Anda di halaman 1dari 25

Makalah

ASTHENOPIA

Pembimbing
dr. Gusti Gede Suardana, SpM(K)

Disusun Oleh
Sevina Triani (1906319662)
Damayanti Siahaan (1906427433)
Wangi Oktaviani Ginting (1905427515)
Suci Tria Meirissa (1906427502)
A. Rendy Firmansyah (1906319574)

Magister Kedokteran Kerja Universitas Indonesia


FEBRUARI 2020
DAFTAR ISI

BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
I.1. Latar Belakang.............................................................................................................................3
I.2. Permasalahan...............................................................................................................................4
I.3. Tujuan..........................................................................................................................................5
Tujuan umum.......................................................................................................................................5
Tujuan khusus......................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................6
II.1. Definisi........................................................................................................................................6
II.2. Penyebab.....................................................................................................................................6
II.3. Gejala.........................................................................................................................................10
II.4. Klasifikasi..................................................................................................................................11
II.5. Patofisiologi...............................................................................................................................15
II.6. Diagnosis...................................................................................................................................18
II.7 MANAJEMEN ASTHENOPIA..........................................................................................................21
BAB III......................................................................................................................................................23
KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................................24

2
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perkembangan dari sektor industri, seperti industri 4.0 saat ini, yang merupakan era
industry berbasis teknologi dan internet, maka komputerisasi sangat berperan dalam
meningkatkan produktivitas, Namun di lain sisi juga menimbulkan masalah baru bagi kesehatan
pekerja, salah satunya seperti gangguan pada mata.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau
lingkungan kerja. PAK meliputi jenis penyakit yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari
aktivitas pekerjaan, berdasarkan sistem target organ, kanker akibat kerja, dan spesifik lainnya. 1

Beberapa jenis pekerjaan tertentu membutuhkan penglihatan jarak dekat seperti pekerja
yang membutuhkan desain detail, petugas laboratorium, pekerja yang menggunakan komputer
terutama yang terkait dengan Visual Display Terminal (VDT) atau monitor.

Mata sebenarnya tidak terlalu tepat untuk menatap layar monitor karena mata tidak
dapat terlalu lama berusaha untuk memfokuskan pada titik-titik kecil atau pixel yang membentuk
bayangan pada layar monitor. Seorang pengguna komputer harus terus-menerus berusaha
memfokuskan matanya untuk menjaga ketajaman gambar yang dilihatnya pada layar monitor.
Proses tersebut mengakibatkan timbulnya stress yang berulang-ulang pada otot mata. Hal tersebut
semakin diperberat dengan berkurangnya frekuensi berkedip sehingga mata menjadi kering dan
terasa perih. Akibatnya kemampuan mata untuk memfokuskan diri menjadi berkurang dan
penglihatan akan menjadi kabur.2–4

World Health Organitation (WHO) mencatat angka kejadian astenopia di dunia rata-rata
75% per tahun. Penelitian yang lain menemukan bahwa prevalensi astenopia 49.4% (45.7-3.2).
Penelitian oleh Bhanderi DJ et al mendapatkan kelelahan mata pekerja sebanyak 46.3%. Data
organisasi kesehatan dunia (WHO) menunjukkan angka kejadian Computer Vision Syndrome
(CVS) tahun 2004 berkisar 40-90% pada pekerja yang beraktivitas di depan komputer. Karena itu,
penting diperhatikan posisi duduk, posisi mata terhadap monitor komputer, serta lamanya bekerja
di depan komputer. Dalam penggunaan komputer sebagai alat bantu pekerjaan sebagaimana yang
dinyatakan dalam WHO 2004 “Bahwa pada orang-orang yang bekerja pada komputer sering
menimbulkan kelelahan dan rasa ketidaknyamanan pada mata”. 5,6

3
Hingga tahun 2000 diperkirakan sekitar 75% pekerjaan kantor memerlukan komputer.
Pada tahun 2006 diperkirakan terdapat sekitar 28 juta penduduk yang menggunakan komputer,
baik di perkantoran maupun di rumah. Pada tahun 1990 penggunaan internet dengan komputer
pribadi di rumah mulai meningkat dan hal ini makin meningkatkan pula jumlah pengguna
komputer di dunia. Setidaknya dari 15% pengguna internet dan komputer pribadi di rumah pada
tahun 1990 meningkat menjadi 50% di tahun 2005.7,8

American Optometrist Association (AOA) mendefinisikan Computer vision Syndrome


(CVS) sebagai sekelompok gangguan okuler yang dikeluhkan oleh seseorang yang menggunakan
komputer dalam waktu yang cukup lama. Berat-ringannya keluhan yang dilaporkan sebanding
dengan banyaknya waktu yang digunakan di depan komputer. Seseorang yang menggunakan
komputer lebih dari dua jam setiap harinya akan lebih mudah untuk menderita CVS. 3,4

Pada studi sistematik review (Augusto, 2015), prevalensi astenopia pada pengguna
komputer profesional sebanyak 40%. Penelitian Tri Sejati (1989) terhadap 40 orang operator
komputer ternyata 34 orang yang mengalami kelelahan mata. Dari jumlah tersebut ternyata 20%
bekerja secara efektif antara 2-4 jam, sedang 65% bekerja secara efektif antara 5-8 jam. Penelitian
Muhdahani (1994) pada 57 operator komputer yang mengoperasikan komputer minimal 4 jam
sehari ter-nyata 88,5% mengalami Ashtenopia akomodatif atau kelelahan (Murtopo dan
Sarimurni, 2005:156). Berdasarkan hasil penelitian, 77% para pemakai monitor akan mengalami
keletihan pada mata, mulai dari rasa pegal dan nyeri pada mata, mata merah, mata berair, sampai
9–11
pada iritasi mata. Bahkan ada kemungkinan terjadinya katarak pada mata. (Anies, 2005:114).

