Anda di halaman 1dari 7

pengaruh pemberian rebusan daun kelor terhadap kadar gula darah pada penderita DM tipe 2

Mardiana : 1826010072

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU

2021

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji, seperti makanan dan minuman berkadar gula tinggi,
sudah menjadi gaya hidup masyarakat moderen sekarang ini yang kemudian memicu timbulnya
penyakit-penyakit akibat pola makan dan minum yang tidak sehat. Salah satu penyakit yang dapat
terjadi adalah Diabetes Mellitus (DM) atau penyakit gula darah.

Penyakit Diabetes atau dalam bahasa awam dikenal penyakit kencing manis adalah suatu penyakit yang
disebabkan adanya peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin. DM merupakan
golongan penyakit kronis akibat adanya gangguan sistem metabolisme tubuh, dimana organ pankreas
tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan. Penurunan hormon insulin
mengakibatkan seluruh glukosa dalam darah yang dikonsumsi di dalam tubuh akan meningkat. Hormon
insulin inilah yang berfungsi dalam mengatur penggunaan gula untuk aktivitas sel-sel di dalam tubuh.

Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi
akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin, atau keduanya. Diabetes melitus tipe 2 adalah kondisi
saat gula darah dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel  pankreas untuk
menghasilkan hormon insulin (Lemone, 2015). Insulin berfungsi untuk mengatur keseimbangan kadar
gula dalam darah, akan tetapi apabila intake glukosa /karbohidrat terlalu banyak, maka insulin tidak
mampu menyeimbangkan kadar gula darah dan terjadi hiperglikemi. Penderita yang terdiagnosa
penyakit DM membutuhkan terapi pengobatan lama untuk menurunkan kejadian komplikasi
(ADA,2017). Diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang muncul pada usia dewasa dan memiliki proporsi
80% pada diabetes melitus secara keseluruhan (Ayla Efyu Winta et al., 2018).

Menurut WHO (2016) Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak
dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM
tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM pada kehamilan. Diabetes adalah masalah kesehatan
masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi
target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat
selama beberapa dekade terakhir.

Diabetes bukan hanya menyebabkan kematian premature di seluruh dunia, tetapi penyakit ini juga
adalah penyebab utama kebutaan, penyakit jantung dan gagal ginjal. Organisasi Internasional Diabetes
Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat 436 juta orang pada usia 20-70 tahun di dunia
menderita diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total
penduduk pada usia yang sama. Jika diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan
prevalensi diabetes di tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-laki. Prevalensi
diabetes diperkirakan akan meningkat seiring penambahan umr penduduk menjadi 19,9% atau 111,2
juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka diprediksi terus meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun
2030 dan 700 juta di tahun 2045.

Negara Cina, India, dan Amerika Serikat menempati urutan ketiga teratas dengan jumlah penderita
116,4 juta, 77 juta, dan 31 juta orang. Indonesia berada di peringkat ketujuh diantara 10 negara dengan
jumlah penderita terbanyak, yaitu sebesar 10,7 juta orang. Indonesia merupakan satu-satunya negara di
Asia Tenggara yang ada pada daftar 10 negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia,
sehingga dapat diperkirakan besarnya kontribusi Indonesia terhadap prevalensi kasis diabetes di Asia
Tenggara.

Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan pada tahun 2018 menunjukkan bahwa
prevalensi diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun sebesar
2%. Angka tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan prevalensi diabetes melitus
pada penduduk ≥ 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%. Berbeda dengan prevalensi diabetes
menurut hasil pemeriksaan gula darah, pada tahun 2013 Riskesdas menyatakan prevalensi diabetes
menurut hasil pemeriksaan gula darah sebesar 6,9% kemudian naik pada tahun 2018 menjadi 8,5%.
Angka tersebut menunjukkan bahwa baru sekitar 25% penderita diabetes yang mengetahui bahwa
dirinya menderita diabetes.

