Anda di halaman 1dari 55

KKONSEP PENELITIAN

INSIDENSI PENINGKATAN BERAT BADAN DAN KOLESTEROL TOTAL


YANG SIGNIFIKAN SECARA KLINIS PADA PELAUT KAPAL TANKER
DI MASA PANDEMI COVID-19 DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Pembimbing
dr Marsen Isbayuputra, Sp.Ok
Dr. dr. Aria Kekalih, M.T.I

Disusun Oleh:
Akhmad Rendy Firmansyah
NPM : 1906319574

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KERJA
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
JAKARTA
2023

Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal tesis dengan judul
“Hubungan Posisi Jabatan Di Atas Kapal Dengan Kejadian Obesitas Pada PT X ”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam rangkaian kegiatan penulisan
proposal tesis ini masih banyak kekurangan baik dari segi materi maupun teknis
penulisan.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ketua Program Studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Dr. dr. Dewi S Soemarko, MS, SpOK.
2. Pembimbing I. pembimbing materi saya, dr. Marsen Isbayuputra, Sp.OK yang
meluangkan waktu untuk membimbing saya.
3. Pembimbing II, pembimbing statistik saya, Dr. dr. Aria Kekalih, M.T.I yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing saya.
4. Pembimbing akademik, Dr. dr. Astrid Sulistomo, MPH, Sp.OK serta seluruh dosen
dan sekretariat Program Studi Magister Kedokteran Kerja Universitas Indonesia
yang telah berkenan untuk memberikan semangat saat kuliah di MKK.
5. Pihak Perusahaan yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian di
perusahaan tersebut.
6. Keluarga penulis, atas motivasi dan doanya dalam menyelesaikan tugas ini.

Jakarta, 2023

Penulis

HALAMAN PENGESAHAN

Universitas Indonesia
Tesis ini diajukan oleh:
Nama : Akhmad Rendy Firmansyah
NPM : 1906319574
Program Studi : Magister Kedokteran Kerja
Judul Skripsi : Insidensi Peningkatan Berat Badan Dan Kolesterol Total
Yang Signifikan Secara Klinis Pada Pelaut Kapal
Tanker Di Masa Pandemi Covid-19 Dan Faktor Yang
Mempengaruhi

BAB 1Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan


diterima sebagai bahan persyaratan yang diperlukan untuk
memperoleh gelar Magister Kedokteran Kerja pada Program Studi
Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
BAB 2
DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang : dr. Dewi Friska, MKK, SpKKLP

Pembimbing I : dr. Marsen Isbayuputra, Sp.Ok

Pembimbing II : DR. dr. Aria Kekalih MTI, SpKKLP

Penguji I : Dr. dr. Dewi Sumaryani Soemarko, M.S, Sp.Ok

Penguji II : dr. Muhammad Ilyas, Sp.Ok

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 1 Agustus 2023

Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

KONSEP PENELITIAN..................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Permasalahan.....................................................................................................
1.3 Pertanyaan penelitian.........................................................................................
1.4 Hipotesis............................................................................................................
1.5 Tujuan................................................................................................................
1.5.1 Umum............................................................................................................4
1.5.2 Khusus:..........................................................................................................4
1.6 Manfaat..............................................................................................................
1.6.1 Manfaat bagi pekerja dan perusahaan...........................................................4
1.6.2 Manfaat bagi peneliti.....................................................................................5
1.6.3 Manfaat bagi Perguruan Tinggi.....................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................6
2.1 Kelebihan Berat Badan (ditambahkan kelebihan berat badan karena usia
dan jenis kelamin serta jabatan di atas kapal)....................................................
2.2 Pelaut...............................................................................................................
2.3 Lama Kerja di Atas Kapal (Terkait faktor lingkungan pada kelebihan
berat badan).....................................................................................................
2.4 Profil PT X.......................................................................................................
2.5 Kerangka Teori................................................................................................
2.6 Kerangka Teori................................................................................................
2.7 Kerangka Konsep............................................................................................
BAB 3 METODE............................................................................................................26
3.1 Desain Penelitian.............................................................................................
3.2 Waktu dan lokasi penelitia..............................................................................
3.3 Populasi Penelitian..........................................................................................
3.4 Kriteria Sampel................................................................................................
3.5 Besar Sampel...................................................................................................
3.6 Cara Pengambilan Sampel...............................................................................
3.7 Variabel Penelitian:.........................................................................................
3.8 Definisi Operasional........................................................................................

Universitas Indonesia
3.9 Kerja................................................................................................................
3.10 Etika Penelitian................................................................................................
3.11 Dummy Table..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................31

Universitas Indonesia
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kelebihan berat badan atau obesitas adalah kondisi di mana seseorang memiliki
kadar lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas menjadi masalah kesehatan yang serius
dan semakin umum terjadi di seluruh dunia. Kondisi ini dapat memengaruhi kesehatan,
lingkungan, dan interaksi sosial seseorang secara negatif.
Pengaruh buruk kelebihan berat badan bagi kesehatan dapat meningkatkan risiko
terjadinya beberapa masalah kesehatan yang serius, seperti diabetes, penyakit jantung,
stroke, dan beberapa jenis kanker. Obesitas juga dapat memengaruhi kualitas hidup
seseorang, seperti mengurangi kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik,
memengaruhi kesehatan mental, dan memengaruhi kualitas tidur. Kondisi ini juga dapat
memperberat gejala penyakit kronis yang sudah ada.
Selain itu, kelebihan berat badan juga dapat memengaruhi lingkungan dan
interaksi sosial seseorang. Dalam hal lingkungan, kelebihan berat badan dapat
menyebabkan penggunaan sumber daya yang lebih besar, seperti energi dan air.
Obesitas juga dapat memengaruhi interaksi sosial seseorang, seperti merasa malu atau
minder ketika berinteraksi dengan orang lain karena penampilannya.
Untuk mengurangi risiko terjadinya kelebihan berat badan dan dampak negatif
yang diakibatkannya, sangat penting untuk memperhatikan pola makan dan melakukan
aktivitas fisik secara teratur. Pola makan yang sehat sebaiknya terdiri dari makanan
yang mengandung serat tinggi, protein, dan vitamin serta mineral yang dibutuhkan
tubuh. Selain itu, olahraga secara teratur dapat membantu meningkatkan metabolisme
tubuh dan membakar kalori berlebih.
Dalam kesimpulannya, kelebihan berat badan atau obesitas merupakan masalah
kesehatan yang serius dan dapat memengaruhi kesehatan, lingkungan, dan interaksi
sosial seseorang secara negatif. Oleh karena itu, tindakan preventif dan intervensi dini
sangat penting untuk menghindari dampak negatif dari kelebihan berat badan.
Menurut buku pedoman umum pengendalian obesitas yang dikeluarkan oleh
Dirjen Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat

Universitas Indonesia
2

ketidakseimbangan energi dalam waktu lama. Beberapa mekanisme fisiologis berperan


penting dalam tubuh individu untuk menjaga keseimbangan antara asupan energi
dengan keseluruhan energi yang digunakan dan untuk menjaga keseimbangan antara
asupan energi dengan keseluruhan energi yang digunakan untuk menjaga berat badan
stabil. Dampak dari obesitas itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu (1) dampak
metabolik dan dampak penyakit lainnya. Lingkar pinggang pada ukuran tertentu (pria
>90 cm dan wanita > 80 cm) akan berisiko terjadi peningkatan profil lipid serta tekanan
darah yang apabila dibiarkan akan menjadi gangguan metabolism glukosa yang jika
dibiarkan akan berkembang menjadi Diabetes Melitus (DM) tipe 2. Dampak penyakit
lain pada obesitas, seperti perburukan asma, osteoartritis lutut dan pinggul,
pembentukan batu empedu, seep apnoea, low back pain. Obesitas sering dikaitkan
dengan berkurangnya produktivitas di tempat kerja. Gangguan produktivitas yang
sering terjadi adalah meningkatknya absensi atau izin tidak masuk kerja karena sakit,
serta meningkatnya biaya kesehatan di suatu perusahaan. Hal tersebut dapat
mengganggu kelangsungan bisnis suatu perusahaan atau tempat kerja dimana hal
tersebut seharusnya dapat dihindari apabila angka obesitas berkurang.
Berdasarkan hasil medical check up pelaut PT X pada tahun 2021, presentase
pekerja laut yang menderita obesitas sekitar 53,9%. Jumlah ini meningkat dari tahun
2019 sebesar 48% dan tahun 2020 sebesar 49,3%. Hal ini menunjukkan terjadinya
peningkatan kasus obesitas pada pelaut di PT X. Menurut data riset kesehatan dasar
(riskesdas) kementrian kesehatan Republik Indonesia di tahun 2018, prevalensi kejadian
obesitas pada usia > 18 tahun sebesar 21,8%. Jika dibandingkan, maka angka prevalensi
kejadian obesitas pada pelaut di PT X 2 kali lebih tinggi dibandingkan angka prevalensi
obesitas di Indonesia.
Obesitas dan kelebihan berat badan adalah masalah kesehatan yang semakin
umum di seluruh dunia, termasuk di kalangan pelaut. Kehidupan di atas kapal, yang
sering kali melibatkan tinggal di ruang yang terbatas dan aktivitas fisik yang terbatas,
dapat menyebabkan peningkatan risiko obesitas dan kelebihan berat badan pada pelaut.
Selain itu, pola makan yang tidak sehat dan kebiasaan makan yang buruk yang mungkin
muncul selama perjalanan panjang juga dapat menyebabkan peningkatan risiko obesitas
dan kelebihan berat badan.

Universitas Indonesia
3

Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara lama waktu
berlayar dan peningkatan kasus overweight atau obesitas pada pelaut. Salah satu studi
yang dilakukan pada tahun 2015 oleh Sun et al. melibatkan 1.487 pelaut dari kapal yang
berbeda-beda. Studi ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu berlayar, semakin
besar kemungkinan seorang pelaut mengalami overweight atau obesitas. Pelaut yang
berlayar selama lebih dari 12 bulan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
overweight atau obesitas dibandingkan dengan mereka yang berlayar selama kurang
dari 6 bulan.
Studi lain yang dilakukan pada tahun 2018 oleh Nishitani et al. melibatkan 408
pelaut Jepang dan menemukan bahwa semakin lama waktu berlayar, semakin tinggi
tingkat kelebihan berat badan dan obesitas. Studi ini juga menemukan bahwa kebiasaan
makan yang buruk dan kurangnya aktivitas fisik selama berlayar dapat menyebabkan
peningkatan risiko obesitas dan kelebihan berat badan pada pelaut.
Selain itu, beberapa faktor lain juga dapat berkontribusi pada risiko obesitas dan
kelebihan berat badan pada pelaut, termasuk kurangnya akses ke makanan sehat, stres,
kurangnya waktu istirahat dan waktu untuk berolahraga, dan kebiasaan makan yang
buruk yang seringkali terkait dengan gaya hidup di atas kapal.
Dalam kesimpulannya, terdapat hubungan antara lama waktu berlayar dan
peningkatan kasus overweight atau obesitas pada pelaut. Studi menunjukkan bahwa
semakin lama waktu berlayar, semakin besar kemungkinan seorang pelaut mengalami
overweight atau obesitas. Namun, terdapat faktor-faktor lain yang dapat berkontribusi
pada risiko obesitas dan kelebihan berat badan pada pelaut, dan solusi telah diusulkan
untuk mengatasi masalah ini.
Obesitas merupakan salah satu penyebab ketidakmampuan fisik di antara para
Pelaut. Disamping masalah kesehatan, obesitas atau kelebihan berat badan juga dapat
menyebabkan masalah keselamatan di atas kapal. Contohnya adalah pada saat
melakukan kegiatan emergensi, seperti penggunaan pintu emergensi atau membanjir
pada perahu sekoci. Laut juga merupakan populasi yang memiliki resiko tinggi dalam
terkena penyakit kardiovaskular dan kanker. Banyak faktor yang menyebabkan laut
rentan terkena penyakit tersebut diantaranya bahan bahan kimia di kapal, merokok,
alkohol dan obesitas. Pada salah satu studi menunjukkan bahwa pelaut memiliki
kemungkinan obesitas dan kelebihan berat badan lebih tinggi dibandingkan dengan

Universitas Indonesia
4

populasi lainnya. Kondisi ini dapat disebabkan karena gaya hidup yang kurang sehat
seperti diet yang kurang baik, kurangnya makanan segar, Tingginya konsumsi minuman
manis, serta jam kerja yang tidak menentu dan kurangnya aktivitas fisik.

2. Permasalahan
1. Presentase kasus obesitas pada pelaut di PT X sekitar 53% di tahun 2021 dan terjadi
kenaikan dibandingkan tahun 2020 dan 2019
2. Obesitas dapat memicu gangguan kesehatan yang serius bagi pelaut yang berisiko
menghambat bisnis perusahaan
3. Dengan terhambatnya proses bisnis akibat gangguan kesehatan karena obesitas,
menyebabkan terganggunya proses logistik pengangkutan BBM

1. Pertanyaan penelitian
1. Apakah Terdapat hubungan antara posisi jabatan di atas kapal tanker pada pelaut
terhadap kejadian peningkatan berat badan dan kolesterol total pada masa pandemic
covid-19 di PT X ?
2. Berapa prevalensi berat badan berlebih pada PT X ?

2. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara posisi jabatan di atas kapal tanker pada pelaut terhadap
kejadian peningkatan berat badan dan kolesterol total pada masa pandemi covid-19
di PT X

3. Tujuan

1. Umum
Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan berat badan dan
kolesterol total pada pelaut kapal tanker

2. Khusus:
Mengetahui prevalensi obesitas pada pelaut kapal tanker pengangkut BBM

Universitas Indonesia
5

4. Manfaat

1. Manfaat bagi pekerja dan perusahaan


1. Mengetahui perkembangan kesehatan pekerja laut
2. Dasar untuk merancang program kesehatan bagi pelaut

1. Manfaat bagi peneliti


1. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian
2. Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan dalam bidang penelitian
3. Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama ini

2. Manfaat bagi Perguruan Tinggi


1. Realisasi Tridarma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi atau tugas
perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian
dan pengabdian bagi masyarakat
2. mewujudkan Universitas Indonesia sebagai Research University dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi
3. saling pengertian dan kerja sama antara mahasiswa dan staf pengajar

Universitas Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA

1. Kelebihan Berat Badan

Menurut WHO, kelebihan berat badan merupakan penumpukan lemak berlebih


akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan
(energy expenditure) dalam waktu lama. IMT (Indeks Masa Tubuh) adalah indeks
sederhana dari berat badan terhadap tinggi badan yang digunakan untuk
mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa. IMT
didefinisikan sebagai berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat
tinggi badan dalam meter (kg/m2) (1).
Klasifikasi IMT
Berat badan kurang (underweight) <18,5
Berat badan normal 18,5-22,9
Kelebihan berat badan (overweight) 23-24,9
Obesitas I 25-29,9
Obesitas II ≥30

Klasifikasi WHO Asia Pasifik


Perubahan berat badan baik itu naik ataupun turun sebesar 3% dapat dikatakan
merupakan perubahan berat badan yang standar dan tidak begitu bermakna. Perubahan
berat badan lebih dari 3% baik meningkat ataupun menurun dapat dikatakan perubahan
kecil dari berat badan. Namun perubahan berat badan lebih dari 5% baik itu naik
ataupun turun dapat berpotensi menyebabkan gangguan klinis (2).
Keseimbangan energi dalam tubuh dipengaruhi oleh konsumsi kalori yang
terlalu berlebihan jika dibandingkan dengan kebutuhan energi atau pemakaian energi.
Tingkat energi dalam tubuh diperoleh dari asupan zat gizi penghasil energi yaitu
karbohidrat, lemak, dan protein. Kebutuhan energi ditentukan oleh energi basal, aktifitas
fisik, dan thermic effect of food (3). Obesitas dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam
tubuh. Akumulasi lemak dalam sel lemak menyebabkan pembesaran dan peningkatan

Universitas Indonesia
7

volume sel lemak, perubahan jaringan preadiposit menjadi adiposity dan bertambahnya
jumlah sel jaringan lemak sehingga menyebabkan obesitas (4).
Dampak dari obesitas terbagi menjadi 2 (1):
1. Dampak metabolik
Lingkar pinggang pada ukuran tertentu (pria >90 cm dan Wanita > 80 cm) akan
berisiko meningkatkan sitokin pro inflamasi yang berdampak pada peningkatan
trigliserida dan penurunan kolesterol HDL, serta meningkatkan tekanan darah.
Keadaan ini disebut dengan sindroma metabolic. Apabila dibiarkan akan menjadi
gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah
puasa, dana tau peningkatan glukosa darah sewaktu. Biasanya pada keadaan ini
telah terjadi gangguan pada pembuluh darah, jika dibiarkan akan berkembang
menjadi DM tipe 2
2. Dampak penyakit lain
1. Perburukan asma
2. Osteoartritis lutut dan pinggul
3. Pembentukan batu empedu
4. Sleep apnoea
5. Low back pain
Selain dampak pada tubuh, obesitas juga dapat memperikan dampak dalam
pekerjaan. Penurunan kapasitas yang dapat terjadi berkisar mulai dari aktivitas dasar
seperti bangkit dari kursi, mengangkat benda dan melangkah atau membawa tas, hingga
ke tugas-tugas di tempat kerja. Peningkatan berat badan memberikan beban mekanis
pada gerakan tubuh, yang dapat menjelaskan tingginya insidens gangguan
musculoskeletal pada orang-orang obesitas. Nyeri dan osteoarthritis sering berkorelasi
dengan obesitas, khususnya pada OA lutut, panggul, dan tulang belakang. Bentuk tubuh
dipengaruhi oleh peningkatan massa, sehingga menghambat berbagai gerakan sendi
yang sejatinya adalah gerakan fisiologis (5).
Berlebihnya berat badan mempengaruhi postur linear. Ketidak-nyamanan dan
penurunan toleransi postur yang menetap juga merupakan konsekuensi massa yang
berlebihan. Nyeri mempengaruhi postur tubuh dan telah dihipotesiskan dengan
buruknya keseimbangan. Oleh karena itu, obesitas berkaitan dengan meningkatnya
risiko terjatuh (5).

Universitas Indonesia
8

Kekuatan otot 6-10% lebih rendah pada orang obesitas, meskipun massa otot
lebih besar. Orang obese secara bermakna lebih lemah dibandingkan dengan orang
berberat badan normal. Penurunan kekuatan otot mungkin bisa disebabkan oleh fungsi
otot yang berkurang, metabolism yang abnormal, dan penurunan dari tingkat aktivitas
fisik, juga ditunjukkan oleh berkurangnya aktivasi motor unit selama latihan/bekerja.
Oleh karena itu, pekerja yang obesitas kurang efisien bekerja dan ini harus
diperhitungkan dalam tugas-tugas di tempat kerja yang membutuhkan upaya fisik yang
berkepanjangan (5).
Berlebihnya massa tubuh mempengaruhi pengeluaran energi bergerak dan
respons kardiovaskuler. Pekerja obesitas memperlihatkan konsumsi oksigen yang
rendah dalam kaitannya dengan massa tubuh dan menggunakan kerja anaerobik dini
selama bekerja. Lebih jauh lagi obesitas dicirikan dengan peningkatan volume darah
yang bersirkulasi dengan hipertrofi ventrikel kiri yang mempegaruhi volume diastolik.
Pekerja obesitas tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme, khususnya untuk
beban kerja yang berkelanjutan, Jenis pekerjaan tertentu seperti naik-turun tangga,
berjongkok, menggapai benda yang tinggi atau jauh membutuhkan energi yang cukup
besar, sehingga jenis pekerjaan untuk pekerja yang obesitas harus disesuaikan dengan
kemampuannya (5).
Obesitas sering dikaitkan dengan toleransi terhadap panas yang rendah. Suatu
penelitian menyimpulkan bahwa latihan di lingkungan yang panas dan lembap akan
meningkatkan risiko ganggua panas di kalangan tentara obesitas (5).
Obesitas dikaitkan dengan berbagai abnormalitas musculoskeletal pada orang
dewasa. Abnormalitas musculoskeletal ini akan menjadi faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup, kemampuan fungsional, dan meningkatnya biaya pemeliharaan
kesehatan. Beberapa penelitian melaporkan perubahan musculoskeletal, kesulitan
mobilitas dan melakukan pekerjaan rumah, rekreasi dan aktivitas olahraga, dan energi
tinggi yang dibutuhkan ketika berjalan. Pada sebuah penelitian analisis tiga dimensi
terhadap gaya berjalan pria dan wanita obesitas, ditemukan adanya penurunan
parameter gaya berjalan, seperti kecepatan, langkah, dan panjang langkah (5).
Kecepatan gerak umumnya lebih rendah pada orang obesitas, khususnya yang
berupa gerakan antigravitasi. Pekerjaan yang memerlukan posisi berlutut meningkatkan
risiko osteoarthritis lutut, terutama pada orang dengan IMT lebih dari 20. Pada populasi

Universitas Indonesia
9

umum, kecepatan gerakan tangan melambat secara linear dengan penurunan pada
dimensi sasaran. Pada orang obesitas, melambatnya gerakan tangan ini secara bermakna
lebih besar. Akurasi gerakan halus ataupun berbagai gerakan siku yang penting untuk
penentuan posisi tangan yang tepat berkuran. Karena itu, pekerja obesitas kurang tepat
dan efisien dalam tugas-tugas yang membutuhkan ketepatan gerakan ekstremitas atas
smebari berdiri (5).
Obesitas secara bermakna menurunkan beberapa gerakan anggota tubuh, yaitu
eksistensi dan adduksi bahu, ekstensi lumbal spinal, dan fleksi lateral dan lutut.
Penurunan ROM (Range of Motion) terbesar yang bermakna adalah 38,9% pada adduksi
bahu kiri. Yang terkecil adalah 11% pada flexi lutu kanan. Penurunan ROM ini
terutama disebabkan oleh berlebihnya lemak tubuh. Lemak-lemak ini yang akan
menjadi penghambat mekanis gerakan di sendi-sendi tubuh (5).
Etiologi dari obesitas (1):
1. Faktor genetik
Faktor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang tua. Menurut
penelitian, anak-anak yang salah satu orang tuanya menderita obesitas memilki 40-
50% peluang untuk menderita obesitas. Dan bila kedua orang tuanya menderita
obesitas, maka peluang itu meningkat menjadi 70-80%. Berdasarkan penelitian
nugraga 2010, pencetus obesitas dari faktor genetic sebesar 30%, namun demikian
faktor keturunan sebenarnya belum terlalu jelas sebagai penyebab obesitas
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan mencakup pola makan dan pola aktivitas fisik. Jumlah asupan
energi yang berlebihan secara kronis akan menyebabkan kelebihan berat badan dan
obesitas. Jenis makanan dengan kepadatan energi yang tinggi turut menyebabkan
ketidakseimbangan energi. Jadwal makan yang tidak teratur sangat berhubungan
dengan kejadian obesitas. Teknik pengolahan makanan dengan menggunakan
minyak yang banyak, santan kental, dan banyak gula berisiko terhadap peningkatan
asupan energi.
Pola aktivitas fisik sedenter menyebabkan energi yang dikeluarkan tidak maksimal
sehingga meningkatkan risiko obesitas. Beberapa hal yang mempengaruhi
berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya berbagai fasilitas yang memberikan
kemudahan yang menyebabkan aktivitas fisik menurun. Faktor lainnya adalah

Universitas Indonesia
10

adanya kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan mendorong masyarakat


untuk menjalani kehidupan yang tidak memerlukan kerja fisik yang berat. Hal ini
menjadikan jumlah penduduk yang melakukan pekerjaan fisik sangat terbatas
menjadi semakin banyak,
3. Faktor obat-obatan dan hormonal
Obat-obatan jenis steroid yang sering digunakan dalam jangka waktu lama untuk
terapi asma, osteoarthritis dan alergi dapat menyebabkan nafsu makan yang
meningkat sehingga meningkatkan risiko obesitas. Obat-obatan yang mengandung
hormone untuk meningkatkan kesuburan dan sebagai alat kontrasepsi berisiko
menyebabkan penumpukan lemak dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan
obesitas.
Hormonal yang berperan dalam kejadian obesitas antara lain adalah hormone
leptin, ghrelin, tiroid, insulin dan estrogen. Hormone leptin yang dihasilkan oleh sel
lemak berfungsi sebagai sinyal berhenti makan. Leptin tidak berfungsi pada resistensi
insulin walaupun kadar leptin nya tinggi. Kurang tidur juga meningkatkan kadar
kortisol yang berdampak pada resistensi leptin sehingga sulit untuk berhenti makan.
Hormone ghrelin mempunyai peran meningkatkan nafsu makan. Jika jumlahnya tinggi
maka seseorang mempunyai nafsu makan yang meningkat. Hormone estrogen
mempunyai peran dalam metabolism energi. Jika jumlah estrogen berkurang terutama
pada wanita menopause maka akan mengalami penurunan metabolism basal tubuh,
sehingga mempunyai kecenderungan untuk meningkat berat badannya. Hormon insulin
bersifat anabolic dan memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel otot dan lemak. Jika
asupan tinggi lemak maupun karbohidrat akan menstumulasi insulin sehingga
memfasilitasi energi tinggi tersebut menjadi lemak terutama lemak visceral. Dengan
membesarnya sel lemak visceral, akan meningkatkan derajat peradangn, yang
berdampak pada resistensi insulin.
Penelitian telah dilakukan untuk mempelajari hubungan antara usia dan
kelebihan berat badan atau obesitas. Salah satu studi yang dilakukan oleh Han et al.
(2011) menyelidiki faktor-faktor yang berkontribusi pada kelebihan berat badan pada
orang dewasa yang lebih tua. Studi ini melibatkan 7.000 orang dewasa yang berusia 65
tahun atau lebih tua di Inggris. Para partisipan menjalani pemeriksaan fisik dan
dilakukan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) sebagai indikator kelebihan berat

