Anda di halaman 1dari 48

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA


DI BPJS KETENAGAKERJAAN DEPOK
TAHUN 2019

NIM 19.156.01.12.005

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MEDISTRA INDONESIA

BEKASI

2020

DAFTAR ISI
Daftar Isi ……………………………………………………. i
BAB I Pendahuluan

1. Latar Belakang ……………………………………………………. 1


2. Perumusan Masalah ……………………………………………………. 4
3. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………………. 5
4. Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 5
5. Manfaat Penelitian ……………………………………………………. 6
6. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………………………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kelelahan Mata ……………………………………………………. 8

2.1.2 Gejala Gejala Kelelahan Mata ………………………………………………. 10

2.1.3 Patogenesis Kelelahan Mata ………………………………………………… 11

2.1.4 Faktor Resiko Timbulnya Kelelahan Mata ………………………………….. 12

2.1.5 Pengendalian Kelelahan Mata Akibat Pengunaan Komputer ……………….. 22

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi dewasa ini telah melaju dengan pesat, hal ini diimbangi dengan semakin
membawa kemuntungan bagi manusia yaitu pekerjaan manusia lebih dimudahkan. Salah satu teknologi
yang digunakan manusia yaitu komputer. Penggunaan komputer di tempat kerja semakin meningkat
seiring karena memberi keefektifan pada tenaga dan waktu. Keuntungan yang dapat kita peroleh dalam
penggunaan komputer yaitu pekerjaan akan cepat terselesaikan dan hasilnya akan lebih maksimal karena
komputer mempunyai kecepatan dan ketelitian yang tinggi dalam mengerjakan fungsinya. Komputer
mempunyai media penyimpanan data berkapasitas besar yang ringkas dan mampu mengolah data dalam
jumlah yang besar

Pengunaan komputer yang terlalu lama akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan pekerja.
Pekerja yang dipaksa beradaptasi dengan komputer sering mengalami gangguan penglihatan yang
disebabkan karena pengunaan komputer terlalu lama. Oleh The American Optotric Association
dinamakan Computer Vision Syndrome (CVS). CVS juga dikenal dengan nama kelelahan mata. Kelelahan
mata adalah kumpulan gejala mata maupun non mata yang timbul setelah bekerja di depan layar
komputer atau video display terminal (VDT)(Firdaus, 2013). Kelelahan mata timbul sebagai stress
intensif pada fungsi fungsi mata seperti terhadap otot otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu
pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat ketidaktepatan kontras (Suma’mur, 2009). Computer
vision syndrome adalah kondisi sementara yang menggambarkan sekelompok masalah terkait mata yang
disebabkan penggunaan digital elektronik tertentu untuk jangka waktu yang lama.(Kelly, 2016)

Beberapa penelitian sebelumnya mengenai keluhan mata pada pekerjaan menunjukkan masih
banyaknya pekerja yang menggunakan komputer mengeluh mengalami kelelahan mata. James Sheedy
pada Jurnal Wall Street yang tulis oleh Rochelle Sharpe pada tahun 1999 mengatakan lebih dari 10 juta
pekerja di Amerika Serikat memeriksakan matanya setiap tahun karena pemakaian komputer. Contoh lain
adalah penelitian yang dilakukan Bhanderi di India pada tahun 2008 menunjukan bahwa 46,3% dari 419
pekerja yang menggunakan komputerdari berbagai institusi mengalami kelelahan mata. Lain lagi halnya
dengan penelitian Talwar et al (2009) dari 200 pekerja yang menggunakan komputer di Delhi dan NCR ,
76% mengalami masalah penglihatan.
Menurut Santoso (2011) sekitar 60.000.000 manusia mengalami gangguan mata dan jumlahnya
meningkat 1.000.000 setiap tahunnya. Orang yang menderita gangguan mata ini sebagaian besar memiliki
pekerjaan yang membuat dia sering berinteraksi dengan komputer. Penyebab keluhan kelelahan mata
sering terjadi karena proyeksi gambar pada mata secara terus menerus dengan frekuensi cepat. Mata
manusia sebenarnya didesain untuk melihat benda yang berbentuk tiga dimensi akan tetapi ketika mata
dipergunakan untuk melihat gambar pada monitor komputer yang tergolong dua dimensi, maka mata akan
dipaksa untuk menerjemahkan objek dua dimensi ke objek tiga dimensi (Santoso, 2011)

Penggunaan komputer yang menyebabkan mata menjadi lelah adalah penggunaan komputer dalam
jangka waktu > 4 jam terus menerus tanpa adanya istirahat mata secara teratur, jarak pandang terhadap
layar komputer terlalu dekat dan ukuran objek yang terlalu kecil sehingga mata bekerja kerjas untuk
memfokuskan dalam melihat. Kelelahan mata dapat muncul segera setelah pemakaian komputer dalam
jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam (Septiansyah, 2014). Berdasarkan penelitian Irma (2019 )
menunjukan durasi penggunaan komputer dalam kategori lama yang mengalami kelelahan mata sebanyak
21 orang (77.8%) dan yang tidak mengalami kelelahan mata sebanyak 6 orang (22.2%). Sedangkan durasi
penggunaan komputer dalam kategori tidak lama dan tidak mengalami kelelahan mata sebanyak 7 orang
(87.5%) dan yang mengalami kelelahan mata sebanyak 1 orang (12.5%). Menurut NIOSH tahun 2014,
disebutkan bahwa kondisi kerja sangat berperan terhadap gangguan kesehatan pekerja dan dapat
mempengaruhi secara langsung terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja termasuk beban kerja, waktu
kerja yang lama dan kurangannya istirahat. NIOSH juga menjelaskan bahwa keluhaan mata berkurang
secara bermakna pada pekerja dalam melakukan istirahat mata mengambil 10 menit istirahat untuk 1 jam
atau 15 menit untuk 2 jam berkutat dengan komputer dan seterusnya yang bersifat akumulatif.

Timbulnya kelelahan mata dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari faktor pekerja maupun
faktor lingkungan. Faktor pekerja dapat berupa kelainan refraksi, usia , perilaku yang beresiko, faktor
keturunan, dan lama kerja. Gejala visual juga dapat diakibatkan dari pencahayaan yang tidak sesuai,
cahaya yang silau dari monitor, ukuran objek dari layar monitor yang sulit dibaca dan pola istirahat mata
(Mappangile,2018). Faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah intensitas pencahayaan, kualitas
iluminasi, atau ukuran objek. Faktor pekerja dan faktor lingkungan memiliki pengaruh yang dramatis bagi
produktivitas kerja. Kenyamanan fisik dan fisiologi tenaga kerja yang baik akan meningkatkan efisiensi
pekerjaan dan peningkatan produk yang berdampak juga pada produktivitas kerja (Supriati, 2012).
Penggunaan komputer dalam waktu lama beresiko terkena mata lelah atau astenopia. Astenopia
merupakan gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebih dari sistem penglihatan yang berada dalam
kondisi yang kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Gangguan ini ditandai oleh
penglihatan terasa buram, kabur, ganda, kemampuan melihat warna menurun, mata merah, perih , gatal,
tegang, mengantuk, berkurangnya kemampuan akomodasi serta disertai gejala sakit kepala (Supriati,
2012)

Dampak dari keluhan kelelahan mata akan menurunkan ketelitian dan lebih lanjut dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan, memperpanjang waktu kerja , menurunkan produksi, disamping itu
juga dapat menurunkan kewaspaan dan cenderung terjadinya kecelakaan kerja atau menambah angka
kecelakaan, serta mempengaruhi moral kerja. Selain itu menurut Firdaus (2013) kelelahan mata dapat
menurunkan produktifitas kerja dikarenakan pekerja mengalami berbagai keluhan yang menyebabkan
hilangnya konsentrasi dan menurunkan semangat kerja. Pekerja yang tergangu kesehatannya dan
perawatan karena penyakit akibat kerja (PAK). Selain itu angka kehadiran akan menurun dan tidak
terselesaikan pekerjaan karena ketidakbugaran jasmaninya. Kelelahan mata yang berlangsung terus
menerus juga dapat berakibat pada menurunnya kemampuan akomodasi mata dan berkurangnya
penglihatan secara perlahan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdelaziz et al (2009) pada
pengguna komputer dengan menurunya ketajaman penglihatan dan kecacatan pada mata. Menurut
penelitian tersebut penuruanan ketajaman penglihatan diawali dengan keluhan kelelahan mata.

Di Indonesia keluhan kelelahan mata pada pekerja yang mengunakan komputer sering ditemukan.
Hasil penelitian Setiawan (2012) yang dilakukan terhadap pekerja yang mengunakan komputer di PT
Surveyor Indonesia menunjukan bahwa sebanyak 83,7% mengalami keluhan kelelahan mata. Ibrahim
(2018) dalam penelitiannya juga diketahui sebanyak 66,7 % pekerja yang mengunakan komputer di PT
Semen Tonasa Pangkep mengalami keluhan CVS . Menurut penelitian yang dilakukan oleh Berliana
(2017)(Dewi, 2009)(Dewi, 2009) menunjukan bahwa dari 96,3% keluhan kelelahan pada mata setelah
mengunakan komputer dengan durasi penggunaan komputer > 4 jam. Dari hasil penelitian yang
dilakukan Luthfiana (2013) berdasarkan faktor usia yang mempengaruhi keluhan kelelahan mata ada 2
kategori yang diambil yaitu usia tidak beresiko (<40 tahun) dan usia beresiko (≥40 tahun) dengan
responden 100 orang pengguna komputer , dari hasil penelitiannya didapati bahwa ada sebanyak 27
pengguna komputer (81,8%) yang mengalami keluhan kelelahan mata sedangkan pengguna komputer
yang tidak beresiko sebanyak 45 orang (67.2%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Sedangkan
berdasarkan hubungan tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata didapatkan pengguna
komputer yang bekerja dengan tingkat pencahayaan beresiko sebanyak 83.6% yang mengalami keluhan
kelelahan mata dan yang bekerja dengan tingkat pencahayaan tidak beresiko sebanyak 53.8% yang
mengalami keluhan kelelahan mata.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Septiansyah (2014) menunjukan bahwa terdapat 85.2%
pekerja yang mengalami kelainan refraksi mata mengeluh kelelahan mata dan sebanyak 52.2 % yang
tidak memiliki kelainan refraksi mata mengalami keluhan kelelahan mata. Sedangkan berdasarkan
hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan kelelahan mata dalam penelitian yang dilakukan
Septiansyah (2014) terdapat 77.3% pekerja yang mengunakan komputer > 4 jam mengalami kelulahan
kelelahan mata dan hanya 16.7 % yang mengunakan komputer < 4 jam mengalami keluhan kelelahan
mata.

Kantor BPJS Ketenagakerjaan Depok merupakan suatu Badan Hukum yang bergerak dibidang
pelayanan publik. BPJS Ketenagakerjaan menawarkan program Jaminan Kematian , Jaminan Hari Tua,
Jaminan Kecelakan Kerja Dan Jaminan Pensiun. Hampir semua pekerjaan dilakukan dengan mengunakan
komputer. Karena komputer merupakan alat bantu pekerja dalam melaksanakan tugas. Sehingga banyak
pekerja yang terpapar dengan komputer. Semakin lama terpapar komputer maka para pekerja akan
mungkin mengalami keluhan kelelahan mata. Menurut bagian SDM Kantor BPJS Ketenagakerjaan
Depok belum pernah ada penelitian mengenai kelelahan mata pada kantor tersebut.

Berdasarkan studi pendahulu yang dilakukan dengan 15 pekerja yang ada di BPJS Ketenagakerjaan
Depok , 15 orang tersebut mengalami gejala keluhan kelelahan pada matanya akibat mengunakan
komputer. Studi pendahuluan dilakukan dengan metode wawancara kepada para responden sebanyak 15
orang. Mereka mengalami nyeri / terasa berdenyut sekitar 73.3%, penglihatan kabur sebanyak 73.3%,
penglihatan rangkap/ ganda sekitar 20%, sulit fokus sekitar 73.3%, mata perih sekitar 80%, sakit kepala
sekitar 80%, pusing disertai mual sebanyak 20%, mata merah sekitar 60 %, dan mata berair sekitar
86.6%. Dengan latar belakang inilah peneliti berniat melakukan penelitian mengenai “ Faktor – Faktor
yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Di BPJS Ketenagakerjaan Depok”

2. Perumusan Masalah

BPJS Ketenagakerjaan Depok merupakan instasi layanan publik, para pekerjanya mengunakan
komputer sebagai alat bantu dalam mengerjakan pekerjaannya. Semakin lama terpapar computer maka
pekerja akan semakin rentan mengalami kelelahan mata. Kemudian peneliti melakukan studi pendahuluan
terhadap 15 karyawan untuk mengetahui apakah benar karyawan BPJS Ketenagakerjaan Depok
mengalami kelelahan mata. Hasil studi pendahuluan dididapati bahwa 15 orang karyawan sebagai
responden semuanya mengalami gejala keluhan kelelahan mata,. Sebanyak 73,2% mengalami nyeri /
terasa berdenyut, sekitar 73,3% mengalami penglihatan kabur, sekitar 20% mengalami penglihatan ganda,
73,3 % mengalami sulit fokus, 80 % mengalami mata perih , sebanyak 20% mengalami pusing disertai
mual, sebanyak 60% mengalami mata merah, dan sebanyak 86,9% mengalami mata berair. Berdasarkan
latar belakang yang sudah dibahas tersebut maka rumusan masalah yang diambil oleh peneliti adalah
“faktor- faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja di BPJS Ketenagakerjaan
Depok pada tahun 2019 “

3. Pertanyaan Penelitian
3.1 Apa faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja Di BPJS
Ketenagakerjaan Depok ?
3.2 Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja di BPJS Ketenagakerjaan
Depok?
3.3 Bagaimana gambaran usia pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok ?
3.4 Bagaimana gambaran kelainan refraksi mata pada pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok ?
3.5 Bagaimana gambaran durasi penggunaa komputer pada pekerja di BPJS Ketenagakerjaan
Depok ?
3.6 Bagaimana gambaran tingkat pencahayaan di BPJS Ketenagakerjaan Depok ?
3.7 Apakah ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja di BPJS
Ketenagakerjaan Depok?
3.8 Apakah ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada
pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok ?
3.9 Apakah ada hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata
pada pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok ?
3.10 Apakah ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada
pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok ?

4. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada
pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok.
2. Tujuan khusus
4.2.1. Mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja di BPJS
Ketenagakerjaan Depok
4.2.2. Mengetahui gambaran usia pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok
4.2.3. Mengetahui gambaran kelainan refraksi mata pekerja di BPJS
Ketenagakerjaan Depok
4.2.4. Mengetahui gambaran durasi penggunaan komputer pekerja di BPJS
Ketenagakerjaan Depok
4.2.5. Mengetahui gambaran tingkat pencahayaan di BPJS Ketenagakerjaan Depok
4.2.6. Mengetahui hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada
pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok
4.2.7. Mengetahui hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan
kelelahan mata pada pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok
4.2.8. Mengetahui hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan
kelelahan mata pada pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok
4.2.9. Mengetahui hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan
mata pada pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok

5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi , data dan fakta sebagai
bahan pertimbangan dalam pengendalian bahaya dan resiko, tindakan perbaikan , dan
pencegahan kelelahan mata sehingga para pengawai dapat bekerja lebih nyaman dan
produktif.

2. Bagi peneliti selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana dalam penngembangan pengetahuan ,
referensi dan informasi mengenai gambaran keluhan kelelahan mata pada pengawai
pengguna komputer.
3. Bagi Universitas Esa Unggul
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tentang perkembangan K3 di
perusahaan, terutama mengenai gambaran keluhan kelelahan mata pada pegawai
pengguna komputer.

6. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “faktor - faktor yang berhubungan dengan keluhan
kelelahan mata pada pekerja di BPJS Ketenagakerjaan Depok di 2019”. Penelitian ini dilakukan karena
sebelumnya sudah dilakukan studi pendahuluan dengan melakukan wawancara terhadap 15 responden.
Dari hasil wawancara tersebut didapati mereka mengalami nyeri / terasa berdenyut sekitar 73.3%,
penglihatan kabur sebanyak 73.3%, penglihatan rangkap/ ganda sekitar 20%, sulit fokus sekitar 73.3%,
mata perih sekitar 80%, sakit kepala sekitar 80%, pusing disertai mual sebanyak 20%, mata merah
sekitar 60 %, dan mata berair sekitar 86.6%. Penelitian ini dilakukan di kantor BPJS Ketenagakerjaan
Depok pada rentang waktu agustus 2019 sampai dengan selesai. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional . Teknik pengambilan data pada penelitian ini
adalah data primer. Data ini diperoleh langsung dari objek penelitian dengan melakukan penyebaran
kuesioner kepada para responden.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini semua karyawan BPJS
Ketenagakerjaan Depok.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Kelelahan mata
Menurut Suma’mur (2009) kelelahan nata timbul sebagai stress intensif pada fungsi fungsi
mata seperti terhadap otot otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau
terhadapat retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras. Kelelahan mata adalah gangguan yang dialami
mata karena otot-ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam
jangka waktu lama. Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress
pada otot akomodaso dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada obyek berukuran
kecil pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Kondisi demikian , otot otot mata akan bekerja
secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot pengakomodasi (otot – otot siliar) makin
besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada
retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu
pengamatan yang cukup lama (Simbolon, 2016).
Computer Vision Syndrome (CVS) adalah masalah yang dihadapi orang orang yang banyak
menghabiskan waktu bekerja berrjam jam setiap harinya di depan layar computer. Kadang kadang
pengaturan sederhana, hanya mengatur ulang lingkungan kerja anda untuk mengurangi ketegangan mata
dan masalah penglihatan lain berkaitan dengan CVS(Sulianta,2010). Kelelahan mata dikenal sebagai
tegang mata atau astenopia yaitu kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi
gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan mata secara intensif.Pada
dasarnya ketegangan kepala, mata, dan leher sering terjadi secara bersamaan. Ketegangan ini sering
disebabkan oleh berbagai aktivitas yang memerlukan konsentrasi atau ketelitian dalam jangka waktu
lama, salah satunya adlaah pengoprasian komputer yang dilakukan terlebih pada kondisi yang tidak
ideal. Berkonsentrasi selama berjam-jam tanpa disadari akan memaksa kontraksi otot otot kelopak mata,
otot otot penggerak luar bola mata, otot akomodasi (otot siliaris) di dalama bola mata , otot otot wajah
dan pelipis hingga mengalami kelelahan fatique. Sakit kepala, kelelahan pada mata, rasa tidak nyaman di
wajah dan kakuan di area sekitar leher dapat terjadi akibat adanya kontraksi otot yang tidak beraturan ,
disertai dengan berkurangnya aliran darah, menimbulkan kekurangan oksigen, merangsang saraf sekitar
untuk mengirimkan sinyal rasa sakit (Arianti,2017).
CVS adalah kondisi sementara yang menggambarkan sekelompok masalah terkait mata yang
memengaruhi orang yang menggunakan komputer untuk jangka waktu yang lama. Meskipun komputer
dan ponsel pintar adalah sumber masalah yang paling umum, perbedaan digital lainnya seperti sistem
permainan digital, tablet atau televise juga dapat mempengaruhi mata dan area tubuh lainnya. Siapapun
yang menggunakan perangkat ini untuk jangka waktu lama beresiko mengalami ketegangan mata
(Kelly,2016). Kelelahan mata dapat dipengaruhi dari kuantitas, kualitas iluminasi , dan distribusi cahaya.
Kualitas iluminasi adalah tingkat pencahayaan yang dapat berpengaruh pada kelelahan mata, penerangan
yang tidak memadai akan menyebabkab otot iris mengatur pupil sesuai dengann intensitas penerangan
yang ada. Kualitas iluminasi meliputi jenis penerangan, sifat fluktuasi serta warna peneranganyang
digunakan. Distribusi cahaya yang kurang baik dilingkungan kerja dapat menyebabkan kelelahan mata.
Distribusi cahaya yang tidak merata dapat menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan kemapuan
membedakan kontras. Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress
pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang yang berupaya untuk melihat objek berukuran
kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu lama. Beratnya kelelahan mata tergantung pada jenis
kegiatan, intensitas serta lingkungan kerja (Triyana, 2014). Mata di dalam fungsinya untuk melihat harus
tidak dihadapkan pada beban tambahan seperti penerangan obyek yang kurang intensitasnya sesuai
dengan keperluan. Oleh karena itu penerangan merupakan faktor lingkungan yang sangat perlu
diperhatikan karena banyak pengaruhnya terhadap kelelahan mata dalam bekerja. Penerangan yang baik
penting agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam situasi yang nyaman (Triyana, 2014).
Menurut Departemen Kesehatan, kelelahan mata dapat menyebabkan iritasi, seperti mata berair,
dan kelopak mata berwarna merah. Penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan
kekuatan konvergensi serta akomodasi menurun (Depkes, 2003). Gejela gejala disebut diikuti oleh pegal
di sekitar leher, bahu dan punggung (Sheedy dan ShawMcminn,2003). Pada dasarnya, ketegangan
kepala, mata dan leher sering terjadi secara bersamaan. Ketegangan ini sering disebabkan oleh berbagai
aktivitas yang memerlukan konsentrasi atau ketelitian dalam jangka waktu lama, salah satunya adalah
pengoprasian komputer yang dilakukan lebih pada kondisi tidak ideal. Berkonsentrasi selama berjam
jam, tanpa disadai akan memaksa kontraksi otot- otot kelopak mata, otot – otot pengerak luar bola mata,
otot akomodasi (otot siliaris) didalam bola mata, otot otot wajah dan pelipis hingga mengalami kelelahan
(fatique). Sakit kepala, kelelahan pada mata, rasa tidak nyaman di wajah dan kekakuan di area sekitar
leher dapat terjadi akibat adanya kontrkasi otot yang tidak beraturan, disertai dengan berkurangnya aliran
darah, menimbulkan kekurangan oksigen, merangsang saraf sekitar untuk mengirimkan sinyal rasa sakit
(Arianti,2019)
Proses melihat dimulai ketika sebuah benda memantulkan cahaya dan cahaya ini kemudian
masuk ke dalam mata melalui kornea, pupil, lensa, dan akhirnya cahaya dipusatkan di retina. Di retina
cahaya tadi diubah menjadi muatan-muatan listrik yang kemudian dikirim ke otak melalui serabut saraf
penglihatan untuk diproses. Hasil dari kerja otak ini membuat kita melihat benda. Pupil atau manik mata
berfungsi mengatur cahaya yang masuk dengan mengecil jika cahaya terlalu terang atau melebar jika
cahaya kurang. Diagfragma kamera bekerja seperti pupil. Lensa mengatur agar bayangan dapat jatuh
tepat di retina. Retina atau selaput jala, merupakan jaringan tipis di sebelah dalam bola mata. Di retina
terdapat jutaan sel saraf yang dikenal sebagai sel batang dan sel kerucut. Sel batang membuat kita
mampu melihat dalam keadaan cahaya agak gelap sedang sel kerucut membantu melihat detail saat
terang, misalnya membaca, dan melihat warna (Nurfathiya, 2018)
Kelelahan pada mata ini ditandai oleh adanya iritasi pada mata atau konjungtivitis (konjungtiva
berwarna merah dapat mengeluarkan air mata), penglihatan ganda, sakit kepala, daya akomodasi dan
konvergensi menurun, ketajaman penglihatan, kepekaan kontras dan kecepatan persepsi (Triyana, 2014).
Manifestasi kelelahan mata sebagian tergantung dari pemakaian kedua mata, sebagian dari kemapuan
alat pengelihatan dan sebagian lagi dari kemampuan seseorang untuk mempertahankan usaha yang
terus menerus tanpa menjadi Lelah. Menurut Donders, kelelahan mata sendiri sebenarnya adalah
kelelahan otot, karena kelebihan beban pada otot siliar. Kemudian baru ditambahkan kelelahan dari
saraf yang mengatur pergerakan bola mata untuk mempertahankan konvergensi.
Menurut Luthfiana (2013), pencahayaan yang tidak baik dapat menyebabkan stress pada
pengelihatan. Stress pada penglihatan ini bias menimbulkan dua tipe kelelahan, yaitu kelelahan mata
dan kelelahan saraf (visual and nenlous fatique). Kelelahan mata yang disebabkan oleh stress intesif
pada fungsi tunggal dari mata. Stress yang persisten pada otot akomodasi(ciliary muscle) dapat terjadi
pada seseorang yang mengadakan penglihatan terhadap objek objek yang berukuran kecil dan pada
jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang
berlebihan dalam lapangan pengelihatan(visual field) dan waktu pengamatan yang cukup lama.
Menurut Hardiyanto (2014), penurunan kondisi kesehatan yang paling sering dialami oleh
seorang pekerja komputer disuatu instansi atau perusahaan adalah keluhan pada kelelahan mata, mulai
dari faktor usia , pencahayaan ruangan, jarak pandang, radiasi cahaya monitor sampai lamanya waktu
kerja yang dihabiskan seorang pekerja komputer menyelesaikan tugas atau pekerjaannya. Pengaruh
pengunaan komputer pada kesehatan dapat dibedakan menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung
pengaruh langsung yaitu pengaruh pada penglihatan dan otot rangka, sedangkan pengaruh tidak
langsung yaitu pengaruh respon stress pada manusia (Fauzia, 2004). Astenopia banyak dijumpai pada
pemakai kacamata, membaca dekat dan terus menerus lebih dari 2 jam. Terutama diruangan yang
pencahayaan kurang dari 200 lux. Pada pengunaan komputer astenopia terjadi karena kelelahan mata
akibat memusatkan pandangan pada komputer di mana objek yang dilihat terlalu kecil, kurang terang,
bergerak dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip. Sehingga penguapan air mata
meningkat dan mata menjadi kering(Nourmayanti, 2010). Berdasarkan data WHO pada tahun 2014
angka kejadian astenopia (kelelahan mata) berkisar 40 % sampai 90 %. Berdasarkan data internet used
worldwide (2016), jumlah pengguna komputer di dunia pada tahun 2013 sebanyak 88% tahun 2014
sebanyak 72% , tahun 2015 sebanyak 68 % sedangkan tahun 2016 sebanyak 60%.(Irma , 2019).
Walaupun kelelahan mata tidak menyebabkan kerusakan mata permanen namun, kelelahan
mata dapat mengakibatkan aktivitas seseorang menjadi tidak produktif, kualitas kerja menurun, mudah
membuat kesalahan, timbulnya keluhan tentang mata, bahkan mudah terjadinya kecelakaan
(Arianti,2016). Kelelahan mata banyak diderita oleh orang yang menggunakan komputer dalam waktu
lama Banyak membaca juga dapat menimbulkan kelelahan pada mata. Lelah pada mata bukan saja
timbul karena huruf yang kecil, melainkan dapat juga disebabkan oleh cahaya yang kurang atau tidak
baik dalam meletakkan lampu, salah memilih lampu, perbandingan pencahayaan antara latar dan objek
yang tidak seimbang, atau warna warna yang menyilaukan (Arianti, 2016).

