Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN KASUS TUGAS AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN RISIKO


PERILAKU KEKERASAN (RPK) DI RS CIBITUNG MEDIKA BEKASI.

DISUSUN OLEH:
OOM KOMARIYAH (211560311083)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1) DAN PENDIDIKAN


PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MEDISTRA INDONESIA
BEKASI
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah

berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan

keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

Kesehatan jiwa menurut UU No. 18 tahun 2014 adalah kondisi dimana

seseorang individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi

tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi

untuk komunitasnya. Gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku

yang secara klinis bermakna yang berkaitan langsung dengan distress

(penderitaan) dan menimbulkan hendaya (disabilitas) pada satu atau lebih

fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2015)

Menurut World Health Organization (WHO) 2020 jumlah penderita

gangguan jiwa diseluruh dunia mencapai hampir 450 juta orang, dimana

sepertiganya berdomisili di negara-negara berkembang. Hal ini diperkuat

dengan data dan fakta bahwa hampir separuh populasi dunia tinggal di negara

dimana satu orang psikiater melayani 200.000 orang. Perkembangan

kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam segi kehidupan

manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik positif maupun negatif

dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan psikososial seperti

bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak sangat besar terhadap

kesehatan jiwa yang berarti meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.


Menurut Riskesdas (2018) yang dilakukan oleh Kementrian

Kesehatn Republik Indonesia menyimpulkan bahwa prevelensi gangguan

jiwa bervariasi dimana prevelensi Rumah tangga dengan ART gangguan jiwa

skizofrenia/psikosis menurut provinsi yang memiliki angka gangguan jiwa

tertinggi adalah provinsi Bali (11%) dan terendah provinsi Kepulauan Riau

(3%). Untuk proporsi rumah tangga yang memiliki ART gangguan jiwa

skizofrenia/psikosis yang pernah dipasung dalam rumah tangga sebanyak

(14%) dan yang tidak sebanyak (86%), sedangkan yang pernah melakukan

pasung tiga bulan terakhir sebanyak (31,5%) dan yang tidak sebanyak

(68,5%).

Proporsi rumah tangga yang memiliki ART gangguan jiwa

skizofrenia/psikosis yang dipasung menurut tempat tinggal 2015-2020 pernah

dipasung pada tahun 2020 di Indonesia sebanyak (14,3%) dimana perkotaan

(10,7%) dan perdesaan (18,2%). Pada tahun 2021 di Indonesia (14%) dimana

perkotaan (10,7%) dan perdesaan (17,7%). Sedangkan dalam kurun waktu

tiga bulan terkahir pada tahun 2021 di Indonesia (31,5%) dimana perdesaan

(31,1%) dan perkotaan (31.1%). Serta berdasarkan cakupan pengobatan

gangguan jiwa skizofrenia/psikosis yang berobat (84,9%), tidak berobat

(15,1), minum obat rutin (48,9%) dan tidak rutin (51,1%). Menurut Riskedas

2018 alasan tidak minum obat 1 bulan terakhir yang merasa sudah sehat

(36,1%), tidak rutin berobat (33,7%) tidak mampu membeli obat rutin

(23,6%), tidak tahan ESO (7%), sering lupa (6.1%), merasa dosis tidak sesuai

(6,1%), obat tidak tersedia (2,4%), dan lainnya (32%) (Riskesdas, 2018).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan


untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan

definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan

pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi

dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau

riwayat perilaku kekerasan (Dermawan, 2018).

Adapun dampak yang ditimbulkan oleh pasien yang mengalami

perilaku kekerasan yaitu kehilangan kontrol akan dirinya, dimana pasien akan

dikuasi oleh rasa amarahnya sehingga pasien dapat melukai diri sendiri, orang

lain dan lingkungan, bila tidak ditangani dengan baik maka perilaku

kekerasan dapat mengakibatkan kehilangan kontrol, risiko kekerasan terhadap

diri sendiri, orang lain serta lingkungan, sehingga adapun upaya-upaya

penanganan perilaku kekerasan yaitu mengatasi strees termasuk upaya

penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan

untuk melindungi diri, bersama pasien mengidentifikasi situasi yang dapat

menimbulkan perilaku kekerasan dan terapi medik (Keliat, 2015).

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti

yang strategis dalam masyrakat mempunyai arti yang strategis dalam

menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas melalui lima tugas

keluarga dalam bidang kesehatan. Diakui segala upaya untuk menciptkan

kualitas sumber daya manusia yang potensial, tidak hanya tanggung jawab

keluarga semata tetapi perlu peran aktif komponen masyarakat sebagai

lingkungan, dan pemerintah secara keseluruhan termasuk komunitas

professional yaitu perawat. Perawat dengan kemampuan profesionalnya

dituntut turut berkontribusi dalam upaya peningkatan sumberdaya manusia


yang cerdas, terampil, mandiri beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, dan dapat berpartisipasi didalam pembangunan bangsa melalui

berbagai perannya. Asuhan keperawatn yang diberikan bukan saja ditujukan

kepada aspek fisik, tetapi juga aspek psikologis, social budaya dan spiritual,

secara komprehensif (Rasmun, 2019).

Salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah keluarga

yang tidak tahu cara menangani perilaku klien dirumah, keluarga merupakan

sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap

keadaan sehat maupun sakit pada klien. Keluarga berperan dalam

menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien dirumah. Keberhasilan

perawat di Rumah Sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di Rumah yang

kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta

keluarga sejak awal asuhan di Rumah Sakit akan meningkatkan kemampuan

keluarga merawat klien di Rumah, sehingga kemungkinan kekambuhan dapat

dicegah (Videbeck, 2018).

Berdasarkan data pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa di

Jawa Barat pada tahun 2019 mencatat rata-rata pasien rawat inap di rumah

sakit jiwa sebanyak 249 orang dengan presentase 38% yang mengalami

halusinasi, 5% yang mengalami harga diri rendah, 15% yang menarik diri, 1

% yang mengalami waham, 35% yang mengalami perilaku kekerasan dan 6

% yang mengalami defisit perawatan diri. Dan pada bulan Januari sampai

Desember tahun 2021 mencatat rata-rata pasien rawat inap di rumah sakit

jiwa di Jawa Barat sebanyak 168 orang dengan jumlah rata-rata pasien IGD

bulan Januari sampai Desember 2021 sebanyak 227 orang. Dengan presentase
36% yang mengalami halusinasi,32% yang mengalami perilaku kekerasan, 4

% yang mengalami harga diri renda, 13% yang mengalami isolasi social, 1%

yang mengalami waham, dan 5 % yang mengalami deficit perawatan diri.

Berdasarkan uraian tersebut di dapatkan bahwa perilaku kekerasan adalah

gangguan jiwa yang prevalensi tertinggi ke dua setelah halusinasi.

Dari data di Rumah Sakit Cibitung Medika pada bulan Januari

sampai Desember tahun 2021 terdapat 34 orang dengan gangguan kejiwaan

yang tersebar di daerah Bekasi dengan beberapa variasi, Halusinasi terdapat 7

orang, RPK 2 orang, Skizofrenia 25 orang. Dari data tersebut ada yang

mengalami gangguan jiwa salah satunya yaitu gangguan jiwa berupa perilaku

kekerasan. Dari Fenomena yang terjadi tersebut maka penulis ingin

mengetahui lebih dalam tentang proses keperawatan pasien dengan melalui

pengelolaan kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Risiko Perilaku

Kekerasan di RS Cibitung Medika Bekasi tahun 2022.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang diatas, maka

rumusan masalah adalah “Bagaiamana Penerapan Asuhan Keperawatan Klien

Risiko Perilaku Kekerasan (RPK) Di RS Cibitung Medika Bekasi?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaiamana

Penerapan Asuhan Keperawatan Klien Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)


Di RS Cibitung Medika Bekasi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji klien dengan Risiko Perilaku Kekerasan di RS Cibitung

Medika

b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada klien Risiko Perilaku

Kekerasan di RS Cibitung Medika

c. Menyusun perencanaan keperawatan pada klien Risiko Perilaku

Kekerasan di RS Cibitung Medika

d. Melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan risiko

perilaku kekerasan di RS Cibitung Medika

e. Mengevaluasi klien risiko perilaku kekerasan di RS Cibitung Medika

D. Manfaat

1. Bagi Peneliti

Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

pengetahuan dan menambah wawasan dalam melakukan asuhan

keperawatan pasien risiko perilaku kekerasan (RPK).

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat khusunya

untuk salah satu bahan acuan untuk melakukan penelitian yang akan

datang.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan

bagi perkembangan keperawatan jiwa dan sebagai acuan untuk


meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang asuhan keperawatan

klien Risiko Perilaku Kekerasan (RPK).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Risiko Perilaku Kekerasan

1. Definisi

Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan

definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,

diiarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku

kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung

kekerasaan atau riwayat perilaku kekerasan.

Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan

pada diri sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada

lingkungan. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk

perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun

psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada

suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan

perasaan marah (Rusdi, 2013).

2. Etiologi

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku

kekerasan adalah sebagai berikut : 1. Faktor Predisposisi meliputi : 1)

Psikologis menjadi salah satu faktor penyebab karena kegagalan yang

dialami dapat menimbulkan seseorang menjadi frustasi yang kemudian


dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan. 2) Perilaku juga

mempengaruhi salah satunya adalah perilaku kekerasan, kekerasan yang

didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka perilaku tersebut

diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan

dijadikan perilaku yang wajar. 3) Sosial budaya dapat mempengaruhi

karena budaya yang pasif-agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti

terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah- olah kekerasan

adalah hal yang wajar. 4) Bioneurologis beberapa pendapat bahwa

kerusakan pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan

ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku

kekerasan.

Selain faktor perdisposisi adapula faktor presipitasi yang meliputi :

1) Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol

solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng

sekolah, perkelahian masal dan sebagainya. 2) Ekspesi dari tidak

terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi. 3) Kesulitan

dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak

membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan

kekerasan dalam menyelesaikan konflik. 4) Ketidaksiapan seorang ibu

dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang

yang dewasa. 5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi

penyalahgunaan obat dan alkohlisme dan tidak mampu mengontrol

emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. 6) Kematiaan anggota

keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap


perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

3. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri
sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal)

Effect

Perilaku Kekerasan

Core

Harga Diri Rendah Kronis

Causa

(Sumber : Damaiyanti 2014)

4. Rentang Respon Marah

Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptive

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Pasif Perilaku kekerasan

Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif,

asertif, dan agresif/ perilaku kekerasan (Rusdi 2013).

a. Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan

atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan

atau menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan


kelegaan pada individu.

b. Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk

mengungkapakn perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan

dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata.

c. Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang

sangat tinggi atau ketakutan (panik)

Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat

menimbulkan kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan.

Respon rasa marah bisa diekspresikan secara eksternal (perilaku

kekerasan) maupun internal (depresi dan penyakit fisik).

Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif,

menggunakan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa

menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan

ketegangan sehingga perasan marah dapat teratasi. Apabila perasaan

marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan biasanya dilakukan

individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak menyelesaikan

masalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan

perilaku destruktif.

Perilaku yang tidak asertif seperti menekan rasa marah dilakukan

individu seperti pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan

marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan

menimbulakn rasa bermusuhan yang lama dan suatu saat akan

menimbulkan perasaaan destruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri.

(Dermawan dan Rusdi 2013).


5. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan

Menurut Damaiyanti (2014) tanda dan gejala yang ditemui pada

klien melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah

sebagai berikut :

1) Muka merah dan tegang

2) Pandangan tajam

3) Mengatupkan rahang dengan kuat

4) Mengepalkan tangan

5) Jalan mondar-mandir

6) Bicara kasar

7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak

8) Mengancam secara verbal atau fisik

9) Melempar atau memukul benda/orang lain

10) Merusak benda atau barang

11) Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku

kekerasan.

B. Konsep Dasar Kelurga

1. Definisi

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung

karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan

mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan

didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan

kebudayaan, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta


sosial dari tiap anggota keluarga (Gusti 2013)

Perawatan terintegrasi keluarga adalah perawatan yang

melibatkan keluarga dalam merawat anggota yang sakit. Keperawatan

kesehatan keluarga merupakan perawatan kesehatan yang ditunjukan

kepada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga

yang sehat pada perawatan tingkat individu, focus pelayanan adalah

dengan melibatkan individu san keluarga (Rasmun 2019.)

Asuhan keperawatan jiwa pada klien risiko perilaku kekerasan

terintegrasi dengan keluarga adalah seluruh rangkaian proses

keperawatan yang diberikan kepada klien dan keluarga secara bersama-

sama yang dengan proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian

sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun

meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan memulihkan masalah

kesehatan jiwa pada klien risiko perilaku kekerasan.

2. Tipe-tipe Keluarga

Menurut Gusti (2013) tipe keluarga dibagi menjadi 2 tipe yaitu

tradisional dan non tradisional dimana tipe tradisional ialah : 1) Keluarga

inti, keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diproleh

dari keturunannya atau adposi atau keduanya. 2) Keluarga besar

(Extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain

yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi,

saudara sepupu, dll). 3) keluarga bentukan kembali (Dyadic family)

adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau
kehilangan pasangannya. 4) Orang tua tunggal (Singgle parent family)

adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak

akibat perceraian atau ditinggal pasangannya. 5) the single adult living

alone adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah. 6)

The unmarried teenage mother, adalah ibu dengan anak tanpa

perkawinan. 7) Keluarga usila (Niddle age/Aging Couple), adalah suami

sebagai pencari uang, istri dirumah atau kedua-duanya bekerja atau

tinggal di rumah, anak- anaknya sudah meninggalkan rumah karena

sekolah / perkawinan / meniti karir. Sedangkan tipe non tradisonal adalah

1) Commune family, adalah lebih satu keluarga tanpa pertalian darah

hidup serumah. 2) Orang tua (ayah dan ibu) yang tidak ada ikatan

perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah tangga. 3)

Homoseksual adalah dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu

rumah tangga.

3. Ciri-ciri Keluarga

Menurut Robert Iver dan Charles Horton yang dikutip dari

(Setiadi, 2008) ciri- ciri keluarga adalah sebagai berikut : keluarga

merupakan hubungan perkawinan, keluarga bentuk suatu kelembagaan

yang berkaitan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau

dipelihara, keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (Nomen Clatur)

termasuk perhitungan garis keturunan, keluarga mempunyai fungsi

ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya berkaitan dengan

kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak, dan


keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.

4. Tugas Keluarga

Menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga dapat melaksanakan

perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan

keluarga, yaitu sebagai berikut :

a. Mengenal masalah kesehatan

Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-

perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan

sekecil apa pun yang dialami anggota keluarga, secara tidak

langsung akan menjadi perhatian keluarga atau perlu mencatat kapan

terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar

perubahannya.

Keluaraga diharapkan mampu mengenal perubahan-

peeubahan yang dialami oleh anggota keluarga, karena keluarga

merupakan lini utama untuk menemukan tanda dan gejala klien

gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan, sehingga klien pada

gangguan jiwa cepat mendapatkan tindakan dan tidak memperburuk

keadaanya.

b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari

pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan

pertimbangan diantara anggota keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan sebuat tindakan. Tindakan kesehatan yang


dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan

yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika keluarga

mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan, maka

keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain di lingkungan

tempat tinggalnya.

Setelah keluarga mampu mengenal masalah maka diharapkan

keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat untuk klien,

dengan memeriksakan klien gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan

ke pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit Jiwa

terdekat, agar klien cepat mendaptakan penanganan.

c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi

jika keluarga masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh

tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih baik parah

tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan

kesehatan atau dirumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan

melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.

Setelah klien menjalani pengobatan dan melakukan

perawatan di pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa

risiko perilaku kekerasan dapat bisa kembali pulih dan kembali

berfungsi di masyarakat, namun upaya-upaya tersebut tidak akan

bertahan lama tanpa adanya dukungan keluarga, sehingga keluarga

diharapkan mampu memberikan perawatan pada anggota keluarga


yang mengalami risiko perilaku kekerasan.

d. Mempertahankan suasana rumah yang sehat

Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan

bersosialisasi bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga

akan memiliki waktu yang lebih banyak berhubungan dengan

lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah harus

dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.

Keluarga diharapkan mampu menciptakan suasana sehat

seperti suasana yang tenang dan menyenangkan serta menghindarkan

klien dengan barang-barang yang dapat membahayakan pada saat

klien kambuh seperti tali-temali, benda tajam dan benda pecah belah

yang dapat melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.

e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat

Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan

dengan kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya. Keluarga

dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga keperawatan untuk

memecahkan masalah yang dialami anggota keluarganya, sehingga

keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.

Saat mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan

dengan kejiwaan anggota keluarga diharapkan keluarga mampu

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitar, sehingga klien

segera mendapatkan penanganan agar tidak memperburuk kondisi

dari klien gangguan jiwa risiko perilaku kekerasan.


C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Roman dan Walid (2012) pengkajian adalah tahap awal

dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang

paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian

adalah pengumpulan data. Samber data terbagi menjadi dua yaitu sumber

data primer yang berasal dari klien dan sumber data sekunder yang

diperoleh selain klien seperti keluarga, orang terdekat, teman, orang lain

yang tahu tentang status kesehatan klien dan tenaga kesehatan. Data

pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi factor

predisposisi, factor presipitas, penilaian terhadap stressor, sumber kopin,

dan kemampuan koping yang dimiliki klien.

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Data- data tersebut dikelompokkan menjadi factor

predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor sumber koping, dan

kemampuan koping yang dimiliki klien. Data- data yang diperoleh selama

pengkajian juga dapat dikelompokkan menjadi data subjektif dan data

objektif (Rusdi, 2013).

Menurut Keliat (2010), data yang perlu dikaji pada pasien dengan

prilaku kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam, mengumpat

dengan kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga

menyalahkan dan menuntut. Pada data objektif klien menunjukkan tanda-

tanda mata melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang

mengatup, wajah memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.
(Handayani et al., 2017).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan ialah identifikasi atau penilaian terhadap

pola respons klien baik actual maupun potensial dan merupakan dasar

pemilihan intervensi dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan oleh

perawat yang bertanggung jawab (Stuart, 2016).

Data-data yang mendukung analisa data menurut (Keliat, 2015) :

a. Data subjektif : klien mengatakan jengkel dengan orang lain,

mengupkankan rasa permusuhan yang mengancam, klien meras tidak

nyaman, klien merasa tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam.

b. Data objektif : tangan dikepal, tubuh kaku, ketegangan otot seperti

rahang terkatup, nada suara tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek

cepat, aktivitas motor meningkat, mondar-mandir, merusak secara

langsung benda-benda yang berada dalam lingkungan, menolak, muka

merah, nafas pendek.

3. Rencana Keperawatan

Menurut Keliat (2015), Rencana Keperawatan pada diagnosa pasien

dengan risiko perilaku kekerasan seperti pada tabel dibawah ini.


Strategi Pelaksanaan Klien Risiko Perilaku Kekerasan
Tabel 2.1
Rencana Asuhan Keperawatan Klien Perilaku kekerasan (Keliat, 2015)
Perencanaan
No. DX
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1. Perilaku Pasien mampu Setelah pertemuan SP1
kekerasan 1) Mengidentifikasi pasien mampu : 1. Identifikasi
penyebab dan 1.Menyebutkan penyebab
tanda perilaku penyebab, tanda dan
kekerasan tanda, gejala gejala serta
2) Menyebutkan jenis dan akibat akibat
perilaku kekerasan perilaku perilaku
yang pernah kekerasan kekerasan
dilakukan 2.Memperagaka 2. Latih secara
3) Menyebutkan cara n cara fisik 1 fisik 1 : tarik
mengontrol untuk nafas dalam
perilaku kekerasan mengontrol 3. Masukkan
4) Mengontrol perilaku dalam
perilaku kekerasan kekerasan jadwal
secara : fisik, sosial harian pasien
/ verbal, spiritual,
terapi psikofarmaka
Setelah pertemuan SP2
pasien mampu : 1. Evaluasi
1. Menyebutkan SP1
kegiatanyang 2. Latih cara
sudah fisik 2 :
dilakukan pukul
2. Memperagaka kasur /
n cara fisik bantal
untuk 3. Masukkan
megontrol dalam
perilaku jadwal
kekerasan harian
pasien
Setelah pertemuan SP3
pasien mampu : 1. Evaluasi
1. Menyebutkan SP1 dan SP2
kegiatan yang 2. Latih secara
sudah sosial /
dilakukan verbal
2. Memperagaka 3. Menolak
n seara fisik dengan baik
untuk 4. Memeinta
mengontrol dengan baik
perilaku 5. Mengungkap
kekerasan kan dengan
baik
6. Masukkan
dalam
Jadwal
kegiatan
pasien
Setelah pertemuan SP4
pasien mampu: 1. Evaluasi SP
1. Menyebutkan 1, 2 dan 3
kegiatan yang 2. Latih secara
sudah spiritual
dilakukan berdo’a
2. Memperagaka 3. Masukkan
n secara dalam
spiritual jadwal kegia
pasien

Strategi Pelaksanaan Keluarga Klien Risiko Perilaku Kekerasan


Tabel 2.2
Rencana Asuhan Keperawatan Klien Perilaku kekerasan (Keliat, 2015)
No. DX Perencanaan
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
Keluarga mampu : Setelah pertmuan SP1
merawat pasien di keluarga mampu : 1. Identifikasi
rumah 1. Menjelaskan masalah yang
penyebab, tanda / dirasakan
gejala, akibat serta keluarga
mampu dalam
memperagakan merawat
cara merawat pasien
2. Jelaskan
tentang RPK
dari
penyebab,
akibat dan
cara merawat
3. Latih 2 cara
merawat
4. RTL keluarga
/ jadwal untuk
merawat pasien
Setelah pertemuan SP2 1. Evaluasi SP1
keluarga mampu : 2. Latih
1. Menyebtkan (simulasi) 2
kegiatan yang lain untuk
sudah dilakukan merawat
dan mampu pasien
merawat serta 3. Latih
dapat membuat langsung ke
RTL pasien
4. RTL keluarga
/ jadwal
keluarga
Untuk
merawat
pasien
Setelah pertemuan SP3
keluarga mampu : 1. Evaluasi SP 1
1. Menyebtkan dan 2
kegiatan yang 2. Latih
sudah dilakukan langsung ke
dan mampu pasien
merawat serta dapat 3. RTL keluarga
membuat / jadwal
keluarga
Setelah pertemuan SP4 1. Evaluasi SP 1,
keluarga mampu :  2, dan 3
 Melaksanakan E2. Latih
follow up dan langsung ke
rujuk serta pasien
mampu 3. RTL keluarga
mnyebutkan : follow up
kegiatan yang dan rujukan
sudah
dilakukan

4. Fase-fase Kunjungan Rumah


Tabel 2.3
Fase-Fase dan Aktifitas Kunjungan Rumah (Rasmun, 2019)
Fase Aktifitas
1. Fase Insiasi Klarifikasi sumber rujukan untuk kunjungan
rumah,
Klarifikasi tujuan kunjungan ke
rumah Desain kunjungan ke rumah
1. Fase Pra Kunjungan Lakukan kontak dengan keluarga,
Satukan persepsi tentang tujuan kunjungan
dengan keluarga,
Apa keinginan keluarga dari kunjungan
rumah
2. Fase di dalam rumah Memperkenalkan diri, identitas diri dan
professional.
Interaksi sosial
Tetapkan hubungan P & K,
Implementasikan proses
keperawatan
4.Fase terminasi Telaah (evaluasi) kunjungan dengan
keluarga Rencanakan untuk kunjungan
berikutnya
5.Fase paska kunjungan Catat hasil Kunjungan
Rencanakan kunjungan
berikutnya
5. Pelaksanaan

Menurut Keliat (2012) implementasi keperawatan disesuaikan

dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan

mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas

klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan

keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu menvalidasi apakah

rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan

kondisi klien pada saat ini. Hubungan saling percaya antara perawat

dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan.

Dermawan (2013) menjelaskan bahwa tindakan keperawatan

dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan terdiri

dari : SP 1 (pasien) : membina hubungan saling percaya, membantu klien

mengenal penyebab perilaku kekerasan, membantu klien dalam mengenal

tanda dan gejala dari perilaku kekerasan. SP 2 (pasien) : maembantu klien

mengontrol perilaku kekerasan dengan memukul bantal atau kasur. SP 3

(pasien) : membantu klien mengontrol perilaku kekerasan seacara verbal

seperti menolak dengan baik atau meminta dengan baik. SP 4 (pasien) :

membantu klien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan

cara sholat atau berdoa. SP 5 (pasien) : membantu klien dalam meminum

obat seacara teratur.

Tindakan keperawatan pada keluarga dengan perilaku kekerasan

secara umum adalah sebagai berikut : 1. SP1 : Memberikan pendidikan

kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat pasien perilaku


kekerasan di rumah. 2. SP2 : melatih keluarga melakukan cara-cara

mengendalikan kemarahan. 3. SP3 : membantu perencanaan pulang

bersama keluarga.

6. Evaluasi

Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada

respons keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi proses atau pormatif dilakukan setiap selesai melakukan

tindakan.Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai

pola pikirnya. (Keliat, 2015).

S : Respon subjektif keluarga terhadap intervensi keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O : Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah di

laksanakan.

A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpukan pakah

masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang

kontradikdif dengan masalah yang ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon

keluarga.
BAB III

STUDI KASUS

A. Pengkajian

Ruang Poliklinik RS Cibitung Medika tanggal 22 Maret 2022

1. Identitas Klien

Pasien adalah seorang laki-laki bernama “Tn. A” berusia 33 tahun, pasien

tinggal di daerah Bekasi, pasien beragama islam, pendidikan terakhir

SMA, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Pekerjaan pasien

adalah tidak bekerja. Pasien kontrol tanggal 22 Maret 2022.

2. Alasan Masuk RS

Keluarga mengatakan pasien di rumah suka marah-marah, memukul

ibunya, merusak barang-barang dalam rumah, melempar rumah, dan

mengamuk disekitar lingkungan rumah. Pasien mengatakan tidak mau

bergaul dengan orang lain, sering menyendiri. Pemeriksaan fisik pada

pengukuran tanda-tanda vital di dapatkan data: TD : 120/60 mmHg, N:

80x/mnt, RR : 20x/mnt S: 36,8○C BB: 61 Kg. Keluhan fisik adalah pasien

mengatakan tidak sakit.

3. Keluhan utama

Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki pacar dan ibunya tidak

setuju kalau anaknya pacaran dengan perempuan itu, akibatnya ibunya

suka memarahi pacarnya itu didepan pasien, akibatnya pasien tidak terima

dan memukul ibunya. Kemudian setelah tenang, pasien dibawa ke RS

Cibitung Medika supada mendapatkan pengobatan.


4. Faktor Predisposisi

a. Riwayat Gangguan Jiwa di masa lalu

Pasien tidak memiliki riwayat sakit jiwa sebelumnya, hanya berobat ke

RS Cibitung Medika karena habis marah-marah.

b. Pengobatan sebelumnya

Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya

c. Pengalaman

Pasien tidak mempunyai pengalaman aniaya fisik, seksual, penolakan,

kekerasan dalam keluarga, bahkan tindakan kriminal.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

d. Riwayat Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit

jiwa seperti saya”.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

e. Pengalaman Masa lalu

Pasien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

yaitu ibu kandungnya sering dipukuli oleh ayah kandungnya sendiri saat

marahan.

Masalah Keperawatan : Distress masa lalu

5. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital : TD : 120/60 mmHg, N: 80x/mnt, RR : 20x/mnt S: 36,8○C BB: 61

Kg. Keluhan Fisik : Tidak ada keluhan fisik.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan


a. Psikososial

1) Genogram
Gambar 3.1 Genogram Pasien.

Keterangan :

: Laki-laki : Klien

: Perempuan : Cerai

: Meninggal : Orang terdekat

Penjelasan :

Pasien mengatakan bahwa dirinya anak ke enam dari delapan bersaudara,

belum menikah.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

2) Konsep Diri

a) Gambaran diri : Saat ditanya bagian tubuh mana yang disukai,

pasien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya

b) Identitas : Pasien mengatakan namanya “Tn.S” seorang laki-laki


berumur 33 tahun

c) Peran : Pasien mengatakan pasien adalah anak ke enam dari

delapan bersaudara

d) Ideal Diri : Pasien mengatakan ingin sembuh dari sakitnya, dan

berusaha tidak marah-marah lagi

e) Harga Diri : pasien mengatakan sangat marah saat pacarnya

dimarah-marahin ibunya sendiri didepan pasien.

3) Hubungan Sosial

a) Orang yang berarti : Pasien mengatakan orang yang berarti dalam

hidupnya yaitu ibunya

b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat (SMRS): pasien

mengatakan aktif dalam kegiatan gotong royong

c) Selama di rumah pasien aktif beraktifitas seperti bersih-bersih

d) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Pada saat

pengkajian pasien dapat berinteraksi dengan baik dan berespon

baik.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

4) Spiritual

a) Nilai dan Keyakinan : pasien mengatakan bahwa dirinya orang

yang beragama islam

b) Kegiatan Beribadah : pasien mengatakan berdoa setiap hari.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6. Status Mental

a. Penampilan : pasien mengatakan selalu mandi 2 kali dalam sehari, sikat


gigi 2 kali sehari dan memakai sabun.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

b. Pembicaraan : pasien berbicara dengan normal, dengan nada lambat dan

lama menjawab stimulus dari perawat. Pasien memulai pembicaraan

saat diberi rangsang stimulus.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

c. Aktivitas Motorik : Pasien terlihat aktif, badan tegap saat duduk.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

d. Alam Perasaan : Pasien merasa sangat marah saat pacar yang dia cintai

dimarah-marahin ibunya didepan pasien. Karena tidak tahan menahan

amarah, pasien kemudian memukul ibunya sendiri.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

e. Afek : Saat dilakukan wawancara pertama kali pada tanggal 22 Maret

2022 afek atau ekspresi pasien terlihat sesuai dengan stimulus

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

f. Interaksi selama wawancara : Saat dilakukan wawancara kontak mata pasien

baik melihat ke perawat, dan saat ditanya pasien kooperatif

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

g. Persepsi Halusinasi : Saat dilakukan pengkajian pasien dapat

menjelaskan bahwa tidak ada halusinasi, karena tidak terima pacarnya

dimarah-marahin ibunya, kemudian pasien memukuli ibunya sendiri

setelah memarahi pacarnya tersebut.

Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan, mencederai orang

lain
h. Proses Pikir : Saat dilakukan wawancara pasien menjawab sesuai dengan

keadaan

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

i. Isi Pikir : Saat diwawancarai pasien dapat menjawab pentanyaan sesuai

dengan ide

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

j. Tingkat Kesadaran : Pasien sadar dan tidak bingung atau kacau

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

k. Memori : Saat ditanya masa lalu, pasien ingat, menjawab dengan tepat

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

l. Tingkat konsentrasi dan berhitung : Pasien berkonsentrasi dengan

pertanyaan perawat

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

m. Kemampuan Penilaian : Pasien harus sembuh supaya mampu

menyenangkan ibunya

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

n. Daya tilik diri : Pasien menyadari tentang penyakitnya

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

7. Kebutuhan Pulang

a. Kemampuan klien memenuhi / menyediakan kebutuhan : Pasien mampu

memenuhi kebutuhannya secara mandiri.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

b. Kegiatan hidup sehari-hari

1) Perawatan Diri

Pasien mengatakan bahwa pasien mandi, bersihan diri, makan,


BAB/BAK, ganti pakaian dilakukan secara mandiri tanpa ada

paksaan dari keluarga

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

2) Nutrisi

Pasien mengatakan puas dengan pemberian makanan. Pola makan 3

kali sehari habis setiap kali makan. Saat akan pasien tidak

memisahkan diri.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3) Tidur

Pasien tidak merasakan sulit untuk tidur dan masalah dalam kebutuhan

tidurnya. Waktu tidur siang pukul 13.00 s/d 16.00 dan untuk tidur malam

pukul 19.00 s/d 05.00.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

c. Kemampuan klien

Pasien mampu mengantisipasi kebutuhan sendiri, membuat keputusan

berdasarkan keinginan sendiri, dan melakukan pemeriksaan kesehatan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

d. Klien memiliki sistim pendukung

Pasien mengatakan bahwa sistim pendukung dalam keluarga adalah

pacarnya sebagai penyemangat pasien.

Masalah Keperawatn : Tidak ada masalah keperawatan

e. Apakah klien menikmati saat bekerja tentang kegiatannya

Pasien mengatakan belum pernah bekerja, kegiatanya bersih-bersih

rumah, membantu ibunya ke pasar

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan


8. Mekanisme Koping

Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan kalau ada masalah hanya

bercerita kepada teman terdekatnya.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

9. Masalah Psikososial dan Lingkungan

a. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : pasien mengatakan

sangat sayang dengan pacarnya

b. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik : pasien mengatakan

kenal dengan saudara-saudaranya

c. Masalah dengan pendidikan, spesifik : pasien lulusan SMU

d. Masalah dengan pekerjaan, spesifik : pasien belum bekerja

e. Masalah dengan perumahan, spesifik : pasien memiliki rumah sendiri,

tidak kontrak

f. Masalah ekonomi, spesifik : pasien termasuk dari keluarga yang

berkecukupan dan tidak terdapat masalah ekonomi

g. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik : pasien hanya berobat

disaat sakit

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

10. Pengetahuan Kurang Tentang

Pasien mengetahui dan menyadari tentang sakitnya dan pasien juga

mengetahui jenis dan warna obat yang diberikan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

11. Aspek Medik

Diagnosa Medik : F.20.3 (Skizofrenia)


Terapi Medik : Chlorpromazine 2Χ50 mg, Trifluoperazine 2Χ25 mg

12. Daftar Masalah Keperawatan

a. Perilaku Kekerasan

ANALISA DATA

Tanggal Data Etiologi Masalah Ttd


22-03-2022 DS : Resiko mencederai Perilaku Oom
pasien mengatakan memukul diri / orang lain/ kekerasan
ibunya dirumah karena lingkungan
memarahi pacarnya
didepannya, pasien
mengatakan tidak suka Perilaku kekerasan
bergaul dimasyarakat karena
sering di bulli, pasien tidak
nyaman dengan keadaan Gangguan konsep
sekarang karena pasien belum, diri : harga diri
menikah dan merasa minder rendah
dengan teman-teman.
DO :
pasien tampak gelisah, kuatir,
labil, tegang, meremas jari-jari
tangan, gerakan tangan yang
tidak menentu, menyendiri
tidak ingin bercerita dengan
orang lain, kontak mata
kurang, bicara suara kecil,
menjawab saat di tanya saja,
tampak cemas

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Perilaku kekerasan b/d gangguan konsep harga diri rendah


INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Perilaku 1 Pasien dapat a. Pasien mau 1) Beri salam/panggil nama
Kekerasan membina membalas salam klien
hubungan b. Pasien mau menjabat 2) Sebutkan nama perawat
saling tangan sambil jabat tangan
percaya c. Pasien mau 3) Jelaskan maksud
menyebutkan nama hubungan interaksi
d. Pasien mau 4) Jelaskan tentang kontrak
tersenyum yang akan dibuat
e. Pasien mau kontak 5) Beri rasa aman dan
mata sikap empati
f. Pasien mengetahui 6) Lakukan kontak singkat
nama perawat tapi sering
g. Menyediakan waktu
untuk kontrak
2 Pasien dapat a. Pasien dapat 1) Beri kesempatan untuk
mengidentifi mengungkapkan mengungkapkan
kasi persaannya perasaannya
penyebab b. Pasien dapat 2) Bantu pasien untuk
perilaku mengungkapkan mengungkapkan
kekerasan penyebab perasaan penyebab jengkel/kesal
jengkel/kesal (dari
diri sendiri, dari
lingkungan / orang
lain)
3 Pasien dapat a. Pasien dapat 1) Anjurkan pasien
mengidentifi mengungkapkan mengungkapkan apa yang
kasi tanda- perasaan saat marah/ dialami saat marah /
tanda jengkel jengkel
perilaku b. Pasien dapat 2) Observasi tanda perilaku
kekerasan menyimpulkan tanda- kekerasan pada klien
tanda jengkel/ kesal 3) Simpulkan bersama
yang dialami pasien tanda- tanda
jengkel/kesal yang dialami
klien
4 Pasien dapat a. Pasien dapat 1) Anjurkan pasien untuk
mengidentifi mengungkapkan mengungkapkan perilaku
kasi perilaku perilaku kekerasan kekerasan yang biasa
kekerasan yang biasa dilakukan dilakukan klien
yang biasa b. Pasien dapat bermain 2) Bantu pasien bermain
dilakukan peran dengan perilaku peran sesuai dengan
kekerasan yang biasa perilaku kekerasan yang
dilakukan biasa dilakukan
c. Pasien dapat 3) Bicarakan dengan pasien
mengetahui cara yang apakah cara yang pasien
biasa dapat lakukan masalahnya
menyesuaikan masalah selesai
atau tidak
5 Pasien dapat a. Pasien dapat 1) Bicarakan akibat /
mengidentifi menjelaskan akibat dari kerugian dari cara yang
kasi akibat cara yang digunakan dilakukan pasien
perilaku pasien 2) Bersama pasien
kekerasan menyimpulkan akibat cara
yang digunakan oleh klien
6 Pasien dapat a. Pasien dapat 1) Tanyakan pada klien
mengidentifi melakukan cara “apakakah ia ingin
kasi cara berespon terhadap mempelajari cara baru
konstruksi kemarahan secara yang sehat?”
dalam konstruksi 2) Berikan pujian jika pasien
merespon mengetahui cara lain yang
terhadap sehat
kemarahan 3) Diskusikan dengan pasien
cara lain yang sehat
a. Secara fisik: tarik nafas
dalam jika sedang
kesal/memukul
bantal/kasur atau olah
raga atau pekerjaan
yang memerlukan
tenaga
b. Secara verbal: katakan
bahwa anda sedang
kesal/tersinggung/
jengkel
c. Secara sosial: lakukan
dalam kelompok cara-
cara marah yang sehat;
latihan asentif. Latihan
manajemen perilaku
kekerasan
d. Secara spiritual:
anjurkan klien
sembahyang, berdo’a/
ibadah lain; meminta
pada Tuhan untuk
diberi kesabaran,
mengadu pada Tuhan
kekerasan/ kejengkelan
7 Pasien dapat a. Pasien dapat 1) Bantu pasien memilih cara
mendemonst mendemonstrasikan yang paling tepat untuk
rasikan cara cara mengontrol pasien
mengontrol perilaku kekerasan 2) Bantu pasien
perilaku  Fisik: tarik nafas mengidentifikasi manfaat
kekerasan dalam, olah raga, cara dipilih
menyiram tanaman 3) Berreinforcement positif
 Verbal : atau keberhasilan klien
engatakannya secara menstimulasi cara tersebut
langsung dengan tidak 4) Anjurkan pasien untuk
menyakiti menggunakan cara yang
 Spiritual: telah dipelajari saat
sembahyang, berdo’a jengkel/marah
atau ibadah lain

8 Klien dapat a. Pasien dapat 1) Jelaskan jenis-jenis obat


menggunak menyebutkan obat- yang diminum pasien
an obat - obatan yang diminum 2) Diskusikan manfaat
obatan yang dan kegunaan (jenis, minum obat dan
diminum waktu, dan efek) kerugian berhenti
dan b. Pasien dapat minum minum obat tanpa seizin
kegunaanny obat sesuai program dokter
a (jenis, pengobatan 3) Jelaskan prinsip benar
waktu, minum obat (baca nama
dosis dan yang tertera pada botol
efek) obat, dosis obat, waktu
dan cara minum)
4) Ajarkan pasien minta
obat dan minum tepat
waktu
5) Anjurkan klien
melaporkan pada
perawat/dokter jika
merasakan efek yang
tidak menyenangkan
6) Beri pujian, jika pasien
minum obat dengan
benar
Tanggal DX Implementasi Evaluasi
Keperawatan
23-03-2022 Perilaku Melakukan SP1P S:
Kekerasan Perilaku kekerasan - “Selamat pagi!, nama saya R”
a. Membina hubungan saling - “Saya mudah marah bila pacar saya dimarahi oleh ibu saya”
percaya dengan - “Nada suara saya langsung tinggi dan suka memukul”
mengungkapka n prinsip - “Saya menjadi jengkel dan langsung memukul”
komunikasi terapeutik - “Biasanya saya langsung pergi keluar rumah dan berjalan-
b. Mengidentifika si perilaku jalan untuk menenangkan hati”
kekerasan yang dialami klien - Klien mengatakan paham dan mengerti cara mengontrol
c. Mengidentifikasi tanda dan perilaku kekerasan dengan cara nafas dalam
gejala perilaku kekerasan - “Saya mau latihan kalau marah saya datang saya tarik nafas
d. Mengidentifikasi perilaku dalam dari hidung keluarkan dari mulut 3 kali“
kekerasan yang biasa - “Saya mau latihan nafas dalam setiap sore jam 16.00 dan
dilakukan setiap malam sebelum tidur jam 21.00”
e. Mengidentifikasi akibat O:
perilaku kekerasan - Berbicara dengan keras
f. Membantu latihan cara fisik 1 - Klien terlihat gelisah
perilaku kekerasan : latihan - Klien kooperatif
nafas dalam - Kontak mata baik
g. Menganjurkan memasukkan A: SP1P tercapai
dalam jadwal harian P: Lanjutkan intervensi
- Lakukan SP2P perilaku kekerasan
- Evaluasi SP1P perilaku kekersan
- Monitor klien latihan tarik nafas dalam sesuai dengan jadwal
yang telah disusun
- Motivasi klien untuk melakukan/melatih cara nafas dalam secara
mandiri sesuai jadwal yaitu satiap malam sebelum tidur jam 22.00
Tanggal DX Implementasi Evaluasi
Keperawatan
24-03-2022 Perilaku Melakukan SP2P S:
Kekerasan Perilaku kekerasan - Klien mengatakan perasaannya hari ini senang bertemu lagi
a. Melakukan BHSP dengan klien, dengan penulis
mengingatkan kembali nama - Klien mengatakan “ Saya sudah tidak merasa marah”
penulis dan menanyakan tentang O:
keadaan klien serta menanyakan - Klien kooperatif
apakah klien sering emosi
- Klien dapat mengingat nama perawat dengan baik
- Klien terlihat tenang
- Klien mau melakukan kontak mata dengan perawat
A: BHSP tercapai
P: Lanjutkan intervensi
- Evaluasi SP1P perilaku kekerasan

b. Mengevaluasi cara mengontrol S:


perilaku kekerasan dengan cara - Klien mengatakan kalau sudah diajarkan bagaimana cara
fisik pertama (tarik nafas dalam) untuk nafas dalam.
yang sudah diajarkan dan Klien mengatakan setelah melakukan nafas dalam
mengavaluasi jadwal kegiatan
harian klien emosi/marah sedikit berkurang.
O:
- Klien masih ingat cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara fisik pertama (nafas dalam) yang
sebelumnya telah diajarkan
- Klien terlihat dapat mendemonstrasikan dengan baik
A : SP1P tercapai
P: Lanjutkan intervensi
- Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara fisik 2 yaitu pukul kasur dan bantal

c. Melatih klien mengontrol S:


perilaku kekerasan dengan cara - Klien mengatakan mau diajarkan cara mengontrol
fisik 2 yaitu pukul kasur dan perilaku kekerasan dengan pukul kasur dan bantal
bantal O:
- Klien terlihat paham dengan apa yang baru saja diajarkan
- Klien terlihat dapat mendemonstrasikan cara pukul kasur
dan bantal
A: SP2P teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Evaluasi SP2P Perilaku kekerasan
- Lanjutkan SP3P Perilaku kekerasan
d. Memasukkan latihan cara S:
mengontrol perilaku kekerasan - Klien mengatakan mau memasukkan ke dalam jadwal
dengan cara pukul kasur dan kegiatan harian dan akan berlatih cara memukul kasur dan
bantal kedalam jadwal kegiatan bantal
harian klien
O:
- Klien kooperatif
- Klien terlihat mau melakukan pukul kasur dan bantal
secara mandiri sesuai jadwal yaitu setiap sore jam 16.00
dan malam sebelum tidur jam 22.00
A: SP2P Perilaku kekerasan tercapai
P: Lanjutkan intervensi
- Motivasi klien untuk melakukan/ berlatih cara memukul
kasur dan bantal secara mandiri sesuai jadwal yaitu setiap
sore jam 16.00 dan malam sebelum tidur jam 22.00
Tanggal DX Implementasi Evaluasi
Keperawatan
25-03-2022 Perilaku Melakukan SP3P S:
Kekerasan Perilaku kekerasan - Klien dapat mengingat nama penulis dan mengatakan
a. Melakukan BHSP dengan klien sangat senang mengobrol dengan penulis
dan mengingatkan kembali - Klien mengatakan sudah tidak merasa marah/emosi
nama penulis serta menanyakan lagi apa yang baru saja diajarkan
keadaan klien dan menanyakan - Klien terlihat dapat mendemonstrasikan cara pukul
apakah klien masih merasa
emosi/ marah kasur dan bantal
O:
- Klien masih mengingat nama perawat
- Klien kooperatif saat diajak bicara
- Kontak mata baik
A: BHSP tercapai
P: Lanjutkan intervensi
- Evaluasi SP1P-SP2P perilaku kekerasan

b. Mengevaluasi cara mengontrol S:


perilaku kekerasan dengan cara - Klien mengatakan sudah mencoba cara kedua yaitu pukul
fisik yang pertama dan kedua kasur dan bantal
yang sudah diajarkan serta - Klien mengatakan sudah melatih cara nafas dalam sesuai
mengevaluasi kegiatan harian
klien jadwal
O:
- Klien masih ingat cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara fisik yang pertama dan kedua
( nafas dalam dan memukul kasur dan bantal ) yang
sebelumnya telah diajarkan
- Klien terlihat dapat mendemonstrasikan dengan baik
A : SP1P dan SP2P teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara yang ketiga yaitu sosial/verbal
c. Mendiskusikan dengan klien S:
tentang dosis, frekuensi, - Klien mengatakan paham dengan manfaat meminum obat
manfaat minum obat, akibat secara teratur dan dengan menggunakan prinsip 6 benar
berhenti mengkonsumsi obat-
obat tanpa konsultasi dan bantu
klien menggunakan obat O:
dengan prinsip 6 benar - Klien terlihat paham dengan penjelasan yang diberikan
tentang minum obat secara teratur
- Klien dapat menyebutkan nama obat dan dosis yang
harus di konsumsi pasien setiap hari
A: SP3P pasien tercapai
P: Lanjutkan intervensi
- Evaluasi SP1P sampai SP3P perilaku kekerasan
- Monitor klien latihan nafas dalam, pukul bantal/kasur,
minum obat dengan cara yang baik
26-03-2022 Perilaku Melakukan Evaluasi SP3P S:
Kekerasan Perilaku kekerasan - Klien dapat mengingat nama penulis dan mengatakan
a. Melakukan BHSP dengan klien senang mengobrol dengan penulis
dan mengingat kembali nama - Klien mengantakan sudah tidak merasa marah dan
penulis serta menanyakan emosi lagi
keadaan klien O:
- Klien dapat mengingat nama perawat
- Kontak mata baik
- Klien kooperatif A: BHSP tercapai
P: Lanjutkan intervensi
- Evaluasi SP1P – SP3P perilaku kekerasan

b. Mengevaluasi cara mengontrol S:


perilaku kekerasan dengan cara - Klien mengatakan sudah mencoba cara ke tiga untuk
pertama kedua, dan minum meminta dengan baik bersama teman satu kamarnya yaitu
obat Tn. B
- Klien mengatakan sudah melakukan cara yang diajarkan
yaitu nafas dalam dan pukul kasur dan bantal sesuai dengan
jadwal
- Klien mengatakan masih dapat mengingat tentang
nama dan jenis obat serta dosis obat yang harus
diminum
O:
- Klien masih dapat mengingat cara mengontrol perilaku
kekerasan yang pertama, kedua dan ketiga (nafas dalam,
pukul kasur dan bantal dan minum obat secara teratur
dengan prinsip 6 benar) yang sudah di ajarkan)
- Klien dapat mendemonstrasikan dengan baik dan benar cara
mengontrol perilaku kekerasan
A: SP1P – SP3P tercapai
P: Lanjutkan intervensi
Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara yang
keempat yaitu spriritual ( beribadah atau berdoa )
PEMBAHASAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap penting suatu proses pemberian asuhan

keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu,

pengkajian harus akurat, lengkap, sesuai kenyataan, dan kebenaran data sangat

penting untuk langkah selanjutnya dalam memberikan asuhan keperawatan

sesuai respon individu.

Menurut Damaiyanti Iskandar (2012) Perilaku kekerasan adalah suatu

keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayahkan

secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut

gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu

stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol. menurut teori (Ade,

2011), tanda dan gejala pada pasien dengan perilaku kekerasan adalah ditandai

dengan: wajah memerah, tegang, tidak nyaman merasa terganggu, dendam

jengkel, mengamuk, gangguan hubungan sosial, dan menarik diri. Menurut

Direja (2011), ada beberapa faktor penyebab perilaku kekerasan seperti : faktor

predisposisi, faktor presipitasi.

Berdasarkan data pengkajian pada Tn. A. data subyektif yang di

dapatkan : pasien mengatakan memukul ibunya berulang-ulang karena

memarahi pacarnya, pasien tidak nyaman karena merasa dikurung dirumah

sakit tidak bergaul dengan orang lain, melempar rumah, merusak barang-

barang dalam rumah dan mengamuk disekitar lingkungan rumah. Data obyektif

dari pasien adalah : tampak gelisah, kuatir, tegang, labil, menyendiri, kontak

mata kurang wajah memerah. Maka berdasarkan data di atas penulis


mengambil kesimpulan antara teori dan kasus nyata tidak ada kesenjangan

karena didapatkan data dari kasus nyata sama dengan teori baik penyebab dan

tanda gejala sama menurut (Ade, 2011).

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan teori Yosep (2010) ada 8 diagnosa keperawatan sebagai

berikut: Resiko perilaku kekerasan, Harga diri rendah kronik, Resiko

mencederai (diri sendiri, orang lain, lingkungan,), Perubahan Presepsi sensori:

halusinasi, Isolasi social, Berduka disfungsional, Inefektif proses terapi,

Koping keluarga inefektif. Sedangkan pada kasus nyata diagnosa yang muncul

adalah : perilaku kekerasan.

Diagnosa keperawatan prioritas yang didapatkan berdasarkan core

problem adalah : perilaku kekerasan. Alasan mengapa penulis mengangkat

diagnosa perilaku kekerasan sebagai core problem adalah berdasarkan data

pengkajian keluhan utama, tanda dan gejala yang paling menonjol adalah data

yang menunjukan pasien dengan perilaku kekerasan.

Menurut penulis ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata karena

dalam teori ada delapan diagnosa sedangkan pada kasus nyata hanya terdapat

satu diagnosa saja, karena pada pasien belum keluhan, tanda dan gejala yang

mendukung untuk mengangkat diangnosa yang terdapat pada teori.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses

keperawatan. Carpenito (2007), menyatakan bahwa perencanaan keperawatan


adalah metode pemberian perawatan langsung pada pasien (Sutejo, 2007).

Menurut teori (Yosep, 2010), perencanaan untuk perilaku kekerasan ada 9

TUK antara lain: Bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perilaku

kekerasan identifikasi perasaan saat marah/jengkel tanda perilaku kekerasan,

identifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, identifikasi akibat

perilaku kekerasan, identifikasi cara konstruktif dalam mengkapkan

kemarahan, memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan, keluarga

pasien dapat menyebutkan cara mengontrol dan cara merawat perilaku

kekerasan, menyebutkan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis,

waktu dan efek, dosis) dan dapat minum obat sesuai program pengobatan.

Intervensi yang dapat dilakukan oleh penulis pada pasien adalah

sebaagai berikut mampu membalas salam, mau berjabat tanggan, menyebutkan

nama, pasien mau tersenyum, pasien mau kontak mata dengan perawat, dan

pasien mapu mengetahui nama perawat, dapat mengungkapkan perasaannya

dan pasien dapat mengkupakan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri

sendiri lingkungan dan orang lain) mengungkapkan apa yang pernah

dialaminya saat marah atau jengkel, mengobservasi tanda saat marah/jengkel

tanda perilaku kekerasan dan pasien dapat menyimpulkannya.

Berdasarkan intervensi yang penulis lakukan, terdapat kesamaan antara

konsep dasar toeri dengan kasus nyata Tn. A karena penulis melakukan

intervensi sesuai dengan teori dan merancang strategi pelaksanaan sesuai

dengan keadaan pasien.


4. Implementasi Keperawatan

Implentasi merupakan tahap perawat memulai kegiatan dan melakukan

tindakan-tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah pada pasien

berdasarkan intervensi yang ada pada kasus teori (Yosep, 2010). Implementasi

yang dilakukan penulis untuk mengatasi perilaku kekerasan Tn. A selama 4

hari yaitu membina hubungan saling percaya, melakukan pengkajian mulai dari

identitas pasien, alasan masuk, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, konsep

diri, masalah psikososial dan lingkungan, spiritual, status mental, kebutuhan

perawatan di rumah, mekanisme koping, dan tingkat pengetahuan pasien.

Melakukan proses keperawatan dari membina hubungan saling percaya,

mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, mengindentifikasi perasaan saat

marah/jengkel, tanda dan perilaku kekerasan, mengidentifikasi perilaku

kekerasan yang pernah di lakukan.

Menurut penulis ada kesenjangan karena ada beberapa intervensi yang

belum di lakukan pada pasien yaitu: identifikasi akibat perilaku kekerasan,

identifikasi cara kontruktif, mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku

kekerasan, dukungan keluarga untuk mengontrol risiko perilaku kekerasan, dan

menggunakan obat sesuai program yang telah di tetapkan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses berkelanjutan dimana untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon terhadap

tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi atas dua, yaitu

evaluasi proses atau formatif dialakukan setiap selesai melakukan tindakan,


evaluasi hasil atau sumatif dengan membandingkan respon pasien pada tujuan

umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan (Fitria 2009).

Pada kasus nyata hasil evaluasi SP1: didapatkan dari Tn. A antara lain

data subyektif: pasien menjawab salam, pasien menyebutkan nama :saya Tn.

M.B Umur: 33 thn, jenis kelamin : laki-laki pekerjaan tidak bekerja status :

belum menikah pendidikan: SMA data objektif : Pasien mau berjabat tangan,

senyum. Assessment : Bina hubungan saling percaya tercapai, Planing :

lanjutkan SP2.

Pada kasus nyata hasil evaluasi SP2 : didapatkan data subyektif: pasien

mengatakan pasien marah karena ibunya memarahi pacarnya data objektif :

pasien terlihat mampu mengungkapkan perasaan kesal atau jengkel dengan

marah-marah, nada suara keras, mata memerah dan wajah. Assessment : SP2

teratasi, Planing : lanjutkan ke SP3.

Pada kasus nyata hasil evaluasi SP3 : Data subyektif: Pasien

mengatakan tanda –tanda perilaku kekerasan adalah memukul orang lain atau

barang-barang yang ada di sekitar dan marah-marah tidak jelas, data objektif :

Pasien senyum dan menjelaskan kembali dengan baik Asessment SP3 teratasi

Planing : lanjutkan evaluasi SP1 sampai SP3.

Pada kasus nyata hasil evaluasi SP3 : pasien bisa menyebutkan jenis-

jenis perilaku kekerasan yang biasa di lakukan, pasien mengatakan merasa

nyaman, dan wajah tidak memerah. Menurut penulis tidak ada kesenjangan

antara teori dan kasus nyata karena evaluasi yang di lakukan berdasarkan

konsep teori menurut (Fitria, 2009).


Keterbatasan

Pengalaman dalam merawat pasien dengan gangguan jiwa kurang

kompeten, penulis menyadari dalam melakukan penelitian studi kasus asuhan

keperawatan pada pasien perilaku kekerasan ini terdapat keterbatasan waktu yang

diberikan praktek yang penulis terapkan kurang efektif karena waktu yang di

berikan terbatas. Penulis mengalami kesulitan dalam melakukan pengkajian dan

penerapan intervensi.

Dari hasil yang dipeoleh, penulis menyadari bahwa studi kasus ini jauh

dari kesempurnaan karena persiapan yang kurang baik, dan pelaksanaan yang

sangat singkat sehingga hasil yang di peroleh jauh dari kata sempurna dan masih

membutuhkan banyak pembenahan dalam penulisan hasil.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Orang dengan gangguan jiwa adalah orang yang mengalami gangguan

pada psikisnya sehingga pada pengakjian: keluarga mengatakan pasien

marah-marah, bicara sendiri, memukul ibunyamelempar rumah, mengurung

diri di dalam kamar dan tidak ingin bergaul dengan orang lain sering

menunduk saat ditanya.

Diagnosa prioritas yang diangkat pada pasien adalah perilaku

kekerasan. Tindakan yang dilakukan pada pasien adalah membina hubungan

saling percaya, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,

mengidentifikasi perilaku kekerasan, mengidentifikasi tanda gejala perilaku

kekerasan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan dan

mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

memukul kasur dan bantal, serta menarik napas dalam.

B. Saran

Dalam hal ini penulis memberikan beberapa saran setelah secara

langsung mengamati lebih dekat di dalam perkembangan status kesehatan

pada pasien perilaku kekerasan maka penulis mengharapakan dijadikan

sebagai bahan referensi untuk mengembangkan ilmu keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan bagi

para tenaga kesehatan RS Cibitung Medika Bekasi untuk menindak lanjuti

tindakan keperawatan yang telah dibuat. Sedangkan bagi institusi sebagai


bahan pedoman untuk penilitian selanjutnya yang akan di lakukan oleh para

peneliti. Bagi peneliti, ini dapat di jadikan data dasar dan pedoman untuk

penelitian selanjutnya khususnya pada pasien dengan perilaku kekerasan.


DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta :


Balibang Kemenkes RI

Dalami, Ermawati dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media

Damaiyanti, Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan kedua.


Bandung ; PT. Refika Adimata

Dermawan dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa;Konsep Dan Kerangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta ; Gosyen Publishing

Diskominfo Prov. Kaltim “Prevelansi Gangguan Jiwa Kaltim Jauh Diangka


Nasional” Melalui ”https://diskominfo.kaltimprov.go.id/prevalensi-
gangguan-jiwa-kaltim-jauh-diangka-nasional/ Diakses pada tanggal 26
Desember 2021

Gusti Salvari. 2013. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta Timur;
CV. Trans Info Media

Keliat, B., et al. (2015). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. EGC.
Jakarta.

Keliat, B. A. & Akemat. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta


: EGC.

Keliat, B. A. & Akemat. (2012). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta


: EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas, Konsep dan
Aplikasi. Jakarta; Salemba Medika

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan


Aplikasi).Yogyakarta; Andi

Rasmun. 2009. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Cetakan Kedua. Jakarta ; CV. Sagung Seto

Setiadi. (2008). “Ciri-ciri gangguan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan”.


Melalui http://digilib.uimus.ac.id/files/disk1/135.jtptunimus-gdl-
rahmadsant-6733- 2-babi ia-r.pdf Diaskes pada tanggal 26 November 2021

Videbeck, SJ. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.


Yundari.2018. “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Keluarga
Sebagai Caregiver Pasien Skizofrenia”. Jurnal of Borneo Holistic Health,
Volume 1 No. 1 Juni 2018 hal 27-42. Diakses melalui
http://jurnal.borneo.ac.id/index.php/borticalth/article/download/377/256 diaskes
pada tanggal 27 November 2018

Anda mungkin juga menyukai