Anda di halaman 1dari 54

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TERHADAP RESIKO JATUH PADA


LANSIA DI PCA PAJANGAN
YOGYAKARTA

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun oleh:
Mohamad Revanza Ahmad
2010301152

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TERHADAP RESIKO JATUH PADA
LANSIA DI PCA PAJANGAN
YOGYAKARTA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Menyusun Skripsi Program Studi Sarjana Fisioterapi


Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh :
Mohamad Revanza Ahmad
2010301152

PROGRAM STUDI SARJANA FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023

i
HALAMAN PERSETUJUAN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


TERHADAP RESIKO JATUH PADA
LANSIA DI PCA PAJANGAN
YOGYAKARTA

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun oleh :
Mohamad Revanza Ahmad
2010301152

Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui Untuk Mengikuti Ujian Proposal


Program Studi Sarjana Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Oleh :

Dosen Pembimbing : Veni Fatmawati, Ftr., M.Fis

Tanggal : 8 Januari 2024

Tanda Tangan :

ii
HALAMAN PENGESAHAN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


TERHADAP RESIKO JATUH PADA
LANSIA DI PCA PAJANGAN
YOGYAKARTA
PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh :
Mohamad Revanza Ahmad
2010301152

Telah Dipertahankan Di depan Dewan Penguji dan Diterima


Sebagai Syarat Untuk Melanjutkan Penelitian
Program Studi Sarjana Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Pada Tanggal :

Dewan Penguji :
Penguji I : Veni Fatmawati, Ftr., M.Fis
Penguji II : Andry Ariyanto, M.Or

Mengesahkan
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Resiko Jatuh Pada Lansia Di PCA
Pajangan” ini dengan baik. Pada setiap tahap dan proses dalam penyusunan proposal
penelitian ini tentunya tidak dapat diselesaikan dengan baik apabila penulis tidak
mendapat saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Warsiti, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., selaku Rektor Universitas 'Aisyiyah
Yogyakarta.
2. Moh. Ali Imron,S.Sos.,M.Fis selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
'Aisyiyah Yogyakarta.
3. Hilmi Zadah Faidlullah, S.ST FT, M.Sc., Ph.D (Cand) selaku Ketua Program
Studi Fisioterapi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta.
4. Veni Fatmawati, Ftr., M.Fis selaku pembimbing yang telah memberikan banyak
arahan, kritik, dan saran sehingga terselesainya proposal
5. Andry Aryanto Ftr, M.Or selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik
dan saran yang sangat berguna untuk proposal penelitian ini.
6. Seluruh Dosen Pengampu Program Studi Fisioterapi Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama menempuh
Pendidikan.
7. Kepada semua kader PCA pajangan Yogyakarta yang telah memberikan
kesempatan untuk melakukan penelitian.
8. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan motivasi, dukungan, dan doa
sehingga bisa sampai titik ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, penulis berharap semoga proposal
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca. Selanjutnya penulis
dengan rendah hati meminta kritik dan saran dari semua pembaca. Karena penulis
sangat menyadari,bahwa proposal penelitian yang telah penulis buat masih banyak
kekurangan.

Yogyakarta, 8 Januari 2024

`
Penulis

iv
DAFTAR ISI
PROPOSAL PENELITIAN........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................iii
KATA PENGANTAR................................................................................................iv
DAFTAR ISI................................................................................................................v
DAFTAR TABEL.......................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................vii
DAFTAR SKEMA...................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................6
C. Tujuan Penelitian...............................................................................................6
D. Manfaat Penelitian.............................................................................................7
E. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................7
F. Keaslian Penelitian............................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................11
A. Tinjauan Teoritis..............................................................................................11
B. Kerangka konsep.............................................................................................29
C. Hipotesis..........................................................................................................30
BAB III METODE PENELITIAN..........................................................................31
A. Rancangan Penelitian.......................................................................................31
B. Definisi Oprasional Penelitian.........................................................................32
C. Populasi Dan Sampel.......................................................................................35
D. Etika Penelitian................................................................................................36
E. Alat Dan Metode Pengumpulan Data..............................................................37
F. Metode Pengolohan Dan Analisis Data...........................................................38
Daftar Pustaka..........................................................................................................44

v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian........................................................................................9
Tabel 2. 1 Morse Fall Scale (MFS).............................................................................25
Tabel 2. 2 Interprestasi Morse Fall Scale (MFS).......................................................26
Tabel 3.1 Definisi Operasional...................................................................................32

vi
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Rancangan Penelitian................................................................................29

vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia (Lansia) adalah periode penutup dalam rentang hidup

seseorang dimulai dari usia 60 tahun sampai dengan meninggal yang ditandai

adanya perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling

berinteraksi satu sama lain (Masril et al., 2022). Penurunan massa otot dan

tulang dapat mengakibatkan penurunan keseimbangan pada orang lanjut usia,

meningkatkan risiko kejadian jatuh (S. P. Handayani et al., 2020).

Proses alamiah yang dialami oleh setiap individu lanjut usia, baik pria

maupun wanita yang berusia 60 tahun ke atas, dapat dijelaskan berdasarkan

data proyeksi penduduk tahun 2010-2035 di Indonesia. Peningkatan

demografi ini disebabkan oleh keberhasilan pembangunan kesehatan, yang

tercermin dalam peningkatan umur harapan hidup. Peningkatan ini

berdampak pada transisi epidemiologi di bidang kesehatan dengan

meningkatnya jumlah penyakit degeneratif. Proses penuaan pada lansia

mengakibatkan perubahan dalam tubuh yang memengaruhi fungsi dan

kemampuan tubuh (Nuraeni et al., 2019).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2022, prevalensi

lanjut usia di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat pada tahun 2030,

dengan setidaknya 1 dari 6 orang di dunia mencapai usia 60 tahun atau lebih.

Proporsi penduduk yang berusia 60 tahun ke atas diantisipasi akan meningkat

dari 1 miliar pada tahun 2020 menjadi 1,4 miliar. Selain itu, populasi

penduduk di dunia yang berusia 60 tahun ke atas diperkirakan akan berlipat

ganda menjadi 2,1 miliar pada tahun 2050. Seiring dengan peningkatan umur

1
2

harapan hidup, perkiraan menunjukkan bahwa proporsi lansia yang berusia

80 tahun ke atas juga akan meningkat. Diprediksi bahwa antara tahun 2020-

2050, jumlah lansia tersebut akan tiga kali lipat, mencapai 426 juta (Badan

Pusat Statistik, 2020). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun

2017, proyeksi penduduk menunjukkan bahwa terdapat sekitar 23,66 juta

jiwa lansia di Indonesia, yang mewakili sekitar 9,03% dari total populasi.

Diperkirakan bahwa jumlah lansia akan terus bertambah, mencapai 27,08 juta

pada tahun 2020, 40,95 juta pada tahun 2030, dan 48,19 juta pada tahun

2035. Di Indonesia, telah terjadi perubahan struktur penduduk menuju

populasi tua (ageing population) sejak tahun 2021. Persentase penduduk

lansia telah mencapai 10%, mengalami peningkatan setidaknya sebesar 3%

selama lebih dari satu dekade, yaitu dari tahun 2010-2021, dan mencapai

angka 10,82% pada tahun tersebut. Selain itu, umur harapan hidup juga

mengalami kenaikan dari 69,81 tahun pada tahun 2010 menjadi 71,57 tahun

pada tahun 2021, seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik pada

tahun 2018 (Badan Pusat Statistik, 2020).

Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai sebuah provinsi di Indonesia,

menonjol karena memiliki proporsi tinggi penduduk berusia 50 tahun ke atas,

mencapai 27,28% dari keseluruhan populasi. Provinsi-provinsi lain yang

mengikuti dengan proporsi lansia yang signifikan termasuk Jawa Timur

(26,95%), Sumatra Selatan (26,61%), Jawa Tengah (25,86%), Sulawesi Utara

(24,56%), Bali (23,69%), dan Sulawesi Selatan (21,81%) (BPS, 2020).

Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari lima kabupaten, yaitu Kulonprogo,

Sleman, Bantul, Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta. Data penduduk

Provinsi Yogyakarta, khususnya Kabupaten Sleman, pada rentang usia 45-70


3

tahun pada tahun 2020-2021 mencapai sekitar 318.985 ribu jiwa. Proyeksi

menunjukkan bahwa jumlah ini diperkirakan akan mengalami peningkatan

setiap tahun (Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sleman, 2022).

Di Indonesia, insiden kejadian jatuh pada lansia yang tinggal di

komunitas meningkat setiap tahun, dari 25% pada usia 70 tahun menjadi 35%

setelah mencapai usia 75 tahun. Sekitar 30% dari lansia yang berusia 65

tahun ke atas dan tinggal di rumah (komunitas) melaporkan mengalami

kejadian jatuh, dan sebagian dari mereka mengalami kejadian jatuh secara

berulang. Lansia yang tinggal di rumah mengalami kejadian jatuh sekitar

50%, dengan sekitar 10-25% dari mereka memerlukan perawatan di rumah

sakit (Noorratri et al., 2020)

Lansia sering mengalami penurunan fungsi fisiologis tubuh, terutama

pada aspek yang mengatur keseimbangan, seperti penurunan kekuatan otot,

perubahan postur, penurunan koordinasi, dan penumpukan lemak pada area

tertentu. Elemen-elemen yang mencakup keseimbangan termasuk sistem

informasi sensoris visual, yang memiliki peran krusial dalam sistem sensoris.

Sistem vestibular adalah komponen sensoris yang sangat penting untuk

menjaga keseimbangan. Rentang gerak sendi (Joint Range Of Motion)

membantu mempertahankan kemampuan sendi dalam pergerakan tubuh dan

mengoordinasikan gerakan, terutama pada aktivitas yang memerlukan

keseimbangan. Ketidakmampuan mengontrol keseimbangan dapat

meningkatkan risiko jatuh pada lansia. Keseimbangan memegang peran kunci

dalam aktivitas sehari-hari, seperti berdiri, duduk, berjalan, dan kegiatan

fungsional lainnya yang esensial bagi lansia. Faktor-faktor yang mengatur

keseimbangan pada lansia melibatkan sistem visual (penurunan kemampuan


4

membedakan jarak), sistem vestibular (penurunan pendengaran), dan

komponen sistem muskuloskeletal pada ekstremitas bawah (otot, sendi, dan

tulang). Proses penuaan mencakup tahapan lanjutan yang dicirikan oleh

penurunan kemampuan fisik dan fungsional tubuh (Munawwarah &

Rahmani, 2015).

Peningkatan rentan terhadap kejadian jatuh dapat menimbulkan

ancaman fisik yang serius. Risiko jatuh pada lansia merupakan peristiwa yang

memiliki konsekuensi buruk, seperti keterbatasan fisik, kesulitan

melaksanakan kegiatan sehari-hari, cedera seperti memar, lecet, terkilir,

gangguan pernafasan, patah tulang, dan risiko kematian. Kejadian jatuh pada

lansia dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti adanya syncopeldrop attack

atau jatuh secara mendadak, masalah sensorik seperti gangguan penglihatan

dan perabaan kaki, pengaruh obat terhadap kondisi kesehatan, lingkungan

yang berbahaya, gangguan mobilitas atau cara berjalan, ketidakseimbangan

dan kelemahan fisik, serta cedera dan nyeri pada sendi (Vivi et al., 2013).

Konsekuensi dari risiko jatuh mencakup salah satu pemicu fraktur

pada lansia, seperti fraktur pada pergelangan tangan, lengan atas, dan pelvis,

serta kerusakan pada jaringan lunak. Sementara itu, dampak psikologis dari

kejadian jatuh melibatkan pengalaman syok pasca jatuh dan ketakutan

terhadap kemungkinan jatuh kembali, penurunan rasa percaya diri,

pembatasan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, munculnya fobia

terhadap jatuh, dan dapat menyebabkan kondisi depresi serta perilaku

menarik diri (Syapitri, 2016).

PERMENKES NO.65 tahun 2015 tentang Standar pelayanan

Fisioterapi mengungkapkan , yang dimaksud dengan fisioterapi ialah tenaga


5

Kesehatan yang telah lulus dalam Pendidikan fisioterapi yang sesuai dengan

ketentuan pertauran perundang-undangan. Fasilitas pelayanan Kesehatan

merupakan suatu alat atau tempat untuk menyelenggarakan upaya pelayanan

Kesehatan baik promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative yang

dilakukan oleh pemerintah daerah atau Masyarakat. Menurut WHO (World

Health Organization), tujuan fisioterapi adalah mengevaluasi, merencanakan,

dan melaksanakan program rehabilitasi yang bertujuan untuk meningkatkan

atau memulihkan fungsi motorik manusia. Fisioterapi juga bertujuan untuk

memaksimalkan fungsi gerak, mengobati atau mencegah terjadinya cidera,

penyakit, gangguan keseimbangan, risiko jatuh, dan gangguan lainnya.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ar Rum (30:54)

‫ۖ ُهَّللا اَّلِذ ي َخ َلَقُك ْم ِم ْن َض ْع ٍف ُثَّم َجَعَل ِم ْن َبْع ِد َض ْع ٍف ُقَّو ًة ُثَّم َجَعَل ِم ْن َبْع ِد ُقَّوٍة َض ْع ًفا َو َشْيَبًةۚ َيْخ ُلُق َم ا َيَش اُء‬

‫َو ُهَو اْلَعِليُم اْلَقِد يُر‬

“Allah Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah,

kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi lebih

kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (Kembali)

dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang

Mengetahui lagi Maha Kuasa” (QS. Ar Rum 30:54)

Berdasarkan ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa seorang mukmin

yang memiliki kekuatan fisik dianggap lebih baik dan lebih mendapatkan

kasih sayang dari Allah daripada mukmin yang memiliki kekuatan fisik

lemah. Ketika seorang mukmin memiliki kekuatan fisik yang lebih baik, ia

dapat melaksanakan berbagai aktivitas dengan lebih efektif dan sempurna

dibandingkan dengan mukmin yang fisiknya lemah.


6

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di PCA Pajangan , Bantul,

Yogyakarta didapatkan informasi bahwa terdapat komnitas lansia yang

berumur mulai dari 45 tahun ke atas. Dengan keluhan adanya kelemahan otot,

nyeri saat berjalan, dan adanya kejadian jatuh. Peneliti menganggap perlunya

membahas tentang faktor-faktor penyebab resiko jatuh pada lansia.

Berdasarkan latar belakang dan hasil studi pendahuluan tersebut,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor

penyebab terjadinya resiko jatuh pada lansia. Maka peneliti mengambil

dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiko Jatuh Pada Lansia

Di PCA Pajangan” dengan alat ukur yaitu mengguankan More Fall Scale

(MFS).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada faktor faktor yang mempengaruhi resiko jatuh pada lansia di

PCA Pajangan?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi resiko jatuh

pada lansia

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan usia dengan resiko jatuh

b. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan resiko jatuh

c. Untuk mengetahui hubungan IMT dengan resiko jatuh

d. Untuk mengetahui riwayat penyakit dengan resiko jatuh

e. Untuk mengetahui gangguan keseimbangan dengan resiko jatuh

f. Untuk mengetahui riwayat jatuh dengan resiko jatuh.


7

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian diharapkan menjadi rujukan bagi peneliti berikutnya

terutama terkait dengan faktor faktor yang mempengaruhi resiko jatuh

pada lansia

2. Bagi Keilmuan Fisioterapi

a. Memberikan informasi dan pengetahuan tetang resiko jatuh yang

dialami oleh lansia sehingga dapat memberikan penanganan.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan serta informasi kepada masyarakat tentang

resiko jatuh dan dampak dari resiko jatuh.

E. Ruang Lingkup Penelitian


1. Lingkup Materi

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah tentang fisioterapi geriatri

yaitu, faktor faktor yang mempengaruhi resiko jatuh pada lansia

2. Lingkup Responden

Responden yang akan diteliti adalah lansia di PCA Pajangan

Yogyakarta yang berusia 45 tahun dan di atas 45 tahun baik Wanita

maupun pria.

3. Lingkup Waktu

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mulai dari

penyusunan proposal penelitian November sampai Januari.

4. Lingkup Tempat
8

Penelitian dilakukan di PCA Pajangan beralamatkan Kadireso,

Triwadadi, Pajangan, Bantul, Yogyakara karna sejauh pengamatan dan

observasi yang telah dilakukan peneliti, di PCA Pajangan banyak yang

mengalami resiko jatuh.


9

F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
NO Nama Penelitian Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Perbedaan Penelitian
(Tahun)
1 (Rudi & Setyanto, Analisis Faktor Yang Penelitian ini merupakan Berdasarkan hasil Pada penelitian yang
2019) Mempengaruhi Risiko penelitian kuantitatif dengan penelitian dapat akan dilakukan
Jatuh Pada Lansia rancangan cross sectional. disimpulkan bahwa menggunakan metode
Populasi dalam penelitian ini variabel yang analitik observasional.
adalah lansia yang ada di berhubungan dengan Tempat pengambilan
Kecamatan Tempunak Kabupaten risiko jatuh pada sampel juga berbeda.
Sintang. Pengambilan Sampel lansia adalah sistem
penelitian menggunakan total anggota gerak, sistem
sampling yaitu sebanyak 36 penglihatan dan
responden. lingkungan..

2 (Nugraheni et al., Faktor Faktor Yang Jenis penelitian ini adalah Pengetahuan perawat Pada penelitian yang
2017) Berhubungan Dengan penelitian deskriptif korelasi, jatuh kondisi akan dilakukan terdapat
Pencegahan Jatuh Pada Populasi dalam penelitian ini prasarana Ruang perbedaan tempat. Jenis
Pasien Risiko Jatuh Oleh adalah perawat yang bekerja di Nusa Indah, penelitian pada penelitian
Perawat Di Ruang Nusa ruangan yang memiliki data pelatihan, dan yang akan dilakukan
Indah Rsud Tugurejo pemasangan pasien jatuh yang pengawasan yaitu metode analitik
Semarang tidak stabil dan terdapat kejadian berhubungan dengan observasional.
pasien jatuh pada ruangan pencegahan jatuh
tersebut dalam 2 tahun terakhir. pasien risiko jatuh di
Teknik pengambilan sampel Ruang Nusa Indah
dengan caratotal sampling, yaitu: RSUD Tugurejo
pengambilan sampel dengan Semarang.
mengambil semua anggota Sedangkan kondisi
populasi menjadi sampel. sarana Ruang Nusa
Indah, sosialisasi,
tidak berhubungan
dengan pencegahan
10

jatuh pasien risiko


jatuh di Ruang Nusa
Indah RSUD
Tugurejo Semarang
dan sosialisasi tidak
berhubungan dengan
pencegahan jatuh
pasien risiko jatuh di
Ruang Nusa Indah
RSUD Tugurejo
Semarang.
3 (Astuti & Pemberdayaan Lansia Metode yang digunakan dalam latihan keseimbangan Terdapat perbedaan
Agustiningsih, Dalam Deteksi Risiko pengabdian ini dengan sosialisasi, secara teratur akan tempat dan juga jumlah
2023) Jatuh Dan Pendampingan pemeriksaan dan praktikum. meningkatkan sampel yang berbeda.
Latihan Keseimbangan Mitra pengabdian dengan sasaran keseimbangan dan Serta yang diteliti juga
sebanyak 30 lansia dari Panti mengurangi kejadian berbeda.
Wredha Rindang Asih II jatuh pada lansia.
Bongsari Kecamatan Semarang
Barat, Kota Semarang, Jawa
Tengah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Lansia

a. Definisi Lansia

Setiap makhluk ciptaan Allah SWT mengalami peningkatan usia

sebagai bagian dari perjalanan hidupnya. Seseorang dianggap usia lanjut

ketika mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada fase ini, terjadi penurunan

kemampuan baik secara fisik maupun psikologis (Khadiroh, 2018)

Seiring bertambahnya usia, setiap individu akan mengalami

transformasi dalam struktur dan fungsi tubuh, merupakan bagian dari proses

penuaan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup dan kondisi

kesehatan yang bervariasi. Kualitas hidup yang kurang baik dapat tercermin

dalam aspek-aspek seperti kesehatan fisik, kesehatan psikologis, interaksi

sosial, dan lingkungan sekitar. Lansia umumnya mengalami penurunan dalam

kesehatan fisik, sistem psikologis, dan aspek psikososial, yang dapat terkait

dengan aktivitas sehari-hari, penurunan fungsi kognitif, dan dampak lainnya.

Penurunan pada sistem psikologis dapat mempengaruhi hal-hal seperti daya

ingat yang menurun, peningkatan kewaspadaan, menurunnya gairah seksual,

dan perubahan pola tidur atau gangguan tidur (S. P. Handayani et al., 2020).

Masa lanjut usia merupakan tahap alami dalam kehidupan setiap

individu, di mana proses penuaan merupakan sesuatu yang tidak dapat

dihindari oleh siapa pun. Meski demikian, setiap orang memiliki kemampuan

untuk menunda atau memperlambat proses ini dengan mengadopsi perubahan


12

dalam gaya hidup mereka. Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah

melalui perubahan kebiasaan atau pola hidup yang kurang baik, dengan fokus

pada aspek-aspek seperti olahraga dan pola makan sehat. Aspek-aspek

tersebut menyangkut tiga dimensi penting, yaitu dimensi biologi, ekonomi,

dan sosial (Emi, 2020).

b. Proses Menua
Penuaan merupakan suatu kondisi yang dialami oleh manusia selama

perjalanan hidupnya. Proses penuaan dapat dijelaskan sebagai penurunan

secara bertahap kemampuan jaringan tubuh untuk mempertahankan struktur

dan fungsi normal. Proses ini mencakup pengurangan secara perlahan

susunan saraf, otot, dan jaringan lainnya (Studi et al., 2016).

Fase lanjut usia yang mencakup tahap di mana fungsi tubuh mengalami

penurunan, dan penuaan dapat dijelaskan sebagai perubahan akumulasi pada

tubuh, jaringan, dan sel, yang menyebabkan berkurangnya kapasitas

fungsional. Penuaan ini terkait dengan transformasi pada kulit, keterbatasan

kemampuan regeneratif, dan peningkatan kerentanan terhadap berbagai

penyakit. Setiap individu akan mengalami proses penuaan, yang dipengaruhi

oleh faktor-faktor sosial, ekonomi, dan kesehatan. Seiring bertambahnya usia,

tubuh akan mengalami kelemahan alami atau akibat dari penyakit yang

mungkin diderita. Secara umum, terjadi gangguan keseimbangan tubuh

karena menurunnya kekuatan otot, kontraksi otot, elastisitas, dan penurunan

otot. Selain itu, kecepatan dan waktu reaksi juga menurun. Penurunan fungsi

dan kekuatan otot ini dapat mengakibatkan penurunan keseimbangan tubuh


13

pada lansia yang pada pasangannya meningkatkan risiko jatuh (Asmunandar

et al., 2021).

c. Batasan Usia

Penuaan umumnya ditandai dengan peningkatan usia setiap individu, dan

terdapat berbagai pandangan mengenai definisi batasan usia lanjut.

1) Menurut world health organitation Lansia adalah mereka yang telah

mencapai usia tua:

a) Umur 45-59 ini di katakan pertengahan.

b) Umur 60-70 lanjut usia.

c) Umur 75-70 lanjut usia yang sudah tua.

d) Umur 90 ke atas sudah sangat tua.

d. Perubahan Fisiologis

Perubahan yang timbul secara alami seiring bertambahnya usia dipicu oleh

proses penuaan degeneratif. Dampaknya meliputi perubahan tidak hanya

pada aspek fisik, tetapi juga pada aspek kognitif, emosional, sosial, dan

seksual pada setiap individu (Hidayatus, 2018). Dalam fase penuaan, terjadi

beberapa perubahan fisiologis pada lansia.

1) Berubahnya fisik dan fungsi

Perubahan pada tubuh dan fungsi tubuh dapat menyebabkan

penurunan kinerja dan sistem, termasuk penurunan fungsi-fungsi seperti

berikut.
14

a) Sistem Intelegumen

Umumnya pada usia lanjut, kulit mengalami atrofi, kekenduran,

kehilangan elastisitas, kekeringan, dan kerutan. Kondisi ini disertai

dengan berkurangnya cairan pada kulit, menjadikannya tipis dan

muncul bercak. Kekeringan kulit disebabkan oleh atrofi pada keadaan

kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, yang dapat menghasilkan

bintik-bintik pigmen coklat yang dikenal sebagai liver spot.

b) Sistem Musculoskeletal

Pada lansia, terjadi perubahan pada sistem muskuloskeletal yang

umumnya terfokus pada jaringan penghubung seperti kolagen dan

elastin, kartilago, tulang, otot, dan sendi. Penurunan fungsi umum di

setiap jaringan menjadi, seperti pada kolagen yang berperan sebagai

penopang utama kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat

alami. Terjadi perubahan bentangan yang tidak teratur, serta

penurunan kemampuan regenerasi pada kartilago sebagai contoh dari

perubahan tersebut.

Perubahan menuju progresif cenderung terjadi, sehingga kartilago

pada persendian menjadi rentan terhadap kecacatan. Dalam konteks

penuaan fisiologis, jaringan tulang dapat mengalami osteoporosis,

yang menyebabkan nyeri, deformitas, dan fraktur. Terdapat perubahan

struktural pada otot selama proses penuaan, seperti penurunan jumlah


15

dan ukuran serat otot, serta peningkatan jaringan penghubung dan

jaringan lemak yang memberikan dampak negatif. Selain itu, jaringan

ikat di sekitar sendi, seperti tendon, ligamen, dan fasia, mengalami

penurunan elastisitas.

c) Sistem Indera

Gangguan pendengaran ialah hilangnya kemampuan

pendengaran pada dalam telinga bagian dalam, terutama pada bunyi

suara nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti

kata-kata, 50% telah terjadi pada usia diatas 60 tahun.

d) Pada lansia terjadi perubahan struktur anatomi saraf dan atrofi serabut

saraf yang progresif sehingga menyebabkan penurunan koordinasi

dan aktivitas sehari-hari.

e) Perubahan sistem reproduksi pada lansia ditandai dengan

menyusutnya ovarium dan uterus, atrofi payudara, pada pria testis

masih dapat memproduksi sperma walaupun penurunannya terjadi

secara bertahap.

2) Perubahan Kognitif

a) Memory (daya ingat)

b) IQ (intelligent quetiens)

c) Kemampuan belajar (learning)

d) Kemampuan pemahaman (Comprehension)

e) Pemecahan masalah (problem solving)

f) Pengambilan keputusan (decision making)

g) Kinerja (performance)
16

h) Motivasi

3) Berubahnya Mental

Ketika seseorang menjadi tua, terjadi perubahan pada pola pikirnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:

a) Kesehatan umum

b) Lingkungan

c) Ganggungan syaraf panca indera dan kebutaan

4) Berubahnya tingkat sosial

Para lansia seringkali berdiam diri dirumah karena berkurangnya

stasus sosial dan faktor fisik yang menghalangi mereka untuk melakukan

banyak aktivitas (Khadhiroh, 2018).

2. Resiko jatuh

a. Definisi Resiko Jatuh

Jatuh adalah suatu peristiwa yang dilaporkan oleh korban atau saksi yang

mengakibatkan seseorang tiba-tiba terbaring, duduk di lantai atau lebih

rendah tanpa kehilangan kesadaran atau cedera, salah satu istilah jatuh adalah

raksasa geriatri, sering terjadi pada orang lanjut usia. karena orang tua

gangguan sensorik, gangguan kognitif dan mental. Sistem saraf pusat

menyebabkan hilangnya keseimbangan, kekuatan otot dan koordinasi tubuh,

kondisi rumah yang tidak aman (peralatan rumah tangga sudah tua atau

rapuh, lantai licin dan tidak rata) Jatuh merupakan salah satu penyebab utama

kematian dan cedera pada lansia, 20-30% dari rakyat . jatuh dan keterbatasan
17

aktivitas hidup sehari-hari (ADL) pada lansia mempunyai angka kecacatan

yang tinggi, penurunan kualitas hidup dan kematian (Ranti et al., 2021).

Kejadian jatuh pada lansia disebabkan oleh gangguan keseimbangan yang

dibebankan karena ketidak mampuan sistem kontrol postur secara cepat dan

efesien, hubungan antara penurunan kekuatan otot dengan peningkatan resiko

jatuh maka melibatkan beberapa faktor lainnya yang seperti sistem visual,

vestibular, somatosensorik, dan musculoskeletal (Munawaroh et al., 2022).

Paparan bahaya jatuh merupakan salah satu penyebab terjadinya patah

tulang pada lansia, seperti patah tulang pergelangan tangan, humerus,

pinggul, serta cedera jaringan lunak. Sedangkan dampak psikologisnya antara

lain syok pasca jatuh dan ketakutan akan terjatuh lagi, hilangnya rasa percaya

diri, keterbatasan dalam beraktivitas sehari-hari, fobia terjatuh serta

menyebabkan depresi dan penarikan diri (Syapitri, 2016).

b. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Resiko Jatuh

Menurut Nurkuncoro (2015) dalam (Munawaroh et al., 2022) Faktor

resiko jatuh pada lansia yaitu :

1) Faktor Instiristik

Faktor ini menentukan seseorang bisa terjatuh pada waktu tertentu

dan orang lain dalam kondisi yang sama tidak bisa. Faktor internal antara

lain gangguan muskuloskeletal yang menyebabkan gangguan gaya

berjalan, kelemahan anggota tubuh, kekakuan sendi, pingsan atau tiba-

tiba kehilangan kesadaran karena kurangnya suplai darah ke otak, disertai

gejala lemas, pandangan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing.

a) Usia
18

Seiring bertambahnya usia, mereka mengalami proses degenerasi

dan kemampuannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari menurun

sehingga mengurangi fleksibilitasnya dan menyebabkan risiko

terjatuh yang tinggi (Sya`diah, 2018).

b) Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, perempuan mempunyai risiko lebih

besar dibandingkan laki-laki karena defisiensi estrogen pada

perempuan mengganggu osteoklastogenesis dan resorpsi tulang, serta

perubahan postur tubuh yang berkontribusi terhadap risiko jatuh.

c) Riwayat Penyakit

Penyakit yang diderita lansia sebelumnya dapat mempengaruhi

fungsi tubuh lansia. Diabetes pada lansia menyebabkan penurunan

penglihatan sehingga tidak mampu mengamati benda dan lingkungan

sekitar.

d) Gangguan Keseimbangan

Keseimbangan pada lansia mengacu pada sikap menjaga posisi

tetap diam atau bergerak. Keseimbangan statis atau dinamis dalam

kehidupan sehari-hari saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan,

tubuh senantiasa melakukan penyesuaian posisi yang tidak dapat

ditentukan oleh perasaan (Ranti et al., 2021)

e) Riwayat Jatuh

Jatuh pada lansia menimbulkan rasa takut terjatuh yang

berlebihan pada lansia, hal ini berkaitan dengan trauma psikologis

pasca jatuh yang disebut juga dengan (post fall syndrome) yang
19

menyebabkan rasa takut berlebihan untuk berjalan pada lansia. kaki

dan membatasi aktivitas fisik serta menyebabkan kelemahan otot dan

masalah keseimbangan

f) Koordinasi

Perubahan komponen biomekanik, termasuk kelesuan

mioelektrik, waktu reaksi, proprioception, pergerakan sendi, kekuatan

otot, dan koordinasi, mempengaruhi risiko jatuh. Terdapat perubahan

posisi tubuh, gaya berjalan, sistem sensorik dan mobilitas fungsional.

Perubahan ini menyebabkan gerakan melambat, koordinasi gerakan

menurun sehingga mudah terjatuh (Rohima et al., 2020).

g) Kekuatan Otot

Kekuatan otot menurun seiring bertambahnya usia, terutama pada

lansia yang memiliki kekuatan otot sedang sama-sama memiliki

risiko terjatuh yang tinggi, semakin baik kekuatan otot seseorang

lanjut usia maka risiko terjatuh pun semakin rendah. Hal ini

disebabkan karena gerakan berpola normal merupakan hasil

perencanaan gerakan yang dilakukan berupa pengaktifan otot dengan

kekuatan dan kecepatan yang sesuai dengan kemampuan otot dalam

melakukan respon vertikal dan stabil, suatu bentuk kerja otot yang

ditujukan untuk pemeliharaan. menyeimbangkan keadaan statis dan

dinamis agar tidak terjadi jatuh (Intan et al., 2017).

h) Gaya Berjalan

Jalan kaki sering terjadi pada lansia, suatu proses yang

menyebabkan penurunan kekuatan otot, masalah keseimbangan dan


20

berkurangnya fleksibilitas sendi. Berjalan ke depan, jongkok dan

menggunakan tongkat dapat meningkatkan risiko terjatuh (Lilyanti et

al., 2022).

i) Gangguan Urinaria

Gangguan ini dapat menyebabkan seseorang lebih sering keluar

masuk kamar mandi sehingga meningkatkan risiko terjatuh (Lilyanti

et al., 2022).

j) Pengobatan

Banyak lansia yang belum memahami penggunaan berbagai obat

peningkat jatuh, obat tekanan darah, dan obat psikiatri, karena efek

samping dari obat tersebut adalah hipotensi yang dapat menyebabkan

lebih banyak jatuh (Dessy et al., 2017).

k) Indeks Masa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI) adalah

suatu alat ukur yang dipakai untuk menentukan kategori status gizi

seseorang. Tinggi dan berat badan seseorang sebanding dengan tubuh

orang tersebut, keadaan demikian berkaitan dengan keseimbangan,

dimana benda yang bermassa lebih besar mempunyai keseimbangan

lebih besar dibandingkan benda yang berukuran sama lebih ringan.

Benda yang lebih berat akan lebih mampu menahan pengaruh gaya

eksternal yang lebih ringan. Karena tinggi badannya yang pendek dan

bobotnya yang ringan, pusat gravitasi seseorang berbeda-beda

sehingga mempengaruhi keseimbangan.


21

Adapun cara pengukuran indeks massa tubuh (IMT) adalah

dengan mengukur nilai berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (
2
m ). Klasifikasi IMT menurut Permenkes nomor 41 tahun 2014 yang

dikutip dari (Sari et al., 2022) adalah sebagai berikut :

a. Severe thinnes : <17 kg/m2

b. Thin : 17 kg/m2- 18,5 kg/m2

c. Normal : >18,5 kg/m2- 25,0 kg/m2

d. Overweight : >25,0 kg/m2 – 27,0 kg/m2

e. Obesitas : >27,0 kg/m2

2) Faktor Ekstrinsik

Faktor-faktor tersebut merupakan faktor luar (lingkungan sekitar),

antara lain:

a) Kondisi Lingkungan

Cahaya sekitar kurang terang, lantai licin, sepatu tidak sesuai,

naik turun tangga, tersandung benda; berada di bawah, tempat tidur

atau toilet yang rendah atau jongkok, obat-obatan untuk lansia dan

alat bantu berjalan.

b) Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik yang berlebihan pada lansia, terutama bila

dilakukan di lingkungan yang tidak ideal, dapat menyebabkan

kelelahan dan meningkatkan risiko jatuh bagi mereka (Dessy et al.,

2017).

c) Alat Bantu
22

lansia yang mengalami gangguan berjalan biasanya membutuhkan

alat bantu seperti kruk, tongkat, dan alat bantu jalan. Apabila

pemilihan alat bantu berjalan pada lansia tidak memenuhi

kebutuhannya maka akan meningkatkan risiko terjatuh (Sya`diah,

2018).

c. Komponen Komponen Pengontrol Jatuh

Sistem informasi sensorik meliputi :

1) Sistem visual

Informasi visual dikirim ke retina melalui dua tempat berbeda dan

tujuan berbeda, yaitu sistem folikular untuk mendeteksi objek dan sistem

perifer untuk mengontrol pergerakan. Penglihatan juga merupakan

sumber informasi utama tentang lingkungan dan tempat, serta berperan

penting dalam mengenali dan menyesuaikan jarak pergerakan sesuai

dengan lingkungan tempat kita berada. Penglihatan terjadi ketika mata

menerima cahaya yang datang dari suatu benda pada jarak pandangnya.

Dengan bantuan informasi visual ini, tubuh beradaptasi atau bereaksi

terhadap perubahan area lingkungan aktivitas, sehingga menjamin kerja

otot yang sinergis dalam menjaga keseimbangan tubuh (S. Handayani,

2021).

2) Sistem Vestibular

Sistem Vestibular bertujuan untuk menjaga stabilitas tubuh

dengan memonitor posisi tubuh terhadap gaya gravitasi dan posisi mata

terhadap lingkungan sekitar. Sistem terdiri dari kanalis semisirkularis,

utrikula, dan sakula pada labirin dan koklear pada telinga dalam saraf
23

vestibular (kranial VII) dengan badan sel neuronnya berlokasi di ganglion

vestibular kordaspinalis, mata dan keempat nuclei vestibular , bagian

lateral, medial, superior, dan inferior mendulla. Sejumlah sinyal saraf

vestibular berasal langsung dari telinga dalam dan menuju ke serebellum,

thalamus, serta korteks serebral. Tractus spinal yang berhubungan dengan

sistem vestibular adalah tractus vestibulo-okular asendens ke mata, dan

trakitus vestibulospinal medial dan lateral motoric desendens. Traktus

vestibulospinal desenden mengakhiri jalurnya pada otot-otot postural

ekstremitas atas dan bawah, batang tubuh, serta tulang belakang servikal.

Informasi yang berasal dari kanalis semisirkularis mengindikasikan

pergerakan kepala, yang kemudian dikirimkan ke otot untuk memberikan

respons dalam mempertahankan tubuh dalam posisi stabil sesuai dengan

gaya gravitasi, terutama selama postur statis. Selain itu, utrikula dan

sakula menyampaikan informasi ke otot untuk membantu tubuh dalam

menentukan posisi. Fungsi ini memainkan peran penting dalam menjaga

kesejajaran postur tubuh yang normal.

Input sensori ke sistem vestibular juga diperoleh dari

proprioseptor di sendi dan otot, serta reseptor tekanan dan reseptor taktil

di kulit. Gangguan pada sistem vestibular dapat menimbulkan berbagai

gejala, termasuk kehilangan keseimbangan, kecemasan, kelelahan, pusing

(sensasi berputar), dan kesulitan berkonsentrasi, yang semuanya dapat

meningkatkan risiko kejadian jatuh (Lescher, 2017).

3) Somatosensoris
24

Sistem somatosensoris terdiri dari dua komponen utama, yaitu

taktil dan proprioseptif, serta persepsi-kognitif. Informasi proprioseptif,

yang melibatkan persepsi posisi dan gerakan tubuh, dikirimkan ke otak

melalui kolom dorsalis dari medula spinalis. Sebagian besar input

proprioseptif menuju cerebellum, tetapi ada juga sebagian yang menuju

korteks cerebri melalui lemniscus medialis dan thalamus (S. Handayani,

2021).

4) Respon otot-otot postural yang sinergis (postural muscles response

synergys)

Respon otot-otot postural yang sinergis mengacu pada koordinasi

waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk

mempertahankan keseimbangan dan mengontrol postur. Beberapa

kelompok otot di ekstremitas atas dan bawah memiliki peran penting

dalam mempertahankan postur saat berdiri tegak dan mengatur

keseimbangan tubuh selama melakukan berbagai gerakan. Keseimbangan

tubuh melibatkan respons otot-otot postural yang bekerja secara sinergis

sebagai reaksi terhadap perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan

penyesuaian alignment tubuh (S. Handayani, 2021).

5) Kekuatan otot (muscle strength)

Kekuatan otot dapat dijelaskan sebagai kemampuan otot untuk

menahan beban, baik itu beban eksternal maupun beban internal.

Hubungan erat antara kekuatan otot dan sistem neuromuscular terletak

pada sejauh mana sistem saraf mampu mengaktifasi otot untuk


25

melakukan kontraksi. Semakin banyak serat otot yang diaktifasi, semakin

besar kekuatan yang dihasilkan oleh otot tersebut (S. Handayani, 2021)

6) Adaptive system

Kemampuan adaptasi melibatkan modifikasi input sensoris yang

berasal dari keluaran motorik (output) saat terjadi perubahan tempat yang

sesuai dengan karakteristik lingkungan (Sya`diah, 2018).

7) Lingkup gerak sendi (joint range of motion)

Kemampuan sendi untuk mendukung gerakan tubuh dan

mengarahkan gerakan utama sangat diperlukan dalam situasi gerakan

yang memerlukan keseimbangan tinggi (Sya`diah, 2018).

d. Alat Ukur Resiko Jatuh

a) Morse fall scale (MFS)

Dijelaskan pada jurnal Morse et al. (1986) dalam (Baek et al., 2014)

Morse Fall Scale (MFS) adalah suatu metode cepat dan sederhana untuk

mengevaluasi risiko jatuh pada pasien, terutama pada kelompok usia 60-

74 tahun. MFS memiliki variabel, yaitu :


26

Tabel 2. 1
Morse Fall Scale (MFS)
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET
1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh Tidak 0
dalam 3 bulan terakhir? Ya 25

2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki Tidak 0


lebih dari satu penyakit? Ya 15

3. Alat Bantu jalan:


0
- Bed rest/ dibantu perawat
- Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia Tidak 0
terpasang infus? Ya 20

5. Gaya berjalan/ cara berpindah:


0
- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat
bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20

6. Status Mental
0
- Lansia menyadari kondisi dirinya
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total Nilai

b) Interprestasi Hasil Morse Fall Scale (MFS)

Interprestasi dari Morse Fall Scale (MFS) dikategorikan

menjadi :

Tabel 2. 2
Interprestasi Morse Fall Scale (MFS)
Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan

Tidak berisiko 0 - 24 Perawatan dasar


27

Risiko rendah 25 - 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi

Lansia dengan tingkat risiko 0-24 pada Morse Fall Scale (MFS)

dianggap tidak beresiko dan memerlukan tindakan dasar. Untuk tingkat

risiko rendah dengan nilai MFS 25-50, diperlukan tindakan intervensi

pencegahan jatuh standar. Sementara itu, pada tingkat risiko tinggi

dengan nilai MFS ≥ 51, diperlukan tindakan intervensi pencegahan jatuh

resiko tinggi. Skala Morse Fall Scale (MFS) dikenal sebagai skala data

ordinal. Morse Fall Scale (MFS) dikembangkan dengan fokus pada

penciptaan lingkungan yang aman, melibatkan orientasi pasien terhadap

lingkungan sekitar, dan memberikan instruksi yang jelas mengenai

penggunaan alat bantu jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

efektifitas penilaian resiko jatuh pada lansia.

Berdasarkan penelitian (Syarifah, 2019) Dan (Alana, 2019),

Tentang resiko jatuh pada lansia menggunakan alat ukur Morse Fall Scale

(MFS) mendapatkan hasil bahwa alat ukur Morse Fall Scale (MFS)

efektif untuk mengukur tingkat resiko jatuh pada lansia.

c) Uji Reabilitas Dan Validitas Alat Ukur

Morse Fall Scale (MFS) merupakan salah satu alat yang

digunakan untuk mengukur tingkat risiko jatuh pada lansia. Pengukuran

risiko jatuh pada lansia dilakukan melalui wawancara dan observasi.

Morse Fall Scale memiliki 6 item yang digunakan untuk menilai tingkat

risiko jatuh, termasuk riwayat jatuh, diagnosis sekunder, penggunaan alat


28

bantu jalan, terapi intravena, gaya berjalan atau berpindah, serta status

mental. Morse Fall Scale (MFS) adalah suatu metode penelitian yang

digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. Alat ini

dapat diterapkan untuk mencegah kejadian jatuh baik dalam konteks

perawatan akut maupun kronis. Saat pertama kali diperkenalkan, Morse

Fall Scale (MFS) memiliki skor tinggi dalam validitas dan reabilitas

klinis, skor reabilitas 0,96, sensitivitas 0,78 dan spesifisitas 0,83.


29

B. Kerangka konsep

Faktor internal
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) IMT
d) Riwayat Penyakit
e) Ganggguan
keseimbangan
f) Riwayat Jatuh

Resiko Jatuh

Faktor eksternal

a) Kondisi lingkungan
b) Aktivitas fisik Lansia
c) Alat bantu

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Skema 2.1 Kerangka Konsep
30

C. Hipotesis
1. Adanya hubungan antar faktor : usia, jenis kelamin, IMT, Riwayat

penyakit, ganggguan keseimbangan, dan riwayat jatuh.


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan jenis analitik obeservasional.

Observasional analitik atau survei analitik adalah survei atau penelitian yang

menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan ini terjadi.. Kemudian

melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor risiko

dengan faktor efek, dalam hal ini kejadian yang dianalisis yaitu kejadian resiko

jatuh pada lansia di PCA Pajangan.

A. Variabel Penelitiaan

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang bila dalam suatu saat berubah

Bersama dengan variabel lain (Sugiyono, 2013). Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, IMT, Riwayat penyakit, ganggguan

keseimbangan, dan riwayat jatuh.

2. Variabel terikat

Variable terikat merupakan variabel yang berubah karena variabel

bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Resiko Jatuh pada

lansia di PCA Pajangan.


32

B. Definisi Oprasional Penelitian


Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1 Resiko Jatuh Jatuh adalah suatu Morse Fall Tidak berisiko Oridinal
peristiwa yang Scale dengan nilai
dilaporkan oleh MFS 0-24
korban atau saksi (diberikan
yang tindakan
mengakibatkan perawatan
seseorang tiba-tiba dasar), Resiko
terbaring, duduk rendah dengan
di lantai atau lebih MFS 25-50
rendah tanpa (dengan
kehilangan pelaksanaan
kesadaran atau intervensi
cedera, salah satu pencegahan
istilah jatuh adalah jatuh standar),
raksasa geriatri, Risiko tinggi
sering terjadi pada dengan nilai ≥
orang lanjut usia. 51 (dengan
karena orang tua pelaksanaan
gangguan intervensi
sensorik, pencegahan
gangguan kognitif jatuh tinggi
dan mental.

2. Usia Seseorang Kuisoner a) Umur 45-59 Oridinal


dianggap usia ini di
lanjut ketika katakan
mencapai usia 60 pertengahan.
tahun ke atas. b) Umur 60-70
lanjut usia.
c) Umur 75-70
lanjut usia
yang sudah
tua.
d) Umur 90 ke
atas sudah
sangat tua.

3 Jenis kelamin Berdasarkan jenis Kuisoner a) Laki Laki Oridinal


kelamin, b) Perempuan
perempuan
mempunyai risiko
lebih besar
dibandingkan laki-
33

laki karena
defisiensi estrogen
pada perempuan
mengganggu
osteoklastogenesis
dan resorpsi
tulang, serta
perubahan postur
tubuh yang
berkontribusi
terhadap risiko
jatuh
4 IMT Indeks massa Timbangan a. Severe Oridinal
tubuh (IMT) atau dan alat thinnes : <17
body mass index ukur tinggi kg/m2
(BMI) adalah badan b. Thin : 17 kg/
suatu alat ukur 2
m - 18,5 kg/
yang dipakai m
2

untuk menentukan c. Normal :


kategori status gizi >18,5 kg/m -2

seseorang. 25,0 kg/m2


d. Overweight :
>25,0 kg/m2
– 27,0
kg/m2
e. Obesitas :
>27,0 kg/m2

5 Riwayat Penyakit yang Kuisoner Ada atau Oridinal


penyakit diderita lansia Tidak ada
sebelumnya dapat
mempengaruhi
fungsi tubuh
lansia. Diabetes
pada lansia
menyebabkan
penurunan
penglihatan
sehingga tidak
mampu
mengamati benda
dan lingkungan
sekitar.
6 Gangguan Keseimbangan Kuisioner Ada atau tidak Oridinal
keseimbangan pada lansia ada
mengacu pada
sikap menjaga
posisi tetap diam
atau bergerak.
34

7 Riwayat jatuh Jatuh pada lansia Kuisioner Ada atau tidak


menimbulkan rasa ada
takut terjatuh yang
berlebihan pada
lansia, hal ini
berkaitan dengan
trauma psikologis
pasca jatuh yang
disebut juga
dengan (post fall
syndrome) yang
menyebabkan rasa
takut berlebihan
untuk berjalan
pada lansia.
35

C. Populasi Dan Sampel


1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan pada subyek sasaran dalam

penelitian, dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang sudah

ditetapkan untuk ditarik kesimpulan oleh peneliti. Jumlah populasi

pada penelitian ini anggota PCA Pajangan, anggota lansia ada sekitar

120.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakterlistik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik

total sampling. yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan populasi. Dengan itu ditemukannya jumlah

total 120 sampel. Penentuan kriteria sampel dalam penelitian ini

juga harus memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

a. Kriteria Insklusi

1) Usia ≥45 tahun

2) bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed

consent

3) memiliki resiko jatuh dengan nilai MFS ≥ 25

b. Kriteria Eksklusi

1) memiliki gangguan stroke, Parkinson, asma, penyakit jantung

2) menolak menjadi responden

c. Kriteria Drop out

1) Mengundurkan diri
36

D. Etika Penelitian
1. Informed Consent

Informed consent diberikan sebelum melakukan penelitian.

Informed consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Peneliti sebelumnya menjelaskan terlebih dahulu kepada

responden mengenai maksud dan tujuan dari penelitian yang ingin

dilakukan. Kemudian responden diberikan lembar persetujuan untuk

ditandatangani.

2. Anonimity

Peneliti memberikan jaminan kepada responden dengan cara

tidak memberikan atau mencantumkan nama responden, hanya

mencantumkan inisial responden dan hanya menulis kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan.

3. Confidentiality

Penelitian ini memberikan jaminan kerahasian hak peneliti, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang bisa

dilaporkan pada hasil penelitian.

1. Justice

Adanya keseimbangan dan keadilan bagi seluruh responden

untuk mendapatkan manfaat penelitian, manfaat yang didapatkan

berupa pengaruh senam lansia terhadap resiko jatuh pada lansia.

2. Beneficience

Keharusan untuk mengusahakan manfaat sebesar-besarnya dan

memperkecil kerugian atau resiko bagi responden dan

memperkecil kesalahan dalam penelitian


37

3. Reward

Diberikan kepada seluruh responden penelitian sebagai ucapan

terimakasih telah bersedia menjadi responden dalam membantu

peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

4. Ethikal Clearance

Ethical clearance (EC) atau kelayakan etika merupakan

keterangan tertulis yang diberikan oleh komisi etik penelitian

untuk riset yang melibatkan mahluk hidup yang menyatakan

bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi

persyaratan tertentu.

E. Alat Dan Metode Pengumpulan Data


1. Alat Pengumpulan Data

Instrument penelitian ini adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data. Instrument yang digunakan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah :

a. Formulir informed consent

b. Pulpen

c. Morse fall scale (MFS)

d. Lembar Quesioner

2. Metode Pengumpulan Data

Resiko jatuh pada lansia yang dilakukan pada penelitian ini

dengan menggunakan morse fall scale (MFS). Pengumpulan data

untuk melihat faktor faktor resiko jatuh terhadap lansia yang dilihat

dari data questioner sampel. sebelum morse fall scale (MFS)

diberikan peneliti menjelaskan terlebih dahulu tentang cara pengisian

kepada responden, meminta persetujuan informed consent,


38

menentukan sampel sesuai dengan kriteria insklusi.

F. Metode Pengolohan Dan Analisis Data


1) Metode Pengolahan Data

Pada tahap pengolahan data ada lima kegiatan yang dilakukan yaitu :

a) Clearing

Data dibersihkan terlebih dahulu dengan cara meneliti data

yang ada supaya tidak terdapat data yang tidak diperlukan.

b) Editing

Editing merupakan upaya memeriksa Kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul

c) Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode (angka terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori) biasanya dalam

pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu

buku (code book) untuk memudahkan Kembali melihat lokasi

dan arti suatu variabel data entry (processing). Data entry

merupakan kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan

kedalam master tabel atau data base komputer.

1) Usia

a) Umur 45-59 ini di katakan pertengahan : 1

b) Umur 60-70 lanjut usia : 2

c) Umur 75-70 lanjut usia yang sudah tua : 3

d) Umur 90 ke atas sudah sangat tua : 4

2) Jenis kelamin
39

a) Laki-laki : 1

b) Perempuan : 2

3) IMT

a) Severe thinnes : <17 kg/m2 : 1

b) Thin : 17 kg/m2- 18,5 kg/m2 : 2

c) Normal : >18,5 kg/m2- 25,0 kg/m2 : 3

d) Overweight : >25,0 kg/m2– 27,0 kg/m2: 4

e) Obesitas : >27,0 kg/m2: 5

4) Riwayat penyakit

a) Ada : 1

b) Tidak ada : 2

5) Gangguan keseimbangan

a) Ada : 1

b) Tidak ada : 2

6) Riwayat jatuh

a) Ada : 1

b) Tidak ada : 2

d) Entry

Memasukan data yang telah dikoding kedalam program komputer,

program yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS.

e) Tabulating

Tabulating (tabulasi data) merupakan proses mengklasifikasikan

data menurut kriteria tertentu sehingga diperoleh frekuensi dari


40

masing-masing item yang diobservasi. Tabulasi ini bertujuan

untuk mempermudah dalam proses uji hipotesis.

2) Analisis Data

a) Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisa yang dilakukan untuk

menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakterlistik setiap variabel

penelitian dan disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Variabel

independen seperti faktor usia, jenis kelamin, IMT, riwayat penyakit,

gangguan keseimbangan dan riwayat jatuh. dipersentasikan dalam bentuk


(Sugiono, 2018)
tabel distribusi frekuensi dan persen .

b) Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel yang diduga terdapat

hubungan atau berkolerasi. Uji ini bertujuan untuk menguji hubungan

antara variabel bebas dan variabel terikat memiliki hasil yang signifikan

atau tidak signifikan. Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman. Uji Rank Spearman

dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan variabel

independen dan variabel dependen.

Pada uji Rank Spearman arah korelasi dilihat pada angka koefisien

korelasi sebagaimana tingkat kekuatan korelasi. Besarnya nilai korelasi

terletak antara +1 sampai dengan -1. Jika koefisien korelasi bernilai

positif, maka hubungan kedua variabel dikatakan searah. Maksut dari

hubungan variabel yang searah yaitu jika variabel X meningkat maka

variabel Y juga akan meningkat. Sebaliknya, jika koefisien korelasi


41

bernilai negatif maka hubungan kedua variabel tersebut tidak searah.

Maksud dari tidak serah jika variabel X meningkat maka variabel Y akan

menurun. Dasar pengambilan keputusan apabila p > 0,05 maka Ho

diterima dan Ha ditolak tetapi apabila p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha
(Sugiono, 2018)
diterima. .

Adapun tingkat kekuatan korelasi rank spearman :

Nilai koefisien korelasi 0,00-0,25 = Hubungan sangat lemah

Nilai koefisien korelasi 0,26-0,50 = Hubungan cukup

Nilai koefisien korelasi 0,51-0,75 = Hubungan kuat

Nilai koefisien korelasi 0,76-0,99 = Hubungan sangat kuat.

3) Rencana Jalannya Penelitian

1) Tahap persiapan

a) Mengajukan judul skripsi ke pembimbing di bulan Oktober 2023.

b) Judul di ACC oleh pembimbing pada bulan Oktober 2022.

c) Mengurus surat Studi Pendahuluan dari Universitas ‘Aisyiyah

Yogyakarta untuk Lansia di PCA Pajangan Yogyakarta.

d) Menyerahkan surat Studi Pendahuluan ke pihak PCA Pajangan

Yogyakarta pada bulan November.

e) Melakukan studi pendahuluan di PCA Pajangan Yogyakarta

November

f) Menyusun proposal penelitian skripsi BAB I, BAB II, dan BAB III

yang dilakukan dari bulan Oktober 2023 sampai Desember 2023

dengan melakukan bimbingan dengan pembimbing

g) Proposal penelitian disetujui pada bulan Desember 2023


42

h) Ujian proposal pada bulan Januari 2023 dan setelah itu revisi proposal

dengan melakukan bimbingan dengan 2 penguji.

i) Pengesahan proposal skripsi pada bulan Januari 2023.

2) Tahap pelaksanaan

a) Mendaftar untuk melakukan etihcal cleareance di LPPM Universitas

‘Aisyiyah Yogyakarta dilakukan pada bulan Januari.

b) Mengurus surat izin penelitian pada bulan Januari.

c) Membagikan lembar data identitas dan menjelaskan maksud dan

tujuan dilakukan penelitian kepada responden dilakukan pada bulan

November.

d) Penelti membagikan lembar informed consent dan lembar data pada

responden pada bulan November.

e) Menjelaskan cara mengisi lembar data identitas.

f) Menunggu pengisian data oleh responden selama 15 menit.

g) Peneliti mengambil lembar data yang telah terkumpul dan kemudian

diperiksa kelengkapannya, meliputi lembar persetujuan menjadi

responden, identitas, dan point-point pada lembar identitas.

h) Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu peneliti menjelaskan

prosedur, tujuan dan manfaat penelitian kepada responden.

i) Setelah lembar persetujuan ditandatangani kemudian peneliti

melakukan pendataan dengan angket serta dilakukannya test alat ukur

dengan MFS.

j) Peneliti kemudian melakukan penelitian kepada responden yang

sebelumnya telah diberikan penjelasan cara melakukan latihan.


43

k) Peneliti melakukan test ulang untuk mengtahui ada atau tidaknya

perubahan setelah dilakukannya latihan

l) Mengumpulkan hasil data

3) Tahap Akhir

a) Setelah data terkumpul, dilakukan analisa data dan pembahasan

b) Konsultasi dengan dosen pembimbing tentang hasil penelitian dan

cara analisa data penyusunan proposal pada bulan Januari.


44

Daftar Pustaka
Alana, M. (2019). Perbedaan Pengaruh Eye Ball Exercise Dan Ankle Strategy
Exercise Terhadap. 1–13.
Asmunandar, AR, A., B, K., & Arafah, E. H. (2021). Hubungan Senam Lansia
Terhadap Kebugaran Jasmani Di Kelurahan Mattirotappareng Kecamatan
Tempe Kabupaten Wajo. Jurnal Ilmiah Mappadising, 3(2), 222–228.
https://doi.org/10.54339/mappadising.v3i2.208
Astuti, D. N., & Agustiningsih, L. S. (2023). Pemberdayaan Lansia Dalam Deteksi
Risiko Jatuh Dan Pendampingan Latihan Keseimbangan. JMM (Jurnal
Masyarakat Mandiri), 7(2), 1719. https://doi.org/10.31764/jmm.v7i2.13964
Badan Pusat Statistik. (2020). Proporsi Penduduk Usia 50 Tahun Ke Atas.
https://www.bps.go.id/indicator/12/1811/1/proporsi-penduduk-50-tahun-ke-
atas.html
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sleman. (2022). Banyaknya Penduduk
menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Sleman (Jiwa),
2020-2021. In Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman.
https://slemankab.bps.go.id/indicator/12/79/1/banyaknya-penduduk-menurut-
kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-di-kabupaten-sleman.html
Baek, S., Piao, J., Jin, Y., & Lee, S. M. (2014). Validity of the Morse fall scale
implemented in an electronic medical record system. Journal of Clinical
Nursing, 23(17–18), 2434–2441. https://doi.org/10.1111/jocn.12359
Dessy, V. A., Harmayetty, H., & Widyawati, I. Y. (2017). Elderly Fall Risk
Assessment (Elderly) Scale using Hendrich Falls Fall and Morse Scale. Jurnal
Ners, 8(1), 107–117. https://doi.org/10.20473/jn.v8i1.3885
Emi, y at al. (2020). Kata kunci; Lansia , Senam Lansia ; Time Up And Go Test.
13(2), 192–197.
Handayani, S. (2021). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia.
Handayani, S. P., Sari, R. P., & Wibisono, W. (2020). Literature Review Manfaat
Senam Lansia Terhadap Kualitas Hidup Lansia. BIMIKI (Berkala Ilmiah
Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia), 8(2), 48–55.
https://doi.org/10.53345/bimiki.v8i2.143
Hidayatus, S. (2018). Buku gerontik.pdf. In Buku keperawatan gerontik (pp. 17–77).
Intan, N. P., Asti, P., Luh, N., Yanti, P. E., & Astuti, I. W. (2017). Hubungan
Kekuatan Otot Dan Tingkat Stres Dengan Risiko Jatuh Pada Lansia. Jurnal
Ners Widya Husada, 4(2), 41–46.
Khadhiroh, M. R. (2018). Peningkatan Keseimbangan Statis Dan Dinamis Pada
Wanita Lansia Melalui Senam Bugar Lansia Posyandu Lansia Berseri Bancar
Tuban. Jurnal Kesehatan Olahraga, 6(2), 1–11.
Lescher, P. J. (2017). PATOLOGI UNTUK FISIOTERAPI.
Lilyanti, H., Indrawati, E., & Wamaulana, A. (2022). Resiko Jatuh pada Lansia di
45

Dusun Blendung Klari. Indogenius, 1(2), 78–86.


https://doi.org/10.56359/igj.v1i2.67
Masril, B. A., Sari, N. P., & Natassa, J. (2022). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Keaktifan Lansia (Active Aging) di Puskesmas Payung Sekaki Kota
Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, 8(2), 333–343.
https://doi.org/10.25311/keskom.vol8.iss2.1034
Mey Rifayatin Khadiroh. (2018). PENINGKATAN KESEIMBANGAN STATIS DAN
DINAMIS PADA WANITA.
Munawaroh, S., Septian, M. R., & Tandiyo, D. K. (2022). Senam Menurunkan
Risiko Kejadian Jatuh Pada Lansia. Abdimas Universal, 4(1), 123–127.
https://doi.org/10.36277/abdimasuniversal.v4i1.174
Munawwarah, M., & Rahmani, N. A. (2015). Perbedaan four square step exercises
dan single leg stand balance exercises dalam meningkatkan keseimbangan
berdiri pada lansia 60-74 tahun. Jurnal Fisioterapi, 15(2), 96.
Noorratri, E. D., Mei Leni, A. S., & Kardi, I. S. (2020). Deteksi Dini Resiko Jatuh
Pada Lansia Di Posyandu Lansia Kentingan, Kecamatan Jebres, Surakarta.
GEMASSIKA : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(2), 128.
https://doi.org/10.30787/gemassika.v4i2.636
Nugraheni, M., Widjasena, B., Kurniawan, B., & Ekawati, E. (2017). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Pencegahan Jatuh Pada Pasien Risiko Jatuh Oleh
Perawat Di Ruang Nusa Indah Rsud Tugurejo Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro, 5(2), 121–129.
Nuraeni, R., Akbar, M. R., & Tresnasari, C. (2019). Pengaruh Senam Lansia
terhadap Tigkat Kebugaran Fisik pada Lansia Berdasar atas Uji Jalan 6 Menit.
Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains, 1(2), 121–126.
https://doi.org/10.29313/jiks.v1i2.4633
Ranti, R. A., Upe, A. A., Muhammadiyah, U., Hamka, P., Muhammadiyah, U., &
Hamka, P. (2021). Analisis Hubungan Keseimbangan, Kekuatan Otot,
Fleksibilitas Dan Faktor Lain Terhadap Risiko Jatuh Pada Lansia Di PSTW
Budi Mulia 4 Jakarta. Journal of Baja Health Science, 1(1), 84–95.
Rohima, V., Rusdi, I., & Karota, E. (2020). Faktor Resiko Jatuh pada Lansia di Unit
Pelayanan Primer Puskesmas Medan Johor. Jurnal Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (JPPNI), 4(2), 108. https://doi.org/10.32419/jppni.v4i2.184
Rudi, A., & Setyanto, R. B. (2019). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Risiko
Jatuh Pada Lansia. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan: Wawasan Kesehatan, 5(2),
162–166. https://doi.org/10.33485/jiik-wk.v5i2.119
Sari, T., Keperawatan, F., & Hasanuddin, U. (2022). No Title.
Studi, P., Keperawatan, I., Kedokteran, F., Udayana, U., Poltekkes, D., Denpasar
Bali, K., Rsup, P., & Denpasar, S. (2016). PENGARUH SENAM LANSIA
TERHADAP KESEIMBANGAN TUBUH PADA LANSIA DI
LINGKUNGAN DAJAN BINGIN SADING 1 Meril Valentine Manangkot, I
Wayan Sukawana, 3 I Made Surata Witarsa. Jurnal Keperawatan, April, 24–27.
Sya`diah, H. (2018). Keperawatan lanjut usia teori dan aplikasi. In Sidoarjo:
46

Indonesia Pustaka.
Syapitri, H. (2016). Pengaruh Latihan Swiss Ball terhadap Keseimbangan untuk
mengurangi Risiko Jatuh pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial to Less The
Risk Fall of Older at UPT Social ). Jurnal INJEC, 1(2), 165–172.
Syarifah, U. (2019). Perbedaan Pengaruh Pemberian Ankel Strategy Exercise Dan
Core Stability Terhadap Penurunan Resiko Jatuh Pada Lansia Di Posyandu
As-Syifa. 1–20.
Vivi, A. D., Harmayetty, & Ika, Y. W. (2013). PENILAIAN RISIKO JATUH
LANJUT USIA (LANSIA) MENGGUNAKAN PENDEKATAN HENDRICH
FALLS SCALE DAN MORSE FALLS SCALE (Elderly Fall Risk Assessment
(Elderly) Scale Using Hendrich Falls Fall and Morse Scale). Jurnal Ners, 8(1),
107–117.
https://www.academia.edu/33997311/Elderly_Fall_Risk_Assessment_Elderly_
Scale_Using_Hendrich_Falls_Fall_and_Morse_Scale%0A%0A

Anda mungkin juga menyukai