Lipat bawah)

Kemudahan o + + o -
perawatan
Tabel 1.2 Seleksi Konsep Tahap Pertama dengan Metode Pugh (lanjutan)

Konsep

Kriteria Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5


(Kayu) (Besi) (Fiber) (Lipat atas) (Lipat bawah)

perancangan + o o o o

Efisiensi o o o o o
komponen
Desain yang o + o o o
kokoh
Material o o + o o
yang ringan
dan kuat
Safety + o o o +

Efisiensi o o o o o
fungsi
Ukuran o o o o o

Cost + + o o o

Jumlah (+) 3 3 2 0 1

Jumlah (-) 0 0 0 0 1

Jumlah (o) 6 6 7 9 7

Nilai akhir 3 3 2 0 0

Peringkat 1 2 3 4 5
Lanjutkan Ya Ya Ya Gabung Gabung

Dari penilaian konsep menggunakan metode Pugh, diperoleh bahwa konsep yang
terpilih adalah Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3 sedangkan Gambar 4 dan 5 akan
digabungkan untuk akan diperbaiki. Langkah selanjutnya adalah melakukan
seleksi konsep untuk menentukan konsep akhir. Penentuan konsep akhir
menggunakan cara memberikan beban pada masing-masing opsional dan
penyeleksian ini kembali menggunakan fokus grup yang sama dengan grup
penyeleksi pertama. Cara penyeleksian ke dua ini dengan cara memberikan bobot
seperti pada survey tingkat kepentingan. Berikut ini adalah contoh kuisioner untuk
menentukan konsep akhir, hasil pengumpulan data, dan hasil penilaian konsep.

Tabel 1.3 Kuisioner Penilian Konsep

Kuisioner seleksi konsep

Nama : Destya Prasetyo


Nim : 21216139

Kriteria Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4

Perawatan 3 3 4 5

Perancangan 3 4 5 5

Komponen 3 3 4 4

Desain yang kokoh 3 4 4 3

Material ringan dan 3 3 4 3


kuat
Safety 2 2 4 5

Efisiensi 3 3 3 3

Ukuran 3 3 3 3

Cost 3 3 3 3
Tabel 1.4 Hasil data penilian konsep

Kayu Besi Fiber Lipat atas bawah


Perawatan (3,7) 4 (3,3) 3 (3,4) 3 (4,5) 5
Perancangan (4,1) 4 (3,0) 3 (3,2) 3 (3,3) 3
Komponen (3,4) 3 (2,9) 3 (3,5) 4 (3,1) 3
Desain yang (3,5) 4 (4,2) 4 (2,9) 3 (3,6) 4
kokoh
Material ringan (3,7) 4 (3,4) 3 (3,4) 3 (3,7) 4
dan kuat
Safety (3,6) 4 (2,9) 3 (3,2) 3 (3,8) 4

Tabel 1.5 Hasil data penilian konsep (lanjutan)

Kayu Besi Fiber Lipat atas bawah


Efisiensi fungsi (3,3) 3 (2,9) 3 (2,5) 3 (4,0) 4
Ukuran (3,4) 3 (3,3) 3 (3,1) 3 (3,4) 3
Cost (3,7) 4 (2,6) 3 (3,3) 3 (3,4) 3

3,3 2,8 2,8 3,3


(32,4/9=3,6) (28,5/9=3,2) (28,5/9=3,2) (32,8/9=3,64)

Tabel 1.6 Hasil seleksi metode penilian konsep

Desain konsep
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
Kriteria Beban Rati Rati Rati Rati
ng ng ng ng
Perawatan 10% 4 0,4 3 0,3 3 0,3 5 0,5
Perancangan 15% 4 0,6 3 0,45 3 0,45 3 0,45
Komponen 5% 3 0,15 3 0,15 4 0,2 3 0,15
Desain kokoh 15% 4 0,6 4 0,6 3 0,45 4 0,6
Material 15% 4 0,6 3 0,45 3 0,45 4 0,6
ringan dan
kuat
Safety 10% 4 0,4 3 0,3 3 0,3 4 0,4
Efisiensi 10% 3 0,3 3 0,3 3 0,3 4 0,4
fungsi
Ukuran 5% 3 0,15 3 0,15 3 0,15 3 0,15
Cost 15% 4 0,6 3 0,45 3 0,45 3 0,45
Total nilai 3,8 3,45 3,05 3,5
peringkat
Lanjutkan ya tidak tidak Tidak
?
Dari hasil penilaian konsep di atas, dapat dilihat bahwa Gambar 1 lebih unggul
dari pada Gambar 2,3 dan 4, maka Gambar 1 keluar sebagai konsep akhir dari
produk Meja lipat.

F. Pengujian Konsep
Pengujian konsep mempunyai tujuan mengetahui minat dari pelanggan untuk
mendapatkan produk meja lipat ini saat beredar di pasaran. Survey ini dilakukan
terhadap 100 responden, mengingat sudah cukup banyaknya survey yang dilakukan
sebelumnya, maka konsep akhir ini dapat dikatakan telah mewakili kebutuhan-
kebutuhan yang telah teridentifikasi. Pembagian kuisioner dilakukan untuk
mengetahui dan menguji konsep yang sudah diseleksi. Survei ini dilakukan
untuk mengetahui apakah pelanggan mau membeli produk tersebut atau tidak, dan
seberapa ingin mereka membeli produk tersebut bila produk tersebut sudah berada
di pasaran.
Gambar 1.7 Kuisioner

Survey dilakukan kembali dengan metode menyebarkan kuisioner sejumlah 100,


jumlah ini dianggap sudah cukup mengingat sudah banyaknya survey yang telah
dilakukan pada tahap sebelumnya. Konsep yang akan diuji memang sudah
mewakili kebutuhan yang sudah teridentifikasi.

Tabel 1.7 Hasil pengumpulan data kuisioner pengujian konsep

No Item Frekuensi Presentasi


1 Pasti tidak akan membeli 6 6%
2 Mungkin tidak akan membeli 12 12%
3 Mungkin atau tidak membeli 27 27%
4 Mungkin akan membeli 40 40%
5 Pasti akan membeli 15 15%
Nilai F definitely diambil dari hasil kuisioner yang item nya “Mungkin akan
membeli” Sedangkan nilai C definitely dan C probably ditentukan oleh perusaahaan
dengan masing-masing sebear 0,5.

P = Fdefinitely x Cdefinitely + Fprobably x Cprobably

= ( 0,4 x 0,5 ) + ( 0,15 x 0,5 )

= 0,2 + 0,075

= 0,275

Dengan ini responden kemungkinan atau tidak akan membeli, karena nilai
probabilitasnya kurang dari 0,5

1.6. Kesimpulan
A. Hasil dari menentukan desain produk yang dipilih berdasarkan pada metode pugh
yaitu maka Gambar 1 keluar sebagai konsep akhir dari produk Meja lipat dengan
deskipsi produk Produk meja lipat ini dapat digunakan oleh sebagainya, karena
meja lipat ini berbuat dari bahan kayu yang menggunakan penyangganya besi,
produk ini dapat mengefesiensi ruangan yang sangat sempit karna luas meja ini
tidak terlalu panjang maupun lebar. Keunggulan meja ini dapat dilipat keatas
maupun kebawah, jadi kalau meja mau di bersihin itu mudah dan tidak terlalu ribet
pemakaian nya.
B. Nilai probabilitas konsumen membeli produk dengan desain terpilih
P = Fdefinitely x Cdefinitely + Fprobably x Cprobably

= ( 0,4 x 0,5 ) + ( 0,15 x 0,5 )

= 0,2 + 0,075

= 0,275
LAMPIRAN

PENGEMBANGAN PRODUK MEJA LIPAT

Hasil ini saya rekap dari semua 100 kuisioner yang sudah di sebarkan ke semua
responden, dan akan melampirkan hanya 20 kuisioner untuk laporan kali ini.

Tabel 1.8 Rekapan Kuisioner

No Item Jumlah orang


1 Pasti tidak akan membeli 6
2 Mungkin tidak akan membeli 12
3 Mungkin atau tidak membeli 27
4 Mungkin akan membeli 40
5 Pasti akan membeli 15
MODUL 2

ASSEMBLY LINE BALANCING

2.1. Latar Belakang Masalah

Persaingan pasar yang ketat mengharuskan suatu perusahaan manufaktur untuk terus
melakukan perubahan dan perbaikan dalam sistem produksinya untuk menjaga
eksistensi produknya agar selalu diminati oleh konsumen. Perkembangan suatu
perusahaan manufaktur dapat diketahui dengan melihat peningkatan kinerja dan
produksi dari waktu ke waktu. Hal tersebut dapat dicapai apabila perusahaan
melakukan perbaikan sistem produksi secara berkesinambungan dan terus menerus
sehingga dapat memperkecil pemborosan waktu dan bahan baku. Perbaikan sistem
produksi yang berkesinambungan diperlukan untuk menciptakan nilai lebih bagi
konsumen dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit.

Keterbatasan sumber daya merupakan salah satu kendala yang pasti dihadapi oleh
perusahaan manufaktur dalam setiap elemen produksi. Hal tersebut merupakan
pendorong agar suatu perusahaan manufaktur terus melakukan perbaikan sistem
produksi secara berkesinambungan supaya dapat selalu memproduksi produk yang
unggul baik dari segi harga, kualitas, fleksibilitas, dan waktu sehingga dapat bersaing
dengan produk dari perusahaan lainnya.

Efektifitas dari lini perakitan sangat dibutuhkan untuk mewujudkan hal tersebut.
Metode kerja bukanlah satu - satunya aspek yang dilihat untuk mengetahui efektifitas
dari suatu lini perakitan tetapi juga melihat keseimbangan lini perakitannya.
Kelancaran dalam proses produksi merupakan keinginan dari semua perusahaan
manufaktur, untuk mewujudkan hal tersebut beberapa perusahaan melakukan
berbagai cara untuk menyeimbangkan lini perakitannya.

Lini perakitan merupakan hal yang tidak asing di dalam industri manufaktur seperti
elektronik, tekstil, atau furnitur. Namun, bottleneck sering terjadi karena lini
perakitan sulit mendapatkan keseimbangan sehingga dapat menyebabkan banyak
pemborosan seperti waktu tunggu, work in process (WIP), dan kelebihan produksi
(overproduction). Penyeimbangan lini perakitan dapat membantukan mengalirkan
penumpukan material atau Work In Process yang menghambat di dalam lini
perakitan dengan meminimalkan (atau meniadakan) buffers antara elemen – elemen
kerja pada proses produksi (Canh et al., 2013).

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, lini perakitan perusahaan masih
mengalami ketidakseimbangan antara satu stasiun kerja dengan stasiun kerja lainnya
sehingga terjadi penumpukan material di tengah lini perakitannya. Hal itu dapat
dilihat dari jumlah produksi yang membuktikan bahwa terdapat perbedaan jumlah
produksi harian yang cukup besar terjadi setiap harinya. Salah satu penyebab hal
tersebut karena terjadi penumpukan beberapa part assembly di stasiun kerja welding
yang belum selesai dikerjakan sehingga proses perakitan di stasiun kerja assembly
terhambat. Target produksi yang ingin dicapai oleh unit ini memiliki target yang
cukup tinggi.

Perusahaan belum mengetahui berapa kapasitas produksi maksimum yang dapat


dicapai dalam waktu kerja efektif, hal itu dikarena dokumentasi atau pencatatan
jumlah produksi yang dilakukan berdasarkan hari kerja bukan jam kerja efektif.
Untuk memenuhi jumlah order setiap minggunya perusahaan harus memberlakukan
kerja lembur atau overtime hampir setiap harinya. Jumlah waktu kerja lembur atau
overtime yang diperlukan untuk memenuhi jumlah order setiap minggunya sangatlah
besar. Bahkan diperlukan waktu kerja lembur pada hari sabtu dimana menyumbang
jumlah kerja lembur terbesar setiap minggunya karena waktu kerja lembur dihitung
dari mulai awal kerja (pagi hari) hingga selesai kerja (sore hari).

2.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
A. Berapa nilai efesiensi yang dihasilkan dari penyeimbangan lini perakitan?
B. Berapa nilai smoothing index yang dihasilkan dari penyeimbangan lini
perakitan?
2.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
A. Mengetahui berapa nilai efesiensi yang dihasilkan dari penyeimbangan lini
perakitan
B. Mengetahui berapa nilai smoothing index yang dihasilkan dari penyeimbangan
lini perakitan
2.4. Landasan Teori
Definisi penyeimbangan lini perakitan (assembly line balancing). Penyeimbangan
lini perakitan merupakan sebuah proses perancangan suatu lini perakitan yang
seimbang dengan cara mengelompokkan sejumlah pekerjaan atau mesin untuk
melakukan beberapa tugas (elemen kerja) yang sifatnya sekuensial dalam merakit
suatu produk seperti yang terlihat pada Gambar 1. Dengan demikian, arus produksi
pada lini perakitan terkait menjadi lancar dan memiliki utilitas fasilitas, tenaga kerja
dan peralatan yang tinggi.

Gambar 2.1 Tipe lini perakitan


Terdapat dua masalah pokok dalam lini produksi, yaitu penyeimbangan stasiun kerja
dan penyeimbangan lini perakitan agar dapat beroperasi secara kontinyu. Secara
teknis, usaha untuk memecahkan dua masalah pokok di atas adalah dengan
mendistribusikan elemen kerja ke setiap stasiun kerja dengan acuan waktu siklus /
Cycle Time (CT). Apabila hal ini tercapai secara sempurna, maka lini perakitan
akanmenjadi seimbang untuk setiap beban stasiun kerjanya (yaitu selama CT) dan
beroperasi secara kontinyu dengan laju sebesar CT.
Permasalahan penyeimbangan lini perakitan dapat diselesaikan dengan metode
heuristik. Metode ini menyelesaikan permasalahan berdasarkan pengalaman, intuisi
atau aturan-aturan empiris untuk memperoleh solusi yang lebih baik dari pada solusi
yang telah dicapai sebelumnya. Salah satu metode heuristik yang digunakan yaitu,
Kilbridge-Weston Heuristic. Penyeimbangan lini perakitan dapat dilakukan
denganbeberapa langkah sebagai berikut:
A. Mendefinisikan tujuan
Misalnya, perancangan lini perakitan produk X untuk periode Januari-
Desember 2016.
B. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data yang terkait, seperti: jumlah produksi per hari, kapasitas
produksi per hari, data waktu operasi.
C. Mengidentifikasi elemen kerja
Elemen kerja merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang diperlukan
untuk membuat sebuah produk akhir.
D. Menentukan waktu operasi (Ti)
Menentukan waktu standar yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap elemen
kerja.
E. Menetapkan precedence constraints
Precedence constraints merupakan batasan urutan proses perakitan.
F. Membuat precedence diagram
Precedence diagram merupakan gambaran urutan elemen kerja dan
hubunganantar elemen kerja untuk memudahkan perencanaan dan pengendalian
kegiatan yang terkait di dalam sebuah lini perakitan seperti terlihat pada Gambar
2.

Gambar 2.2 Precedence Diagram Lini Perakitan

Diagram ini dibuat dengan menggunakan beberapa simbol, yaitu:

1) Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah


identifikasi dari suatu elemen kerja.
2) Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan elemen kerja. Dalam
hal ini, elemen kerja yang berada pada pangkal panah (predecessor) berarti
mendahului elemen kerja yang ada pada ujung anak panah (successor).
3) Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap operasi.
G. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output
H. Menghitung cycle time (waktu siklus)

Merupakan waktu kedatangan antara dua produk yang telah selesai dirakit.
Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus
dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam
mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produki tertentu,
waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang
merupakan penyebab terjadinya bottle neck (kemacetan) dan waktu siklus juga
harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah
produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut

Dimana:

Ti max : waktu elemen kerja terbesar pada lintasan

CT : waktu siklus

T : jam kerja efektif per hari

D: jumlah produksi per hari

I. Menentukan jumlah stasiun kerja (K)

Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stations) yang dibutuhkan


untuk memproduksi output yang direncanakan dengan menggunakan rumus
berikut:

Dimana:
K : jumlah stasiun kerja

Ti : waktu elemen kerja

CT : waktu siklus

J. Mengelompokkan elemen kerja

Menetapkan satu atau lebih elemen kerja pada sebuah stasiun kerja dengan total
waktu stasiun kerja (STi) yang mendekati atau sama dengan CT dan tidak
melebihi CT. Jika STi telah melebihi CT, maka elemen kerja terkait ditugaskan
ke stasiun berikutnya. Kemudian langkah ini diteruskan sampai semua elemen
kerja sudah ditempatkan pada suatu stasiun kerja.

K. Menilai performansi perakitan

Penilaian performansi lini perakitan dapat dilakukan dengan beberapa

indikator berikut:

1) Efisiensi Lintasan Perakitan

Yaitu rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia.
Keseimbangan lintasan yang baik adalah jika efisiensi setelah
diseimbangkan lebih besar dari efisiensi sebelum diseimbangkan.

Dimana:

Sti : waktu staisun kerja ke-1

K : jumlah stasiun kerja

CT : waktu siklus

2) Smoothness Index (SI)

SI digunakan untuk mengukur tingkat waktu tunggu relatif dari suatu lini
perakitan. Semakin mendekati nol nilai SI suatu lini perakitan, hal tersebut
mengindikasikan lini perakitan tersebut semakin seimbang, karena
pembagian beban kerja semakin merata.

Dimana:

Timax : waktu stasiun kerja maksimum

Ti : waktu stasiun kerja ke-i

K: jumlah total stasiun kerja

3) Balance Delay (BD)

BD merupakan rasio antar waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu
yang tersedia. Penurunan BD suatu lini perakitan mengindikasikan
bahwa lini perakitan yang terbentuk memiliki keseimbangan yang lebih
baik.

Dimana:

K : jumlah stasiun kerja

CT : waktu siklus

Ti : waktu elemen kerja

BD : balance delay (%)

IT adalah waktu menganggur yang terjadi dikarenakan pembagian beban


kerja yang tidak seimbang.

IT = (K × CT) - ∑Ti (1.6.)


Istilah dalam penyeimbangan lini perakitan

1) Produk Rakitan (Assembled Product): produk akhir pada stasiun kerja


yang terakhir setelah melewati beberapa urutan dalam stasiun kerja.

Elemen Kerja (Work Element): bagian dari seluruh kegiatan kerja dalam
suatu proses perakitan. n sebagai jumlah elemen kerja yang diinginkan
untuk melengkapi suatu perakitan, dan i adalah jumlah elemen kerja i
dalam suatu proses. Catatan bahwa 1 ≤ i ≤ n.

2) Stasiun Kerja (Workstation [WS]): tempat dalam suatu lini perakitan


dimana elemen-elemen kerja dikerjakan menjadi suatu produk.

3) Waktu Siklus (Cycle Time [CT]): waktu maksimum yang digunakan untuk
menyelesaikan semua pekerjaan pada masing-masing work station.

4) Station Time (ST): jumlah waktu performansi yang diperlukan oleh elemen
kerjapada stasiun kerja.

5) Delay time of a station: selisih yang menggambarkan urutan dan


keterkaitan antarelemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian
elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus
memperhatikan precedence diagram.

6) Predecessor: elemen kerja yang dilakukan sebelum mengerjakan elemen


kerjasetelahnya.

7) Successor : elemen kerja yang di lakukan setelah melakukan elemen kerja


sebelumnya.

2.5.Pembahasan
A. Precedence Diagram
Diketahui precedence diagram perakitan produk X seperti terlihat pada Gambar
3. Pada kasus ini, akan dilakukan penyeimbangan lini perakitannya.
Elemen kerja:
1) Pengukuran

2) Pemotongan besi

3) Pemotongan kayu

4) Pengelasan

5) Pembuatan lubang baut


6) Pengampelasan
7) Pendempulan
8) Pengecatan
9) Packing

Gambar 2.3 Precedence Diagram

1) Pengukuran
Yaitu untuk mengukur benda kerja besi dan kayu yang mana bahan ini akan
di buat untuk membuat produk meja lipat,
2) Pemotongan besi
Memotong besi pada produk kamu menggunakan mesin gerinda, dimana kita
supaya mendapat waktu yang efisien,
3) Pemotongan kayu
Memotong besi pada produk kamu menggunakan mesin gerinda, dimana kita
supaya mendapat waktu yang efisien,
4) Pengelasan
Pada bahan besi kita supaya las, supaya besi ini bentuk nya sesuai apa yang
di minta oleh konsumen,
5) Pembuatan lubang baut
Produk meja ini agar di buatkan lubang, supaya nanti konsumen membeli nya
tidak usah membuat lagi dan tinggal di pasang,
6) Pengampelasan
Pengempelasan ini berfungsi untuk supaya produk meja lipat halus dan tidak
ada yang kasar lagi permukaan nya,
7) Pendempulan
Pendempulan ini berfungsi untuk supaya produk meja lipat tetep awet jangka
panjang,
8) Pengecatan
Pengecatan ini berfungsi untuk supaya produk meja lipat kelihatan indah dan
bagus,
9) Packing
Packing ini berfungsi untuk supaya produk meja lipat tetap rapih saat di pack
an dan di simpan dalam gudang.

Dari precedence diagram diatas kita membuat tabel elemen kerja sebagai berikut:

Tabel 2.1 Elemen dan kolom precedence diagram

Elemen Kolom
Elemen 1 I
Elemen Kolom
Elemen 2 dan 3 II
Elemen 4 III
Elemen 5 IV
Elemen 6 dan 7 V
Elemen 8 VI
Elemen 9 VII
B. Elemen Kerja dan waktu
Pada kasus ini jumlah waktu elemen kerja dihitung dengan menggunakan rumus:

Tabel 2.2 Elemen kerja

Elemen kerja (i) Ti (menit)


1 7 (Ti max)
2 2
3 3
4 4
5 2
7 4
8 6
Tabel 2.3 Elemen kerja lanjutan

Elemen kerja (i) Ti (menit)


9 4
𝑛

∑ Ti = 37
1−1

Pada kasus ini jam kerja efektif per hari adalah 8 jam (480 menit) dan terdapat 48
produk yang harus diproduksi per hari, dapat juga T max dari nilai waktu yang
paling tinggi yaitu 7. Sehingga pembatas untuk waktu siklus yaitu antara Ti max
≤ CT ≤ , yaitu 7 ≤ CT ≤ 10.

C. Jumlah predecessor pada tiap-tiap elemen


Selanjutnya pilih CT dalam range yang diijinkan. Dalam kasus ini dipilih CT =
10. Pada tabel 2 dihitung jumlah predecessor untuk tiap-tiap elemen kerja. Jumlah
stasiun kerja minimal adalah:

Tabel 2.4 Jumlah predecessor pada tiap elemen

Elemen kerja (i) Jumlah predecessor Ti (menit)

1 0 7

2 1 2

3 1 3

4 3 4

5 4 2

6 5 5

7 5 4

8 7 6

9 8 4

Dari tabel di atas


1) elemen 1 tidak ada jumlah predecessor (0) karena elemen 1 belum ada yang
mendahului stasiun kerja sebelumnya.
2) elemen 2 ada jumlah predecessor (1) karena elemen 2 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1.
3) elemen 3 ada jumlah predecessor (1) karena elemen 3 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1.
4) elemen 4 ada jumlah predecessor (3) karena elemen 4 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1 dan 2.
5) elemen 5 ada jumlah predecessor (4) karena elemen 5 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2 dan 3.
6) elemen 6 ada jumlah predecessor (5) karena elemen 6 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2, 3 dan 4.
7) elemen 7 ada jumlah predecessor (5) karena elemen 7 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2, 3 dan 4.
8) elemen 8 ada jumlah predecessor (7) karena elemen 8 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2, 3, 4 dan 5.
9) elemen 9 ada jumlah predecessor (8) karena elemen 9 sudah mendahului
stasiun kerja kerja ke-1, 2, 3, 4, 5 dan 6.
D. Penugasan Elemen Kerja pada Stasiun Kerja
Langkah selanjutnya adalah mengurutkan elemen kerja berdasarkan precedence
diagram dengan hasil seperti terlihat pada

Tabel 2.5 Penugasan elemen kerja ke setiap stasiun

Kolom Elemen (i) Ti Kolom jumlah Hasil komulatif


I 1 7 7 7

II 2 2 5 12

3 3

III 4 4 4 16

IV 5 2 2 18
V 6 5 9 27

7 4

VI 8 6 6 33

VII 9 4 4 37

E. Penugasan Elemen Kerja pada Stasiun Kerja sesuai Target cycle time
Setelah mempelajari tabel 2.4 secara seksama langkah berikutnya adalah
memindahkan elemen-elemen antar stasiun kerja untuk mendapatkan
keseimbangan yang lebih baik pada stasiun-stasiun kerja. Kemungkinan
perpindahan terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.7 Penugasan elemen kerja ke stasiun kerja (CT=10)

Kolom Elemen (i) Ti ST CT - ST


I 1 7 9 1

2 2

II 3 3 9 1

4 4

5 2

III 6 5 9 1

7 4

IV 8 6 10 0

9 4

37
a. Efisiensi lini (LE) = x 100%
40
37
= x 100%
40
= 92,5 %
b. Smoothness index (SI) = √ 12 + 12 + 12 + 02
= √3
= 1,73

2.6. Kesimpulan
a. berapa nilai efesiensi yang dihasilkan dari penyeimbangan lini perakitan
37
Efisiensi lini (LE) = x 100%
40
37
= x 100%
40
= 92,5 %
b. nilai smoothing index yang dihasilkan dari penyeimbangan lini perakitan
Smoothness index (SI) = √ 12 + 12 + 12 + 02
= √3
= 1,73
LAMPIRAN
MODUL 3

MICROMOTION STUDY

3.1. Latar Belakang Masalah

Pekerjaan yang dilakukan seorang pekerja atau operator dalam membuat suatu
produk biasanya terdiri dari beberapa elemen-elemen gerakan kecil. Gerakan-
gerakan tersebut pada umumnya dapat menimbulkan faktor-faktor yang
menyebabkan kelelahan. Seseorang dalam melakukan pekerjaan seringkali
melakukan aktivitas yang tidak perlu. Faktor lain yang menyebabkan seseorang
mengalami jenuh adalah lingkungan kerja yang tidak kondusif, sehingga membuat
seseorang menjadi tidak nyaman dan efektifitas pekerjaan menjadi menurun.

Dari berbagai faktor yang tidak selaras diatas, maka perlu adanya perbaikan dalam
melakukan gerakan kerja dengan cara menganalisis setiap gerakan dan lingkungan
kerja yang seharusnya tidak perlu ditimbulkan. Untuk memudahkan menganalisis
terhadap gerakan-gerakan tersebut perlu dikenal dahulu gerakan-gerakan dasar
yang membentuk kerja tersebut. Guna melaksanakan maksud ini, maka Frank B.
Gilberth beserta istrinya Lilian Gilberth telah berhasil menciptakan simbol/kode
dari gerakan-gerakan dasar kerja yang dikenal dengan nama THERBLIG. Di sini
mereka menguraikan gerakan-gerakan kerja ke dalam 17 gerakan dasar guna
mendapatkan rangkaian gerakan yang lebih efisien.

Perbaikan kegiatan kerja dapat dilakukan dengan cara menganalisis setiap gerakan
dan lingkungan kerja yang seharusnya tidak ditimbulkan. Micromotion study dapat
digunakan untuk membantu menganalisis perbaikan kerja, karena micromotion
study mempelajari tentang pengukuran waktu baku work factor system melalui
gerakan kerja. Sehinggga dapat menaikkan jumlah produksi dan dapat menghemat
waktu kerja.
Modul micromotion study ini, kita melakukan pembongkaran terhadap otoped.
Modul ini digunakan untuk menganalisis gerakan perakitan dan pembongkaran
sehingga nanti dapat menentukan waktu baku sebuah aktivitas kerja. waktu baku
tersebut yang nantinya dapat digunakan dalam menentukan tingkat produktivitas
kerja.
3.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
A. Berapa waktu baku yang ada pada proses pembuatan?
3.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
A. mengetahui berapa waktu baku dalam proses pembuatan Meja Lipat
3.4. Landasan Teori
A. Studi Gerakan
Studi gerakan adalah analisa yang dilakukan terhadap beberapa gerakan bagian
badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Seorang tokoh yang telah
meneliti gerakan - gerakan dasar secara mendalam adalah Frank B. Gilberth
beserta istrinya yang menguraikan gerakan ke dalam 17 gerakan dasar atau elemen
gerakan yang dinamai Therblig (Sutalaksana, 1979).
Secara garis besar masing - masing gerakan Therblig dapat didefinisikan sebagai
berikut (Wignjosoebroto, 1995):
1. Mencari.
Mencari adalah elemen dasar gerakan pekerja untuk menentukan lokasi suatu
obyek. Gerakan dimulai pada saat mata bergerak mencari obyek dan berakhir jika
obyek telah ditemukan. Mencari ini termasuk dalam gerakan Therblig yang tidak
efektif.
2. Memilih.
Memilih merupakan elemen gerakan Therblig untuk menemukan atau memilih
suatu obyek diantara dua atau lebih obyek lainnya yang sama. Memilih ini
termasuk dalam elemen gerakan Therblig yang tidak efektif.
3. Memegang (Grasp).
Memegang adalah elemen gerakan tangan yang dilakukan dengan menutup jari-
jari tangan obyek yang dikehendaki dalam suatu operasi kerja. Memegang adalah
elemen Therblig yang diklasifikasikan sebagai elemen gerakan efektif yang
biasanya tidak bisa dihilangkan tetapi dalam beberapa hal dapat diperbaiki.
4. Menjangkau / Membawa Tanpa Beban (Transport Empty).
Menjangkau adalah elemen gerakan Therblig yang menggambarkan gerakan
tangan berpindah tempat tanpa beban atau hambatan (resistance) baik gerakan
yang menuju atau menjauhi obyek. Gerakan ini diklasifikasikan sebagai elemen
Therblig yang efektif dan sulit untuk dihilangkan secara keseluruhan dari suatu
siklus kerja.
5. Membawa Dengan Beban (Transport Loaded).
Membawa merupakan elemen perpindahan tangan, hanya saja disini tangan
bergerak dalam kondisi membawa beban (obyek). Elemen gerak membawa
termasuk Therblig yang efektif sehingga sulit untuk dihindarkan.
6. Memegang untuk Memakai (Hold).
Elemen ini terjadi jika elemen memegang obyek tanpa menggerakan obyek
tersebut. Elemen memegang untuk memakai adalah elemen kerja yang
tidakefektif yang bisa dihilangkan dengan memakai alat bantu untuk
memegangobyek.
7. Melepas (Release Load).
Elemen ini terjadi pada saat operator melepaskan kembali terhadap obyek yang
dipegang sebelumnya. Elemen gerak melepas termasuk elemen therblig yang
efektif yang bisa diperbaiki.
8. Mengarahkan (Position).
Mengarahkan adalah elemen gerakan therblig yang terdiri dari menempatkan
obyek pada lokasi yang dituju secara tepat. Elemen gerak ini termasuk Therblig
yang tidak efektif, sehingga untuk itu harus diusahakan untuk dihilangkan.
9. Mengarahkan Awal (Pre-Position).
Mengarahkan awal adalah elemen gerakan efektif Therblig yang mengarahkan
obyek kesuatu tempat sementara sehingga pada saat kerja mengarahkan obyek
benar-benar dilakukan maka obyek tersebut dengan mudah dapat dipegang dan
dibawa kearah tujuan yang dikehendaki.
10. Memeriksa (Inspect).
Elemen ini termasuk dalam langkah kerja untuk menjamin bahwa obyek telah
memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan. Elemen ini termasuk elemen
Therblig yang tidak efektif.
11. Merakit (Assembly).
Merakit adalah elemen gerakan Therblig untuk menghubungkan dua obyek atau
lebih menjadi satu kesatuan. Elemen ini merupakan elemen Therblig yang efektif
yang tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi dapat diperbaiki.
12. Mengurai Rakit (Disassembly).
Disini dilakukan gerakan memisahkan atau mengurai dua obyek tergabung satu
menjadi obyek-obyek yang terpisah. Ini termasuk gerakan therbligh yang efektif.
13. Memakai (Use).
Memakai adalah elemen gerakan efektif Therblig dimana salah satu atau kedua
tangan digunakan untuk memakai/mengontrol suatu alat untuk tujuan-tujuan
tertentu selama kerja berlangsung.
14. Kelambatan yang Tidak Terhindarkan (Unavoidable Delay).
Kondisi ini diakibatkan oleh hal-hal diluar kontrol dari operator dan merupakan
interupsi terhadap proses kerja yang sedang berlangsung.Ini termasuk gerakan
therbligh yang tidak efektif.
15. Kelambatan yang Dapat Dihindarkan (Avoidable Delay).
Kegiatan ini menunjukan situasi yang tidak produktif yang dilakukan oleh
operator sehingga perbaikan/penanggulangan yang perlu dilakukan lebih
ditujukan kepada operator sendiri tanpa harus merubah proses kerja lainnya.Ini
termasuk gerakan therbligh yang tidak efektif.
16. Merencanakan (Plan).
Elemen ini merupakan proses mental dimana operator berhenti sejenak bekerja
dan memikir untuk mentukan tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan.Ini
termasuk gerakan therbligh yang tidak efektif.
17. Istirahat untuk Menghilangkan Lelah (Rest to Overcome Fatigue).
Elemen ini tidak terjadi pada setiap siklus kerja akan tetapi berlangsung secara
periodik. Ini termasuk gerakan therbligh yang tidak efektif.
B. Analisis Kerja dan Prinsip Ekonomi Gerakan
1. Analisa Kerja
Menurut Sritomo Wignjosoebroto (1995), terdapat dua metode yang termasuk
dalam penetapan waktu baku dengan data waktu gerakan (predetermined motion
timesystem) yaitu sistem faktor kerja (work-factor system) dan metode
pengukuran waktu (methods-time measurement).
2. Prinsip Ekonomi Gerakan
Menurut Ralph Barnes (1980) terdapat 3 prinsip dalam ekonomi gerakan, yaitu:
a. Gerakan yang berhubungan dengan tubuh manusia
b. Gerakan yang berhubungan denganperaturan tata letak tempat kerja
c. Gerakan yang berhubungan dengan perancangan peralatan
Masing-masing prinsip gerakan ekonomi tersebut memiliki spesifikasi gerakan
sebagai berikut: Gerakan yang berhubungan tubuh manusia dan gerakannya :
a. Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri secara bersamaan.
b. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur secara bersamaan kecuali
sedang istirahat.
c. Gerakan kedua tangan akan lebih mudah jika satu terhadap lainnya simetris
dan berlawanan arah gerakannya.
d. Gerakan tubuh atau tangan sebaiknya dihemat dan memperhatikan alam atau
natural dari gerakan tubuh atau tangan.
e. Sebaiknya para pekerja dapat memanfaatkan momentum untuk membantu
pekerjaannya, pemanfaatan ini timbul karena berkurangnya kerja otot dalam
bekerja.
f. Gerakan yang patah-patah bayak perubahan arah akan memperlambat
gerakan tersebut.
g. Gerakan balistik akan lebih cepat, menyenangkan dan teliti dari pada
gerakan yang dikendalikan.
h. Pekerjaan sebaiknya dirancang semudah-mudahnya dan jika memungkinkan
irama kerja harus mengikuti irama alamiah bagi si pekerjanya.
i. Usahakan sesedikit mungkin gerakan mata.
Prinsip-prinsip ekonomi gerakan berhubungan dengan pengaturan tata letak
tempat kerja:
a. Sebaiknya diusahakan agar peralatan dan bahan baku dapat diambil dari
tempat tertentu dan tetap.
b. Bahan dan peralatan diletakan pada tempat yang mudah, cepat dan enak
untuk dicapai atau dijangkau.
c. Tempat penyimpanan bahan yang dirancang dengan memanfaatkan prinsip
gaya berat akan memudahkan kerja karena bahan yang akan diproses selalu
siap di tempat yang mudah untuk diambil. Hal ini menghemat tenaga dan
biaya.
d. Objek yang sudah selesai penyalurannya dirancang menggunakan
mekanisme yang baik.
e. Bahan-bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa
sehingga gerakan–gerakan dilakukan dengan urutan terbaik.
f. Tinggi tempat kerja dan kursi sebaiknya sedemikian rupa sehingga alternatif
berdiri dan duduk dalam menghadapi pekerjaan merupakan suatu hal yang
menyenangkan.
Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan perancangan peralatan:
a. Tangan sebaiknya dapat dibedakan dari semua pekerjaan bila penggunaan
dari perkakas pembantu atau alat yang dapat digerakkan dengan kaki dapat
ditingkatkan.
b. Peralatan sebaiknya dirancang sedemikian agar mempunyai lebih dari satu
kegunaan.
c. Peralatan sebaiknya sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam
pemegangan dan penyimpanannya.
d. Bila setiap jari tangan melakukan gerakan sendiri-sendiri, misalnya seperti
pekerjaan mengetik, beban yang didistribusikan pada jari harus sesuai
dengan kekuatan masing-masing jari.
e. Roda tangan, palang dan peralatan yang sejenis dengan itu sebaiknya diatur
sedemikian sehingga badan dapat melayaninya dengan posisi yang baik dan
dengan tenaga yang minimum.
C. Work Factor System
Sistem faktor kerja merupakan salah satu sistem dari Predetermined time system
yang paling awal dan secara luas diaplikasikan Sistem ini memungkinkanuntuk
menetapkan waktu untuk pekerjaan-pekerjaan manual dengan menggunakan
data waktu gerakan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Langkah-langkah
yang diambil di sini pertama kali adalah membuat analisa detail setiap langkah
kerja yang ada berdasarkan 4 variabel yang merupakan dasar utama pelaksanaan
kerja (anggota tubuh, kerja perpidahan gerakan, manual kontrol dan
berat/hambatan yang ada) dan mengunakan data faktor kerja sebagai unit
pengukurnya. Langkah berikutnya adalah menentukan waktu baku yang
diperoleh dari Tabel data waktu baku gerakan (Wignjosoebroto, 1995).
Pada Work-factor system, suatu pekerjan dibagi atas elemen-elemen gerakan
standar kerja sebagai berikut : Transport atau reach & move (TRP), Grasp (GR),
Pre-Position (PP), Assemble (ASY), Use (manual, process or machine
time)(US), Diassemble (DSY), Mental Process (MP), dan Release (RL). Dan
simbolsimbol yang digunakan untuk menunjukan anggota tubuh yang
dipergunakan dan faktor-faktor kerja juga distandardkan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Tabel Work Factor Motion (Wignjosoebroto, 1995)

Simbol-simbol tersebut di atas digunakan untuk mencatat dan mengevaluasi


gerakangerakan kerja yang ada. Di sini anggota tubuh yang dipergunakan akan
diindikasikan pertama kali, kemudian jarak tempuh yang kedua, dan faktor-
faktor kerja akan metode Work-Factor untuk menentukan gerakannya :

Tabel 3.2 Tabel Work Factor Motion (Wignjosoebroto, 1995)

Diskripsi Elemen Kerja Analisa Gerakan Waktu (menit)


- Melempar benda kerja kecil ke samping A10 0.0042
sejauh 10
- Menjangkau sebuah benda kerja yang A20D 0.0080
terletak ditengah subuah meja sejauh 20 inchi
(Define stop motion)
Tabel 3.3 Tabel Work Factor Motion (Wignjosoebroto, 1995) lanjutan

Diskripsi Elemen Kerja Analisa Gerakan Waktu (menit)


- Membawa benda kerja seberat 4 lb sejauh 30 A30WD 0.0119
inchi dari tumpukanny untuk diletakkan di meja
kerja
Contoh soal :

Analisa gerakan kerja diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan mengambil


sebuah pena yang terletak di meja kerja, menuliskan sesuatu pada selembar
kertas, mengembalikan lagi pena ke tempatnya dimeja, dan tangan brgerak
kembali ke kertas yang telah ditulis. Pemegang pena (pen holder) dalam hal ini
terletak di meja sejauh 12 inchi dari pusat area penulisan (Wignjosoebroto,
1995). Dengan analisa Work-Factor persoalan tersebut dapat diselesaikan
sebagai berikut:

Tabel 3.4 Contoh Studi Kasus (Wignjosobroto, 1995)


D. Method Time Measurement
Methods Time Measurement (MTM) adalah suatu sistem penerapan awal waktu
baku (predetermined time standard) yang dikembangkan berdasarkan studi
gambar gerakangerakan kerja dari suatu operasi kerja industri yang direkam dalam
film.
Sistem ini didefinisikan sebagai suatu prosedur untuk menganalisa setiap operasi
atau metode kerja (manual operation) ke dalam gerakan-gerakan dasar yang
diperlukan untuk melaksanakan kerja tersebut, dan kemudian menetapkan standar
waktu dari masing-masing gerakan tersebut berdasarkan macam gerakan dan
kondisi-kondisi kerja yang ada (Wignjosoebroto, 1995). MTM memiliki beberapa
jenis, yaitu MTM-1, MTM-2, MTM-3, MTM-C, MTM-M, MTM-V, MTM-GPD,
dan 4M-DATA (Niebel dan Freivalds, 1999; dan Barnes, 1997). Akan tetapi,yang
akan dibahas dalam praktikum ini adalah MTM-1 karena pengamatan yang akan
dilakukan merupakan kegiatan perakitan yang memiliki elemen kerja yang lebih
kompleks.
Perhitungan Waktu Baku
Waktu baku adalah waktu yang diperlukan oleh operator yang terampil rata-rata,
bekerja pada kecepatan normal, untuk melakukan tugas tertentu menggunakan
metode yang ditentukan. Didalamnya sudah termasuk „allowance yang tepat
untuk memungkinkan orang untuk pulih dari kelelahan dan, bila perlu waktu
tambahan untuk menutupi elemen kontingen yang mungkin terjadi (Salvendy,
2001). Sedang waktu siklus merupakan waktu yang diperlukan untuk merakit 1
produk, yang mana data perhitungan waktunya diambil dari data mentah yang
didapat dari percobaan.
Cara perhitungan tidak langsung berarti melakukan perhitungan waktu baku tanpa
berada di tempat pekerjaan itu dilaksanakan. Yaitu dengan membaca Tabel Tabel
yang telah disediakan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: data waktu
baku dan data waktu gerakan.
Sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja,
yang terbaik diantaranya dilihat dari segi waktu yang dapat dicari yaitu: sistem
yang membutuhkan penyelesaian tersingkat.
Penetapan Waktu Baku dengan Data Waktu Gerakan (Predetermined time
system) dengan Methods Time Measurement (MTM)
Pengukuran waktu ini membagi gerakan-gerakan kerja atas elemen kerja
seperti: menjangkau (reach), memegang (grasp), membawa (move), mengarahkan
(position), melepas (release), melepas rakit (disassemble), memutar (turn), dan
beberapa gerakan anggota badan lainnya. Setiap elemen-elemen gerakan tersebut
akan diklasifikasikan lagi berdasarkan kondisi gerakan yang dilakukan.
Penjelasan lebih detail dapat dilihat pada Tabel MTM-1. Unit
waktu yang digunakan dalam tabel-tabel ini adalah TMU (Time-Measurement
Unit). Disini 1 TMU adalah sama dengan 0.00001 jam, 0.0006 menit atau sama
dengan0.036detik.

Gambar 3.1 Perakitan berdasarkan MTM

Berikut ini merupakan Tabel pada Method Time Measurement( MTM)-1:


Tabel 3.5 Gerakan Menjangkau (Reach – R)
Tabel 3.6 Gerakan Menjangkau (Reach – R) lanjutan
Tabel 3.7 Gerakan Menjangkau (Reach – R) lanjutan

Tabel 3.8 Gerakan membawa (Move – M)


Tabel 3.9 Gerakan membawa (Move – M) lanjutan

Tabel 3.10 Gerakan Memutar (Turn – T)


Tabel 3.11 Gerakan Menekan (Apply Pressure – AP)

Tabel 3.12 Gerakan Memegang (Grasp – G)

Tabel 3.13 Gerakan Memegang (Grasp – G)


Tabel 3.14 Gerakan Melepas (Release – RL)

Tabel 8.15 Gerakan Mengarahkan (Position* – P)

* Distance moved to engage - 1 or less

Tabel 3.16 Melepas Rakit (Disengage – D)

Tabel 3.17 Eye Travel and Eye Focus – ET and EF


Tabel 3.18 Badan dan Pergerakan Kaki (Body, Leg, and Foot Motion)

CONTOH SOAL:

Seorang siswa mendapat tugas untuk menganalisa gerakan dari seorang operator
yang sedang memasang bagian penutup baterai pada boneka dengan MTM-1
(Method Time Measurement-1) melalui kamera video. Dalam rekaman tersebut,
tersedia 4 kotak yang berisi bagian-bagian mainan. Kotak A terletak 14 inch dari
operator dan berisi boneka. Kotak B terletak 14 inch dari operator dan berisi
penutup baterai. Kotak C terletak 12 inch dari operator dan berisi sekrup. Kotak D
terletak 10 inch dari operator dan berisi obeng. Dibutuhkan 4 sekrup untuk
memasang penutup baterai. Agar sekrup terpasang dengan kencang, operator harus
memutar sekrup 7 kali dengan sudut putaran 90⁰. Anda diminta untuk membantu
siswa tersebut dalam menganalisa gerakan dengan menggunakan peta tangan
kanan-kiri dan menghitung waktu baku yang dibutuhkan operator untuk memasang
penutup baterai berdasarkan gerakan-gerakan di bawah ini:

Kotak A : 14” berisi boneka.


Kotak B : 14” berisi penutup baterai.
Kotak C : 12” berisi sekrup.
Kotak D : 10” berisi obeng.
O : Operator
Gerakan-gerakan:
1. Mengambil boneka dengan tangan kiri.
2. Mengambil penutup baterai dengan tangan kanan dan memasangnya pada
boneka.
3. Mengambil 4 buah sekrup sekaligus dengan tangan kanan dan memasangnya
pada penutup baterai.
4. Mengambil obeng dengan dengan tangan kanan.
5. Mengencangkan sekrup dengan obeng (mengulangi gerakan ini sebanyak 4
kali).
6. Meletakkan obeng di tangan kanan dan boneka di tangan kiri.
Jawab
Tangan kiri Jarak Kode TMU TMU Kode Jarak Tangan kanan
(inch) (inch)
Menjangkau A 14 R14A 10,5
Memegang A G1A 2
Membawa A M14C 16,9
10,5 R14A 14 Menjangkau B
2 G1A Memegang B
16,9 M14C Membawa B

9,1 PISSE Mengarahkan B


2 RL1 Melepas B
9,6 R12A 12 Menjangkau C
2 G1A Memegang C
15,2 M12C Membawa C

9,1 PISSE Mengarahkan C


2 RL1 Melepas C

9,1 PISSE Mengarahkan C


2 RL1 Melepas C

9,1 PISSE Mengarahkan C


2 RL1 Melepas C
9,1 PISSE Mengarahkan C
2 RL1 Melepas C
8,7 R10A 10 Menjangkau D
2 G1A Memegang D
13,5 M10C Membawa D
9,1 PISSE Mengarahkan D
16,2 Memutar D
3 kali, 90⁰
9,1 P1SSE Mengarahkan D
TS90⁰‟
16,2 Memutar D
3 3 kali, 90⁰
9,1 P1SSE Mengarahkan D
16,2 3 Memutar D
3 kali, 90⁰
9,1 PISSE Mengarahkan D
16,2 3 Memutar D
RL1 3 kali, 90⁰
Melepas ban RL1 2 2 Melepas D
Total TMU 268.5

Waktu Baku = 268.5 TMU = 0.1611 menit = 9.67 detik

3.5. Hasil dan Pembahasan


A. Identifikasi Gerakan-Gerakan
1. list elemen gerakan kerja setiap stasiun
a. Stasiun kerja 1
1) Pengukuran besi
2) Pemotongan
3) pengelasan
b. Stasiun kerja 2
1) Pengukuran
2) Pemotongan
3) Penghalusan
c. Stasiun kerja 3
1) Perakitan
2) Painting
3) Finishing
2. Elemen setiap stasiun
a. Stasiun kerja 1
1) Pengukuran besi
a) 1 orang menjangkau Robber Covered sejauh 50 cm dengan tangan kanan
b) 1 orang memegang Robber Covered dengan tangan kanan
c) 1 orang membawa Robber Covered sejauh 90 cm dengan tangan kanan
d) Jarak operator dan benda kerja 23,6 cm
e) Kanan menjangkau, kiri memegang
2) Pemotongan ( menggunakan mesin gerinda )
a) 1 orang menjangkau mesin gerinda tangan sejauh 50 cm dengan tangan
kanan
b) 1 orang memegang mesin gerinda tangan dengan tangan kanan
c) 1 orang membawa mesin gerinda tangan sejauh 90 cm dengan tangan
kanan
d) Tangan kanan memegang gerinda untuk memotong benda kerja dan
tangan kiri menahan benda kerja
e) 5x press
3) Pengelasan
a) 1 orang menjangkau mesin las listrik sejauh 50 cm dengan kanan
b) 1 orang memegang mesin las listrik dengan kanan
c) 1 orang membawa mesin las listrik sejauh 90 cm dengan kanan
d) Tangan kanan memegang tang las
e) Tangan kiri kawat elektroda
b. Stasiun kerja 2
1) Pengukuran kayu
a) 1 orang menjangkau Robber Covered sejauh 50 cm dengan tangan kanan
b) 1 orang memegang Robber Covered dengan tangan kanan
c) 1 orang membawa Robber Covered sejauh 90 cm dengan tangan kanan
d) Jarak operator dan benda kerja 23,6 cm
e) Kanan menjangkau, kiri memegang
2) Penghalusan ( menggunakan mesin serut )
a) 1 orang menjangkau mesin serut sejauh 50 cm dengan tangan kanan
b) 1 orang memegang mesin serut dengan tangan kanan
c) 1 orang membawa mesin serut sejauh 90 cm dengan tangan kanan
d) Tangan kanan memegang gerinda untuk menyerut benda kerja
e) 4x nyerut
3) Pemotongan ( menggunakan mesin gerinda )
a) 1 orang menjangkau mesin gerinda tangan sejauh 50 cm dengan tangan
kanan
b) 1 orang memegang mesin gerinda tangan dengan tangan kanan
c) 1 orang membawa mesin gerinda tangan sejauh 90 cm dengan tangan
kanan
d) Tangan kanan memegang gerinda untuk memotong benda kerja dan
tangan kiri menahan benda kerja
e) 5x press
c. Stasiun kerja 3
1) Perakitan
a) 1 orang menjangkau mesin bor baut sejauh 50 cm dengan tangan kanan
b) 1 orang memegang mesin bor baut dengan tangan kanan
c) 1 orang membawa mesin bor baut sejauh 100 cm dengan tangan kanan
dan tangan kiri
d) 1 orang menjangkau benda kerja besi sejauh 50 cm dengan tangan
kanan
e) 1 orang memegang benda kerja besi dengan tangan kanan
f) 1 orang membawa benda kerja besi sejauh 100 cm dengan tangan kanan
dan tangan kiri
h) 1 orang menjangkau benda kerja kayu sejauh 50 cm dengan tangan
kanan
i) 1 orang memegang benda kerja besi dengan tangan kanan
j) 1 orang membawa benda kerja besi sejauh 100 cm dengan tangan kanan
dan tangan kiri
k) 1 orang memasang kayu pada kerangka besi
l) Tangan kanan memegang mesin bor baut dan tangan kiri memasukkan
baut pada lubang yang sudah di siapkan
2) Painting
a) Tangan kanan menjangkau kuas dan kaleng cat
b) Tangan kanan memegang kuas dan kaleng cat
c) Tangan kanan membawa kuas dan kaleng cat
d) Tangan kanan melakukan gerakan cat berulang
b) Tangan kiri memegang kaleng cat
3) Finishing.

B. Tabel Penentuan Waktu Baku

Tabel Penentuan Waktu Baku

NO Tangan Jarak kode TMU TMU Kode Jarak Tangan


kiri (inch) (inch) kanan
Stasiun Kerja 1
A. pengukuran Besi
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Memegang saat
Menahan 8 3,9 2 R14A 0
mengukur
B. pemotongan Besi
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Menahan saat Memegang saat
8 3,9 2 G1A 0
memotong memotong
C. pengelasan Besi
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Memegang
0 G1A 2 3,9 8 Menahan
kawat
9,1 PISSE 15,2 Mengarahkan
Stasiun Kerja 2
A. Pengukuran Kayu
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Manahan saat Memegang saat
8 SK2A 3,9 2 G1A 0
mengukur mengukur
B. Penghalusan Kayu
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Memegang saat
2 G1A 0
penghalusan
9,1 PISSE 15,2 Mengarahkan
17,2 18 Menekan
C. Pemotongan Kayu
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Menahan 8 3,9 17,2 18 Menekan
Stasiun Kerja 3
A. Perakitan
Mesin bor baut
13,1 R14A 20 Menjangkau A
2 G1A 0 Memegang A
21 M14C 59 Membawa A
Benda kerja besi
13,1 R14A 20 Menjangkau B
2 G1A 0 Memegang B
21 M14C 59 Membawa B
Benda Kerja kayu
13,1 R14A 20 Menjangkau C
2 G1A 0 Memegang C
21 M14C 59 Membawa C
Menahan 8 SK3A 3,9 9,1 PISSE 15,2 Mengarahkan
9,1 Memutar
30x putaran
2,5 5,4 Menekan
B. Painting
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Memegang 0 G1A 2 9,1 PISSE 15,2 Mengarahkan
5,6 3 9,7 Bolak - balik
Total TMU 482,5
Waktu baku :
Waktu baku = 482,5 TMU = 0,2895 menit 036 = 17,37 detik
Keterangan :
1 TMU adalah sama dengan 0.00001 jam, berarti 503,8 x 0,00001 / 10.000 = 482,5
Dijadikan menit berarti 482,5 x 0,0006 = 0,2895 menit
Dan dijadikan detik berarti 482,5 x 0,036 = 17,37 detik
3.6. Kesimpulan
Jadi hasil hitungan waktu baku yang di dapat yaitu,
Waktu baku :
Waktu baku = 503,8 TMU = 0,18036 menit 036 = 108,216 detik
Keterangan :
1 TMU adalah sama dengan 0.00001 jam, berarti 503,8 x 0,00001 / 10.000 = 503,8
Dijadikan menit berarti 503,8 x 0,0006 = 0,30228 menit
Dan dijadikan detik berarti 503,8 x 0,036 = 181,368 detik
LAMPIRAN

NO Tangan Jarak kode TMU TMU Kode Jarak Tangan


kiri (inch) (inch) kanan
Stasiun Kerja 1
A. pengukuran Besi
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Memegang saat
Menahan 8 3,9 2 R14A 0
mengukur
B. pemotongan Besi
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Menahan
Memegang saat
saat 8 3,9 2 G1A 0 memotong
memotong
C. pengelasan Besi
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Memegang
0 G1A 2 3,9 8 Menahan
kawat
9,1 PISSE 15,2 Mengarahkan
Stasiun Kerja 2
A. Pengukuran Kayu
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Manahan
Memegang saat
saat 8 SK2A 3,9 2 G1A 0
mengukur
mengukur
B. Penghalusan Kayu
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Memegang saat
2 G1A 0
penghalusan
9,1 PISSE 15,2 Mengarahkan
17,2 18 Menekan
C. Pemotongan Kayu
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Menahan 8 3,9 17,2 18 Menekan
Stasiun Kerja 3
A. Perakitan
Mesin bor baut
13,1 R14A 20 Menjangkau A
2 G1A 0 Memegang A
21 M14C 59 Membawa A
Benda kerja besi
13,1 R14A 20 Menjangkau B
2 G1A 0 Memegang B
21 M14C 59 Membawa B
Benda Kerja kayu
13,1 R14A 20 Menjangkau C
2 G1A 0 Memegang C
21 M14C 59 Membawa C
Menahan 8 SK3A 3,9 9,1 PISSE 15,2 Mengarahkan
9,1 Memutar
30x putaran
2,5 5,4 Menekan
B. Painting
13,1 R14A 20 Menjangkau
2 G1A 0 Memegang
21 M14C 59 Membawa
Memegang 0 G1A 2 9,1 PISSE 15,2 Mengarahkan
5,6 3 9,7 Bolak - balik
Total TMU 482,5
MODUL 4

POSTUR KERJA

4.1. Latar Belakang Masalah


Postur kerja yang salah atau fasilitas kerja yang tidak sesuai dengan anthropometri
pegawai dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri pada salah satu anggota
tubuh. Kelelahan dini pada pekerja-pekerja juga dapat menimbulkan penyakit akibat
kerja dan kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat bahkan kematian. Oleh karena
itu, untuk mengantisipasi hal tersebut maka setiap perusahaan wajib memperhatikan
tentang kesehatan dan keselamatan bagi pekerjaan dengan cara melakukan
penyesuaian antara pekerja dengan metode kerja, proses kerja dan fasilitas kerja
sehingga bisa mencegah terjadinya cedera musculoskeletal disorders. Pelayanan
yang dilakukan oleh karyawan Meja Lipat yang diteliti adalah, pengukuran,
pemotongn, pengelasan, penghalusan, perakitan, painting dan finishing produk.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan melalui hitungan postur kerja dengan
menggunakan metode Rapid Upper Limb Assessment kepada seluruh pekerja
didapat informasi mengenai keluhan fisik yang dialami pekerja dalam bekerja.
Pekerja yang mengalami sakit punggung sebanyak 80 %, sakit pada bahu kanan
sebesar 80 %, sakit pada bahu kiri sebesar 60%, sakit pada leher bagian atas dan
bawah masingmasing sebesar 100% dan 60%, pada bagian pinggang sebesar 60 %,
pada pergelangan tangan tangan kira dan tangan kanan, pada tangan kanan dan kiri,
masing-masing sebesar 40% dan pada bagian lainnya 20 %. Postur kerja yang tidak
alami ini menimbulkan rasa sakit yang dialami para pegawai perpustakaan. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan memperbaiki
metode kerja (metode kerja yang tidak ergonomis) ataupun perbaikan fasilitas kerja
yang sesuai dengan postur pegawai perpustakaan.
Sejauh ini banyak penelitian sebelumnya yang mencoba menganalisis postur kerja
salah satunya dengan pendekatan metode OWAS (Ovako Work Posture 2 Analysis
System), contohnya yang dilakukan oleh Firmansyah (2014) yang melakukan
penelitian pada pekerja manual handling di sebuah perusahan disurabaya
menyatakan bahwa ada hubungan yang cukup signifikan antara postur kerja dengan
keluhan sistem musculoskeletal. Sehingga pada penelitian ini penulis akan
melakukan analisis postur kerja menggunakan metode OWAS pada pegawai
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Malang pada bagian pelayanan.
4.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
A. Bagaimana kondisi postur kerja yang dilakukan pada proses bekerja dengan
pendekatan metode Rapid Upper Limb Assessment?

4.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah
A. Mengetahui kondisi postur kerja yang dilakukan pada proses bekerja dengan
pendekatan metode Rapid Upper Limb Assessment.

4.4. Landasan Teori


A. Postur Kerja
Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja.
Pergerakan yang dilakukan saat bekerja meliputi : flexion, extension, abduction,
adduction, rotation, pronation, dan supination. Flexion adalah gerakan dimana sudut
antara dua tulang terjadi pengurangan. Extension adalah gerakan merentangkan
(stretching) dimana terjadi peningkatan sudut antara dua tulang. Abduction adalah
pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah (the median plane) tubuh.
Adduction adalah pergerakan kearah sumbu tengah tubuh (the median plane).
Pronation adalah perputaran bagian tengah (menuju kedalam) dari anggota tubuh.
B. Cumulative Trauma Disorders (CTD’S)
Cumulative Trauma Disorders (dapat disebut sebagai Repetitive Motion Injuries atau
Musculoskeletal Disorders) adalah cidera pada sistem kerangkaotot yang semakin
bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma kecil yang terus menerus yang
disebabkan oleh desain buruk yaitu desain alat/sistem kerja yang membutuhkan
gerakan tubuh dalam posisi yang tidak normal serta penggunaan perkakas/handtools
atau alat lain yang terlalu sering (Tayyari & Smith, 1997)
Empat faktor penyebab timbulnya CTD:
1. Penggunaan gaya yang berlebihan selama gerakan normal
2. Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada pada posisi normal. Misalnya, bahu
yang terlalu terangkat, lutut yang terlalu naik, punggung terlalu membungkuk,
dan lain – lain.
3. Perulangan gerakan yang sama secara terus – menerus
4. Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan trauma sendi
Gejala yang berhubungan dengan CTD antara lain adalah terasa sakit atau nyeri pada
otot, gerakan sendi yang terbatas dan terjadi pembengkakan. Jika gejala ini dibiarkan
maka akan menimbulkan kerusakan permanen.
C. Rapid Upper Limb Assesment
RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr. Lynn
McAtamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonom dari universitas di
Nottingham (University of Nottingham’s Institute ofOccupational Ergonomics).
Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnalaplikasi ergonomic pada tahun 1993
(Lueder,1996).
Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkandalam bidang
ergonomic yang menginvestigasi dan menilai posisi kerja yang dilakukan oleh tubuh
bagian atas. Peralatan ini tidak memerlukan piranti khusus dalam memberikan suatu
pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas, sejalan dengan fungsi
otot dan beban eksternal yang ditopang oleh tubuh. Penilaian dengan menggunakan
RULA membutuhkan waktu sedikit untuk melengkapi dan melakukan scoring
general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko
yang diakibatkan pengangkatan fisik yang dilakukan operator. RULA diperuntukan
pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993).
Teknologi ergonomic tersebut mengevaluasi posture (sikap), kekuatan dan aktivitas
otot yang menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang (repetitive strain injuries).
Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan yang berupa skor resiko
antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level yang
mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal
ini bukan berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas
dari ergonomichazards. Oleh sebab itu RULA dikembangkan untuk mendeteksi
postur kerjayang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder,
1996).
Perkembangan RULA
RULA dikembangkan untuk memenuhi tujuan sebagai berikut :
1. Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi pekerja secara cepat, terutama
pemeriksaan paparan (exposure) terhadap resiko gangguan bagian tubuh atas yang
disebabkan karena bekerja.
2. Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang dikaitkan dengan postur kerja,
mengeluarkan tenaga, dan melakukan kerja statis dan repetitive yang
mengakibatkan kelelahan otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digunakan pada pemeriksaan atau pengukuran
ergonomic yang mencakup faktor-faktor fisik, epidemiologis, mental, lingkungan
dan faktor organisional dan khususnya mencegah terjadinya gangguan pada tubuh
bagian atas akibat kerja.
RULA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti
untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya
peralatan tambahan. Pemeriksaan RULA dapat dilakukan di tempat yang terbatas
tanpa mengganggu pekerja. Pengembangan RULA terjadi dalam tiga tahap. Tahap
pertama adalah pengembangan untuk perekaman atau pencatatan postur kerja, tahap
kedua adalah pengembangan system scoring dan ketiga adalah pengembangan skala
level tindakan yang memberikan suatu panduan terhadap level resiko dan kebutuhan
akan tindakan untuk melakukan pengukuran yang lebih terperinci.
Penilaian menggunakan RULA merupakan metode yang telah dilakukan oleh
McAtemney dan Corlett (1993). Tahap-tahap menggunakan metode RULA adalah
sebagai berikut :
Tahap 1 : Pengembangan metode untuk pencatatan postur bekerja
Untuk menghasilkan suatu metode yang cepat digunakan, tubuh dibagi menjadi dua
bagian yang membentuk dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi lengan
atas dan lengan bawah serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher,
badan dan kaki. Hal ini memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga
postur kaki, badan dan leher yang terbatas yang mungkin mempengaruhi postur
tubuh bagian atas dapat masuk dalam pemeriksaan.
Kisaran gerakan untuk setiap bagian tubuh dibagi menjadi bagian-bagian menurut
kriteria yang berasal dari interpretasi literatur yang relevan. Bagianbagian ini diberi
angka sehingga angka 1 berada pada kisaran gerakan atau postur bekerja dimana
resiko faktor merupakan terkecil atau minimal. Sementara angkaangka yang lebih
tinggi diberikan pada bagian-bagian kisaran gerakan dengan postur yang lebih
ekstrim yang menunjukkan adanya faktor resiko yang meningkat yang menghasilkan
beban pada struktur bagian tubuh. Sistem penskoran (scoring) pada setiap postur
bagian tubuh ini menghasilkan urutan
angka yang logis dan mudah untuk diingat. Agar memudahkan identifikasi kisaran
postur dari gambar setiap bagian tubuh disajikan dalam bidang sagital.

Gambar 4.1 RULA Employee Assessment worksheet

Pemeriksaan atau pengukuran dimulai dengan mengamati operator selama beberapa


siklus kerja untuk menentukan tugas dan postur pengukuran. Pemilihan mungkin
dilakukan pada postur dengan siklus kerja terlama dimana beban terbesar terjadi.
Karena RULA dapat dilakukan dengan cepat, maka pengukuran dapat dilakukan
pada setiap postur pada siklus kerja.
Kelompok A memperlihatkan postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan. Kisaran lengan atas diukur dan diskor dengan dasar penemuan
dari studi yang dilakukan oleh Tichauer, Caffin, Herberts et al, Hagbeg, Schuld et
Dengan keterangan sebagai berikut :

Gambar 4.2 Range pergerakan postur grup A

Gambar 4.3 Range pergerakan postur grup B


Tabel 4.1 Skor pergerakan lengan atas

Gambar 4.4 Range pergerakan lengan atas (a) postur alamiah, (b) posturextension

dan flexion, (c) postur lengan atas flexion

Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitian Grandjean dan


Tichauer. Skor tersebut adalah :
Tabel 4.2 Skor pergerakan lengan bawah

Gambar 5 Range pergerakan lengan bawah (a) posturflexion60o –100o , (b) postur
alamiah dan (c) postur flexion 100 o +

Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and Safety
Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sbb :

Tabel 4.3 Skor pergerakan pergelangan tangan


Gambar 4.6 Range pergerakan pergelangan tangan (a) postur alamiah, (b) postur
flexion 15 o +, (c) postur 0-15 o flexion maupun extension, (d) postur extension 15 o

Putaran pergelangan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan


oleh Health and Safety Executive pada postur netral berdasarkan pada Tichauer.
Skor tersebut adalah :
+1, jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran
+2, jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran

Gambar 4.7 Standar RULA putaran pergelangan tangan (a) postur alamiah dan
(b) postur putaran pergelangan tangan

Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh
Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan kisaran tersebut adalah :
Tabel 4.4 Skor rentang postur untuk leher

Gambar 4.8 Range pergerakan leher (a) postur alamiah, (b) postur 10o –20o
flexion, (c) postur 20o atau lebih flexion, (d) postur extension

Punggung diputar atau dibengkokkan

Keterangan :

+1, jika tubuh diputar


+1, jika tubuh miring ke samping

Gambar 4.11 Range pergerakan punggung yang diputar atau dibengkokkan (a)
postur alamiah, (b) postur punggung diputar, (c) postur punggung dibengkokkan

Kisaran untuk postur kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai

berikut :

+1, jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.

+1, jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki, dimana terdapat

ruang untuk berubah posisi.

+2, jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

Gambar 4.12 Range pergerakan kaki (a) kaki tertopang, bobot tersebar merata,
(b) kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata

Tahap 2 : Perkembangan sistem untuk pengelompokan skor postur bagian


tubuh.
Rekaman video yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas,
lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan
ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan
dalam table A untuk memperoleh skor A.

Tabel 4.6 Skor Postur Kelompok A

Lengan Lengan Pergelangan Tangan


Atas Bawah 1 2 3 4
PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 3 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 4 4 4
2 3 3 3 3 3 4 4 4
3 2 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9

Rekaman video yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung
(badan), dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masingpostur.
Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam table B untuk memperoleh skor B.
Tabel 4.7 Skor Postur Kelompok B

Leher Punggung
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
\

Tabel 4.8 Skor Postur Kelompok B lanjutan

Leher Punggung
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Sistem penskoran dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang digunakan.
Penggunaan yang melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Drury, yaitu
sbb :

Skor untuk penggunaan otot :

+1, jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur
tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.

Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-

Anderson dan Stevenson dan Baida, yaitu sbb :

0 jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 2 kg dan ditahan

1 jika beban sesekali 20 – 10 Kg

2 jika beban 2 – 10 Kg bersifat statis atau berulang-ulang.


2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 Kg

3 jika beban (tenaga) lebih dari 10 Kg dialami secara statis atau berulang

4 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.

Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B diukur
dan dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor
yang berasal dari table A dan B, yaitu sbb :

Skor A+ skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok A = Skor C
Skor B + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok B = Skor D

Gambar 4.13 Perhitungan RULA

Setiap kombinasi skor C dan D diberikan rating yang disebut grand skor, yang
nilainya 1 sampai 7. Nilai grand skor diperoleh dari tabel berikut ini :

Tabel 4.9 Tabel Grand Skor

D
1 2 3 4 5 6 7+
C 1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
Tabel 4.10 Tabel Grand Skor lanjutan

D
1 2 3 4 5 6 7+
C 4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7

7 5 5 6 6 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7

Setelah diperoleh grand skor, yang bernilai 1 hingga 7 menunjukkan level tindakan
(action level) sebagai berikut :

Action level 1

Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini bisa diterima jika tidak
dipertahankan atau tidak berulang dalam periode yang lama.

Action level 2

Skor 3 atau 4 yang menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan lanjutan dan


jugadiperlukan perubahan-perubahan.

Action level 3

Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaan dan perubahan perlu segera


dilakukan.

Action level 4

Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan

perubahan diperlukan dengan segera (saat itu juga).

4.5. Hasil dan Pembahasan


A. Postur Kerja (dijelaskan dengan dilengkapi gambar postur kerja)
1. Pemotongan besi
Pada gambar ini pekerja sedang melakukan aktivitas kerja memotong besi
mengunakan alat kerja gerinda tangan dengan posisi postur jongkok.

Gambar 4.13 Pemotongan besi

Gambar 4.14 Sketsa pemotongan besi


2. Pengukuran kayu
Pada gambar ini pekerja sedang melakukan aktivitas kerja mengukur benda
kerja menggunakan meteran dan spidol dengan posisi postur jongkok.

Gambar 4.15 Pengukuran kayu

Gambar 4.16 Sketsa pengukuran kayu


B. Analisis Postur Kerja
1. Pemotongan Besi
a. Lengan atas bergeraknya 50o berarti pekerja mempunyai skor 2
b. Lengan bawah bergerak 10o berarti pekerja mempunyai skor 3
c. Pergerakkan tangan posisi netral, artinya tidak banyak gerak dan
mempunyai skor 1
d. Putaran pergelangan (pp) dia tidak banyak putaran dan mempunyai skor
1

Tabel 4.11 Skor Postur Kelompok A

Lengan Lengan Pergelangan Tangan


bawag atas
1 2 3 4

PP PP PP PP

1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 1 2 2 2 2 3 3 3

2 2 2 2 2 3 3 3 3

3 2 3 3 3 3 3 4 4

2 1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 5 5 5

3 2 4 4 4 4 4 5 5

3 1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 4 5 5

3 4 4 4 4 4 5 5 5

4 1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5

3 4 4 4 5 5 5 6 6

5 1 5 5 5 5 5 6 6 7

2 5 6 6 6 6 7 7 7

3 6 6 6 7 7 7 7 8

Tabel 4.12 Skor Postur Kelompok A Lanjutan

Lengan Lengan Pergelangan Tangan


bawah atas 1 2 3 4

PP PP PP PP
1 2 1 2 1 2 1 2
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9

2 8 8 8 8 8 9 9 9

3 9 9 9 9 9 9 9 9

Tabel A = 3 + 1 + 2 = 6 Skor C

Dimana;

a. Nilai 3 di dapat dari Tabel A


b. Nilai 1 di dapat postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau
bergerak 4x dalam 1 menit
c. Nilai 2 di dapat dari berat benda kerja melebih dari 2 kg

Maka untuk skor C di dapat 6.

a. Leher pekerja 0o dan mempunyai skor 1


b. Punggung pekerja menunduk 45o dan mempunyai skor 3
c. Kaki pekerja ketika jongkok atau duduk dapat seimbang rata dan menpatkan
skor 1

Tabel 4.13 Skor Postur Kelompok B


Leher Punggung
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
Tabel 4.14 Skor Postur Kelompok B Lanjutan

Leher Punggung
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 6
Tabel B = 3 + 1 + 0 = 4 Skor D

Dimana;

a. Nilai 3 di dapat dari Tabel B


b. Nilai 1 di dapat postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau
bergerak 4x dalam 1 menit
c. Nilai 0 di dapat dari berat benda kerja kurang dari 2 kg

Maka untuk skor D di dapat 4.

Tabel 4.15 Tabel Grand Skor

D
1 2 3 4 5 6 7+
C 1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7

7 5 5 6 6 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7
Tabel C = 6

Action level 3

Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaan dan perubahan perlu segera


dilakukan.

2. Pengukuran Kayu
a. Lengan atas bergeraknya 55o berarti pekerja mempunyai skor 2
b. Lengan bawah bergerak 10o berarti pekerja mempunyai skor 3
c. Pergelangan tangan 10o, artinya tidak banyak gerak dan mempunyai skor
2
d. Putaran pergelangan (pp) dia tidak banyak putaran dan mempunyai skor
1

Tabel 4.16 Skor Postur Kelompok A

Lengan Lengan Pergelangan Tangan


bawah atas
1 2 3 4

PP PP PP PP

1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 1 2 2 2 2 3 3 3

2 2 2 2 2 3 3 3 3

3 2 3 3 3 3 3 4 4

2 1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 5 5 5
3 2 4 4 4 4 4 5 5

3 1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 4 5 5

3 4 4 4 4 4 5 5 5

4 1 4 4 4 4 4 5 5 5

2 4 4 4 4 4 5 5 5

3 4 4 4 5 5 5 6 6

Tabel 4.17 Skor Postur Kelompok A Lanjutan

Lengan Lengan Pergelangan Tangan


bawah atas
1 2 3 4

PP PP PP PP

1 2 1 2 1 2 1 2

5 1 5 5 5 5 5 6 6 7

2 5 6 6 6 6 7 7 7

3 6 6 6 7 7 7 7 8

6 1 7 7 7 7 7 8 8 9

2 8 8 8 8 8 9 9 9

3 9 9 9 9 9 9 9 9

Tabel A = 4 + 1 + 0 = 5 Skor C

Dimana;

a. Nilai 4 di dapat dari Tabel A


b. Nilai 1 di dapat postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau
bergerak 4x dalam 1 menit
c. Nilai 0 di dapat dari berat benda kerja kurang dari 2 kg

Maka untuk skor C di dapat 5.

a. Leher pekerja 0o dan mempunyai skor 1


b. Punggung pekerja menunduk 45o dan mempunyai skor 3
c. Kaki pekerja ketika jongkok atau duduk dapat seimbang rata dan menpatkan skor
1

Tabel 4.18 Skor Postur Kelompok B

Leher Punggung
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 6
Tabel B = 3 + 1 + 0 = 4 Skor D
Dimana;

a. Nilai 3 di dapat dari Tabel B


b. Nilai 1 di dapat postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau
bergerak 4x dalam 1 menit
c. Nilai 0 di dapat dari berat benda kerja kurang dari 2 kg

Maka untuk skor D di dapat 4.

Tabel 4.19 Tabel Grand Skor

D
1 2 3 4 5 6 7+
C 1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
Tabel 4.19 Tabel Grand Skor Lanjutan

D
1 2 3 4 5 6 7+
C 5 4 4 4 5 6 7 7

6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7
Tabel C = 5

Action level 3

Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa pemeriksaan dan perubahan perlu segera


dilakukan.

C. Rekomendasi Perbaikan
Rekomendasi perbaikan dari pekerjaan produksi meja lipat, operator harus
membutuhkan meja kerja agar pekerjaan nya lebih efektif dan tidak terjadi sakit
pada tubuh operatornya.
4.6. Kesimpulan
Kondisi postur kerja operator meja lipat yang melakukan pada proses bekerja dengan
pendekatan metode Rapid Upper Limb Assessment kurang baik, maka di lakukan
perubahan agar supaya postur tubuh tidak terjadi apa-apa.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lengan Lengan Pergelangan Tangan


bawag atas
1 2 3 4

PP PP PP PP

1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 1 2 2 2 2 3 3 3

2 2 2 2 2 3 3 3 3

3 2 3 3 3 3 3 4 4

2 1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 5 5 5

3 2 4 4 4 4 4 5 5

3 1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 4 5 5

3 4 4 4 4 4 5 5 5

4 1 4 4 4 4 4 5 5 5

2 4 4 4 4 4 5 5 5

3 4 4 4 5 5 5 6 6

5 1 5 5 5 5 5 6 6 7

2 5 6 6 6 6 7 7 7

3 6 6 6 7 7 7 7 8

6 1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9

3 9 9 9 9 9 9 9 9

Leher Punggung
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 6

D
1 2 3 4 5 6 7+
C 1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7

7 5 5 6 6 7 7 7
8 5 5 6 7 7 7 7

Anda mungkin juga menyukai