Kelelahan mata cenderung menyebabkan ketegangan pada otot dan saraf sehingga dapat
mempercepat terjadinya kelelahan tubuh secara umum. Kondisi tersebut dapat menurunkan
ketelitian, rendahnya kualitas, meningkatkan terjadinya kesalahan pada pekerjaan bahkan
menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja serta keluhan-keluhan kesehatan akibat gangguan
penglihatan. Sebagai akibatnya maka tingkat produktivitas dapat menurun.

I.2. Permasalahan
Permasalahan penyakit mata yang disebabkan oleh pekerjaan yang terkait faktor
ergonomi salah satunya adalah Astenopia. Hal ini disebabkan karena semakin lazimnya pekerjaan
dengan menggunakan komputer. Namun masih banyak individu maupun tempat kerja yang belum
menyadari pencegahan dan penanganan terhadap timbulnya Astenopia. Padahal Astenopia dapat
menyebabkan turunnya produktivitas, tingginya biaya pengobatan, meningkatnya jumlah absensi,
rendahnya kualitas kerja, serta meningkatnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
4
I.3. Tujuan

Tujuan umum
Mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan Astenopia, melakukan tindakan preventif dan cara
penanganannya.

Tujuan khusus
 Mengidentifikasi berbagai potensi bahaya terutama kesehatan mata di lingkungan kerja.
 Dapat melakukan tindakan preventif dan edukasi pekerja dan tempat kerja terhadap terjadinya
Astenopia
 Dapat menegakkan diagnosa dan melakukan tatalaksana Astenopia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Astenopia menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya
berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk
memperoleh ketajaman penglihatan. Astenopia adalah gangguan yang dialami mata karena otot-
ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu
lama.

5
Kamus ilmiah penglihatan mendefinisikan astenopia sebagai keluhan subjektif
penglihatan berupa penglihatan yang tidak nyaman, sakit dan kepekaannya berlebihan.

II.2. Penyebab
Asthenopia dapat disebabkan oleh masalah seperti otot mata kejang ketika memfokus,
ada perbedaan penglihatan di kedua mata, astigmatisme, hipermetrop (rabun jauh), miop (rabun
dekat), cahaya berlebihan, kesulitan koordinasi mata dan lain-lain. Di dalam lingkungan pemakaian
komputer, mata tegang dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan dan penglihatan yang berbeda-
beda.
Astenopia terjadi karena gangguan yang komplek dan saling mempengaruhi pada proses
sistem penglihatan seperti berikut:
1. Cahaya masuk ke mata dari benda yang dilihat tidak cukup.
2. Pemusatan cahaya pada retina mata tidak sempurna.
3. Mekanisme penggabungan bayangan (fusi) oleh sistem penglihatan yang lebih sentral (otak) dan
upaya untuk mempertahankannya tidak memadai.

Faktor yang berpengaruh terdiri dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, yaitu: 3

A. Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari tubuh yang terdiri atas:
1) Faktor okular yaitu kelainan mata berupa Ametropia dan Heteroforia. Ametropia
adalah kelainan refraksi terhadap mata kiri dan kanan akan tetapi tidak dikoreksi.
Heteroforia merupakan kelainan di mana sumbu penglihatan dua mata tidak sejajar
sehingga kontraksi otot mata untuk mempertahankan koordinasi bayangan yang
diterima dua mata menjadi satu bayangan, lebih sulit. Apabila hal tersebut berlangsung
lama, akan terjadi kelelahan mata.
2) Faktor konstitusi adalah faktor yang disebabkan oleh keadaan umum seperti kelelahan
umum, kurang sehat, bekerja dibawah tekanan (under pressure), kurang tidur,
pemakaian obat-obatan, kelainan emosi dan gangguan psikogenik lainnya. Selain
orang yang berbakat neurotik, orang yang sehat pun (terorganisir baik
kepribadiannya), terutama jika mereka bergerak di bidang kehidupan intelektual, dan
selalu terus menerus meningkatkan dan memperbaiki diri, dapat kehilangan sebagian
energi kehidupannya yang akhirnya dapat mengalamio kondisi kelelahan.

B. Faktor ekstrinsik yaitu faktor yang disebabkan oleh lingkungan kerja terdiri atas:
1) Kuantitas iluminasi, cahaya yang berlebih dapat menimblkan silau, pandangan
terganggu, dan menurunnya sensitifitas retina.
2) Kualitas iluminasi, meliputi kontraks, sifat cahaya (flicker), dan warna. Kontras
berlebihan atau kurang, cahaya berkedip atau menimbulkan flicker, dan warna-warna
terang, akan menyebabkan mata menjadi cepat lelah.

6
3) Ukuran objek yang dilihat, objek yang berukuran kecil memerlukan penglihatan dekat,
sehingga membutuhkan kemampuan akomodasi yang lebih besar. Jika hal ini terjadi
terus-menerus, maka mata menjadi capat lelah.
4) Waktu kerja yang lama untuk melihat secara terus-menerus pada suatu objek, dapat
menimbulkan Asthenopia atau kelelahan mata.

Pada penggunaan komputer, Asthenopia terjadi akibat mata selalu memusatkan


pandangan pada komputer di mana obyek yang dilihat terlalu kecil, kurang terang dan bergerak.
Sehingga mata berkonsentrasi kurang berkedip, dan akan menyebabkan penguapan air mata
meningkat sehingga mata menjadi kering.3

Pendapat lain mengenai faktor yang berhubungan dengan astenopia yaitu:

A. Umur
Dengan meningkatnya umur, elastisitas lensa mata akan semakin berkurang sehingga
daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan
menipiskan mata. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin berkurang kelenturannya
dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri.
B. Masa Kerja
Masa kerja adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu kegiatan yang
bertujuan mendapatkan hasil.
Bekerja dengan Jarak pandang ke layar monitor, intensitas pencahayaan, posisi dan sikap
duduk yang tidak memenuhi syarat dalam jangka waktu yang lama sewaktu melakukan
pekerjaan akan berpotensi menimbulkan suatu kelainan atau penyakit. Salah satu penyakit
yang timbul berhubungan dengan pekerjaan adalah Asthenopia.
Silau akibat cahaya yang dipancarkan dari komputer atau merupakan pantulan dari
pencahayaan sekitar tempat kerja yang berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama
dapat menimbulkan mata kering.

C. Lama Kerja

Hal-hal terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi:

i. Lamanya seseorang mampu kerja secara baik,


ii. Hubungan diantara waktu kerja dan istirahat,
iii. Waktu diantara sehari menurut periode yang meliputi siang dan malam.

Menurut Myers (1956) waktu istirahat memiliki efek yang positif pada pekerjaan yang
bersifat berulang dan monoton serta pekerjaan yang memerlukan sikap duduk atau berdiri
dalam waktu lama. Istirahat yang tepat dapat dilakukan selama 10 menit pada pagi dan sore
hari. Pada pekerjaan yang membutuhkan kemampuan mental misalnya, istirahat dapat
7
dilakukan selama dua menit setelah 40 menit bekerja untuk pekerjaan yang membutuhkan
waktu satu jam atau lima menit istirahat setelah 80 menit bekerja untuk pekerjaan yang
membutuhkan waktu dua jam.

D. Jarak pandang ke layar monitor computer

Radiasi yang timbul pada layar monitor computer (VDT) sebagai efek penembakan
elektron pada tabung hampa udara mempunyai dampak yang besar terhadap penglihatan kita.
Ini dikarenakan oleh elektron yang keluar dari monitor dapat menimbulkan medan magnet
dan medan listrik dan dapat mengganggu prosedur kerja syaraf. Karena sebagai mana yang
kita ketahui bahwa tidak semua elektron-elektron itu dapat ditahan oleh lapisan fosfor pada
monitor komputer.

Semakin lama mata terpapar dengan radiasi layar komputer maka kemampuan akomodasi
mata semakin menurun. Radiasi yang dikeluarkan oleh layar komputer memancarkan radiasi
yang dapat diserap oleh mata saat menggunakan komputer. Jumlah dosis radiasi yang diserap
oleh mata tergantung pada lama terpapar radiasi tersebut. Makin lama terpapar radiasi layar
komputer maka dosis yang diserap oleh lensa mata akan menyebabkan kekeruhan pada lensa
mata dan menurunkan kemampun akomodasi. Dengan demikian kemampuan akomodasi
mata akan semakin menurun bila jumlah tahun dan jumlah jam terpapar radiasi layar
komputer per hari semakin besar. Hal tersebut menyebabkan mata menjadi lelah. Jika
operator komputer menggunakan lensa kontak, kelelahan mata akan lebih cepat terasa.
Karena mata yang dalam keadaan memfokuskan kelayar monitor akan jarang berkedib,
sehingga bola mata cepat menjadi kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya
gesekan antara lensa dan kelopak mata.

Silau akibat cahaya yang dipancarkan dari komputer ataupun merupakan pantulan dari
pencahayaan sekitar tempat kerja, sering kali tidak disadari oleh pekerja komputer dan dapat
berakibat tidak baik terhadap kesehatan mata. Silau menyebabkan otot-otot mata untuk terus-
menerus fokus terhadap tampilan yang ada di monitor komputer. Untuk menghindari silau,
selain dengan pengaturan pencahayaan ruangan, dapat digunakan anti-glare screen (screen
anti silau). Anti-glare screen atau screen anti silau, merupakan suatu alat yang dipasang pada
monitor untuk mengurangi cahaya yang masuk ke dalam bola mata. Anti-glare screen dapat
mengurangi gejala-gejala yang timbul pada sindrome asthenopia.

E. Pencahayaan

8
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan keadaan
lingkungan kerja yang aman dan nyaman, serta mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
meningkatnya produktivitas.
Penerangan untuk membaca dokumen lebih tinggi dari pada penerangan untuk melihat
komputer, karena tingkat penerangan yang dianjurkan untuk pekerja dengan komputer tidak
dapat berdasarkan satu nilai dan sampai saat ini masih kontroversial.
Penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata, akan tetapi
penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. Penerangan yang memadai bisa
mencegah terjadinya Asthenopia (kelelahan mata) dan mempertinggi kecepatan dan efisien
membaca.

F. Posisi duduk
Meja dan kursi komputer adalah alat penunjang kerja yang sangat berpengaruh terhadap
kenyamanan kerja operator komputer. Kelelahan kerja akan cepat terjadi bila meja dan kursi
tidak ergonomis.
Kursi yang baik digunakan untuk melakukan pekerjaan hendaknya memakai sandaran
punggung dan pinggang, serta dapat mendukung pekerja dengan posisi kerja yang nyaman
dan mempermudah perubahan posisi tubuh yang sering terjadi.

G. Sikap duduk
Dalam melakukan suatu pekerjaan, tenaga kerja memerlukan keselarasan antara
kemampuan tubuh dan pekerjaan. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat
dipengaruhi bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan, penempatan alat petunjuk, cara
memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan.
Dampak penyerasian dan penyesuaian alat-alat kerja dan lingkungan kerja pada
kesanggupan dan kemampuan tenaga kerja, akan menimbulkan suasana kerja yang nyaman,
lebih cepat letih, produktifitas meningkatkan secara kuantitatif maupun kualitatif.
Untuk itu, dalam melakukan suatu pekerjaan dianjurkan memiliki sikap duduk yang
tegak, diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk.
Kursi yang baik adalah kursi yang dapat mengikuti lekuk punggung dan sandarannya
(back rest) serta tingginya dapat diatur.

II.3. Gejala
a. Gejala ocular, sekitar mata terasa sakit, panas, cepat lelah, mata merah dan teras kering.

9
b. Gejala visual, yaitu gangguan untuk memfokuskan bayangan pada retina. Mata menjadi
sensitif terhadap cahaya. Kelelahan ini akan menyebabkan penglihatan ganda atau kabur dan
kemampuan untuk melihat warna menurun.
c. Gejala umum lainnya yang sering dikeluhkan akibat kelelahan mata adalah rasa sakit pada
kepala, leher terasa tegang, sakit punggung, dan terasa nyeri pada pinggang. 3

10
II.4. Klasifikasi

Astneopia secara umum dibagi menjadi dua, yaitu astenopia akibat kelainan refraksi (refractive
asthenopia) dan astenopia akibat kelemahan otot-otot ekstraokular (muscular asthenopia).
Sesuai namanya, astenopia akibat kelainan refraksi mempunyai masalah tajam penglihatan yang
tidak terkoreksi dengan baik sehingga muncul masalah kelelahan pada mata. Kelainan refraksi
yang dimaksud adalah ketidakmampuan melihat jarak jauh (miopia), ketidakmampuan melihat
jarak dekat (hipermetropia/hiperopia), dan ketidakmampuan memfokuskan bayangan akibat
kelengkungan kornea yang tidak sama (astigmatisme).

Pada astenopia akibat kelemahan otot-otot ekstraokular, dibagi menjadi tiga kelainan berkaitan
yaitu ketidakmampuan melakukan konvergensi (convergence insufficiency), gangguan
akomodasi (acomodative insufficiency), dan deviasi bola mata daripada normalnya
(heteroforia/heterotropia).
2.4.1 Astenopia akibat kelainan refraksi
2.4.1.1 iopia
Miopia adalah kelainan refraksi dimana bayangan benda yang ditangkap tidak
terfokuskan tepat di retina, melainkan berada di depan retina saat keadaan mata tidak
berakomodasi. Sebagai pengoreksi, seseorang dengan kelainan miopia harus menggunakan
kacamata berlensa konkaf yang kekuatan lensanya sesuai dengan derajat miopia.
Kelainan refraktif ini jika tidak dikoreksi dapat mengakibatkan peningkatan deviasi bola
mata kearah dalam atau akomodasi yang berfluktuasi ketika melihat jarak dekat. Selain itu,
miopia dapat timbul akibat adaptasi kedua mata ketika dihadapkan oleh kerja jarak dekat yang
intensif untuk mengurangi permintaan akomodasi mata dan konsekuensi atas astenopia.

2.4.1.2 Hipermetropia
Hipermetropia adalah kelainan refraksi dimana bayangan benda yang ditangkap tidak
terfokuskan tepat di retina, tetapi jatuh di belakang retina pada saat mata tidak berakomodasi.
Untuk memfokuskan bayangan benda tersebut, seseorang dengan hipermetropia harus
menggunakan kacamata berlensa konveks.
Pada orang berusia muda, kelainan refraktif ini tidak selalu harus dikoreksi menggunakan
kacamata, karena dapat melakukan akomodasi sebagian atau keseluruhan sehingga dapat melihat
baik penglihatan dekat maupun jauh. Pengoreksian menggunakan kacamata diindikasikan secara
eksplisit, biasanya diberikan jika timbul gejala small refractive errors.

2.4.1.3 Astigmatisme
Astigmatisme atau silinder merupakan kelainan refraksi disebabkan oleh ketidaksamaan
kelengkungan pada permukaan refraktif mata, karenanya bayangan benda dapat/tidak dapat
11
dibawa fokus tepat di retina tetapi tersebar pada dua titik yang berjarak dari bidang optikus
(retina). Silinder dapat berdiri sendiri atau berkombinasi dengan miopia dan/atau hipermetropia.
Pengoreksian menggunakan lensa silindris.
Secara umum, semua penderita astigmatisme dengan kesalahan refraksi lebih besar dari
0.25D sebaiknya dikoreksi jika gejala-gejala astenopia telah timbul. Selain untuk menghilangkan
gejala astenopia, perbaikan juga dapat dirasakan pada tajam penglihatan dan menstabilkan sistem
akomodasi.

2.4.2 Astenopia akibat kelemahan otot ekstraokular

2.4.2.1 Heteroforia / heterotropia


Heteroforia ialah kegagalan satu atau kedua bola mata untuk mempertahankan aksis
visual secara paralel setelah rangsangan fusional disingkirkan. Sedangkan heterotropia adalah
keadaan bola mata dimana axis visual tidak dapat diarahkan pada titik fiksasi yang sama dibawah
kondisi melihat dengan normal. Heterotropia sering disebut juga sebagai strabismus.
Kedua kelainan deviasi ini berkaitan dengan pergerakan fusional mata yaitu kemampuan
kedua bola mata untuk melakukan gerakan vergensi (konvergensi atau divergensi) sehingga
bayangan benda jatuh pada retina tepat di kedua fovea. Oleh karena itu, umumnya orang yang
mengalami deviasi bola mata kesulitan melakukan kerja fusi mata dan hingga akhirnya timbul
kelelahan mata.
Gambar.....Jenis-jenis heterotropia

2.4.2.2 Insufisiensi konvergensi

Telah dijelaskan singkat sebelumnya, konvergensi merupakan salah satu dari pergerakan vergensi
bola mata selain divergensi. Pergerakan vergensi bola mata sendiri penting karena merupakan syarat

12
penting untuk melihat jelas dengan kedua bola mata (penglihatan binokular). Dengan adanya pergerakan
vergensi bola mata, dapat meminimalkan disparitas retina dan menempatkan dua bayangan pada retina
yang ditangkap dari sepasang mata terhadap satu objek benda tepat sesuai di titik retina.

Gambar.....Proses konvergensi

Convergence insufficiency (CI) merupakan kelainan paling umum dari pergerakan vergensi mata,
dimana ketidakmampuan mempertahankan konvergensi untuk mencapai kebutuhan melihat jarak dekat
dan gejala astenopia muncul akibatnya. Insufisiensi konvergensi sering dijumpai bersamaan dengan
esoforia yang berkaitan dengan masalah binokular, tetapi kemunculan esoforia tidak diperlukan untuk
mendiagnosis kelainan umum insufisiensi konvergensi.

Akibat esoforia, menyebabkan sistem vergensi terus-menerus diaktifkan sehingga timbul


kelelahan, atau defisiensi muskular, sistem muskular tidak mampu memenuhi kebutuhan vergensi.

2.4.2.3 Insufisiensi akomodasi

Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk berubah bentuk dalam rangka memfokuskan
bayangan sehingga jatuh tepat di retina. Dengan perubahan lensa tersebut maka terjadi pengaturan
kekuatan lensa. Yang dimaksud dengan insufisiensi akomodasi ialah kelemahan untuk melakukan
akomodasi, lambat atau sulit untuk merubah kekuatan lensa (dioptri) oleh kontraksi otot-otot akomodasi
mata. Astenopia oleh karena disfungsi akomodasi banyak dilaporkan sejalan dengan berkembangnya
teknologi informasi. Insufisiensi akomodasi atau kontraksi akomodasi menjadi salah satu penyebab
terjadinya astenopia akibat aktivitas jarak dekat.

13
Gambar....Proses akomodasi

Kelainan akomodasi sering diklasifikasi menjadi enam kondisi, yaitu sebagai berikut:

1. Insufficiency of accomodation (AI), paling sering ditemukan diantara kelainan


akomodasi lainnya.

2. Infacility of accomodation, yaitu kekurangan sistem akomodasi untuk bereaksi


terhadap gambaran yang tidak fokus.

3. Fatigue of accomodation, yaitu kelemahan akomodasi dimana gambaran akomodatif


menjadi berkurang dengan dilakukan pengukuran ulangan.

4. Spasm of accomodation (akomodasi berlebihan), yaitu kerja berlebihan dari otot


siliaris atau fleksibilitas berlebihan dari lensa mata.

5. Paresis of accomodation, yaitu kelemahan akomodasi oleh karena lesi organik.

6. Unequal accomodation, yaitu kondisi dimana kemampuan akomodatif kedua mata


tidak sama.

2.5 Kompleks penglihatan jarak dekat

Kompleks penglihatan jarak dekat atau near vision complex adalah gabungan antara
akomodasi, konvergensi and kontraksi dari pupil (miosis) untuk melihat jarak dekat. Untuk
memfiksasi penglihatan jarak dekat dibutuhkan proses akomodasi untuk memproduksi bayangan
benda tepat di retina, sistem konvergensi memiliki peran mengatur posisi relatif dari aksis visual,
sedangkan konstriksi pupil untuk menyesuaikan berkas sinar masuk dari jarak dekat membantu
bayangan jatuh ke retina.

14
Ketiga fungsi dari masing-masing sistem sangat erat hubungannya dengan fungsi sistem
saraf. Terdapat tiga kompleks penting di sistem saraf pusat sebagai pengatur dari near vision
complex, yaitu daerah pretektum, tektum, dan nukleus okulomotorius. Pretektum dan tektum
yang berada di midbrain adalah untuk menintegrasikan dan mensistesis impuls. Nukleus
okulomotorius (N.III) termasuk nukleus Edinger-Westphal berperan sebagai final common
pathway dan mentransmisikan impuls ke organ efektor, yaitu badan siliaris, rektus medial, dan
sfingter iris. Astenopia umumnya dilaporkan akibat ketidakseimbangan dari salah satu dari sistem
pembentuk kompleks penglihatan jarak dekat.

II.5. Patofisiologi

Sesuai dengan etiologinya, maka astenopia dapat disebabkan oleh gangguan dalam sistem
refraksi serta sistem penglihatan binokuler.

15
Terdapat total 6 otot mata ekstrinsik yang bertanggung jawab terhadap manipulasi gerakan mata.
Terdapat 4 otot rektus, yang dinamai sesuai dengan arah gerakannya.
1. Otot rektus medius, kontraksinya menghasilkan adduksi atau menggulirkan mata ke arah nasal
dan otot ini dipersarafi oleh N.III (nervus okulomotorius).
2. Otot rektus lateralis, kontraksinya menghasilkan abduksi atau menggulirkan mata ke arah
temporal dan otot ini dipersarafi oleh N.VI (nervus abdusen).
3. Otot rektus superior, kontraksinya menghasilkan elevasi, adduksi dan intorsi bola mata dan otot
ini dipersarafi oleh N.III (nervus okulomotorius).
4. Otot rektus inferior, kontraksinya menghasilkan depresi, adduksi dan intorsi bola mata dan otot
ini dipersarafi oleh N.III (nervus okulomotorius).
Terdapat 2 otot oblik (superior dan inferior) yang bertanggung jawab terhadap manipulasi
gerakan rotasi bola mata dalam aksisnya.
5. Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, intorsi dan abduksi, yang
dipersarafi oleh N. IV (nervus troklea).
6. Otot oblik inferior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, ekstorsi dan abduksi, yang
dipersarafi oleh N.III (nervus okulomotorius).

Saat makhluk dengan penglihatan binokuler melihat suatu objek, mata harus berotasi pada aksis
vertikalnya sehingga proyeksi bayangan berada tepat di retina di kedua mata. Untuk melihat
suatu objek dekat, maka mata berotasi mendekati satu sama lain (convergence), sedangkan untuk
melihat objek yang jauh, mata berotasi saling menjauh (divergence). Otot bola mata bekerja
sebagai suatu unit, sehingga jika bola mata berusaha memfokuskan untuk melihat objek dekat
dengan garis penglihatan, maka otot rektus medius sisi kanan berkotraksi bersamaan dengan otot
rektus medius sisi kiri. Jika kita berusaha melihat ke samping, otot rektus medius di satu sisi
bekerja secara kohesif dengan otot rektus lateral di sisi lainnya.

16
Vergence atau disebut juga disjunctive movement adalah gerakan simultan dari kedua mata dalam
arah berlawanan untuk mempertahankan penglihatan binokuler (dua mata) tunggal. Exaggerated
convergence / crossed eye viewing (misalnya memfokuskan untuk melihat hidung). Jika melihat
benda jarak jauh, mata divergen sampai paralel, dan memfiksasi secara efektif pada satu titik
pada infinity (atau sangat jauh). Fungsi vergence berkaitan dengan akomodasi. Pada kondisi
normal, perubahan fokus pada mata pada jarak yang berbeda akan secara otomatis menyebabkan
vergence dan akomodasi.

17
II.6. Diagnosis

The

differential diagnosis of asthenopia based on the patch test. NPA, near point of accommodation.
(Modified from Noorden GK von, Helveston EM. Strabismus: A Decision-Making Approach. St
Louis, Mosby–Year Book, 1994, p 132.)

Diagnosis dari asthenopia adalah adanya gejala dan tanda di bawah ini:
0 Rasa nyeri, lelah, dan gatal pada mata
1 Mata berair
2 Mata kering
3 Mata merah
4 Spasme atau kedutan di sekitar mata
5 Penglihatan kabur atau penglihatan ganda (terutama saat berusaha untuk fokus)
6 Peningkatan sensitifitas terhadap cahaya
7 Nyeri leher/punggung/bahu
8 Sakit kepala/migraine
18
Pengguna komputer dapat memiliki gejala dan tanda tambahan:
0 Mengalami kesulitan saat harus memindahkan fokus penglihatan dari monitor ke dokumen
maupun sebaliknya
1 Melihat warna atau gambar saat mengalihkan pandangan dari komputer