Jika ditinjau dari semua provinsi di Indonesia, hampir semua provinsi menunjukkan peningkatan
prevalensi diabetes melitus pada tahun 2013-2018, kecuali provinsi Nusa Tenggara Timur. Terdapat 4
provinsi dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi pada tahun 3013 dan 2018, yaitu DI Yogyakarta,
DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur. Adapun beberapa provinsi yang mengalami
peningkatan prevalensi sebesar 0,9%, yaitu Riau, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo dan Papua Barat.
Gambaran prevalensi diabetes menurut provinsi pada tahun 2018 menunjukkan bahwa provinsi Nusa
Tenggara timur memiliki prevalensi terendah sebesar 0,9%, diikuti oleh Maluku dan Papua sebesar 1,1%.
Gambar 4 merupakan prevalensi berdasarkan diagnosis dokter yang sangat ditentukan oleh keteraturan
dan kepatuhan pencatatan rekam medis.

Prevalensi diabetes melitus (DM) yang cenderung meningkat perlu mendapatkan perhatian, baik oleh
individu, keluarga, ataupun negara. Hal ini dikarenakan penyakit diabetes melitus akan berdampak bagi
kesehatan diabetisi secara keseluruhan karena akan dialami oleh diabetisi seumur hidupnya. Aziza
(2007) dan Ramachandran, dkk (2012) mengemukakan komplikasi dari diabetes melitus adalah kelainan
kardiovaskular, neuropati, dan retinopati. Diabetisi juga mengalami penurunan produktivitas dan
berimbas pada pendapatan yang berkurang. Kondisi ini menambah beban bagi keluarga diabetisi dan
juga menjadi tanggung jawab negara karena menyangkut masalah ekonomi dan meningkatkan biaya
kesehatan dalam hal pengelolaan dan pemberantasan penyakit (Diah Ratnawati et al., 2018 Dalam Arief,
2011; Suharko, 2012).

Menurut Tjekyan (2014), usia lebih dari 45 tahun di negara berkembang dan usia lebih dari 65 tahun di
negara maju dapat meningkatkan risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2. Peningkatan angka kejadian
diabetes melitus juga dihubungkan dengan adanya riwayat DM dalam keluarga dimana risiko untuk
terkena diabetes melitus meningkat hingga dua sampai enam kali lipat pada pasien yang memiliki orang
tua atau saudara kandung penderita DM (Fatimah, 2015). Kemudian, berdasarkan studi yang dilakukan
oleh Nguyen et al. (2011) dengan data dari National Center for Health Statistics (NHANES) di Amerika
Serikat menunjukkan sekitar 80,3% pasien diabetes mengalami kelebihan berat badan (IMT 25) dan
49,1% mengalami obesitas (IMT 30). Selain itu, penelitian oleh Lastra, Syed, & Kurukulasuriya (2014)
menunjukkan bahwa sekitar 50% pasien hipertensi mengalami resistensi insulin dan kontrol tekanan
darah yang baik dapat mencegah serta memperlambat progresivitas terjadinya komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular.

Pada umumnya penderita diabetes memerlukan pengobatan farmakoterapi seperti insulin yang
disuntikan atau obat anti diabetes oral. Namun obat ini dapat menyebabkan efek samping, diantaranya
hipoglikemia, peningkatan berat badan, phyconia (pembesaran perut), toksisitas hati, asidosis laktat(3).
Selain efek samping yang disebutkan di atas, tidak sedikit penderita diabetes yang melakukan
pengobatan alami atau herbal. Karena berasal dari tumbuhan alami, pengobatan herbal juga tidak
memiliki efek samping jika masih dikonsumsi dalam batas yang wajar atau sesuai dosis. Menurut
Riskesdas 2018, penderita diabetes yang melakukan alternatif herbal di Provinsi Gorontalo tercatat
47,86%. (Sulastri Pua Age 2021)

Diabetes melitus dapat dicegah dan ditunda, pada era ini telah banyak ditemukan ekstrak dan sumber
tanaman atau organ hewan untuk pengobatan berbagai penyakit, sudah banyak bukti ekstrak dan
khasiat dari tumbuh - tumbuhan yaitu salah salah satunya daun kelor yang dapat menurunkan kadar
gula darah pada penderita dm.

Saat ini telah banyak penelitian terhadap produk herbal. Salah satunya yaitu Moringa oleifera yang
dikembangkan dalam rangka untuk mengurangi jumlah penderita diabetes dan meningkatkan kualitas
hidupnya. Daun Moringa oleifera (MO) kaya akan komponen bioaktif seperti vitamin, karotenoid,
polifenol, asam fenolik, î avonoid, alkaloid, glukosinolat, isotiosianat, tanin, dan saponin yang memiliki
banyak manfaat. Salah satu diantaranya sebagai antidiabetik. Bagian daun memiliki komponen bioaktif
lebih tinggi daripada bagian biji ataupun bunganya. Terdapat banyak penelitian yang menyatakan bahwa
MO dapat menurunkan kadar glukosa. Penelitian pada tikus Wistar yang diinduksi streptozotocin diberi
ekstrak MO (dosis 100, 200, atau 300mg/kgBB) terjadi penurunan gula darah puasa (GDP) sekitar 26%.
(Alifia Zahra Fachruniza 2021)

Sudah ada beberapa penelitian terkait pengaruh pemberian ekstrak daun kelor Moringa olievera (MO).
Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Jaiswal et al (2013) untuk mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak MO pada kelompok diabetes tikus yang diinduksi streptozocin. Disebutkan bahwa
MO memiliki efek antioksidan berupa î avonoid seperti polifenol (250 mg/100 g), quercetin (100 mg/100
g), kaempferol (34 mg/100 g) dan β-karoten (34 mg/100 g) dan daun dalam bentuk kering mengandung
vitamin A, phenolic, glutathione, α–tokoferol dan β-karoten untuk menurunkan angka stres oksidatif
penyebab diabetes. Sedangkan pada penelitian Milosevic & Panin (2019) disebutkan bahwa ada
hubungan antara parameter hematologi dengan peningkatan stres oksidatif penyebab diabetes. Adanya
stres oksidatif mempengaruhi kadar trombosit, leukosit (neutroë l, limfosit) dan mempengaruhi lebar sel
darah merah. (Frieska Windi Nur Islami 2021)

Penelitian yang dilakukan Syamra menyimpulkan bahwa air rebusan daun kelor dapat menurunkan
kadar glukosa darah pada pasien penderita diabetes melitus mulai terlihat pada pemberian air rebusan
daun kelor di hari ke empat penelitian. Prevalensi DM yang terdiagnosis oleh dokter di Provinsi
Gorontalo tercatat sebanyak 1,74%, salah satu puskesmas yang cukup banyak penderitanya adalah
puskesmas Telaga. Berdasarkan pengambilan data awal di Puskesmas Telaga, pada tahun 2019
penderita DM mencapai 73 orang, termasuk orang tempat tinggalnya tidak berada pada wilayah kerja
Puskesmas Telaga dan hanya datang berobat di Puskesmas. Penanganan pasien DM di Puskesmas
berupa pemberian obat antidiabetik seperti Glibenklamid, dan juga program untuk lansia seperti
Prolanis dan Posbindu. Pemegang Program DM di Puskesmas Telaga mengatakan kebanyakan pasien
hanya datang untuk mengambil obat saat muncul gejala DM tanpa rutin mengontrol kadar glukosa
darah. Dikarenakan kondisi finansial penderita yang relatif ke bawah, mereka lebih memilih untuk
mengkonsumsi obat-obat herbal yang diracik sendiri karena tidak memakan banyak biaya. Hal inilah
yang melatar belakangi perlunya dilakukan penelusuran literature ilmiah terkait pengaruh daun kelor
terhadap penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus. Tujuan penelitian ini adalah
Untuk mendapatkan gambaran pengaruh pemberian rebusan daun kelor terhadap penurunan kadar
glukosa darah pada penderita diabetes melitus.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian
daun kelor terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien penderita DM tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas Bangkinang Kota.

Rumusanmasalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dirumuskan masalah yaitu adakah pengaruh pemberian
rebusan daun kelor terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien penderita DM tipe 2 di wilayah
kerja Puskesmas Bangkinang Kota?

TujuanPenelitian

TujuanUmum

Untuk menganalisis pengaruh pemberian rebusan daun kelor terhadap penurunan kadar gula darah
pada pasien penderita DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Bangkinang Kota.

TujuanKhusus

Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita DM tipe 2 di .

Untuk menganalisis pengaruh pemberian rebusan daun kelor terhadap penurunan kadar gula darah
pada penderita DM tipe2 di Bangkinang Kota.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep diabetes mellitus

1.Definisi

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
atau tingginya kadar glukosa didalam darah yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja
insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah. Glukosa merupakan jenis karbohidrat yang terpenting dalam tubuh karena merupakan
penyedia energi yang akan digunakan oleh tubuh untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari. Semua
karbohidrat dari makanan akan dihidrolisis menjadi monosakarida yaitu glukosa, galaktosa dan fruktosa.
Kebanyakan karbohidrat dalam makanan diserap ke dalam aliran darah sebagai glukosa yang dibentuk
melalui hidrolisis pati dan disakarida dalam makanan dan gula lain diubah menjadi glukosa di hati. Kadar
glukosa darah dikatakan abnormal bila kurang atau melebihi nilai rujukan. Kadar glukosa darah normal
dalam tubuh saat puasa adalah 4,0-6,0 mmol/L (72-108 mg/dL) dan 7,8 mmol /L (140 mg/dL) pada saat
90 menit setelah makan .Terdapat 2 kategori diabetes melitus yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes
melitus tipe 1, disebut dengan insulin - dependent, ditandai dengan kurangnya produksi insulin.
Diabetes melitus tipe 2, disebut non dependent - insulin, disebabkan penggunaan insulin yang kurang
efektif oleh tubuh. (Halan dkk 2019)

Diabetes melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, dimana glukosa darah tidak dapat
digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. Umumnya DM disebabkan oleh
rusaknya sel pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya kekurangan insulin (Suriani, 2012).
Insulin adalah hormon yang berperan dalam pengaturan kadar gula darah (Putri, 2018). Diabetes
Melitus kronis dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, kerusakan organ terutama pada mata,
ginjal, syaraf, hati, dan pembuluh darah (Dalam Nurrofi'ah(2018) Inayatillah, 2016).

Diabetes melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, dimana glukosa darah tidak dapat
digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. Umumnya DM disebabkan oleh
rusaknya sel β pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya kekurangan insulin (Suriani,
2012). Insulin adalah hormon yang berperan dalam pengaturan kadar gula darah (Putri, 2018). Diabetes
Melitus kronis dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, kerusakan organ terutama pada mata,
ginjal, syaraf, hati, dan pembuluh darah (dalam Nurhikmah (2018)(Inayatillah, 2016).

2. Klasifikasi Diabetes

Menurut ADA (American Diabetes Association) dan telah disahkan oleh WHO (World Health
Organization), beberapa klasifikasi DM yaitu :

1. DM tipe 1 (Juvenil omet dan tipe dependen insulin) dengan angka kejadian 5-10%. Terjadi akibat
disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta pada pankreas, penyakit giperglikemia akibat
ketiadaan absolut insulin. Pada tipe ini disebut DM dependen insulin atau insulin dependen diabetes
melitus (IDDM). Tipe ini sering menyerang pada etnik keturunan AfrikaAmerika, Asia. Terjadi disegala
usia, tetapi biasanya terjadi pada usia muda < 30 tahun (Smeltzer 2010).
2. Tipe 2 (omet maturity nondependen insulin) dengan angka kejadian 90-95%. Pada DM tipe 2, insulin
tetap dihasilkan oleh pankreas namun, kadar insulin tersebut mungkin sediki menurun atau berada
dalam rentang normal. Oleh karena itu. DM tipe 2 ini disebut noninsulin dependen diabetes melitus
(NIDDM). Beberapa faktor yang sering dikaitkan yaitu obesitas, herediter dan lingkungan. Terjadi
disegala usia biasanya > 30 tahun. Cenderung meningkat pada usia > 65 tahun (Smeltzer 2010).
3. Diabetes Gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan dapat mempengaruhi 4%
pada semua kehamilan. Usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga serta riwayat gesatsional
dahulu merupakan faktor resiko dari DM gestasional (Smeltzer 2010).

4. Diabetes tipe lain. Beberapa tipe DM yang lain seperti defek genetik, fungsi sel beta, defek genetik
kerja insulin, penyakit pankreas, endokrinopaii,g karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi
yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Soegondo& Subekti 2002). dalam
(indriana 2017)

Anda mungkin juga menyukai