2.1.2 Gejala gejala kelelahan mata


Menurut Triyana, (2014) gejala kelelahan mata terdapat perasaan tegang
atau sakit pada mata, mata merah, perasaan panas pada mata disertai rasa berat
pada dahi. Tanda-tanda tersebut di atas terjadi bila iluminasi tempat kerja berkurang dan
pekerja yang bersangkutan menderita kelainan refraksi mata yang tidak dikoreksi. Bila persepsi
visual mengalami stres yang hebat tanpa disertai efek lokal pada otot akomodasi atau retina maka
keadaan ini akan menimbulkan kelelahan saraf. General Nervus Fatique ini terutama akan terjadi bila
pekerjaan yang dilakukan seseorang memerlukan kosentrasi, kontrol otot dan gerakan gerakan yang
sangat tepat. Menurut Hanum (2008) gejala gejala kelelahan mata diklasifikasikan sebagai :

a. Gejala okular , merupakan gejala seperti mata merasa tidak nyaman, panas, sakit, cepat
lelah, merah dan berair.
b. Gejala visual terjadi karena mata mengalami gangguan untuk memfokuskan bayangan
pada retina. Mata menjadi sensitife terhadapa cahaya. Kelelahan ini akan menyebabkan
penglihatan ganda atau kabur. Penglihatan yang kabur biasanya berkaitan dengan
akomodasi karena otot siliaris gagal untuk memfokuskan untuk mengalami kejang dan
kelelahan.
c. Gejala umum lainnya yang sering dikeluhkan akibat kelelahan mata adalah rasa sakit
kepala, sakit punggung, pinggang dan vertigo.

Menurut Kelly, CVS bukan hanya satu masalah mata tertentu tetapi mencakup sejumlah gejala
yang merepotkan. Masalah mata yang paling umum termasuk kelelahan mata dimana mata menjadi
merah dan teriritasi, sakit kepala, penglihatan kabur, penglihatan ganda, vertigo atau pusing dan mata
kering, suatu kondisi kronis dimana mata tidak menghasilkan jumlah kelembaban yang tepat. Selaun
mata, bagian dari sindrom ini bisa berupa kelelahan pada bahu dan leher. Kondisi lain dapat
memperburuk dan membangkitkan CVS. Jika seseorang memilihi masalah mata lain seperti rabun dekat
dan astigmatisme, yang tidak diperbaiki, kondisi ini dapat meningkat. Perubahan mata karena usia, suatu
kondisi yang dikenal sebagai presbyopia, dapat memengaruhi mereka yang berusia di atas 40 tahun.
(Kelly, 2016).

Menurut Suma’mur (2009) gejala atau keluhan kelelahan mata diantaranya adalah :

a. Sakit kepala
b. Penurunana kemampuan intektual, daya konsentrasi dan kecepatan berpikir
c. Penglihatan rangkao atau kabur
d. Perasaan sakit kepala didaerah atas mata

Sedangkan menurut Pheasant (2003),gejala atau keluhan kelelahan mata sebagai berikut:

a) Nyeri atau terasa berdenyut di sekita mata


b) penglihatan kabur,
c) penglihatan ganda
d) kesulitan dalam memfokuskan penglihatan
e) mata perih
f) mata merah
g) mata berair
h) sakit kepala
i) pusing disertai mual
Tabel 2.1 : Keluhan Keluhan Kelelahan Mata Menurut Beberapa Sumber
Keluhan Sumber

Depkes 2003 NIOSH Sheedy dan Shaw-


1999 Mc Minn 2003

Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata 

Mata tegang  

Pandangan kabur   

Pandangan ganda  

Sulit fokus  

Keluhan Sumber

Depkes 2003 NIOSH Sheedy dan Shaw-


1999 Mc Minn 2003

Mata perih  

Mata merah   

Mata berair  

Mata gatal/ kering  

Sakit kepala   

Lensa kontak tidak nyaman 

Sakit pada leher dan bahu 

Sakit pada punggung 

Sensitif terhadap cahaya 

Ketajaman mata merosot 

Mengantuk 

Sumber : (Depkes ,2003), (Niosh,1999), (Sheedy dan Shaw Mc Minn,2003)

2.1.3 Patogenesis kelelahan mata


Kelelahan mata atau astenopia merupakan gangguan fungsi penglihatan dengan penyebab dan
gejala gejala yang majemuk yang melibatkan faktor fisik, fisiologis , psikologis , bahkan faktor
social. Astenopia adalah gejala gejala yang diakibatkan oleh adanya upaya berlebihan untuk
memperoleh ketajaman binokuler yang sebaik baiknya dari sistem penglihatan yang berada dalam
keaadan kurang sempuran. WHO sendiri mengungkapkan bahwa astenopia merupakan keluhan atau
kelelahan visual subjektif atau keluhan keluhan yang dialami seseorang akibat menggunakan
matanya. Istilah lain dapat digunakan untuk kelelahan mata selain astenopia adalah Eye strain,
visual discomfort, dan ocular fatique ( Arianti, 2017).
Astenopia atau kelelahan mata terjadi karena gangguan yang komplek dan saling
mempengaruhi pada proses sistem penglihatan seperti tidak cukupnya cahaya yang masuk ke mata
dari benda yang dilihat, pemusatan cahaya pada retina mata tidak sempurna, mekanisme
penggabungan bayangan (fusi) oleh sisitem penglihatan yang lebih sentral(otak), dan upaya untuk
mempertahankannya tidak memadai. Kecukupan cahaya dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik, yairu
keadaan iluminasi dan objek yang dilihat. Kuantitas, kualitas dan distribusi iluminasi yang
mengakibatkan cahaya terlalu terang atau redup, berfluktuasi, arah yang miring dan menyilaukan
dapat mengurangi daya sensifitas retina. Obyek berukuran kecil, bentuk yang tidak teratur dan kurang
kontras atau bergerak, ternyata juga memudahkan timbulnya astenopia(Arianti,2017).
Mekanisme kelelahan mata pada pengguna komputer belum sepenuhnya diketahui, tetapi
diduga merupakan gabungan dari faktor permukaan mata, akomodasi dan faktor lain diluar mata,
karakteristik komputer serta penataan ruang kerja. Pengelihatan dipusatkan untuk melihat layar
monitor. Pemusatan penglihatan dilakukan dengan cara menatap lurus dan fisura interpalpebral
terbuka lebar. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya pajanan udara terhadap mata dan mengurangi
frekuensi berkedip. Keadaan ini diperberat oleh beberapa faktor. Faktor faktor ini antara lain
pencahayaan ruangan dengan tingkat iluminasi tinggi sehingga terjadi kontras yang berlebihan antara
monitor dengan lingkungan kerja akan menggangu fungsi akomodasi dan berakibat pada
ketidaknyamanan terhadap mata dan monitor komputer yang diposisikan lebih tinggi dari ketinggian
horizontal mata menyebabkan area permukaan mata terpajan oleh lingkungan menjadi lebih
luas(Firdaus, 2013).
Keluhan kelelahan mata terutama disebabkan oleh aktivitas akomodasi dan konvergensi mata
yang berlebihan ketika bekerja didepan komputer. Aktifitas yang berlebihan itu terjadi karena mata
membutuhkan penyesuaian terhadap jarak antara lain astigmatima, hipermetropia, myopia , cahaya
berlebihan, kesulitan koordinasi mata, dan lain-lain (Firdaus, 2013).
Nyeri kepala pada pekerja pengguna komputer dipicu oleh berbagai macam stress, seperti
kecemasan dan depresi. Faktor lain yang berpengaruh yaitu kondisi mata (kelainan refraksi), dan
kondisi lingkungan kerja yang tidak sesuai (kurang pencahayaan dan penyusunan letak komputer yang
tidak sesuai). Pekerjaan yang dilakukan dengan komputer merupakan pekerjaan yang membutuhkan
kemampuan kedua mata untuk dapat memfokuskan penglihatan pada jarak dekat. Penglihatan jarak
dekat memerlukan konvergensi kedua mata yang berkoordinasi oleh otak agar mata dapat
mempertahankan peletakan kedua bayangan pada tempat bekerja secara terus menerus didepan
komputer sehingga kedua mata akan tidak searah dan tertuju ke titik yang berbeda. Pemfokuskan
cahaya terganggu bila terjadi kelelahan otot siliaris dan otot otot luar bola mara (faktor intristik).
Kelelahan otot siliaris terjadi pada penggunaan kacamata yang tidak sesuai ukurannya yang
menyebabkan kelemahan akomodasi dan konvergensi. Selain itu gangguan olea masalah fusi dapat
terjadi bila bayangan pada kedua mata tidak sama besar akibat pembedaan ukuran kacamata kanan dan
kiri terlalu besar (Arianti, 2017)
Otak yang bekerja menekan atau menghilangkan bayangan pada satu mata semakin lama akan
mengalami kelelahan sehingga terjadi penglihatan ganda penglihatan kabur terjadi bila mata tidak
dapat memfokuskan objek penglihatan secara tepat di retina sehingga tidak terbentuk bayangan yang
jelas. Penglihatan kabur disebkan oleh kelainan refraksi seperti hipermetropia, myopia dan
astigmatisma, selain itu bisa disebabkan oleh kacamata koreksi yang tidak tepat kekuatan dan
setelannya. Suatu keadaan yang disebut dengan presbyopia juga berkaitan dengan timbulnya keluhan
penglihatan kabur. Faktor lingkungan kerja dapat berpengaruh pula terhadap timbulnya keluhan ini,
yaitu layar monitor yang kotor, sudur penglihatan yang kurang baik, adanya refleksi cahaya yang
menyilaukan atau monitor komputer yang berkualitas buruk atau rusak (Firdaus, 2013).
Faktor intristik lainya selain faktor okular adalah faktor konsititusi. Keadaan tersebut adalah
kelelahan umum, kurang sehat, bekerja dibawah tekanan, kurang tidur, pemakaian obat obatan, kelaian
emosi dan gangguan psikogenik lainnya. Selain orang yang berbakat neurotic, orang yang sehat pun
terutama jika mereka bergerak di bidang kehidupan intelektual dan selalu terus menerus meningkatkan
dan memperbaiki diri, dapat kehilangan sebagian kehidupannya yang akhiranya dapat mengalami
kondisi kelelahan. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya perubahan temporer toenus
akulomonotorius dan meningkatnya tonus parasimpatis pada penderita astenopia. Hal tersebut
menyokong adanya hubungan antara astenopia dengan gangguan gangguan akomodasi dan
konvergensi. Meningkatnya tonus parasimpatis terlihat dengan adanya diameter pupil yang lebih kecil
pada penderita astenopia dan lebih lemahnya akomodasi dibandingkan dengan orang normal. Tonus
parasimpatis yang meningkat merupakan dasar beberapa keluhan pada penderita astenopia. (Arianti,
2017).

2.1.4 Pengukuran kelelahan mata


Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
a) Photostress Recovery Test
Photostress Recovery Test yaitu teknik klinik sederhana yang dapat membedakan antara
retina dan pasca retina. Test ini bertujuan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan ketajaman
mata untuk kembali ke keadaan semula sebelim pemucatan. Subjek dengan fungsi mata yang
normal dan sehat harus dapat membaca di detik ke 50-60 sedangkan dengan masalah mata
memiliki waktu pemulihan yang berlangsung selama 1.5 sampai 3 menit atau lebih.
Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada mata menggunakan senter atau
(penlight) berkekuatan 3 volt dengan jarak 2-3 cm dari mata selama 10 detik. Stimulasi ini
akan memucatkan 24%- 86% pigmen penglihatan (Patel, 2014).
b) Tes Frekuensi Subjek Kelipan Mata (Flicker Fusion Eye Test )
Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion frequency) dari mata adalah kemampuan mata
untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya continue. Tes dilakukan dengan cara
menguji responden melalui kedipan yang dimulai dari lambat (Frekuensi rendah), kemudian
perlahan lahan dinaikkan semakin cepat dan cahaya tersebut dianggap bukan cahaya kedipan
lagi melainkan sebagai cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi ambang/ batas dari kelipan
itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”. Jika seseorang dalam keadaan lelah, maka angka
frekuensi berkurang dari 2 hertz atau 0.6 hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah
menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi ambang 2 hertz jika memakai cahaya pendek
atau 0.6 hertz jika memakai cahaya siang (day light). Dalam kondisi yang lelah. Kemampuan
tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang
waktu yang diperlukan untuk jaral antara dua kelipan. Uji kelipan selain untuk mengukur
kelelahan juga menunjukkan keaadaan kewaspadaan tenaga kerja ( Tarwaka, 2004).

c) Tes Uji Waktu Reaksi


Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu
saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Uji waktu reaksi dapat menggunakan nyala lampu,
denting suara, sentuhan kulit ayau goyangan badan. Waktu reaksi reseptor sendiri dapat
menggunakan waktu reaksi terhadap sinar. Waktu reaksi terhadap sinar juga dapat digunakan
untuk menguji pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran sinyal hingga terjadinya
gerak oleh sistem motoric. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150-200 milidetik.
Waktu reaksi terantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan , umur
subjek dan perbedaan individu lainnya. Uji waktu reaksi terhadap cahaya lebih signifikan
daripada stimuli suara. Hal tersebut dikarenakan stimuli suara lebih cepat diterima oleh
reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembangkan di
Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli
(Tarwaka,2004).

Tabel 2.2 : Kelebihan dan kekurangan metode pengukuran kekelahan mata


No Metode pengukuran Kelebihan Kekurangan
kelelahan mata

1. Photostress Recovery Test a. Tes dengan teknik Tidak adanya teknik


klinis sederhana standar dalam
(Patel, 2014). melakukan tes (Sherman
b. Berguna untuk dan Henkind, 1988)
berbagai
diagnosis yang
berbeda beda
(Miller,2005).

2. Tes frekuensi subjek Sering digunakan Test sebagian besar


kelipan mata (Flicker untuk tujuan penelitian dilakukan oleh dokter
Fusion eye test) dan juga untuk tujuan mata atau oeang ahli
diagnostic dalam (Titcombe dan Wilison,
praktek klinik 1996)
diagnosis yang berbeda
beda (Miller,2005)

No Metode pengukuran Kelebihan Kekurangan


kelelahan mata

3. Test uji waktu reaksi Banyak metode yang Harus memiliki alat ukur
daoat digunakan waktu reaksi seperti
seperti nyala lampi, nyala lampu dan denting
denting suara, sentuhan suara sebagai stimuli
kulit atau goyangan yang dikembangkan di
badan(Tarwaka, 2004) Indonesia (Tarwaka,
2004)

Sumber : (Miller2005,(Patel,2014),(Sherman dan Henkind,1988), (Titcombe dan


Wilison,1996), (Tarwaka,2004)
Selain menggunakan tiga test tersebut kelelahan mata juga dapat didiagnosi dari keluhan
berupa penglihaan kabur, penglihatan ganda, mata terasa panas, nyeri , gatal dan berair, nyeri
kepala, pusing dan ingin muntah, penglihatan warna berubah atau menurun. Untuk gejala
objektif berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata (Arianti, 2016).
Setelah dilakukan berbagai pertimbangan dari beberapa metode pengukuran kelelahan
mata yang ada, metode berdasarkan keluhan merupakan metode yang paling memungkinkan
untuk dilakukan pada penelitian ini. Berikut adalah keluhan keluhan kelelahan mata menurut
beberapa sumber :

2.1.5 Faktor resiko timbulnya kelelahan mata


Kelelahan mata juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan atas faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik. Faktor faktor tersebut yaitu :
a. Faktor Intrinsik merupakan faktor yang berasal dari tubuh yang terdiri atas :
1. Faktor okular, yaitu kelainan mata berupa Ametropia dan Heteriforia. Ametropia
adalah kelaianan refraksi pada mata kiri dan kanan tetapi tidak dikoreksi.
Heteroforia merupakan kelaianan dimana sumbu penglihatan dua mata tidak
sejajar sehingga kontraksi otot mata untuk mempertahankan koordianasi
bayangan yang diterima dua mata menjadi satu bayangan lebih sulit. Apabila hal
ini berlangsung lama akan terjadi kelelahan mata.
2. Faktor konstitusi adalah faktor yang disebabkan oleh keaadaan umum seperti
tidak sehat atau kurang tidur.
b. Faktor Ekstrinsik yaitu terdiri atas :
1. Kuantitas Iluminasi : cahaya yang berlebihan dapat menimbulkan silau
pandangan terganggu dan menurunnya sensitiviatas retina
2. Kualitas iluminasi meliputi kontras, sifat cahaya dan warna. Kontras berlebihan
atau kurang , cahaya berkedip atau menimbulkan flicker, dan warna warna terang
akan menyebabkan mata menjadi cepat lelah.
3. Ukuran objek yang dilihat , objek yang berukuran kecil memerlukan penglihatan
dekat sehingga membutuhkan kemampuan akomodasi yang lebih besar. Jika hal
ini terjadi terus menerus mata menjadi cepat lelah.
4. Waktu kerja yang lama untuk melihat secara terus menerus pada suatu objek
dapat menimbulkan kelelahan mata.(Hanum,2008).
Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi penglihatan
yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang kecil, keaadan kontras yang tidak
seimbang antara teks dan latar belakang kejapan pada monitor yang nyata dan mata yang kering.
Penglihatan yang kabur dapat disebabkan oleh perubahaan fisiologis(akibat proses penuaan atau
penyakit). Hal ini juga dapat diakibatkan karena melihat benda secara terus menerus dengan jarak 12
inchi dan membaca dengan cahaya yang kurang. Mata kering dan iritasi terjadi jika kekurangan cairan
untuk menjaga kelembaban mata dan berkurangnya intensitas refleks kedipan mata. Selain faktor
faktor yang dijelaskan di atas ada faktor lain yang mempengaruhi kelelahan mata diantaranya :

2.1.5.1 Faktor Individu

a. Usia
Pekerja komputer di tuntut untuk dapat melihat dan membaca dekat untuk waktu
yang lama. Untuk dapat bertahan lama dan nyaman sangat tergantung dari amplitude fusi
seseorang, baik fusi sensorik maupun fusi motorik. Fusi sensorik yaitu daya menyatukan dua
bayangan menjadi bayangan tunggal dan fusi motoric adalah kemampuan untuk
mengintegrasikan kerja otot otot mata sedemikian rupa sehingga pada waktu melihat jauh
atau dekat kedua mata terfiksasi pada objek yang menjadi pusat perhatian dengan bayangan
yang tetap tunggal. Untuk dapat mempertahankan fikasasi pada objek yang jadi perhatian dan
jarak dekat tergantung kemampuan daya konvergensi seseorang (Fauzia, 2004). Daya
konvergensi seseorang dipengaruhi oleh daya akomodasi yang sangat tergantung pada
kelenturan lensa seseorang. Daya konvergensi ini juga mempengaruhi kemampuan mata
sebagai suatu team untuk dapat bergerak mengikuti baris dan melompat ke baris berikutnya,
kemampuan ini disebut saccadic eye movement (Fauzia, 2004).
Kemampuan mengubah daya fokus mata disebut akomodasi. Sering dengan
pertambahan usia, lensa akan kehilangan sebagian kemampuan akomodasinya. Presbiopia
(mata tua) terjadi apabila lensa kehilangan hampir semua kemampuan akomodasinya.
Dimana titik kritis subjek mengalami presbyopia, yaitu pada usia 40 tahun, subjek akan
mengalami kesulitan dengan pengelihatan dekat (Arianti. 2016). Di usia 20 tahun, manusia
pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas, sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan
terhadap cahaya empat kali lebih besar. Pada usia ini, seseorang akan mengalami kesulitan
dalam memfokuskan penglihatannya yang disebabkan oleh presbyopia. Hal ini merupakan
sesuatu yang normal karena disebabkan oleh lensa didalam mata. Menginjak usia 50 tahun,
presbyopia akan semakin terasa dampaknya. Seseorangan juga akan membutuhkan lebih dari
satu lensa, yaitu lensa yang digunakan untuk kegiatan normal dan lensa yang dapat digunakan
saat mengoperasikan komputer agar terasa lebih nyaman (Heiting, 2014). Pada usia 60 tahun
kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandungkan usia 45
tahun karena pada usia 45-50 tahun daya akomodasi mata berkurang (Arianti,2016).
Usia lanjut menyebabkan kemampuan otot siliari untuk berakomodasi menjadi
berkurang. Lensa kehilangan elastisitasnya, daya lenting berkurang, sehingga tidak dapat
menfokuskan bayangan sebuah benda yang berada dekat dengan mata. Akibatnya, lensa mata
tidak dapat menebal dan menipis dengan sempurna, seperti mata normal. Oleh karena itu,
penderita mata tua tidak dapat melihat benda yang terlalu jauh atau terlalu dekat. Benda yang
terlalu dekat membentuk bayangan di belakang retina, sedangkan benda yang terlalu jauh
membentuk bayangan di depan retina. Namun pada beberapa orang penglihatan jauh tetap
baik pada mata tua. Berbeda dengan usia tua, usia muda memiliki kebutuhan cayah yang
lebih sedikit dibandungkan usia yang lebih tau dan kecenderungan mengalami kelelahan mata
lebih sedikit. (Arianti, 2016).
Cacat mata tua dapat ditolong dengan menggunakan kacamata berlensa cembung dan
cekung sekaligus. Kacamata ini disebut kacamata bifocal. Sisi bawah kacamata bifocal
terbuat dari lensa cembung, sedangkan sisi atasnya terbuat dari lensa cekung. Lensa cembung
pada sisi bawah berguna untuk melihat benda –benda dekat. Sisi atas terbuat dari lensa
cekung yang berfungsi untuk melihat benda benda jauh (Pearce,2011).
Menurut Suma’mur (1996) keluhan kelelahan mata dapat dipengaruhi usia karena
ketajaman penglihatan berkurang. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang
di temukan 6/6, melainkan berkurang. Hal ini juga dijelaskan oleh Ilyas (1991) dimana
dengan bertambahnya usia maka setiap lensa akan mengalami kemunduran kemampuan
untuk mencembung atau berkurangnya daya untuk akomodasi. Orang yang berusia 40 tahun
atau lebih, akan memberikan keluhan berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedes.
Pheasant (1991) juga mengungkapkan bahwa lensa menjadi lebih kaku dengan berjalannya
usia. Sehingga ketegangan otot yang lebih besar diperlukan auntuk akomodasi dan bekerja
deket menjadi lebih melelahkan. Titik terdekat unutk melihat menjadi semakin sulit dan
kesulitan untuk fokus.
Pada keaadaan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat
berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung (Ilyas, 2008)
Tabel 2.3 : Korelasi antara usia dan daya akomodasi
Umur (tahun) Titik dekat (cm )

10 8

20 10

30 14

40 22

50 40

60 200

Sumber : (Ilyas, 2008)