Gejala dan tanda ini berkurang atau hilang apabila tidak menggunakan mata untuk melakukan
pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat. Meskipun lebih sering terjadi pada pekerjaan yang
membutuhkan penglihatan dekat, fiksasi yang lama bahkan berjam-jam pada jarak pandang tertentu,
gejala asthenopia juga dapat timbul untuk jarak pandang jauh, terutama bila mengamati obyek yang
bergerak seperti saat menonton film atau televisi, melihat mobil yang bergerak cepat, atau pertandingan
sepakbola, karena menjaga “fusi” dari obyek dalam situasi tersebut adalah sukar dan dapat menyebabkan
stres pada otot-otot mata.
Kecurigaan adanya asthenopia akan meningkat apabila gejala dan tanda di atas ditemukan pada
orang-orang dengan faktor risiko untuk terjadinya asthenopia, yaitu pekerja yang dalam pekerjaannya
membutuhkan penglihatan dekat, berhubungan dengan bahan kimia yang mengakibatkan dampak
neuropati atau paralisis ataupun pekerja yang bekerja dengan lingkungan kerja yang tidak mendukung
(penerangan kurang dll).
Apabila diagnosis asthenopia sudah ditegakkan, maka harus diteliti lebih lanjut apakah asthenopia
yang terjadi disebabkan oleh faktor refraktif (refractive asthenopia) atau faktor muskular (muscular
asthenopia).
Untuk membedakan antara asthenopia muskular dan refraksi, kita dapat menginstruksikan pasien
untuk memakai patch pada mata selama beberapa hari saat belajar atau melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan penglihatan dekat. Bila asthenopia timbul pada monocular vision, itu jelas bukan
berasal dari otot.
Pemeriksaan yang diperlukan antara lain:
1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan atau Visus
Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen. Biasanya
pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan mata membaca huruf-
huruf berbagai ukuran pada jarak baku yaitu 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat
benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Hasilnya dinyatakan dengan angka
pecahan seperti 6/6 untuk penglihatan normal.Tajam penglihatan diperiksa satu per satu dan
dinyatakan dengan suatu pembilang atau penyebut. Pembilang adalah jarak antara kartu Snellen
dengan mata (biasanya 6 meter) dan penyebut adalah dimana suatu huruf tertentu dapat dilihat.
19
2. Pengukuran Amplitudo Akomodasi
Pengukuran amplitudo akomodasi dilakukan dengan dasar dimana mata mempunyai batas
tertentu untuk dapat melihat dekat, karena terbatasnya kemampuan akomodasi. Metode yang
digunakan adalah metode push up dengan menggunakan near point ruler.
Caranya yaitu pasien diminta membaca target kecil (huruf Jaeger I) yang digeser perlahan-lahan
mendekati mata. Pasien diminta memberitahukan segera pada saat target terlihat kabur. Cara
penilaian yaitu jarak target dinyatakan dalam dioptri (didapatkan dengan pembagian angka 100
dengan nilai pungtum proksimum)
3. Tes Near Point Convergence (NPC)
Tujuan tes ini yaitu untuk mengukur titik terdekat yang masih dapat diperhatikan dengan
konvergensi kedua mata (bila kedua mata melihat obyek secara bersama-sama). Dasar dari tes ini
adalah bahwa konvergensi hanya dapat dipertankan selama masih dapat melihat tunggal (single
binocular vision).
Alat yang digunakan adalah dengan mistar berskala yang diletakkan pada kantus luar.
Caranya adalah dengan mendekatkan target fiksasi perlahan-lahan ke arah mata di bidang median
mata. Pada suatu jarahk tertentu, satu mata akan berdeviasi keluar, karena tidak dapat
mempertahankan konvergensi lagi. Biasanya mata tersebut adalah mata yang lemah. Penderita
biasanya akan menyatakan diplopia bila mata tersebut sudah mulai berdeviasi. Pada saat mata
berdeviasi jarak mata dengan obyek fiksasi diukur.
Cara penilaian: normal NPC adalah 10 cm

II.7 Ilustrasi Kasus


Demografi penderita pekerja dengan asthenopia, umumnya pada pekerja yang memerlukan
teknologi tinggi (visual display terminal), seperti petugas bank, pekerja IT, petugas call centre,
pekerja kantor dan lainnya. Selain itu, asthenopia juga terjadi pada pekerja yang membutuhkan
ketelitian tinggi seperti penjahit, pembuat berlian/perhiasan.

Pada Ilustrasi kasus menurut Jurnal New Frontier in Ophtalmology , seorang anak laki- laki
berusia 11 tahun mengeluh mata lelah dan diplopia terutama pada jarak pandang dekat. Menurut
orangtuanya pasien terkadang menjadi juling (squinting) ketika menggunakan smartphone selama
beberapa jam. Pada pemeriksaan fisik oftalmologi menunjukan laten hiperopia (+1,5 OD dan +2,0
OS), asthenopia dan esoforia terdekompensasi terkait transien diplopia. Ketajaman penglihatan 6/6
atau 20/20 tanpa koreksi. Pemeriksaan NPC menunjukan konvergensi berlebihan dan prism fusion
range yang buruk. Rasio AC/A dalam batas normal. Pasien diresepkan kacamata lensa spectacle
dengan Fresnel prism, latihan ortopthic, dan mengurangi penggunaan smartphone. Pada bulan
20
ketiga seluruh gejala sudah tidak ada, bulan keempat tanpa Fresnel prism dan hanya memakai
kacamata spectacle tidak ada pandangan binocular.

