PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Fisioterapi
Proposal Skripsi Disetujui Dalam Ujian Sidang Pada Program Studi Fisioterapi,
Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul
Nim : 2017-06-06-035
Pembimbing I pembimbing II
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya sebagai peneliti dapat menyelesaikan penulisan proposal skripsi ini, dengan
judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Disabilitas Pada Lansia Dengan Instability Low
Back Pain”
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Wahyuddin, M.Sc, Ph.D selaku Dekan Fakultas Fisioterapi Universitas Esa
Unggul dan pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi
bimbingan disela-sela kesibukan beliau dan selalu memberikan banyak masukan serta
pengarahan selama penulisan dan penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Miranti Yolanda Anggita, S.Ft, M.Fis selaku Ka.Prodi S1 Fakultas Fisioterapi
3. Ibu Mona Oktarina., S.Ft., M.Biomed sebagai pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberi bimbingan disela-sela kesibukan beliau dan selalu
memberi masukan-masukan yang sangat bermanfaat untuk penulisan skripsi ini.
4. Dosen-dosen dan staf pengajar yang telah memberikan banyak ilmu pada saya selama
kuliah di Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul.
5. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua, kakak, dan adik-adik saya
yang telah memberikan dukungan materi dan moril serta doanya.
6. Ucapan terima kasih banyak buat sahabat-sahabat terkasih saya yang selalu
memberikan semangat dan dukungan.
7. Dan terakhir untuk teman-teman seperjuangan saya angkatan 2017 yang telah
bersama-sama berjuang selama 4 tahun kuliah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang
harus diperbaiki, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Jakarta, Mei 2021
Ayu widiyaningsih
ii
DAFTAR ISI
iii
D. Hipotesis.....................................................................................................................25
BAB III.................................................................................................................................26
METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................26
A. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................................26
B. Metodologi Penelitian................................................................................................26
C. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................................26
D. Instrumen Penelitian...................................................................................................28
E. Teknik Analisis Data..................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................36
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sendi facet......................................................................................................15
Gambar 2.2 Sacroiliac Joint Syndrome.............................................................................16
Gambar 2.3 Myoficial Pain Syndrome...............................................................................16
Gambar 2.4 Pars Intercularis,Spomdylosis,Spondylolisthesis...........................................17
Gambar 2.5 Radiculopathy.................................................................................................18
Gambar 2.6 Osteoporotic veterbral Fractures...................................................................18
Gambar 2.7 DNDLS Pada Wanita Berumur 67 Tahun......................................................19
Gambar 2.8 Camda Equina Syndrome...............................................................................20
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR SKEMA
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penuaan merupakan tahapan akhir dari suatu proses kehidupan yang dilalui oleh
manusia setelah melewati fase dewasa (Wahyunita, 2010). Seseorang yang mengalami
penuaan atau juga disebut dengan lanjut usia (lansia), yang ditandai dengan adanya
perubahan pada fungsi tubuh yang cenderung menurun yang terjadi secara bertahap dalam
waktu tertentu (Fatimah,2010). Penuaan membuat lansia menjadi lebih rentan terkena
penyakit akibat kemampuan regenerasi yang terbatas dan sistem imun yang menurun
(Adriani dan Wirjatmadi 2012).
Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak terjadinya perubahan-perubahan pada seseorang tersebut,
tidak hanya terlihat dari perubahan fisik, namun juga kognitif, sosial, perasaan dan seksual.
Salah satu yang termasuk dalam perubahan pada seorang lansia adalah terjadinya perubahan
sistem musculoskeletal antara lain pada jaringan penghubung (elastin dan kolagen), otot,
sendi dan kartilago (Azizah, 2011).
Berdasarkan teori William (2012) menyebutkan bahwa perubahan akibat penuaan
yang paling dominan mengakibatkan gangguan kesehatan lansia adalah perubahan yang
terjadi pada sistem muskuloskeletal, salah satunya adalah low back pain (LBP). LBP
merupakan suatu kelainan di bagian punggung bawah, yang memiliki gejala yang kompleks
dan penyebab yang beragam, karena pada daerah tersebut terdapat struktur dan organ tubuh
yang kompleks (William, 2012). Terdapat 2 klasifikasi LBP yaitu LBP non-spesifik dan LBP
spesifik. LBP non-spesifik adalah penyebab LBP yang sering ditemui,misalnya Myogenic
LBP terjadi akibat adanya miofasial sindrom. Sindroma miofasial merupakan salah satu
kasus terbesar pada LBP terjadi diakibatkan karena trauma yang berlebihan (Ismi 2017).
Indeks massa tubuh (IMT) adalah salah suatu indikator dalam menghitung
antropometri sehingga dapat memantau status gizi seseorang khususnya yang berkaitan
dengan adanya kekurangan berat badan, kelebihan berat badan ataupun obesitas. Pada saat ini
IMT merupakan salah satu indikator yang paling bermanfaat dalam menentukan kategori
1
berat badan seseorang. Dimana antara lemak tubuh dan IMT mempunyai hubungan yang
dapat menentukan bentuk dan proporsional tubuh (Sugondo, 2009). Perubahan pada IMT
yang berlebihan atau signifikan akan meningkatkan berat pada tulang belakang,
mengakibatkan tulang belakang akan tertekan menerima beban yang berlebihan
menyebabkan tidak stabilnya tulag belakang dan akan mempermudah terjadinya kerusakan
pada struktur tulang belakang yang dapat membahayakan bagian vertebra lumbal. Tekanan
yang ada pada diskus, struktur pada tulang belakang yaitu diskus lumbalis rawan terjadinya
LBP (Purnamasari et al., 2010). Oleh karena itu, pada lanjut usia cenderung terjadi
peningkatan lemak tubuh sehingga menyebabkan nilai IMT meningkat, dengan peningkatan
IMT maka aktivitas fisik pada lanjut usia akan menurun dan terjadinya penurunan
keseimbangan. Dengan demikian, IMT yang meningkat juga dapat berkontribusi terhadap
terjadinya penurunan keseimbangan pada lanjut usia.
Berdasarkan faktor terjadinya LBP terdapat beberapa faktor resiko yang berhubungan
dengan pekerjaan seperti posisi kerja, beban kerja, dan pengulangan (Almoallim, et al.
(2014). Beberapa faktor penting yang mengakibatkan terjadinya LBP yaitu faktor individu
seperti jenis kelamin, usia, massa kerja, kesegaran jasmani, kebiasaan merokok, riwayat
trauma dan IMT atau body mass index (Alhalabi et al., (2015). Menurut Purnamasari 2010,
salah satu faktor individu yang mengakibatkan terjadiya LBP yaitu IMT , dimana semakin
tinggi gaya hidup, dan tidak teratur dalam mengelola pola makan akan berdampak pada
resiko obesitas. Bertambahnya berat badan tersebut adalah salah satu faktor dari gaya hidup
yang tidak sehat. Hal ini akan membawa potensi meningkatnya resiko terkena penyakit lain
salah satunya adalah LBP.
Pada kasus LBP dimana adanya hubungan overweight akibat kelebihan berat badan
dan lemak yang akan disalurkan ke daerah perut dan dapat menyebabkan kerja lumbal akan
bertambah saat berat badan bertambah tulang belakang akan menahan beban tersebut
sehingga ditemukan adanya instability. Dipengaruhi juga oleh otot transversus abdominis
yang menyebabkan timbulnya gejala, seperti nyeri dan kelemahan otot. Otot-otot yang
terlibat terhadap terjadinya instability adalah transversus abdominis, multifidus, internal
oblique, paraspinal, dasar panggul, yang merupakan kunci untuk dukungan aktif dari tulang
belakang lumbal. Ko-kontraksi otot-otot ini menghasilkan kekuatan melalui fascia
torakolumbal dan tekanan intra-abdomen mekanisme yang menstabilkan tulang belakang
2
lumbal, dan otot-otot paraspinal dan multifidus bertindak langsung untuk menahan gaya yang
bekerja pada tulang belakang. Penelitian menunjukkan bahwa co-kontraksi dari otot
transversus abdominis dan multifidus terjadi sebelum setiap pergerakan anggota badan. Ini
menunjukkan bahwa otot-otot ini mengantisipasi kekuatan dinamis dan menstabilkan daerah
sebelum gerakan, menunjukkan bahwa waktu koordinasi otot-otot ini sangat signifikan,
akibatnya terjadi postural imbalance oleh karena adanya instabilitas pada ligamen yang
terulur menyebabkan posisi lumbal akan cenderung menjadi lordosis sebagai kompensasi
dari rasa nyeri, sehingga otot-otot punggung akan bekerja secara berlebihan (Gatti, 2011)
Direct muscle problem dapat mengakibatkan terjadinya spasme pada otot yang dapat
menimbulkan penderita merasakan nyeri. Spasme otot yang berkepanjangan dan berulang
dapat menimbulkan penjepitan pada pembuluh darah yang mengakibatkan iskemia, sehingga
penderita akan membatasi gerakan yang dapat menimbulkan nyeri. LBP juga dapat
menyebabkan atrofi otot dalam jangka waktu yang lama. Otot yang mengalami atrofi
mengakibatkan penurunan kekuatan pada otot, penurunan kekuatan otot dapat menyebabkan
penurunan stabilitas lumbal dan selanjutnya menimbulkan disabilitas pada pasien.
Faktor risiko LBP diketahui meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan
obesitas (BMI > 25 kg/m2), kebiasaan merokok kurangnya aktivitas, serta kerja berat.
Beberapa faktor resiko lainnya juga dapat mempengaruhi terjadinya LBP diantaranya trauma
punggung, diabetes melitus, kelainan tulang tunggung dan faktor psikososial (Setyawati,
2009). Faktor risiko terjadinya LBP antara lain usia, indeks massa tubuh, jenis kelamin,
faktor psikologi, kehamilan, cedera/ trauma, penyakit lain yang dapat menyebabkan LBP dan
kebiasaan sehari-hari. IMT merupakan pengukuran yang membandingkan berat dan tinggi
badan seseorang. IMT digunakan dalam menentukan kriteria proporsi tubuh seseorang
underweight, normal, overweight dan obesitas (Theresia, 2012).
IMT sendiri sangat berpengaruh dengan disabilitas , karena ketika IMT tidak normal
akan mempengaruhi tulang belakang seseorang sehingga terjadilah disabilitas fisik seperti
susah berjalan dan sebagainya. Efeknya ketika IMT semakin memburuk disabilitas pun
semakin memburuk atau semakin banyak disabilitas lainnya yang terjadi. Dari berbagai
permasalahan yang timbul Fisioterapi memiliki peran yang penting dalam menjalankan
fungsinya sebagai tenaga kesehatan tertuang dalam PERMENKES No 65 Tahun 2015, yaitu:
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau
3
kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan
gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi dan komunikasi.
Tujuan fisioterapi adalah peningkatan gerak fungsional agar masyarakat dapat menjalankan
aktifitasnya secara optimal.
B. Identifikasi masalah
Hal yang mendorong peneliti mengambil judul hubungan IMT dengan disabilitas
pada lansia dengan LBP instability adalah karena selama ini penderita LBP sangat banyak
dan masih sering diabaikan dalam program rehabilitasi LBP, jarang proses rehabilitasi LBP
dimulai dari membangun kesadaran/awareness tentang IMT yang proporsional. Hal ini
penting karena pasien LBP mempunyai permasalahan diantaranya adalah:
1. Spasme otot punggung bawah yang menyebabkan ketidakseimbangan otot sehingga
stabilitas otot abdomen dan punggung bagian bawah menurun
2. Mobilitas lumbal terbatas sehingga mengakibatkan aktifitas fungsional menurun
3. Nyeri di sekitar punggung bawah yang disebabkan oleh gangguan atau kelainan pada
musculoskeletal vertebra thoracal 12 sampai bawah pinggul.
4. Adanya nyeri tekan karena tekanan yang berlebih pada tulang belakang yaitu diskus
lumbalis akibat IMT yang tinggi
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas , maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
Apakah ada hubungan IMT dengan disabilitas pada lansia dengan LBP instability ?
4
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan IMT dengan disabilitas pada
lansia dengan LBP instability.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan Fisioterapi
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya atau
bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian tentang hubungan IMT dengan disabilitas
pada lansia dengan LBP instability
2. Bagi Institusi pelayanan isioterapi
Menambah wawasan dan pengetahuan fisioterapi dalam bidang kesehatan
fisik,mengenai IMT dengan disabilitas pada lansia dengan LBP instability sehingga dapat
digunakan menjadi dasar untuk penerapan terapi dalam praktek klinis serta menjadi dasar
penelitian dan pengembangan ilmu fisioterapi di masa yang akan datang.
3. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan baru tentang IMT dengan disabilitas pada
lansia dengan LBP instability
5
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Deksripsi Teori
1. Lansia
a. Definisi Lansia
Lansia (lanjut usia) merupakan salah satu segmen dalam kehidupan
manusia yang alamiah, lansia dikategorikan sebagai kelompok penduduk yang
berusia 60 tahun atau lebih. Para lansia cenderung lebih lemah dibandingkan
dengan masa mudanya, hal tersebut disebabkan oleh kemunduran panca indera
yang dialami lansia. Kondisi lansia membuat mereka kesulitan bersosialisasi dan
mobilitasnya terbatas sehingga kebanyakan lansia dalam kesehariannya
bergantung dengan orang lain (Hakim, 2020).
Menurut World Health Organization (WHO, 2002), Indonesia akan
menjadi salah satu negara di antara 11 negara dengan populasi lansia terbanyak
pada tahun 2025. Banyaknya lansia ini merupakan suatu kesuksesan dalam ilmu
pengetahuan, terutama dalam bidang kesehatan. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2019, persentase lansia mengalami peningkatan hingga dua
kali lipat selama hampir lima dekade (1971-2019) menjadi 9,6% atau sekitar
25,64 juta orang di Indonesia
b. Proses Menua
Menua atau menjadi tua merupakan suatu keadaan yang terjadi dalam
kehidupan manusia. Proses penuaan merupakan suatu proses pasti yang akan
dialami seseorang dan tidak dapat dihindari dalam kehidupan. Ketika seseorang
telah menua, berarti seseorang telah melalui tiga tahap dalam kehidupannya yaitu
anak, remaja dan dewasa.
Proses penuaan ialah proses yang berhubungan dengan umur seseorang.
Manusia mengalami perubahan sesuai dengan bertambahnya umur. Semakin
bertambahnya umur seseorang makan berkuranglah fungsi organ tubuh (Sunaryo,
2016).
Pada lansia, individu mengalami banyak perubahan baik secara mental
maupun fisik, khususnya penurunan dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
6
pernah dimilikinya. Penurunan tersebut mengganggu berbagai sistem dalam tubuh
seperti penurunan pendengaran, penglihatan, daya ingat, kelemahan otot, perasaan
dan tampilan fisik yang berubah serta berbagai disfungsi biologis lainnya.
Proses penuaan biologis ini terjadi secara perlahan-lahan dan dibagi
menjadi beberapa tahapan, antara lain:
1) Tahap Subklinik (Usia 25 – 35 tahun):
Tanda dan gejala pada penuaan menjadi lebih nyata yang meliputi
penurunan seluruh fungsi sistem tubuh, antara lain sistem imun, ,
endokrin, metabolism, seksual dan gastrointestinal, reproduksi,
kardiovaskuler, saraf dan otot. Aktivitas dan kualitas hidup berkurang
akibat ketidakmampuan baik fisik maupun psikis yang sangat terganggu
dan penyakit degeneratif mulai terdiagnosis.
c. Klasifikasi lanjut usia
7
2) Lansia (elderly), dengan usia antara 60 sampai 74 tahun.
3) Lansia tua (old), dengan usia 60-75 dan 90 tahun.
4) Lansia sangat tua (very old), dengan usia diatas 90 tahun. (Muhith dan Siyoto,
2016).
Menurut Depkes RI (2003) dalam Maryam, dkk (2008). Klasifikasi pada lansia
yaitu:
1) Pralansia (prasenilis): seseorang dengan usia antara 45-59 tahun.
2) Lansia: seseorang dengan usia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi: seseorang yang berusia 70 tahun/lebih atau seseorang
dengan usia 60 tahun/lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial: seorang lanjut usia yang bisa melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang mendapatkan hasil barang/jasa.
5) Lansia tidak pontensial: lanjut usia yang ketergantungan terhadap bantuan
orang lain karena ketidakberdayaannya dalam mencari nafkah dalam
kehidupannya.
2. Indeks Massa Tubuh
a. Definisi
IMT merupakan sebuah metrik atau alat ukur yang digunakan untuk
mendefinisikan antropometri karakteristik tinggi/berat pada orang dewasa yang
akan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok. IMT juga kerap dipandang
sebagai alat yang dapat mewakilkan kegemukan seseorang. Selain itu, IMT
banyak digunakan sebagai faktor risiko untuk perkembangan atau prevalensi
beberapa masalah kesehatan dan untuk menentukan public health policies
8
(Nuttall, 2015).
b. Pengukuran IMT
IMT merupakan perhitungan yang didapatkan dari membagi berat badan (dalam
kilogram) dengan ukuran tinggi badan (dalam meter). Nilai IMT, merupakan salah satu
acuan untuk melihat posisi berat badan seseorang.IMT dapat dibagi menjadi kekurangan
berat badan, berat badan normal, kelebihan berat badan, dan obesitas. Nilai IMT
merupakan salah satu pengukuran, yang dilihat oleh dokter untuk menilai risiko Anda
mengalami suatu penyakit kronis, seperti jantung dan diabetes.Cara menghitung IMT yang
tepat, dapat dilihat menggunakan rumus di bawah ini:
IMT = Berat badan (dalam kg) : Tinggi badan (dalam m)²
9
Meskipun pengukuran dan analisis mengenai berat dan tinggi badan telah
diakui sebagai indikator umum kesehatan selama beberapa tahun, WHO telah
menetapkan kriteria tersendiri untuk menilai underweight dan overweight baik
pada anak-anak maupun pada orang dewasa.
c. IMT Normal pada Lansia
Penuaan adalah salah satu contoh dari IMT dapat memberikan efek pada
nilai parameter ini. Hal tersebut dikarenakan pada proses penuaan terdapat
perubahan distribusi lemak. Fenomena sarcopenia progresif khususnya dalam
bentuk lemak visceral sangat penting bagi nilai IMT yang mana bersamaan
dengan peningkatan massa lemak tubuh. Karena perbedaan tersebut, range IMT
yang diakui tidak layak diterapkan pada populasi lansia dan nilai prognostik yang
didapat tidak akan signifikan (Grzegorzewska, et al., 2016).
10
usia dewasa, namun angkanya selalu meningkat. Prevalensi LBP meningkat dan
mencapai puncaknya pada usia 35 hingga 55 tahun. Menurut WHO, berdasarkan
populasi usia di dunia, LBP akan meningkat secara substansial yang disebabkan
oleh kemerosotan intervertebral disc pada lansia.
LBP dideskripsikan sebagai penyakit yang akut, subakut, kambuh, dan
kronis. Gejala serius atau keadaan psikologis yang dirasakan saat mengalami
LBPdapat berupa (1) gangguan mobilitas di daerah toraks, lumbar, atau
sakroiliaka (2) rasa sakit yang ekstrim di tubuh (3) rasa sakit yang menyebar.
Berdasarkan pernyataan International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems (ICD), pasien LBPdikategorikan menjadi 8 macam
antara lain ialah LBP, lumbago, lumbosacral segmental/somatic dysfunction, low
back strain, spinal instabilities, flatback syndrome, lumbago yang disebabkan
oleh displacement of intervertebral disc, dan lumbago dengan sciatica (Delitto.,et
al, 2012).
Penyakit ini dirasakan pada area punggung bawah tepatnya antara sudut
iga paling bawah dan sakrum. Menurut Chou., et al, LBP sebagian besar
disebabkan oleh faktor non-spesifik, seperti cedera otot, ligamen, spasmus, dan
keletihan otot. Pasien akut LBP dengan gejala non-spesifik biasanya dapat
sembuh sendiri dan tidak memeriksakan diri ke dokter dikarenakan episode nyeri
terbilang cukup singkat (Purwata, 2017)
Hampir seluruh orang di dunia pernah merasakan LBP. LBP juga
seringkali muncul akibat faktor pekerjaan. Penyakit ini dianggap sepele karena
rasa nyerinya yang terasa singkat dan sering kali penderita tidak memeriksakan
diri ke dokter karena yakin penyakit ini akan sembuh dengan cepat.
b. Prevalensi dan insidensi
LBP adalah gejala yang sangat umum yang dialami oleh semua orang dengan
segala rentang usia. LBP dapat dibagi menjadi LBP spesifik dan non spesifik. LBP
instability adalah salah satu patologi LBP non spesifik yang kerap terjadi. 80-90%
dari kasus LBP diklasifikasikan sebagai LBP non spesifik dengan sebab yang belum
jelas dan seringkali pada keadaan kronis (Ohtori et al., 2015).
Pada tahun 2015, prevalensi titik global dari LBP yang mengambat aktivitas
11
adalah 7,3%, mengartikan bahwa sekitar 540 juta orang terpengaruh dalam suatu
waktu. Menurut Global Burden of Disease, LBP sekarang menjadi penyebab utama
disabilitas secara global. LBP jarang terjadi pada dekade pertama kehidupan, tetapi
prevalensi meningkat tajam selama masa remaja, dimana sekitar 40% dari anak-anak
berusia 9-18 tahun di negara berpenghasilan tinggi, menengah dan rendah
melaporkan mengalami LBP. Sebagian besar orang dewasa akan mengalami LBP di
beberapa titik kehidupan. Median prevalensi 1 tahun periode secara global pada
populasi orang dewasa adalah sekitar 37%, yang memuncak pada usia paruh baya,
dan lebih umum pada wanita daripada pria (Hartvigsen et al., 2018).
c. Patofisiologi
Ketidakstabilan segmen lumbal didefinisikan sebagai penurunan yang
signifikan dalam kapasitas sistem stabilisasi tulang belakang untuk mempertahankan
zona netral intervertebralis dalam batas fisiologis sehingga tidak ada disfungsi
neurologis, tidak ada deformitas mayor, dan tidak ada rasa sakit yang melumpuhkan.
Kemampuan untuk menjaga koordinasi yang efisien antara sistem ini akan
memungkinkan pasien untuk bergerak tanpa tekanan yang berlebihan pada jaringan di
dalam tubuh. Hilangnya integritas dalam subsistem pasif dapat membuat segmen
tidak stabil sehingga menyebabkan translasi atau rotasi vertebral yang berlebihan,
kecuali subsistem neuromuskuler mengkompensasi kehilangan tersebut (Panjabi,
2003).
13
Keseleo pada sendi sakroiliaka anterior atau posterior ligamen merupakan
sumber LBP yang sering diabaikan. Rasa sakit ini muncul seperti facet
syndrome. Nyeri ini dapat dirasakan pada paha bagian bawah hingga
selangkangan. Pada faktor ini tidak terdapat defisit saraf dan tanda-tanda
ketegangan saraf. Nyeri akan memburuk jika dibawa berjalan dan duduk atau
berbaring. Pemeriksaan nyeri ini dapat dilakukan dengan patrick fabere test
pada vertebra sakralis yang rentan dan manuver yang provokatif seperti
Gaenslens atau Yeomans. Bagaimanapun, diagnosis pasti belum tentu didapat
setelah melakukan tes tersebut.
14
cukup. Otot kerap mengalami kejang setelah cedera, maka dari itu titik picu
dapat terbentuk dan mngakibatkan myofascial pain syndrome setelahnya.
15
Adapun penyebab LBP instability pada lansia adalah sebagai berikut:
1) Non-specific/Mechanical LBP
LBP pada lansia umumnya tidak memiliki patologi yang pasti seperti
fraktur atau radang yang mana didiagnosa sebagai LBP non-spesifik. LBP ini
dapat disebabkan oleh postur tubuh dan aktivitas sehari-hari. LBP non-
spesifik dapat disebabkan oleh sumber rasa sakit yang berbeda. Degenerasi
piringan sendi pada magnetic resonance imaging (MRI) lebih prevalensi
dengan bertambahnya usia seperti pada lansia.
2) Radiculopathy
Cakram hernia, sendi facet, dan/atau lemak epidural dapat menyebabkan
redikulopati yang meradiasi distal hingga lutut. Presentasi klinis dari
radiculopathy bergantung pada lokasi kompresi jaringan saraf yang terjadi.
16
Gambar 2.6 Osteoporotic Vertebral Fractures
Sumber: Kim., et al, 2013
4) De Novo Degenerative Lumbar Scoliosis (DNDLS)
DNDLS adalah sebuah kelainan yang terjadi pada tulang belakang lansia
dan menyebabkan terjadinya LBP atau nyeri pada kaki dan kualitas hidup
yang kurang optimal. DNDLS didefinisikan sebagai lengkung skoliosis
lumbal dengan sudut ≥10º di bidang koronal yang berkembang setelah berusia
50 tahun pada orang dengan riwayat adolescent idiopathic scoliosis.
Prevalensi DNDLS pada usia dewasa dilaporkan berkisar antara 8.3% hingga
13.3%, sedangkan pada lansia yang berusia 60 tahun ke atas sangat tinggi,
yakni 68%. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya DNDLS,
seperti intervetebral disc degeneration dan genetic predisposition.
17
Sumber: Kebaish, 2008
5) Tumor atau Kanker
Tingkat kejadian neoplasma meningkat secara eksponensial berdasarkan
usia, meskipun kurang dari 1% penyebab LBP berkaitan dengan tumor tulang
belakang. Mayoritas tumor ini berkaitan dengan metastatis dan hanya
segelintir yang merupakan tumor utama. Penyebab umum metastatis adalah
prostat dan ginjal, meskipun tumor ganas juga ditemukan pada lansia.
6) Infeksi Tulang Belakang
Vetebral osteomyelitis (VO) merupakan penyakit menular yang
mengancam jiwa pada lansia dan disebabkan oleh infeksi tulang belakang.
Mengingat populasi usia pertumbuhan, kasus VO turut mengalami
peningkatan. Tingkat kejadia VO pada populasi umum dilaporkan berkisar
antara 2.5 hingga 7 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya. Tingkat
kematian pada penderita VO mencapai 12%. VO disebbakan oleh bakteri
patogenik yang dapat menyebar secara hematogen dari sumber terinfeksi dan
berkembang biak di metaphyseal ateriol sehingga menyebabkan terbentuknya
mikroabses pada tulang belakang. Penyebab selanjutnya adalah nekrosis
tulang, dan fistula di dalam tulang.
7) Penyakit Visceral
Beberapa penyakit visceral seperti dissecting aorta abdominalis aneurisma,
kolesistolitiasis, nefrolitiasis, prostatitis, gangguan saluran kemih, dan radang
panggul diketahui dapat menimbulkan gejala yang sebanding dengan LBP
kronis.
8) Cauda Equina Syndrome
Sindrom ini berasal dari kompresi yang terjadi pada beberapa akar saraf
lumbal dan sakralis di kanal tulang belakang yang dapat menyebabkan
gangguan pada usus, kandung kemih, dan disfungsi seksual. Pasien cauda
equina syndrome dapat mengalami linu pada panggul, hal ini tergantung pada
lokasi terjadinya kompresi akar saraf. Sindrom ini dapat disebabkan oleh
cakram hernia atau spondylolisthesis pada lumbal bawah, tumor tulang
belakang, dislokasi fraktur, dan abses di dalam kanal tulang belakang (Wong,
18
Karppinen, & Samartzis, 2017).
4. Disabilitas
20
a. Definisi Disabilitas
Disabilitas merupakan sebuah istilah luas yang dapat dideskripsikan dalam
berbagai cara. Kurangnya definisi tunggal dan ketersediaan beberapa alat yang
divalidasi untuk mengukur berbagai jenis disabilitas membuat perbandingan lintas
studi tentang disabilitas menjadi sulit. Bagaimanapun, beberapa literatur
menyebutkan bahwa disabilitas dapat meningkatkan risiko kematian. Disabilitas
mempengaruhi kualitas hidup di usia tua menjadikannya sebagai konsep yang
harus dianalisis dengan cermat dan dipahami dengan baik.
Disabilitas bercirikan sebuah hasil hubungan yang kompleks antara
kondisi kesehatan individu dan faktor pribadi yang mewakili kondisi kehidupan
individu. Akibat dari hubungan tersebut, lingkungan yang berbeda akan dapat
memberikan dampak yang sangat berbeda pada orang yang sama dengan kondisi
kesehatan yang telah diberikan. Sebuah lingkungan dengan hambatan akan
membatasi aktivitas individu tersebut dan lingkungan dengan fasilitas yang lebih
lengkap akan meningkatkan aktivitas penyandang disabilitas. Masyarakat dapat
menghalangi aktivitas penyandang disabilitas karena membuat hambatan atau
tidak menyediakan fasilitator (Bianquin & Bulgarelli, 2017).
Pada Susenas tahun 1998, 2000, 2003, dan 2009 disabilitas disebut
sebagai kecacatan yang mana merujuk pada kondisi hilangnya fungsi atau struktur
anatomi, psikologi maupun fisiologi. Pada tahun 2006, Susenas mendefinisikan
disabilitas sebagai kondisi akan ketidakmampuan dalam menjalankan aktivitas
atau kegiatan tertentu selayaknya orang normal. Susenas pada tahun 2012
menyebutkan bahwa terdapat 2,45% penduduk Indonesia yang merupakan
penyandang disabilitas. Dinamika jumlah penderita disabilitas di Indonesia pada
tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012 terjadi karena perubahan konsep definisi cacat
dan disabilitas oleh Susenas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
21
Grafik 2.1 Persentase Penduduk Penyandang Disabilitas Berdasarkan Data Susenas
2003, 2006, 2009, dan 2012
Sumber: Kementerian Kesehatan
b. Alat ukur disabilitas
Modified oswesty disability index (MODI) merupakan instrumen yang berisi daftar
pertanyaan atau kuisioner yang dirancang untuk memberikan informasi seberapa besar tingkat
disabilitas punggung bawah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Instruksikan pasien untuk
menjawab dengan memberi tanda centang atau tanda silang pada salah satu kotak tiap bagian
yang paling sesuai dengan keadaan dan yang dirasakannya pada saat itu. Selanjutnya, hitung skor
yang diperoleh. Berikut ini adalah prosedur pengukuran dengan MODI :
a. Membuat lembar pengukuran MODI yang dimodifikasi, dengan berbagai macam
kondisi yang dapat menginterpretasikan tingkat disabilitas pasien.
b. Terdapat 10 pertanyaan yang tercantum dalam MODI. Dari setiap pertanyaan
terdapat 5 pilihan jawaban yang menggambarkan disabilitas pasien. Masing-masing
jawaban yang memiliki nilai yang berbeda, dimulai dengan nilai 0 untuk menyatakan
tidak ada disabilitas, nilai 1 untuk disabilitas yang sangat ringan, sampai dengan 5
untuk disabilitas yang paling berat.
c. Pasien diminta untuk mengisi kuisioner tersebut.
22
a. Disabilitas minimal, merupakan ketidakmampuan pada tingkat minimal yaitu dengan
angka 0% - 20%. Pasien dapat melakukan sebagian besar aktifitas hidupnya.