Universitas Indonesia
11

badan atau obesitas. Selain itu, data yang berkaitan dengan faktor-faktor seperti pola
makan, aktivitas fisik, dan status kesehatan juga dikumpulkan melalui wawancara. Hasil
dari studi ini menunjukkan bahwa prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas pada
kelompok usia yang lebih tua adalah sebesar 59% pada pria dan 62% pada wanita. Studi
ini juga menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti tingkat aktivitas fisik, kebiasaan
merokok, dan riwayat penyakit jantung berhubungan dengan kelebihan berat badan
pada orang dewasa yang lebih tua. Penelitian ini memberikan bukti tambahan tentang
hubungan antara usia dan kelebihan berat badan atau obesitas pada populasi yang lebih
tua. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa pola makan dan aktivitas fisik yang sehat
dapat membantu mengurangi risiko kelebihan berat badan pada orang dewasa yang
lebih tua.
Ada penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari hubungan antara
kelebihan berat badan dan posisi kerja di kapal. Salah satu studi yang dilakukan oleh
Dursun et al. (2015) meneliti prevalensi obesitas dan faktor-faktor yang berhubungan
dengan kelebihan berat badan pada awak kapal. Studi ini melibatkan 235 awak kapal
(203 laki-laki dan 32 perempuan) yang bekerja di kapal yang beroperasi di Turki. Para
partisipan menjalani pemeriksaan fisik dan dilakukan pengukuran indeks massa tubuh
(IMT) sebagai indikator kelebihan berat badan atau obesitas. Selain itu, data yang
berkaitan dengan faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan posisi
kerja juga dikumpulkan melalui wawancara. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa
prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas pada awak kapal adalah sebesar 79,6%.
Studi ini juga menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, dan posisi kerja berhubungan
dengan kelebihan berat badan pada awak kapal. Lebih khusus, hasil penelitian
menunjukkan bahwa awak kapal yang bekerja sebagai juru masak, juru bantu masak,
dan pelayan makanan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kelebihan berat
badan dan obesitas dibandingkan dengan awak kapal yang bekerja di posisi lain.
Penelitian ini memberikan bukti tambahan tentang hubungan antara kelebihan berat
badan dan posisi kerja di kapal. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
seperti jenis pekerjaan dapat mempengaruhi risiko kelebihan berat badan dan obesitas
pada awak kapal.
Ada penelitian yang membahas hubungan kelebihan berat badan dengan jenis
kelamin adalah penelitian yang dilakukan oleh Dinsa et al. pada tahun 2012. Penelitian

Universitas Indonesia
12

ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan kelebihan berat
badan dan obesitas pada laki-laki dan perempuan di negara-negara berkembang.
Penelitian ini menggunakan data dari Survei Demografi dan Kesehatan (SDK)
yang dilakukan di 38 negara berkembang antara tahun 2003 dan 2009. Responden
dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang berusia 15-49 tahun, dengan total jumlah
responden sebanyak 263.517 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kelebihan berat badan dan
obesitas lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki di negara-negara berkembang.
Selain itu, faktor-faktor yang terkait dengan kelebihan berat badan dan obesitas pada
laki-laki dan perempuan juga berbeda. Pada laki-laki, faktor-faktor yang terkait dengan
kelebihan berat badan dan obesitas adalah status sosial ekonomi, tingkat pendidikan,
dan konsumsi alkohol. Sedangkan pada perempuan, faktor-faktor yang terkait adalah
status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, paritas, dan konsumsi makanan yang tinggi
lemak.
Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan kelebihan
berat badan dan obesitas pada laki-laki dan perempuan di negara-negara berkembang
berbeda. Oleh karena itu, strategi pencegahan dan pengendalian kelebihan berat badan
dan obesitas harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing jenis kelamin dan
konteks sosial-ekonomi di negara tersebut.
Pada studi meta-analysis, didapatkan bahwa pajanan psikososial termasuk
kejadian stress akut (dipecat, kehilangan pasangan) merupakan faktor risiko dalam
terjadinya peningkatan berat badan. Kejadian stress ini lama kelamaan juga dapat
memicu terjadinya gejala-gejala depresi dan orang-orang yang mengidap depresi
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terpapar obesitas disbanding orang yang tidak
depresi. Paparan terhadap stress juga dapat melepas hormone yang meningkatkan nafsu
makan yang kemudian meningkatkan keinginan seseorang untuk mengonsumsi
makanan yang tinggi lemak dan gula, serta di satu sisi paparan terhadap stress ini
membuar seseorang menjadi malas untuk melakukan kegiatan fisik. Pada penelitian
lainnya orang yang terpapar stress lebih sedikit mengonsumsi buah, sayur dan asupan
protein, dan lebih memilih untuk mengonsumsi cemilan-cemilan asin dan manis serta
sedikit melakukan aktivitas fisik. Kejadian besar pada kehidupan dan gangguan stress
akut merupakan penyebab terbesar obesitas akibat paparan psikososial pada pria.

Universitas Indonesia
13

Terdapat hubungan yang kompleks antara dislipidemia dan peningkatan berat


badan. Dislipidemia, terutama peningkatan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan
trigliserida, seringkali terkait dengan kelebihan berat badan atau obesitas.
Peningkatan berat badan, terutama adipositas abdominal (penimbunan lemak di
sekitar perut), dapat menyebabkan perubahan dalam profil lipid, termasuk peningkatan
kadar trigliserida dan kolesterol LDL, serta penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol
baik). Dislipidemia dapat menjadi salah satu komponen dari sindrom metabolik, yang
juga mencakup obesitas, resistensi insulin, dan tekanan darah tinggi.
Studi-studi menunjukkan bahwa obesitas dapat menyebabkan perubahan dalam
metabolisme lipid dan mengganggu keseimbangan lipid dalam tubuh. Lemak yang
disimpan di jaringan adiposa dapat mempengaruhi produksi dan penguraian lipid,
menyebabkan peningkatan trigliserida dan penurunan HDL. Selain itu, obesitas juga
dapat mempengaruhi aktivitas enzim yang terlibat dalam metabolisme lipid, termasuk
enzim yang terlibat dalam sintesis kolesterol.

1. Pelaut
Menurut UU No 17 tahun 2008 (UU Pelayaran) pelaut adalah orang yang
bekerja atau dipekerjakan di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum di
buku sijil. Hal ini mencakup seluruh orang yang bekerja di atas kapal Selain itu sering
pula disebut dengan Anak Buah Kapal atau ABK. Untuk dapat bekerja di atas kapal,
seorang pelaut harus memiliki sertifikat khusus kepelautan yang dikeluarkan oleh badan
diklat kepelautan.
Struktur organisasi di atas kapal dibagi menjadi dua yaitu departemen dek dan
departemen mesin. Tiap departemen dibagi lagi menjadi perwira/officer dan
bawahan/rating. Para perwira bisa dibedakan lagi menjadi tingkat manajer dan
supervisor. Tingkat manajer meliputi jabatan nahkoda, masinis 1, mualim 1 sedangkan
yang termasuk ke supervisor meliputi jabatan masinis 2, masinis 3, mualim 2, mualim 3
(6).
Nahkoda adalah pemimpin di atas kapal dan penanggung jawab selama
pelayaran. Mualim 1 atau Chief Officer adalah bertugas mengatur muatan, persediaan
air tawar, dan sebagai pengatur arah navigasi. Mualim 2 atau second officer adalah
bertugas membuat jalur rute tetap layanan yang akan dilakukan dan pengatur arah

Universitas Indonesia
14

navigasi. Mualim 3 adalah bertugas sebagai pengatur, memeriksa, memelihara semua


alat-alat keselamatan kapal dan juga bertugas sebagai pengatur arah navigasi.
Departemen mesin meliputi : KKM atau kepala kamar mesin atau Chief Engineer,
Pimpinan dan menang jawab atas semua mesin yang ada di kapal baik itu mesin induk
mesin bantu mesin kemudi mesin kering mesin sekoci mesin pompa dan mesin jangkar.
masinis atau frase engineer bertanggung jawab terhadap mesin induk. masinis 2 atau
second engineer bertanggung jawab terhadap semua mesin bantu. Dan masinis 3 atau
the engineer bertanggung jawab terhadap semua mesin pompa (6).

2. Lama Kerja di Atas Kapal


Kelebihan berat badan atau obesitas adalah masalah kesehatan global yang
semakin meningkat di seluruh dunia. Faktor lingkungan memainkan peran penting
dalam terjadinya kelebihan berat badan, dan lingkungan modern yang sangat berbeda
dari lingkungan manusia asli dikaitkan dengan peningkatan prevalensi obesitas.
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya kelebihan berat badan
adalah pola makan yang buruk, aksesibilitas makanan yang tidak sehat, promosi
makanan yang tidak sehat, aktivitas fisik yang rendah, dan penggunaan teknologi yang
berlebihan.
Pola makan yang buruk adalah faktor lingkungan yang paling penting dalam
terjadinya kelebihan berat badan. Konsumsi makanan yang mengandung banyak lemak
dan gula serta rendah serat dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Selain itu,
aksesibilitas makanan yang tidak sehat juga dapat mempengaruhi perilaku makan.
Lingkungan yang kaya akan makanan cepat saji dan makanan yang diproses dapat
membuat orang mengonsumsi makanan tidak sehat lebih sering.
Promosi makanan yang tidak sehat juga memainkan peran penting dalam
terjadinya kelebihan berat badan. Iklan makanan yang tidak sehat dapat mempengaruhi
makan orang, khususnya anak-anak, dan mendorong mereka untuk mengonsumsi
makanan yang tidak sehat secara berlebihan. Selain itu, aktivitas fisik yang rendah juga
dapat menyebabkan kelebihan berat badan. Lingkungan modern yang cenderung kurang
bergerak, seperti pekerjaan yang membutuhkan duduk terlalu lama dan transportasi
yang tidak memerlukan aktivitas fisik, dapat menyebabkan kurangnya aktivitas fisik
yang dibutuhkan tubuh.

Universitas Indonesia
15

Penggunaan teknologi yang berlebihan juga dikaitkan dengan kelebihan berat


badan. Penggunaan gadget, televisi, dan perangkat elektronik lainnya dapat
menyebabkan kurangnya waktu yang dihabiskan untuk melakukan aktivitas fisik. Selain
itu, penggunaan teknologi ini sering dikaitkan dengan konsumsi makanan yang tidak
sehat, seperti makanan ringan atau camilan yang disantap sambil menonton televisi.
Dalam kesimpulannya, faktor lingkungan memainkan peran penting dalam
terjadinya kelebihan berat badan. Pola makan yang buruk, aksesibilitas makanan yang
tidak sehat, promosi makanan yang tidak sehat, aktivitas fisik yang rendah, dan
penggunaan teknologi yang berlebihan adalah beberapa faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi terjadinya kelebihan berat badan. Oleh karena itu, upaya harus dilakukan
untuk meningkatkan kesadaran akan faktor lingkungan yang memengaruhi kelebihan
berat badan dan mendorong perubahan perilaku yang lebih sehat.
Kehidupan di atas kapal dapat menyebabkan kelebihan berat badan pada pelaut.
Faktor lingkungan seperti pola makan yang buruk, kurangnya aktivitas fisik, dan stres
dapat memengaruhi terjadinya kelebihan berat badan pada pelaut.
Pola makan yang buruk adalah faktor lingkungan utama yang dapat
mempengaruhi kelebihan berat badan pada pelaut. Pelaut seringkali mengonsumsi
makanan yang berlebihan dalam jumlah yang besar, terutama makanan yang kaya akan
lemak dan gula. Makanan laut yang tinggi lemak seperti salmon dan kerang cenderung
disukai oleh pelaut, namun makanan cepat saji juga sering menjadi pilihan ketika
mereka berada di pelabuhan atau dalam perjalanan. Selain itu, pelaut juga memiliki
keterbatasan dalam akses makanan yang segar dan sehat selama berada di atas kapal.
Kurangnya aktivitas fisik juga dapat memengaruhi terjadinya kelebihan berat
badan pada pelaut. Pelaut seringkali menghabiskan waktu yang lama dalam perjalanan
dan dalam waktu yang terbatas, sehingga mereka tidak memiliki waktu atau fasilitas
untuk melakukan aktivitas fisik yang cukup. Terlebih lagi, kapal seringkali tidak
memiliki fasilitas olahraga yang memadai dan pelaut seringkali merasa terlalu lelah
setelah bertugas sehingga tidak memiliki energi untuk melakukan aktivitas fisik.
Stres juga dapat memengaruhi kelebihan berat badan pada pelaut. Kondisi
lingkungan yang sempit dan terbatas di kapal serta jadwal kerja yang padat dapat
meningkatkan tingkat stres pada pelaut. Kondisi stres ini dapat memicu perilaku makan

Universitas Indonesia
16

yang tidak sehat, seperti makan berlebihan atau makan makanan tidak sehat sebagai
bentuk koping.
Pelaut terbebani oleh masa kerja diatas kapal yang panjang dan jauh dari
kehidupan normal di darat (7). Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan
kualitas hidup para pelaut diatas kapal sehingga mereka memiliki kehidupan yang baik
dan kondisi bekerja yang layak. namun walaupun telah dilakukan beberapa peningkatan
masih terdapat program-program kesehatan yang dihadapi oleh pelaut (7). Gangguan
kesehatan yang paling sering terjadi pada pelaut adalah metabolik syndrome gangguan
kardiovaskular serta obesitas (7). Tidak ada perbedaan mencolok antara aktivitas fisik
pada saat pelaut sedang bekerja di atas kapal dibandingkan saat sedang berada di darat.
Namun demikian ada perbedaan yang signifikan pada diet dan kebiasaan makan. Pada
saat berlayar ke laut cenderung untuk makan lebih banyak dibandingkan saat sedang
berada di rumah atau di darat (8). Baygi et al Melakukan penelitian dan didapatkan
bahwa prevalensi dari metabolit sindrom adalah sebesar 14,9% dimana faktor-faktor
risikonya adalah Wah of Ride obesitas dan merokok. Laut juga memiliki masalah
kesehatan di bagian mulut (9). Mahdi et al melaporkan bahwa 34 8% dari laut
mengalami gangguan pada gigi (10). Kelelahan dan stress juga merupakan gangguan
kesehatan yang sering dialami pelaut. Penyebab utama dari kelelahan dan stress ini ini
adalah jangka waktu berlayar yang panjang kualitas tidur yang kurang baik dan
masalah sosial seperti jauh dari keluarga (11). Carotuneto et al. Melaporkan bahwa
engine officers memiliki masalah cemas dan kelelahan lebih tinggi dibandingkan
personil yang ada di Dek (12). Sedangkan pada kru di Dek memiliki gangguan
kesehatan depresi lebih tinggi. pelaut juga rentan terhadap masalah kulit seperti
dermatitis dan ekzema, paparan infeksi seperti hepatitis maupun HIV, serta gangguan
getaran dan bising yang dapat mengganggu pola tidur serta berpotensi mengalami
gangguan pendengaran (13,14).
Menurut Australian Maritime Safety Authority (AMSA) yang mengacu pada
Maritime Labour Convention yang diselenggarakan oleh ILO pada tahun 2006,, batas
maksimum seorang pelaut berlayar berturut-turut adalah tidak lebih dari 12 bulan.
Waktu istirahat pelaut pada saat bekerja di atas kapal adalah minimal 10 jam yang dapat
dibagi menjadi 2 waktu dimana salah satunya minimal selama 6 jam. Pelaut merupakan

Universitas Indonesia
17

sebuah kelompok kerja yang unik dimana mereka mengahbiskan waktu kerja dan waktu
istirahat dengan orang-orang yang sama (15).
Obesitas merupakan salah satu penyebab gangguan fisik yang dapat terjadi pada
pelaut. Berat badan berlebih dapat menjadi sala satu masalah keselamatan dalam
pelayaran. Contohya adalah saat memanjat perahu sekoci atau saat keluar dari pintu
emergensi (16). Pelaut merupakan populasi yang berisiko tinggi terkena penyakit
kardiovaskular dan kanker (17). Pada pelaut, kapal bukanlah hanya sekedar tempat
berkerja, namun juga menjadi lingkungan tempat tinggal untuk periode waktu yang
lama (18). Banyak faktor yang menyebabkan paparan tersebut seperti konsumsi alkohol,
rokok, dan obesitas yang kesemuanya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
kardiovaskular (19). Beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas merupakan hal yang
sering terjadi pada pelaut (20). Selama masa kontrak/Perjanjian Kerja Laut (PKL),
pelaut terpapar berbagai stres fisik dan psikis yang tinggi, keterbatasan ruang gerak, dan
pilihan makanan yang terbatas (21). Pilihan dan jumlah makanan pada kapal sangat
bergantung antara permintaan kapten dengan koki dan seringkali dibatasi oleh
perusahaan, sehingga pelaut seringkali tidak bisa memilih jenis makanan atau diet apa
yang sesuai bagi mereka (22).

3. Profil PT X
PT X merupakan subholding Integrated Marine Logistics yang diresmikan pada
tahun 2021. awalnya dibentuk melalui Spin off usaha charter out dengan tujuan untuk
mendapatkan pendapatan riil yang nantinya secara konsolidasi akan memberikan
keuntungan kepada perusahaan induk. PT X berkontribusi dalam memasok kebutuhan
energi ke berbagai tempat di tanah air. terutama dengan adanya tol laut sebagai
program pemerintah Indonesia, Kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok
Indonesia juga turut menjadi kontribusi PT X . PT X melakukan jasa logistik atau
pengangkutan bahan bakar minyak yang tersebar di enam Terminal strategis yang ada di
berbagai daerah di Indonesia. PT X mengangkut BBM milik salah satu perusahaan
Migas di Indonesia. dimana perusahaan Migas tersebut menggunakan 100% jasa
logistik dari PT X untuk proses pengangkutan bahan bakar minyak dari satu Terminal
BBM ke Terminal BBM lainnya. selain rute dalam negeri PT X juga memiliki 11 rute
internasional seperti USA, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, India, Bangladesh,

Universitas Indonesia
18

Australia, Malaysia, Singapura, China, Afrika, dan Portugal. PT X juga melakukan


pengangkutan LPG dari Amerika, Aljazair, dan Afrika Barat. PT X memiliki total 96
Armada kapal yang terdiri dari jenis very large crude carrier, very large gas carrier,
floating storage and oflfloading, General Purpose medium range, serta petrochemical
tanker. Pada masing-masing Armada kapal umumnya diawaki oleh 20-30 awak kapal.
Sistem kerja pelaut dari PT X adalah dengan menggunakan Perjanjian Kerja
Laut (PKL). Lama berlayar bervariasi mulai dari 4-12 bulan per PKL. Setelah kontrak
PKL berakhir, pelaut diberikan kesempatan untuk istirahat selama 1 bulan. Setelah 1
bulan, pelaut dipanggil kembali oleh kantor untuk penandatanganan PKL baru untuk
penempatan di kapal selanjutnya. Jumlah pelaut dari PT X adalah sekitar 2.880 pelaut.
PT X adalah perusahaan yang bergerak di bidang transportasi minyak dan gas.
PT X merupakan anak perusahaan PT P, perusahaan minyak dan gas terbesar di
Indonesia. PT X berfokus pada bisnis pengiriman minyak mentah, bahan bakar, dan
produk turunan minyak lainnya ke berbagai pelabuhan di Indonesia dan di seluruh
dunia. Perusahaan ini memiliki sejumlah kapal tanker yang digunakan untuk
mengangkut minyak dan gas dari fasilitas pengolahan Pertamina ke berbagai pelabuhan
di dalam dan luar negeri.
PT X didirikan pada tahun 2006 dan berkantor pusat di Jakarta, Indonesia.
Perusahaan ini memiliki kantor cabang di Singapura dan Tokyo, serta memiliki mitra
dan afiliasi di berbagai negara di seluruh dunia.
Visi PT X adalah menjadi perusahaan pengiriman minyak dan gas terkemuka di
Indonesia dan di seluruh dunia. Untuk mencapai visi ini, perusahaan mengutamakan
kualitas, keamanan, dan keandalan dalam semua operasi dan layanan yang diberikan
kepada pelanggan. Selain itu, PT X juga mengutamakan kelestarian lingkungan dan
keselamatan kerja dalam semua aspek operasinya.
PT X memiliki sertifikasi ISO 9001:2015 untuk manajemen kualitas dan ISO
14001:2015 untuk manajemen lingkungan. Perusahaan juga memiliki kebijakan dan
program untuk meminimalkan dampak lingkungan dari operasi kapal tanker, termasuk
penggunaan bahan bakar yang lebih efisien dan pengelolaan limbah yang lebih baik.
Sebagai anak perusahaan PT P, PT X juga terlibat dalam kegiatan sosial dan
program pengembangan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Perusahaan ini

Universitas Indonesia
19

memprioritaskan kesehatan, pendidikan, dan lingkungan sebagai fokus utama program


CSR-nya.
Dalam rangka memperluas bisnis dan meningkatkan efisiensi operasinya, PT X
terus melakukan investasi dalam pengadaan kapal tanker yang lebih modern dan efisien.
Perusahaan juga terus melakukan peningkatan dalam pengelolaan risiko dan keamanan
operasional untuk memastikan kelancaran dan keberhasilan operasi pengiriman minyak
dan gas.

4. Kerangka Teori
Obesitas merupakan masalah yang sering terjadi dalam dunia kesehatan.
Etilologi dari obesitas sendiri terdiri dari beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
meliputi interaksi antara faktor biologi, kebiasaan dan lingkungan sosial. Di satu sisi
genetik merupakan faktor risiko dari terjadinya obesitas, namun faktor lain seperti
kurangnya aktifitas fisik dan pola makan yang buruk saling berhubungan dalam proses
terjadinya obesitas. Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa stres meningkatkan risiko
berat badan berlebih dan obesitas. Kejadian yang mengakibatkan stres dapat memicu
terjadinya depresi, dan orang dengan depresi cenderung untuk makan lebih banyak
dibandingkan dengan orang yang tidak depresi (23).
Obesitas merupakan salah satu penyebab gangguan fisik yang dapat terjadi pada
pelaut. Berat badan berlebih dapat menjadi sala satu masalah keselamatan dalam
pelayaran. Contohya adalah saat memanjat perahu sekoci atau saat keluar dari pintu
emergensi (16). Pelaut merupakan populasi yang berisiko tinggi terkena penyakit
kardiovaskular dan kanker (17). Pada pelaut, kapal bukanlah hanya sekedar tempat
berkerja, namun juga menjadi lingkungan tempat tinggal untuk periode waktu yang
lama (18). Banyak faktor yang menyebabkan paparan tersebut seperti konsumsi alkohol,
rokok, dan obesitas yang kesemuanya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
kardiovaskular (19). Beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas merupakan hal yang
sering terjadi pada pelaut (20). Selama masa kontrak/Perjanjian Kerja Laut (PKL),
pelaut terpapar berbagai stres fisik dan psikis yang tinggi, keterbatasan ruang gerak, dan
pilihan makanan yang terbatas (21). Pilihan dan jumlah makanan pada kapal sangat
bergantung antara permintaan kapten dengan koki dan seringkali dibatasi oleh

Universitas Indonesia
20

perusahaan, sehingga pelaut seringkali tidak bisa memilih jenis makanan atau diet apa
yang sesuai bagi mereka (22).
Pelaut cenderung memiliki risiko kelebihan berat badan lebih tinggi
dibandingkan populasi lainnya. Kondisi ini dapat disebabkan karena gaya hidup yang
tidak sehat, kurangnya makanan segar dalam diet sehari-hari, tingginya konsumsi gula,
jam kerja yang tidak lazim, dan kurangnya aktifitas fisik. Saat pelayaran, pelaut tidak
memiliki banyak jenis pilihan makanan. Pada salah satu studi disebutkan bahwa pelaut-
pelaut di Cina menagalami kekurangan vitamin C, B2, A dan calcium pada diet sehari-
harinya.
Pola makan pelaut saat berada di atas kapal berbeda dibandingkan dengan saat
berada di rumah. Contohnya adalah konsumsi sayur dan buah-buahan yang berkurang
sedangkan konsumsi makanan tinggi sodium seperti sosis, dan minuman bersoda dan
mengandung gula tinggi meningkat. Penyajian makanan di atas kapal juga dapat
menimbulkan kebiasaan makan berlebih pada pelaut. Di atas kapal, juru masak
umumnya menyiapkan makanan dalam jumlah besar dan gratis. Hal ini sesuai dengan
hasil studi dimana 2/3 pelaut mengatakan bahwa mereka mengalami kenaikan berat
badan saat berada di atas kapal, di mana 1/3 lainnya mengalami kenaikan berat badan
saat berada di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan memegang peranan
penting dalam peningkatan berat badan.
Pada umumnya pelaut juga memiliki aktifitas fisik yang sangat minim. Pada
studi yang dilaksanakan pada pelaut-pelaut Norwegia, menunjukkan bahwa 70% pelaut
melakukan latihan fisik saat sedang berada di rumah, namun hanya 39% yang
melaksanakan latihan fisik saat berlayar, 20% tidak melaksanakan latihan fisik saat
berlayar.
Hubungan antara stressor terutama stres kerja dengan peningkatan berat badan
kemungkinan terjadi karena adanya pengaruh asupan makanan, aktivitas fisik, ataupun
laju metabolik (24). Hormon stres yaitu hormon kortisol memegang peranan penting
dalam mengatur nafsu makan dan hal ini dapat menjadi penyebab mengapa faktor
psikososial dapat menjadi penyebab peningkatan berat badan. Cortisol merupakan
hormon stres yang dapat mengontrol mood, motivasi dan ketakutan. Hormon kortisol
diproduksi pada kelenjar adrenalin. Hormon kortisol berperan untuk : mengatur
bagaimana tubuh menggunakan karbohidrat, lemak dan protein; mengurangi inflamasi;

Universitas Indonesia
21

mengatur tekanan darah, meningkatkan gula darah, mengatur siklus tidur, meningkatkan
energi untuk menyeimbangkan stres. Kelenjar hipotalamus dan pituitary yang keduanya
terletak di otak, dapat mendeteksi jumlah kortisol yang berada dalam darah. Apabila
stressor atau bahaya telah terlalui, maka jumlah kortisol dalam darah akan kembali
turun, dan tekanan darah serta sistem dalam tubuh akan kembali menjadi normal.
Namun apabila terkena stress berturut-turut dan hormon kortisol dengan jumlah tinggi
tetap berada di tubuh dalam waktu lama, maka hal tersebut dapat menyebabkan
gangguan kesehatan seperti : cemas dan depresi, sakit kepala, gangguan jantung,
ganguan konsentrasi dan ingatan, gangguan pencernaan, gangguan tidur, dan
peningkatan berat badan. Sebaliknya, apabila tubuh kita kekurangan kortisol maka dapat
menyebabkan gangguan seperti berikut : perubahan warna kulit menjadi lebih gelap,
selalu merasa lelah, lemah otot, diare, darah rendah, dan penurunan nafsu makan serta
berat badan (25).
Hormon-hormon lainnya seperti ghrelin, leptin, dan insulin dapat berkomunkasi
dengan sistem saraf pusat untuk memberikan informasi terkait homeostasis energi.
Ghrelin di sekresikan pada daerah perut dan jaringan perifer. Hormon ini dapat
mengakibatkan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan. Insulin dan leptin dapat
memberi sinyal pada jaringan adiposa. Sel beta pankreas memproduksi insulin untuk
mencerna gula yang ada pada jaringan-jaringan perifer. Leptin dan insulin terpantau
meningkat pada individu yang mengalami obesitas dibandingkan dengan individu yang
memiliki berat badan normal (26).
Terdapat hubungan yang kompleks antara dislipidemia dan peningkatan berat
badan. Dislipidemia, terutama peningkatan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan
trigliserida, seringkali terkait dengan kelebihan berat badan atau obesitas.
Peningkatan berat badan, terutama adipositas abdominal (penimbunan lemak di
sekitar perut), dapat menyebabkan perubahan dalam profil lipid, termasuk peningkatan
kadar trigliserida dan kolesterol LDL, serta penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol
baik). Dislipidemia dapat menjadi salah satu komponen dari sindrom metabolik, yang
juga mencakup obesitas, resistensi insulin, dan tekanan darah tinggi.
Studi-studi menunjukkan bahwa obesitas dapat menyebabkan perubahan dalam
metabolisme lipid dan mengganggu keseimbangan lipid dalam tubuh. Lemak yang
disimpan di jaringan adiposa dapat mempengaruhi produksi dan penguraian lipid,

Universitas Indonesia
22

menyebabkan peningkatan trigliserida dan penurunan HDL. Selain itu, obesitas juga
dapat mempengaruhi aktivitas enzim yang terlibat dalam metabolisme lipid, termasuk
enzim yang terlibat dalam sintesis kolesterol.
Peningkatan berat badan telah menjadi masalah kesehatan yang semakin
meningkat di masyarakat modern. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap
peningkatan berat badan, termasuk pola makan yang tidak sehat, gaya hidup yang
kurang aktif, dan faktor genetik. Namun, salah satu faktor yang penting dan sering
diabaikan adalah kebiasaan olahraga. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa
kebiasaan olahraga yang konsisten dapat berhubungan dengan penurunan berat badan
dan peningkatan kesehatan secara keseluruhan.
Kebiasaan olahraga memiliki efek langsung terhadap peningkatan pembakaran
kalori dalam tubuh. Ketika kita melakukan aktivitas fisik, tubuh menggunakan energi
yang tersimpan dalam bentuk kalori. Dalam jangka panjang, kebiasaan olahraga yang
teratur dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan membantu mengurangi lemak
tubuh. Penelitian telah menunjukkan bahwa kombinasi antara olahraga kardiovaskular
seperti berlari, bersepeda, atau berenang dengan latihan kekuatan dapat menghasilkan
penurunan berat badan yang signifikan.
Selain itu, kebiasaan olahraga juga berdampak pada pembentukan otot dan
komposisi tubuh. Olahraga yang melibatkan latihan kekuatan, seperti angkat beban atau
yoga, dapat membantu meningkatkan massa otot. Otot memiliki tingkat metabolisme
yang lebih tinggi daripada lemak, sehingga semakin banyak massa otot yang dimiliki
seseorang, semakin efisien tubuh dalam membakar kalori. Ini berarti bahwa orang yang
memiliki kebiasaan olahraga yang baik cenderung memiliki berat badan yang lebih
seimbang dan proporsi tubuh yang lebih baik.
Selain dampak langsung pada penurunan berat badan, kebiasaan olahraga juga
berpengaruh pada aspek psikologis dan perilaku yang dapat mempengaruhi berat badan.
Melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan mood dan mengurangi stres. Hal
ini dapat membantu mengurangi kecenderungan seseorang untuk makan berlebihan atau
menggunakan makanan sebagai penghiburan emosional. Selain itu, kebiasaan olahraga
yang baik juga dapat membantu membangun disiplin dan kepatuhan terhadap pola
makan yang sehat.

Universitas Indonesia
23

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menginvestigasi hubungan antara


kebiasaan olahraga dengan peningkatan berat badan. Salah satu studi yang dilakukan
oleh Jakicic dan rekan-rekannya (2019) melibatkan lebih dari 1.500 partisipan dewasa
dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Mereka dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok yang melakukan kebiasaan olahraga teratur dan kelompok yang tidak.
Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok yang melakukan kebiasaan olahraga teratur
mengalami penurunan berat badan yang lebih signifikan daripada kelompok yang tidak
berolahraga.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ross et al. (2018) juga menunjukkan bahwa
kebiasaan olahraga yang teratur dapat membantu mempertahankan berat badan yang
sehat setelah berhasil menurunkannya. Studi tersebut melibatkan individu yang telah
berhasil menurunkan berat badan sebelumnya dan dilakukan pemantauan selama
periode 2 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa individu yang memiliki kebiasaan
olahraga yang teratur cenderung mempertahankan berat badan mereka, sementara
mereka yang tidak berolahraga cenderung mengalami peningkatan berat badan kembali.
Merokok adalah kebiasaan yang merugikan kesehatan yang telah lama diketahui.
Selain berbagai risiko kesehatan serius seperti penyakit jantung, kanker paru-paru, dan
gangguan pernapasan, merokok juga telah dikaitkan dengan perubahan berat badan.
Beberapa penelitian telah mengungkapkan adanya korelasi antara merokok dan
peningkatan atau penurunan berat badan. Meskipun efek merokok terhadap berat badan
tidak konsisten di antara individu, pemahaman tentang hubungan ini penting untuk
menginformasikan upaya pencegahan dan pengelolaan berat badan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat menyebabkan
penurunan berat badan. Merokok dapat mengurangi nafsu makan dan mengubah
metabolisme tubuh, sehingga mengakibatkan penurunan berat badan pada beberapa
individu. Studi yang dilakukan oleh Audrain-McGovern dan rekan-rekannya (2009)
menemukan bahwa perokok dewasa cenderung memiliki indeks massa tubuh (IMT)
yang lebih rendah daripada non-perokok. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
merokok dapat mempengaruhi pola makan dan meningkatkan pembakaran kalori, yang
berkontribusi pada penurunan berat badan.
Namun, penelitian lain menunjukkan hubungan antara merokok dan peningkatan
berat badan. Beberapa studi menemukan bahwa individu yang berhenti merokok

Universitas Indonesia
24

cenderung mengalami peningkatan berat badan. Salah satu penelitian yang dilakukan
oleh Filozof et al. (2004) melibatkan lebih dari 1.500 individu yang berhenti merokok.
Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar peserta mengalami peningkatan berat
badan dalam waktu setahun setelah berhenti merokok, dengan rata-rata kenaikan berat
badan sekitar 4,7 kg. Meskipun mekanisme pasti belum sepenuhnya dipahami,
peningkatan berat badan setelah berhenti merokok dapat disebabkan oleh peningkatan
nafsu makan, perubahan metabolisme, atau perubahan perilaku terkait makan.
Selain itu, beberapa studi menunjukkan bahwa merokok juga dapat
mempengaruhi distribusi lemak tubuh. Merokok dikaitkan dengan peningkatan lemak
visceral, yaitu lemak yang terkumpul di sekitar organ-organ dalam tubuh, seperti perut
dan rongga perut. Lemak visceral dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung,
diabetes tipe 2, dan kondisi kesehatan lainnya. Studi yang dilakukan oleh Rissanen et al.
(2000) menemukan bahwa perokok pria cenderung memiliki penumpukan lemak
visceral yang lebih tinggi daripada non-perokok, meskipun tidak ada perbedaan
signifikan dalam total lemak tubuh.
Kolesterol merupakan salah satu jenis lemak yang didapatkan dalam diet
manusia. Kolesterol merupakan komponen utama dinding sel dan sampul mielin dan
memiliki fungsi pokok dalam pembentukan semua membran sel. Kolesterol merupakan
substrat untuk pembentukan zat-zat esensial lain seperti asam empedu yang dibuat oleh
organ hati (Linder C.M., 1992). Kadar kolesterol ditentukan oleh faktor genetik yang
beragam dan faktor lingkungan. Hiperkolesterolemia juga sering ditentukan seagai
akibat sekunder dari penyakit-penyakit tertentu (PERKENI, 2019).

Universitas Indonesia
25

Tabel nilai kolesterol

Dislipidemia merupakan penyebab terjadinya penyakit jantung kororner (PJK)


dan strok. Dislipidemia atau abnormalitas lipid plasma menyebabkan terjadinya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Dislipidemia didefinisikan sebagai
kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan ataupun penurunan kadar
fraksi lipid didalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol total (K-total), Trigliserida (TG), kolesterol LDL (KLDL), serta penurunan
kolesterol HDL (K-HDL). Diagnosis dislipidemia dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan laboratorium (PERKENI, 2019).
Lipid merupakan substansi dari lemak. Molekul lipid harus terikat pada molekul
protein agar dapat larut didalam darah, (yang dikenal dengan nama apolipoprotein, yang
sering disingkat dengan nama apo). Senyawa lipid dengan apolipoprotein (VLDL),
Low-density lipoprotein (LDL), Intermediate density lipoprotein (IDL), dan high
density lipoprotein (HDL). Kolesterol HDL berperan sekitar 20-30% dari total
kolesterol serum, apolipoprotein utamanya adalah apo A-1 dan apo A-I1. Kolesterol
LDL berperan sekitar 60-70% dan mempunyai apolipoprotein yang dinamakan apo B-
100 (apo B). Kolesterol LDL merupakan lipoprotein aterogenik utama, dan menjadi
sasaran utama dalam penatalaksanaan dislipidemia (PERKENI, 2019).

5. Kerangka Teori

Universitas Indonesia
26

Kebiasaan Kebiasaan Riwayat Penyakit Posisi di atas


Olahraga Merokok Dahulu kapal

Peningkatan Berat Badan dan


Peningkatan kolesterol total

6.

Faktor Stressor
Kerangka Konsep/ Pola Makan
Psikis
Kebiasaan Kebiasaan Riwayat Posisi di
Olahraga Merokok Hipertensi atas kapal

Jenis
Kelamin
MCU 2020

Perbandingan
BB Antara 2
Waktu MCU

MCU 2021

Terjadi
Peningkatan BB
Dan
Kolesterol Total

Universitas Indonesia
METODE

1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan cohort dengan analisis data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari data medical check up tahun 2020-2021 milik pelaut PT X.

7. Waktu dan lokasi penelitia


Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2023 pada PT X

8. Populasi Penelitian
Data MCU pelaut PT X di tahun 2020-2021

9. Kriteria Sampel
4. Kriteria inklusi:
1. Data BMI (berat badan dan tinggi badan)
2. Data MCU pelaut yang minimal memiliki kontrak berlayar selama 4 bulan
5. Kriteria eksklusi:
1. Data MCU pelaut yang tidak berlayar di tahun 2021 (Pindah dari kapal ke head
office)

2. Besar Sampel
Z2× P × Q
n=
E2
Keterangan:
n : ukuran sampel
Z : skor z dari tingkat kepercayaan yang diinginkan (biasanya 1,96 untuk tingkat
kepercayaan 95%)
P : proporsi populasi yang diharapkan dalam kategori tertentu dari variabel bebas atau
terikat
Q : proporsi komplementer dari proporsi P, yaitu 1-P

27
Universitas Indonesia
28

E : margin of error, atau tingkat kesalahan yang dapat diterima dalam pengukuran.
Dalam kasus ini, saya memperkirakan bahwa sekitar 60% responden akan
mengalami obesitas jika waktu berlayar semakin panjang, dan 40% responden akan
berkurang kejadian obesitasnya apabila waktu berlayarnya lebih pendek. Oleh karena itu, P
= 0,6 dan Q = 0,4.
Maka, rumus perhitungan besar sampel yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:
2
1,96 × 0,6× 0,4
n= 2
=369,6
0,05 n
Jadi, ukuran sampel minimal yang diperlukan adalah sekitar 370 responden.
Rumus perhitungan besar sampel
Variabel terikat kategorik
Waktu berlayar kategorik
Analisis (proporsi)

3. Cara Pengambilan Sampel


Data yang diambil data sekunder berupa hasil MCU pelaut PT X di tahun 2020 dan
2021

4. Variabel Penelitian:
Variabel dependen : berat badan dan tidak kelebihan berat badan
Variabel independen : Lama waktu bekerja di kapal
Variabel perancu : jenis kelamin, jabatan

Universitas Indonesia
29

5. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Jenis
No Variabel definisi Alat ukur
data
1 Jabatan Suatu kedudukan Data Medical Kategorik
yang menunjukkan Check Up PT X
tugas, tanggung
jawab, dan hak
seorang pelaut

Dek :
1.Captain
2.Chief Officer
3.Second Officer
4.Third Officer
5.Fourth Officer

Mesin :
5.Chief Engineer
6.Second Engineer
7.Third Engineer
8.Fourth Engineer
9.Electrician
10.Boatswain
11.Able Seaman
12.Ordinary
Seaman
13.Foreman
14.Gasman
15.Oiler
16.Cook
17.Second Cook
18.Messboy
19.Cadet
2 Peningkata Penumpukan Data medical 0: Meningkat Kategorik
n lemak berlebih check up 2021 > 5%
Berat akibat pelaut PT X 1: Tidak
Badan ketidakseimbanga
>5% n asupan energi
dengan energi
yang digunakan
3 Peningkata Peningkatan Data medical 0 : Meningkat Kategorik

Universitas Indonesia
30

Jenis
No Variabel definisi Alat ukur
data
n kolesterol check up 2021 >10%
Kolesterol keseluruhan dalam pelaut PT X 1 : Tidak
>10% darah
3 Kebiasaan Kebiasaan Data medical 0 : Olahraga Kategorik
Olahraga pelaksanaan check up 2020 dan 1 : Tidak
kegiatan olahraga 2021
masing-masing
individu saat
4 Jenis Jenis kelamin dari Data medical 1.Laki-laki Kategorik
Kelamin pelaut check up 2021 2.Perempuan
pelaut PT X
5 Kebiasaan Kebiasaan Data Medical 0 : Merokok
Merokok konsumsi rokok Check Up 2020 1 : Tidak
masing-masing dan 2021 PT X Merokok
individu
6 Jabatan Suatu kedudukan Data crewing dari Kategorik
yang menunjukkan PT X
tugas, tanggung
jawab, dan hak
seorang pelaut

Dek :
1.Captain
2.Chief Officer
3.Second Officer
4.Third Officer
5.Fourth Officer

Mesin :
5.Chief Engineer
6.Second Engineer
7.Third Engineer
8.Fourth Engineer
9.Electrician
10.Boatswain
11.Able Seaman
12.Ordinary
Seaman
13.Foreman
14.Gasman
15.Oiler

Universitas Indonesia
31

Jenis
No Variabel definisi Alat ukur
data
16.Cook
17.Second Cook
18.Messboy
19.Cadet

6. Alur Kerja

Persetujuan Etik Penelitian

Permohonan izin untuk mengambil


data

Perizinan mengambil data


disetujui

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Pengolahan data

Penyajian hasil data

7. Etika Penelitian
Perusaaan yang dijadikan objek penelitian akan diberikan penjelasan yang berkaitan
dengan tujuan penelitian, keuntungan dan kerugian yang mungkin akan timbul akibat
penelitian yang dilakukan. Juga dijelaskan manfaat penelitian untuk perusahaan. Penelitian
hanya akan dilakukan jika sudah mendapatkan izin etik penelitian FKUI.

Universitas Indonesia
32

8. Dummy Table
Obesitas Tidak CI 95% OR P value
Obesitas
Captain
Officer
Engineer
Electrician
Boatswain
Seaman

BAB 4

Universitas Indonesia
33

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Analis Karakteristik Responden


Hasil uji profil responden menunjukkan karakteristik atas demografi dari responden atau
sampel penlitian, yang terbagi dalam posisi kerja, jenis kelamin, kebiasaan olahraga,
kebiasaan merokok, dan hipertensi disajikan dalam Tabel berikut ini

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa profil responden dalam penelitian ini terdiri atas posisi deck
sebesar 20% kemudian posisi non deck sebesar 80%. Jumlah persentase responden posis
deck dan non deck memiliki perbedaan yang besar, yang berarti awal kapal PT X di
dominasi oleh posisi non deck.
Profil responden berdasarkan jenis kelamin menunjukan sebanyak 96.3% responden
berjenis kelamin laki-laki dan 3.8% berjenis kelamin perempuan. Persentase ini
menunjukkan bahwa awak kapal PT X di dominasi oleh gender laki-laki.
Profil responden berdasrkan kebiasaan olahraga terdiri dari 91.0% responden
memiliki kebiasaan olahraga dan 9.0% responden tidak memiliki kebiasaan olahraga.
Persentase ini menunjukkan bahwa mayoritas awak kapal PT X memiliki kebiasaan berolah
raga.

Universitas Indonesia
34

Profil responden berdasarkan kebiasaan merokok, menunjukkan sebanyak 49.0%


responden memiliki kebiasaan merokok dan 51.0% responden tidak memiliki kebiasaan
merokok. Persentase ini menunjukkan sebagian besar responden tidak memiliki kebiasaan
merokok walaupun perbedaan antara awak kapal yang memiliki kebiasaan merokok dan
tidak merokok tidak besar.
Profil responden berdasarkan kejadian hipertensi menunjukkan sebanyak 85.8%
responden tidak memiliki hipertensi dan 14.3% memiliki hipertensi. Persentase ini
menunjukkan bahwa mayoritas awak kapal PT X tidak memiliki hipertensi.

Hasil uji tentang peningkatan berat dan peningkatan profil lipid dari Medical Check
UP (MCU) tahun 2020 ke 2021 menunjukkan bahwa terdapat 8.3% responden yang
mengalami peningkatan berat badan >5% dan 91.8% responden yang tidak mengalami
peningkatan berat badan >5%. Hasil uji juga menunjukkan bahwa terdapat 36.5%
responden yang mengalami peningkatan kolesterol total >10% dan terdapat 63.5%
responden yang tidak mengalami peningkatan kolesterol total >10%.
Hasil uji tentang insidensi peningkatan berat badan >5% dan peningkatan
kolesterol total >10% berdasarkan posisi kerja, jenis kelamin, kebiasaan olahraga,
kebiasaan merokok, dan riwayat hipertensi disajukan dalam table 4 berikut ini
4

Universitas Indonesia
35

Profil responden berdasarkan indikator posisi kerja terhadap insidensi peningkatan berat
badan >5% dan peningkatan kolesterol total >10% menunjukkan bahwa pada pekerja deck
terdapat 10.0 % pekerja yang mengalami peningkatan berat badan >5% dan sebanyak
90.0% pekerja yang tidak mengalami peningkatan berat badan >5% serta terdapat 32.5%
pekerja yang mengalami peningkatan kolesterol >10% dan sebanyak 67.5% pekerja yang
tidak mengalami peningkatan kolesterol >10%. Pada pekerja non deck, terdapat 7.8%
pekerja yang mengalami peningkatan berat badan >10% dan sebanyak 92.2% pekerja yang
tidak mengalami peningkatan berat badan >5% serta terdapat 37.5% pekerja yang
mengalami peningkatan kolesterol >10% dan terdapat 62.5% pekerja yang tidak mengalami
peningkatan kolesterol > 10%.

Profil responden berdasarkan jenis kelamin terhadap insidensi peningkatan


berat badan >5% dan peningkatan kolesterol total >10% menunjukkan bahwa pada pekerja
laki-laki terdapat 8.3% pekerja yang mengalami peningkatan berat badan >5% dan terdapat
91.7% pekerja yang tidak mengalami peningkatan berat badan >5% serta terdapat 36.9%
pekerja yang mengalami peningkatan kolesterol >10% dan terdapat 63.1% pekerja yang
tidak mengalami peningkatan kolesterol >10%. Pada pekerja perempuan terdapat 6.7%
pekerja yang mengalami peningkatan berat badan >5% dan terdapat 93.3% pekerja yang
tidak mengalami peningkatan berat badan >5% serta terdapat 26.7% pekerja yang

Universitas Indonesia
36

mengalami peningkatan kolesterol >10% dan terdapat 73.3% pekerja yang tidak mengalami
peningkatan kolesterol >10%.

Profil responden berdasarkan kebiasaan olahraga terhadap insidensi


peningkatan berat badan >5% dan peningkatan kolesterol total >10% menunjukkan bahwa
pada pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga terdapat 8.2% pekerja yang mengalami
peningkatan berat badan >5% dan terdapat 91.8% pekerja yang tidak mengalami
peningkatan berat badan >5% serta terdapat 36.0% pekerja yang mengalami peningkatan
kolesterol >10% dan terdapat 64.0% pekerja yang tidak mengalami peningkatan kolesterol
>10%. Pada pekerja yang tidak memiliki kebiasaan olahraga terdapat 8.3% pekerja yang
mengalami peningkatan berat badan >5% dan terdapat 91.7% pekerja yang tidak
mengalami peningkatan berat badan >5% serta terdapat 41.7% pekerja yang mengalami
peningkatan kolesterol >10% dan terdapat 58.3% pekerja yang tidak mengalami
peningkatan kolesterol >10%.

Profil responden berdasarkan kebiasaan merokok terhadap insidensi


peningkatan berat badan >5% dan peningkatan kolesterol total >10% menunjukkan bahwa
pada pekerja yang memiliki kebiasaan merokok terdapat 9.7%% pekerja yang mengalami
peningkatan berat badan >5% dan terdapat 90.3% pekerja yang tidak mengalami
peningkatan berat badan >5% serta terdapat 39.8% pekerja yang mengalami peningkatan
kolesterol >10% dan terdapat 60.2% pekerja yang tidak mengalami peningkatan kolesterol
>10%. Pada pekerja yang tidak memiliki kebiasaan merook terdapat 6.9% pekerja yang
mengalami peningkatan berat badan >5% dan terdapat 93.1% pekerja yang tidak
mengalami peningkatan berat badan >5% serta terdapat 33.3% pekerja yang mengalami
peningkatan kolesterol >10% dan terdapat 66.7% pekerja yang tidak mengalami
peningkatan kolesterol >10%.

Profil responden berdasarkan riwayat hipertensi terhadap insidensi


peningkatan berat badan >5% dan peningkatan kolesterol total >10% menunjukkan bahwa
pada pekerja yang memiliki riwayat hipertensi terdapat 3.5% pekerja yang mengalami
peningkatan berat badan >5% dan terdapat 96.5% pekerja yang tidak mengalami
peningkatan berat badan >5% serta terdapat 29.8% pekerja yang mengalami peningkatan
kolesterol >10% dan terdapat 70.2% pekerja yang tidak mengalami peningkatan kolesterol
>10%. Pada pekerja yang tidak memiliki riwayat hipertensi terdapat 9.0% pekerja yang
mengalami peningkatan berat badan >5% dan terdapat 91.0% pekerja yang tidak
mengalami peningkatan berat badan >5% serta terdapat 37.6% pekerja yang mengalami
peningkatan kolesterol >10% dan terdapat 62.4% pekerja yang tidak mengalami
peningkatan kolesterol >10%.

Universitas Indonesia
37

Hasil Uji Bivariat

Hasil uji bivariat untuk insidensi kejadian peningkatan berat badan dan peningkatan
kolesterol beserta faktor yang mempengaruhinya yaitu jabatan, jenis kelamin, kebiasaan
merokok, kebiasaan olahraga dan hipertensi disajikan dalam tabel berikut

Tabel menunjukkan bahwa insidensi peningkatan berat badan >5%


dihubungkan dengan posisi kerja menunjukkan nilai signifikansi 0.525 atau p>0.05. Hasil
ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan berat

Universitas Indonesia
38

badan >5% dengan jabatan. Insidensi peningkatan kolesterol total >10% dihubungkan
dengan posisi kerja menunjukkan nilai signifikansi 0.406 atau p>0.05. Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kolesterol
total >10% dengan jabatan.
insidensi peningkatan berat badan >5% dihubungkan dengan jenis kelamin
menunjukkan nilai signifikansi 0.820 atau p>0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan berat badan >5% dengan jenis
kelamin. Insidensi peningkatan kolesterol total >10% dihubungkan dengan jenis kelamin
menunjukkan nilai signifikansi 0.420 atau p>0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kolesterol total >10% dengan jenis
kelamin.
insidensi peningkatan berat badan >5% dihubungkan dengan kebiasaan
olahraga menunjukkan nilai signifikansi 0.985 atau p>0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan berat badan >5% dengan
kebiasaan olahraga. Insidensi peningkatan kolesterol total >10% dihubungkan dengan
kebiasaan olahraga menunjukkan nilai signifikansi 0.500 atau p>0.05. Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kolesterol
total >10% dengan kebiasaan olahraga.
insidensi peningkatan berat badan >5% dihubungkan dengan kebiasaan
merokok menunjukkan nilai signifikansi 0.304 atau p>0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan berat badan >5% dengan
kebiasaan merokok. Insidensi peningkatan kolesterol total >10% dihubungkan dengan
kebiasaan merokok menunjukkan nilai signifikansi 0.180 atau p>0.05. Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kolesterol
total >10% dengan kebiasaan merokok.
insidensi peningkatan berat badan >5% dihubungkan dengan riwayat
hipertensi menunjukkan nilai signifikansi 0.160 atau p>0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan berat badan >5% dengan
riwayat hipertensi. Insidensi peningkatan kolesterol total >10% dihubungkan dengan
riwayat hipertensi menunjukkan nilai signifikansi 0.258 atau p>0.05. Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kolesterol
total >10% dengan riwayat hipertensi.

Universitas Indonesia
39

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

a. Jabatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil responden ini terdiri dari
20% pekerja dengan posisi deck dan 80% pekerja dengan posisi non deck. Jumlah
persentase responden yang berada di posisi deck dan non deck memiliki perbedaan
yang besar, yang berarti pelaut pada kapal tanker di dominasi oleh pelaut non deck.
Menurut data dari UNCTAD tahun 2021, jumlah pelaut di seluruh dunia adalah
sebanyak 1,892,725 orang terdiri atas 857,544 perwira (deck) dan 1,035,181 rating
(non deck)(27). Hal ini sesuai dengan data tersebut dimana lebih banyak yang
memiliki jabatan non deck dibanding jabatan deck.
Ada beberapa hal yang membuat jumlah pelaut non deck lebih
banyak disbanding pelaut deck, diantaranya adalah :

1. Kualifikasi dan Pendidikan: Perwira (deck) di kapal harus memenuhi persyaratan


pendidikan dan pelatihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelaut rating (non
deck). Mereka harus lulus dari sekolah pelayaran atau perguruan tinggi kelautan,
serta memiliki lisensi dan kualifikasi khusus yang sesuai dengan peran dan
tanggung jawab mereka di kapal. Kualifikasi yang lebih tinggi ini membuat jumlah
perwira relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pelaut rating.
2. Posisi Manajerial: Perwira biasanya memiliki posisi manajerial dan bertanggung
jawab atas pengambilan keputusan strategis, navigasi, keselamatan, dan kesehatan
di kapal. Sementara itu, pelaut rating lebih fokus pada tugas-tugas operasional dan
pekerjaan fisik. Karena peran manajerial biasanya lebih terbatas dalam jumlah,
inilah salah satu alasan mengapa jumlah perwira lebih sedikit.
3. Kebutuhan Tugas dan Pekerjaan: Pekerjaan yang harus dilakukan di kapal
mencakup berbagai fungsi, seperti operasional dek, mesin, pelayanan katering, dan
sebagainya. Pelaut rating diperlukan untuk menjalankan tugas-tugas operasional ini
dalam jumlah yang cukup besar untuk menjaga efisiensi dan kelancaran operasional
kapal.
4. Biaya dan Pengeluaran: Mempekerjakan pelaut rating umumnya lebih ekonomis
dibandingkan dengan mempekerjakan perwira karena persyaratan pendidikan dan
pelatihan yang lebih tinggi bagi perwira memerlukan biaya yang lebih besar.
5. Struktur Organisasi: Struktur hirarki dalam industri pelayaran juga dapat berperan
dalam menentukan perbandingan jumlah pelaut rating dan perwira. Biasanya, hanya
kapal-kapal besar dan lebih kompleks yang memerlukan lebih banyak perwira,
sementara kapal-kapal kecil atau kapal-kapal dengan fungsi lebih sederhana

Universitas Indonesia
40

mungkin hanya memerlukan beberapa perwira dengan jumlah pelaut rating yang
lebih banyak.

b. Jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil responden ini terdiri dari 96.3% pekerja
dengan jenis kelamin laki-laki dan 3.8% pekerja dengan jenis kelamin perempuan.
Jumlah persentase responden yang berdasarkan jenis kelamin memiliki perbedaan
yang besar, yang berarti pelaut pada kapal tanker di dominasi oleh pelaut laki-laki.
Hal ini sejalan dengan data kemenhub sepanjang tahun 2023 dimana pelaut
Indonesia didominasi oleh pelaut laki-laki sebesar 97.3% dan pelaut perempuan
sebesar 2,7% (28). Pada banyak negara dan budaya, angka partisipasi pelaut laki-laki
yang lebih tinggi daripada perempuan dalam industri pelayaran dapat dijelaskan oleh
beberapa faktor historis, sosial, dan praktis. Beberapa alasan yang mungkin
menjelaskan mengapa lebih banyak pelaut laki-laki dibandingkan perempuan antara
lain:

1. Tradisi dan sejarah: Industri pelayaran memiliki sejarah yang


panjang, dan pada awalnya, pelaut umumnya adalah pria. Seiring
waktu, tradisi ini terus berlanjut dan terkonsolidasi dalam budaya dan
kebiasaan maritim.
2. Stereotip gender: Beberapa masyarakat memiliki pandangan bahwa
pekerjaan di bidang maritim atau pelayaran lebih cocok untuk laki-
laki daripada perempuan karena alasan stereotip gender. Pandangan
ini dapat mempengaruhi persepsi dan pilihan karir perempuan dalam
industri ini.
3. Tuntutan fisik: Beberapa pekerjaan di atas kapal membutuhkan
kekuatan fisik tertentu atau tuntutan khusus lainnya yang
membuatnya lebih sulit untuk diakses oleh beberapa perempuan.
Namun, penting untuk diingat bahwa kemampuan fisik tidak selalu
berkaitan dengan jenis kelamin, dan ada perempuan yang mampu
melaksanakan tugas-tugas ini dengan baik.
4. Keterbatasan fasilitas dan akomodasi: Beberapa kapal mungkin tidak
memiliki akomodasi yang sesuai untuk perempuan, terutama kapal
dengan awak yang dominan laki-laki. Kurangnya fasilitas khusus
untuk perempuan bisa menjadi kendala untuk partisipasi mereka
dalam industri ini.
5. Waktu di laut dan keluarga: Kehadiran yang lama di laut untuk
beberapa bulan atau bahkan tahun bisa menjadi tantangan bagi
perempuan yang ingin menjalankan peran sebagai ibu atau anggota
keluarga yang aktif. Sifat pekerjaan yang memisahkan pelaut dari
keluarga mereka dalam periode yang lama dapat menjadi
pertimbangan penting bagi banyak perempuan.
6. Diskriminasi dan ketidaksetaraan: Di beberapa wilayah, perempuan
mungkin menghadapi diskriminasi dalam perekrutan dan promosi di

Universitas Indonesia
41

industri pelayaran, yang dapat menghambat partisipasi mereka secara


keseluruhan.

c. Kebiasaan olahraga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil responden ini terdiri dari


91% pekerja yang memiliki kebiasaan olahraga dan 9% pekerja yang tidak
memiliki kebiasaan olahraga. Jumlah persentase responden yang berdasarkan
kebiasaan olahraga memiliki perbedaan yang besar, yang berarti pelaut pada
kapal tanker di dominasi oleh pelaut yang memiliki kebiasaan olahraga. Hasil
penelitian menurut Geving, Ingunn Holmen et.al, pelaut lebih banyak
melakukan kegiatan olahraga saat berada di rumah dibandingkan saat berada
di atas kapal. Dalam beberapa kasus, pelaut mungkin memiliki lebih banyak
kesempatan untuk berolahraga di atas kapal karena adanya fasilitas olahraga,
seperti gym atau area olahraga di atas dek. Kapal-kapal modern sering
menyediakan fasilitas ini untuk memungkinkan para pelaut menjaga
kesehatan fisik dan mental mereka selama perjalanan panjang di laut.

Namun, ada juga beberapa faktor yang dapat membatasi aktivitas fisik para
pelaut di kapal. Perjalanan laut bisa menimbulkan tantangan dan kelelahan,
terutama di kapal-kapal kargo atau kapal penumpang yang harus berlayar
tanpa henti selama beberapa minggu atau bahkan bulan.
Di sisi lain, ketika berada di rumah selama waktu istirahat antar-pelayaran,
beberapa pelaut mungkin memiliki lebih banyak waktu dan akses ke fasilitas
olahraga yang beragam, seperti gym, lapangan olahraga, atau tempat
berenang, sehingga mereka dapat lebih leluasa dalam menjalankan program
latihan mereka.
Selain itu, preferensi pribadi juga berperan penting. Beberapa pelaut mungkin
lebih aktif secara fisik dan cenderung berolahraga dengan rajin baik di kapal
maupun saat berada di rumah, sementara yang lain mungkin lebih suka
beristirahat dan bersantai saat di rumah setelah menghabiskan waktu lama di
laut.

d. Kebiasaan Merokok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil responden ini terdiri dari 49%
pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dan 51% pekerja yang tidak
memiliki kebiasaan merokok. Jumlah persentase responden yang berdasarkan
kebiasaan tidak memiliki perbedaan yang besar, bahkan cenderung seimbang
yang berarti setengah pelaut pada kapal tanker merupakan perokok. Jika
merujuk pada data WHO tahun 2018 maka jumlah ini lebih tinggi jika
dibandingkan jumlah perokok di Indonesia. Dimana pada data tersebut
sebanyak 34,8% dari populasi dewasa di Indonesia adalah perokok.

Universitas Indonesia
42

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mengapa banyak pelaut


yang merokok.
Stres dan isolasi: Pelayaran seringkali merupakan pekerjaan yang
menantang, dengan jadwal kerja yang panjang, terbatasnya interaksi sosial
dengan orang-orang di luar kapal, dan jauh dari keluarga dan teman-teman.
Stres dan rasa kesepian ini dapat menjadi pemicu bagi beberapa pelaut untuk
merokok sebagai cara untuk mengatasi tekanan dan rasa isolasi.
Budaya kapal: Budaya kapal tertentu dapat mendukung konsumsi tembakau,
termasuk merokok. Jika merokok dianggap sebagai hal yang umum atau
diterima di antara kru kapal, maka pelaut mungkin merasa terdorong untuk
ikut merokok untuk berbaur atau menjadi bagian dari kelompok.
Tuntutan pekerjaan: Lingkungan kerja di kapal dapat menimbulkan
tantangan fisik dan mental, dan merokok mungkin dianggap sebagai bentuk
pelepasan atau relaksasi dari tuntutan pekerjaan yang berat.
Akses terbatas ke fasilitas kesehatan: Beberapa kapal mungkin memiliki
keterbatasan dalam menyediakan program dukungan kesehatan, termasuk
program penghentian merokok. Dalam situasi ini, pelaut yang ingin berhenti
merokok mungkin kesulitan mendapatkan bantuan dan dukungan yang
diperlukan.
Kebiasaan dan adiksi: Merokok, seperti kecanduan nikotin lainnya, dapat
menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan setelah dimulai. Banyak pelaut yang
telah merokok selama beberapa waktu mungkin mengalami ketergantungan
fisik dan psikologis terhadap tembakau.

e. Riwayat Hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil responden ini terdiri dari 14.3%
pekerja yang memiliki riwayat hipertensi dan 85.8% pekerja yang tidak
memiliki riwayat hipertensi. Jumlah persentase responden yang berdasarkan
riwayat hipertensi memiliki perbedaan yang besar, yang berarti pelaut pada
kapal tanker di dominasi oleh pelaut yang tidak memiliki riwayat hipetensi.
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tu, Mingshan et.al prevalensi
pelaut yang memiliki riwayat hipertensi adalah sebesar 44.7%. Kondisi
hipertensi pada pelaut dapat menjadi masalah serius karena tekanan darah
tinggi dapat meningkatkan risiko komplikasi kesehatan yang berpotensi
mengganggu kinerja dan kesejahteraan pelaut selama perjalanan di kapal.
Beberapa hal yang menybabkan adanya kejadian hipertensi di atas kapal
adalah sebagai berikut:
Faktor risiko: Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan atau
memperburuk hipertensi pada pelaut, termasuk stres kerja, paparan garam
berlebihan di diet mereka, kurangnya kesempatan untuk berolahraga, serta
konsumsi alkohol atau merokok.

Pengaruh lingkungan kapal: Lingkungan di atas kapal dapat mempengaruhi


tekanan darah pelaut. Misalnya, paparan sinar matahari yang intens dan cuaca
panas dapat menyebabkan dehidrasi, yang dapat mempengaruhi tekanan

Universitas Indonesia
43

darah. Selain itu, kondisi kerja yang berat dan jadwal kerja yang panjang
dapat menyebabkan stres dan kelelahan yang dapat mempengaruhi tekanan
darah.

Keterbatasan akses ke perawatan medis: Selama berada di laut, pelaut


mungkin memiliki keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan dan perawatan
medis. Hal ini bisa menjadi tantangan jika ada masalah kesehatan yang perlu
segera ditangani, termasuk kondisi hipertensi yang mendesak.

Kebiasaan hidup: Gaya hidup pelaut, termasuk pola makan, tingkat aktivitas
fisik, dan konsumsi alkohol atau merokok, dapat berpengaruh pada tekanan
darah mereka. Kebiasaan hidup sehat, seperti diet seimbang dan olahraga
teratur, dapat membantu mengelola dan mengurangi risiko hipertensi.

Peran perusahaan dan regulasi: Beberapa perusahaan pelayaran telah


meningkatkan kesadaran akan masalah kesehatan, termasuk hipertensi, di
antara para pelaut dan menyediakan program kesehatan serta pendidikan
kesehatan. Beberapa kapal juga dilengkapi dengan fasilitas kesehatan dan
personel medis untuk memberikan perawatan dasar selama pelayaran.

5.2 Insidensi Peningkatan Berat Badan dan Peningkatan Kolesterol Total Yang
Bermakna Pada Pelaut Kapal Tanker Pada Masa Pandemi COVID-19 dan Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhinya

5.2.1 Hubungan Jabatan Dengan Insidensi Peningkatan Berat Badan dan


Peningkatan Kolesterol Total
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara jabatan dengan Insidensi peningkatan berat badan yang bermakna.
Begitupun juga dengan hubungan jabatan dengan peningkatan kolesterol total tidak
Menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini mengin dikasikan bahwa jenis
jabatan yang dimiliki seorang Pelaut tidak mempengaruhi peningkatan badan dan
juga peningkatan kolesterol total. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Aini, Risya Farisatul et.al, Yang menyatakan bahwa perilaku
menetap atau perilaku sedenter meningkatkan terjadinya obesitas pada pekerja.

5.2.2 Hubungan jenis kelamin dengan Insidensi peningkatan berat badan dan
peningkatan kolesterol total
Hasil penelitian antara jenis kelamin dengan Insidensi peningkatan berat
badan dan peningkatan kolesterol total tidak menunjukkan Hubungan yang signifikan. Hal
ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanifah, Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanifah, Khayyu, Di mana pada penelitian
Didapatkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kegemukan (p value
= 0,01). Hal ini dapat terjadi karena peningkatan berat badan dan peningkatan kolesterol
total dipengaruhi oleh faktor lain.

Universitas Indonesia
44

5.2.3 Hubungan Kebiasaan olahraga dengan Insidensi peningkatan berat


badan dan peningkatan kolesterol total
Hasil penelitian antara kebiasaan olahraga dengan Insidensi peningkatan
berat badan dan peningkatan kolesterol total tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian dilakukan oleh Tyas, Adek Setia Wahyuneng et.al, Yang menyatakan
bahwa terdapat adanya pengaruh bermakne dari kurangnya aktivitas fisik dengan
peningkatan berat badan dengan p-value = 0,001.