Penelitian yang dilakukan oleh Nourmayanti (2010) juga menunjukan adanya
hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata dengan nilai Pvalue sebesar 0.023.
Menurut penelitian yang dilakukan Nurfathia di tahun 2018 menjelaskan bahwa responden
yang berusia ≥ 40 tahun memiliki resiko 2.227 kali untuk mengalami kelelahan mata
dibandingkan dengan usia < 40 tahun dengan Pvalue =0.221.
b. Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi adalah keaadan bayangan tegas yang tidak dibentuk pada retina.
Secara umum, terjadi ketidakseimbangan system penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat
didepan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus (Ilyas, 1991a).
Pengguna komputer harus bekerja dengan melihat pada jarak dekat dan lama. Mata harus
berakomodasi terus menerus yang menyebabkan pergeseran diagfragma iris lensa kearah
depan yang mengakibatkan spasme otot – otot siliar. Untuk kembali ke posisi diafragma
semula memerlukan waktu pemulihan yang lebih panjang. Hal ini menyebabkan penurunan
amplitude akomodasi dari pekerjaan komputer dan menyebabkan myopia sementara (Fauzia,
2004).
Pada kelainan refraksi myopia, pasien myopia mempunyai pungtum remotum (titik
terjauh yang masih dilihat jelas) yang deket sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia atau kelelahan mata. Selain itu pada
penderita hipermetropia atau rabun dekat, penderita akan mengeluh matanya lelah dan sakit
karena terus menerus harus berakomodasi, maka bola mata bersama sama melakukan
konvergensi (Ilyas, 1991). Grandjean (2003) menyatakan bahwa presbyopia adalah alasan
yang sering muncul untuk ketidaknyamanan penglihatan saat melakukan pekerjaan dekat. Hal
ini dikarenakan meningkatnya kekuatan otot statis yang diperlukan untuk mengkompensasi
hilangnya elastisitas lensa dan menjadi salah satu alas an untuk terjadinya kelelahan mata.
Kelainan refraksi dilakukan dengan memerikas tajam penglihatan satu per satu.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunalan Snallen. Kartu Snallen adalah kartu yang
terdiri dari deretan huruf atau angka dengan ukuran berjenjenag sesuai dengan ukuran
Snallen dan dipakai untuk menguji tajam pengkihatan. Pemeriksaan dilakukan dengan
meletakan kartu Snallen pada jarak 6 meter didepan pasien. Pasien dengan kondisi mata
normal akan mampu membaca dengan jelas baris ke 7 dari urutan baris huruf kartu Snallen
pada jarak 60 meter. Pada jarak jarak tersebut seluruh huruf membentuk sudut penglihatan
sebesar 5 menit dan kaki kaki huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 2 menit. Mata
normal diharapkan mempunyai tajam penglihatan 6/6, yaitu baris Snallen yang ke 7 dapat
dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter (Ilyas, 2008)
Yoew dan Taylor (1991) dalam Bridger (2003) melaporkan bahwa hingga 30%
penduduk Amerika Serikat yang bekerja dan diperkiraan memiliki kelainan refraksi banyak
yang mengalami keluhan kelelahan mata ketika saat bekerja mengunakan komputer untuk
waktu yang lama dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami kelainan refraksi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Triyana (2014) diketahui dari 16 responden yang
memilihi kelainan refraksi mata terdapat 13 responden (81.2%) memiliki mata normal dan
kelelahan mata tingkat sedang dan tingkat berat. Pada 25 respoden yang memilihi kelaianan
refraksi mata terdapat 11 orang (44%) memiliki mata normal dan kelelahan mata ringan,
sedangkan 15 responden (56%) mengalami kelelahan mata tingkat sedang dan tingkat berat.
Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara kelaianan refraksi mata dengan kelelahan
mata pada tenaga para medis di bagian rawat inap RSUD dr Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri.
2.1.5.2 Faktor Pekerjaan
a. Durasi Pengunaan Komputer
Departemen Layanan Kesehatan dan Kemanusian AS baru baru ini merilis laporan
tentang batas waktu minimal memandang monitor komputer dan juga televisi dalam sehari
yaitu maksimal 2 jam dalam sehari. Menurut National Institute of Occipational Safety dan
Health, kelelahan mata mempengaruhi sekitar 90% dari orang orang yang menghabiskan 3
jam stau lebih perhari di depan komputer. Ahealthier Michigan mencatat bahwa ketika
seseorang penguna menfokuskan pandangan mereka pada layar dalam jangka waktu yang
lama, otot kecil dalam mata mereka akan terus berkontraksi dan hal tersebut mengakibatkan
kelelahan , kaburnya penglihatan dan juga kesulitan untuk memfokuskan pikiran (Firdaus,
2013).
Pheasant (1991) juga mengungkapkan bahwa mata membutuhkan waktu untuk melihat
suatu objek kerja agar lebih fokus, objek kerja yang terlalu kecil dan bentuk yang snagat
rumit akan memerlukan waktu yang lama agar penglihatan lebih fokus dan faktor yang
berpengaruh dalam keluhan mata adalah pekerjaan jarak dekat dalam jangka waktu yang
lama. Menurut National Insitute of Occupational Safety and Health(NIOSH), kelelahan mata
mempengaruhi sektira 90% dari orang orang yang menghabiskan tiga jam atau lebih per hari
di depan komputer (Firdaus, 2013). Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Ivone
(2004) mendapatkan pengguna komputer yang dilakukan Ivone (2004) mendapatkan
pengguna komputer yang mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 88.2% setelah 4 jam
bekerja dan mendapatkan pengguna komputer yang mengalami keluhan kelelahan mata
sebanyak 84,5% setelah 4 jam bekerja.
Durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.
Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik umumnya tidak disertai efesiensi yang tinggi,
bahkan biasanyan terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya
kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Aryanti, 2006). Parwati (2004) menyatakan gejalan CVS
timbul setelah 2 jam penggunaan komputer secara terus menerus. Dan dalam penelitian
Broumand et al (2008) menunjukan perburukan gejala kelelahan mata pada pengguna
komputer lebih dari 2 jam per hari. Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang
bekerja dalam waktu lama, selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke mata, diakibatkan
juga karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikir dibandingkan pekerja mata
normal/ pekerja biasa sehingga menyebabkan mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto,
2005).
Berdasarkan hasil penelitian Septiansyah (2014), pekerja yang mengunakan komputer >
4 jam sebagian besar mengalami kelelahan mata yaitu 77.3%. pekerja yang menggunakan
komputer < 4 jam hanya 16.7% yang mengalami kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square
diketahui bahwa P value = 0,0007 atau (p < 0,005) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara durasi komputer dengan kelelahan mata.
b. Jarak Penggunaan Komputer
Kenyaman penghilatan dan postur yang baik tergantung pada jarak anatara layar monitor
dengan mata. Untuk bekerja menggunakan komputer jarak antara mata dengan layar
komputer minimum 50 cm (Pheasant, 2003). Menurut Occupation Safety and Health
Association (OSHA) saat pekerja bekerja mengunakan komputer jarak antara mata terhadap
layar monitor sekurang kurangnya adalah 20 inch atau 50 cm (OSHA,1997). Penelitian
Jaschinski-Kruza (1991) dalam Bridger (2003) menunjukan bahwa pekerja sehat dan tidak
mengeluhkan kelelahan mata ketika bebas untuk mengatur jarak pandang mereka sendiri
yaitu jarak antara 55 cm sampai dengan 99 cm.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Septiansyah (2014) didapatkan pekerja yang
bekerja dengan jarak monitor <50 cm mengalami kelelahan mata sebanyak 92.9%. sedangkan
pekerja yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm sebanyak 61.1 % dengan hasil uji statistik
chi square yaitu P value =0.0039 atau (p<0.05) yang artinya adanya hubungan antara jarak
monitor dengan kelelahan mata.
c. Document Holder
Fauzi (2006) dalam Nourmayanti (2010) menjelaskan bahwa posisi monitor dapat dilihat
oleh operator komputer sesuai dengan level mata, yaitu membentuk sudut 20° - 50°. Dengan
sudut pandang seperti itu, maka penempatan dokumen yang baik adalah diatas keyboard,
sehingga proses melihat dokumen dan monitor tidak memerlukan pergerakan bola mata atau
kepala yang dapat mengakibatkan mata lebih cepat lelah dan nyeri pada bagian leher.
d. Pengunaan Antiglare
Menurut Grandjean (2003) glare adalah proses adaptasi mata yang berlebihan. Terdapat
3 jenis Glare atau silau , yaitu :
1) Silau relative, yang disebkan oleh kontras kecerahan yang berlebihan antara
bagian yang berbeda dari bidang visual.
2) Silau mutlak, yang disebkab ketika sumber cahaya begitu terang (misalkan
matahari) dan mata tidak mungkin beradaptasi dengan itu.
3) Silau adaptive, efek sementara selam periode adaptasi cahaya, mislakan pada
saat keluat dari ruangan gelap menjadi terang.
Pheasant (1991) menyatakan bahwa gambar yang kabur pada monitor, silau, dan
pantulan cahaya dapat menyebabkan daya akimmidasi mata yang berlebihan sehingga
menyebabkan terjadinya keluhan kelelahan mata. Sehingga diperlukan penggunaan antiglare
pada layar komputer. Teori tersebut juga didukung dengan penelitian Talwar et al (2009).
Penelitian oleh Bhanderi rt al terhadap operator komputer di New Delhi yang menyatakan
46,3% responden mengalami kelelahan mata dan berhubungan dengan penggunaan antiglare.
Penelitian oleh hanum juga melaporkan bahwa komputer dengan penapis antiglare dapat
mengurangi kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer. Antiglare dapat mengurangi
pantulan cahaya (yang berasal dari cahaya luar terpantul oleh monitor) dan meminimalisasi
pancaran radiasi (Firdaus, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nadaek (2015) diketahui bahea seluruh
responden bekerja tidak menggunakan anti glare yakni 80 responden, dengan jumlah yang
mengalami kelelahan mata adalah 65 responden (813,%) dan tidak mengalami kelelahan mata
lebih sedikit dengan jumlah 15 responden (18.7%).
e. Jenis Monitor
a) Monitor tabung (CRT )
Komputer pada awalnya menggunakan monitor jenis Cathode Ray Tube (CRT) yang
lebih banyak dikenal dengan sebutan komputer tabung atau layar cembung. Monitor
komputer CRT terdiri atas titik titik kecil (pixel) yang membuat mata menjadi sulit untuk
fokus. Adanya efek halo dari pantulan cahaya diantara titik titik tersebut menyebabkan
gambar yang terbentuk menjadi tidak jelas. Titik titik tersebut juga harus dilakukan recharger
yang menimbulkan suatu flicker. Flicker tersebut membuat otot otot mata harus berulang kali
mengatur dan memfokuskan penglihatan. Beberapan hal tersebut dapat menimbulkan
kelelahan pada mata dank arena efek yang tidak menyenangkan itu. komputer tabung saat ini
lebih jarang digunakan (Firdaus, 2013).
b) Liquid Crystal Display (LCD )
Pengunaan komputer sekarang lebih banyak yang menggunakan komputer layar datar.
komputer jenis ini sudah tidak ada flicker pada monitor sehingga dapat meminimalisasi
kelelahan mata, tidak ada lagi efek oleh karena itu dapat mengurangi pantulan cahaya, sudah
didesain sedemikian rupa sehingga tidak memancarkan radiasi, dan karena bentuknya yang
data maka pantulan cahaya dari luar lebih sedikit (Firdaus, 2013).
2.1.5.3 Faktor lingkungan kerja
2.1.4.3.a Tingkat Pencahyaan
Pencahayaan adalah sesuatu yang memberikan terang (sinar) atau yang menerangi,
meliputi pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan buatan adalah
pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. (Permenaker, 2018).
Faktor lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi keluhan kelelahan mata adalah
pencahayaan. Tingkat pencahayaan yang tidak memadai pada pengguna komputer merupakan
faktor yang menyebabkan keluhan kelelahan mata (Fauzia, 2004). Pencahayaan yang baik
memungkinkan tenaga kerja melihat objek objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan
tanpa upaya upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, pencahayaan yang memadai memberikan
kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan. Selain itu
pencahayaan yang buruk menyebabkan kelelahan mata dengan berkuranganya daya dan
effisiensi kerja (Suma’mur, 1996).
Cahaya harus diarahkan sehingga tidak memancarkan ke mata operator ketika operator
sedang melihat tampilan layar. Selain itu, pencahayaan harus memadai bagi operator untuk
melihat teks dan layar, tapi tidak begitu terang sehingga menyebabkan silau atau
ketidaknyamanan (OSHA, 1997). Perlengkapan pencahayaan perlu diletakkan atau dipasang
menurut karakteristik distribusi cahaya yang dikehendaki sehingga dapat terarah dengan baik.
Pencahayaan yang terarah dapat menciptakan distribusi cahaya yang merata, shingga dapat
membantu tenaga kerja untuk melihat objek pekerjaan dengan teliti tanpa adanya hal yang
menimbulkan kelelahan pada mata (Ilyas, 1991).
Pencahayaan yang ridak memadai akan meyebabkan kelelahan pada otot dan saraf yang
berlanjut pada kelelahan local mata dan akhirnya kelelahan keseluruhan fisiologis pada
seorang pekerja. Kelalahan yang timbul kemudian akan mengakibatkan turunnya konsentrasi
kerja. Meningkatkan tingkal kesalahan dalam bekerja yang berujung pada tingginya cacat
produktifitas pekerja secara individual maupun perusahaan secara keseluruhan. Pencahayaan
yang kurang memadai merupakan beban tambahan bagi pekerja sehingga dapat menimbulkan
gangguan performance kerja yang akhirnya dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan
dan keselamatan kerja. Hal ini sangat erat kaitannya dan mutlak harus ada karena
berhubungan dengan fungsi indra penglihatan, yang dapat memengaruhi produktifitas tenaga
kerja.. berdasarkan baku mutu lingkungan kerja , standar pencahayaan untuk ruangan yang
dipakai untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian adalah 500-1000 lux.(Kelly. 2016).
Persyaratan pencahayaan untuk membaca dari hardcopy dan dari komputer jelas
berbeda. Lingkungan kantor yang terlalu terang, bagaimanapun, menimbulkan resiko dalam
pekerjaan yang menggunakan komputer (NIOSH, 1991). Pheasant (1991) menyatakan bahwa
pencahayaan sebesar 500-700 lux cocok untuk keperluan kantor umum dan kantor yang
diterangi lebih dari 1000 lux mungkin dapat dianggap sebagai over – lit (kecuali ada tuntutan
tugas khusus). Menurut Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Maryamah (2011)
menunjukan adanya hubungn antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata
yaitu dengan P value sebesar 0.003.
Banyak faktor resiko di lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan
kesehatan pekerja salah satunya adalah pencahayaan. Menurut Permenaker no 5 tahun 2018
intensitas cahaya adalah jumlah rata rata cahaya yang diterima pekerja setiap waktu
pengamatan pada titik dan dinyatakan dalam satuan LUX, sedangkan LUX adalah satuan
metric ukuran cahaya pada suatu permukaan. Pencahayaan minimal yang dibutuhkan menurut
jenis kegiatanya seperti berikut :

Tabel 2.4 : Standar Pencahayaan


No Keterangan Intensitas
(LUX

1. Penerangan Darurat 5

2. Halaman dan jalan 20


3. Pekerjaan membedakan barang kasar seperti : 50
a. Mengerjakan bahan bahan yang kasar
b. Mengerjakan arang atau abu
c. Menyisihkan barang barang yang besar
d. Mengerjakan bahan tanah atau batu
e. Gang gang , tangga di dalam gedung yang selalu dipakai
f. Gudang gudang untuk menyimpan barang barang besar dan kasar

4. Pekerjaan yang membedakan barang barang kecil secara sepintas lalu 100
seperti:
a. Mengerjakan barang barang besi dan baja yang setengah selesai
b. Pemasangan yang kasar
c. Penggilingan pada
d. Pengupasan/pengambilan dan penyisihan bahan kapas
e. Pengerjakan bahan bahan pertanian lain yang kira kira setingkat
dengan d
f. Kamar mesin dan uap
g. Alat pengangkut orang dan barang
h. Ruang ruang penerimaan dan pengiriman dengan kapan
i. Tempat menyimpan barang barang sedang dan kecil
j. Toilet dan tempat mandi

5. Pekerjaan membeda bedakan barang barang kecil yang agak teliti seperti : 200
a. Pemasangan alat yang sedang
b. Pekerjaan mesin dan bubut yang kasar
c. Pemeriksaan / percobaan kasar terhadap barang barang
d. Menjahit tektil/ kulit yang berwarna muda
e. Pemasukan dan pengawetan bahan bahan makanan kering
f. Pembungkusan daging

No Keterangan Intensitas
(LUX

g. Mengerjakan kayu 200


h. Melapis perabot

6. Pekerjaan pembedaan yang teliti daripada barang barang kecil dan halus 300
seperti :
a. Pekerjaan mesin yang teliti
b. Pemeriksaan yang teliti
c. Percobaan percobaan yang teliti dan halur
d. Pembuatan tepusng
e. Penyelesaian kulit dan penenunan bahan bahan katun atau wol
berwana muda
f. Pekerjaan kantor yang berganti ganti menulis dan membaca pekerjaan
arsip dan seleksi surat surat

7. Pekerjaan membeda bedakan barang barang halus dengan kontras yang 500-1.000
sedang dan dalam waktu yang lama seperti:
a. Pemasangan yang halus
b. Pekerjaan pekerjaan mesin yang halus
c. Pemeriksaan yang halus
d. Penyemiran yang halus dan pemotongan gelas kaca
e. Pekerjaan kayu yang halus
f. Menjahit bahan bahan wol yang berwarna tua
g. Akuntan, pemegang buku, pekerjaan steni, mengetik atau pekerjaan
kantor yang lama.

8. Pekerjaan membedakan bedakan barang barang yang sangat halus dengan 1.000
kontras yang sangat kurang untuk waktu yang lama seperti :
a. Pemasangan yang extra halus (arloji, dll)
b. Pemeriksaan yang ekstra halus (Ampul, obat)
c. Percobaan alat alat yang ekstra halus
d. Tukang mas dan intan
e. Penilaian dan penyisihan hasil hasil tembakau

No Keterangan Intensitas
(LUX

f. Penyusunan huruf dan pemeriksaan copy dalam pencetakan 1.000


g. Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakain berwarna tua.

Sumber: Permenaker No 5 tahun 2018


Pencahayaan harus memenuhi aspek kebutuhan, aspek social dan lingkungan kerja
perkantoran. Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan diukur dalam satuan LUX- lumen
per meter persegi. Kadar penerangan diukur dengan alat pengukur cahaya yang diletakkan
dipermukaan tempat kerja misalnya meja atau setinggi perut untuk penerangan umum (kurang
lebih 1 meter). Agar pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan tindakan
sebagai berikut:
a. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan
dan memiliki intensitas sesuai dengan peruntukannya.
b. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola
lampu sering dibersihkan.
c. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.
Aspek kebutuhan (visual performance) dan harapan pemakai ruangan kantor intensitas
pencahayaan harus terpenuhi untuk menunjang kinerja, rasa nyaman, kesehatan dan tidak
mengakibatkan gangguan kesehatan. Untuk kenyaman mata disyarakat pencahayaan 300-500
lix, pekerjaan menggambar 500 lux, meting room 300 lux, resepsionis 300 lux, koridor 100 lux,
arsip 200 lux. Aspek kenyaman mata ditentukan juga oleh faktor refleksi cahaya agar tidak
silau factor refleksi pada langit langit sebesar (06-09) reflesi cahaya pada dinding (0,3-0,8),
refleksi pada meja kerja (0.2 – 0.6) dan pada lantai (0,1-0,5). Aspek kebutuhan social yang
meliputi biaya penerangan harus efisien, tidak menggangu produktifitas pekerja, tidak
menimbulkan kelelahan, mudah dilakukan pemeliharaan, tipe lampu sesuai kebutuhan jenis
pekerjaan, memenuhi aspek perasaan aman, dan keselamatan dalam bekerja dan ada
manajemen pengelolaan. Untuk aspek keselamatan maka pencahayaan lampu emergensi
minimal 5% dari intensitas penerangan normal.
Aspek lingkungan kerja, pencahayaan pada pagi dan siang hari dapat mempergunakan
cahaya matahari, efisien pemakaian lampu wajib dilakukan pengendalian dan pengaturan
cahaya agar tidak mengganggu kegiatan kerja, harmonisasi penggunaan pencahayaan alami dan
penerangan lampu harus dilakukan pemadaman lampu bila pada saat tidak diperlukan dan
penggunaan power/ watt lampu seefisien mungkin. Tidak dianjurkan menggunakan mercury
vapour lamp untuk ruang perkantoran. Pembatasan konsumsi energi listrik pada jam kerja.
Power / watt lampu seefisien mungkin. Pemakaian pencahayaan 500 lux power cukup (15-18
watt/m²), untuk pemakaian pencahayaan 300 lux power cukup (9-11 watt/ m²).
Tabel 2.5 : Persyaratan Pencahayaan sesuai Peruntukan Ruang
Peruntukan Ruang Minimal Pencahayaan Lux

Ruang kerja 300


Ruang gambar 750

Resepsionis 300

Ruang arsip 150

Ruang rapat 300

Ruang makan 250

Koridor/ lobi 100

Sumber : Permenakes No 48 tahun 2016


Perbedaan pencahayaan yang mencolok antara meja kerja dengan lingkungan sekitarnya
sebaiknya dihindari. Secara umum, idealnya lingkungan seiktar sedikit lebih redup
dibandingkan area kerja. Cahaya sebaiknya jatuh dari samping bukan dari depan, untuk
menghidari refleksi pada permukaan kerja. Silau menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan
dan biasanya ditimbukan oleh sumber cahaya yang terlampau terang atau tidak terlindungo
dengan baik. Seiring waktu, lampu akan menurun pencahayaannya dan mengakumulasikan
debu pada permukaannya. Disarankan membersihkan lampu secara regular misalnya setiap 6-
12 bulan. Lampu fluorescent yang berkedip menandakan tube atau starter perlu digantu.
Pencahayaan khusus untuk layar monitor komputer tempatkan diantara lajur lampu. Jika lampu
yang digunakan fluorescent strip lighting, sisi meja kerja diletakkan parallel dengan lampu.
Usahakan tidak meletakkan layar dekat jendela, namun jika tidak dapat dihindari pastikan layar
computer atau operatornya tidak menghadap ke jendela. Warna menentukan tingkat refleksi/
pantulan sebagai berikut :
a. Warna putih memantulkan 75% atau lebih cahaya
b. Warna warna terang / sejuk memantulkan 50% -70 %
c. Warna warna medium / terang hangat, memantulkan 20% - 50 %
d. Sedangkan warna warma gelap 20% atau kurang
Warna putih atau nuansa putih disarankan untuk langit langit karena akan memantulkan
lebih dari 80% cahaya. Dinding sebaiknya memantulkan 50-70 % cahaya dan memiliki
permukaan yang gloss atau semi – gloss. Dinding yang berdekatan dengan jendelea sebaiknya
berwarna terang sedangkan yang jauh dari jendela berwarna medium/ ternag hangat. Lantai
sebaiknya memantulkan kurang dari 20% cahaya sehingga disarankan berwarna gelap.
Penggunaan poster dan gambar yang berwarna warni akan dapat mengurangi kesan monoton
ruangan sekitar dan juga dapat melepaskan eyestrain.
Pengaturan tingkat pencahyaan di tempat kerja memang sudah seharusnya diatur
sedemikian rupa sehingga menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerjanya.
Menurut Suma’mur (2009), apabila cahaya atau pencahayaan di tempat kerja buruk maka dapat
mengakibatkan :
1. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja
2. Kelelahan mental
3. Keluhan pegal pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata
4. Kerusakan alat penglihatan
5. Meningkatknya kecelakaan
Kelelahan mata sebagai akibat dari buruknya sistem pencahayaan ruang kerja umumnya
ditandai dengan gejala gejala sebagai berikut :
1. Mata berair dengan memerah pada konjungtiva mata
2. Mata terasa perih dan gatal
3. Pendangan rangkap dan pandangan kabur
4. Sakit kepala
5. Daya akomodasi dan konvergensi menurun
6. Ketajaman penglihatan , kepekaan dan kecepatanya respon menurun.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurfathia (2018) didapatkan bahwa
tingkat pencahayaan pekerja yang menenuhi standard yaitu 19 pekerja (48,7%) yang
mengalami kelelahan mata, sedangkan tingkat pencahayaan pekerja yang tidak memenuhi
standar yaitu 13 pekerja (68.4%) juga mengalami keluhan kelelahan matadengan Pvalue =
0.0256
2.1.4.3.b Suhu dan Kelembaban
Kelembaban adalah konsentrasi uap air yang terkandung dalam udara angka konsentrasi
ini dapat diekpresikan dalam kelembab absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan relative.
Alat untuk mengukur kelembapan disebut hygrometer dan humidistat digunakan untuk
mengatur tingkat kelembapan udara dalam sebuah bangunan dengan sebuah pengawal lembap
(dehumidfer).(Kuswana,2017).
Suhu dan kelembaban merupakan factor yang sangat penting dalam kualitas udara.
Namun demikian ada juga factor lain yang tidak kalah penting yang secara langsung
mempengaruhi tingkat kesehatan sesorang. Secara khusus tipe dan kualitas penyaring udara
yang dipasang dapat mempengaruhi unujuk kerja manusia dan computer. Sejumlah persoalan
mengenai suhu dan kualitas udara dapat diatasi dari sumbernya. Banyaknya panas yang
disebarkan oleh suatu peralatan merupakan salah satu parameter yang harus dipertimbangkan
sebelum memasang pengontrol udara dilakukan. Letak pengontrol udara harus diatur
sedemikian rupa sehingga arah aliran udara yang dihasilkan tidak mengenai langsung badan
pengguna yang berarti malah akan menggangu konsentrasi pengguna(Santoso.2011).
Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting dalam kualitas udara untuk
kenyamaan kerja seseorang. Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor
penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas danlemba akan menurunkan
produktivitas kerja, juga akan membawa dampak negatif terhadapa kesehatan dan keselamatan
kerja (Gempur, 2004). Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara , kelembaban udara,
kecepatan gerakan dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat dipegaruhi cuaca kerja dalam
lingkungan kerja yang nyaman, tidak dingin Maupun panas, suhu yang nyaman berkisar antara
24°C - 26°C bagi orang orang Indonesia. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan
kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu suhu terlalu rendah dapat mengakibatkan
keluhan keluhan dan kadang kadang diikuti meningkatnya penyakit pernapasan (Suma’mur,
1996).
Temperatur ruang perkantoran harus memenuhi aspek kebutuhan kesehatan dan
kenyamanan pemakai ruangan. Untuk dapat memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan suhu
ruang perkantoran berkisar 23°C sampai 26 °C. agar suhu nyaman dapat tercapai pengaturan
suhu dilakukan perzona tidak terpusat. Hal ini agar pekerja mempunyai flesibilitas untuk
menyesuaikan suhu ruangan yang juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan diluar gedung. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah penempatan AC diffuser. Karyawan yang bekerja tepat
dibawahnya akan terpajang udara yang lebih dingin dan dapat membuat ketidaknyaman bahkan
gangguan kesehatan seperti Bell’s Palsy yaitu lumpuh saraf wajah sebelah sisi. Untuk
menghindari hal ini pentung untuk memperhatikan posisi AC blower ini pada saat disain awal
ataupun pada saat renovasi kantor. Terkadang di gedung perkantoran yang besar terdapat
ruangan server komputer yang membutuhkan suhu yang dingin (biasanya sekitar 18°C) guna
menjaga keamanan mesin. Bila dipisahkan dengan ruangan kerja karyawan, sehingga karyawan
tetap dapat bekerja dengan suhu yang nyaman. (Permenkes, 2016).
Kelembaban ruangan perkantoran harus memenuhi aspek kebutuhan kesehatan dan
kenyamanan pemakai ruangan. Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan dalam ruangan
perkantoran diperlukan kadar uap air dengan tingkat kelembaban 40-60% sedangkan untuk lobi
dan koridor adalah 30-70%. Untuk mendapatkan tingkat kelembaban yang nyaman diperlukan
rekayasa enjiniring untuk menurunkan tingkat kelembaban didalam ruangan ke tingkat nyaman
yang optimal misalnya denagn system pendingin, ventilasi udara dan dehumidifier. Tingkat
kelembaban yang tinggi juga seringkali berkaitan dengan masalah air seperti pipa air yang
bocor sehingga ini juga perlu diperhatikan. Disamping itu pekerjaan di perkantoran pada
umumnya merupakan pekerjaan dengan metabolic rate ringan dan sedang.(Permenkes,2016).
Metabolic Rate para karyawan perkantoran pada umumnya masuk dalam kategori (Rest, Light
dan Moderate) seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.6 : kategori metabolic rate
Kategori Metabolic rate Jenis kegiatan

Rest 115 Duduk

Light (ringan ) 180 Duduk mengerjakan


pekerjaan ringan dengan
tangan / lengan dan
berjalan dalam ruangan

Moderat 300 Pekrjaan dengan lengan /


tangan dan kaki sambil
duduk / berdiri menarik,

Kategori Metabolic rate Jenis kegiatan

mendorong beban ringan


berjalan dalam ruangan.

Sumber : Permenkes no 48 tahun 2016


Tingkat kelembaban yang rendah akan berefek pada penguapan air mata. Menurut
Herold, penguapan air mata bergantung pada uap air disekitar mata. Berdasarkan Kepmenkes
RI nomor 1405/Menkes/SK/XI tahun 2002 tentang persyaratan dan tata cara penyelenggaraan
kesehatan lingkungan kerja perkantoran bahwa suhu udara ruangan perkantoran berkisar antara
18°C-28°C, sedangkan untuk kelembaban berkisar antara 40%-60%. Agar ruang kerja
perkantoran memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya diantaranya bila suhu
udara ruangan melebihi 28°C perlu di pasang Air Conditioner (AC), kipas angin, dan sebagainya.
Suhu udara di ukur dengan thermometer. Penggunaan thermometer sangat luas sekali antara lain
mengukur suhu tubuh, mengukur suhu udara, mengukur suhu ruangan dan sebagainya.

2.1.6 Pengendalian Kelelahan Mata Akibat Penggunaan Komputer


Ada beberapa cara untuk mengurangi kelelahan mata antara lain :
1. Perbaikan kontras. Cara ini paling mudah dan sederhana , serta dilakukan dengan memilih
latar penglihatan yang tepat
2. Menggunkan intensitas penerangan. Penerangan harus sekurang- kurangnya dua kali
dibesarkan, dalam hal ini masih perlu dipakai lampu lampu didaerah kerja untuk lebih
memudahkan penglihatan
3. Pemindahan cara kerja dengan visus yang setinggi tingginya. Kerja malam harus dikerjakan
oleh tenaga kerja berusia muda yang apabila usianya bertambah dapat dipindahkan kepada
pekerjaan yang kurang di perlukan ketelitian (Suma’mur, 2009).
Menurut Heiting (2014), 10 langkah mudah mengurangi resiko kelelahan mata termasuk
Computer Vision Syndrome (CVS) :
1. Melakukan pemeriksaan mata secara rutin
Melakukan pemeriksan mata secara rutin merupakan hal yang paling penting bagi
pekerja pengguna komputer. Menurut National Institute for Occupational Safety and
Health (NIOSH), pengguna komputer harus melakukan pemeriksaan mata sebelum
mereka mulai bekerja pada komputer dan sekali setahun sesudahnya.
2. Gunakan pencahayaan yang tepat
Kelelahan mata sering disebabkan oleh cahaya yang kurang atau terlalu terang, baik
dari sinar matahari di luar ruangan yang masuk melalui jendela atau dari pencahayaan
lingkungan harus sesuai dengan standard jenis pekerjaan yang dilakukan .
3. Meminimalkan silau
Silau pada dinding dan permukaan lantai, serta refleksi pada layar komputer juga dapat
menyebabkan kelelahan mata. Pertimbangan untuk memasang layar anti silau pada
monitor dan jika mungkin ganti cat dinding putih dengan warna yang lebih lembut dan
pertimbangan untuk menggunakan hood komputer.
4. Upgrade jenis layar komputer
Layar liquid crystal display (LCD) biasanya lebih nyaman pada mata dan memiliki
permukaan anti reflektif. Layar CRT menyebabkan gambar terlihat flicker atau
berkedip kedip, yang merupakan penyebab utama dari kelelahan mata. Bahkan jika
flicker tidak terlihat, masih biasa memberikan kontribusi untuk kelelahan mata selama
menggunakan komputer. Selain menggantu layar LCD perlu juga di pasang kaca
pelindung (filter) pada layar monitor untuk mengurangi radiasi maupun tingkat
kesilauan monitor.
5. Sesuaikan tampilan monitor
Berkedip sangat penting ketika bekerja di depan komputer, berkedip membasahi mata
untuk mencegah kekeringan dan iritasi. Air mata yang melapisi mata menguap lebih
cepat selama fase tidak berkedip dan inimenyebabkan mata kering.
6. Sering berkedip
Berkedip sangat penting ketika bekerja di depan komputer, berkedip membasahi mata
untuk mencegah kekeringan dan iritasi. Air mata yang melapisi mata menguap lebih
cepat selama fase tidak berkedip dan ini menyebabkan mata kering.
7. Latihan mata
Penyebab lain ketegangan mata pada pengguna komputer adalah mata sering berfokus
pada monitor. Untuk mengurangi kelelahan mata karena berfokus pada layar monitor
adalah dengan berpaling dari komputer setidaknya setiap 20 menit dan menatap sebuah
objek yang jauh selama 20 detik.
8. Ambil waktu istirahat
Istirahat tidak mengurangi produktivitas pekerja. Kecepatan entri data secara signifikan
lebih cepat sebagai akibat dari istirahat ekstra. Dalam hal ini disarankan oleh National
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)VDT Studies and Informantion
untuk melakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama 2
jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan.
9. Mengatur tempat kerja
Gunakan furnitur ergonomis untuk dapat mengatur posisi layar komputer 20 sampai 24
inc dari mata. Bagian tengah layar harus sekitar 10 sampai 15 derajat dibawah mata
untuk penentuan posisi yang nyaman terhadap kepala dan leher pekerja. Pekerja
pengguna komputer juga sebaiknya menjaga jarak mata pada saat menggunakan
komputer untuk tidak terlalu dekat, minimal 50 cm.
10. Pertimbangkan kacamata khusus komputer
Untuk kenyaman dalam menggunakan komputer, pekerja yang sudah memiliki
kelainan refraksi atau menggunakan kacamata lensa progresif, sebaiknya menggunakan
kacamata yang dirancang khusu untuk menggunakan komputer yaitu bagian ata lensa
untuk melihat komputer karena kelelahan mata akan lebih cepat terasa dan mata
menjadi tidak nyaman.
2.2 Kerangka Teori

Faktor individu :
1. Usia
2. Kelainan refraksi mata

Faktor pekerjaan :

1. Durasi penggunaan komputer


2. Jarak penggunaan komputer Keluhan kelelahan
3. Document holder Mata
4. Penggunaan Antiglare
5. Jenis monitor

Faktor lingkungan kerja :


1. Tingkat pencahayaan
2. Suhu dan kelembaban

Gambar 1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber :(OSHA, 1997), (Grandjean, 2003) , (Fauzia, 2004), (Pheasant, 1991), (Firdaus, 2013),

(Suma’mur, 1996), (Luthfiana, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

(NIOSH), N. I. for O. S. and H. (1991). NIOSH Publication on Video Display Terminal. Third Edition
U.S Department of Health and Human Service.

aryanti. (2006). Hubungan antara intensitas penerangan dan suhu udara dengan kelelahan mata
karyawan pada bagian administrasi PT HUTAMA KARYA WILAYAH IV semarang. Semarang.

Bridger, R. . (2003). introduction to ergonomics, 2nd edition. LONDON: TAYLOR AND FRANCIS.

Dewi, Y. K. dkk. (2009). Faktor faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada operator
komputer di kantor samsat palembang tahun 2009. palembang.

Fauzia, I. (2004). upaya untuk mengurangi kelelahan mata pada tenaga kerja yang mengunakan
komputer di rumah sakit x jakarta tahun 2003. universitas indonesia, jakarta.

Firdaus, F. (2013). Analisis Faktor Resiko Ergonomi Terhadap Munculnya Keluhan Computer Vision
Syndrom(CVS) pada Pekerja Pengguna Komputer yang Berkacama dan Pekerja yang tidak
Berkacamata di PT X tahun 2013. Depok.

Gempur, S. (2004). manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. jakarta: prestasi pustaka.

Grandjean, E. (2003). Ergomonic In Computerized Offices. London: TAYLOR AND FRANCIS.


Hardiyanto. (2014). ergomonic suatu pengantar. bandung: remaja rosdakarya.

Ilyas, S. (1991a). penuntun ilmu penyakit mata. jakarta: balai penerbit FKUI.

Ilyas, S. (1991b). Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: balai penerbit FKUI.

Ilyas, S. (2008). Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ivone, J. (2004). hubungan kelelahan mata dengan produktifitas tenaga kerja di bagian inspeksi
perusahaan tekstil PT X Bandung tahun 2004. universitas Indonesia, depok.

Luthfiana, S. F. (2013). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Accounting Group PT BANK X tahun 2013. jakarta.

Maryamah, S. (2011). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD (Bumi Serpong Damai)
Tangerang tahun 2011. jakarta.

Nadaek, B. Y. (2015). Gambaran Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Pegawai Pengguna Komputer
di Kantor Direktorat Jendral Pajak Medan tahun 2013. medan.

Nourmayanti, D. (2010). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk tahun 2009. Jakarta.

Nurfathia. (2018). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di PT X tahun 2018. Jakarta.

OSHA. (1997). Working Safety with Video Display Terminal. Retrieved October 16, 2019, from
http://www.osha.gov/publications/osha3092.pdf

Parwati, I. . (2004). Pengaruh Masa Kerja dengan Intensitas Pencahayaan Terhadap Efisiensi
Penglihatan Operator Telepone Bagian Pelayanan PT Telkom DIV RE IV Semarang. Semarang.
Retrieved from http://www.eprint.undip.ac.id

Pheasant, S. (1991). Ergomonic : Work and Health. Maryland: Aspen Publishs.

Pheasant, S. (2003). Body Space : Anthopometry, Ergonomics anda The Design of Work :Second Edition.
London: TAYLOR AND FRANCIS.

Septiansyah, R. (2014). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT Duta Astakona Girinda tahun 2014. Jakarta.

Setiawan, I. (2012). Analisis Hubungan Faktor Karakterik Pekerja , Durasi Kerja, Alat Kerja, dan
Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan SUbjektif Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di PT
Surveyor Indonesia tahun 2012. Depok.

Suma’mur, P. . (1996). higiene perusahaan dan kesehatan kerja. jakarta: PT TOKO GUNUNG AGUNG.

Suma’mur, P. . (2009). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Sagung Seto.

Triyana. (2014). Hubungan Antara Durasi Penggunaan Komputer dan Waktu Istirahat mata Terhadap
Kelelahan Mata Customer Care PT BNI LIFE INSURACE tahun 2014. Jakarta.

Wasisto, S. . (2005). Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. Jakarta: Wahana Press.

Afandi E.S. 2005. Computer Vision Syndrome (sindrom pengelihatan komputer). Dalam Majalah
Kedokteran Indonesia.

Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udata dengan Kelelahan Mata
Karyawan pada bagian Administrasidi PT. HUTAMA KARYA WILAYAH IV Semarang. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Semarang. Semarang.

Arianti, Farras Putri. 2017. Faktor Faktor yang berpengaruh dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja
pengguna komputer di CALL CENTER PT AM tahun 2016. Skrispi. Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah . Jakarta.

Badan Standardiasi Nasional (BSN). 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 16-7062-2004 tentang
Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.

Badan Standardiasi Nasional (BSN). 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7062-2019 tentang
Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.