Biasanya tidak ada indikasi untuk pengobatan terlepas dari nasihat untuk mengangkat
dan duduk dengan cara yang benar agar tidak bertambah parahnya tingkat disabilitas
pasien.
b. Disabilitas sedang, merupakan ketidakmampuan pada tingkat sedang yaitu dengan
angkan 21% - 40%. Pasien merasa lebih sakit dan mengalami kesulitas dalam
melakukan aktifitas duduk, mengangkat dan berdiri. Untuk berpergian dan kehidupan
sosial akan lebih dihindari. Sedangkan untuk perawatan pribadi dan tidur tidak terlalu
terpengaruh.
c. Disabilitas parah, merupakan ketidakmampuan pada tingkat yang parah, yaitu
dengan angka 41% - 60%. Rasa sakit dan nyeri adalah tetap menjadi masalah
utamanya sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari (activity daily living / ADL).
d. Disabilitas sangat parah, merupakan ketidakmampuan yang sangat parah dengan
angka 61% - 80%, sehingga sangat mengganggu seluruh aspek kehidupan pasien
e. Angka tertinggi untuk tingkat keparahan disabilitas adalah 81% - 100%, dimana
pasien tidak dapat melakukan aktifitas sama sekali dan hanya tergolek ditempat tidur.
c. Jenis disabilitas
Disabilitas banyak macamnya yaitu terdiri dari fisik,sensorik,Intelektual dan
mental. Namun yang kita lihat adalah disabilitas fisik, yang mana Penyandang
disabilitas fisik mengalami keterbatasan akibat gangguan pada fungsi tubuh.
Cacat dapat muncul sejak lahir atau akibat kecelakaan, penyakit, atau efek
samping dari pengobatan medis. Beberapa jenisnya antara lain lumpuh,
kehilangan anggota tubuh akibat amputasi, dan cerebral palsy.
23
metabolisme. Pada banyak kasus, sulit untuk menentukan penyebab pasti bahaya
yang terjadi atau kapan bahaya tersebut terjadi.
24
B. Kerangka Berfikir
Dari pembahasan di atas maka akibat yang ditimbulkan overweight salah satunya adalah
LBP. Yaitu gangguan area punggung bawah tepatnya antara sudut iga paling bawah dan sacrum
dan dapat menjalar hingga ke kaki.
IMT merupakan cara untuk mengetahui rentang berat badan seseorang dengan cara
mengkategorikan berat menjadi tiga, yakni underweight, normal, dan overweight. Lansia dengan
IMT overweight menjadi salah satu factor resiko mengalami bermacam disabilitas, salah satunya
LBP.
Seorang lansia dengan kondisi IMT overweight.dapat berisiko mengalami LBP. Hal ini
dikarenakan pada dasarnya lansia kebanyakan mengalmai penurunan kemampuan akan panca
indera yang membuat mobilitasnya terbatas dan menjadi bergantung pada orang lain. Jika
ditambah dengan IMT yang overweight, maka lansia akan sangat kesulitan untuk beraktivitas.
Akibat dari overweight mengakibatkan terjadinya suatu disabilitas pada lansia.
Kondisi IMT yang menunjukkan kategori overweight membuat tekanan pada tulang
belakang yag ditandai dengan adanya herniassi pada diskus yang dapat menyebabkan suatu
disabilitas dan instability pada seseorang dengan gangguan LBP.
25
Skema Kerangka Berpikir
LBP Instability
IMT Disabilitas
Faktor internal
1. Usia
2. Jenis kelamin Faktor internal
3. Keturunan 1. Usia
4. Suku bangsa 2. Obesitas
26
Skema 2.1
C. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, peneliti membuat kerangka konsep dan alur
penelitian dengan skema berikut
IMT Disabilitas
KORELASI
Berdasarkan teori yang dikemukakan pada bagian pendahuluan dan kerangka teori maka
hipotesis dalam penelitian ini yaitu IMT berhubungan dengan disabilitas pada lansia dengan LBP
Instability
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Tambun Selatan , Bekasi
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan berlangsung selama 31 Mei – 14 Juni 2020
B. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah cross sectional study dengan
pendekatan kualitatif yang merupakan sebuahstudi epidemiologi dan mempelajari prevalensi,
distribusi serta hubungan penyaskit dengan paparan. Penelitian ini dilakukan dengan cara
mengamati paparan, penyakit maupun outcome lain secara serentak pada subjek penelitian
(Nurdini, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IMT dan
disabilitas terhadap lansia penderita LBP instability.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Adapun populasi pada
penelitian ini ialah lansia yang berada di Bekasi.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian atau dari populasi yang akan diteliti. Adapun metode
pengambilan sampel yang digunakan ialah purposive sampling. Metode tersebut
digunakan ketika peneliti ingin mengambil sampel berdasarkan ciri-ciri, sifat, dan
karakteristik tertentu. Adapun sampel pada penelitian ini ialah lansia disabilitas yang
mengalami LBP instability dan lansia dengan IMT tidak normal yang mengalami
LBP instability.
28
Tabel 3.1Prosedur pemeriksaan fisioterapi untuk pemilihan sampel penelitian
Tahap
No Fokus pemeriksaan Hasil
pemeriksaan
Keluhan, lokasi, sifat dan
provokasi nyeri. Nyeri regang saat membungkuk
1 Anamnesis
pada daerah lumbal
kriteria inklusi:
Lansia Usia 59- >60 tahun
Disabilitas fisik
Normal,underweight,overweight,dan obesitas
Bersedia bekerjasama menjadi responden penelitian.
Warga tambun selatan
Kriteria eksklusi:
Memiliki infeksi, spondylolisthesis spina bifida
Mengkonsuumsi obat anti nyeri selama penelitian
Dalam masa hamil
D. Instrumen Penelitian
1. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas
29
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lainnya. Adapun
variabel bebas pada penelitian ini ialah IMT.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang mendapatkan pengaruh dari variabel
lainnya. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah disabiilitas.
2. Definisi Konseptual
a. LBPInstability
LBP dideskripsikan sebagai penyakit yang akut, subakut, kambuh, dan kronis.
Gejala serius atau keadaan psikologis yang dirasakan saat mengalami LBPdapat
berupa (1) gangguan mobilitas di daerah toraks, lumbar, atau sakroiliaka (2) rasa
sakit yang ekstrim di tubuh (3) rasa sakit yang menyebar. Berdasarkan pernyataan
International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems
(ICD), pasien LBPdikategorikan menjadi 8 macam antara lain ialah LBP,
lumbago, lumbosacral segmental/somatic dysfunction, low back strain, spinal
instabilities, flatback syndrome, lumbago yang disebabkan oleh displacement of
intervertebral disc, dan lumbago dengan sciatica (Delitto.,et al, 2012).
b. Lansia
Lansia merupakan salah satu segmen dalam kehidupan manusia yang
alamiah, lansia dikategorikan sebagai kelompok penduduk yang berusia 60 tahun
atau lebih. Para lansia cenderung lebih lemah dibandingkan dengan masa
mudanya, hal tersebut disebabkan oleh kemunduran panca indera yang dialami
lansia. Kondisi lansia membuat mereka kesulitan bersosialisasi dan mobilitasnya
terbatas sehingga kebanyakan lansia dalam kesehariannya bergantung dengan
orang lain.
c. Disabilitas
Disabilitas merupakan sebuah istilah luas yang dapat dideskripsikan dalam
berbagai cara. Kurangnya definisi tunggal dan ketersediaan beberapa alat yang
divalidasi untuk mengukur berbagai jenis disabilitas membuat perbandingan lintas
studi tentang disabilitas menjadi sulit. Bagaimanapun, beberapa literatur
menyebutkan bahwa disabilitas dapat meningkatkan risiko kematian. Disabilitas
mempengaruhi kualitas hidup di usia tua menjadikannya sebagai konsep yang
30
harus dianalisis dengan cermat dan dipahami dengan lebih baik.
d. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan sebuah metrik atau alat ukur yang digunakan untuk
mendefinisikan antropometri karakteristik tinggi/berat pada orang dewasa yang
akan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok. IMT juga kerap dipandang
sebagai alat yang dapat mewakilkan kegemukan seseorang. Selain itu, IMT
banyak digunakan sebagai faktor risiko untuk perkembangan atau prevalensi
beberapa masalah kesehatan dan untuk menetukan public health policies (Nuttall,
2015).
3. Definisi Operasional
a. Lansia penderita Low Back PainInstability
Untuk mengetahui apakah seseorang mengidap LPB, maka akan digunaka metode
pengukuran Lumbar Spine Instability Questionnaire (LSIQ). Metode ini akan
dilakukan dalam tiga tahap, yakni sebagai berikut:
1) Peneliti menerjemahkan dan mengadaptasi LSIQ ke dalam bahasa Indonesia
yang mudah dipahami.
2) Peneliti mengumpulkan data dari total …. lansia dengan LBP instability yang
mana akan terbagi ke dalam dua studi, yaitu pilot study dan measurement
properties study.
3) Peneliti menguji lansia dengan LBP instability dengan menggunakan alat
pengukuran LSIQ.
LSIQ memiliki 14 pertanyaan dikotomis yang dapat dijawab dengan “ya” atau
“tidak” mengenai tanda-tanda ketidakstabilan klinis yang dilaporkan. Skor yang
didapat berkisar 0-14 dengan catatan semakin tinggi skor maka semakin tinggi
pula ketidakstabilan klinis yang dilaporkan oleh pasien.
Tabel 3.2
31
Lumbar Spine Instability Questionnaire
No Pertanyaan Ya Tidak
Punggung saya terasa seperti lepas dari
tubuh
Saya merasa harus sering mengankat
punggung saya
Saya sering menahan rasa sakit akan gejala
Sebelumnya, punggung saya terkunci ketika
saya memutar atau membengkokkan tulang
punggung
Saya merasakan sakit ketika mengubah
posisi (duduk-berdiri atau berdiri-duduk)
Saya merasa sakit ketika membungkuk dan
lebih parah ketika berdiri
Sakit yang saya rasakan bertamabah buruk
hanya dengan gerakan yang ringan
Saya kesulitan duduk di atas sebuah kursi
dan merasa lebih baik dengan adanya
sandaran punggung
Rasa sakit saya bertambah buruk dengan
posisi yang tidak berubah dan
berkepanjangan (statis)
Kondisi saya semakin buruk waktu demi
waktu
Saya telah memiliki masalah ini sejak lama
Nyeri dapat hilang sementara dengan
penggunaan korset dan penyangga punggung
Saya memiliki banyak insiden ketika saya
mengalami kejang otot pada punggung
Saya terkadang merasa takut untuk
berpindah maupun merubah posisi karena
32
nyeri yang akan dirasakan.
Saya memiliki cedera punggung atau trauma
pada masa lalu
b. Disabilitas
Adapun kuesioner juga digunakan untuk mengukur disabilitas pada
seseorang. Kuesioner terbut terdiri dari pemahaman dan daya ingat, ketekunan
dan konsentrasi, interaksi sosial, dan adaptasi. Semakin banyak poin yang didapat,
maka semakin cenderung individu dikategorikan sebagai disabilitas karena tidak
mampu melakukan banyak hal sendiri.
Tabel 3.3
Kuesioner Pengukur Disabilitas
Pemahaman dan daya ingat N S CB B
Mampu mengingat lokasi dan bekerja
sesuai tahapan
Mampu memahami dan mengingat hal
kecil yang sederhana dan melakukan
tugas dengan berulang kali
Mampu memahami dan mengingat detail,
instruksi yang diulangi dan tidak
diulangi
Konsentrasi dan Persistensi N S CB B
Mampu melakukan hal yang
diinstruksikan secara berulang
Mampu melakukan hal dengan detail
(dengan atau tanpa instruksi berulang)
Mampu menjaga konsentrasi setidaknya 2
jam ke depan dengan setidaknya 4 kali
dalam sehari
Mampu melakukan aktivitas engan rutin
tanpa pengawasan khusus
33
Mampu bekerja dengan koordinasi dan
berdekatan dengan orang lain tanpa
merasa terganggu
Mampu membuat kesimpulan sederhana
yang berkaitan dengan pekerjaan
Mampu melewati hari kerja dan hari
libur tanpa interupsi
Interaksi Sosial N S CB B
Mampu berinteraksi secara tepat dengan
masyarakat atau pelanggan
Mampu menanyakan pertanyaan
sederhana atau meminta bantuan kepada
pengawas
Mampu menerima instruksi dan
merespon dengan baik kritik yang
diberikan oleh pengawas
Mampu bepergian dengan orang lain
(teman kerja, teman sebaya) tanpa
merasa terganggu
Adaptasi N S CB B
Mampu merespon dengan baik terhadap
perubahan yang telah diramalkan pada
pekerjaan dan rutinitas
Mampu merespon dengan baik terhadap
perubahan yang tidak diramalkan sama
sekali pada pekerjaan dan rutinitas
Mampu membuat tujuan realistis dan
membuat rencana sendiri
Mampu berhati-hati terhadap bahaya dan
mengambil langkah pencegahan yang
penting
34
Mampu bepergian pada suasana yang
asing menggunakan transportasi umum
Keterangan
N : Normal
S : Sedang
CB : Cukup Berat
B : Berat
c. Indeks Massa Tubuh
Pengukuran IMT akan dilakukan berdasarkan IMT yang telah ditetapkan
secara nasional untuk masyarakat Indonesia.
35
Tabel 3.1 IMT Berdasarkan Klasifikasi Nasional
Klasifikasi IMT
Kurus Berat < 17,0
Ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Berat 25,1 – 27,0
Ringan > 27
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan software statistik pada
komputer, yakni SPSS versi 16(Released:2007 IBM SPSS Statistics for Windows, version
16.0 Chicago, SPSS Inc). Data yang telah didapatkan dikonversi ke dalam bentuk tabel
sebelum menjalankan program SPSS.
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini ialah berjenis Kolmogorov-
Smirnov yang membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya)
dengan sitribusi normal baku. Jika signifikansi didapat kurang dari 0,05 maka
terdapat hubungan yang signifikan, namun jika signifikansi melebih 0,05 maka
tidak terdapat hubungan yang signifikan.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan unutk meyakinkan bahwa sekumpulan data yang akan
diukur memang berasal dari populasi yang sama (homogen). Uji homogenitas
dilakukan peneliti ketika ingin mengetahui hubungan sebuah sikap, intemsi, atau
perilaku pada dua kelompok populasi yang memiliki karakteristik tertentu. Pada
penelitian ini akan digunakan uji homogenitas berjenis Lavene’s Test. Jika nilai
signifikansi yang didapat lebih dari 0,05 menandakan bahwa kelompok daat
berasa dari populasi yang homogen, namun jika siginifikansi yang didapat kurang
dari 0,05 maka kelompok data berasal dari populasi yang heterogen.
2. Uji Hipotesis
Hipotesis
36
Uji hipotesis dilakukan unutk melihat hubungan antara IMT dan disabilitas terhadap
lansia pengidap LBP instability.
Ho: IMT dan disabilitas tidak berhubungan terhadap lansi pengidap LBP
instability.
Ha: IMT dan disabilitas memiliki hubungan terhadap lansia pengidap LBP instability.
Pengujian hipotesis dianalisis dengan menggunakan uji korelasi pearson product
moment test.
37
DAFTAR REFERENSI
Amador, M. L., & Torres, J. E. (2019). Visual Disability and Causes of Preventable
Blindness. Intech Open.
Amarya, S., Singh, K., & Sabharwal, M. (2014). Health Consequences of Obesity in the
Elderly. Journal of Clinical Gerontology & Geriatrics , 5, 63.
Aoki, Y., Sugiura, S., & Nakagawa, K. (2012). Evaluation of Nonspecific Low Back Pain
Using a New Detailed Visual Analogue Scale for Patients in Motion, Standing, and Sitting:
Characterizing Nonspecific Low Back Pain in Elderly Patients. Hindawi .
Eliasson, K., Elfving, B., Nordgre, B., & Mattsson, E. (2008). Urinary Incontinece in
Women with Low Back Pain. Manual Therapy , 13, 206.
Flex Free Clinic. (2019, Juni 11). Myofascial Pain Syndrome. Retrieved from Flex Free
Clinic: flexfreeclinic.com
Frothingham, S. (2019, Maret 7). What Can I Do About My Lower Back Pain When
Standing? Retrieved from Healthline: healthline.com
Girasole, G. J. (2019, Juli 5). Facet Joint Syndrome. Retrieved from Spine Universe:
spineuniverse.com
Grzegorzewska, A. (2016). Proper BMI Ranges for the Elderly in the Context of
Morbidity, Mortality, and the Functional Status. Gerontologia Polska , 24, 115.
38
Hakim, L. N. (2020). Urgensi Revisi Undang-undang Tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia. Jurnal Masalah-masalah Sosial , 11 (1), 46.
James, W. P. (n.d.). Overweight and Obesity (High Body Mass Index). Comparative
Quantification of Health Risks . who.int.
Kim, Y. J., Chae, S. U., Kim, G. D., Park, K. H., Lee, Y. S., & Lee, H. Y. (2013).
Radiographic Detection of Osteoporotic Vertebral Fracture Without Collapse. J Bone Metab , 20
(2), 92.
Lau, B. W., Yau, S. Y., Po, K. T., & So, K. F. (2016). Neurological Disorder. In B. W.
Lau, S. Y. Yau, K. T. Po, & K. F. So, Neurogenesis in Pyschopathology and Disease (p. 250).
Elsevier.
Leitao, S., Fletcher, J., & Hogben, J. (2000). Speech Impairment and Literay Difficulties:
Underlying Links. Australian Educational and Development Psychologist , 17 (1), 64.
National Disability Service. (n.d.). Disability Types and Description. Retrieved from
National Disability Service: nds.or.au
39
Panjabi, M. M. (2003). Clinical Spinal Instability and Low Back Pain. Journal of
Electromyography and Kinesiology , 371.
Podiatry First. (n.d.). Sacroiliac Joint Dysfunction. Retrieved from Podiatry First:
podiatryfirst.com
Saebu, M. (2010). Physical Disability and Physical Activity: A Review of the Literature
on Correlates and Associations. European Journal of Adapted Physical Activity , 3 (2), 37.
Samper-Ternent, R., & Snih, S. A. (2013). Obesity in Older Adults: Epidemiology and
Implications for Disability and Disease. HHS Author Manuscript in US National Library of
Medicine National Institutes of Health .
Sawyers, T. (2018, Agustus 24). Constipation and Back Pain. Retrieved from Healthline:
healthline.com
Spine Team of UW Medicine. (2009, Desember 31). Low Back Pain . Retrieved from
UW Medicine: Orthopaedics and Sports Medicine: orthop.washington.edu
Wittich, W., Southall, K., Sikora, L., Watanabe, D. H., & Gagne, J.-P. (2013). What's in
A Name: Dual Sensory Impairment or Deafblindness? The British Journal of Visual Impairment
, 3 (3), 199.
Wong, A. Y., Karppinen, J., & Samartzis, D. (2017). Low Back Pain in Older Adults:
Risk Factors, Management Options and Future Directions. Scoliosis and Spinal Disordess , 12
(14), 2-5.
World Health Organization. Priority Disease and Reasons for Inclusion: Low Back Pain.
Zimmer Biomet. (2018, Juli 12). Cervical Radiculopathy Causes, Symptoms, and
TreatSment. Retrieved from Zimmer Biomet: cervicaldisc.com
40
A.
41