anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa RS. Jiwa soeprapto kota bengkulu
OLEH
Nama : Mardiana
Npm : 1826010072
Kelas : 7B Keperawatan
Dosen Pengampu : Ns. Ade Herman Surya Direja,. S.Kep. MAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut (UU No.18 tahun 2014) adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,
dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kondisi perkembangan yang
tidak sesuai pada individu disebut gangguan jiwa (Jamila Kasim, 2019).
Gangguan jiwa menurut American psychiatric association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai sindrom atau
pola perilaku yang penting secara klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan dengan adanya
distress (misalnya gejala nyeri menyakitkan ) atau disabilitas (ketidakmanpuan pada salah satu bagian atau beberapa
fungsi penting) atau disertai peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit, ketidakmanpuan atau kehilangan
kebebasan (Notosoedirdjo, 2007 dalam Prabowo,2014).
Gangguan jiwa meliputi gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor). Dalam kehidupan gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang.Aktivitas,
kehidupan sosial, ritme pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga jadi terganggu karena gejala ansietas, depresi, dan
psikosis.Seseorang dengan gangguan jiwa apapun harus segera mendapatkan pengobatan.
Keterlambatan pengobatan akan semakin merugikan penderita, keluarga dan masyarakat (Sulistyorini, 2013 dalam
Guswati, 2019). Data World Health Organization (WHO) tahun 2016 memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia
mengalami gangguan jiwa, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan penduduk diperkirakan
akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Pada tahun 2016 sekitar 30 juta orang mengalami
stress, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 orang terkenadimensia. Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7% per 1000
penduduk atau sekitar 400.000 orang, sedangkan pada tahun 2018, prevalansi gangguan jiwa berat adalah 7%. Jadi
disimpulkan bahwa dari data tersebut prevalansi penderita gangguan jiwa mengalami peningkatan dari 1,7%
menjadi7%.Di Indonesia gangguan jiwa berat tertinggi di Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7%), posisi kedua di
Sulawesi Selatan (2,6%), posisi ketiga di Jawa Tengah dan Bali (masing-masing 2,3%), posisi keempat di Bangka
Belitung dan Jawa Timur (masing-masing 2,2%). Posisi kelima di NTB (2,1%), posisi keenam di Sumatra Barat,
Bengkulu, Sulawesi Tengah (masing-masing 1,9%) dan gangguan jiwa berat terendah di Kalimanatan Timur (0,7%)
(Rikesdas 2013).(Rikesdas, 2013).Provinsi Sulawesi Selatan berada di urutan kedua penduduk terbanyak yang
mengalami gangguan jiwa dengan 2,6% penduduknya mengalami gangguan jiwa (Ika Guswani,2019).
Data profil kesehatan Sulawesi Selatan ditemukan penderita gangguan jiwa sebanyak 31.381 jiwa dan terbanyak
ditemukan di Kota Makassar sekitar 8.856 jiwa. (Dinkes Sul-Sel,2015).
Berdasarkan data yang diperoleh pada Profil Kesehatan Kota Makassar diperoleh jumlah penderita gangguan jiwa
sebanyak 8.856 jiwa, yang terdiri dari 3.346 jiwa berjenis kelamin perempuan dan 5.510 jiwa berjenis kelamin laki-laki
(Dinkes Makassar, 2016).Data dari Rekam Medik Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar bahwa jumlah pasien
yang mengalami gangguan jiwa yang di rawat pada tahun 2015 sebanyak 15.392 orang, pada tahun 2016 sebanyak
15.160 orang, pada tahun 2017 sebanyak 14.361 orang dan pada tahun 2018 sebanyak 13.292 orang. Data yang di
dapatkan dari Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar satu bulan terakhir yaitu sebanyak 45 pasien yang
mengalami gangguan jiwa.(RSKD Dadi,2019).
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha dalam memberikan iklim yang kondusif bagi
anggota keluarganya.Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota keluarganya,
juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat
minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005 dalam Guswani,
2019).
Data profil kesehatan Sulawesi Selatan ditemukan penderita gangguan jiwa sebanyak 31.381 jiwa dan terbanyak
ditemukan di Kota Makassar sekitar 8.856 jiwa. (Dinkes Sul-Sel,2015).
Berdasarkan data yang diperoleh pada Profil Kesehatan Kota Makassar diperoleh jumlah penderita gangguan jiwa
sebanyak 8.856 jiwa, yang terdiri dari 3.346 jiwa berjenis kelamin perempuan dan 5.510 jiwa berjenis kelamin laki-laki
(Dinkes Makassar, 2016).Data dari Rekam Medik Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar bahwa jumlah pasien
yang mengalami gangguan jiwa yang di rawat pada tahun 2015 sebanyak 15.392 orang, pada tahun 2016 sebanyak
15.160 orang, pada tahun 2017 sebanyak 14.361 orang dan pada tahun 2018 sebanyak 13.292 orang. Data yang di
dapatkan dari Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar satu bulan terakhir yaitu sebanyak 45 pasien yang
mengalami gangguan jiwa.(RSKD Dadi,2019).
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha dalam memberikan iklim yang kondusif bagi
anggota keluarganya.Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota keluarganya,
juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami ketidakstabilan mental sebagai akibat
minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2005 dalam Guswani,
2019).
Selain pengetahuan keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, sikap yang diberikan keluarga
sangat berpengaruh terhadap proses kesembuhan dan dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Sikap berupa dukungan keluarga yang bisa diberikan kepada pasien meliputi dukungan
emosional yaitu dengan memberikan kasih sayang dan sikap positif yang diberikan kepada klien, dukungan
informasional yaitu dengan memberikan nasihat dan pengarahan kepada klien untuk minum obat. Sikap yang baik dan
perawatan yang baik oleh keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami gannguan jiwa akan berdampak baik
bagi kehidupan dan kualitas hidup anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, begitu pula sebaliknya
(Simanjuntak, 2016 dalam Guswani, 2019).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa salah satu penyebab gangguan jiwa adalah keluarga yang pengetahuannya
kurang oleh karena itu, keluarga perlu memberikan dukungan (support) kepada pasien untuk meningkatkan motivasi
dan tanggung jawab untuk melaksanakan perawatan secara mandiri.Keluarga perlu mempunyai sikap menerima pasien,
memberikan respon positif kepada pasien, menghargai pasien sebagai anggota keluarga dan menumbuhkan sikap
tanggung jawab pada pasien.Dukungan keluarga sangat penting untuk membantu pasien bersosialisasi kembali,
menciptakan kondisi lingkungan suportif, menghargai pasien secara pribadi dan membantu pemecahan
masalah.Rendahnya peran keluarga juga dipicu oleh kurangnya dukungan dari keluarga sebagai tenaga
penggerak.Dukungan merupakan factor penting untuk mendorong manusia dalam berperilaku atau bertindak untuk
mencapai suatu tujuan.Untuk itu diharapkan agar keluarga mendukung keluarga yang mempunyai anggota keluarga
yang mengalami gangguanjiwa sehingga dapat mendampingi anggota keluarga untuk mengontrol ke dokter. (Vevi
Suryenti, 2017).
Keluarga sering merasakan kecemasan dalam menghadapi anggota keluarganya yang menderita gangguan
jiwa.Kecemasan yang di rasakan dapat berupa; adanya perasaan cemas, adanya ketegangan, adanya rasa ketakutan,
adanya gangguan tidur, adanya gangguan kecerdasan, adanya perasaan depresi dan gejala-gejala tingkat kecemasan
lainnya yang diarasakan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. (Ika Guswani,
2019).
Berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap keluarga
dengan kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di RS. Jiwa soeprapto kota bengkulu.
B. Rumusanmasalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah, “Apakah Ada
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluargay dengan Kecemasan dalam Merawat Anggota Keluarga yang
Mengalami Gangguan Jiwa di RS. Jiwa soeprapto kota bengkulu.?
C.Tujuan Penelitian
a.Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa di RS. Jiwa soeprapto kota bengkulu
b.Tujuan Khusus
Diketahuinya gambaran pengetahuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di
RS. Jiwa soeprapto kota bengkulu Diketahuinya gambaran sikap keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa diPoli Jiwa Rumah Sakit Khusus RS. Jiwa soeprapto kota bengkulu Diketahuinya gambaran
kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa RS. Jiwa soeprapto kota bengkulu
Diketahuinya hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa di RS. Jiwa soeprapto kota bengkulu.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang hubungan pengetahuan dan sikap keluarga
dengan kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
1.Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai metode penelitian, pengetahuan dan sikap keluarga dengan
kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan mengembangkan kemampuan dalam
menyusun suatu laporan penelitian.
2.Bagi Keluarga
Menambah wawasan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan dan gambaran kepada pelayanan kesehatan
tentang pengetahuan dan sikap dalam merawat anggota keluarga gangguan jiwa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Gangguan Jiwa
(impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia,
yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologic, dan gangguan itu tidak hanya
terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Yusuf, dkk,2015).
penyakit tidak selalu bersifat kronis.Pada umumnya serta adanya afek yang
gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan
8
9
perinatal.
dankeagamaan.
a. Perilakukekerasan
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasa dapat
10
Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan adalah: muka merah dan
b. Halusinasi
ataumenakutkan.
sepertibaudarah,urin,danfeses,parfumataubauyanglain.Ini
11
dimensia.
pembentukanurine.
tanpabergerak.
c. Menarikdiri
orang lain. Tanda dan gejala dari isolasi sosial yang dapat ditemukan
ditolak oleh orang lain; pasien merasa tidak aman dengan orang lain;
pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu; pasien tidak dapat
d. Waham
sesuaikenyataan.
kenyataan.
kenyataan.
13
e. Bunuh diri
bunuh diri, yaitu isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan
langsung ingin bunuh diri, mis, dengan mengatakan “segala sesuatu akan
lebih baik tanpa saya”.Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki
f. Deficit perawatandiri
eliminasi (buang air besar dan buang air kecil) secara mandiri.
acak- acakan, pakaian tidak kotor dan tidak rapi, pada pasien laki-
g. Harga dirirendah
Harga diri rendah dalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
sendiri dan kemampuan diri sendiri. Tanda dan gejala dari harga diri
kemampuan diri.
4. Dampak GangguanJiwa
a. Penolakan
anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi pada mereka
cintai.
15
b. Stigma
Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh dan
dan melelahkan.Bahkan ketika orang itu stabil pada obat, apatis dan
merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang yang sakit
terjebak dan lelah oleh tekanan dari perjuangan sehari-hari, terutama jika
kendali.Hal ini bisa terjadi karena orang yang sakit ini tidak memiliki
letih, karena dukungan keluarga tidak boleh berhenti untuk selalu men-
support penderita.
e. Duka
ketika orang yang dicintai sulit untuk disembuhkan dan melihat penderita
1. Definisi Pengetahuan
adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
2. TingkatPengetahuan
a. Tahu(Know)
spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
rendah.
b. Memahami(Comprehention)
dipelajari.
18
c. Aplikasi (Application)
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Ialah
d. Analisis(Analysis)
e. Sintesis(Syntesis)
f. Evaluasi(Evaluation)
3. Cara-Cara MemperolehPengetahuan
Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang
3) Berdasarkan pengalamanpribadi
4) Melalui jalanfikiran
penelitiannya.
(2015) :
hidupnya.
a. Sosialekonomi
c. Pendidikan
d. Pengalaman
semakin banyak.
5. Sumber Pengetahuan
yaitu:
gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil publikasi resmi
resmi pengetahuanlainnya.
b. Indra
Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber
pencicipan denganlidah.
23
c. Akal
d. Intuisi
hasil pemikiran yang sadar atau persepsi rasa yang langsung. Intuisi
6. Pengukuran pengetahuan
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek
penelitian kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
sesuai materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang
1. Defenisi Sikap
terhadap suatu stimulus atau objek batasan lain tentang sikap ini dapat
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena
polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja
supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini mempunyai sikap tertentu
3. TingkatanSikap
a. Menerima(receiving)
b. Merespons(responding)
mengerjakan tugas yang diberikan dari pekerjaan itu benar atau salah,
c. Menghargai(valuing)
masalah adalah indikasi sikap tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak
adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
d. Bertanggung jawab(responsible)
segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu
GangguanJiwa
27
keluarga, maka hal itu dapat dibedakan menjadi bersifat obyektif dan
menurut Susana(2007):
a) Berduka(grief)
pulih dengansegera.
b) Marah(anger)
lagi.
gangguan jiwa itu sendiri semakin lama diderita justru semakin sulit
D. Tinjauan TentangKeluarga
1. DefenisiKeluarga
Keluarga adalah persekutuan dua orang atau lebih individu yang terkait
oleh darah, perkawinan atau adopsi yang membentuk satu rumah, saling
2. StrukturKeluarga
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
d. Patrilokal
suami.
e. Keluargakawinan
dan beberapasanak.
3. Tipe/BentukKeluarga
Menurut Jhonson dan Leny (2010), ada beberapa tipe – tipe keluarga,
yakni :
a. Keluarga inti, yang terdiri dari suami, istri, dan anak atau anak –anak.
b. Keluarga konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan
c. Keluarga luas yang ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga
4. PerananKeluarga
keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa yang dapa dipandang dari
berbagai segi :
interpersonal denganlingkungannya.
5. Tugas Keluarga
berikut :
keluarga.
luas.
6. Fungsi Keluarga
Berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda, yakni satu sisi
a. Fungsiafektif
konsep diri yang positif rasa dimiliki dan memiliki rasa berarti serta
b. Fungsisosialisasi
c. Fungsireprduksi
berencana, maka fungsi ini sedikit dapat terkontrol. Namun disisi lain
sehingga lahirnya keluarga baru dengan satu orang tua ( single parent ).
d. Fungsiekonomi
ini sulit dipenui oleh keluarga dibawah garis kemiskinan (Gakin atau pra
kesehatanmereka.
e. Fungsi perawatankesehatan
individu dankeluarga.
7. KopingKeluarga
mengalami GangguanJiwa
berkurang berarti pasien sudah sembuh sehingga tidak perlu diberikan obat
keluarganyayangmengalamigangguanjiwa.Keluargajugamasih
35
dikhawatirkan.
penyakit yang dialami pasien adalah penyakit yang menetap dan tidak dapat
GangguanJiwa
1) Ciri ciri depresi berat dan tanda yang bisa menyebabkan masalah
kesehatanmental.
untuk mengatasipenyakit.
d. MengelolaObat
efeksamping.
secaramandiri.
1) Memberikankebebasan
3) Saat tidak bisa menghadapi sebuah situasi seperti agresif atau ide
h. Pendekatan DenganPenderita
jiwa tidak harus dilakukan dengan perasaan sakit hati, marah, frustasi
i. JanganMenghakimi
keras. Cukup berikan informasi secara berulang kali namun dengan cara
menerus.
j. Terima PersepsiPenderita
merasakan atau mendengar hal hal yang tidak bisa dirasakan oleh orang
anda tidak merasakan hal yang seperti dialami, dilihat atau dirasakan
orang tersebut.
gangguan jiwa juga harus dilakukan secara bermartabat dan dengan rasa
hormat dalam cara mengatasi stres dan depresi serta masalah gangguan
terbaik.
l. MencariDukungan
mengalami hal serupa dengan yang anda alami yakni memiliki anggota
keluarga dengan gangguan jiwa. Hal ini sangat penting dilakukan agar
E. Tinjauan TentangKecemasan
1. DefenisiKecemasan
41
terhadap stress psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang berarti bagi
individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak
2014).
2. RentangRespon
detail yang kecil, tidak memikirkan yang luas, tidak mampu membuat
agitasi/hiperaktif.
3. SumberKecemasan
sebagai berikut :
2. Tidak menemukanprestige
4. Tingkat Kecemasan
43
diantaranya adalah :
a. Cemasringan
b. Cemassedang
c. Cemasberat
d. Panik
Panik dikaitkan dengan rasa takut dan terror, sebagian orang yang
a. Lingkungan
berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini
lingkungannya.
b. Emosi yangditekan
terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka
c. Sebab-sebabfisik
timbulnya kecemasan.
kondisinya.
d. Tidur, yakni tidur yang cukup dengan tidur 6-8 jam pada malam hari
g. Menjagakesehatan.
salah satu alat ukur untuk menilai tingkat kecemasan, yang didasarkan
tersinggung.
orang.
bingung.
sepanjanghari.
dada, denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau pingsan, detak
jantung hilangsekejap.
tingkat skor, yaitu antar 0 (nol) sampai dengan 4, dengan kategori sebagai
berikut:
ada
nilai skor dari 14 item diatas dengan hasil sebagai berikut (Nursalam,
2013):
14 -20 : kecemasanringan
21 -27 : kecemasansedang
28 -41 : kecemasanberat
kecemasan dan hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
keluarga.
harga diri dan fungsi sosial terintegrasi pada penderita demikian pula
menganggap itu suatu hal yang buruk, sehingga keluarga merasa malu,
"An individual's social attitude is a syndrome of rest sistency with regard to social object"
52
in interaction with situational and other sitional variables, guides and direct the overt
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa
sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi
terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap
Notoatmofjo, 2012).
Kerangka konsep
adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan
keterkaitan antara varibel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membentuk
penelitian menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2017).
Berdasarkan latar belakang dan teori pada bab sebelumnya, peneliti menetapkan pemikiran sebagai berikut:
hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan tingkat kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Maka dapat dirumuskan kerangka konsep sebagai berikut :
Kerangkakonsep
ViabelIndepen
Pengetahuan
52
Variabel Dependen
Jiwa
Lingkungan
Definisioperasional
Hipotesis atau hipotesa adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua ataulebihvariabel
yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini hipotesa yang akan dirancang oleh peneliti adalah:
Ha :“Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap keluarga dengan kecemasan dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan”.
52
BAB III
Desain
Penelitian ini menggunakan desain survey analitik dengan pendekatancross sectional studyyaitu
untuk mencari hubungan antara variabel sebab atau resiko (independent variable) dan akibat atau kasus
(dependent variable) dengan melakukan pengukuran sesaat (Nursalam, 2017).Penelitian ini dilakukan
pada variabel yang berhubungan, yaitu untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap keluarga
dengan kecemasan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah
Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan (Nursalam, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pasien yang
mengalami gangguan jiwa di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan yaitu
sebanyak 45 pasien dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.
Sample
Sampel adalah terdiri atas bagian populasi yang terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
52
53
menggunakan rumus Slovin (Nursalam, 2017).
N
n=
1 + N (d)²
Keterangan :
n = Besar Sampel
N = Besar Populasi
N
n=
1 + N(d)²
45
n=
1 + 45(0.05)²
45
n=
1 + 0.1125
45
n=
1.1125
n = 40
Berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel yang akan diambil dari
adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota
(Notoatmodjo, 2012).
Kriteria sampel inklusi adalah:
berobat di PoliJiwa.
c. Bersedia mengisikuesioner.
dilakukanpenelitian.