Bidakara Medical Center (BiMC) , 2017. Kesehatan MATA tersedia di


http://bidakaramedical.co.id/berita.

Bridger, R.S. 2003. Introduction to Ergonimics, 2nd edition. London : Taylor and Francis.

Broumand,M.G and M. Ayatollahi, 2008. Evaluation Of The Frequency of Complicantions of Working


with Computer in a Group of Young Adult Computer User. Pak.J.Med.Sci,24(5):702-706.

Dewi, Yulyana Kusuma dkk. 2009. Faktor Faktor yang berhubungan dengan Kelelahan Mata pada
Operator Komputer di Kantor Samsat Palembang Tahun 2009. Skripsi . Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya. Palembang.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta Departemen Kesehatan

Fauzia, Irawaty. 2004. Upaya tuk mengurangi kelelahan mata pada tenaga kerja
yang menggunakan komputer di rumah sakit “X” Jakarta 2003. Tesis.
Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta.

Firdaus, Fikri. 2013. Analisis Faktor Risiko Ergonomi Terhadap Munculnya Keluhan Computer Vision
Syndrom (CVS) pada Pekerja Pengguna Komputer yang Berkacamata dan Pekerja yang Tidak
Berkacamata di PT X Tahun 2013.
Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.

Hana, Liliana. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display Terkait Keluhan
Subyektif Kelelahan Mata pada Pekerja yang Menggunakan Komputer di Ruang Kantor PT
Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant Bulan Desember Tahun 2008. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok.

Hardiyanto. 2014. Ergonomic Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Heiting, Gary dan Lary Wan D. 2014, Computer Eye Srain : 10 Steps for Relief Computer Vision.
Diakses dari http://www.allaboutvision.com/cvs/irrited.htm pada tanggal 15 agustus 2019.

Ilyas, Sidarta. 1991. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, Sidarta . 2004. Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Irma, Iin Lestari , Ade Rendra Kurniawan. 2019. Faktor yang berhubungan dengan keluhan subjektif
kelelahan mata pada penggunaan komputer. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah Vol 8 no 1 bulan
juli tahun 2019. Eissn: 2656-8004. https://stikesmu-sidrap.e-journal.id di akses pada tanggal 05
Desember 2019

Ivone, July. 2004. Hubungan Kelelahan Mata dengan Produktifitas Tenaga Kerja di Bagian Insoeksi
Perusahaan Tekstil PT. X , Bandung. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Depok.
Keputusan Menteri Kesehatna Republik Indonesia (Kepmenkes RI ) Nomor 1405 / MENKES / SK/ XI/
2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
KELLY, EVELYN B . 2016. THE 101 MOST UNUSUAL DISEASES AND DISORDES,
CALIFORNIA. ABC-CLIO,LLC

Kuswana, Wowo Sunaryo. 2017. Ergomoni dan K3 (Kesehatan Keselamatan Kerja) cetakan ketiga.
Bandung. PT Remaja Rosdakarya Offset.

Luthfiana, Selisca Fadhillah. 2013. Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata
Pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT BANK X tahun 2013. Skripsi . Pemintan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Mangoenprasodjo, Setiono. 2005. Mata Indah Mata Sehat, Yogyakarta : Think Fresh.

Maryamah, Siti. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan


Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD (Bumi Serpong Damai) Tangerang Tahun 2011. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Murtopu, Ichwan dan Sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer Terhadap Kemampuan Daya
Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Volume 6 No. 2;153-163

Mappangile, Andi Surrayya, 2018. Analisis Keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer
dikantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah ANDREAS GUNAWAN SH.M.KN tahun
2018. Jurnal . Program Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Diploma IV
Universitas Balikpapan. Balikpapan.

Miller, Neil R, dkk. 2005. Walsh and Hoyt’s Clinical Neuro- Ophthalmology, 6 th Edition. Philadelphia
dan Baltimore : Lippincott Williams & Wilkins.

Nadeak, Betsy Yosia . 2015 . Gambaran Keluhan Subjektif Kelelahan Mata Pada Pegawai Pengguna
Komputer di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Medan Tahun 2015. Skripsi . Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 1999. NIOSH Publications on Video
Display Terminals. Third edition. U.S. Department of Health and Human Service.
Nourmayanti, Dian. 2010. Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelalahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Jakarta .

Nurfathia, 2018. Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di PT X Tahun 2018. Skripsi . Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul. Jakarta.

OSHA. 1997. Working Safety with Video Display Terminals. U.S. Departement og Labor Occupantional
Safety and Health Administration. Dari : http://www.osha.gov/Pub;ications/osha3092.pdf.
Diunggah pada tanggal 16 Oktober 2019.

Padmanaba, Cok Gd Rai, 2006. Pengaruh Penerangan dalam Ruang terhadap Aktifitas Kerja
Mahasiswa Desain Interior. Skripsi. Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan
Desain, Institute Seni Indonesia Denpasar.

Parwati.I.O. 2004. Pengaruh Masa Kerja dengan dan Intensitas Pencahayaan terhadap Efisiensi
Penglihatan Operator Telepon Bagian Pelayanan PT. TELKOM DIVRE IV Semarang. Diakses
dari http://www.eprints.undip.ac.id pada tanggal 20 agustus 2019.

Patel, Dhaval. 2014. I Notes (Ophthalmology PG Exam Notes) Ist Edition. India : AIIMS.

Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2016 tentang Standar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.

Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomic: Work and Health. Maryland: Aspen Publishs

Pheasant, Stephen.. 2003. Body space: Anthropometry, Ergonomics and the Design of
Work: Second edition. London: Taylor and Francis.

Putri, Dessy Widhya . 2018. Hubungan Jarak Monitor , Durasi Penggunaan Komputer, Tampilan Layar
Monitor, dan Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata. The Indonesian Journal of
Occupational Safety anda Health, Vol,7, No. 1 Jan- April 2018:1-10

Rustiati, Sri. 1999. Masalah Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang Mengoperasikan Komputer di PT
N K Jakarta Tahun 1997 serta Upaya Mengatasinya. Tesis. Program Studi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Universitas Indonesia. Jakarta.

Santoso, FF. 2011. Hubungan Pencahayaan dan Karakteristik Pekerjaan dengan Keluhan Subjektif
Keluhan Kelelahan Mata pada Operator Komputer Tele Account Management di PT . Telkom
Regional 2 Surabaya. Skripsi. Universitas Airlangga . Surabaya.

Santoso. Insap. 2011. Interaksi Manusia dan Komputer. JAKARTA. CV ANDI OFFSET.

Septiansyah, Randy. 2014. (NIOSH), N. I. for O. S. and H. (1991). NIOSH Publication on Video Display
Terminal. Third Edition U.S Department of Health and Human Service.

aryanti. (2006). Hubungan antara intensitas penerangan dan suhu udara dengan kelelahan mata
karyawan pada bagian administrasi PT HUTAMA KARYA WILAYAH IV semarang. Semarang.

Bridger, R. . (2003). introduction to ergonomics, 2nd edition. LONDON: TAYLOR AND FRANCIS.

Dewi, Y. K. dkk. (2009). Faktor faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada operator
komputer di kantor samsat palembang tahun 2009. palembang.

Fauzia, I. (2004). upaya untuk mengurangi kelelahan mata pada tenaga kerja yang mengunakan
komputer di rumah sakit x jakarta tahun 2003. universitas indonesia, jakarta.

Firdaus, F. (2013). Analisis Faktor Resiko Ergonomi Terhadap Munculnya Keluhan Computer Vision
Syndrom(CVS) pada Pekerja Pengguna Komputer yang Berkacama dan Pekerja yang tidak
Berkacamata di PT X tahun 2013. Depok.

Gempur, S. (2004). manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. jakarta: prestasi pustaka.

Grandjean, E. (2003). Ergomonic In Computerized Offices. London: TAYLOR AND FRANCIS.

Hardiyanto. (2014). ergomonic suatu pengantar. bandung: remaja rosdakarya.

Ilyas, S. (1991a). penuntun ilmu penyakit mata. jakarta: balai penerbit FKUI.

Ilyas, S. (1991b). Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: balai penerbit FKUI.

Ilyas, S. (2008). Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ivone, J. (2004). hubungan kelelahan mata dengan produktifitas tenaga kerja di bagian inspeksi
perusahaan tekstil PT X Bandung tahun 2004. universitas Indonesia, depok.
Luthfiana, S. F. (2013). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Accounting Group PT BANK X tahun 2013. jakarta.

Maryamah, S. (2011). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD (Bumi Serpong Damai)
Tangerang tahun 2011. jakarta.

Nadaek, B. Y. (2015). Gambaran Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Pegawai Pengguna Komputer
di Kantor Direktorat Jendral Pajak Medan tahun 2013. medan.

Nourmayanti, D. (2010). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk tahun 2009. Jakarta.

Nurfathia. (2018). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di PT X tahun 2018. Jakarta.

OSHA. (1997). Working Safety with Video Display Terminal. Retrieved October 16, 2019, from
http://www.osha.gov/publications/osha3092.pdf

Parwati, I. . (2004). Pengaruh Masa Kerja dengan Intensitas Pencahayaan Terhadap Efisiensi
Penglihatan Operator Telepone Bagian Pelayanan PT Telkom DIV RE IV Semarang. Semarang.
Retrieved from http://www.eprint.undip.ac.id

Pheasant, S. (1991). Ergomonic : Work and Health. Maryland: Aspen Publishs.

Pheasant, S. (2003). Body Space : Anthopometry, Ergonomics anda The Design of Work :Second Edition.
London: TAYLOR AND FRANCIS.

Septiansyah, R. (2014). Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata pada Pekerja
Pengguna Komputer di PT Duta Astakona Girinda tahun 2014. Jakarta.

Setiawan, I. (2012). Analisis Hubungan Faktor Karakterik Pekerja , Durasi Kerja, Alat Kerja, dan
Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan SUbjektif Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di PT
Surveyor Indonesia tahun 2012. Depok.

Suma’mur, P. . (1996). higiene perusahaan dan kesehatan kerja. jakarta: PT TOKO GUNUNG AGUNG.

Suma’mur, P. . (2009). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Sagung Seto.
Triyana. (2014). Hubungan Antara Durasi Penggunaan Komputer dan Waktu Istirahat mata Terhadap
Kelelahan Mata Customer Care PT BNI LIFE INSURACE tahun 2014. Jakarta.

Wasisto, S. . (2005). Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. Jakarta: Wahana Press.

tahun 2014. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta .

Setiawan, Iwan. 2012. Analisis Hubungan Faktor Karakteristik Pekerja, Durasi Kerja, Alat Kerja, dan
Tingkar Pencahayaan dengan Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di
PT Surveyor Indonesia Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Depok.

Simbolon, Roy Vanbasten. 2016 . Hubungan intensitas pencahayaan dan lama paparan radiasi monitor
komputer dengan keluhan kelelahan mata pada pekrja pengguna komputer di kantor dinas
pendidikan provinsi Sumatera Utara tahun 2016. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatra Utara. Medan.

Sulianta. Feri . 2010 . IT ERGONOMICS. Jakarta . PT Elex Media Komputindo.

Suma’mur, P.K. 1989. Ergonomi untuk produktivitas kerja. Jakarta: CV Haji Masagung.

Suma’mur, P.K.. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan.

Cetakan keenam. Jakarta : CV Haji Masagung.

Suma’mur, P.K.. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT Toko Gunung Agung.

Suma’mur, P.K. 2009 Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Sagung Seto.

Supriati, Febriana. 2012 . Faktor faktor yang berkaitan dengan kelelahan mata pada karyawan
bagian administrasi di PT Indonesia Power UBP Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Volume 1, nomor 2 tahun 2012 , halaman 720-730

Soeripto. M. 2008. Higiene Industri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008.

Sheedy, James E, dan Shaw- McMinn, Oeter G. 2003. Chapter 1- Computer Vision Syndrome. In Shaw-
McMinn, J.E.S.G (Ed), Diagnosing and Treating Computer- Related Vision Problems (pp. 1-5).
Burlington : Butterworth- Heinemann.

Sherman, Richard C. 2013. Computer Access For People with Disabilities : A Human Factors Approach.
Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group.

Talwar, Richa ,Kapoor , Rohit, Puri ,Karan,Bansal, Kapil ,Singh, Saudan. 2009. A Study of Visual and
Musculoskeletal Health Disordes Among Computer Profesionals in NCR Delhi. Indian Journal
Of Community Medicine. Vol. 34, Issue 4, pp. 326-328. Available from :Proquest.
Triyana, 2014. Hubungan Antara durasi pengunaan komputer dan waktu istrihat mata terhadap
kelelahan mata di Customer Care PT. BNI LIFE INSURACE tahun 2014. Skripsi. Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul. Jakarta.

Titicombe, A.F. dan Willson, R. G. 1961. Flicker Fusion in Multiple Sclerosis. J. Neurol Neurosurg
Psychiatry, 24,260-265.

Wasisto, S.W. 2005. Komputer secara Ergononis dan Sehat.: Wahana Press .2005

Anda mungkin juga menyukai