5.2.4 Hubungan kebiasaan merokok dengan Insidensi peningkatan berat


badan dan peningkatan kolesterol total
Hasil penelitian antara kebiasaan merokok dengan Insidensi peningkatan
berat badan dan peningkatan kolesterol tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal
Ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Dewi Indah et.al,l di mana
dalam penelitiannya dikatakan bahwa perokok memiliki resiko overweight 1,6 kali lebih
besar daripada yang bukan perokok serta memiliki resiko obesitas 1,3 kali lebih besar
daripada yang bukan perokok.

5.2.5 Hubungan Riwayat hipertensi dengan Insidensi peningkatan berat


badan dan peningkatan kolesterol total
Hasil penelitian antara potensi dengan Insidensi peningkatan berat badan
dan peningkatan kolesterol total tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Jiang, Shu-Zhong, Di mana pada penelitian
tersebut dikatakan bahwa hipertensi dan obesitas atau peningkatan berat badan saling
berhubungan satu sama lain.

5.2.6 Hubungan Faktor Stresor/Psikis dengan insidensi peningkatan berat


badan dan peningkatan kolesterol total
Pada penelitian ini tidak dilakukan analisa hubungan faktor stresor/psikis
dengan insidensi peningkatan berat badan dan peningkatan kolesterol total. Namun
berdasarkan penelitian Klinsberg S, Mehlig et. Al, Hubungan antara stressor terutama stres
kerja dengan peningkatan berat badan kemungkinan terjadi karena adanya pengaruh asupan
makanan, aktivitas fisik, ataupun laju metabolik (24). Hormon stres yaitu hormon kortisol
memegang peranan penting dalam mengatur nafsu makan dan hal ini dapat menjadi
penyebab mengapa faktor psikososial dapat menjadi penyebab peningkatan berat badan.
Cortisol merupakan hormon stres yang dapat mengontrol mood, motivasi dan ketakutan.
Hormon kortisol diproduksi pada kelenjar adrenalin. Hormon kortisol berperan untuk :
mengatur bagaimana tubuh menggunakan karbohidrat, lemak dan protein; mengurangi
inflamasi; mengatur tekanan darah, meningkatkan gula darah, mengatur siklus tidur,
meningkatkan energi untuk menyeimbangkan stres. Kelenjar hipotalamus dan pituitary
yang keduanya terletak di otak, dapat mendeteksi jumlah kortisol yang berada dalam darah.
Apabila stressor atau bahaya telah terlalui, maka jumlah kortisol dalam darah akan kembali

Universitas Indonesia
45

turun, dan tekanan darah serta sistem dalam tubuh akan kembali menjadi normal. Namun
apabila terkena stress berturut-turut dan hormon kortisol dengan jumlah tinggi tetap berada
di tubuh dalam waktu lama, maka hal tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan
seperti : cemas dan depresi, sakit kepala, gangguan jantung, ganguan konsentrasi dan
ingatan, gangguan pencernaan, gangguan tidur, dan peningkatan berat badan.

5.2.7 Hubungan faktor pola makan dengan insidensi peningkatan berat


badan dan peningkatan kolesterol total
Pada penelitian ini tidak dilakukan analisa hubungan faktor pola makan dengan insidensi
peningkatan berat badan dan peningkatan kolesterol total. Namun menurut penelitian yang
dilakukan oleh Hjarnoe L, Leppin, pelaut cenderung memiliki risiko kelebihan berat badan
lebih tinggi dibandingkan populasi lainnya. Kondisi ini dapat disebabkan karena gaya hidup
yang tidak sehat, kurangnya makanan segar dalam diet sehari-hari, tingginya konsumsi
gula, jam kerja yang tidak lazim, dan kurangnya aktifitas fisik. Saat pelayaran, pelaut tidak
memiliki banyak jenis pilihan makanan. Pada salah satu studi disebutkan bahwa pelaut-
pelaut di Cina menagalami kekurangan vitamin C, B2, A dan calcium pada diet sehari-
harinya. Pola makan pelaut saat berada di atas kapal berbeda dibandingkan dengan saat
berada di rumah. Contohnya adalah konsumsi sayur dan buah-buahan yang berkurang
sedangkan konsumsi makanan tinggi sodium seperti sosis, dan minuman bersoda dan
mengandung gula tinggi meningkat. Penyajian makanan di atas kapal juga dapat
menimbulkan kebiasaan makan berlebih pada pelaut. Di atas kapal, juru masak umumnya
menyiapkan makanan dalam jumlah besar dan gratis. Hal ini sesuai dengan hasil studi
dimana 2/3 pelaut mengatakan bahwa mereka mengalami kenaikan berat badan saat berada
di atas kapal, di mana 1/3 lainnya mengalami kenaikan berat badan saat berada di rumah.
Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan memegang peranan penting dalam peningkatan
berat badan.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Salah satunya adalah
keterbatasan akibat terjadinya biase di mana penelitian ini hanya mengambil informasi
dari medical check up selama dua tahun yaitu di tahun 2020 dan 2021. Penelitian ini pun
diambil pada masa Pandemi kau fit nine teen sehingga pemeriksaan medical check up pun
terbatas dan tidak selengkap pemeriksaan medical check up pada masa sebelum Pandemi.
Keterbatasan lain dalam Penelitian ini yaitu tidak banyaknya faktor yang
dapat diteliti karena adanya keterbatasan data dari medical check up. kesungguhan
responden dalam menjawab pertanyaan yang ada pada medical check up merupakan hal
hal di luar jangkauan peneliti seperti kebiasaan olahraga dan kebiasaan merokok sehingga
ada kemungkinan kuesioner dijawab tanpa jawaban yang benar. Selain itu Masih banyak

Universitas Indonesia
46

responden yang tidak melakukan medical check up di dua waktu tersebut. misalnya ada
Pelaut yang hanya melakukan medical check up di tahun 2021 tetapi tidak melakukan
medical check up di tahun 2020 dan begitu pula sebaliknya

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah disajikan pada abad empat
dan lima mengenai Insidensi peningkatan berat badan dan peningkatan kolesterol total
pada Pelaut kapal tanker serta faktor faktor yang mempengaruhi nya, maka dapat diambil
kesimpulan pengertian sebagai berikut:
1. Tidak terdapat hubungan bermakna antara peningkatan
berat badan dan peningkatan kolesterol total dengan
jabatan pada laut kapal Tengker

Universitas Indonesia
47

2. Tidak terdapat hubungan bermakna antara peningkatan


kolesterol total dengan jenis kelamin
3. Tidak terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan
olahraga dengan peningkatan berat badan dan peningkatan
kolesterol total
4. Tidak terdapat hubungan bermakna antara peningkatan
berat badan dan peningkatan kolesterol total dengan
kebiasaan merokok
5. Tidak terdapat hubungan bermakna antara peningkatan
berat badan dan peningkatan total dengan riwayat
hipertensi.

6.2 Saran

Dari hasil temuan penelitian mengenai Insidensi peningkatan berat badan


dan peningkatan kolesterol total pada pulau kapal Tengker PT X dan faktor yang
mempengaruhi nya, peneliti memberi beberapa saran penelitian sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hubungan
antara jabatan, jenis kelamin, kebiasaan olahraga,
kebiasaan merokok, dan riwayat hipertensi tidak
menunjukkan hubungan yang signifikan dalam
Insidensi peningkatan berat badan dan peningkatan
kolesterol total
2. Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk
mengembangkan variabel yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan berat badan dan peningkatan
kolesterol total pada Pelaut kapal Tengker dalam
lingkup yang lebih luas. diharapkan data yang diambil
merupakan data primer sehingga lebih mampu
menggambarkan faktor apa saja yang dapat
meningkatkan berat badan dan kolesterol total
3. Dengan mengidentifikasi gambaran peningkatan
berat badan dan peningkatan kolesterol total pada
Pelaut kapal tanker dapat berkontribusi
meningkatkan kualitas kesehatan pelaut kapal
tanker, sehingga proses bisnis dan penyaluran BBM
ke daerah-daerah di Indonesia menjadi semakin
optimal.

Universitas Indonesia
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Umum Pengendalian Obesitas. 2015.


2. Stevens J, Truesdale KP, McClain JE, Cai J. The definition of weight maintenance. Int J
Obes. 2006 Mar 22;30(3):391–9.
3. Soegih R, Wiramihardja K. Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Jakarta: Sagung
Seto; 2009.
4. Lestari LA, Helmyati S. Peran Probiotik di Bidang Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 2018.
5. Firman S. Obesitas di Tempat Kerja. Cermin Dunia Kedokteran. 2015;42(8):578–84.
6. Setiawati R, Setyawati A, HF A. Kepemimpinan di Atas Kapal. Jurnal Manajemen
Transportasi & Logistik (JMTRANSLOG). 2019 Feb;5(3):341.
7. Aikaterini D, Vasileios P, Aris C, Kanella Z, Dimitris K, Efthymios K. Seafarers’ health
problems emergencies, diseases and risk factors. A systematic review of the literature.
International Journal of Medical and Health Research. 2019;5.
8. Hjarnoe L, Leppin A. A risky occupation? (Un)healthy lifestyle behaviors among Danish
seafarers. Health Promot Int. 2014 Dec;29(4):720–9.

Universitas Indonesia
49

9. Baygi F, OC J, Qorbani M, Farshad A, Salehi S, Mohammadi-Nasrabadi F, et al. Prevalence


and associated factors of cardio-metabolic risk factors in Iranian seafarers. Int Marit
Health. 2016 Jun;67(2):59–65.
10. Mahdi S, Sibilio F, Amenta F. Dental hygiene habits and oral health status of seafarers. Int
Marit Health. 2016 Mar;67(1):9–13.
11. Oldenburg M, Jensen H, Wegner R. Burnout syndrome in seafarers in the merchant marine
service. Int Arch Occup Environ Health. 2013 May;86(4):407–16.
12. Carotenuto A, Fasanaro A, Molino I, Sibilio F, Saturnino A, Traini E, et al. The Psychological
General Well-Being Index (PGWBI) for assessing stress of seafarers on board merchant
ships. Int Marit Health. 2013 Dec;64(4):215–20.
13. Forsell K, Eriksson H, Järvholm B, Lundh M, Andersson E, Nilsson R. Work environment and
safety climate in the Swedish merchant fleet. Int Arch Occup Environ Health. 2017
Feb;90(2):161–8.
14. Kaerlev L, Jensen A, Hannerz H. Surveillance of Hospital Contacts among Danish Seafarers
and Fishermen with Focus on Skin and Infectious Diseases---A Population-Based Cohort
Study. Int J Environ Res Public Health. 2014;18(11):11.
15. Jensen H, Oldenburg M. Potentially traumatic experiences of seafarers. J Occup Med
Toxicol. 2019;14:17.
16. Andela C, van Haalen F, Ragnarsson O, Papakokkinou E, Johannsson G, Santos A, et al.
MECHANISMS IN ENDOCRINOLOGY: Cushing’s syndrome causes irreversible effects on the
human brain: a systematic review of structural and functional magnetic resonance
imaging studies. Eur J Endocrinol. 2015 Jul;173(1):R1–4.
17. Pukkala E, Martinsen J, Lynge E, Gunnarsdottir H, Sparén P, Tryggvadottir L, et al.
Occupation and cancer -- follow-up of 15 million people in five Nordic countries. Acta
Oncol (Madr). 2009;21(48):5.
18. Nittari G, Tomassoni D, di Canio M, Traini E, Pirillo I, Minciacchi A, et al. Overweight among
seafarers working on board merchant ships. BMC Public Health. 2019 Jan;9(Jan):19.
19. Oldenburg M, Baur X, Schlaich C. Occupational Risks and Challenges of Seafaring. J Occup
Health. 2010;52:249–56.
20. Hansen HL, Hjarnoe L, Jepsen J. Obesity Continues To Be a Major Health Risk for Danish
Seafarers and Fishermen. Int Marit Health. 2011;62:98–103.
21. Oldenburg M. Risk of cardiovascular diseases in seafarers. Int Marit Health. 2014
Jun;65(2):53–7.
22. Hjarnoe L, Leppin A. What does it take to get a healthy diet at sea? A maritime study of
the challenges of promoting a healthy lifestyle at the workplace at sea. Int Marit Health.
2014 Jun;65(2):79–86.
23. Luppino F, de Wit L, Bouvy P, Stijnen T, Cuijpers P, Penninx B, et al. Overweight, Obesity,
and Depression. Arch Gen Psychiatry. 2010 Mar;67(3):220.
24. Klingberg S, Mehlig K, Johansson I, Lindahl B, Winkvist A, Lissner L. Occupational stress is
associated with major long-term weight gain in a Swedish population-based cohort. Int
Arch Occup Environ Health. 2019 May;92(4):569–76.
25. Cassoobhoy A. What is Cortisol ? In: Contributor WE, editor. 2020.

Universitas Indonesia
50

26. Chao A, Jastreboff A, White M, CM G, R S. Stress cortisol, and other appetite-related


hormones: Prospective prediction of 6-month changes in food cravings and weight.
Obesity (Silver Spring). 2017;25(4):713–20.
27. jurnalmaritim.com. 2021. UNCTAD Rilis Data Maritim Terbaru, Ada 143 Ribu Pelaut
Indonesia di Kapal Asing.
28. Kemenhub. Presentase Jumlah Pelaut Berdasarkan Jenis Kelamin. 2023.
 

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai