Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Ronna S.

Kalaka
Jurusan Keperawatan

HUBUNGAN KECERDASAN SPRITUAL DAN KONSEP DIRI


DENGAN KESIAPAN KELUARGA MERAWAT ANGGOTA
KELUARGA YANG MENGALAMI MASALAH DENGAN
GANGGUAN JIWA DI KOTA SELATAN
KOTA GORONTALO

JURNAL

RONNA S. KALAKA
NIM : C01420219

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2022

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 1


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

HUBUNGAN KECERDASAN SPRITUAL DAN KONSEP DIRI DENGAN KESIAPAN


KELUARGA MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI MASALAH
DENGAN GANGGUAN JIWA DI KOTA SELATAN KOTA GORONTALO

Ronna S. Kalaka 1, Firmawati 2 , Sabirin B. Syukur3


Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Gorontalo
e-mail:

Saat ini orang dengan gangguan jiwa erat kaitannya dengan perilaku kekerasan. Hal tersebut
menyebabkan masyarakat memandang negatif dan melakukan penolakan untuk berinteraksi dengan
ODGJ karena stigma yang menyertainya. Oleh karena itu kecerdasan spiritual dan konsep diri
keluarga yang positif sangat diperlukan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa (ODGJ). Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kecerdasan spiritual dan konsep diri
dengan kesiapan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami masalah gangguan jiwa di Kota
Selatan Kota Gorontalo. Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
Cross Sectional. Populasi sebanyak 56 orang dengan sampel sebanyak 49 responden yang ditentukan
dengan teknik Puposive Sampling.
Hasil uji statistik chi-square didapatkan P-Value sebesar 0,000 (p< 0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan kecerdasan spiritual dan konsep diri dengan kesiapan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami masalah gangguan jiwa di Kota Selatan Kota Gorontalo.
Kesimpulannya adalah ada hubungan kecerdasan spiritual dan konsep diri dengan kesiapan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami masalah gangguan jiwa. Saran agar lebih
meningkatkan kecerdasan spiritual dan konsep diri yang positif sehingga berdampak pada kesiapan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

Kata kunci : Kecerdasan Spiritual, Konsep Diri, Kesiapan Keluarga Merawat


Daftar Pustaka : 43 (2000-2020)

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 2


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

PENDAHULUAN mempunyai anggota rumah tangga (ART)


Gangguan jiwa yaitu kondisi dimana dengan pengidap skizofrenia/psikosis berat
seseorang mengalami kerusakan fisiologis atau (Kemenkes RI, 2018).
mental yang mengakibatkan kurang berfungsi Berdasarkan data yang diperoleh dari
dengan baik sehingga mengganggu dalam Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, jumlah
fungsi sehari-hari. Gangguan yang sering penderita gangguan jiwa di Provinsi Gorontalo
terjadi ini juga sering kali disebut gangguan pada tahun 2017 sebanyak 1.015 jiwa, dengan
psikiatri atau gangguan mental, dan dalam jumlah pasien lama dari tahun-tahun
masyarakat umum terkadang disebut sebagai sebelumnya 940 orang dan pasien baru di
gangguan syaraf. Gejala yang ditimbulkan tahun 2017 bejumlah 75 orang. Kota
seseorang yang mengalami gangguan jiwa Gorontalo berjumlah 232 jiwa, Kabupaten
juga bermacam-macam, ada yang terlihat jelas Gorontalo 329 jiwa, Kabupaten Bone Bolango
ataupun yang hanya terdapat didalam berjumlah 169 jiwa, Kabupaten Gorontalo
pikirannya saja. Perilaku dari gejala yang Utara 92 jiwa, Kabupaten Boalemo 84 jiwa,
ditunjukkan dengan jelas, seperti menghindar dan terakhir Kabupaten Pohuwato berjumlah
dari lingkungan sosial, tidak mau berdiskusi 109 jiwa. Dari data tersebut dapat dilihat
atau berbincang dengan orang lain, tidak mau bahwa jumlah penderita gangguan jiwa yang
makan sampai dengan marah-marah tanpa tertinggi kedua berasal dari Kota Gorontalo
sebab. Adapula yang diam saja dan berbicara setelah Kabupaten Gorontalo sebanyak 232
tidak jelas, dan ada yang bisa diajak berbicara jiwa dan dari 10 Puskesmas yang ada di Kota
tetapi tidak memiliki perhatian sama sekali Gorontalo, jumlah ODGJ (Orang Dengan
dengan lingkungan sekitarnya. Aktifitas Gangguan Jiwa) terbanyak berasal dari
sehari-hari, hubungan interpersonal, fungsi, Puskesmas Kota Selatan yaitu berjumlah 56
peran sosial akan terganggu, itu merupakan orang pada tahun 2021 yang meningkat
dampak dari gangguan jiwa tersebut (Lestari et dibandingkan jumlah ODGJ pada tahun 2020
al., 2014). yaitu sejumlah 53 orang (Riskesdas Gorontalo,
Gangguan jiwa meliputi gangguan 2018).
dalam cara berpikir (cognitive), kemauan Ada yang menarik berkaitan dengan
(volition), emosi (affective), tindakan fenomena masalah gangguan jiwa menurut
(psychomotor) (Hartanto, 2014). Dalam Yosep, (2014), yaitu indikator gangguan jiwa
kehidupan gangguan jiwa dapat di masa mendatang bukan lagi masalah klinis
mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang. seperti prevalensi gangguan jiwa, melainkan
Aktivitas, kehidupan sosial, ritme pekerjaan, berorientasi pada konteks kehidupan sosial.
serta hubungan dengan keluarga jadi Oleh karena itu penanganan kesehatan jiwa
terganggu karena gejala ansietas, depresi, dan bergeser dari hospital base menjadi community
psikosis. Seseorang dengan gangguan jiwa base yang mana dalam pengobatan gangguan
apapun harus segera mendapatkan pengobatan. jiwa tidak hanya melibatkan tim kesehatan
Keterlambatan pengobatan akan semakin (perawat psikiatri, dokter psikiatri, psikolog)
merugikan penderita, keluarga dan masyarakat tetapi juga dibutuhkan peran dan kesiapan
(Sulistyorini, 2013). keluarga untuk mendukung penyembuhan
Prevalensi gangguan jiwa diseluruh pasien sesuai dengan fungsi keluarga mulai
dunia menurut data World Health dari kemampuan keluarga mengenal masalah
Organization (WHO) pada tahun 2019, kesehatan keluarga, mengambil keputusan
terdapat 264 juta orang mengalami depresi, 45 untuk melakukan tindakan yang tepat, mampu
juta orang menderita gangguan bipolar, 50 juta merawat, memodifikasi lingkungan serta
orang mengalami demensia, dan 20 juta memanfaatkan fasilitas yang ada. Peran
orang jiwa mengalami skizofrenia. Riset keluarga dengan pendekatan spiritual juga
Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 sangat penting dalam perawatan pasien dengan
menunjukkan memenuhi kebutuhan spiritual seperti
bahwa prevalensi skizofrenia/psikosis memfasilitasi pasien untuk melakukan doa
di Indonesia sebanyak 7% per 1000 rumah karena doa memiliki efek positif pada
tangga. Hal ini menunjukkan bahwa dari 1000 psikologis dan kesejahteraan fisik
rumah tangga, terdapat 70 rumah tangga yang (Keljombar, 2015).

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 3


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

Adanya anggota keluarga yang dengan ODGJ karena stigma yang


mengalami masalah gangguan jiwa akan menyertainya (Covarrubias & Han, 2011).
menjadi stresor tersendiri bagi setiap anggota Konsep diri keluarga sangat
keluarga dan keluarga sebagai suatu sistem. berpengaruh dalam merawat anggota keluarga
Hal ini diperberat masih banyaknya stigma yang mengalami gangguan jiwa (ODGJ),
yang berkembang di masyarakat terhadap apabila konsep diri keluarga terganggu maka
individu yang mengalami gangguan jiwa. dukungan terhadap klien cenderung menurun
Penurunan kemampuan terutama kognitif dan dan memperlambat penyembuhan. Konsep diri
psikomotor pada klien dengan gangguan jiwa keluarga yang positif sangat diperlukan dalam
juga merupakan konsekuensi yang harus merawat anggota keluarga yang mengalami
dihadapi oleh keluarga sebagai beban, gangguan jiwa (ODGJ) seperti memberikan
keputusasaan dan stresor yang berat dalam perhatian dan perawatan yang baik dari
membantu mengontrol perilaku yang keluarga karena keluarga merupakan support
ditunjukkan oleh pasien. Salah satu komponen system (Siregar, 2020).
penting dalam mengatasi permasalah pasien Penelitian terdahulu oleh Siregar,
dengan masalah gangguan jiwa tidak lepas (2020) menunjukkan bahwa keluarga dengan
dari kecerdasan spiritual (Spritual Quotient) anggota keluarga yang mengalami gangguan
dan konsep diri keluarga itu sendiri jiwa di Kelurahan Medan Sunggal memiliki
(Windarwati, 2008). konsep diri yang positif. Pada komponen
Kecerdasan spiritual merupakan gambaran diri keluarga sebanyak 17 (94,4%)
kecerdasan untuk menghadapi persoalan memiliki gambaran diri yang positif, ideal diri
makna dan nilai (value), yaitu kecerdasan keluarga sebanyak 18 (100%) memiliki ideal
untuk menempatkan perilaku dan hidup kita diri yang realitas, pada komponen harga diri
dalam konteks makna yang lebih luas dan keluarga sebanyak 16 (88,8%) mempunyai
kaya. Kecerdasan spiritual memiliki beberapa harga diri yang tinggi, dan komponen peran
aspek, yaitu kemampuan bersikap fleksibel, diri keluarga sebanyak 17 (94,4%) memiliki
tingkat kesadaran diri yang tinggi, kemampuan peran diri yang memuaskan, dan pada identitas
untuk menghadapi dan memanfaatkan diri keluarga sebanyak 14 (77,7%) mempunyai
penderitaan, kemampuan untuk menghadapi identitas diri yang jelas.
dan melampaui rasa sakit, kualitas hidup yang Studi pendahuluan yang dilakukan
diilhami visi dan nilai, keengganan untuk peneliti di Puskesmas Kota Selatan, peneliti
menyebabkan kerugian yang tidak perlu, melakukan wawancara pada pemegang
berpikir secara holistik, kecenderungan untuk program jiwa. Hasil wawancara didapatkan
bertanya mengapa dan bagaimana, dan hasil bahwa masih terdapat keluarga yang
menjadi pribadi mandiri (Siswadi, 2015). mengeluh mendapat stigma dari masyarakat
Selain kecerdasan spiritual, konsep diri mengenai ODGJ dan mempengaruhi mereka
keluarga yang positif sangat diperlukan dalam dalam merawat penderita dengan gangguan
merawat anggota keluarga yang mengalami jiwa, mereka juga mengeluh mengapa anggota
gangguan jiwa (ODGJ). Konsep diri itu sendiri keluarganya tidak sembuh-sembuh,
terdiri dari 5 komponen penting, yaitu menganggap penyakit yang diderita anggota
gambaran diri atau citra diri dimana keluarga merupakan kiriman dari orang.
dibutuhkan sikap yang positif terhadap Sedangkan menurut wawancara dengan 2
tubuhnya sendiri. Ideal diri yang terkait orang keluarga yang mempunyai anngota
dengan persepsi individu terhadap perilakunya keluarga yang menderita gangguan jiwa
yang sesuai dengan standar pribadinya, jika mengatakan mereka pernah merasa minder dan
hasil yang dicapai sesuai dengan ideal diri menganggap bahwa anggota keluarga ODGJ
akan tercipta harga diri yang baik, selain itu mereka mengganggu tetangga, karena adanya
peran diri yang terkait dengan peran individu keluhan tetangga yang terganggu saat
di dalam kehidupan bermasyarakat serta penderita ODGJ mengamuk (melempari batu
identitas diri sebagai satu kesatuan konsep diri. ke atap, membentak orang disekitarnya).
Namun kenyataannya saat ini orang dengan Berdasarakan latar belakang yang
gangguan jiwa erat kaitannya dengan perilaku diuraikan di atas peneliti tertarik melakukan
kekerasan. Hal tersebut menyebabkan penelitian untuk mengengetahui hubungan
masyarakat memandang negatif dan kecerdasan spiritual dan konsep diri dengan
melakukan penolakan untuk berinteraksi kesiapan keluarga merawat anggota keluarga

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 4


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

yang mengalami masalah gangguan jiwa di


Kota Selatan Kota Gorontalo. Kesiapan
METODE PENELITIAN Jumlah Persentase
No Keluarga
(n) (%)
Penelitian ini menggunakan jenis Merawat
kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif 1 Tinggi 34 69,4
analitik dengan pengambilan data melalui 2 Rendah 15 30,6
pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam Total 49 100
penelitian ini adalah seluruh keluarga ODGJ
berjumlah 56 orang. Jumlah sampel sebesar 73 Berdasarkan tabel 3 menggambarkan bahwa
responden, Pada penelitian ini teknik
keluarga memiliki kesiapan merawat anggota
pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan cara Purposive Sampling yaitu keluarga yang tinggi berjumlah 34 orang
teknik penentuan sampel berdasarkan pada (69,4%).
suatu karakteristik tertentu dalam suatu
populasi yang memiliki hubungan dominan Analisis Bivariat
sehingga dapat digunakan untuk mencapai Tabel 4. Hubungan kecerdasan spiritual
tujuan penelitian. Jadi, besar sampel yang keluarga dalam merawat anggota keluarga
didapat yaitu sebesar 49 orang. yang mengalami masalah gangguan jiwa di
Kota Selatan Kota Gorontalo
HASIL
Analisis Univariat
Tabel 1. Distribusi Kecerdasan Spritual Kecerdasan Kesiapan Merawat P.
No
pada Keluarga di Kota Selatan Kota Spritual Tinggi % Rendah % Value
Gorontalo. 1 Tinggi 26 53,1 1 2,0
2 Rendah 8 16,3 14 28,6 0,000
N Kecerdasan Jumlah Persentase Total 34 69,4 15 30,6
o Spritual (n) (%)
1 Tinggi 27 55,1
Berdasarkan Tabel 4 menggambarkan
2 Rendah 22 44,9
bahwa terdapat responden yang memiliki
Total 49 100 kecerdasan spiritual yang tinggi dan kesiapan
merawat yang tinggi sebanyak 26 responden
Berdasarkan Tabel 1 menggambarkan bahwa (53,1%), namun terdapat 1 responden (2%)
responden yang memiliki kecerdasan spiritual yang kecerdasan spritualnya tinggi tetapi
yang tinggi berjumlah 27 orang (55,1%). kesiapan merawatnya rendah. Dari tabel di
atas juga didapatkan 8 responden (16,3%)
Tabel 2. Distribusi Konsep Diri pada memiliki kecerdasan spiritual yang rendah
Keluarga di Kota Selatan Kota Gorontalo tetapi memiliki kesiapan merawat yang tinggi
dan 14 responden (28,6%) memiliki
Jumlah Persentase kecerdasan spiritual yang rendah dan kesiapan
No Konsep Diri merawat yang rendah.
(n) (%)
1 Positif 29 59,2 Hasil uji statitistik Chi Square
2 Negatif 20 40,8 menunjukkan nilai P value = 0,000 lebih kecil
Total 49 100 dari α (0,05), maka Ho ditolak Ha diterima,
sehingga menunjukan ada hubungan antara
Berdasarkan tabel 2 menggambarkan bahwa kecerdasan spiritual keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang mengalami masalah
responden yang memiliki konsep diri yang
gangguan jiwa di Kota Selatan Kota
positif berjumlah 29 orang (59,2%). Gorontalo..

Tabel 3. Distribusi Kesiapan Keluarga Tabel 5. Hubungan Konsep Diri dalam


Merawat Anggota Keluarga di Kota Selatan merawat anggota keluarga yang mengalami
Kota Gorontalo masalah gangguan jiwa di Kota Selatan
Kota Gorontalo.

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 5


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

semakin toleran terhadap orang lain


(Nuraenah, Mustikasari, & Putri, 2014).
Konsep Kesiapan Merawat Berdasarkan tabel 2 didapatkan responden
No P. Value
terbanyak berdasarkan distribusi jenis kelamin
Diri Tinggi % Rendah % adalah Perempuan berjumlah 42 responden
1 Positif 29 59,2 0 0 (85,7%). Pada penelitian ini responden yang
2 Negatif 5 10,2 15 30,6 merawat anggota keluarga yang mengalami
Total 34 69,4 15 30,6 masalah gangguan jiwa adalah berjenis
kelamin perempuan. Hal ini dapat dikarenakan
Berdasarkan Tabel 5 menggambarkan bahwa oleh berbagai macam faktor, salah satunya
terdapat responden yang memiliki konsep diri adalah norma dan budaya yang berlaku
yang positif dan kesiapan merawat yang tinggi didalam masyarakat Indonesia. Di Indonesia
sebanyak 29 responden (59,2%). Dari tabel di peran perempuan adalah mengurus rumah
atas juga didapatkan 5 responden (10,2%) tangga, seperti memasak, mencuci,
memiliki konsep diri yang negatif tetapi membersihkan rumah, melayani suami, dan
memiliki kesiapan merawat yang tinggi dan 15 merawat anggota keluarga, sedangkan peran
responden (30,6%) memiliki konsep diri yang laki- laki adalah mencarinafkah sehingga
negatif dan kesiapan merawat yang rendah. dalam hal ini perempuan lebih banyak
Hasil Uji Chi Square menunjukkan nilai P berperan dalam merawat keluarganya yang
value = 0,000 dimana lebih kecil dari α (0,05), sakit (Utami, 2013).
maka Ho ditolak Ha diterima, sehingga Perempuan merupakan caregiver utama dan
menunjukan bahwa ada hubungan antara paling dominan dibandingkan laki-laki. Pada
konsep diri dalam merawat anggota keluarga peran hormonal, hormon oksitosin
yang mengalami masalah gangguan jiwa di memberikan pengaruh dalam distress. Saat
Kota Selatan Kota Gorontalo. Hasil diatas merawat pasien dengan masalah gangguan
menunjukkan hubungan yang kuat, karena p jiwa, perempuan akan mengalami stress
value < α. karena saat hormon oksitosin harusnya dapat
meningkat namun secara bersamaan caregiver
PEMBAHASAN harus menyalurkan perhatiannya terhadap
1. Karakteristik Responden pasien (Rafiyah & Suttharangsee, 2011).

Berdasarkan tabel 1 didapatkan distribusi 2. Kecerdasan Spritual


responden terbanyak pada usia 26 – 35 tahun
sebanyak 22 jiwa (44,9%). Hal ini didukung Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ada
oleh hasil penelitian Putri (2013) yang hubungan antara kecerdasan spiritual dengan
mengatakan bahwa rata-rata usia caregiver kesiapan merawat anggota keluarga yang
yaitu 34,78 tahun, dimana usia tersebut mengalami masalah dengan gangguan jiwa.
termasuk dalam usia dewasa. Seseorang dapat Pada tabel 3 menggambarkan bahwa
dikatakan dewasa apabila telah memiliki responden yang memiliki kecerdasan spiritual
kekuatan bereproduksi, dan memiliki kesiapan yang tinggi berjumlah 27 orang (55,1%). Hal
kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dapat ini menggambarkan bahwa keluarga memiliki
diharapkan memainkan peranannya bersama Kecerdasan spiritual (SQ) untuk menghadapi
dengan individu-individu lain dalam dan memecahkan persoalan makna kehidupan,
masyarakat. nilai-nilai, dan keutuhan diri yaitu kecerdasan
Pada usia dewasa masing-masing individu untuk menempatkan perilaku dan hidup kita
sudah mulai mengabaikan keinginan atau hak- dalam konteks makna yang lebih luas dan
hak pribadinya, kebutuhan atau kepentingan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
yang utama adalah keluarga sehingga tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
caregiver lebih banyak ditemukan diusia ini bermakna dibandingkan dengan yang lain.
(Hartati, 2012). Selain itu, caregiver yang Seseorang dapat menemukan makna hidup
berusia dewasa dianggap cukup matang dalam dari bekerja, belajar dan bertanya, bahkan saat
pengalaman hidup, bijaksana dalam menghadapi masalah atau penderitaan.
mengambil keputusan, mampu berpikir Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan
rasional, mampu mengendalikan emosi dan jiwa yang membantu menyembuhkan dan
membangun diri manusia secara utuh.

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 6


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

Kecerdasan spiritual adalah landasan yang kemampuan interpersonal, kemampuan


diperlukan untuk memfungsikan Intellectual interpersonal, kemampuan intelektual, dan
Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ) penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep
secara efektif. Bahkan, SQ merupakan diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan
kecerdasan tertinggi (Zohar & Marshall, individu dan sosial terganggu (Bahari, 2012).
2001). Sesuai teori diatas keluarga yang memiliki
Pada penelitian ini keluarga merasa, jika dekat penderita ODGJ mempunyai konsep diri
dengan tuhan, mereka meyakini bahwa tuhan positif, mereka tetap percaya diri terhadap
dapat membantu mereka dalam memberikan dirinya dan keadaan anggota keluarga, mampu
kekuatan dan dukungan dalam merawat menyesuaikan diri dan tetap diterima di
anggota keluarga yang mengalami masalah lingkungannya.
gangguan jiwa Konsep diri berdasarkan citra tubuh keluarga
yang merawat anggota keluarga ODGJ
3. Konsep Diri mempunyai citra tubuh yang positif sebesar
71,4% (35 orang) dan 28,6% (14 orang)
Berdasarkan penelitian didapatkan ada mempunyai citra tubuh yang negatif. Citra
hubungan antara konsep diri dengan kesiapan tubuh harus realistis karena semakin dapat
merawat anggota keluarga yang mengalami menerima dan menyukai tubuhnya individu
masalah gangguan jiwa. Pada tabel 4 akan lebih bebas dan merasa aman dari
menggambarkan bahwa responden yang kecemasan. Individu yang menerima tubuhnya
memiliki konsep diri yang positif berjumlah apa adanya biasanya memiliki harga diri tinggi
29 orang (59,2%). Hal ini dikarenakan daripada individu yang tidak menyukai
mayoritas keluarga beranggapan bahwa ini tubuhnya (Suliswati, 2005). Orang yang
ujian dari Tuhan yang harus mereka terima, memiliki citra tubuh yang positif akan dapat
mereka sudah ikhlas menerima ujian tersebut menilai diri sendiri secara positif, mempunyai
dan tetap mau merawat anggota keluarga rasa percaya diri yang penuh, merasa puas
dengan gangguan jiwa karena orang dengan dengan penampilan fisik, menghargai diri
gangguan jiwa merupakan anggota keluarga seadanya, memiliki kepedulian terhadap
dan tanggung jawab mereka. Keluarga tetap kondisi badan dan kesehatan, serta memiliki
merasa percaya diri, mampu menerima segala penerimaan yang tinggi terhadap jati dirinya
kekurangan dan kelebihannya, mereka percaya (Bahari, 2012). Sebagian besar keluarga yang
diri terhadap dirinya sendiri, tidak ada merawat anggota keluarga ODGJ mempunyai
perasaan minder dan tidak ada perasaan cemas citra tubuh yang positif. Hal ini dibuktikan
ketika berinteraksi dengan masyarakat dengan menjawab kuesioner walaupun ada
walaupun mereka memiliki anggota keluarga anggota keluarga yang menderita ODGJ masih
yang gangguan jiwa. banyak yang mempunyai rasa percaya diri
Ghufron & Risnawita (2016) dalam teorinya yang penuh, kepedulian terhadap kondisi
menyatakan bahwa konsep diri yang positif badan, kesehatan diri sendiri serta anggota
ciri-cirinya adalah yakin terhadap kemampuan keluarganya. Tetapi masih ada keluarga yang
dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, mempunyai citra tubuh negatif, seperti
merasa sejajar dengan orang lain, menerima penjelasan dalam teori (Bahari, 2012) orang
pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang yang mempunyai citra tubuh yang negatif
mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan maka akan menilai dirinya sendiri secara
perilaku yang tidak disetujui oleh masyarakat negatif, tidak menerima diri sendiri seadanya,
serta mampu mengembangkan diri karena tidak pernah puas dengan apa yang dilakukan,
sanggup mengungkapkan aspek-aspek memiliki ketaukan dan kecemasan yang
kepribadian yang buruk dan berupaya untuk berlebihan, mudah putus asa dan tidak
mengubahnya. mempunyai mekanisme koping untuk
Konsep diri yang positif yaitu individu dapat menghadapi banyaknya stressor.
mengidentifikasi kemampuan dan Konsep diri berdasarkan ideal diri keluarga
kelemahannya secara jujur dan dalam menilai yang merawat anggota keluarga ODGJ
suatu masalah individu berpikir secara positif mempunyai ideal diri yang tinggi sebesar 15
dan realistik (Suliswati, 2005). Individu orang (30,6%) dan 34 orang (69,4%)
dengan konsep diri yang positif dapat mempunyai ideal diri yang rendah. Hal ini
berfungsi lebih efektif dan dapat dilihat dari tidak sejalan dengan teori menuurt Suliswati

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 7


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

(2005) yang menyatakan Ideal diri harus tujuan dan nilai yang disadari. Gangguan
cukup tinggi supaya mendukung respek identitas diri adalah kekaburan atau
terhadap diri tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh
menuntut serta samar-samar atau kabur. Ideal dengan keraguan, sukar menetapkan keinginan
diri berperan sebagai pengatur internal dan dan tidak mampu mengambil keputusan
membantu individu mempertahankan (Dalami, 2009).
kemampuannya menghadapi konflik atau 4. Kesiapan Merawat Anggota Keluarga
kondisi yang membuat bingung. Ideal diri yang Mengalami Masalah Gangguan
penting untuk mempertahankan kesehatan dan Jiwa.
keseimbangan mental.
Konsep diri berdasarkan harga diri keluarga Berdasarkan tabel 5 menggambarkan bahwa
yang merawat anggota keluarga ODGJ keluarga memiliki kesiapan merawat anggota
mempunyai harga diri yang tinggi sebesar 34 keluarga yang tinggi berjumlah 34 orang
orang (69,4%) dan 15 orang (30,6%) (69,4%). Hal ini didukung karena Peran
mempunyai harga diri yang rendah. Hal ini keluarga yang baik adalah bagaimana peran
juga tidak sejalan dengan teori yang dijelaskan yang terjadi dalam merawat anggota keluarga
oleh Yusuf, dkk (2015:92) yang menyebutkan yang sakit karena mengalami gangguan jiwa.
bahwa Individu akan merasa harga dirinya Peristiwa hidup situasional yang dihadapi
tinggi bila sering mengalami keberhasilan, keluarga, tidak dapat dihindari akan
sebaliknya individu akan merasa harga dirinya mempengaruhi fungsi peran, misalnya karena
rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak gangguan kesehatan anggota keluarga. Saat
dicintai atau tidak diterima di lingkungan. anggota keluarga mengalami gangguan jiwa
Konsep diri berdasarkan peran keluarga yang salah satu atau lebih anggota keluarga
memiliki anggota keluarga penderita ODGJ mengemban peran pemberi asuhan (Friedman,
mempunyai peran diri yang memuaskan 2010).
sebesar 18 orang (36,7%) dan 31 orang Friedman, 2010 mengatakan dalam peran
(63,3%) mempunyai peran yang tidak formal keluarga antara lain sebagai provider
memuaskan. Hal ini tidak sesuai dengan teori atau penyedia, pengatur rumah tangga,
menurut Bahari, (2012) yang menyatakan perawat anggota keluarga baik sehat maupun
bahwa peran yang memuaskan yaitu individu sakit, sosialisasi, memelihara hubungan
mampu menjalankan peran yang berfungsi keluarga paternal dan maternal, peran
dengan baik dilingkungan masyarakat dan terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari
sekitar, melakukan peran sesuai dengan pasangan), peran sosial. Saat anggota keluarga
harapan, memiliki tanggung jawab. Gangguan mengalami sakit gangguan jiwa maka keluarga
penampilan peran adalah berubahnya atau mendefinisikan gejala, memutuskan alternatif
berhentinya fungsi peran yang disebabkan oleh sumber yang tepat, ia juga memegang kendali
penyakit, proses menua, putus sekolah, dan yang kuat apakah anggota keluarganya akan
putus hubungan kerja (Dalami, Dkk: 2009). mendapatkan layanan pencegahan atau
Teori dari (Bahari, Dkk:2012) dan Dalami pengobatan, serta menjalankan peran informal
(2009) meskipun ada gangguan peran karena yaitu mendorong, merangkul anggota keluarga
memiliki anggota keluarga ODGJ, keluarga yang sakit untuk mencapai keseimbangan
tetap menjalankan perannya dengan baik. dalam keluarga maka keluarga harus
Konsep diri berdasarkan identitas diri keluarga menjalankan peran ekstra saat anggota
yang memiliki anggota keluarga ODGJ keluarga mengalami gangguan jiwa.
mempunyai identitas diri yang positif sebesar Pada penelitian ini didapatkan pula keluarga
16 orang (32,7%) dan 33 orang (67,3%) yang memiliki kesiapan merawat anggota
mempunyai identitas diri yang negatif. keluarga yang rendah sebanyak 15 responden
Menurut (Dalami, 2009) ciri-ciri identitas diri (30,6%). Berdasarkan wawancara pada
yang positif yaitu mengenal diri sebagai responden saat pengumpulan data,
individu yang utuh terpisah dari orang lain, mengungkapkan bahwa kurangnya informasi
mengakui jenis kelamin sendiri, memandang yang diberikan oleh petugas kesehatan tentang
perlu aspek diri sebagai suatu kelarasan, masalah gangguan jiwa yang dialami pasien
menilai diri sesuai dengan penilaian serta penanganan secara benar, membuat
masyarakat, menyadari hubungan masa lalu, keluarga terbebani dalam melakukan peran
sekarang dan yang akan datang, mempunyai mereka sehingga hal tersebut kemudian

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 8


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

mempengaruhi keluarga dalam hal kesiapan hanya pada karakteristik vertikal namun juga
merawat anggota keluarga yang mengalami karakteristik horisontal. Makna perubahan
masalah gangguan jiwa. sikap yang terjadi lebih banyak mengarah
5. Hubungan kecerdasan spiritual kepada perubahan yang positif.
keluarga dalam merawat anggota Pada penelitian ini terdapat 1 responden (2%)
keluarga yang mengalami masalah yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi
gangguan jiwa di Kota Selatan Kota tetapi kesiapan merawatnya rendah terhadap
Gorontalo. anggota keluarga yang mengalami masalah
gangguan jiwa. Hasil wawancara dan sesuai
Hasil Uji Chi Square menunjukkan nilai P hasil kuesioner didapatkan bahwa kesiapan
value = 0,000 dimana lebih kecil dari α (0,05), merawat masih kurang dalam perawatan fisik
maka Ho ditolak Ha diterima, sehingga seperti membantu pasien dengan menyuapi,
menunjukan bahwa ada hubungan antara memandikan, merawat luka ataupun ke kamar
kecerdasan spiritual keluarga dalam merawat mandi.
anggota keluarga yang mengalami masalah Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
gangguan jiwa di Kota Selatan Kota yang dilakukan oleh Anggriyani, (2014)
Gorontalo. dengan hasil penelitian ada hubungan
Pada penelitian ini terdapat 26 responden kecerdasan spiritual dengan care giver perawat
(53,1%) yang memiliki kecerdasan spiritual pada praktik keperawatan di ruang rawat inap
yang tinggi dan kesiapan merawatnya tinggi Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya.
terhadap anggota keluarga yang mengalami Menurut asumsi peneliti, responden dengan
masalah gangguan jiwa. Pada penelitian kecerdasan spiritual yang tinggi tetapi
keluarga merasa, jika dekat dengan tuhan, kesiapan merawat yang rendah dipengaruhi
mereka meyakini bahwa tuhan dapat oleh faktor jenis kelamin. Hasil penelitian
membantu mereka dalam memberikan didapatkan responden yang kesiapan
kekuatan dan dukungan dalam merawat merawatnya rendah yaitu berjenis kelamin
anggota keluarga yang mengalami masalah laki-laki. Hal ini sejalan dengan teori Utami,
gangguan jiwa. Kecerdasan spiritual (2013) yang menyatakan peran perempuan
merupakan kecerdasan jiwa yang membantu adalah mengurus rumah tangga, seperti
menyembuhkan dan membangun diri manusia memasak, mencuci, membersihkan rumah,
secara utuh. Kecerdasan spiritual adalah melayani suami, dan merawat anggota
landasan yang diperlukan untuk keluarga, sedangkan peran laki- laki adalah
memfungsikan Intellectual Quotient (IQ) dan mencari nafkah sehingga dalam hal ini
Emotional Quotient (EQ) secara efektif. perempuan lebih banyak berperan dalam
Bahkan, SQ merupakan kecerdasan tertinggi merawat keluarganya yang sakit (Utami,
(Zohar & Marshall, 2001). 2013).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang Perempuan merupakan caregiver utama dan
dikemukakan oleh Windarwati, (2008) yang paling dominan dibandingkan laki-laki. Pada
menjelaskan bahwa dimensi spiritual peran hormonal, hormon oksitosin
merupakan dimensi penyeimbang dalam memberikan pengaruh dalam distress. Saat
rangka pemenuhan holistik terutama bagi merawat pasien dengan masalah gangguan
keluarga sebagai caregiver di rumah. sehingga jiwa, perempuan akan mengalami stress
kecerdasan spiritual berkontribusi positif karena saat hormon oksitosin harusnya dapat
terhadap teori dasar keperawatan khususnya meningkat namun secara bersamaan caregiver
pada dimensi spiritual. harus menyalurkan perhatiannya terhadap
Menurut asumsi peneliti, hal ini disebabkan pasien (Rafiyah & Suttharangsee, 2011).
karena terjadi perubahan adaptif yang terjadi Pada penelitian ini juga terdapat 8 responden
pada keluarga meliputi sikap semakin sabar, (16,3%) yang memiliki kecerdasan spiritual
pasrah, terbuka kepada orang lain, tegar, yang rendah tetapi kesiapan merawatnya tinggi
rileks, tambah pengetahuan, lebih memahami terhadap anggota keluarga yang mengalami
keterbatasan klien, semakin dekat dengan masalah gangguan jiwa. Hal ini disebabkan
klien, keluarga dan Tuhan. Sedangkan oleh faktor usia responden yang telah masuk
perubahan maladaptif yang terjadi adalah dalam kategori dewasa.
marah. Dari hasil penelitian tersebut tampak Menurut Hartati, (2012) rata-rata usia
bahwa makna perubahan sikap spiritual tidak caregiver yaitu 34,78 tahun, dimana usia

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 9


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

tersebut termasuk dalam usia dewasa. jiwa karena orang dengan gangguan jiwa
Seseorang dapat dikatakan dewasa apabila merupakan anggota keluarga dan tanggung
telah memiliki kekuatan bereproduksi, dan jawab mereka. Keluarga tetap merasa percaya
memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan diri, mampu menerima segala kekurangan dan
psikomotor, serta dapat diharapkan kelebihannya, mereka percaya diri terhadap
memainkan peranannya bersama dengan dirinya sendiri, tidak ada perasaan minder dan
individu-individu lain dalam masyarakat. Pada tidak ada perasaan cemas ketika berinteraksi
usia dewasa masing-masing individu sudah dengan masyarakat walaupun mereka
mulai mengabaikan keinginan atau hak-hak memiliki anggota keluarga yang gangguan
pribadinya, kebutuhan atau kepentingan yang jiwa (Hanifah, 2021).
utama adalah keluarga sehingga caregiver Penelitian ini sejalan dengan peneltian lain
lebih banyak ditemukan diusia ini. yang menyebutkan keluarga memiliki konsep
Selain itu, caregiver yang berusia dewasa diri yang positif apabila mampu memperbaiki
dianggap cukup matang dalam pengalaman diri, mampu mengatasi masalah secara
hidup, bijaksana dalam mengambil keputusan, obyektif, merasa bahwa dirinya mampu untuk
mampu berpikir rasional, mampu melakukan hal seperti yang dilakukan oleh
mengendalikan emosi dan semakin toleran orang lain (Solikin, 2016).
terhadap orang lain (Nuraenah, Mustikasari, & Menurut asumsi peneliti, konsep diri
Putri, 2014). responden positif juga dipengaruhi oleh faktor
Penelitian ini juga terdapat 14 responden usia. Dalam penelitian ini mayoritas usia
(28,6%) yang kecerdasan spritualnya rendah responden adalah 26 - 35 tahun, yaitu
dan kesiapan merawatnya juga rendah. sebanyak 44,9% hal ini berarti bahwa
Menurut asumsi peneliti hal ini dipengaruhi responden berada di fase dewasa awal atau
oleh faktor usia. Hasil penelitian ini didukung usia produktif, dimana menurut Notoadmodjo
oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Sari (2007), umur merupakan periode terhadap
(2017) yang membuktikan bahwa adanya pola-pola kehidupan yang baru, semakin
hubungan antara usia dengan kesiapan bertambahnya umur akan mencapai usia
merawat dengan nilai p value 0,015. Semakin reproduksi, dan semakin banyak pengalaman
tua usia caregiver maka beban yang dirasakan yang diperoleh dan menjadikan harga diri
akan semakin tinggi, hal ini disebabkan karena seseorang semakin tinggi. Tingginya harga diri
mulai adanya penurunan fisik yang dialami seseorang akan mempengaruhi konsep diri
oleh keluarga yang merawat, sehingga positif yang ada pada dirinya.
kemampuan untuk dapat merawat seseorang Pada penelitian ini 0 responden (0%) atau
juga akan menjadi berkurang. tidak didapatkan responden yang konsep diri
6. Hubungan konsep diri dalam merawat dan kesiapan merawatnya rendah terhadap
anggota keluarga yang mengalami anggota keluarga yang mengalami masalah
masalah gangguan jiwa di Kota Selatan gangguan jiwa.
Kota Gorontalo. Konsep diri sendiri memiliki peranan penting
dalam menetukan perilaku seseorang sebagai
Hasil Uji Chi Square menunjukkan nilai P cermin baginya dalam memandang dirinya
value = 0,000 dimana lebih kecil dari α (0,05), sendiri. Seseorang akan bereaksi terhadap
maka Ho ditolak Ha diterima, sehingga lingkungan sesuai dengan konsep diri yang
menunjukan bahwa ada hubungan antara dimilikinya. Pembentukan konsep diri dapat
konsep diri dalam merawat anggota keluarga memudahkan interaksi sosial sehingga
yang mengalami masalah gangguan jiwa di individu yang bersangkutan dapat
Kota Selatan Kota Gorontalo. mengantisipasi reaksi orang lain (Dalami,
Pada penelitian ini terdapat 29 responden 2009).
(59,2%) yang konsep dirinya positif serta Menurut asumsi peneliti, hal ini terjadi karena
kesiapan merawatnya tinggi terhadap anggota pada dasarnya keluarga yang memiliki anggota
keluarga yang mengalami masalah gangguan keluarga yang mengalami masalah gangguan
jiwa. Hal ini dikarenakan mayoritas keluarga jiwa, sebagian besar memiliki konsep diri
beranggapan bahwa ini ujian dari Tuhan yang positif dan kesiapan merawat yang tinggi.
harus mereka terima, mereka sudah ikhlas Konsep diri yang positif dalam artian keluarga
menerima ujian tersebut dan tetap mau dapat mengidentifikasi kemampuan dan
merawat anggota keluarga dengan gangguan kelemahannya secara jujur dan dalam menilai

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 10


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

suatu masalah individu berpikir secara positif usia yang sudah renta, kesulitan dalam
dan realistic dalam merawat anggota keluarga mengatur gangguan jiwa dan kebingungan
yang mengalami masalah gangguan jiwa. dalam merawat apabila sedang relaps.
Pada penelitian ini terdapat juga 5 responden Hal ini sejalan dengan peneiltian Bahari
(10,2%) yang konsep dirinya negatif tetapi (2017) beban keluarga dalam merawat
kesiapan merawatnya tinggi terhadap anggota gangguan jiwa yaitu beban dalam pemenuhan
keluarga yang mengalami masalah gangguan kebutuhan dasar, biaya perawatan dan
jiwa. Hal ini terjadi karena keluarga yang tidak kebutuhan sehari-hari, kebutuhan pengobatan,
mengharagai diri sendiri, dan merasa rendah dan penanganan saat kambuh, penyediaan
diri karena kurang diterima di masyarakat, tempat tinggal. Wanti (2016) yang
lingkungan tempat tinggal ODGJ yang menyatakan bahwa beban dapat terjadi karena
mendiskriminasi. keluarga tidak memiliki pemahaman akan
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Solikin kebutuhan pasien, tingkah laku pasien yang
(2016) dimana keluarga dengan gangguan jiwa sulit dimengerti, keluarga sulit membina
keduanya memiliki konsep diri yang positif dialog dengan pasien. Sehingga keluarga
karena lingkungan yang mendukung. Keluarga merasa stress dan kelelahan dengan tanggung
dengan gangguan jiwa akan memiliki harga jawab dalam merawat ODGJ. Kurangnya
diri positif apabila lingkungan menghargai, pengetahuan dapat menyulitkan keluarga
memberikan reward secara langsung, mau dalam mengatasi, menjaga, serta merawat
mendengarkan dan merespon hal-hal yang anggota keluarga yang sedang mengalami
dikeluh kesahkan. Harga diri merupakan kekambuhan (Saragih, 2014).
penilaian individu terhadap dirinya sendiri Dari semua pembahasan dapat disimpulkan
yang dipengaruhi oleh hasil interaksi sosial bahwa konsep diri keluarga terbentuk melalui
dilingkungannya serta dari sikap penerimaan, interaksi dengan orang terdekat serta
penghargaan serta perlakuan orang lain pengalaman yang menyertainya. Konsep diri
terhadap dirinya. setiap keluarga berbeda, tergantung bagaimana
Menurut asumsi peneliti, hasil penelitian ini keluarga tersebut mempersepsikan dirinya
dipengaruhi oleh mayoritas keluarga yang berdasarkan stimulus, stigma, dan pengalaman
merawat anggota keluarga yang mengalami yang dialaminya seperti subjek pada penelitian
masalah gangguan jiwa adalah perempuan, ini. Konsep diri keluarga yang baik
sehingga dapat berpengaruh terhadap menggambarkan bahwa persepsi keluarga
kedekatan hubungan emosional dengan klien. tentang anggota keluarga dengan gangguan
Menurut Beck dan Stuck, (2001), burden jiwa positif. Keluarga memberikan dukungan
merupakan bagian dari situasi caregiving. sosial, rasa empati, penerimaan, dan untuk
Peningkatan burden terjadi pada caregiver tidak putus asa serta terus beusaha untuk
perempuan mungkin disebabkan akibat merawat anggota keluarga dengan gangguan
kedekatan hubungan serta keterlibatan jiwa (Nash, 2005).
emosional yang lebih besar. Perempuan juga
lebih dapat menguasai diri dalam merawat PENUTUP
anggota keluarga yang mengalami gangguan Kesimpulan
jiwa. Perempuan memberikan perawatan yang
lebih termasuk perawatan personal, membantu Berdasarkan hasil penelitian maka
pekerjaan rumah, menyiapkan makanan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa :
transportasi dan mengelola keuangan. Secara 1. Kecerdasan spiritual responden tergolong
kultural anak perempuan mempunyai tinggi berjumlah 27 orang (55,1%) dan
tanggung jawab yang lebih besar dalam klien. yang memiliki kecerdasan spiritual yang
Pada penelitian ini terdapat 15 responden rendah sebanyak 22 orang (44,9%).
(30,6%) yang konsep dirinya negatif serta
kesiapan merawatnya rendah terhadap anggota 2. Responden dalam penelitian ini yang
keluarga yang mengalami masalah gangguan memiliki konsep diri yang positif
jiwa. Menurut asumsi peneliti, hal ini berjumlah 29 orang (59,2%) dan yang
disebabkan masih adanya keluarga yang memiliki konsep diri yang negative
menganggap gangguan jiwa sebagai beban sebanyak 20 orang (40,8%). Keluarga
bagi keluarga karena kondisi ekonomi mereka yang memiliki kesiapan merawat anggota
yang tidak mampu untuk membeli obat, faktor keluarga yang tinggi berjumlah 34 orang

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 11


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

(69,4%) dan kesiapan merawat anggota Spiritual: the ESQway 165. Jakarta.
keluarga yang rendah sebanyak 15 orang ARGA
(30,6%).
Agustiani, H. (2009). Psikologi
3. Terdapat hubungan antara kecerdasan Perkembangan. Jakarta: Aditama
spiritual keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami masalah Ali, Z. (2009). Pengantar Keperawatan
gangguan jiwa di Kota Selatan Kota Keluarga. Jakarta : EGC
Gorontalo dengan hasil uji chi-square
menunjukan nilai p-value 0,000 (p-value Andarmoyo, S. (2012). Keperawatan
< 0,05). Keluarga Konsep Teori, Proses dan
Praktik Keperawatan. Yogyakarta :
4. Terdapat hubungan antara konsep diri Graha Ilmu.
dalam merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah gangguan jiwa di Asmara, T. (2001). Kecerdasan Ruhaniah
Kota Selatan Kota Gorontalo dengan hasil (Transendental Intellegence). Jakarta:
uji chi-square menunjukan nilai p-value Gema Insani Press
0,000 (p-value < 0,05).

5. Pada penelitian ini, terdapat hubungan Buzan, T. (2003). Sepuluh Cara Jadi Orang
kecerdasan spiritual dan konsep diri Cerdas Spiritual. Jakarta: PT Gramedia
dengan kesiapan keluarga dalam merawat Pustaka Utama.
anggota keluarga yang mengalami
masalah gangguan jiwa di Kota Selatan Cahyono, A.W.G. (2017). Konsep Diri
Kota Gorontalo dengan hasil uji chi- Keluarga Yang Memiliki Anggota
square menunjukan nilai p-value 0,000 Keluarga Orang Dengan Gangguan Jiwa
(p-value < 0,05). Riwayat Pasung Di Kota Blitar. Jurnal
Ners. 4(1) : 56-63
Saran
Covarrubias, I., & Han, M. (2011). Mental
1. Diharapkan bagi institusi untuk lebih health stigma about serious mental
meningkatkan pengetahuan mahasiswa illness among MSW students: Social
terutama mengenai peningkatan contact and attitude. Social Work, 56(4),
kecerdasan spiritual dan konsep diri 317–325.
sehingga dapat diaplikasi pada pasien dan https://doi.org/10.1093/sw/56.4.317
keluarga.
Covey, S.R. (2005). The 8th Habit:
2. Diharapkan bagi keluarga sebagai bahan Melampaui Efektifitas, Menggapai
informasi agar dapat lebih meningkatkan Keagungan. Jakarta: Gramedia Pustaka
kecerdasan spiritual dan konsep diri yang Utama.
positif sehingga berdampak pada
kesiapan keluarga dalam merawat Dharma, K. (2011). Metodologi penelitian
anggota keluarga yang mengalami keperawatan: Panduan melaksanakan
gangguan jiwa. dan menerapkan hasil penelitian.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
3. Diharapkan peneliti selanjunya untuk
dapat mengakaji lebih lanjut tentang
Donsu & Jenita, D. T. (2017). Psikologi
faktor lain yang mempengaruhi kesiapan
Keperawatan.Yogyakarta : Pustaka
keluarga dalam merawat anggota keluarga
Baru
yang mengalami gangguan jiwa yang
dalam penelitian ini tidak diteliti oleh
Fatimah, E. (2012). Psikologi Perkembangan
peneliti.
(Perkembangan Peserta Didik).
DAFTAR PUSTAKA Bandung: Pustaka Setia.
Agustian. ( 2007). Rahasia Sukses
Friedman. (2013). Keperawatan
Membangun Kecerdasan Emosi dan
Keluarga. Yogyakarta: Penerbitan

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 12


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

Gosyen Teori. Jakarta : Salemba Medika

Ghufron & Risnawati. (2016). Teori-teori Munandir. (2001). Ensiklopedia Pendidikan.


Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz. Malang: UM Press.

Gunarsa, S.D. (2000). Psikologi Murwani. (2007). Asuhan Keperawatan


Perkembangan Anak dan Remaja. Keluarga Konsep dan Aplikasi Kasus.
Jakarta: PT Gunung Mulia. Jogjakarta : Mitra Cendekia Press
Hartanto, D. (2014). Gambaran Sikap dan Nggermanto, A. (2005). Quantum Quotient:
Dukungan Keluarga Terhadap Penderita Cara Praktis Melejitkan IQ, EQ, dan SQ
Gangguan Jiwa. Igarss 2014, 1, 1–5. yang Harmonis. Bandung: Nuansa.
Hartono, Y. & Kusumawati, F. (2010). Buku Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian
Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Salemba Medika
Nursalam. (2017). Konsep dan Penerapan
Hidayati, K. (2018). Hubungan antara Metodologi Penelitian Keperawatan.
Kecerdasan Spiritual dengan Strategi Jakarta : Salemba Medika.
Koping pada keluarga dalam
menghadapi anggota keluarga yang Riskesdas Gorontalo. (2018). Laporan
mengalami gangguan jiwa di Poliklinik Provinsi Gorontalo RISKESDAS 2018.
Kesehatan Jiwa RSJ Dr. Radjiman Lembaga Penerbit Badan Penelitian Dan
Wediodiningrat Lawang. Jurnal Ilmiah Pengembangan Kesehatan, 1–640.
Keperawatan. Malang. Unitri Press.
Riyanto, A. (2013). Statistik Deskriptif untuk
Holm, M, Årestedt, K, Carlander I, Kesehatan. Jogjakarta : Nuha Medika.
Wengström, Y, Öhlen, J & Alvariza, A
(2016). Characteristics of family Schumacher, K.L., Beck, C.A., & Marren,
caregivers who did not benefit from a J.M. (2006). Family caregivers. AJN,
successful psycho-educational 106(8), 40-49.
intervention in palliative cancer care: a
prospective correlational study. Cancer Siregar, A. K. (2020). Konsep Diri Keluarga
Nursing (E-pub Feb 2016). Dengan Anggota Keluarga Yang
Mengalami Gangguan Jiwa Di
Keliat, BA, et al. (2011). Keperawatan Kelurahan Medan Sunggal. Fakultas
Kesehatan Jiwa Komunitas : CHMN Keperawatan Universitas Sumatera
(Basic Course). Jakarta : EGC. Utara.
Keljombar, E. M. (2015). Dukungan Terhadap Siswadi, A. (2015). Hubungan antara
Pasien Gangguan Jiwa. Biomass Chem kecerdasan spiritual dengan strategi
Eng, 49(23–6). coping strees belajar pada maha santri
sunan ampel al-aly universitas islam
Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan negeri maulana malik ibrahim malang.
Dasar Tahun 2018. Kementrian Universitas Islam Negri Maulana Malik
Kesehatan RI, 53(9), 1689–1699. Ibrahim. http://etheses.uin-
malang.ac.id/1640/6/08410107_Bab_2.p
Lestari, P., Choiriyyah, Z., & Mathafi. (2014). df
Gangguan jiwa terhadap tindakan
pasung (studi kasus di RSJ Amino Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor
Gondho Hutomo Semarang. yang Memengaruhi. Jakarta: Rineka
Keperawatan Jiwa, 2(1), 14–23. Cipta.
Mubarak , W, I & Chayatin, N. (2009). Ilmu Stuart, G.W. (2013). Buku saku Keperawatan
Keperawatan Komunitas Pengantar dan

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 13


Jurnal Ronna S. Kalaka
Jurusan Keperawatan

Jiwa. Ed. 5, Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian


Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung : Alfabeta.

Sulistyorini, N. (2013). Hubungan


Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa
Terhadap Sikap Masyarkat Kepada
Penderita Gangguan Jiwa di Wilayah
Kerja Puskesmas Colomadu 1. Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Surakarta..

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Pendidikan.


Jakarta: EGC

Windarwati, H. D. (2008). Perilaku Spiritual


Keluarga Dalam Merawat Anggota
Keluarga Dengan Halusinasi. FIK
Universitas Indonesia.

Yosep, I. (2014). Buku ajar keperawatan jiwa


dan advance mental health nursing (6th
ed.). Bandung : Refika Aditama.

Zohar, D & Marshall, I. (2002). SQ:


Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual
dalam Berfikir Integralistik dan Holistik
Untuk Memaknai Kehidupan. Bandung:
Mizan.

Zwicker DeAnne. (2010). Preparedness for


Caregiving Scale. Try this : Issue
Number 28, 2010. Washington Hospital
Center. Washington, DC
1.

Published By: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Gorontalo 14

Anda mungkin juga menyukai