Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan gangguan kejiwaan yang ditandai dengan

gabungan pemikiran yang abnormal, emosi, perilaku dan hubungan dengan orang

lain. Data dari World Health Organisasi (WHO) pada tahun 2012, ada sekitar 450

juta (WHO, 2012), sedangkan menurut Ritchie pada tahun 2017 terjadi

peningkatan hingga mencapai 792 juta orang didunia yang mengalami gangguan

jiwa (Ritchie, 2017). Ganguan jiwa bersifat ringan, sedang, dan berat. seperti:

skizofrenia, depresi, autisme, gangguan penyalahgunaan narkoba.

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang ditandai dengan

perubahan proses pikir, gangguan afek tumpul, emosi, gangguan dalam hubungan

dengan orang lain dan aktivitas sehari-sehari, waham (Keliat, 2011). Dari

beberapa gejala tersebut menurut Sutini (2016) bahwa pada pasien skizofrenia,

90% mengalami halusinasi. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan sesorang

dalam membedakan antara pikiran sendiri (rangsangan internal) dengan dunia luar

(rangsangan eksternal) (Kusumawati, 2010). Halusinasi dapat mengakibatkan

klien kehilangan control terhadap dirinya sendiri, pasien terlihat panic sampai

dapat membunuh diri sendiri, orang lain, dan merusak lingkungan.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh kementrian

Republik Indonesia tahun 2018 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi

(permil) rumah tangga dengan anggota rumah tangga (ART) gangguan jiwa
Skizofrenia/psikosis mengalami peningkatan sebanyak 5% dari 2013 yaitu dari

1,7% (Riskesdas, 2013) meningkat sampai 6,7 % pada tahun 2018 (Riskesdas,

2018). Prevalensi di Jawa Barat klien gangguan jiwa mengalami peningkat juga

dari 1,5% sampai dengan 5%. Angka kejadian klien dengan skizifrenia yang

semakin meningkat tersebut sangat dipengaruhi oleh keluarga (Fitriani, 2017).

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan

langsung pada setiap keadaan sehat maupun sakit pada klien (Kasim, 2018).

Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mandiri

(Yosep, 2011). Keluarga berperan dalam mengetahui masalah kesehatan,

menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah, merawat,

memodifikasi lingkungan dan menggunakan fasilitas kesehatan (Parjana, 2019).

Oleh karena itu, keikutsertaan keluarga dalam merawat klien halusinasi adalah

penting. Saat ini tidak sedikit keluarga yang telah merawat sendiri angggota

keluarganya yang sakit atau dengan kata lain sebagai caregiver bagi anggota

keluarga nya sendiri (Sarafino, 2014).

Caregiver merupakan istilah yang menggambarkan orang yang melakukan

perawatan pada orang yang mengalamai keterbatasan. Umumnya caregiver di

Indonesia adalah keluarga klien sendiri, baik itu anak, pasangan, cucu, menantu,

atau saudara yang tinggal satu rumah dengan klien yang memiliki ikatan emosi,

terlibat dalam sosial peran, dan hal-hal yang berhubungan serta adanya rasa saling

menyayangi dan memiliki satu sama lain. Caregiver di keluarga berperan dalam

memberi dukungan baik berupa pengetahuan yang baik maupun dibarengi dengan

sikap yang positif (Friedman, 2010). Salah satu yang bisa dilakukan caregiver
dalam membantu klien dengan halusinasi yaitu sikap keluarga yang ikut serta

dalam mengontrol halusinasi.

Sikap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses

kesembuhan dan dalam memberikan perawatan pada klien yang mengalami

gangguan jiwa. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap antara lain, yaitu:

pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, kebudayaan,

media masa, lembaga pendidikan dan agama, serta faktor emosional (… ).

Penelitian khoirul (2015) mengemukakan bahwa dalam merawat klien hausinasi

merupakan beban bagi keluarga, dimana keluarga merasa kecewa dengan kondisi

yang dialami klien, marah dan takut pada perilaku klien, dan rasa malu dipandang

masyarakat sekitar. Sikap penyangkalan, penolakan, mengisolasi dan tidak mau

merawat klien halusinasi membuat proses penyembuhan terhambat dan

meningkatkan angka kekambuhan (Fitriani, 2017).

