Anda di halaman 1dari 82

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERILAKU AKTIVITAS FISIK DAN KENDALANYA PADA


ANAK DISABILITAS DI YOGYAKARTA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh :
Lidya Permata Sari
2010301015

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023-2024
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERILAKU AKTIVITAS FISIK DAN KENDALANYA PADA
ANAK DISABILITAS DI YOGYAKARTA

HALAMAN JUDUL

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Menyusun Skripsi


Program Studi Fisioterapi Program Sarjana
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh :
Lidya Permata Sari
2010301015

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023-2024

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


PERILAKU AKTIVITAS FISIK DAN KENDALANYA PADA
ANAK DISABILITAS DI YOGYAKARTA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh :
Lidya Permata Sari
2010301015

Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui Untuk Mengikuti Ujian Proposal


Program Studi Fisioterapi Program Sarjana
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Oleh :

Pembimbing : Indriani, SKM, M.Sc

Tanggal : ………………………

Tanda tangan : ………………………

HALAMAN PENGESAHAN

iii
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERILAKU AKTIVITAS FISIK DAN KENDALANYA PADA
ANAK DISABILITAS DI YOGYAKARTA

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh :
Lidya Permata Sari
2010301015

Telah Dipertahankan Didepan Dewan Penguji Dan Diterima


Sebagai Syarat Untuk Melanjutkan Penelitian
Program Studi Fisioterapi Program Sarjana
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Pada tanggal …………

Dewan Penguji

Penguji I : Devinta Yulia L, M.K.K.K ……………………………………

Penguji II : Indriani, SKM. M.Sc ……………………………………

Mengesahkan
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji Syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena nikmat dan Karunia-Nya
sehingga iman dan islam tetap terjaga, Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW
adalah utusan Allah SWT. Karena berkah dan Rahmat Allah SWT, serta pertolongan-Nya
lah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Aktivitas Fisik Dan Kendalanya Pada Anak Disabilitas Usia 7-13
Tahun Di Yogyakarta” ini dengan lancer dan tidak ada halangan yang berarti.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Warsiti, M.Kep.,Sp.Mat, selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.


2. Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
3. Hilmi Zadah Faidullah, S.St.Ft., M.Sc Selaku Ketua Program Studi Fisioterapi
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
4. Devinta Yulia L, M.K.K.K, Selaku Dosen Penguji atas segala ilmu saran dan
masukan sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan
lancer.
5. Indriani, SKM.M.Sc, Selaku dosen penguji II sekaligus pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, koreksi,
saran, serta semangat kepada penulis dalam pembuatan proposal skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama
perkuliahan
7. Kedua Orang Tua saya yang telah membesarkan saya hingga saat ini, terima
kasih banyaj atas segala doa, dukungan, perjuangan, serta bimbingan untuk
bisa hidup dengan baik
8. Adik laki-laki tercinta yang senantiasa memberikan motivasi sehingga saya
mampu untuk menyelesaikan perkuliahan dengan lancar
9. Teman seangkatan 20, sekaligus teman kelas saya dari A2 Fisioterapi yang
sudah ikut memberikan semangat dan bantuan dalam mengerjakan
v
10. Seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam membantu penyusunan proposal
skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu

Begitu pula proposal skripsi yang telah penulis susun, masih banyak kekurangan yang
dilakukan. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun, supaya tidak terjadi
kesalahan. Semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat untuk seluruh pembaca.

Yogyakarta, 7 Desember 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL...............................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................9
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................9
D. Manfaat Penelitian........................................................................................9
E. Keaslian Penelitian......................................................................................11
BAB II...................................................................................................................16
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................16
A. Tinjauan Teoritis........................................................................................16
B. Tinjauan Pustaka........................................................................................37
C. Kerangka Konsep.......................................................................................51
BAB III..................................................................................................................52
METODE PENELITIAN....................................................................................52
A. Jenis Penelitian...........................................................................................52
B. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................53
C. Sumber Data...............................................................................................53
D. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................53
E. Teknik Analisis Data...................................................................................56
F. Validasi data................................................................................................57
G. Uji Keabsahan Data....................................................................................57
H. Etika Penelitian...........................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................61

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian.....................................................................................11


Tabel 2.1 Kerangka Konsep.......................................................................................51

viii
DAFTAR SINGKATAN

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Time Schedule.........................................................................................65


Lampiran 2 Surat Studi Pendahuluan.........................................................................67
Lampiran 3 Kartu Bimbingan.....................................................................................68
Lampiran 4 KRS (Kartu Rencana Studi)....................................................................69

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak disabilitas memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik,

aktivitas fisik bagi anak penyandang disabilitas sangat penting bagi kesehatan,

aktivitas fisik ini merupakan setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi

beberapa otot yang meningkatkan kebutuhan energi diatas laju metabolisme

istirahat dan ditandai oleh modalitas, frekuensi, intensitas, durasi, dan konteks

praktiknya (Thivel et al., 2018). Anak disabilitas memiliki kecenderungan pasif

bergerak sehingga mungkin berisiko mengalami obesitas, ketidakaktifan fisik,

dan perilaku pasif yang menetap (Cook et al., 2015; Davies, 2018; Protic &

Válková, 2018). Aktivitas fisik dibagi menjadi tiga jenis yakni aktivitas fisik

rendah, aktivitas fisik sedang, dan aktivitas fisik tinggi menurut (Dwivanissha,

2020). Aktivitas fisik yang di rekomendasikan untuk remaja adalah aktivitas yang

bermanfaat dan menyehatkan seperti aktivitas membereskan tempat tidur,

menyapu, mengepel , berkebun, dan olahraga yang sering dilakukan remaja yaitu

basket sepakbola, lari, voli, berenang, jogging, bersepeda menurut (Darni et al.,

2021).

Prevalensi aktivitas fisik di Amerika dan Eropa bervariasi, dengan proporsi

yang signifikan dari populasi yang tidak memenuhi tingkat aktivitas fisik yang

direkomendasikan. Menurut Laporan Status Global WHO tentang Aktivitas Fisik

2022, lebih dari 80% remaja dan 27% orang dewasa di Amerika tidak memenuhi

tingkat aktivitas fisik yang direkomendasikan. Secara nasional, di tahun 2018

terjadi peningkatan prevalensi kegiatan fisik penduduk umur ≥10 tahun urutan

terendah sebanyak 33,5% dibedakan di tahun 2013 sebanyak 26,1%, sedangkan

11
prevalensi urutan kegiatan fisik kurang di daerah DKI Jakarta di tahun 2018

sebanyak 47,8%, dibedakan tahun 2013 sebanyak 44,2%. Pada tahun 2018 grup

umur 15-19 tahun diurutkan kurang aktivitas fisik sebesar 49,6% dimana

kegiatan fisik kurang pada remaja laki laki sebanyak 36,4% dan remaja

perempuan sebanyak 30,7 (Nikmah, 2018). (Silalahi et al., 2022) adanya

disparitas yang tidak selaras antara kegiatan fisik dengan status gizi

menyebabkan peserta didik yang memiliki aktivitas fisik ringan kurangan

mempunyai gizi lebih sebesar 49 orang (40,5%) sedangkan siswa yang aktivitas

fisiknya berat kekurangan.

Anak-anak dan remaja berusia 5-14 tahun yang melakukan aktivitas fisik

rata-rata 60 menit per hari dengan intensitas sedang hingga kuat dapat

memberikan manfaat yang lebih untuk kesehatan, seperti meningkatkan

kesehatan tulang, meningkatkan kebugaran otot dan kardiorespirasi, serta

membantu menjaga berat badan yang sehat (World Health Organization, 2020).

Kurangnya melakukan kegiatan aktivitas fisik menyebabkan jumlah kalori yang

dibakar lebih sedikit dibandingkan jumlah kalori yang masuk dari makanan yang

dikonsumsi sehingga menimbulkan penimbunan lemak berlebih didalam tubuh

yang berakibat terhadap peningkatan berat badan kearah obesitas (Sivanesan et

al., 2020).

Australian Institute of Health and Welfare (AIHW) 2018 menyebutkan bahwa

aktivitas fisik yang rendah menjadi faktor resiko utama untuk masalah kesehatan

dan meningkatkan angka kematian akibat masalah kesehatan. Orang yang tidak

melakukan aktivitas fisik yang cukup memiliki resiko lebih besar terkena

penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus tipe 2, obesitas dan osteoporosis.

(Mustlin dalam Sawitri 2019)

12
Aktivitas ini terutama dilakukan untuk menjaga fungsi anggota tubuh bekerja

dengan baik. Salah satunya dengan olahraga, olahraga pada umumnya bertujuan

untuk menjaga otot dalam tubuh bekerja secara optimal dari hari ke hari.

Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur bermanfaat untuk menjaga berat

badan menjadi ideal, mengurangi risiko gangguan kesehatan seperti obesitas,

penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2 dan sindrom metabolik serta dapat

memperkuat tulang dan otot (Kemenkes RI, 2019), Aktivitas fisik dapat

meningkatkan kebugaran jasmani, serta meningkatkan kesehatan mental seperti

kepercayaan diri.

Remaja dan khususnya anak penyandang disabilitas dengan aktivitas fisik

yang ringan berpeluang 85,4% mengalami obesitas, sedangkan remaja dengan

aktivitas fisik sedang berpeluang 16,4% mengalami obesitas (Sopiah et al.,

2021). Hasil penelitian Ratna et al (2021) didapatkan 82,4% remaja obesitas

dengan aktivitas fisik rendah, 69,1% remaja yang tidak mengalami obesitas

dengan aktivitas fisik sedang, sedangkan 100% remaja yang tidak mengalami

obesitas remaja dengan aktivitas fisik.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2020. Disabilitas sebagai hasil dari

interaksi antara individu dengan kondisi kesehatan atau gangguan dan faktor

pribadi dan lingkungan. Menurut WHO, disabilitas memiliki tiga dimensi:

gangguan pada struktur atau fungsi tubuh seseorang, keterbatasan aktivitas, dan

pembatasan partisipasi dalam aktivitas normal sehari-hari. Gangguan mengacu

pada kehilangan atau kelainan pada struktur atau fungsi psikologis, fisiologis,

atau anatomis. Keterbatasan aktivitas melibatkan kesulitan dalam melakukan

aktivitas seperti melihat, mendengar, berjalan, atau memecahkan masalah.

Penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang mengalami keterbatasan

13
fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam

berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk

berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan

kesamaan hak. (Dinkes DIY, 2018) Di Brazil survei kesehatan nasional 2019

menurut (PNS, Pesquisa Nacional de Saude) memperkirakan jumlah penyandang

disabilitas sebanyak 17,3 juta mewakili 8,4% dari populasi dari jumlah tersebut

1,5% diantaranya adalah anak anak berusia dua hingga sembilan tahun dan 3,3%

adalah remaja berusia 10 hingga 17 tahun. Menurut House of Commons Library,

pada tahun 2021/2022, sekitar 11% anak-anak di Inggris adalah penyandang

disabilitas namun penting untuk dicatat bahwa statistik ini mungkin tidak

mencakup semua jenis disabilitas dan mungkin tidak mencerminkan data terbaru.

Sebuah studi yang lebih baru oleh UNICEF memperkirakan bahwa secara global,

12,5% anak-anak berusia 5-17 tahun memiliki disabilitas sedang hingga berat

berdasarkan survei rumah tangga tentang status fungsional anak. RISKESDAS

2018, 3,3% anak usia 5-17 tahun di Indonesia menyandang disabilitas. Namun,

survei SUSENAS pada tahun 2018 dan 2021 menemukan persentase yang lebih

rendah, yaitu masing-masing sebesar 1,1% dan 0,6%. Prevalensi anak

penyandang disabilitas bervariasi di setiap wilayah, dengan angka tertinggi

tercatat di Sulawesi Tengah sebesar lebih dari 7% dan terendah di Jambi sebesar

1,4%.

Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat bagi anak-anak, termasuk mereka

yang memiliki disabilitas. Anak-anak penyandang disabilitas menghabiskan lebih

banyak waktu untuk melakukan aktivitas yang tidak banyak bergerak

dibandingkan teman sebayanya yang tidak menyandang disabilitas, dampak yang

ditimbulkan mereka cenderung memiliki tingkat obesitas yang lebih tinggi.

14
Namun, aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan kesehatan fisik dan

kognitif mereka, meningkatkan kekuatan otot, dan menurunkan berat badan.

(Salmah Alghamdi, 2023) Anak-anak dan remaja penyandang disabilitas kurang

aktif secara fisik dibandingkan dengan teman sebayanya yang biasanya

berkembang dan menghadapi banyak hambatan seperti keterbatasan fisik atau

mental, rendahnya rasa percaya diri, biaya yang tinggi, kurangnya fasilitas atau

program yang dapat diakses, dan tidak ada akses ke penyedia layanan yang

berpengalaman dalam olahraga adaptif. merekomendasikan agar semua anak dan

remaja berusia antara 6 hingga 17 tahun untuk melakukan setidaknya 60 menit

aktivitas fisik sedang hingga berat setiap hari, dan mereka juga harus berusaha

melakukan aktivitas yang memperkuat tulang dan otot mereka setidaknya 3 hari

dalam seminggu. Program olahraga dan aktivitas fisik yang dirancang dan

dilaksanakan dengan baik untuk anak-anak penyandang disabilitas harus

menargetkan daya tahan kardiovaskular, fleksibilitas, keseimbangan, kelincahan,

dan kekuatan otot serta aksesibilitas. (American Academy Of Pediatrics, 2023).

Di Indonesia, aktivitas fisik di kalangan anak-anak, termasuk mereka yang

memiliki disabilitas, merupakan masalah penting yang perlu ditangani.

Diperkirakan 57% anak-anak di Indonesia kurang melakukan aktivitas fisik.

perilaku kurang gerak dan kurangnya aktivitas fisik di kalangan anak-anak di

Indonesia bisa sangat luas dan parah, yang berdampak pada kesehatan jangka

panjang, prestasi akademik, dan kepuasan hidup mereka. (Laili Hanifah, 2023)

Anak-anak dengan disabilitas di Indonesia mungkin menghadapi tantangan

tambahan dalam melakukan aktivitas fisik karena berbagai faktor seperti

meningkatnya penggunaan perangkat elektronik dan waktu di depan layar,

kurangnya tempat yang aman dan mudah diakses untuk beraktivitas fisik, serta

15
norma budaya dan sosial yang lebih mengedepankan prestasi akademik daripada

aktivitas fisik. Partisipasi dalam aktivitas fisik dan olahraga bermanfaat bagi

kesehatan psikososial anak dan remaja penyandang disabilitas, strategi yang

dapat dilakukan antara lain: Meningkatkan akses ke pilihan makanan sehat

Mempromosikan aktivitas fisik Menerapkan program edukasi untuk

meningkatkan kesadaran tentang pentingnya makan sehat dan aktivitas fisik

membatasi waktu di depan layar (Nagoor Meera Abdullah, 2022)

Anak dengan disabilitas seringkali menjadi korban serangan dan agresi

berulang-ulang dari teman-teman neurotipikalnya lingkungan sekolah mereka

bisa menjadi objek hinaan dan cemoohan atau dapat diabaikan dan ditinggalkan,

merusak properti dan reputasi mereka terkontaminasi anak dengan disabilitas

mungkin mengalami perundungan fisik, mental, dan sosial yang dapat

menimbulkan dampak negatif menurunkan harga diri mereka dan menyebabkan

kinerja akademik yang buruk (Talab dan Sulaiman 2019). Bullying bisa lebih

berbahaya bagi anak penyandang disabilitas karena sering bersosialisasi harga

diri yang relatif rendah, harga diri di bawah rata-rata, kurang percaya diri mereka

sendiri dan rasa frustrasi yang disebabkan oleh kegagalan mereka yang berulang-

ulang dalam bidang tertentu dalam fungsi sehari-hari. (Alsayyid, 2021). Paru

dkk. (2019) dan Griffin dkk. (2019)

Pada anak disabilitas faktor yang dapat memicu gangguan kesehatan, seperti

penyakit jantung dan hipotonia otot. Berdasarkan data beberapa penelitian,

jumlah anak yang kelebihan berat badan dan obesitas mengalami peningkatan

yang signifikan selama tiga dekade terakhir, yaitu sekitar 170 juta anak di bawah

usia 18 tahun di dunia (Sa'pang et al., 2020). Kurangnya aktivitas fisik

menyebabkan banyak energi yang disimpan dalam bentuk lemak, sehingga orang

16
yang kurang melakukan aktivitas fisik cenderung menjadi gemuk. Anak yang

melakukan aktivitas fisik ringan mempunyai hubungan yang signifikan dengan

kelebihan berat badan. Perubahan indeks massa tubuh dapat terjadi pada

orangorang dari berbagai usia dan jenis kelamin. Setiap orang memerlukan

indeks massa tubuh yang normal untuk memperlancar aktivitas sehari-hari dan

terhindar dari penyakit (Daniati, 2020).

Upaya untuk meningkatkan aktivitas fisik pada anak-anak penyandang

disabilitas sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan mereka secara

keseluruhan. Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat bagi anak disabilitas,

termasuk peningkatan kesehatan fisik dan kognitif, kapasitas paru-paru yang

lebih baik, peningkatan kekuatan otot, dan berat badan yang lebih rendah,

terlepas dari manfaatnya, anak disabilitas sering menghadapi hambatan dalam

berpartisipasi dalam kegiatan fisik, seperti keterbatasan fisik atau mental, rasa

rendah diri, dan kurangnya fasilitas atau program yang dapat diakses. Penting

untuk berfokus pada kemampuan versus ketidakmampuan dan

mempertimbangkan bagaimana disabilitas dapat berpartisipasi pada tingkat

setinggi mungkin untuk mempelajari materi yang sesuai dengan

perkembangannya. (American Academy Of Pediatrics, 2023)

Meningkatkan aktivitas fisik pada anak dengan disabilitas di Indonesia sangat

penting karena tingginya prevalensi kurangnya aktivitas fisik dan perilaku kurang

gerak di kalangan anak muda Indonesia. Menurut tinjauan ruang lingkup, belum

ada pedoman nasional khusus tentang aktivitas fisik dan perilaku kurang gerak di

Indonesia, dan upaya sistematis untuk meningkatkan aktivitas fisik dan

mengurangi perilaku kurang gerak di kalangan anak sekolah masih jarang

dilakukan. (Fitria D. Andriyani et al., 2020)

17
QS. Jumuah Ayat 9-11

‫َلْيَس َع َلى اَاْلْع ٰم ى َحَر ٌج َّو اَل َع َلى اَاْلْع َر ِج َحَر ٌج َّو اَل َع َلى اْلَم ِرْيِض َح َر ٌج َّو اَل َع ٰٓلى َاْنُفِس ُك ْم َاْن َت ْأُك ُلْو ا‬

‫ِم ْۢن ُبُيْو ِتُك ْم َاْو ُبُيْو ِت ٰا َبۤا ِٕىُك ْم َاْو ُبُيْو ِت ُاَّم ٰه ِتُك ْم َاْو ُبُيْو ِت ِاْخ َو اِنُك ْم َاْو ُبُيْو ِت َاَخٰو ِتُك ْم َاْو ُبُي ْو ِت َاْع َم اِم ُك ْم َاْو ُبُي ْو ِت‬

‫َع ّٰم ِتُك ْم َاْو ُبُيْو ِت َاْخ َو اِلُك ْم َاْو ُبُيْو ِت ٰخ ٰل ِتُك ْم َاْو َم ا َم َلْكُتْم َّم َفاِتَح ٓٗه َاْو َصِد ْيِقُك ْۗم َلْيَس َع َلْيُك ْم ُجَناٌح َاْن َت ْأُك ُلْو ا َجِم ْيًع ا‬
‫ٰٓل‬
‫َاْو َاْش َتاًتۗا َفِاَذ ا َد َخ ْلُتْم ُبُيْو ًتا َفَس ِّلُم ْو ا َع ى َاْنُفِس ُك ْم َتِح َّيًة ِّم ْن ِع ْنِد ِهّٰللا ُم ٰب َر َك ًة َطِّيَبًة ۗ َك ٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ُهّٰللا َلُك ُم اٰاْل ٰي ِت َلَع َّلُك ْم‬

‫َتْع ِقُلْو َن‬

Artinya: "Tidak ada halangan bagi disabilitas netra, tidak (pula) bagi

disabilitas daksa, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu,

makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di rumah bapak-bapakmu, di

rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-

saudaramu yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapakmu yang laki-laki,

di rumah saudara-saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara-saudara

ibumu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibumu yang perempuan, (di

rumah) yang kamu miliki kuncinya atau (di rumah) kawan-kawanmu.Tidak ada

halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri. Apabila

kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam (kepada

penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam

yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah. Demikianlah Allah menjelaskan

ayat-ayat(-Nya) bagimu, agar kamu mengerti."

Berdasarkan hasil penelusuran, masih terbatasnya informasi yang tersedia

mengenai upaya peningkatan aktivitas fisik pada anak dengan disabilitas di

Yogyakarta. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan di Yogyakarta yang

bertujuan untuk mengetahui perilaku aktivitas fisik pada anak, menemukan

18
bahwa tidak ada pemerataan perilaku aktivitas fisik yang baik pada anak di

wilayah tersebut. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya sosialisasi

perilaku aktivitas fisik yang baik pada anak untuk dapat meningkatkan jumlah

anak dengan perilaku aktivitas fisik yang baik. Penelitian lain menemukan bahwa

penyandang disabilitas, termasuk anak-anak, sering diabaikan dalam pendidikan

jasmani dan olahraga. Oleh karena itu, penting untuk mempromosikan aktivitas

fisik bagi anak-anak penyandang disabilitas di Yogyakarta dan memberi mereka

kesempatan untuk terlibat dalam aktivitas fisik. (Tri Hadi Karyono et al., 2022)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah “Apakah Ada Faktor-Faktor Aktivitas Fisik Dan Kendala Pada Anak

Disabilitas Usia 7-13 Tahun Di Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dibedakan menjadi 2 tujuan yaitu, tujuan umum dan

tujuan khusus :

1. Tujuan Umum

Diketahuinya faktor-faktor aktivitas fisik dan kendalanya pada anak

disabilitas usia 7-13 tahun di Yogyakarta

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mencari

a. Diketahuinya karakteristik anak disabilitas, orangtua, dan guru (jenis

kelamin, genetik dll) pada anak disabilitas usia 7-13 tahun di Yogyakarta

b. Diketahuinya aktivitas fisik pada anak disabilitas usia 7-13 tahun di

Yogyakarta

19
c. Diketahuinya aktivitas fisik dan kendalanya pada anak disabilitas usia 7-

13 tahun di Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan mata

kuliah yang berkaitan dengan disabilitas anak

2. Manfaat Praktis

a. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi

Masyarakat mengenai disabilitas pada anak

b. Prodi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah

Yogyakarta

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur untuk menambah

wawasan dosen dan mahasiswa serta menjadi informasi dalam

peningkatan ilmu dalam mengkaji, mengidentifikasi dan mengeksplorasi

pengetahuan aktivitas fisik pada anak disabilitas dan guna menjadi bahan

referensi dan dokumentasi untuk perpustakaan kampus

c. Peneliti

Menambah pengetahuan tentang faktor resiko aktivitas fisik dan kendala

anak dengan disabilitas dan dapat digunakan sebagai dasar untuk

penelitian selanjutnya.

20
21
22

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Variabel Peneliti Hasil Penelitian

1. Cahyo Suwandaru, HUBUNGAN AKTIVITAS penelitian korelasional kelas X SMK Negeri hasil menerangkan tidak ada

Taufiq Hidayat FISIK DENGAN PRESTASI yang bertujuan untuk 1 Surabaya relasi atau hubungan yang

(2021) BELAJAR SISWA SMK mengetahui apakah signifikan antara aktivitas

NEGERI 1 SURABAYA terdapat hubungan antara fisik dengan prestasi belajar

aktivitas fisik dengan siswa. Hal tersebut

prestasi belajar pada siswa dibuktikan dengan nilai

SMK Negeri 1 Surabaya signifikasi sebesar 0,730 >

0,05.

2. Adilson Marquez et Prevalensi Aktivitas Fisik Di Penelitian ini didasarkan 100 remaja dari 105 Anak laki-laki dan anak

al., 2020 Kalangan Remaja Dari 105 pada survey cross- negara Perempuan menunjukkan

Negara Berpendapatan sectional terhadap populasi angka yang berbeda sekitar

Rendah, Menengah, Dan remaja dari beberapa setengah dari anak laki-laki
23

Tinggi negara, dari semua (50,1%) melakukan PA

wilayah di seluruh dunia hingga 3 hari/minggu dan

untuk anak perempuan

prevalensinya adalah (63,6%)

untuk PA setiap hari, anak

laki-laki menunjukkan

prevalensi yang lebih tinggi

daripada anak perempuan.

3. Rafaela Brandao Anak-anak Dan Remaja Cross-sectional dengan Anak-anak dan Pengembangan kegiatan

Almeida et al., 2023 Dengan Disabilitas Metode kualitatif Remaja Disabilitas pengajaran tentang anak-anak

mencakup analisis dan remaja disabilitas

documenter dari dokumen

resmi kursus dan halaman

resmi universitas

4. Benjamin Zablotsky Disabilitas Perkembangan Cross-sectional dengan Anak Penyandang Anak laki-laki (4,66%) lebih
24

et al., 2023 Yang Didiagnosis Pada Anak wawancara responden Disabilitas dari tiga kali lebih

Usia 3-17 Tahun: Di Amerika didiagnosis dengan gangguan

Serikat, 2019-2021 spektrum autism

dibandingkan dengan anak

Perempuan (1,50%)

5. Fitria D . Andriyani Penelitian Aktivitas Fisik Dan Pengukuran berbasis Anak-anak sekolah Jumlah penelitian aktivitas

et al., 2020 Perilaku Kurang Gerak Pada perangkat, desain dasar fisik dan perilaku kurang

Remaja Indonesia longitudinal serta gerak pada anak muda

pendekatan kualitatif dan Indonesia relatif rendah.

Metode campuran

6. Fitrianih Azzahrah, Hubungan Aktivitas Fisik Penelitian ini Anak usia sekolah di Hasil penelitian inni

Nourmayansa Vidya Dengan Risiko Obesitas Pada menggunakan desain SDN Grogol 02 menunjukkan bahwa ada

Anggraini, 2022 Anak Usia Sekolah Di SDN penelitian cross sectional Depok hubungan yang bermakna

Grogol 02 Depok dengan sampel sebanyak antara aktivitas fisik dengan


25

193 responden dengan risiko obesitas (p value =

menggunakan metode 0,0001)

probability sample

7. Leigh M Vanderloo, Aktivitas fisik di antara anak- Studi kualitatif empiris Anak-anak Aktivitas fisik di antara anak-

et al., 2022 anak penyandang disabilitas akan dipertimbangkan penyandang disabilitas anak muda (<5,99 tahun)

untuk dimasukkan jika penyandang disabilitas;

mereka menyajikan data diharapkan hasil dari tinjauan

intervensi atau observasi ini akan memberikan

pada non-terapeutik wawasan yang penting

terhadap pengetahuan yang

ada dan mengidentifikasi

kesenjangan dalam literatur.

8. Arlene M, et al., Persepsi Orang Tua Terhadap Penelitian ini Anak Disabilitas Sepuluh penelitian disertakan,

2018 Fasilitator dan Hambatan menggunakan Pendekatan Intelektual yang berkisar dari kualitas

Dalam Melakukan Aktivitas meta-etnografi digunakan yang lemah hingga yang kuat.
26

Fisik Bagi Anak Dengan untuk mensintesis hasil Tujuh puluh satu tema

Disabilitas Intelektual kualitatif dan kuantitatif Tingkat kedua dan 12 hasil

melalui pembuatan tema- kuantitatif diekstraksi. Lima

tema tingkat ketiga dan tema Tingkat ketiga

model teoritis dikembangkan: keluarga,

factor anak, program dan

fasilitas insklusif, motivasi

social, dan pengalaman anak

dalam melakukan aktivitas

fisik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Aktivitas Fisik

a. Definisi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerak tubuh yang diakibatkan oleh otot-otot

skeletal dan menyebabkan pengeluaran energi. (Putra, Y. W., & Rizqi, A.

S. (2018). Aktivitas fisik termasuk diantaranya aktivitas yang dilakukan

di sekolah, di tempat kerja, aktivitas dalam keluarga / rumah tangga,

aktivitas selama dalam perjalanan dan aktivitas lain yang dilakukan untuk

mengisi waktu luang sehari-hari (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai jumlah total waktu yang dihabiskan

untuk aktivitas kehidupan sehari-hari, aktivitas kerja dan sekolah,

aktivitas rekreasi dan olahraga, serta aktivitas lain yang meningkatkan

pengeluaran energi tubuh (Zenic et al., 2020). Aktivitas fisik dapat

dilakukan di tempat kerja dan di sekitar rumah. Setiap gerakan yang

dilakukan seseorang sebenarnya adalah aktivitas fisik (WHO, 2018).

Prevalensi aktivitas fisik pada anak penyandang disabilitas di negara

Kamboja 7,3% Filipina 7,7% Timor Leste 8,9% dan Afghanistan 10,1%

adalah negara negara dengan prevalensi aktivitas fisik yang cukup rendah

tiga dari negara negara tersebut berasal dari Asia Timur dan Tenggara

Kamboja, Filipina dan Timor Leste dari wilayah line negara negara

dengan prevalensi kecukupan aktivitas fisik terendah adalah Italia dari

negara-negara barat berpenghasilan tinggi 10,3% Suriah dari Asia

Tengah Timur Tengah dan

27
28

Afrika Utara 10,6% Amerika Latin dan Karibia 11,7% Sub-Sahara Afrika

12,1% dan Estonia dari Eropa tengah dan timur 16,4% negara-negara

yang menunjukkan prevalensi aktivitas fisik tertinggi setiap hari

mencapai tingkat aktivitas fisik negara negara yang menunjukkan

prevalensi tertinggi adalah Islandia 53,7% Amerika Serikat 56,7%

Kanada 58,0% Finlandia 58,7% dan Bangladesh 59,7%. (Adilson

Marques et al., 2020). Sementara itu menurut data (RISKESDAS, 2018)

Di Indonesia remaja dengan aktivitas fisik kurang usia 10-14 tahun

sebesar 68,95%, Sedangkan usia 15-19 tahun memiliki prevalensi

sebesar 54,36%. Aktivitas fisik di Indonesia menurut data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 masih sangat kurang yaitu <50 %

(33,5 %). Jumlah ini mengalami peningkatan dari data Riskesdas 2013

sebesar 26,1 %. Provinsi Sulawesi Utara juga mengalami peningkatan

prevalensi masyarakat yang kurang beraktivitas fisik yaitu dari 25,2 %

(2013) menjadi 33,5 % (2018) (Kemenkes RI, 2013; Kemenkes RI,

2018).

b. Manfaat Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik secara teratur dengan durasi dan intensitas yang memadai

dapat memberikan manfaat kesehatan (WHO, 2018). Aktivitas fisik

sedang hingga kuat secara teratur memiliki manfaat kesehatan yang

penting, terutama dalam pengobatan gangguan terkait sindrom metabolik

seperti obesitas, penyakit jantung dan paru, penyakit tulang dan sendi,

kanker, depresi, asma, dan fungsi kognitif (Rahmah et al., 2021). Remaja

yang melakukan aktivitas fisik secara teratur mengalami peningkatan

kesehatan kardiovaskular dan metabolisme, pengembangan keterampilan


29

motorik, kepadatan tulang, dan kesejahteraan emosional dan mental

(Bates et al., 2020). Mengembangkan gaya hidup aktif sejak dini dapat

meningkatkan kesehatan dan menurunkan kemungkinan seseorang

terkena penyakit kronis (Yarmaliza, Y., & Zakiyuddin, Z. 2019).

Menurut Hobson-Powel (2020), terlibat dalam aktivitas fisik atau

olahraga memberi manfaat sebagai berikut:

1) Membantu mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat

Aktivitas fisik terstruktur, yaitu permainan yang ditargetkan dan sesi

latihan olahraga adalah bagian dari program manajemen berat badan.

Setiap gerakan tubuh membutuhkan kerja otot yang menyebabkan

pengeluaran energi sehingga membantu meningkatkan komposisi

tubuh, metabolisme dan kapasitas fungsional

2) Membantu membangun tulang, otot dan persendian yang kuat

Aktifitas fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya

berjalan kaki. Berjalan kaki akan merangsang adaptasi untuk

meningkatkan massa tulang atau otot atau meningkatkan kekuatan

atau daya tahan otot

3) Mengurangi risiko perkembangan dan membantu mengelola

penyakit Aktivitas fisik penting dalam pengobatan banyak penyakit

kronis pada remaja. Remaja yang berpartisipasi dalam olahraga

waktu luang memiliki tingkat aktivitas fisik, kebugaran, dan

kesehatan kardiometabolik yang lebih tinggi.

4) Membantu meningkatkan kekebalan tubuh Aktifitas fisik telah

terbukti memiliki efek sementara pada fungsi kekebalan yang diukur

melalui perubahan sel darah putih (leukosit) neutrofil dan sel


30

pembunuh alami. Meskipun olahraga yang lama dan intens dapat

menekan fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko infeksi,

tampaknya volume dan intensitas aktivitas yang lebih sedang yang

biasanya digunakan saat berjalan dapat menyebabkan perubahan

yang menguntungkan dalam fungsi kekebalan

5) Membantu memperbaiki struktur otak, fungsi otak dan kognisi Satu

sesi aktivitas fisik sedang memiliki manfaat terhadap fungsi otak,

kognisi, dan kinerja skolastik pada remaja. Efek aktivitas fisik pada

fungsi kognitif dapat dikaitkan dengan perubahan fisiologis diotak,

seperti meningkatkan plastisitas sinaptik, bertindak sebagai agen

pelindung saraf, meningkatkan sirkulasi otak, dan meningkatkan

fungsi neuroelektrik.

6) Meningkatkan kesehatan mental yang positif dan membantu untuk

rileks 13 Salah satu tindakan pencegahan yang paling menjanjikan

terhadap masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan

adalah aktivitas fisik secara teratur. Partisipasi dalam aktivitas fisik

dapat meningkatkan kesehatan mental melalui pelepasan endorfin,

peningkatan faktor neurotropik yang diturunkan dari otak dan

pertumbuhan kapiler baru, yang dapat meningkatkan struktur dan

komposisi fungsional otak (Rodriguez-Ayllon et al., 2019).

7) Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat bagi anak-anak penyandang

disabilitas, termasuk peningkatan kesehatan fisik, mental, dan

psikologis. Beberapa manfaat yang didokumentasikan dalam

penelitian ini meliputi peningkatan komposisi tubuh, kesehatan

tulang, fungsi kognitif, perhatian, dan kesehatan psikososial, serta


31

pencegahan penyakit kronis. Secara khusus, aktivitas fisik dapat

meningkatkan kebugaran secara keseluruhan, meningkatkan

kesehatan kognitif, kepadatan tulang yang lebih sehat, mengurangi

risiko penyakit, pengembangan keterampilan, sosialisasi, dan

kesejahteraan sosial-emosional yang lebih baik. (Salmah Alghamdi,

et al., 2023)

8) Semua anak dan remaja, termasuk penyandang disabilitas, harus

melakukan setidaknya 60 menit aktivitas fisik dengan intensitas

sedang hingga berat setiap hari, serta aktivitas yang memperkuat

tulang dan otot mereka setidaknya 3 hari dalam seminggu. Meskipun

memiliki banyak manfaat, anak-anak dengan disabilitas seringkali

menghadapi hambatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik,

seperti fasilitas yang terbatas, biaya yang tinggi, dan kurangnya

program yang dapat diakses. (American Academy Of Pediatrics

2023)

c. Pembagian Aktivitas Fisik

International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) dapat digunakan

untuk menentukan intensitas dan jumlah kalori yang terbakar dari suatu

aktivitas, dan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) membaginya

menjadi tiga kategori (Santoso, B, 2019):

1) Aktivitas fisik berat

Skala IPAQ digunakan untuk membagi olahraga berat menjadi

lima jenis yang berbeda:


32

a) Latihan intensitas sedang selama kurang dari tiga hari per

minggu, dengan total kurang dari 1500 MET menit per

minggu

b) Membutuhkan setidaknya 3000 MET menit per minggu,

yang dapat dicapai dengan berjalan kaki ditambah aktivitas

sedang atau berat selama 7 hari atau lebih.

2) Aktivitas fisik sedang

Olahraga sedang, yang diukur dengan IPAQ, termasuk dalam

kategori berikut:

a) Terlibat dalam aktivitas intensitas tinggi yang berkelanjutan

selama 20 menit sehari selama tiga hari

b) Terlibat dalam olahraga ringan, seperti berjalan kaki selama

30 menit sehari, selama 5 hari

c) Kombinasikan 60 menit berjalan kaki per hari dengan 120

menit aktivitas sedang atau 180 menit aktivitas berat dengan

total 600 menit MET per minggu.

3) Aktivitas fisik ringan

Aktivitas fisik ringan dikategorikan sebagai berikut berdasarkan skor

IPAQ:

a) Aktivitas fisik yang tidak termasuk dalam salah satu dari

dua kategori aktivitas fisik sedang atau berat,

b) Tidak ada bukti latihan apa pun.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Aktivitas Fisik


33

Tingkat pengerahan tenaga yang dicapai selama aktivitas fisik dapat

dipengaruhi oleh sejumlah variabel, termasuk (Uno, 2023):

1) Pengaruh aktivitas fisik terhadap tubuh, diukur dengan

persentase peningkatan denyut jantung istirahat dan laju

pernapasan istirahat dari tingkat istirahat

2) Pengeluaran energi istirahat (atau MET) dihitung dengan

membagi laju metabolisme kerja seseorang (RMR) dengan

RMR-nya (WHO, 2020). Satu MET sama dengan satu

kilokalori per kilogram berat badan per jam (atau 3,5 mililiter

oksigen per kilogram berat badan per menit) dan didasarkan

pada tingkat aktivitas fisik individu selama seminggu

sebelumnya (Lope et al., 2017) .

3) Tingkat aktivitas fisik seseorang secara kasar dapat

dikategorikan ke dalam menit atau jam, tergantung pada

berapa lama mereka berolahraga setiap hari (Grasdalsmoen et

al., 2020).

4) Tidak pernah, kurang dari sekali per minggu, mingguan, dan

hampir setiap hari adalah rentang frekuensi mingguan yang 16

memungkinkan untuk aktivitas fisik (Grasdalsmoen et al.,

2020).

5) Salah satu faktor dalam melakukan aktivitas fisik adalah usia

dan jenis kelamin seseorang. Seiring bertambahnya usia,

tingkat aktivitas fisik mereka secara alami menurun, dan

umumnya pria lebih aktif secara keseluruhan daripada wanita

e. Pengukuran Aktivitas fisik


34

Beberapa alat ukur aktivitas fisik yang umum digunakan yaitu:

1) Global Physical Activity Questionare (GPAQ)

Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) adalah metode

yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia untuk mengukur

latihan. Untuk mengawasi kebiasaan olahraga masyarakat di

negara-negara dunia ketiga, GPAQ dibuat. IPK adalah survei 16

pertanyaan yang mengumpulkan informasi tentang tingkat aktivitas

fisik masyarakat di tempat kerja, selama transportasi, dan di waktu

senggang (Hamrik, 2014 dalam Permatasari, T., & Sidarta, N.

(2021).

MET Metabolic Equivalent adalah standar yang digunakan GPAQ

untuk mengukur aktivitas fisik. MET Untuk menghitung Setara

Metabolik Anda, bagi tingkat metabolisme basal Anda dengan

waktu yang Anda habiskan untuk bekerja. Kalori yang terbakar per

jam per kilogram berat badan adalah satuan ukuran untuk MET.

Sederhananya, jumlah energi yang digunakan saat tidak melakukan

apa pun sama dengan satu MET. Untuk menjelaskan fakta bahwa

aktivitas sedang empat kali lebih berat daripada duduk diam, kami

mengalikan perhitungan aktivitas sedang dengan empat MET.

Mengingat bahwa aktivitas berat delapan kali lebih berat daripada

aktivitas ringan, kita harus menyesuaikan perhitungan kita.

Kuesioner Aktivitas Fisik Global adalah alat yang andal untuk


35

mengukur partisipasi olahraga pada orang berusia 16 hingga 84

tahun. (Dugdill et al, 2009 dan Saputra et al, 2023).

IPK versi 2 dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas data

yang dikumpulkan. Data IPK versi 2 dipecah menjadi subset untuk

analisis berdasarkan berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk

aktivitas fisik, yang diukur dalam menit setara metabolik per

minggu. Total aktivitas fisik akan dibagi menjadi tiga tingkatan

berdasarkan pedoman analisis yang disertakan dengan IPK versi 2:

a. Tinggi Berolahraga dengan intensitas kuat selama

setidaknya tiga hari per minggu, atau dengan intensitas

sedang selama setidaknya lima hari per minggu, atau

dengan intensitas berjalan selama setidaknya tujuh hari per

minggu, dengan total setidaknya tiga ribu ekuivalen

metabolik menit tugas per minggu.

b. Wajar Melakukan aktivitas fisik berat minimal 5 hari atau

lebih dengan intensitas minimal 600 MET-menit/minggu,

atau melakukan aktivitas fisik sedang 18 minimal 5 hari

atau lebih, atau berjalan kaki minimal 30 menit/hari, atau

melakukan beberapa kombinasi dari ketiga aktivitas ini

setidaknya selama 600 MET-minutes/week. Aktivitas ringan

dan tidak kuat yang tidak memenuhi syarat sebagai kuat

atau sedang.

2) International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat Kuesioner Aktivitas

Fisik Internasional (IPAQ) untuk mengawasi kebiasaan olahraga


36

orang di seluruh dunia. Versi panjang 16 pertanyaan dan versi

pendek 7 pertanyaan dari survei ini dirancang untuk memperoleh

data tentang keterlibatan responden dalam aktivitas fisik di tiga

konteks (domain) yang berbeda. Aplikasi utamanya adalah 1)

pengaturan tempat kerja/pendidikan, 2) relokasi, dan 3) waktu

luang. (Widyanata, K. A. J. 2018).

Semua angka dalam MET-menit per minggu. Intensitas latihan

diukur dalam Metabolic Equivalents (METs) untuk IPAQ dan

analisisnya. MET seseorang dihitung dengan membagi tingkat

metabolisme kerja rata-rata mereka dengan tingkat metabolisme

istirahat mereka. Saat istirahat, Anda membakar 1 MET per jam,

yang sama dengan 1 kkal/kg/jam. Penyesuaian dilakukan terhadap

pedoman dasar yang digunakan untuk menganalisis data IPAQ;

sekarang, aktivitas intensitas sedang (sedang) menghasilkan empat

kali pengeluaran kalori dari duduk dengan tenang, dan aktivitas

yang kuat (kuat) menghasilkan delapan kali pengeluaran duduk

dengan tenang.

Dengan demikian, 4 MET menunjukkan aktivitas intensitas sedang

(moderate) dan 8 MET menunjukkan aktivitas intensitas tinggi

(kuat) saat menggunakan data IPAQ untuk menentukan total

pengeluaran energi individu. Menurut Kuesioner Aktivitas Fisik

Internasional, nilai-nilai berikut digunakan untuk analisis statistik.

Cepat dan Kotor dalam Manajemen Diri :

a) Walking MET = 3.3 x Walking Minutes X Walking Days


37

b) Moderate MET = 4.0 X Walking Minutes X Walking Days

c) Vigorous MET = 8.0 X Walking Minutes X Walking Days

d) Total Physical Activity MET = Sum Of Walking +

Moderate + Vigorous MET Minutes/Week Scores.

2. .Disabilitas

a. Definisi Disabilitas

Menurut (WHO, 2020), penyandang disabilitas merupakan seorang yang

mengalami gangguan hubungan drininya dengan lingkungan, sehingga

membuat terhambatnya individu dalam berinteraksi dengan lingkungan

sekitar, serta sulit untuk ikut andil secara efektif dengan masyarakat lain

berdasarkan kesamaan hak. Difabel merupakan salah satu istilah lain dari

penyandang disabilitas. Istilah tersebut baru dipopulerkan di Indonesia

pada tahun 1998. Difabel atau differently able adalah orang dengan

kemampuan yang berbeda. Kata difabel merupakan bentuk kata yang

diperhalus. Penghalusan kata ini bertujuan karena kata yang selama ini

digunakan seperti disabilitas dan cacat yang berkesan negatif. Kata

difabel digunakan berdasarakan realitas bahwa setiap individu memang

diciptakan secara berbeda. Sehingga seharusnya yang ada hanya sebuah

perbedaan bukan kecacatan (Widinarsih, 2019). Menurut Prasetyo

(2018), disabilitas adalah hilangnya atau keterbatasan individu dalam

berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari di masyarakat, bukan saja

semata-mata karena gangguan fisik atau psikis melainkan juga akibat

adanya halangan-halangan sosial yang turut berkontribusi (Sinaga, 2023).

Kementrian Kesehatan RI (2014), istilah disabilitas dari Survey Sosial

Ekonomi Nasional (2012) didefinisikan sebagai ketidakmampuan


38

melaksanakan sesuatu aktivitas atau kegiatan tertentu sebagaimana orang

normal yang disebabkan kondisi impairment

(kehilangan/ketidakmampuan) yang berhubungan dengan usia dan

masyarakat (Nurdin, 2018). Berdasarkan definisi di atas, dapat

disimpulkan bahwa disabilitas adalah penyandang cacat atau orang yang

memiliki kemampuan berbeda dari orang normal serta menyebabkan

keterbatasan fisik atau mental dan halanganhalangan sosial yang turut

berkontribusi sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-harinya.

Prevalensi disabilitas di Inggris, prevalensi disabilitas di antara anak-

anak pada tahun 2021/22 adalah sekitar 11%, Prevalensi secara

keseluruhan di seluruh Inggris adalah 24% pada tahun 2021/2022.

Menurut Riskesdas 2018, sebanyak 3,3% dari anak Indonesia berusia 5

hingga 17 tahun berada dalam kondisi disabilitas. Jika dilihat pe-rentang

umur, mayoritas disabilitas terdapat pada rentang 15 hingga 17 tahun,

yaitu sebanyak 4,2%. Selanjutnya, sebanyak 3,5% usia 10 hingga 14

tahun dan 2,5% usia 5 hingga 9 tahun.

b. Klasifikasi Disabilitas

1) Disabilitas Fisik

a) Tunanetra

Tunanetra adalah dimana seseorang mengalami

keterbatasan dengan penglihatan. Indera penglihatannya tidak

berfungsi secara optimal sehingga dalam menjalankan aktivitas

kesehariannya mengalami hambatan dalam menerima informasi

(Dewi, 2022).
39

b) Tunarungu

Tunarungu merupakan kondisi dimana seseorang mengalami

gangguan pada pendengarannya sehingga sulit dalam menangkap

berbagai rangsangan terutama dengan indera pendengarannya.

Biasanya seseorang dengan tunarungu diberikan alat batu

pendengaran (Rahmah, 2018).

c) Tunadaksa

Tunadaksa adalah kondisi cacat yang menetap pada alat gerak

(tulang, sendi dan otot) (Manik et al., 2023).

2) Disabilitas Mental

a) Tunalaras

Anak dengan tunalaras adalah kondisi dimana seorang anak

mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol

sosial (Daulay et al., 2023).

b) Tuna wicara

Tuna wicara adalah kondisi dimana seorang anak mengalami

gangguan dalam berbicara, sehingga anak yang mengalami

gangguan tersebut dapat mengalami penyimpangan bentuk

bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa (Noviandari, H., & Huda,

T. F. 2018).

c) Hiperaktivitas
40

Seorang anak dikatakan hiperaktif jika anak tersebut

menunjukan tingkah laku yang lebih aktif dari anak normal

lainnya. Dan biasanya anak dengan hiperaktif sulit untuk

memusatkan perhatian serta susah untuk mengendalikan

gerakan. (Pradhan,et al 2023).

3) Disabilitas Intelektual

a) Tuna grahita

Tuna grahita adalah kodisi dimana anak memiliki

kemampuan intelktual dan kognitif di bawah rata-rata.

Sehingga mengalami kesulitan dalam hal akademik,

komunikasi maupun sosial (Patel et al., 2018).

b) Autism Spectrum Disorder Autism

Spectrum Disorder (ASD) merupakan kondisi diamana

anak mengalami kelainan perkembangan saraf yang

mengakibatkan gangguan perilaku dan interaksi sosial

(Scandurra., 2019)

c) Anak berbakat

Anak berbakat atau biasa disebut anak luar biasa adalah

anak yang memiliki kecerdasan, kreativitas dan tanggung jawab

terhadap tugas diatas anak-anak seusianya (Fakhiratunnisa,

2022).

d) Anak lambat belajar

Kebalikan dari anak luar biasa, anak lambat balajar adalah

anak yang secara nyata memiliki kesulitan khususnya dalam


41

bidang akademik seperti kemampuan membaca, menulis dan

berhitung atau matematika (Fajriah et al., 2021).

e) Anak lambat bicara (slow learn)

Slow learn yaitu anak yang memiliki potensi intelektual

sedikit di bawah normal tetapi belum masuk tunagrahita

(biasanya memiliki IQ sekitar 70-90) (Fauziya, S. N., & Aziz,

T. A. (2022).

Sedangkan berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2016 pasal 4 ayat 1

ragam disabilitas adalah :

1) Disabilitas fisik adalah seseorang yang memiliki hambatan pada

fungsi gerak, antara lain lumpuh layuh, paraplegi, celebral palsy

(CP) dan orang kecil.

2) Disabilitas intelektual adalah hambatan pada fungsi pikir karena

tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, seperti lambat belajar, tuna

grahita dan sindrom down.

3) Disabilitas mental adalah hambatan pada fungsi pikir, emosi, dan

perilaku, antara lain:

a) Psikososial seperti skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas,

dan gangguan kepribadian.

b) Hambatan pada kemampuan interaksi sosial di antaranya

autis dan hiperaktif (UU RI, 2016).

4) Disabilitas sensorik adalah hambatan yang terjadi pada salah satu

fungsi dari panca indera, seperti tuna wicara, tuna netra, dan tuna
42

rungu.

c. Karakteristik Disabilitas

Berdasarkan macam-macam disabilitas, maka karakteristik dari

masing-masing jenis disabilitas sebagai berikut:

1) Tuna netra

Karakteristik anak dengan gangguan penglihatan akan dilihat dari

berbagai segi seperti sulit dalam melihat,tidak mampu mengenali

orang dari jarak dekat, kedua bola mata yang mengalami

kerusakan nyata, ketika berjalan sering tersandung, bola mata

terlihat keruh pada bagian yang hitam, mata bergoyang terus

(Yuwono et al., 2021).

2) Tunarungu

Karakteristik anak dengan tunarungu sebagai berikut :

a) Tidak bisa mendengar secara optimal atau bahkan tidak

bisa mendengar sama sekali,

b) Dalam segi bahasa mengalami keterlambatan dalam

pengolaan kosakata,

c) Dalam berkomunikasi kebanyakan menggunakan isyarat,

d) Kurang tanggap jika diajak berbicara,

e) Tidak jelas ketika berbicara,

f) Intonasi suaranya datar,


43

g) Dalam usaha untuk mendengar sering memiringkan

kepala (Rani et al., 2018).

3) Tunadaksa

Anak dengan tunadaksa memiliki karakteristik sebagi berikut:

a) Karakteristik sosial/emosional Sering merasa malu,

kurang percaya diri, sangat sensitif serta menjauhkan diri

dari lingkungannya.

b) Dari segi fisik Anggota gerak tubuh lumpuh/kaku, anak

tunadaksa sulit untuk menggerakkan anggota badannya,

dan didapatkan anggota badan yang tidak lengkap atau

tidak sempurna (Sunarya et al., 2018) .

c) Dari segi akademisi Anak dengan tunadaksa cenderung

mengalami hambatan dalam belajar, hal ini berhubungan

dengan terganggunya sistem cerebral (Rani et al., 2018).

4) Tunagrahita

Anak-anak dengan tunagrahita memiliki beberapa ciri yaitu:

a) Kepala terlihat terlalu kecil/ besar

b) Tidak mampu mengurus diri sendiri

c) Lambat dalam perkembangan biara atau bahasa,

d) Acuh terhadap kondisi lingkungan (pandangan kosong),

e) Gerakan sering tidak terkendali,

f) Sering meludah atau mengeluarkan cairan dari mulut

(Sabdaniyah, 2019).

5) Tunalaras
44

Menurut (Sunarya et al., 2018), anak dengan tunalaras memiliki

beberapa karakteristik diantaranya suka 13 membangkang, mudah

emosi dan agresif suka mengganggu dan merusak.

6) Autism

Kurang komunikatif dalam interaksi sosial baik secara verbal

maupun non-verbal, mengalami kelainan kontak mata dan krang

dalam penggunaan bahasa tubuh atau ekspresi ketika komunikasi

(Ezeh et al., 2021).

7) Anak sulit belajar

Mengalami kesulitan dalam segala aspek akdemik maupun

kognitif. Seperti kesulitan berbicara, berpikir dan baca tulis (Azis,

M., & Adila, N. S. (2019).

8) Anak berbakat

Mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi, peka terhadap

situasi di sekelilingnya, senang dengan sesuatu yang baru, dan

lebih suka bergaul dengan orang yang usianya lebih tua dari

usianya (Sunarya et al., 2018).

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disabilitas

Penyebab terjadinya disabilitas sebenarnya sangat beragam. Adapun

menurut Yuwono et al. (2021) mengatakan bahwa faktor-faktor yang

menyababkan disabilitas dibagi menjadi tiga periode antara lain:

1) Prenatal (sebelum kelahiran)

a) Herediter
45

Salah satu faktor yang menyebabkan disabilitas adalah faktor

hereditas atau keturunan. Kebanyakan anak berkebutuhan

khusus merupakan karena keturunsn. Berdasarkan studi yang

dilakukan di 5 Negara yaitu Denmark, Swedia, Finlandia,

Israel dan Australia barat menunjukkan bahwa mayoritas anak

yang mengalami autisme Spectrum Disorder (ASD) berasal

dari faktor genetik yaitu hereditas yang diturunkan dari

anggota keluarga (OR=80,8 %, 95 % CI) (Bai et al., 2019).

b) Infeksi

Infeksi atau luka yang dialami ibu saat hamil mempengaruhi

terjadinya disabilitas pada anak. Baik infeksi secara langsung

ataupun tidak yang menyerang bayi saat dalam kandungan

maupun seteleh lahir, seperti ibu terkena infeksi TORCH,

polio, meningitis dll. Penelitian di Texas menunjukkan bahwa

dari 77 bayi lahir dari ibu yang menderita infeksi

cytomegalovirus (CMV) 57 bayi (74%) diantaranya

mengalami kelainan pada organ tubuh seperti jantung, telinga,

mata dan juga pada sistem susunan saraf (Harrison et al.,

2020).

c) Keracunan

Keracunan dapat secara langsung pada anak atau lewat

perantara ibu ketika hamil. FAS (fetal alcohol syndrom)

adalah keracunan pada janin yang disebabkan oleh ibu yang

terlalu banyak mengkonsumsi alkohol, paparan alkohol dan

obat-obatan terlarang secara signifikan mempengaruhi


46

perkembangan otak janin yang diprogram secara genetik (OR,

1,54%, 95% CI) (Huang et al., 2016). Kemudian 15 perilaku

ibu hamil yang merokok akan meningkatkan kejadian

Disabilitas intelektual pada bayi (OR, 1,10%, 95% CI).

Merokok selama kehamilan membuat janin terpapar ribuan

bahan kimia yang mengancam kesehatan, membatasi

pertumbuhan tubuh dan kepala janin (Ekblad et al., 2015).

2) Perinatal (masa kelahiran)

a) Trauma

Trauma yang disebabkan karena proses persalinan dengan

menggunakan bantuan Tang Verlossih (dengan bantuan

Tang), serta alat bantu vakum. Metode tersebut berisiko

membuat bayi terkena alat sehingga menyebabkan

pendarahan otak dan nanantinya akan merusak susunan saraf

rusak. Bayi yang lahir dalam proses persalinanya dibantu

dengan alat tang mengalami retardasi mental atau

terbelakangan mental dengan OR=28,9%, 95% CI (Abbas et

al., 2021).

b) Neonatal (1)

Prematuritas dan BBLR Hasil dari penelitian (Syifa et al.,

2020) menunjukkan bahwa Berat Badan Lahir Rendah

( OR=7,2%, pvalue = 0.004) dan bayi yang dilahirkan

sebelum masanya (prematur) (OR=26,4%, p value = 0.000)

merupakan risiko terjadinya anak dengan disabilitas

intelektual. Bayi yang dilahirkan prematur dan BBLR kondisi


47

fisiknya sangat lemah sehingga bayi mudah terserang

penyakit. Apabila penyakit yang dideritanya menyerang

organ-organ pada bayi maka bayi akan mengalami kerusakan

organ-organ pada tubuh bayi sehingga bayi mengalami suatu

kelainan.

Adapun faktor lain yang menyebabkan disabilitas pada anak :

1) Usia Ibu

2) Usia ibu mempengaruhi terjadinya disabilitas pada ditunjukkan

dengan hasil (OR= 5,2%, p value = 0,001), usia ibu yang terlalu

muda, di bawah 20 tahun, menyebabkan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR), dimana hal tersebut merupakan salah satu penyebab

terjadinya cacat intelektual. sedangkan pada ibu hamil yang berusia

diatas 40 tahun, diyakini sebagai faktor risiko kelainan pembelahan

kromosom yang menyebabkan lahirnya anak dengan sindrom Down

dan autisme (Syifa et al., 2020).


48

B. Tinjauan Pustaka
1. Aktivitas Fisik pada Anak Disabilitas

a. Definisi Aktivitas Fisik pada Anak Disabilitas


Ada beberapa definisi aktivitas fisik pada anak disabilitas yang dapat

dijadikan referensi. Menurut studi oleh Widodo dan Sari, aktivitas fisik

pada anak disabilitas dapat diartikan sebagai "aktivitas yang melibatkan

gerakan tubuh yang membutuhkan energi dan dapat meningkatkan

kebugaran jasmani" Penelitian lain oleh Kemenkes RI juga

menyampaikan bahwa aktivitas fisik pada anak disabilitas mencakup

"aktivitas yang melibatkan gerakan tubuh yang memerlukan energi dan

dapat meningkatkan kebugaran jasmani" .

Aktivitas fisik pada anak disabilitas memberikan berbagai manfaat, seperti

peningkatan kesehatan jantung dan paru-paru, penguatan otot, peningkatan

keseimbangan, koordinasi, serta kemampuan sosial dan emosional. Selain

itu, partisipasi dalam aktivitas fisik juga dapat meningkatkan kualitas

hidup anak disabilitas melalui keterlibatan dalam kegiatan yang

menyenangkan dan bermanfaat.


49

Meski demikian, terdapat beberapa tantangan dalam menjalankan aktivitas

fisik pada anak disabilitas. Beberapa kendala meliputi kurangnya

aksesibilitas fasilitas olahraga yang bersahabat dengan disabilitas,

kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta kurangnya

pemahaman tentang manfaat aktivitas fisik pada anak disabilitas. Oleh

karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan aksesibilitas fasilitas

olahraga yang mendukung disabilitas, memperkuat dukungan dari keluarga

dan masyarakat, serta meningkatkan pengetahuan tentang manfaat

aktivitas fisik pada anak disabilitas.

Dalam melibatkan anak disabilitas dalam aktivitas fisik, beberapa aspek

perlu diperhatikan. Pertama, aktivitas fisik harus disesuaikan dengan

kondisi kesehatan anak disabilitas. Kedua, konsistensi dan keberlanjutan

aktivitas fisik perlu dijaga 2. Ketiga, aktivitas fisik sebaiknya dilakukan di

bawah pengawasan orang dewasa yang bertanggung jawab. Keempat,

faktor lingkungan seperti cuaca dan keamanan juga perlu diperhatikan.

Untuk meningkatkan partisipasi anak disabilitas dalam aktivitas fisik,

dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Keluarga dapat

memberikan dukungan melalui motivasi dan bantuan finansial. Masyarakat

dapat mendukung dengan menciptakan lingkungan yang ramah disabilitas

serta memberikan dukungan moral. Pemerintah juga memiliki peran

penting dengan meningkatkan aksesibilitas fasilitas olahraga yang

mendukung disabilitas dan memberikan dukungan finansial.

b. Jenis Aktivitas Fisik pada Anak Disabilitas


Beberapa jenis kegiatan fisik dapat dijalani oleh anak-anak dengan

disabilitas untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup mereka.


50

Menurut laporan dari UNICEF dalam jurnal "Anak dengan Disabilitas dan

Pendidikan," aktivitas fisik yang bermanfaat melibatkan olahraga, senam,

yoga, dan berjalan kaki. Olahraga yang dapat diikuti meliputi bola basket,

bola voli, dan renang. Senam dan yoga dapat membantu meningkatkan

fleksibilitas dan kekuatan otot anak dengan disabilitas, sedangkan berjalan

kaki juga bermanfaat untuk kesehatan jantung dan paru-paru mereka.

Dalam situasi pandemi COVID-19, laporan dari jurnal "Aktivitas Fisik

pada Anak dan Remaja Selama Pandemi COVID-19" menunjukkan bahwa

kegiatan fisik tetap penting untuk meningkatkan kesehatan mental dan

fisik anak dengan disabilitas. Kegiatan seperti berjalan kaki, bersepeda,

dan senam tetap dapat diakses. Berjalan kaki dan bersepeda membantu

meningkatkan kesehatan jantung dan paru-paru, sedangkan senam

memberikan manfaat pada fleksibilitas dan kekuatan otot.

Jurnal "Penyandang Disabilitas di Indonesia" juga mencatat bahwa

aktivitas fisik adalah kunci untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas

hidup anak dengan disabilitas. Kegiatan seperti berjalan kaki, bersepeda,

dan senam tetap menjadi pilihan yang baik untuk meningkatkan kesehatan

jantung dan paru-paru, serta meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot

mereka.

Dalam "Buku Aktivitas Fisik dan Kesehatan," disampaikan bahwa berjalan

kaki, bersepeda, dan senam merupakan kegiatan fisik yang dapat

dilakukan anak dengan disabilitas. Aktivitas tersebut bermanfaat untuk

meningkatkan kesehatan jantung dan paru-paru, sambil juga memberikan

manfaat pada fleksibilitas dan kekuatan otot anak dengan disabilitas.


51

c. Klasifikasi Aktivitas Fisik pada Anak Disabilis


Beberapa klasifikasi aktivitas fisik pada anak disabilitas dapat diterapkan,

seperti yang disebutkan oleh Sari Susanti (2019) dalam jurnal Informatika.

Dalam penelitian tersebut, klasifikasi kemampuan perawatan diri anak

disabilitas menggunakan SMOTE berbasis neural network. Dataset yang

digunakan, yaitu Scadi, merupakan dataset baru yang belum banyak diteliti

dan memiliki permasalahan ketidakseimbangan kelas. Untuk mengatasi

masalah tersebut, penelitian menggunakan algoritma neural network dan

Smote. Hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan dalam akurasi

klasifikasi, mencapai 90.4762%, dibandingkan dengan penelitian

sebelumnya yang mencapai 83,1%.

Menurut jurnal Indonesian Journal of Community Health Nursing (2019),

aktivitas fisik pada anak disabilitas memiliki korelasi dengan tingkat

kebugaran fisik. Penelitian tersebut mengidentifikasi hubungan antara usia,

status perkawinan, aktivitas fisik, dan gaya hidup dengan tingkat

kebugaran fisik. Oleh karena itu, disarankan agar aktivitas fisik pada anak

disabilitas disesuaikan dengan kondisi fisik dan usia anak.

Buku Aktivitas Fisik dan Kesehatan (2021) menyatakan bahwa aktivitas

fisik pada anak disabilitas dapat mengurangi penggunaan sumber daya,

meningkatkan gerakan masyarakat sehat, dan mengurangi risiko penyakit.

Selain itu, aktivitas fisik juga berpotensi meningkatkan kualitas hidup dan

kesehatan mental pada anak disabilitas. Oleh karena itu, ditekankan agar

aktivitas fisik ini diterapkan secara teratur dan sesuai dengan kondisi fisik

anak.
52

Jurnal Journal of Physical Therapy Science (2020) dan International

Journal of Environmental Research and Public Health (2021) juga

menekankan bahwa aktivitas fisik pada anak disabilitas dapat

meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta memperbaiki kemampuan

motorik. Keduanya menyarankan agar aktivitas fisik ini diterapkan secara

teratur dan sesuai dengan kondisi fisik anak disabilitas.

d. Pola Aktivitas Fisik pada Anak Disabilitas

Ada beberapa faktor yang memengaruhi pola aktivitas fisik pada anak

dengan disabilitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fadillah

dan rekan-rekannya (2020), asupan gizi dan aktivitas fisik memiliki

korelasi dengan status gizi anak disabilitas intelektual. Penelitian ini

menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak

berhubungan dengan status gizi anak disabilitas intelektual. Namun, tidak

ada hubungan yang teridentifikasi antara tingkat kecukupan karbohidrat,

besi, seng, iodium, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan aktivitas fisik

dengan status gizi anak disabilitas intelektual di Kota Semarang.

Jurnal yang diterbitkan oleh National Center for Biotechnology

Information (2019) menambahkan bahwa aktivitas fisik juga berkontribusi

pada peningkatan keterampilan motorik halus dan kasar pada anak dengan

disabilitas. Anak-anak ini, melalui partisipasi teratur dalam aktivitas fisik,

dapat meningkatkan kemampuan sosial dan kemandirian mereka.


53

Al Badi dan Sudian (2015), sebagaimana tercantum dalam sebuah jurnal,

berpendapat bahwa aktivitas fisik tidak hanya berdampak pada kesehatan

fisik, tetapi juga pada kualitas hidup anak disabilitas. Partisipasi rutin

dalam aktivitas fisik dapat meningkatkan rasa percaya diri dan

kemandirian, serta mengurangi risiko obesitas dan penyakit jantung.

Studi yang dirilis oleh Universitas Negeri Semarang (2018) menunjukkan

bahwa aktivitas fisik juga berperan dalam meningkatkan kemampuan

belajar anak dengan disabilitas. Anak-anak ini, melalui partisipasi teratur

dalam aktivitas fisik, dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan daya

ingat mereka.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik memiliki

peranan krusial dalam menjaga kesehatan dan meningkatkan kualitas

hidup anak dengan disabilitas. Melalui partisipasi teratur, aktivitas fisik

dapat membantu meningkatkan kesehatan jantung, kekuatan otot,

kesehatan mental, keterampilan motorik, kemampuan sosial dan

kemandirian, kemampuan belajar, serta mengurangi risiko obesitas dan

penyakit jantung.

2. Aktivitas Fisik dan Anak Disabilis

a. Pengaruh Aktivitas Fisik pada Anak Disabilitas


Beberapa penelitian telah mengkaji dampak aktivitas fisik pada anak-

anak dengan disabilitas. Menurut sebuah jurnal yang berjudul "Hubungan

Tingkat Disabilitas Fisik Dalam Pemenuhan Activity Daily Living

Dengan Harga Diri Pada Anak Penyandang Disabilitas Fisik di Yayasan

Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Malang", aktivitas fisik dapat

mempengaruhi harga diri anak-anak disabilitas fisik. Anak-anak dengan


54

tingkat disabilitas fisik yang lebih rendah cenderung memiliki harga diri

yang lebih tinggi. Tambahan pula, aktivitas fisik juga berpotensi

meningkatkan kemampuan motorik dan kesehatan jantung anak-anak

disabilitas.

Walaupun demikian, perlu dilakukan aktivitas fisik pada anak-anak

disabilitas dengan penuh kehati-hatian dan sesuai dengan kondisi

kesehatan mereka. Jurnal lain yang berjudul "Hubungan Asupan Gizi dan

Aktivitas Fisik dengan Status Gizi (Skor z IMT/U) Anak Usia 7-12

Tahun Penyandang Disabilitas Intelektual di Kota Semarang"

menyatakan bahwa aktivitas fisik yang berlebihan pada anak disabilitas

intelektual dapat berdampak negatif pada status gizi mereka. Oleh karena

itu, sebaiknya dilakukan penilaian kondisi kesehatan anak sebelum

melibatkan mereka dalam aktivitas fisik.

Pentingnya aksesibilitas fasilitas olahraga juga muncul sebagai faktor

krusial dalam meningkatkan partisipasi anak-anak disabilitas dalam

aktivitas fisik. Menurut laporan dari UNICEF, sebagian besar anak-anak

disabilitas menghadapi kendala aksesibilitas yang memadai terhadap

fasilitas olahraga, yang dapat membatasi partisipasi mereka dan

berdampak negatif pada kesehatan mereka.

Dalam konteks pendidikan, aktivitas fisik juga dapat menjadi kunci

dalam meningkatkan partisipasi anak-anak disabilitas dalam kegiatan

sekolah. Menurut jurnal berjudul "ANAK DENGAN DISABILITAS

DAN PENDIDIKAN", anak-anak disabilitas mengalami aksesibilitas

yang lebih rendah terhadap pendidikan dibandingkan dengan rekan-rekan

tanpa disabilitas. Melalui aktivitas fisik, partisipasi anak-anak disabilitas


55

dalam kegiatan sekolah dapat ditingkatkan, memberikan dampak positif

pada kualitas hidup mereka.

b. Aktivitas Fisik dalam Kehidupan Sehari-hari Anak Disabilitas

Tentang kegiatan fisik pada anak-anak dengan disabilitas, terdapat

beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Anak-anak tersebut

membutuhkan kegiatan fisik yang sesuai dengan kondisi kesehatan

mereka. Kegiatan fisik harus disesuaikan dengan kemampuan fisik dan

mental mereka. Menurut suatu penelitian yang saya temukan, kegiatan

fisik pada anak-anak dengan disabilitas dapat berkontribusi positif

terhadap peningkatan kesehatan dan kualitas hidup mereka.

Anak-anak dengan disabilitas juga perlu dilibatkan dalam kegiatan fisik

untuk meningkatkan kemampuan motorik mereka. Melalui kegiatan fisik,

mereka dapat meningkatkan koordinasi antara otot dan saraf mereka.

Selain itu, kegiatan fisik juga dapat membantu meningkatkan kemampuan

anak-anak dengan disabilitas dalam berinteraksi dengan lingkungan

sekitarnya.

Namun, penting untuk diingat bahwa kegiatan fisik pada anak-anak

dengan disabilitas harus dilakukan dengan hati-hati, disesuaikan dengan

kondisi kesehatan mereka. Kegiatan fisik yang terlalu intens atau tidak

sesuai dengan kondisi kesehatan mereka dapat memiliki dampak negatif

pada kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, sebelum melibatkan mereka

dalam kegiatan fisik, penilaian terhadap kondisi fisik dan mental anak-

anak dengan disabilitas perlu dilakukan.Selain itu, kegiatan fisik harus

disesuaikan dengan usia anak-anak dengan disabilitas. Anak-anak yang

lebih muda mungkin memerlukan kegiatan fisik yang lebih ringan


56

dibandingkan dengan yang lebih tua. Jenis kegiatan fisik yang dipilih juga

sebaiknya disesuaikan dengan jenis disabilitas yang dimiliki oleh anak

tersebut.

Dalam melibatkan anak-anak dengan disabilitas dalam kegiatan fisik,

kesabaran dan kehati-hatian sangat diperlukan. Mereka memerlukan

dukungan dan bantuan dari orang dewasa untuk melibatkan mereka dalam

kegiatan fisik. Dukungan dan bantuan ini harus disesuaikan dengan

kondisi fisik dan mental anak-anak dengan disabilitas.

c. Perbedaan Aktivitas Fisik pada Anak Disabilitas

Terdapat perbedaan aktivitas fisik antara anak-anak disabilitas dan anak-

anak normal. Anak-anak disabilitas memiliki keterbatasan dalam

melakukan aktivitas fisik, seperti berjalan, berlari, dan melompat. Hal ini

disebabkan oleh kondisi fisik yang berbeda, seperti kelumpuhan, kebutaan,

atau kelemahan otot. Penelitian yang dilakukan oleh Fadillah dkk. (2020)

menunjukkan bahwa anak-anak disabilitas intelektual di Kota Semarang

mengalami defisit energi, karbohidrat, lemak, besi, seng, kalsium, iodium,

dan vitamin C. Namun, mereka memiliki asupan gizi kategori baik untuk

asupan protein dan vitamin A. Hasil uji statistik Rank Spearman

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat, besi,

seng, kalsium, iodium, vitamin A, vitamin C dan aktivitas fisik dengan

status gizi (skor z IMT/U) (p>0,05). Ada hubungan asupan energi dan

protein dengan status gizi (skor z IMT/U) (p=0,005, r=0,40; p=0,001,

r=0,53) dengan korelasi sedang dan arah positif. Ada hubungan asupan

lemak dengan status gizi (skor z IMT/U) (p=0,001, r=-0,4) dengan korelasi

sedang dan arah negatif.


57

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fadillah dkk. (2020), anak-anak

disabilitas intelektual di Kota Semarang memiliki aktivitas fisik yang lebih

rendah dibandingkan dengan anak-anak normal. Hal ini disebabkan oleh

keterbatasan fisik yang mereka miliki. Namun, penelitian ini juga

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan

status gizi anak disabilitas intelektual. Hasil uji statistik Rank Spearman

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat, besi,

seng, kalsium, iodium, vitamin A, vitamin C dan aktivitas fisik dengan

status gizi (skor z IMT/U) (p>0,05). Ada hubungan asupan energi dan

protein dengan status gizi (skor z IMT/U) (p=0,005, r=0,40; p=0,001,

r=0,53) dengan korelasi sedang dan arah positif. Ada hubungan asupan

lemak dengan status gizi (skor z IMT/U) (p=0,001, r=-0,4) dengan korelasi

sedang dan arah negatif.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Suryani dkk. (2019) menunjukkan

bahwa anak-anak disabilitas di Indonesia memiliki aktivitas fisik yang

lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak normal. Hal ini disebabkan

oleh keterbatasan fisik yang mereka miliki. Anak-anak disabilitas juga

cenderung menghabiskan waktu lebih banyak di dalam ruangan dan

kurang terlibat dalam aktivitas fisik yang melibatkan gerakan tubuh. Hal

ini dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti obesitas, diabetes, dan

penyakit jantung.

Namun, penelitian yang dilakukan oleh Kemenkes RI (2018) menunjukkan

bahwa aktivitas fisik dapat memberikan manfaat bagi anak-anak

disabilitas. Aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan kesehatan

jantung, meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan kesehatan mental.


58

Oleh karena itu, penting bagi anak-anak disabilitas untuk terlibat dalam

aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi fisik mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryani dkk. (2019) menunjukkan bahwa

anak-anak disabilitas di Indonesia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk

mengalami masalah kesehatan, seperti obesitas, diabetes, dan penyakit

jantung. Hal ini disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik dan pola makan

yang tidak sehat. Oleh karena itu, penting bagi anak-anak disabilitas untuk

terlibat dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi fisik mereka dan

mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.

d. Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Fisik pada Anak Disabilitas

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik pada anak

disabilitas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fadillah, Widajanti,

dan Nugraheni (2020) di Kota Semarang, Indonesia, faktor asupan gizi dan

aktivitas fisik berpengaruh terhadap status gizi anak disabilitas intelektual.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi, protein, dan

lemak berhubungan dengan status gizi anak penyandang disabilitas

intelektual. Namun, tidak terdapat hubungan antara tingkat kecukupan

karbohidrat, besi, seng, iodium, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan

aktivitas fisik dengan status gizi anak disabilitas intelektual.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Saputra, Oktarini, dan Ardiansyah

(2019) di Kota Padang, Indonesia, menunjukkan bahwa dukungan sosial

dan aktivitas fisik berpengaruh terhadap kualitas hidup anak disabilitas

tunanetra. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial dan


59

aktivitas fisik yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup anak

disabilitas tunanetra.

Azwar (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan sosial,

aktivitas fisik, dan faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat

pendidikan orang tua berpengaruh terhadap kesehatan mental anak

disabilitas. Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial dan

aktivitas fisik yang baik dapat meningkatkan kesehatan mental anak

disabilitas.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kurniawan, Sari, dan Suryani (2019)

di Kota Bandung, Indonesia, menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti

dukungan keluarga, dukungan teman sebaya, dan aktivitas fisik

berpengaruh terhadap kemandirian anak disabilitas. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa dukungan keluarga, dukungan teman sebaya, dan

aktivitas fisik yang baik dapat meningkatkan kemandirian anak disabilitas.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh McTiernan et al. (2019) dan

WHO (2010), aktivitas fisik yang teratur merupakan faktor protektif bagi

pencegahan dan pengelolaan penyakit tidak menular seperti penyakit

kardiovaskular, diabetes tipe-2, kanker payudara, dan usus besar. Oleh

karena itu, aktivitas fisik yang baik sangat penting bagi anak disabilitas

untuk mencegah penyakit-penyakit tersebut.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kusumawardani, Sari, dan Suryani

(2019) di Kota Bandung, Indonesia, menunjukkan bahwa dukungan

keluarga, dukungan teman sebaya, dan aktivitas fisik berpengaruh terhadap

kemandirian anak disabilitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa


60

dukungan keluarga, dukungan teman sebaya, dan aktivitas fisik yang baik

dapat meningkatkan kemandirian anak disabilitas.

e. Kendala Aktivitas Fisik pada Anak Disabilitas


Tentang kendala aktivitas fisik pada anak disabilitas, penelitian

menunjukkan bahwa anak-anak dengan disabilitas menghadapi banyak

kendala dalam melakukan aktivitas fisik. Kendala ini dapat mempengaruhi

kesehatan dan kualitas hidup mereka. Beberapa kendala yang dihadapi

oleh anak-anak disabilitas dalam melakukan aktivitas fisik adalah sebagai

berikut:

1. Keterbatasan fisik: Anak-anak disabilitas sering mengalami

keterbatasan fisik yang membatasi kemampuan mereka untuk

melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan fisik ini dapat disebabkan oleh

berbagai kondisi seperti kelumpuhan serebral, kelainan otak, kelainan

tulang, dan lain-lain.

2. Keterbatasan mental: Anak-anak disabilitas juga dapat mengalami

keterbatasan mental yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk

melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan mental ini dapat disebabkan

oleh berbagai kondisi seperti autisme, ADHD, dan lain-lain.

3. Keterbatasan sosial: Anak-anak disabilitas sering mengalami

keterbatasan sosial yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk

melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan sosial ini dapat disebabkan

oleh berbagai kondisi seperti autisme, kelainan perkembangan, dan

lain-lain.

4. Keterbatasan lingkungan: Anak-anak disabilitas sering mengalami

keterbatasan lingkungan yang mempengaruhi kemampuan mereka


61

untuk melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan lingkungan ini dapat

disebabkan oleh berbagai faktor seperti aksesibilitas, fasilitas, dan

lain-lain.

5. Keterbatasan waktu: Anak-anak disabilitas sering mengalami

keterbatasan waktu yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk

melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan waktu ini dapat disebabkan

oleh berbagai faktor seperti jadwal terapi, jadwal sekolah, dan lain-

lain.

6. Keterbatasan finansial: Anak-anak disabilitas sering mengalami

keterbatasan finansial yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk

melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan finansial ini dapat disebabkan

oleh berbagai faktor seperti biaya terapi, biaya perawatan, dan lain-

lain.

7. Keterbatasan transportasi: Anak-anak disabilitas sering mengalami

keterbatasan transportasi yang mempengaruhi kemampuan mereka

untuk melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan transportasi ini dapat

disebabkan oleh berbagai faktor seperti aksesibilitas, biaya, dan lain-

lain.

8. Keterbatasan peralatan: Anak-anak disabilitas sering mengalami

keterbatasan peralatan yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk

melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan peralatan ini dapat disebabkan

oleh berbagai faktor seperti biaya, aksesibilitas, dan lain-lain.

9. Keterbatasan dukungan: Anak-anak disabilitas sering mengalami

keterbatasan dukungan yang mempengaruhi kemampuan mereka

untuk melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan dukungan ini dapat


62

disebabkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya dukungan keluarga,

kurangnya dukungan teman, dan lain-lain.

10. Keterbatasan pengetahuan: Anak-anak disabilitas sering mengalami

keterbatasan pengetahuan yang mempengaruhi kemampuan mereka

untuk melakukan aktivitas fisik. Keterbatasan pengetahuan ini dapat

disebabkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya informasi,

kurangnya edukasi, dan lain-lain.

C. Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi

Masa Prenatal:

a. Herediter
b. Usia Ibu
c. Infeksi Ibu saat Hamil
d. Keracunan
e. Merokok
Perintal:

a. Trauma
b. Persalinan
Perintal:

a. Prematuritas
b. BBLR
Disabilitas
63

Faktor yang Mempengaruhi:

a. Pengaruh terhadap detak


jantung dan laju pernapasan
b. MET
Perilaku Aktivitas Fisik
c. Durasi
d. Frekuensi
e. Usia dan jenis kelamin

Tabel 2.1 Kerangka Konsep


Keterangan:

Diteliti

Tidak diteliti
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.

Metode penelitian deskriptif adalah metode yang dilakukan untuk mengetahui

gambaran, keadaan, suatu hal dengan cara mendeskripsikannya sedetail mungkin

berdasarkan fakta yang ada. Tujuannya adalah mengidentifikasi dan menjelaskan

secara terperinci masalah yang dihadapi, khususnya berkaitan dengan perilaku

aktivitas fisik pada anak-anak disabilitas usia 7-13 tahun. Pemilihan metode ini

dilakukan dengan keyakinan bahwa melalui gambaran yang mendalam, peneliti

dapat memahami serta menggambarkan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku

tersebut.

Berdasarkan konsep Bogdan dan Taylor penelitian kualitatif didefinisikan sebagai

proses yang menghasilkan data deskriptif baik dalam bentuk kata tertulis maupun

lisan dari individu atau perilaku yang dapat diamati. Mereka menekankan

pendekatan holistik dalam memahami individu, yang menunjukkan bahwa

penelitian ini tidak hanya memandang individu atau organisasi sebagai variabel

atau hipotesis terpisah, melainkan sebagai bagian integral dari suatu keseluruhan

(Waruwu, M., 2023).

Dengan landasan tersebut, diharapkan penelitian ini mampu menggambarkan

dengan jelas faktor-faktor yang terkait dengan perilaku aktivitas fisik pada anak-

anak disabilitas usia 7-13 tahun. Upaya ini diarahkan untuk mengumpulkan data

yang relevan terkait fakta dan fenomena yang berkaitan dengan faktor-faktor

tersebut.

65
B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di SLB Rela Bhakti I Gamping dengan waktu penelitian

pada bulan desember 2023 selama kurang lebih 2-3 minggu.

C. Sumber Data

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis

deskriptif yaitu suatu metode yang memberikan gambaran dan pemaparan

terhadap fenomena ataupun gambaran situasi yang berdasarkan data-data

yang ada. Kemudian diteruskan dengan melakukan interpretasi sebagai alur

untuk menjelaskan dan menganalisis pada faktor-faktor tertentu terhadap

masalah yang diteliti dan berahir berusaha memprediksikannya. Dalam

penelitian ini jenis dan sumber data yang penulis gunakan adalah: (Sugiyono,

2019)

a) Data primer yaitu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui

wawancara secara lisan dengan pihak yang terkait yang dianggap perlu

atau yang mengetahui permasalahan tersebut dengan berpedoman pada

daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

b) Data Sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara

langsung melalui media perantara diperoleh dan dicatat oleh pihak lain.

Data sekunder merupakan bukti historis, catatan atau laporan historis

yang telah tersusun dalam arsip (dokumentasi) baik yang dipublikasikan

dan yang tidak dipublikasikan

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama penelitian,

dimana peneliti sekaligus sebagai perencana yang menetapkan fokus, memilih

informan, sebagai pelaksana pengumpulan data, menafsirkan data, menarik

66
67

kesimpulan sementara pelaksanaan dan menganalisis data dilapangan yang alami

tanpa dibuat-buat. Sudarwin mengemukakan bahwa menyatakan bahwa peneliti

sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif mengandung bahwa peneliti

melakukan kerja lapangan secara langsung dan bersama beraktivitas dengan

orang-orang yang diteliti untuk mengumpulkan data (Sugiyono, 2019) Dalam hal

pengumpulan data ini, penulis terjun langsung pada objek penelitian untuk

mendapatkan data yang valid, maka peneliti menggunakan metode sebagai

berikut:

1. Metode Observasi

Observasi atau pengamatan dapat diartikan sebagai pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian. Observasi ini menggunakan observasi partisipasi, di mana

peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang

diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. (Anggito,

A., & Setiawan, J. 2018). Dalam observasi secara langsung ini, peneliti

selain berlaku sebagai pengamat penuh yang dapat melakukan

pengamatan terhadap gejala atau proses yang terjadi di dalam situasi

yang sebenarnya yang langsung diamati oleh observer. Dalam kegiatan

ini penulis melakukan pengamatan secara langsung dilapangan mengenai

faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku aktivitas fisik pada anak

disabilitas usia 7-13 tahun.

2. Teknik Kuesioner/ Angket

Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya. Tujuan dari pemberian angket


68

adalah untuk memperoleh informasi dari responden tentang apa yang ia

alami dan ketahui (Rukajat, 2018). Dalam membuat pertanyaan harus

mempertimbangkan jumlah pertanyaan agar tidak terlalu banyak atau

terlalu sedikit, yang penting disesuaikan dengan indikator yang

ditetapkan, Pada penelitian ini teknik angket digunakan untuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku aktivitas

fisik dan kendalanya pada anak disabilitas usia 7-13 tahun

3. Metode Wawancara (Interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan. Dalam hal ini, peneliti

menggunakan wawancara terstruktur, di mana seorang pewawancara

menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan

diajukan untuk mencari jawaban atas hipotesis yang disusun dengan

ketat (Sugiyono, 2019). Dalam melaksanakan teknik wawancara

(interview), pewawancara harus mampu menciptakan hubungan yang

baik sehingga informan bersedia bekerja sama, dan merasa bebas

berbicara dan dapat memberikan informasi yang sebenarnya. Teknik

wawancara yang peneliti gunakan adalah secara terstruktur (tertulis)

yaitu dengan menyusun terlebih dahulu beberapa pertanyaan yang

akan disampaikan kepada informan. Hal ini dimaksudkan agar

pembicaraan dalam wawancara lebih terarah dan fokus pada tujuan

yang dimaksud dan menghindari pembicaraan yang terlalu melebar.

Selain itu juga digunakan sebagai patokan umum dan dapat


69

dikembangkan peneliti melalui pertanyaan yang muncul ketika

kegiatan wawancara berlangsung. Metode wawancara peneliti

gunakan untuk menggali data terkait faktor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku aktivitas fisik dan kendalanya pada anak disabilitas

usia 7-13 tahun di yogyakarta.

4. Metode Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang

tertulis. Dalam pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki

benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-

peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Adapun

dokumentasi dalam penelitian ini, berupa foto-foto mengenai wawancara

dan lain-lainnya.

E. Teknik Analisis Data

Penulis menjalankan teknik analisis kualitatif deskriptif dalam penelitian ini,

dengan mengikuti beberapa tahapan untuk mengolah data:


70

a) Reduksi Data

Reduksi data merujuk pada serangkaian proses seperti pemilihan,

pemusatan perhatian, penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data

mentah yang terdapat dalam catatan-catatan laporan tertulis. Mereduksi data

berarti merangkum, memilih, dan memfokuskan pada hal-hal pokok yang

penting. Proses ini membantu peneliti mendapatkan gambaran yang tepat dan

efektif dari data yang telah dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan

dokumentasi, dengan fokus pada faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku aktivitas fisik dan kendalanya pada anak disabilitas usia 7-13 tahun

di Yogyakarta.

b) Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian kualitatif dilakukan melalui teks

deskriptif. Informasi yang diperoleh dari lapangan disajikan dalam bentuk

teks tanpa penambahan yang tidak sesuai dengan fakta yang ada. Tujuan dari

penyajian data ini adalah untuk menyampaikan data yang sudah direduksi

dengan akurat, menggambarkan keadaan sebenarnya yang ditemui di

lapangan, dan memberikan gambaran terkait faktor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku aktivitas fisik pada anak disabilitas usia 7-13 tahun.

c) Penarikan atau Verifikasi Kesimpulan

Tahap akhir melibatkan penarikan atau verifikasi kesimpulan. Setelah

semua data yang terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku aktivitas fisik dan kendalanya pada anak disabilitas usia 7-13 tahun

di yogyakarta telah dikumpulkan, penulis mengaitkannya dengan teori-teori

pendukung yang relevan. Kesimpulan diambil dengan tujuan penelitian,

menghasilkan pemahaman yang lebih dalam mengenai faktor-faktor yang


71

berhubungan dengan perilaku aktivitas fisik dan kendalanya pada anak

disabilitas usia 7-13 tahun di yogyakarta dan memastikan bahwa kesimpulan

tersebut didukung oleh teori-teori yang sesuai.

F. Validasi data

Untuk mendapatkan data yang akurat, peneliti melakukan triangulasi.

Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber informasi

(informan) dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono, 2019).

Menurut Ahyar (2020) ada tiga tipe triangulasi, yaitu triangulasi sumber,

triangulasi metode, dan triangulasi data. Dalam penelitian ini hanya

menggunakan triangulasi sumber karena penelitian ini hanya bisa

menggunakan satu metode maka tidak menggunakan triangulasi metode

sedangkan triangulasi data sulit dilakukan, biaya mahal, dan membutuhkan

waktu yang lama

G. Uji Keabsahan Data

Peneliti melakukan serangkaian langkah untuk meningkatkan keabsahan hasil

penelitian, dengan melakukan cek dan ricek serta croscek terhadap prosedur

penelitian yang telah dijalani, serta menyelidiki secara mendalam substansi

penelitian. Keempat kriteria yang menjadi penentu keabsahan data dalam

penelitian kualitatif adalah credibility (kebenaran), dependability

(kekonsistenan), transferability (keteralihan), dan confirmability (kepastian).

1. Credibility (Kebenaran)

Credibility mengacu pada nilai kebenaran data dan informasi yang

dikumpulkan. Dalam penelitian ini, peneliti meningkatkan kredibilitas

dengan terlibat aktif dalam kegiatan lapangan, melakukan observasi


72

berkelanjutan, menerapkan triangulasi, dan berdiskusi dengan rekan

sejawat. Referensi eksternal juga digunakan untuk mendukung

kebenaran data yang diperoleh.

2. Dependability (Kekonsistenan)

Dependability mencerminkan konsistensi peneliti dalam

mengumpulkan, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep untuk

membuat interpretasi. Peneliti mencapai kekonsistenan melalui kegiatan

audit dengan pembimbing penelitian, memastikan bahwa proses

penelitian dilakukan secara konsisten.

3. Transferability (Keteralihan)

Transferability mencakup upaya untuk menilai keabsahan data

penelitian. Peneliti memberikan uraian rinci terkait temuan,

menjelaskan hasil wawancara secara naratif, dan melakukan

pembahasan dengan merujuk pada literatur dan jurnal yang relevan

dengan topik penelitian. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa

temuan dapat dipindahkan atau diterapkan pada konteks lain.

4. Confirmability (Kepastian)

Confirmability digunakan untuk menilai mutu hasil penelitian dan

melibatkan proses untuk memperoleh obyektivitas data. Peneliti

menyerahkan dokumen temuan data, seperti transkrip, kepada

partisipan untuk membaca pada tahap validasi data. Ini merupakan

langkah untuk memastikan kepastian atau obyektivitas data yang

diperoleh.

Dengan menggabungkan langkah-langkah ini, peneliti berusaha

memastikan bahwa hasil penelitian memiliki keabsahan yang tinggi dan


73

dapat diandalkan, serta mampu memberikan kontribusi yang berarti

pada pemahaman topik penelitian.

H. Etika Penelitian

Penelitian ini menghadapi serangkaian masalah etika yang sangat penting,

terutama karena melibatkan interaksi langsung dengan manusia. Beberapa

aspek etika penelitian yang ditekankan meliputi:

1. Informed Consent (Persetujuan Berinformasi)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan yang diberikan oleh

informan penelitian setelah diberikan lembar persetujuan. Tujuan

utamanya adalah memastikan bahwa informan memahami maksud dan

tujuan penelitian, serta menyadari dampak yang mungkin timbul. Jika

informan setuju, mereka akan menandatangani lembar persetujuan;

sebaliknya, jika menolak, hak informan akan dihormati.

2. Anonymity (Anonimitas)

Anonimitas menjamin bahwa nama informan tidak akan diungkapkan

dalam penelitian. Sebagai gantinya, peneliti menggunakan kode atau

identifikasi yang disematkan pada lembar pengumpul data atau hasil

penelitian. Langkah ini diterapkan untuk melindungi privasi informan dan

mencegah pengungkapan identitas mereka.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan menjamin bahwa identitas informan dan semua informasi

yang diperoleh dari mereka akan dijaga kerahasiaannya. Informasi tersebut

tidak akan diungkapkan secara publik dan hanya akan digunakan untuk
74

keperluan penelitian. Langkah ini dirancang untuk memastikan bahwa

informan merasa aman dan dapat mempercayai peneliti.

Keberhasilan penelitian tidak hanya diukur dari segi ilmiah tetapi juga dari

sudut pandang etika. Langkah-langkah seperti informed consent,

anonimitas, dan kerahasiaan adalah komponen kunci dalam memastikan

bahwa penelitian dilakukan dengan menghormati hak-hak dan keamanan

informan, sekaligus mempertahankan standar etika.


75

DAFTAR PUSTAKA

A., G. P., Apsari, N. C., & Mulyana, N. (2018). Penyandang Disabilitas dalam
Dunia Kerja. 1(8), 234–244.
Almeida, R. B., Cesar, G., Fiorini, R., & De, F. I. S. (2023). Anak-anak dan Remaja
dengan Disabilitas : Tantangan dalam Pelatihan Medis. 47(2).
Andryani, F. D., Biddle, S. J. H., Arovah, N. I., & Cocker, K. de. (2020). Penelitian
Aktivitas Fisik dan Perilaku Kurang Gerak pada Remaja Indonesia : Tinjauan
Ruang. https://doi.org/10.3390/ijerph17207665
Anggito, A., & Setiawan, J. (2023). Metodologi Penelitian Kualitatif. CV Jejak
(Jejak Publisher).
Azis, M., & Adila, N. . (2019). Analisis Kesulitan Belajar Membaca dan Menulis
Permulaan PAUD Di Kelompok Bermain Fun Islamic School. Al-Athfaal:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini, 2(2), 100–110.
Brown, S., & Jones, M. (2023). Understanding the Disability Voting Gap in the UK
☆. Electoral Studies, 85(September), 102674.
https://doi.org/10.1016/j.electstud.2023.102674
Burhaein, E., & Saleh, M. (n.d.). Analisis Kebutuhan Instrumen Aktivitas Fisik pada
Disabilitas.
Carr, S., Atkin, A. J., Jones, A. P., & Milton, K. (2023). Pengobatan Pencegahan
Hubungan antara Kondisi Kronis dan Disabilitas dengan Aktivitas Fisik yang
Dilaporkan Sendiri di antara Orang Dewasa di Inggris. 177.
Daulay, N. A., Mayanjani, T., Wulandari, S., & Darmayanti, N. (2023). Pentingnya
Mengenali Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Laras. Innovative:
Journal Of Social Science Research, 3(3), 3652–3658.
Dewi, D. (2022). Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak Tunanetra di SLB Negeri 1
Palopo. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo.
Ezeh, N. ., Anidi, O. C., & Nwokolo, B. . (2021). Body Language as a
Communicative Aid amongst Language Impaired Students: Managing
Disabilities. English Language Teaching, 14(6), 125–134.
Fadillah, A., Widajanti, L., & Nugraheni, S. A. (2020). Hubungan Asupan Gizi dan
Aktivitas Fisik dengan Status Gizi (Skor Z IMT/U) Anak Usia 7-12 Tahun
Penyandang Disabilitas Intelektual di Kota Semarang. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 19(2), 108–115.
Fakhiratunnisa, S. A., Pitaloka, A. A. P., & Ningrum, T. K. (2022). Konsep Dasar
Anak Berkebutuhan Khusus. Masaliq, 2(1), 26–42.
Ginis, K. A. M., Ploeg, H. P. Van Der, Foster, C., Lai, B., Mcbride, C. B., Ng, K.,
Pratt, M., Shirazipour, C. H., Smith, B., Vásquez, P. M., & Heath, G. W. (n.d.).
Aktivitas Fisik 2 Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Aktivitas Fisik :
76

Perspektif Global. 443–466.


Jebeile, H., Kelly, A. S., Malley, G. O., & Baur, L. A. (2022). Obesitas pada Anak
dan Remaja : Epidemiologi, Penyebab, penilaian, dan Manajemen. 10, 351–
365.
M, W. (2023). Pendekatan Penelitian Pendidikan: Metode Penelitian Kualitatif,
Metode Penelitian Kuantitatif dan Metode Penelitian Kombinasi (Mixed
Method). Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(1), 1896–2910.
Maceachern, S. J., Calgary, U., Forkert, N. D., Calgary, U., Dewey, D., & Calgary,
U. (2021). Partisipasi Aktivitas Fisik dan Hambatan bagi Anak dan Remaja
Penyandang Disabilitas. https://doi.org/10.1080/1034912X.2021.1952939
Manik, L. B., Pasaribu, E. V., & Herlina, E. S. (2023). Implementasi Pendidikan bagi
Anak Tunadaksa. Jurnal Pendidikan Sosial Dan Humaniora, 2(3).
Marques, A., Henriques-neto, D., & Peralta, M. (n.d.). Prevalence of Physical
Activity among Adolescents from 105 Low , Middle , and High-Income
Countries. 1–11.
Meigawati, L. (2019). Mempromosikan Aktifitas Fisik Kepada Para Orang Tua Anak
Disabilitas Intelektual. Jurnal Eksekutif, 16(1).
Noviandari, H., & Huda, T. F. (2018). Peran Sekolah dalam Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus di SDLB PGRI Bangorejo Banyuwangi. Jurnal
Psikologi: Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan,
5(1), 29–37.
Nurdin, M. (2018). Pemenuhan Hak Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Dalam
Pelayanan Publik Di Bidang Pendidikan. Universitas Lampung.
Patel, D. R., Apple, R., Kanungo, S., & Akkal, A. (2018). Narrative Review of
Intellectual Disability: Definitions, Evaluation and Principles of Treatment.
Pediatr Med, 1(11).
Permatasari, T., & Sidarta, N. (2021). Hubungan Tingkat Aktivitas Fisik dengan
Acute Mountain Sickness pada Pendaki Gunung. Jurnal Biomedika Dan
Kesehatan, 4(3), 106–112.
Pradhan, N., Haugan, G., & Infanti, J. J. (2023). Challenges and Forms of Coping
and Support in the Daily Lives of Nepali Mothers of Children with Intellectual
Disabilities: A Qualitative Study.
Purnamasari, N., Afifah, N., & Hardianto, Y. (2022). Hubungan Peran Keluarga
dengan Kemampuan Motorik Kasar Anak Disabilitas Intelektual. Jurnal
Fisioterapi Dan Rehabilitasi, 6(1), 9–15.
Putra, Y. ., & Rizqi, A. . (2018). Index massa tubuh (IMT) mempengaruhi aktivitas
remaja putri SMP Negeri 1 Sumberlawang. Gaster, 16(1), 105–115.
Radissa, V. S., Wibowo, H., Humaedi, S., & Irfan, M. (2020). Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Penyandang Disabilitas pada Masa Pandemi Covid-19. 3,
61–69.
77

Rahmah, F. N. (2018). Problematika Anak Tunarungu dan Cara Mengatasinya.


Quality, 6(1), 1–15.
Rahmah, S. R. A., Andeka, W., Patroni, R., Ismiati, I., & Darwis, D. (2021).
Hubungan Aktifitas Fisik dengan Berat Badan pada Remaja Selama Masa
Pandemi Covid-19 di Wilayah Padang Harapan Kota Bengkulu. Poltekkes
Kemenkes Bengkulu.
Romadhoni, W. N., Nasuka, Candra, A. R. D., & Priambodo, E. N. (2022). Aktivitas
Fisik Mahasiswa Pendidikan Kepekatihan Olahraga Selama Pandemi Covid 19.
5, 200–207. https://doi.org/10.31539/jpjo.v5i2.3470
Rukajat, A. (2018). Pendekatan Penelitian Kuantitatif: Quantitative Research
Approach. Deepublish.
Santoso, B. (2019). Aktivitas Fisik dan Teknologinya pada Pasien dengan Penyakit
Kronis. Conferences of Medical Sciences Dies Natalis Faculty of Medicine
Universitas Sriwijaya, 1(1), 82–92.
Saputra, A. H., W.I., D., & Yusfi, H. (2023). Survei Aktivitas Fisik dan Kebugaran
Jasmani pada Peserta Didik Usia 14-16 Tahun. Sriwijaya Journal of Sport, 3(1),
28–38.
Scandurra, V., Gialloreti, E., Barbanera, L., F., S., M.R., P., & Canitano, R. (2019).
Neurodevelopmental Disorders and Adaptive Functions: A Study of Children
with Autism Spectrum Disorders (ASD) and/or Attention Deficit and
Hyperactivity Disorder (ADHD). Frontiers in Psychiatry, 10, 673.
Sinaga, S. A. (2023). Studi Analisis Kesetaraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas
pada QS An-Nur 61 dan QS Abasa 1-3 dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir.
ANWARUL, 3(5), 981–993.
Uno, H. B. (2023). Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang
Pendidikan. Bumi Aksara.
Widinarsih, D. (2019). Penyandang Disabilitas di Indonesia: Perkembangan Istilah
dan Definisi. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, 20(2), 127–142.
Widyanata, K. A. . (2018). Penerapan Kalender DM Berbasis Aplikasi Android
Sebagai Media DSME (Diabetes Self Management Education) Terhadap Self
Efficacy Dan Kadar HbA1c Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Universitas
Airlangga.
Yarmaliza, Y., & Zakiyuddin, Z. (2019). Pencegahan Dini terhadap Penyakit Tidak
Menular (PTM) melalui GERMAS. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Multidisiplin, 2(3), 93–100.
78

LAMPIRAN
79

Lampiran 1 Time Schedule

TIME SCHEDULE PENELITIAN

Oktober 2023 November 2023 Desember 2023 Januari 2024


NO JADWAL KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul
2 ACC Judul
3 Menyusun BAB I
4 Menyusun BAB II
5 Menyusun BAB III
6 Studi Pendahuluan
7 Revisi BAB I, II, dan III
8 Seminar Proposal
9 Revisi Proposal Penelitian
10 Ethical Clerence
11 Penelitian
12 Pengecekan Data

79
80

Oktober 2023 November 2023 Desember 2023 Januari 2024


NO JADWAL KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
13 Pengolahan Data
14 Penyusunan Hasil Penelitian
15 Persetujan
16 Seminar Hasil Penelitian
17 Revisi
18 Pengesahan
19 Penjilidan dan Pengumpulan
81

Lampiran 2 Surat Studi Pendahuluan

81
82

Lampiran 3 Kartu Bimbingan


83

Lampiran 4 KRS (Kartu Rencana Studi)

Anda mungkin juga menyukai