Gambar dari kiri ke kanan. Intermittent esotropia, Prism bar, Fresnel Prisms

Pada era digital pengguna komputer, tablet, dan smartphone menerima cahaya biru yang dikenal
sebagai cahaya berenergi tinggi (high energy visible light), dengan panjang gelombang antara 450-
495 nm. Berbagai penelitian menunjukan eksposure berlebih terhadap cahaya (gelombang pendek
mendekati sinar Ultraviolet) dapat menimbulkan perubahan sel ganglion yang menimbulkan
glaukoma, merusak fotoreseptor dan epitel pigmen retina, katarak dan predisposisi pada
degenerasi makula. Meskipun saat ini belum ada bukti yang menunjukan cahaya biru dari alat
digital dapat merusak mata.17
Beberapa literatur menyebutkan pengguna komputer frekuensi berkedip menurun (3.6-11.6
kedipan permenit) dibandingkan orang normal (17-26 kali permenit) 17

21
II.8 MANAJEMEN ASTHENOPIA

II.7.1 Pencegahan:
a. Batasi jumlah waktu yang Anda habiskan di komputer atau perangkat digital, jika
memungkinkan.

b. Koreksi kesalahan bias. Koreksi untuk masalah penglihatan. Jika ketegangan mata adalah
masalah utama, itu bisa disebabkan oleh masalah penglihatan. Buat janji untuk memeriksakan
mata Anda.

c. Orang-orang yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit mata karena diabetes atau tekanan darah
tinggi juga harus mengunjungi dokter spesialis mata lebih cepat.

d. Pemeriksaan mata awal direkomendasikan pada usia 40, yaitu ketika tanda-tanda awal penyakit
mata atau perubahan penglihatan lebih mungkin terjadi.

II.7.2 PENGELOLAAN ASTHENOPIA DI TEMPAT KERJA


a. Penggunaan perangkat digital secara ergonomis:

• Periksa pencahayaan dan kurangi silau

• Letakkan monitor 40-60 cm dari mata, tergantung kenyamanan.

• Gunakan jenis huruf yang cukup besar dan warna latar belakang yang berbeda untuk menemukan
kombinasi mana yang lebih mudah yang dapat dibaca

• Atur monitor pada kontras yang dirasakan paling nyaman

• Beristirahatlah menggunakan aturan 20-20-20 dengan menggeser mata untuk melihat objek
setidaknya 20 kaki jauhnya, selama 20 detik, setiap 20 menit

b. Gunakan air mata buatan


c. Tingkatkan kualitas ruang udara. Beberapa perubahan yang dapat membantu mencegah mata kering
termasuk menggunakan pelembab udara, menyesuaikan termostat untuk mengurangi
udara yang bertiup dan menghindari asap. Jika Anda merokok, pertimbangkan untuk berhenti.
d. Memilih kacamata yang tepat untuk Anda. Jika membutuhkan kacamata atau kontak dan bekerja
di komputer, pertimbangkan penggunaan kacamata atau lensa kontak yang dirancang khusus untuk
pekerjaan komputer.
e. Berkedip sering untuk menyegarkan mata
f. Lensa filter berwarna khusus dapat membantu mengendalikan mikrofluktuasi akomodatif dan
dengan demikian mengurangi gejala pada beberapa subjek

22
II.7.3 LATIHAN MATA
Ada beragam latihan mata untuk meredakan ketegangan mata, yaitu :
a) Palming: telungkupkan telapak tangan yang hangat kemudian tutupkan pada mata, jari-jari
tumpang tindih di dahi lalu tahan selama 2 menit
b) Fokus melihat jauh : Jauhkan ibu jari atau pensil 15 cm dari
hidung. Fokus pada ujung pensil untuk beberapa saat kemudian berubah fokus ke objek 3 meter
jauhnya. Ulangi 10-20 kali.
c) Tutup mata rapat selama beberapa detik di sela-sela pekerjaan.
d) Pijat: Gerakan memutar di atas mata dengan lembut
tekan selama beberapa menit dengan ujung jari manis, terutama
setelah menggunakan lotion, hal ini memberikan relaksasi bermakna pada mata.

23
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

 Asthenopia memiliki prevalensi yang cukup signifikan pada pekerjaan yang benyak
menggunakan penglihatan jarak dekat.

 Faktor penyebab asthenopia terdiri dari faktor okuler, faktor konstitusional yaitu faktor fisik
pekerja (malnutrisi, kurang tidur, ketegangan emosi), maupun faktor lingkungan (iluminasi, jenis
obyek yang dilihat)

 Penatalaksanaan asthenopia yang komprehensif seharusnya bukan hanya berusaha mendiagnosis


dan mengatasi faktor okuler tetapi juga harus memperhatikan faktor- faktor lainnya seperti faktor
kondisi fisik pekerja secara umum maupun faktor lingkungan

 Penting untuk memberikan pemahaman tentang gejala asthenopia, konsekwensi asthenopia


maupun pencegahan asthenopia baik pada pekerja maupun pihak manajemen
perusahaan/pengusaha supaya dapat dilakukan tindak lanjut yang nyata untuk pencegahan
asthenopia di tempat kerja

24
DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai