PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Fisioterapi
Proposal Skripsi Disetujui Dalam Ujian Sidang Pada Program Studi Fisioterapi,
Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul
Nim : 2017-06-06-035
Pembimbing I pembimbing II
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
saya sebagai peneliti dapat menyelesaikan penulisan proposal skripsi ini, dengan judul “Hubungan Indeks
Massa Tubuh Dengan Disabilitas Pada Lansia Dengan Low Back Pain Instability”
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Wahyuddin, M.Sc, Ph.D selaku Dekan Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul dan
pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi bimbingan disela-sela
kesibukan beliau dan selalu memberikan banyak masukan serta pengarahan selama penulisan dan
penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Miranti Yolanda Anggita, S.Ft, M.Fis selaku Ka.Prodi S1 Fakultas Fisioterapi
3. Ibu Mona Oktarina., S.Ft., M.Biomed sebagai pembimbing II yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk memberi bimbingan disela-sela kesibukan beliau dan selalu memberi masukan-
masukan yang sangat bermanfaat untuk penulisan skripsi ini.
4. Dosen-dosen dan staf pengajar yang telah memberikan banyak ilmu pada saya selama kuliah di
Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul.
5. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua, kakak, dan adik-adik saya yang telah
memberikan dukungan materi dan moril serta doanya.
6. Ucapan terima kasih banyak buat sahabat-sahabat terkasih saya yang selalu memberikan semangat
dan dukungan.
7. Dan terakhir untuk teman-teman seperjuangan saya angkatan 2017 yang telah bersama-sama
berjuang selama 4 tahun kuliah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki,
oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Jakarta, Mei 2021
Ayu widiyaningsih
ii
DAFTAR ISI
iii
D. Hipotesis.....................................................................................................................27
BAB III.................................................................................................................................28
METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................28
A. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................................28
B. Metodologi Penelitian................................................................................................28
C. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................................29
D. Instrumen Penelitian...................................................................................................30
E. Teknik Analisis Data..................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................36
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR SKEMA
vii
DAFTAR SINGKATAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penuaan merupakan tahapan akhir dari suatu proses kehidupan yang dilalui oleh
manusia setelah melewati fase dewasa (Wahyunita, 2010). Seseorang yang mengalami
penuaan atau juga disebut dengan lanjut usia (lansia), yang ditandai dengan adanya
perubahan pada fungsi tubuh yang cenderung menurunnyang terjadi secara bertahap dalam
waktu tertentu (Fatimah,2010). Penuaan membuat lansia menjadi lebih rentan terkena
penyakit akibat kemampuan regenerasi yang terbatas dan sistem imun yang menurun
(Adriani dan Wirjatmadi 2012).
Indeks massa tubuh (IMT) adalah salah suatu indikator dalam menghitung
1
antropometri sehingga dapat memantau status gizi seseorang khususnya yang berkaitan
dengan adanya kekurangan berat badan, kelebihan berat badan ataupun obesitas. Pada saat ini
IMT merupakan salah satu indikator yang paling bermanfaat dalam menentukan kategori
berat badan seseorang. Dimana antara lemak tubuh dan IMT mempunyai hubungan yang
dapat menentukan bentuk dan proporsional tubuh (Sugondo, 2009). Perubahan pada IMT
yang berlebihan atau signifikan akan meningkatkan berat pada tulang belakang,
mengakibatkan tulang belakang akan tertekan menerima beban yang berlebihan
menyebabkan tidak stabilnya tulag belakang dan akan mempermudah terjadinya kerusakan
pada struktur tulang belakang yang dapat membahayakan bagian vertebra lumbal. Tekanan
yang ada pada diskus, struktur pada tulang belakang yaitu diskus lumbalis rawan terjadinya
LBP (Purnamasari et al., 2010).
Oleh karena itu, pada lanjut usia cenderung terjadi peningkatan lemak tubuh sehingga
menyebabkan nilai IMT meningkat, dengan peningkatan IMT maka aktivitas fisik pada lanjut
usia akan menurun dan terjadinya penurunan keseimbangan. Dengan demikian, IMT yang
meningkat juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya penurunan keseimbangan pada lanjut
usia.
Berdasarkan faktor terjadinya LBP terdapat beberapa faktor resiko yang berhubungan
dengan pekerjaan seperti posisi kerja, beban kerja, dan pengulangan (Almoallim, et al.
(2014). Dan beberapa faktor penting yang mengakibatkan terjadinya LBP yaitu faktor
individu seperti jenis kelamin, usia, massa kerja, kesegaran jasmani, kebiasaan merokok,
riwayat trauma dan IMT atau body mass index (Alhalabi et al., (2015). Menurut Purnamasari
2010, salah satu faktor individu yang mengakibatkan terjadiya LBP yaitu IMT , dimana
semakin tinggi gaya hidup, dan tidak teratur dalam mengelola pola makan akan berdampak
pada resiko obesitas. Bertambahnya berat badan tersebut adalah salah satu faktor dari gaya
hidup yang tidak sehat. Hal ini akan membawa potensi meningkatnya resiko terkena penyakit
lain salah satunya adalah LBP.
Dampak dari ukuran tubuh tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya keluhan
LBP. Beberapa peneliti menyatakan orang dengan tubuh kurus dimana IMT < 20
dibandingkan kelebihan berat badan atau obesitas dengan IMT > 29 mempunyai risiko 2,5
lebih tinggi mengalami terjadinya LBP . Dan kategori seseorang dengan overweight dan
2
obesitas sering terjadi pada kalangan yang memasuki usia remaja dan dewasa (Nilsen, 2010).
Seseoranng yang mengalami LBP dengan IMT yang tinggi akan mengalami keluhan LBP
karena adanya peningkatan beban pada bagian lumbo sakral tulang belakang (Vismara et.al.,
2010).
LBP adalah salah satu keluhan yang sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan
hampir semua orang pernah mengalami LBP selama hidupnya. LBP akan tetap menjadi
beban utama kesehatan pada masyarakat diseluruh dunia industri, tercatat dalam data
epidemiologi bahwa nyeri punggung bawah dengan presentase 27% masuk pada urutan yang
ke 19 dan prevalensi yang dirasakan seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin, 2012).
Di negara maju salah satunya di Amerika Serikat prevalensi terjadinya LBP dalam
satu tahun terakhir antara 15%-20%, dan menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap
layanan kesehatan dan lebih dari 80 juta USD dihabiskan untuk mengatasi keluhan LBP
sedangkan berdasarkan kunjungan pasien ke dokter sebesar 14,3%. Disimpulkan dalam satu
tahun terdapat lebih dari 500.000 kasus LBP dan dalam 5 tahun angka insiden terjadinya
LBP naik sebanyak 59%. Prevalensi pertahun mencapai 15-45% dengan titik prevalensi
acuan sebanyak 30%. Namun sebanyak 80-90% kasus LBP akan sembuh dengan sendirinya
selama 2 minggu. Dari 500.000 kasus tersebut 85% penderitanya merupakan usia 18-56
tahun (Wheeler, 2013).
Pada kasus LBP dimana adanya hubungan overweight akibat kelebihan berat badan
dan lemak yang akan disalurkan ke daerah perut dan dapat menyebabkan kerja lumbal akan
bertambah saat berat badan bertambah tulang belakang akan menahan beban tersebut
sehingga ditemukan adanya instability. Dipengaruhi juga oleh otot transversus abdominis
yang menyebabkan timbulnya gejala, seperti nyeri dan kelemahan otot. Otot-otot yang
terlibat terhadap terjadinya instability adalah transversus abdominis, multifidus, internal
oblique, paraspinal, dasar panggul, yang merupakan kunci untuk dukungan aktif dari tulang
belakang lumbal. Ko-kontraksi otot-otot ini menghasilkan kekuatan melalui fascia
torakolumbal dan tekanan intra-abdomen mekanisme yang menstabilkan tulang belakang
lumbal, dan otot-otot paraspinal dan multifidus bertindak langsung untuk menahan gaya yang
bekerja pada tulang belakang. Penelitian menunjukkan bahwa co-kontraksi dari otot
transversus abdominis dan multifidus erjadi sebelum setiap pergerakan anggota badan. Ini
3
menunjukkan bahwa otot-otot ini mengantisipasi kekuatan dinamis dan menstabilkan daerah
sebelum gerakan, menunjukkan bahwa waktu koordinasi otot-otot ini sangat signifikan,
akibatnya terjadi postural imbalance oleh karena adanya instabilitas pada ligamen yang
terulur menyebabkan posisi lumbal akan cenderung menjadi lordosis sebagai kompensasi
dari rasa nyeri, sehingga otot-otot punggung akan bekerja secara berlebihan (Gatti, 2011)
LBP juga sangat berpengaruh terhadap disabilitas, kualitas hidup dan produktivitas
seseorang, ketergantungan pasien LBP terhadap pengobatan dapat meningkatkan tingkat
disabilitas dan berakibat terhadap terjadinya pensiun dini pada pasien sehingga dapat
menurunkan produktivitas pasien dalam kehidupan sehari- hari (Bakry, 2015). Telah
diketahui bahwa LBP merupakan sebagai penyebab keterbatasan aktivitas yang paling sering
terjadi pada penduduk dengan usia dibawah 45 tahun dengan sebagai indikasi tersering
dengan tindakan operasi pada pasien
Direct muscle problem dapat mengakibatkan terjadinya spasme pada otot yang dapat
menimbulkan penderita merasakan nyeri. Spasme otot yang berkepanjangan dan berulang
dapat menimbulkan penjepitan pada pembuluh darah yang mengakibatkan iskemia, sehingga
penderita akan membatasi gerakan yang dapat menimbulkan nyeri. LBP juga dapat
menyebabkan atrofi otot dalam jangka waktu yang lama. Otot yang mengalami atrofi
mengakibatkan penurunan kekuatan pada otot, penurunan kekuatan otot dapat menyebabkan
penurunan stabilitas lumbal dan selanjutnya menimbulkan disabilitas pada pasien.
Dari berbagai permasalahan yang timbul Fisioterapi memiliki peran yang penting
dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga kesehatan tertuang dalam PERMENKES No 65
Tahun 2015, yaitu: Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan
4
fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi dan
komunikasi. Tujuan fisioterapi adalah peningkatan gerak fungsional agar masyarakat dapat
menjalankan aktifitasnya secara optimal.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mencari hubungan IMT dengan
disabilitas pada lansia dengan LBP instability dengan menggunakan alat ukur yaitu lumbar
instability screening tool
B. Identifikasi masalah
Hal yang mendorong peneliti mengambil judul hubungan IMT dengan disabilitas
pada lansia dengan LBP instability adalah karena selama ini penderita LBP sangat banyak
dan masih sering diabaikan dalam program rehabilitasi LBP, jarang proses rehabilitasi LBP
dimulai dari membangun kesadaran/awareness tentang IMT yang proporsional. Hal ini
penting karena pasien LBP mempunyai permasalahan diantaranya adalah:
1. Spasme otot punggung bawah yang menyebabkan ketidakseimbangan otot sehingga
stabilitas otot abdomen dan punggung bagian bawah menurun
2. Mobilitas lumbal terbatas sehingga mengakibatkan aktifitas fungsional menurun
3. Nyeri di sekitar punggung bawah yang disebabkan oleh gangguan atau kelainan pada
musculoskeletal vertebra thoracal 12 sampai bawah pinggul.
4. Adanya nyeri tekan karena tekanan yang berlebih pada tulang belakang yaitu diskus
lumbalis akibat IMT yang tinggi
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas , maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
5
Apakah ada hubungan IMT dengan disabilitas pada lansia dengan LBP instability ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan IMT dengan disabilitas pada
lansia dengan LBP instability.
E. Manfaat Penelitian
6
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Deksripsi Teori
1. Lansia
a. Definisi Lansia
Lansia (lanjut usia) merupakan salah satu segmen dalam kehidupan
manusia yang alamiah, lansia dikategorikan sebagai kelompok penduduk yang
berusia 60 tahun atau lebih. Para lansia cenderung lebih lemah dibandingkan
dengan masa mudanya, hal tersebut disebabkan oleh kemunduran panca indera
yang dialami lansia. Kondisi lansia membuat mereka kesulitan bersosialisasi dan
mobilitasnya terbatas sehingga kebanyakan lansia dalam kesehariannya
bergantung dengan orang lain (Hakim, 2020).
Menurut World Health Organization (WHO, 2002), Indonesia akan menjadi salah
satu negara di antara 11 negara dengan populasi lansia terbanyak pada tahun
2025. Banyaknya lansia ini merupakan suatu kesuksesan dalam ilmu
pengetahuan, terutama dalam bidang kesehatan. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2019, persentase lansia mengalami peningkatan hingga dua
kali lipat selama hampir lima dekade (1971-2019) menjadi 9,6% atau sekitar
25,64 juta orang di Indonesia
b. Proses Menua
Menua atau menjadi tua merupakan suatu keadaan yang terjadi dalam
kehidupan manusia. Proses penuaan merupakan suatu proses pasti yang akan
dialami seseorang dan tidak dapat dihindari dalam kehidupan. Ketika seseorang
telah menua, berarti seseorang telah melalui tiga tahap dalam kehidupannya yaitu
anak, remaja dan dewasa.
7
maupun fisik, khususnya penurunan dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Penurunan tersebut mengganggu berbagai sistem dalam tubuh
seperti penurunan pendengaran, penglihatan, daya ingat, kelemahan otot, perasaan
dan tampilan fisik yang berubah serta berbagai disfungsi biologis lainnya.
Proses penuaan biologis ini terjadi secara perlahan-lahan dan dibagi
menjadi beberapa tahapan, antara lain:
1) Tahap Subklinik (Usia 25 – 35 tahun):
Tanda dan gejala pada penuaan menjadi lebih nyata yang meliputi
penurunan seluruh fungsi sistem tubuh, antara lain sistem imun, ,
endokrin, metabolism, seksual dan gastrointestinal, reproduksi,
kardiovaskuler, saraf dan otot. Aktivitas dan kualitas hidup berkurang
akibat ketidakmampuan baik fisik maupun psikis yang sangat terganggu
dan penyakit degeneratif mulai terdiagnosis.
c. Klasifikasi lanjut usia
8
1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lansia (elderly), dengan usia antara 60 sampai 74 tahun.
3) Lansia tua (old), dengan usia 60-75 dan 90 tahun.
4) Lansia sangat tua (very old), dengan usia diatas 90 tahun. (Muhith dan Siyoto,
2016).
Menurut Depkes RI (2003) dalam Maryam, dkk (2008). Klasifikasi pada lansia
yaitu:
1) Pralansia (prasenilis): seseorang dengan usia antara 45-59 tahun.
2) Lansia: seseorang dengan usia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi: seseorang yang berusia 70 tahun/lebih atau seseorang
dengan usia 60 tahun/lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial: seorang lanjut usia yang bisa melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang mendapatkan hasil barang/jasa.
5) Lansia tidak pontensial: lanjut usia yang ketergantungan terhadap bantuan
orang lain karena ketidakberdayaannya dalam mencari nafkah dalam
kehidupannya.
d. Permasalah Lansia yang Berhubungan dengan IMT
IMT merupakan alat yang biasa digunakan dalam mengkorelasikan risiko
kesehatan dengan komposisi tubuh pada sebuah populasi. IMT juga berfungsi
sebagai sebuah indeks yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan orang
dengan kelompok underweight, overweight, dan obesitas. Penuaan kerap
berkaitan dengan menyusutnya tinggi badan yang mulai terjadi saat fase awal
memasuki usia dewasa. Berbagai faktor dapat menyebabkan penyusutan tinggi
9
badan, faktor penyebab yang paling banyak dialami adalah terjadinya fraktur
kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis. Selain itu, berbagai faktor seperti
perubahan fisiologis yang terkait dengan penuaan, penyakit kronis, polifarmasi,
dan perubahan psikososial menyebabkan para lansia mengalami peningkatan
risiko kekurangan gizi yang berakibat pada mortalitas dan morbiditas (Rios-
Marquez, et al., 2016).
IMT yang tidak ideal pada lansia dapat menyebabkan timbulnya penyakit
kronis, morbiditas dan gangguan fungsional, serta menyebabkan kematian
(Amarya, et al., 2014).
2. Indeks Massa Tubuh
2.1 Definisi
IMT merupakan sebuah metrik atau alat ukur yang digunakan untuk
mendefinisikan antropometri karakteristik tinggi/berat pada orang dewasa yang
akan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok. IMT juga kerap dipandang
sebagai alat yang dapat mewakilkan kegemukan seseorang. Selain itu, IMT
banyak digunakan sebagai faktor risiko untuk perkembangan atau prevalensi
beberapa masalah kesehatan dan untuk menentukan public health policies
(Nuttall, 2015).
IMT yang lebih tinggi, berdasarkan kumpulan data saat ini menunjukkan
bahwa distribusi populasi nilai IMT untuk pria dan wanita di setiap kelompok
umur memberikan informasi yang lebih berguna daripada sekadar proporsi
filepopulasi yang tergolong overweight dan obesitas. Kategori overweight dan
obesitas digunakan secara luas oleh dokter dan masyarakat (James et al., 2004).
10
Tabel 2.1 Indeks Massa Tubuh Berdasarkan Klasifikasi WHO
Klasifikasi IMT
Berat badan kurang (underweight) < 18,5
Berat badan normal 18,5 – 22,9
Kelebihan berat badan (overweight) 23 – 24,9
Dengan risiko 23 – 24,9
Obesitas I 25 – 29,9
Obesitas II ≥ 30
Sumber: Kementerian Kesehatan
Tabel 2.2 Indeks Massa Tubuh Berdasarkan Klasifikasi Nasional
Klasifikasi IMT
Kurus Berat < 17,0
Ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Berat 25,1 – 27,0
Ringan > 27
Sumber: Kementerian Kesehatan
Meskipun pengukuran dan analisis mengenai berat dan tinggi badan telah
diakui sebagai indikator umum kesehatan selama beberapa tahun, WHO telah
menetapkan kriteria tersendiri untuk menilai underweight dan overweight baik
pada anak-anak maupun pada orang dewasa.
a. IMT Normal pada Lansia
Penuaan adalah salah satu contoh dari IMT dapat memberikan efek pada
nilai parameter ini. Hal tersebut dikarenakan pada proses penuaan terdapat
perubahan distribusi lemak. Fenomena sarcopenia progresif khususnya dalam
bentuk lemak visceral sangat penting bagi nilai IMT yang mana bersamaan
dengan peningkatan massa lemak tubuh. Karena perbedaan tersebut, range IMT
yang diakui tidak layak diterapkan pada populasi lansia dan nilai prognostik yang
didapat tidak akan signifikan (Grzegorzewska, et al., 2016).
3. Low Back Pain Instability
11
a. Definisi LBP Instability
LBP merupakan sebuah permasalah umum dalam dunia media. Setiap
manusia memiliki peluang sekitar 50-70% untuk mengalami LBPselama hidup,
dengan prevalensi sebanyak 18%. Penyebab khusus dalam LBP belum diketahui
hingga saat ini. Interaksi sosial yang bersifat negatif juga dikatakan dapat menjadi
salah satu penyebab LBP, contohnya adalah ketidakpuasan saat bekerja (Panjabi,
2003).
LBP dapat menyerang berbagai kalangan usia, mulai dari anak-anak
hingga lansia. Pada tahun 2010, Global Burden of Disease Study memperkirakan
bahwa LBP termasuk ke dalam 10 gangguan dan cedera teratas yang dialami oleh
manusia. Sulit untuk mengetahui bahwa LBP merupakan sebuah penyakit saat
pertama kali, hal ini dikarenakan penyakit ini telah sering diderita sejak awal usia
dewasa dengan gejala yang dirasakan berulang kali. Prevalensi LBP non-spesifik
seumur hidup diperkirakan sebesar 60% hingga 70%, di negara industri
diperkirakan sebesar 15%-45% prevalensi setiap tahunnya, dan pada usia dewasa
5% per tahun. Tingkat prevalensi pada anak-anak terlihat lebih rendah dari pada
usia dewasa, namun angkanya selalu meningkat. Prevalensi LBP meningkat dan
mencapai puncaknya pada usia 35 hingga 55 tahun. Menurut WHO, berdasarkan
populasi usia di dunia, LBP akan meningkat secara substansial yang disebabkan
oleh kemerosotan intervertebral disc pada lansia.
LBP dideskripsikan sebagai penyakit yang akut, subakut, kambuh, dan
kronis. Gejala serius atau keadaan psikologis yang dirasakan saat mengalami
LBPdapat berupa (1) gangguan mobilitas di daerah toraks, lumbar, atau
sakroiliaka (2) rasa sakit yang ekstrim di tubuh (3) rasa sakit yang menyebar.
Berdasarkan pernyataan International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems (ICD), pasien LBPdikategorikan menjadi 8 macam
antara lain ialah LBP, lumbago, lumbosacral segmental/somatic dysfunction, low
back strain, spinal instabilities, flatback syndrome, lumbago yang disebabkan
oleh displacement of intervertebral disc, dan lumbago dengan sciatica (Delitto.,et
al, 2012).
Penyakit ini dirasakan pada area punggung bawah tepatnya antara sudut
12
iga paling bawah dan sakrum. Menurut Chou., et al, LBP sebagian besar
disebabkan oleh faktor non-spesifik, seperti cedera otot, ligamen, spasmus, dan
keletihan otot. Pasien akut LBP dengan gejala non-spesifik biasanya dapat
sembuh sendiri dan tidak memeriksakan diri ke dokter dikarenakan episode nyeri
terbilang cukup singkat (Purwata, 2017)
Hampir seluruh orang di dunia pernah merasakan LBP. LBP juga
seringkali muncul akibat faktor pekerjaan. Penyakit ini dianggap sepele karena
rasa nyerinya yang terasa singkat dan sering kali penderita tidak memeriksakan
diri ke dokter karena yakin penyakit ini akan sembuh dengan cepat.
b. Prevalensi dan insidensi
LBP adalah gejala yang sangat umum yang dialami oleh semua orang dengan
segala rentang usia. LBP dapat dibagi menjadi LBP spesifik dan non spesifik. LBP
instability adalah salah satu patologi LBP non spesifik yang kerap terjadi. 80-90%
dari kasus LBP diklasifikasikan sebagai LBP non spesifik dengan sebab yang belum
jelas dan seringkali pada keadaan kronis (Ohtori et al., 2015).
Pada tahun 2015, prevalensi titik global dari LBP yang mengambat aktivitas
adalah 7,3%, mengartikan bahwa sekitar 540 juta orang terpengaruh dalam suatu
waktu. Menurut Global Burden of Disease, LBP sekarang menjadi penyebab utama
disabilitas secara global. LBP jarang terjadi pada dekade pertama kehidupan, tetapi
prevalensi meningkat tajam selama masa remaja, dimana sekitar 40% dari anak-anak
berusia 9-18 tahun di negara berpenghasilan tinggi, menengah dan rendah
melaporkan mengalami LBP. Sebagian besar orang dewasa akan mengalami LBP di
beberapa titik kehidupan. Median prevalensi 1 tahun periode secara global pada
populasi orang dewasa adalah sekitar 37%, yang memuncak pada usia paruh baya,
dan lebih umum pada wanita daripada pria (Hartvigsen et al., 2018).
c. Patofisiologi
Ketidakstabilan segmen lumbal didefinisikan sebagai penurunan yang
signifikan dalam kapasitas sistem stabilisasi tulang belakang untuk mempertahankan
zona netral intervertebralis dalam batas fisiologis sehingga tidak ada disfungsi
neurologis, tidak ada deformitas mayor, dan tidak ada rasa sakit yang melumpuhkan.
Kemampuan untuk menjaga koordinasi yang efisien antara sistem ini akan
13
memungkinkan pasien untuk bergerak tanpa tekanan yang berlebihan pada jaringan di
dalam tubuh. Hilangnya integritas dalam subsistem pasif dapat membuat segmen
tidak stabil sehingga menyebabkan translasi atau rotasi vertebral yang berlebihan,
kecuali subsistem neuromuskuler mengkompensasi kehilangan tersebut (Panjabi,
2003).
15
Gambar 2.2 Sacroiliac Joint Syndrome
Sumber: Podiatry First
16
4) Spondylolysis dan Spondylolisthesis
Spondylolysis dan Spondylolisthesis paling sering terjadi pada atlet remaja,
terutama pada mereka yang terlibat dalam aktivitas dengan jenis ekstensi
berulang. Sementara itu, spondylilisthesisnon-spondylolysis cenderung terjadi
pada lansia yang disebabkan oleh degenerative elongation of the pars
interarticularis. Nyeri dapat bertambah parah jika beraktivitas dan dapat
perlahan sembuh jika beristirahat. Spondylolisthesis dapat diperiksa dengan
radiologicalevaluation untuk melihat tulang belakang dengan forward
slippage (Jenkins, 2002).
17
radiculopathy bergantung pada lokasi kompresi jaringan saraf yang terjadi.
18
4) De Novo Degenerative Lumbar Scoliosis (DNDLS)
DNDLS adalah sebuah kelainan yang terjadi pada tulang belakang lansia
dan menyebabkan terjadinya LBP atau nyeri pada kaki dan kualitas hidup
yang kurang optimal. DNDLS didefinisikan sebagai lengkung skoliosis
lumbal dengan sudut ≥10º di bidang koronal yang berkembang setelah berusia
50 tahun pada orang dengan riwayat adolescent idiopathic scoliosis.
Prevalensi DNDLS pada usia dewasa dilaporkan berkisar antara 8.3% hingga
13.3%, sedangkan pada lansia yang berusia 60 tahun ke atas sangat tinggi,
yakni 68%. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya DNDLS,
seperti intervetebral disc degeneration dan genetic predisposition.
19
peningkatan. Tingkat kejadia VO pada populasi umum dilaporkan berkisar
antara 2.5 hingga 7 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya. Tingkat
kematian pada penderita VO mencapai 12%. VO disebbakan oleh bakteri
patogenik yang dapat menyebar secara hematogen dari sumber terinfeksi dan
berkembang biak di metaphyseal ateriol sehingga menyebabkan terbentuknya
mikroabses pada tulang belakang. Penyebab selanjutnya adalah nekrosis
tulang, dan fistula di dalam tulang.
7) Penyakit Visceral
Beberapa penyakit visceral seperti dissecting aorta abdominalis aneurisma,
kolesistolitiasis, nefrolitiasis, prostatitis, gangguan saluran kemih, dan radang
panggul diketahui dapat menimbulkan gejala yang sebanding dengan LBP
kronis.
8) Cauda Equina Syndrome
Sindrom ini berasal dari kompresi yang terjadi pada beberapa akar saraf
lumbal dan sakralis di kanal tulang belakang yang dapat menyebabkan
gangguan pada usus, kandung kemih, dan disfungsi seksual. Pasien cauda
equina syndrome dapat mengalami linu pada panggul, hal ini tergantung pada
lokasi terjadinya kompresi akar saraf. Sindrom ini dapat disebabkan oleh
cakram hernia atau spondylolisthesis pada lumbal bawah, tumor tulang
belakang, dislokasi fraktur, dan abses di dalam kanal tulang belakang (Wong,
Karppinen, & Samartzis, 2017).
20
Sumber: American Academy of Orthopaedic Surgeons, 2016
e. Gangguan yang Terjadi pada LBP Instability
1) Sulit Berdiri dan Berjalan
Ketika penderita LBP berdiri dan berjalan, maka akan terjadi peningkatan
tekanan pada tulang belakang yang dapat menyebabkan otot punggung bawah
menyempit dan terjadi spasme (Frothingham, 2019).
2) Mati Rasa atau Kesemutan
Mati rasa atau kesemutan biasanya terjadi pada kaki dan punggung.
Gangguan ini dapat bertahan berjam-jam, berhari-hari, bahkan lebih lama. Hal
ini disebabkan oleh radikulitis lumbar yang dapat mengurangi kemampuan
pasien dalam melakukan aktivitas rumah tangga atau lainnya (Spine Team of
UW Medicine, 2009).
3) Kehilangan Kontrol Buang Air Kecil
Kehilangan kontrol buang air kecil (urinary incontinence) dapat terjadi
pada pasien LBP. Wanita penderita LBP dengan kriteria tidak hamil,
berbahasa Swedia, berusia 17-45 tahun sebanyak 78% melaporkan mengalami
gangguan urinary incontinence (Eliasson., et al, 2008).
4) Sembelit
Sembelit merupakan efek samping yang dirasakan ketika terjadinya
infeksi atau tumor yang menekan sumsum tulang belakang dan menyebabkan
LBP (Sawyers, 2018).
4. Disabilitas
a. Definisi Disabilitas
Disabilitas merupakan sebuah istilah luas yang dapat dideskripsikan dalam
berbagai cara. Kurangnya definisi tunggal dan ketersediaan beberapa alat yang
divalidasi untuk mengukur berbagai jenis disabilitas membuat perbandingan lintas
studi tentang disabilitas menjadi sulit. Bagaimanapun, beberapa literatur
menyebutkan bahwa disabilitas dapat meningkatkan risiko kematian. Disabilitas
mempengaruhi kualitas hidup di usia tua menjadikannya sebagai konsep yang
harus dianalisis dengan cermat dan dipahami dengan baik.
Disabilitas bercirikan sebuah hasil hubungan yang kompleks antara
21
kondisi kesehatan individu dan faktor pribadi yang mewakili kondisi kehidupan
individu. Akibat dari hubungan tersebut, lingkungan yang berbeda akan dapat
memberikan dampak yang sangat berbeda pada orang yang sama dengan kondisi
kesehatan yang telah diberikan. Sebuah lingkungan dengan hambatan akan
membatasi aktivitas individu tersebut dan lingkungan dengan fasilitas yang lebih
lengkap akan meningkatkan aktivitas penyandang disabilitas. Masyarakat dapat
menghalangi aktivitas penyandang disabilitas karena membuat hambatan atau
tidak menyediakan fasilitator (Bianquin & Bulgarelli, 2017).
Pada Susenas tahun 1998, 2000, 2003, dan 2009 disabilitas disebut
sebagai kecacatan yang mana merujuk pada kondisi hilangnya fungsi atau struktur
anatomi, psikologi maupun fisiologi. Pada tahun 2006, Susenas mendefinisikan
disabilitas sebagai kondisi akan ketidakmampuan dalam menjalankan aktivitas
atau kegiatan tertentu selayaknya orang normal. Susenas pada tahun 2012
menyebutkan bahwa terdapat 2,45% penduduk Indonesia yang merupakan
penyandang disabilitas. Dinamika jumlah penderita disabilitas di Indonesia pada
tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012 terjadi karena perubahan konsep definisi cacat
dan disabilitas oleh Susenas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
22
Grafik 2.1 Persentase Penduduk Penyandang Disabilitas Berdasarkan Data Susenas
2003, 2006, 2009, dan 2012
Sumber: Kementerian Kesehatan
b. Faktor Penyebab Disabilitas
Disabilitas disebabkan oleh trauma pada otak dan sistem saraf yang
sedang berkembang. Contoh dari trauma tersebut ialah kecelakaan masa kecil dan
trauma (jatuh, tenggelam, terbakar, dan kekerasan pada anak); kelainan genetik
(down’s syndrome, Tay-Sachs Disease); zat beracun dan keracunan obat (ketika
mengandung atau saat proses menelan pada masa kecil); kondisi dengan risiko
tinggi pada wanita dan bayi (hal ini termasuk kehamilan under age yakni 15 tahun
atau over age yaitu 35 tahun, penyakit menular ketika hamil, dan kelahiran bayi
yang terlalu besar atau terlalu kecil); keracunan timah; dan gangguan
metabolisme. Pada banyak kasus, sulit untuk menentukan penyebab pasti bahaya
yang terjadi atau kapan bahaya tersebut terjadi.
5. Alat Ukur yang Akan Digunakan
Alat ukur yang digunakan yakni sebagai berikut:
a. Visual Analog Scale (VAS)
VAS adalah alat ukur linier yang digunakan untuk memeriksa intensitas
nyeri, ujung kiri ditandai sebagai “tidak nyeri”, ujung kanan ditandai sebagai
“nyeri hebat”. Alat ini mengukur tingkat keparahan nyeri yang lebih sensitif
terhadap deskripsi verbal seperti yang ditunjukkan di bawah ini.
23
Gambar 2.9 VAS sebagai alat ukur LBP
Sumber: (Aoki., et al, 2012)
Tabel. 2.1 Interpretasi oswestry low back pain disability (Melton et al., 2017)
24
Nilai Kategor Kemampuan
i Kegiatan
0-20 Disabilitas Pasien dapat menjalankan
% Ringan hampir semua aktivitas sehari-
hari dan tidak memerlukan
tindakan pengobatan hanya
anjuran bagaimana
cara mengangkat, posisi duduk,
latihan, dan diet.
21-40 Disabilitas Pasien merasa sakit dan
% Sedang kesulitan dengan duduk,
mengangkat, dan berdiri.
Mereka mungkin tidak bekerja.
Perawatan pribadi, aktivitas
seksual dan tidur yang tidak
terlalu berpengaruh dan
biasanya dapat dikelola
dengan konservatif
41-60 Disabilitas Pasien mengalami nyeri
% Berat sebagai keluhan utama pada
aktivitas sehari-hari, sehingga
memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut
61-80 Hampir Sakit punggung ini membebani
% Lumpuh pada semua aspek kehidupan
pasien sehingga memerlukan
intervensi positif
81-100 Lumpuh Pasien ini baik tidur-terikat
% atau melebih- lebihkan gejala
mereka, sehingga memerlukan
perawatan dan pengawasan
khusus selama
pengobatan
c. Lumbar Instability Screening Tool
Lumbar instability screening tool merupakan salah satu pemeriksaan
subjektif yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan keluhan
LBP yang kemungkinan besar mengalami instability pada lumbal. Lumbar
instability screening tool berisi pertanyaan tanda-tanda adanya instability
pada lumbal. Terdapat 14 pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan yang
dirasakan pasien dengan skala skor 0 tidak adanya instability dan 14
terdapat adanya instability .( Chatprem., et al, 2020)
25
Gambar 2.10 Lumbar Instability Screening Tool
Sumber: (Chatprem., et al, 2020)
26
B. Kerangka Berfikir
Dari pembahasan di atas maka akibat yang ditimbulkan overweight salah satunya
adalah LBP. Yaitu gangguan area punggung bawah tepatnya antara sudut iga paling
bawah dan sacrum dan dapat menjalar hingga ke kaki.
27
C. Skema Kerangka Berpikir
28
Kangka Konsep
Berdasarkan kerangka berpikirLBP
di Instability
atas, peneliti membuat kerangka konsep dan alur
penelitian dengan skema berikut
IMT Disabilitas
Variabel terikat (dependent)
Variabel bebas (independent)
Faktor internal
1. Usia
2. Jenis kelamin Faktor internal
3. Keturunan 1. Usia
4. Suku bangsa 2. Obesitas
KORELASI
Berdasarkan teori yang dikemukakan pada bagian pendahuluan dan kerangka teori maka
hipotesis dalam penelitian iniGanguan
yaitu IMT berhubungan
anatomi dengan disabilitas pada lansia dengan LBP
tulang belakang
Instability 1. Otot
2. Saraf
3. Diskus
4. Ligament
5. Facet
6. Pembuluh darah
Skema 2.1
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Tambun Selatan , Bekasi
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan berlangsung selama 31 Mei – 14 Juni 2020
B. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah cross sectional study
dengan pendekatan kualitatif yang merupakan sebuahstudi epidemiologi
dan mempelajari prevalensi, distribusi serta hubungan penyaskit dengan
paparan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati paparan, penyakit
maupun outcome lain secara serentak pada subjek penelitian (Nurdini,
2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IMT dan
disabilitas terhadap lansia penderita LBP instability.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Adapun populasi pada
penelitian ini ialah lansia yang berada di Bekasi.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian atau dari populasi yang akan diteliti. Adapun metode
pengambilan sampel yang digunakan ialah purposive sampling. Metode tersebut
digunakan ketika peneliti ingin mengambil sampel berdasarkan ciri-ciri, sifat, dan
karakteristik tertentu. Adapun sampel pada penelitian ini ialah lansia disabilitas yang
mengalami LBP instability dan lansia dengan IMT tidak normal yang mengalami
LBP instability.
Tabel 3.1
Prosedur Assessment Fisioterapi
Kriteria inklusi:
Lansia
Disabilitas
Overweight/underweight
Kriteria eksklusi:
Bukan lansia (anak-anak hingga dewasa)
Bukan penyandang disabilitas
Memiliki IMT normal
31
D. Instrumen Penelitian
1. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lainnya. Adapun
variabel bebas pada penelitian ini ialah IMT dengan disabilitas.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang mendapatkan pengaruh dari variabel
lainnya. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah lansia dengan LBPinstability.
2. Definisi Konseptual
a. LBPInstability
LBPmerupakan sebuah permasalah umum dalam dunia medis. Setiap
manusia memiliki peluang sekitar 50-70% untuk mengalami LBPselama hidup,
dengan prevalensi sebanyak 18%. Penyebab khusus dalam LBPbelum diketahui
hingga saat ini. Interaksi sosial yang berifat negatif juga dikatakan dapat menjadi
salah satu penyebab LBP, contohnya adalah ketidakpuasan saat bekerja (Panjabi,
2003).
b. Lansia
Lansia merupakan salah satu segmen dalam kehidupan manusia yang
alamiah, lansia dikategorikan sebagai kelompok penduduk yang berusia 60 tahun
atau lebih. Para lansia cenderung lebih lemah dibandingkan dengan masa
mudanya, hal tersebut disebabkan oleh kemunduran panca indera yang dialami
lansia. Kondisi lansia membuat mereka kesulitan bersosialisasi dan mobilitasnya
terbatas sehingga kebanyakan lansia dalam kesehariannya bergantung dengan
orang lain.
c. Disabilitas
Disabilitas merupakan sebuah istilah luas yang dapat dideskripsikan dalam
berbagai cara. Kurangnya definisi tunggal dan ketersediaan beberapa alat yang
divalidasi untuk mengukur berbagai jenis disabilitas membuat perbandingan lintas
studi tentang disabilitas menjadi sulit. Bagaimanapun, beberapa literatur
menyebutkan bahwa disabilitas dapat meningkatkan risiko kematian. Disabilitas
32
mempengaruhi kualitas hidup di usia tua menjadikannya sebagai konsep yang
harus dianalisis dengan cermat dan dipahami dengan lebih baik.
d. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan sebuah metrik atau alat ukur yang digunakan untuk
mendefinisikan antropometri karakteristik tinggi/berat pada orang dewasa yang
akan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok. IMT juga kerap dipandang
sebagai alat yang dapat mewakilkan kegemukan seseorang. Selain itu, IMT
banyak digunakan sebagai faktor risiko untuk perkembangan atau prevalensi
beberapa masalah kesehatan dan untuk menetukan public health policies (Nuttall,
2015).
3. Definisi Operasional
a. Lansia penderita Low Back PainInstability
Untuk mengetahui apakah seseorang mengidap LPB, maka akan digunakan
metode pengukuran LSIQ. Metode ini akan dilakukan dalam tiga tahap, yakni
sebagai berikut:
1) Peneliti menerjemahkan dan mengadaptasi LSIQ secara lintas budaya ke
dalam bahasa Indonesia yang mudah dipahami.
2) Peneliti mengumpulkan data dari total …. lansia dengan LBP instability yang
mana akan terbagi ke dalam dua studi, yaitu pilot study dan measurement
properties study.
3) Peneliti menguji lansia dengan LBP instability dengan menggunakan alat
pengukuran LSIQ.
LSIQ memiliki 15 pertanyaan dikotomis yang dapat dijawab dengan “ya” atau
“tidak” mengenai tanda-tanda ketidakstabilan klinis yang dilaporkan. Skor yang
didapat berkisar 0-15 dengan catatan semakin tinggi skor maka semakin tinggi
pula ketidakstabilan klinis yang dilaporkan oleh pasien.
Tabel 3.2
Lumbar Spine Instability Questionnaire
No Pertanyaan Ya Tidak
Punggung saya terasa seperti lepas dari
33
tubuh
Saya merasa harus sering mengankat
punggung saya
Saya sering menahan rasa sakit akan gejala
Sebelumnya, punggung saya terkunci ketika
saya memutar atau membengkokkan tulang
punggung
Saya merasakan sakit ketika mengubah
posisi (duduk-berdiri atau berdiri-duduk)
Saya merasa sakit ketika membungkuk dan
lebih parah ketika berdiri
Sakit yang saya rasakan bertamabah buruk
hanya dengan gerakan yang ringan
Saya kesulitan duduk di atas sebuah kursi
dan merasa lebih baik dengan adanya
sandaran punggung
Rasa sakit saya bertambah buruk dengan
posisi yang tidak berubah dan
berkepanjangan (statis)
Kondisi saya semakin buruk waktu demi
waktu
Saya telah memiliki masalah ini sejak lama
Nyeri dapat hilang sementara dengan
penggunaan korset dan penyangga punggung
Saya memiliki banyak insiden ketika saya
mengalami kejang otot pada punggung
Saya terkadang merasa takut untuk
berpindah maupun merubah posisi karena
nyeri yang akan dirasakan.
Saya memiliki cedera punggung atau trauma
pada masa lalu
34
b. Disabilitas
Adapun kuesioner juga digunakan untuk mengukur disabilitas pada
seseorang. Kuesioner terbut terdiri dari pemahaman dan daya ingat, ketekunan
dan konsentrasi, interaksi sosial, dan adaptasi. Semakin banyak poin yang didapat,
maka semakin cenderung individu dikategorikan sebagai disabilitas karena tidak
mampu melakukan banyak hal sendiri.
Tabel 3.3
Kuesioner Pengukur Disabilitas
Pemahaman dan daya ingat N S CB B
Mampu mengingat lokasi dan bekerja sesuai
tahapan
Mampu memahami dan mengingat hal kecil
yang sederhana dan melakukan tugas
dengan berulang kali
Mampu memahami dan mengingat detail,
instruksi yang diulangi dan tidak diulangi
Konsentrasi dan Persistensi N S CB B
Mampu melakukan hal yang diinstruksikan
secara berulang
Mampu melakukan hal dengan detail (dengan
atau tanpa instruksi berulang)
Mampu menjaga konsentrasi setidaknya 2 jam
ke depan dengan setidaknya 4 kali dalam
sehari
Mampu melakukan aktivitas engan rutin tanpa
pengawasan khusus
Mampu bekerja dengan koordinasi dan
berdekatan dengan orang lain tanpa merasa
terganggu
Mampu membuat kesimpulan sederhana yang
35
berkaitan dengan pekerjaan
Mampu melewati hari kerja dan hari libur tanpa
interupsi
Interaksi Sosial N S CB B
Mampu berinteraksi secara tepat dengan
masyarakat atau pelanggan
Mampu menanyakan pertanyaan sederhana atau
meminta bantuan kepada pengawas
Mampu menerima instruksi dan merespon
dengan baik kritik yang diberikan oleh
pengawas
Mampu bepergian dengan orang lain (teman
kerja, teman sebaya) tanpa merasa
terganggu
Adaptasi N S CB B
Mampu merespon dengan baik terhadap
perubahan yang telah diramalkan pada
pekerjaan dan rutinitas
Mampu merespon dengan baik terhadap
perubahan yang tidak diramalkan sama
sekali pada pekerjaan dan rutinitas
Mampu membuat tujuan realistis dan membuat
rencana sendiri
Mampu berhati-hati terhadap bahaya dan
mengambil langkah pencegahan yang
penting
Mampu bepergian pada suasana yang asing
menggunakan transportasi umum
Keterangan
N : Normal
S : Sedang
36
CB : Cukup Berat
B : Berat
c. Indeks Massa Tubuh
Pengukuran IMT akan dilakukan berdasarkan IMT yang telah ditetapkan
secara nasional untuk masyarakat Indonesia.
37
Tabel 3.1 IMT Berdasarkan Klasifikasi Nasional
Klasifikasi IMT
Kurus Berat < 17,0
Ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Berat 25,1 – 27,0
Ringan > 27
38
Uji hipotesis I dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua sampel dengan suatu
kondisi, adapun hubungan yang dimaksud ialah hubungan antara IMT terhadap
lansia penderita LBP instability.
Ho: IMT tidak berhubungan dengan lansia pengidap LBP instability.
Ha: IMT berhubungan dengan lansia pengidap LBP instability.
b. Hipotesis II
Uji hipotesis II dilakukan untuk melihat hubungan antara disabilitas dengan lansia
pengidap LBP instability.
Ho: Disabilitas tidak berhubungan dengan lansia pengidap LBP instability.
Ha: Disabilitas berhubungan dengan lansia pengidap LBP instability.
c. Hipotesis III
Uji hipotesis II dilakukan unutk melihat hubungan antara IMT dan disabilitas
terhadap lansia pengidap LBP instability.
Ho: IMT dan disabilitas tidak berhubungan terhadap lansi pengidap LBP
instability.
Ha: IMT dan disabilitas memiliki hubungan terhadap lansia pengidap LBP instability.
39
DAFTAR REFERENSI
Amador, M. L., & Torres, J. E. (2019). Visual Disability and Causes of Preventable
Blindness. Intech Open.
Amarya, S., Singh, K., & Sabharwal, M. (2014). Health Consequences of Obesity in the
Elderly. Journal of Clinical Gerontology & Geriatrics , 5, 63.
Aoki, Y., Sugiura, S., & Nakagawa, K. (2012). Evaluation of Nonspecific Low Back Pain
Using a New Detailed Visual Analogue Scale for Patients in Motion, Standing, and Sitting:
Characterizing Nonspecific Low Back Pain in Elderly Patients. Hindawi .
Eliasson, K., Elfving, B., Nordgre, B., & Mattsson, E. (2008). Urinary Incontinece in
Women with Low Back Pain. Manual Therapy , 13, 206.
Flex Free Clinic. (2019, Juni 11). Myofascial Pain Syndrome. Retrieved from Flex Free
Clinic: flexfreeclinic.com
Frothingham, S. (2019, Maret 7). What Can I Do About My Lower Back Pain When
Standing? Retrieved from Healthline: healthline.com
Girasole, G. J. (2019, Juli 5). Facet Joint Syndrome. Retrieved from Spine Universe:
spineuniverse.com
Grzegorzewska, A. (2016). Proper BMI Ranges for the Elderly in the Context of
Morbidity, Mortality, and the Functional Status. Gerontologia Polska , 24, 115.
40
Hakim, L. N. (2020). Urgensi Revisi Undang-undang Tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia. Jurnal Masalah-masalah Sosial , 11 (1), 46.
James, W. P. (n.d.). Overweight and Obesity (High Body Mass Index). Comparative
Quantification of Health Risks . who.int.
Kim, Y. J., Chae, S. U., Kim, G. D., Park, K. H., Lee, Y. S., & Lee, H. Y. (2013).
Radiographic Detection of Osteoporotic Vertebral Fracture Without Collapse. J Bone Metab , 20
(2), 92.
Lau, B. W., Yau, S. Y., Po, K. T., & So, K. F. (2016). Neurological Disorder. In B. W.
Lau, S. Y. Yau, K. T. Po, & K. F. So, Neurogenesis in Pyschopathology and Disease (p. 250).
Elsevier.
Leitao, S., Fletcher, J., & Hogben, J. (2000). Speech Impairment and Literay Difficulties:
Underlying Links. Australian Educational and Development Psychologist , 17 (1), 64.
National Disability Service. (n.d.). Disability Types and Description. Retrieved from
National Disability Service: nds.or.au
41
Panjabi, M. M. (2003). Clinical Spinal Instability and Low Back Pain. Journal of
Electromyography and Kinesiology , 371.
Podiatry First. (n.d.). Sacroiliac Joint Dysfunction. Retrieved from Podiatry First:
podiatryfirst.com
Saebu, M. (2010). Physical Disability and Physical Activity: A Review of the Literature
on Correlates and Associations. European Journal of Adapted Physical Activity , 3 (2), 37.
Samper-Ternent, R., & Snih, S. A. (2013). Obesity in Older Adults: Epidemiology and
Implications for Disability and Disease. HHS Author Manuscript in US National Library of
Medicine National Institutes of Health .
Sawyers, T. (2018, Agustus 24). Constipation and Back Pain. Retrieved from Healthline:
healthline.com
Spine Team of UW Medicine. (2009, Desember 31). Low Back Pain . Retrieved from
UW Medicine: Orthopaedics and Sports Medicine: orthop.washington.edu
Wittich, W., Southall, K., Sikora, L., Watanabe, D. H., & Gagne, J.-P. (2013). What's in
A Name: Dual Sensory Impairment or Deafblindness? The British Journal of Visual Impairment
, 3 (3), 199.
Wong, A. Y., Karppinen, J., & Samartzis, D. (2017). Low Back Pain in Older Adults:
Risk Factors, Management Options and Future Directions. Scoliosis and Spinal Disordess , 12
(14), 2-5.
World Health Organization. Priority Disease and Reasons for Inclusion: Low Back Pain.
Zimmer Biomet. (2018, Juli 12). Cervical Radiculopathy Causes, Symptoms, and
TreatSment. Retrieved from Zimmer Biomet: cervicaldisc.com
42
A.
43