Kekambuhan pada gangguan jiwa disebabkan oleh beberapa faktor, salah

satunya yaitu sikap caregiver yang negatif (Oktarisa, 2018). Kekambuhan ini

mempengaruhi keberhasilan perawat dalam merawat klien halusinasi di rumah

sakit akan sia-sia jika perawatan tidak diteruskan di rumah (Parjana, 2019). Sikap

ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan caregiver terkait merawat klien gangguan

jiwa di rumah (Sudaryono, 2019).

Pengetahuan adalah hal yang diketahui oleh orang tentang keadaan sehat

sakit atau kesehatan (Notoatmodjo, 2014). Pengetahuan caregiver dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: pendidikan, pengalaman, usia,

ekonomi, dan informasi. Pengetahuan caregiver terkait gangguan jiwa dapat


berupa pengetahuan terkait pengertian, penyebab. Ciri-ciri, dan penatalaksanaan

terkait gangguan jiwa. Hasil penelitian oleh Purnomo pada tahun 2016 bahwa

96,7% pengetahuan keluarga dalam kategori kurang (Purnomo, 2016).

Pengetahuan dan sikap merupakan hasil dari proses stimulus otak yang berupa

reaksi tertutup yang saling berhubungan satu sama lain (Notoatmodjo, 2014).

Penelitian oleh Sudaryono (2019) menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara pengetahuan dengan sikap terhadap klien gangguan jiwa (Sudaryono,

2019).

Kurangnya pengetahuan yang dimiliki caregiver dan sikap negatif yang diberikan

caregiver kepada klien gangguan jiwa akan berdampak kepada semakin

meningkatnya angka gangguan jiwa dan meningkatnya angka kekambuhan.

Pengetahuan dan sikap caregiver ini pun menjadi hal yang sangat penting dan

berpengaruh dalam merawat penderita gangguan jiwa.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin meneliti lebih lanjut

mengenai “Hubungan pengetahuan dengan sikap caregiver dalam merawat

anggota keluarga dengan gangguan jiwa di Kabupaten Indramayu tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu: Bagaimanakah hubungan

pengetahuan dengan sikap caregiver dalam merawat anggota keluarga dengan

gangguan jiwa di Kabupaten Indramayu tahun 2020?.

C. Tujuan
1. Tujuan umum

Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan peneliti mengetahui hubungan

pengetahuan dengan sikap caregiver dalam merawat anggota keluarga dengan

gangguan jiwa di Kabupaten Indramayu tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan caregiver dalam merawat

anggota keluarga dengan gangguan jiwa di Kabupaten Indramayu tahun 2020.

b. Mengidentifikasi sikap caregiver dalam merawat anggota keluarga

dengan gangguan jiwa di Kabupaten Indramayu tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam menentukan tindakan

yang berkaitan dengan pengetahuan dengan sikap caregiver dalam merawat

anggota keluarga dengan gangguan jiwa di Kabupaten Indramayu tahun 2020.

2. Pendidikan Kesehatan

Memberikan informasi mengenai hubungan pengetahuan dengan sikap

caregiver dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa di Kabupaten

Indramayu tahun 2020.

3. Ilmu Keperawatan

Menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai hubungan

pengetahuan dengan sikap caregiver dalam merawat anggota keluarga dengan

gangguan jiwa di Kabupaten Indramayu 2020.


E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan meneliti hubungan pengetahuan yang dikaitkan dengan

sikap caregiver dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa di

Kabupaten Indramayu tahun 2020. Variable Independen dalam penelitian ini

adalah pengetahuan caregiver dan dependennya adalah sikap caregiver.

Pengetahuan menjadi variable independen karena dapat mempengaruhi sikap

caregiver dalam merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Peneliti

mengharapkan dari hasil peneitian ini dengan tinggi nya pengetahuan caregiver

maka sikap yang dihasilkan semakin positif. Alat pengumpul data pada penelitian

ini adalah kuesioner. Penelitian ini akan dilaksana kan pada 16 Maret-16 April

tahun 2020.

Dapus

Sutini, Y. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika

Aditama.

Kusumawati, F., Hartono, Y. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:

Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai