Anda di halaman 1dari 4

35

2.8 Line balancing

2.8.1 Definisi line balancing

Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang digunakan untuk
pembuatan produk. Line balancing biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun
kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan
menggunakan bermacam-macam alat. Adapun tujuan utama line balancing adalah untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika
tidak dilakukan keseimbangan maka akan mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun
kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja
yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut production line balancing, assembly line
balancing, atau hanya line balancing. (Rosnani, 2007 [8])

Selain itu, penyeimbangan mesin-mesin yang digunakan baik dalam penggunaan dua mesin untuk
mendapatkan kapasitas yang dibutuhkan maupun memperlambat mesin yang bekerja terlalu cepat
atau menghidupkan atau mematikan mesin secara terputus-putus, dan lain-lain yang perlu dilakukan.
Area kerja atau stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator dengan berbagai alat akan
mengerjakan elemen kerja ketika unit produk melewati stasiun kerjanya. Jadi dalam proses
pengerjaan suatu produk, semua atau hampir semua stasiun kerja terlibat dan item yang mengalami
pengerjaan akan bertambah lengkap pada setiap stasiun yang dilaluinya.

Waktu yang dibutuhkan dalam meyelesaikan pekerjaan pada masing-masing stasiun kerja biasanya
disebut service tim atau stasiun time. Sedangkan waktu yang tersedia pada masing-masing waktu
kerja disebut waktu siklus. Dimana waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang
paling besar: Jangka waktu yang diperbolehkan untuk melakukan operasi pada stasiun kerja
ditentukan oleh kecepatan assembly line, sehingga seluruh stasiun kerja yang sama. Waktu
menganggur nut time terjadi jika kerjaan yang ditugaskan padanya membutuhkan waktu pada waktu
siklus yang telah diberikan. Maka selain itu untuk bentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line
balancing untuk meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi kerjaan pada work center
berlangsung sesuai dengan urutan yang tidak keseimbangan yang sempurna apabila terjadi gagasan
pekerjaan tidak menimbulkan waktu menganggur.

Pada line balancing ini tidak mudah untuk direduksi menjadi model atau algoritma yang sederhana
karena terlalu banyak fleksibilitas dan variabilitas dari faktor manusianya. Hal ini disebabkan karena
karyawan pada lintasan produksi menjalankan satu atau beberapa mesin dengan melakukan
pekerjaan lain seperti melihat prosedur kerja yang belum selesai dikerjakan, memeriksa alat diantara
siklus mesin, menangani setup mesin dan inspeksi pekerjaan. Meninggalkan tugas untuk tugas
khusus, melewati atau bermalas-malasan, tetap berada pada pekerjaan mereka atau bepergian,
memperbaiki peralatan yang rusak dan menyarankan perbaikan pada ahli, memindahkan material
atau hanya duduk menunggu penyangkut material untuk mengangkatnya. Sehingga dengan kondisi
yang demikian keseimbangan pada lintasan produksi tidak terjadi. Maka yang perlu dilakukan
adalah supervisor dan work group nya yaitu memperbaikinya dan mengulanginya sesering mungkin
sebagaimana tingkat permintaan berubah.

2.8.1.1 Teknik line balancing

Masalah line balancing telah memberikan perhatian yang cukup besar mungkin melebihi assembly
line yang lazim. Beberapa teknik menghasilkan solusi yang tepat untuk asumsi-asumsi yang telah
diberikan. Teknik lain dirancang untuk menghasilkan perkiraan solusi berdasarkan pertimbangan
yang praktis. Perhatian utama adalah tidak harus memperoleh tata letak dan aliran yang optimal
sehubungan dengan operasi lainnya.
36

Pengalokasian elemen-elemen pada stasiun kerja dibatasi oleh dua kendala utama yaitu, precedence
constraint dan zoning constraint. (Rosnani, 2007 [8])

a) Precedence constraint
Dalam pembagian elemen pekerjaan dapat diselesaikan dengan beberapa alternatif. Dalam
proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul, yaitu:

1) Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan, jadi setiap
komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan disini
dibutuhkan prosedur penyeleksian untuk menentukan prioritas.

2) Apabila satu komponen telah dipilih untuk diassembling, maka urutan untuk
mengassembling komponen lain dimulai. Disinilah dinyatakan batasan precedence untuk
pengerjaan komponen-komponen.

Ada beberapa cara untuk menggambarkan kondisi precedence untuk menggambarkan kondisi ini
secara efektif yaitu dengan menggunakan diagram precedence. Maksud dari diagram ini adalah
untuk menggambarkan situasi lintasan yang nyata dalam bentuk diagram. Precedence diagram dapat
disusun menggunakan dua symbol dasar: (Rosnani 2007 [8])

1) Elemen symbol, adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen terkandung
didalamnya. Elemen akan diberi nomor atau huruf berurutan untuk menyatakan
identifikasi.

2) Hubungan antar symbol, biasanya menggunakan anak panah untuk menyatakan hubungan
dari elemen symbol yang satu terhadap elemen symbol yang lainnya. Precedence
dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor panah harus mendahului elemen
pada kepala panah.

b) Zoning constraint
Selain precedence constraint, pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun kerja juga
dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokam elemen
kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning constraint yang negatif menghalangi
pengelompokan elemen kerja pada stasiun kerja yang sama. Misalnya operasi 1 mempunyai
sifat antagonis dengan operasi 2 sebab bisa menyebabkan percikan atau konseling api, maka
tidak dapat disatukan walaupun dari segi makna dapat disatukan. Sebaliknya zoning constraint
yang positif menghendaki pengelompokan elemen-elemen kerja pada 1 stasiun yang sama
dengan alas an misalnya menggunakan peralatan yang sama dan peralatan yang mahal.

2.8.2 Masalah yang ada dalam line balancing

Masalah pada lintasan produksi akan kelihatan pada proses perakitan jika dibandingkan dengan
proses pabrikasi. Dalam pabrikasi part-part biasanya membutuhkan mesin-mesin berat dengan
waktu siklus yang panjang. Bila beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan dalam
seri-seri, maka akan sangat sulit untuk menyeimbangkan panjangnya waktu siklus mesin, yang pada
akhirnya akan menghasilkan rendahnya penggunaan kapasitas. Gerakan kontinyu lebih dapat
dicapai dengan operasi perakitan yang dilakukan secara manual jika operasi-operasi tersebut dapat
dibagi-bagi menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil dengan waktu yang sangat pendek. Semakin besar
fleksibilitas dalam mengkombinasikan tugas-tugas tersebut, semakin tingggi pula derajat
keseimbangan yang dapat dicapai. Hal ini membolehkan aliran yang mulus dengan menggunakan
tenaga kerja peralatan yang tinggi dan canggih. (Rosnani, 2007 [8])

Pengelompokan tugas-tugas yang akan dihasilkan pada lintasan produksi yang seimbang
membutuhkan informasi tentang waktu pelaksanaan tugas, kebutuhan precedence (tingkat
ketergantungan) yang menentukan urutan yang fisible, dan tingkat output atau waktu siklus yang
diinginkan. Bentuk utama masalah lintasan produksi adalah sebagai berikut:
37

INPUT OUTPUT

Waktu pengerjaan tugas Pengelompokan


tugas-tugas dalam
LINTASAN stasiun dengan
Kebutuhan precedence kapasitas ataupun
PRODUKSI output rate yang
sama
Output rate

Gambar 2.12Elemen-elemen utama dari masalah lintasan produksi


(Sumber : Rosnani, 2007 [8])

U2 U6 U8 U10

U3

U1

U4 U7 U9 U11

U5

Gambar 2.13Gambar precedence diagram


(Sumber : Rosnani, 2007 [8])

2.8.3 Beberapa teknik line balancing

Untuk penyeimbangan lintasan perakitan ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli yang
meneliti bidang ini. Metode ini secara garis besar dibagi dalam dua bagian yaitu:

a) Pendekatan analitis

b) Pendekatan heuristik

Pada awalnya teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan matematis atau analitis
yang akan memberikan solusi optimal, tapi lambat laun akhirnya para ahli yang meneliti di bidang
ini mulai menyadari bahwa pendekatan secara matematis tidak ekonomis. Memang semua problem
dapat dipecahkan secara matematis akan tetapi usaha yang dilakukan untuk perhitungan terlalu
besar. Sudah banyak usaha yang dilakukan para ahli matematik untuk memberikan alternatif baru
tetapi tidak ada yang dapat mengurangi jumlah perhitungan pada tingkat yang dapat diterima.

Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik. Metode ini didasarkan atas
pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan heuristik menyatakan pendekatan trial dan eror dan
teknik ini memberikan hasil yang secara matematis belum optimal, tetapi cukup mudah untuk
memakainya. Usaha yang dikeluarkan untuk perhitungan agar mendapatkan solusi yang optimal
seringkali sangat besar dan sangat riskan apabila data yang dimasukan tidak akurat. Pendekatan
heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah di mengerti dan mudah diterapkan. Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap berikut ini diberikan beberapa model analitis dan model
heuristik untuk penyeimbangan lintasan perakitan. (Rosnani, 2007 [8])
38

2.8.3.1 Pendekatan analitis

Penyeimbangan lintasan perakitan dengan pendekatan analitis terbagi atas: (Rosnani, 2007 [8])

a) Metode 0-1 (zero-one)


Kita dapat melihat model zero-one yang dikemukakan oleh Patterson dan Albracht untuk
memberikan bentuk matematis yang tepat bagi masalah penyeimbangan line balancing, maka
kita dapat menggunakan notasi:

C : waktu siklus
𝑡𝑘 : waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan elemen k, k=1,2,3,…,k
𝑆𝑘 (𝑃𝑘 ) : subset dari semua elemen kerja yang harus mendahului atau sebelum k
𝑊𝑖 : subset dari semua elemen kerja yang ditugasi pada stasiun I,I=1,2,…,M
𝑀 : batas atas dari jumlah stasiun
𝑋𝑘𝑖 : 1, jika elemen kerja ditugaskan pada stasiun 1, 0, lainnya

Untuk perhitungan selanjutnya dibutuhkan batasan-batasan sebagai berikut:

1) Occurance constraint
Kendala ini membatasi bahwa penugasan dari masing-masing elemen kerja k hanya pada
suatu stasiun.

2) Precedence constraint
Untuk masing-masing hubungan precedence dimana mendahului dengan tepat elemen b
(a<b).

3) Batasan waktu siklus


Jumlah dari waktu pengerjaan elemen kerja dalam satu stasiun harus lebih kecil atau sama
dengan waktu siklus C.

b) Metode Helgeson dan Birnie


Metode ini biasanya lebih dikenal dengan ranked potitional weight system atau sistem RPW.
Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks precedence. Kemudian
dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang diperoleh dari penjumlahan waktu
pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen
tersebut.

3 4
b c
6
9

a
e

2
d

Gambar 2.14Diagram precedence untuk menerangkan metode RPW


(Sumber : Rosnani, 2007 [8])

Anda mungkin juga menyukai